• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS PIP POLITIK LUAR NEGERI DARI MASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TUGAS PIP POLITIK LUAR NEGERI DARI MASA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

POLITIK LUAR NEGERI DARI MASA KE MASA

Disusun oleh :

Karania Salma Intan Candradewi (20170510078)

Dosen :

Ali Maksum, S.Sos., M.A., Ph.D.

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HUBUNGAN INTERNASIONAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

I. PENDAHULUAN

Sejak deklarasi kemerdekaan yang digaungkan pada 1945, Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka dan berdaulat serta anggota aktif masyarakat internasio na l telah ikut berkiprah dalam percaturan politik internasional. Memasuki awal abad ke-21 ini, politik luar negeri Indonesia (polugri) telah melewati usia lebih dari enam puluh tahun; suatu masa pertumbuhan yang cukup lama dan tentu tidak dapat dilewatkan begitu saja. Pahit-getir dan gelombang pasang surut perjuangan para pionir Indonesia di bidang diplomasi dan politik luar negeri telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan mereka di berbagai forum internasional untuk membela kepentinga n nasional Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Menelaah politik luar negeri Indonesia dalam rentang enam dekade dan dalam zaman yang silih berganti mengalami perubahan dan perkembangan memang merupakan sesuatu hal yang menarik. Dalam enam dekade terakhir ini, tak pelak banyak hal yang telah dicapai, banyak pula hal yang masih perlu terus diperjuangka n dan hambatan yang dialami. Pasang-surut politik luar negeri Indonesia yang dinamis ini seiring dengan perubahan dan perkembangan di dalam kehidupan politik dalam negeri dan konstelasi politik Internasional. 1

II. DISKUSI

Semasa Orde Lama, landasan operasional dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif sebagian besar dinyatakan melalui maklumat dan pidato-pidato Presiden Soekarno. Beberapa saat setelah kemerdekaan, dikeluarkanlah Maklumat Politik Pemerintah tanggal 1 November 1945, yang diantaranya memuat hal-hal sebagai berikut: 2

1. Politik damai dan hidup berdampingan secara damai;

2. Politik tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain’

3. Politik bertetangga baik dan kerja sama dengan semua negara di bidang ekonomi. Politik dan lain-lain’

4. Politik berdasarkan piagam PBB.

Pada dasawarsa 1950-an landasan operasional dari bebas aktif mengalami perluasan makna. Hal ini diantaranya dinyatakan oleh Presiden Soekarno dalam pidatonya yang berjudul

“Jalannya Revolusi Kita (Jarek)” pada 17 Agustus 1960, bahwa “Pendirian kita yang bebas

1 Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Landasan dan Prisip Politik Luar Negeri Indonesia, Jakarta, 2008, hlm.2.

2 Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

(3)

aktif itu, secara aktif pula harus dicerminkan dalam hubungan ekonomi dengan luar negeri,

agar supaya tidak berat sebelah ke barat atau ke timur”. 3

Komitmen Indonesia untuk menentang kolonialisme dan imperialisme telah ditegaskan oleh para pemimpin bangsa sejak diraihnya kemerdekaan NKRI. Namun, kemerdekaan yang telah diperoleh, tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat. Hal ini karena salah satu syarat terbentuknya negara yaitu pengakuan internasional, belum diterima Indonesia saat itu. Untuk mengatasi hal tersebut, upaya diplomasi dilakukan ke berbagai negara. Selain itu, pemerintah Indonesia juga melakukan upaya melalui perjuangan fisik bersenjata. Penting untuk dicatat bahwa, Perang Dunia II telah enciptakan situasi persaingan yang tajam antara Blok Barat dan Blok Timur.menurut A.H Nasution, saat itu posisi Indonesia seakan terjepit. Walaupun dalam keadaan terjepit, pemimpin bangsa Indonesia saat itu berani untuk menunjukkan sikap dan orientasi politik luar negerinya yang independen. Indonesia berpendapat bahwa timbulnya blok-blok raksasa di dunia ini dengan persekutuan militer nya tidak akan menciptakan perdamaian, justru akan menimbulkan ancaman.

Sikap tersebut dibuktikan Mohammad Hatta dalam pidatonya yang berjudul “Mendayung

antara Dua Karang” yang merupakan penjelasan pertama kali tentang politik bebas aktif dan

dinyatakan di depan Badan Pekerja KNIP pada 2 September 1948. Dalam pernyataannya, sebenarnya telah termuat dasar dari prinsip bebas aktif dalam politik luar negeri Indonesia,

meskipun beliau tidak secara definitif menyebut istilah “bebas aktif”. Politik luar negeri yang bebas aktif mengandung dua unsur fundamental yaitu “Bebas” dan “Aktif”. Menurut Hatta,

dalam konteks kondisi pertetangan antara dua blok, politik “Bebas” berarti Indonesia tidak berada dalam kedua blok dan mempunyai jalannya sendiri untuk mengatasi persoalan

intenasional. Sedangkan istilah “Aktif” berarti upaya untuk bekerja lebih giat guna menjaga

perdamaian dan meredakan ketegangan kedua blok.4 Dalam arti yang lebih luas, bebas berarti

menunjukkan tingginya nasionalisme dan menolak keterlibatan atau ketergantungan terhadap pihak luar yang dapat mengurangi kedaulatan Indonesia.5

Selain bebas-aktif, poltik luar negeri Indonesia adalah anti-penjajahan. Awal mula, Indonesia secara tegas menolak kolonialisme dan imperialisme seperti yang ditetapkan dalam

Pembukaan UUD 1945, yang menyatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Prioritas utama polugri dan diplomasi

Indonesia pada pasca-kemerdekaan hingga tahun 1950-an lebih ditujukan untuk menentang segala macam bentuk penjajahan di atas dunia, termasuk juga untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonialisasi yang belum selesai di Indonesia, serta menciptaka n perdamaian dan ketertiban dunia melalui politik bebas dan aktifnya.

Untuk mewujudkan kepentingan naionalnya tersebut, pemerintahan Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negerinya secara cerdik menggunakan dua strategi. Cara pertama

yaitu perjuangan fisik yang didasari oleh keyakinan bahwa kemerdekaan penuh Indonesia hanya dapat dicapai melalui konfrontasi tanpa mengenal kompromi dengan Belanda. Keyakinan ini semakin kuat terlebih dengan adanya dua kali aksi militer Belanda, yaitu 20 Juli

3 A. Hasnan Habib, Kapita Selekta; Strategi dan Hubungan Internasional, Jakarta, CSIS, 1990, HLM.395. 4 Mohammad Hatta, Mendayung Antara Dua Karang, Cet. Pertama, Jakarta, Bulan Bintang, 1976, hlm.17 5Dewi Fortu a A war,”Hatta da Politik Luar Negeri”dala http://www.kompas.com/kompas

(4)

1947 dan 19 Desember 1948. Cara kedua adalah diplomasi sebagai alat yang dipakai untuk menjamin penyerahan kedaulatan. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa cita-cita bangsa tidak mungkin dicapai tanpa diplomasi untuk memperoleh dukungan internasional.6 Upaya

diplomasi Indonesia melalui penyelesaian sengketa di meja perundingan dengan Belanda, seperti perjanjian Linggarjati, Renville dan Van Roijen-Roem tidak bisa memberika n penyelesaian yang menyeluruh. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia menggunaka n bantuan pihak ketiga, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dalam setiap periode kepemimpinan mulai dari Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono (atau yang sekarang Jokowi), terdapat variasi mengenai faktor domestik yang paling menonjol saat itu. Misalkan saja semasa kepemimpinan Presiden Soeharto (1966-1998), faktor domestik yang dapat memengaruhi politik luar negeri Indonesia lebih fokus pada kondisi ekonomi dan kepemimpinan politik atau persepsi elit. Karena Soeharto mewarisi kebobrokan ekonomi di masa Soekarno, maka politik luar negeri yang dijalankan lebih pragmatis dengan memfokuskan pada pembiayaan pembangunan nasional dari bantuan asing. Dalam tataran formal, mereka memiliki persamaan dalam hal prinsip yang dianut di dalam politik luar negerinya. Namun demikian, mereka juga memiliki perbedaan dalam hal landasan operasionalnya.7

Politik luar negeri Indonesia pada awal kemerdekaan lebih ditujukan untuk mempertahankan kemerdekaan dan memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonisasi yang belum selesai di Indonesia. Untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya tersebut, Soekarno secara cerdik menggunakan strategi penggalangan kekuatan internasio na l. Pemerintah menyadari bahwa cita-cita bangsa tidak mungkin dicapai tanpa diplomasi untuk memperoleh dukungan internasional. Sebagaimana dalam pidatonya pada September 1945,

Soekarno menyatakan “kebijaksanaan yang sekarang ditempuh oleh Republik Indonesia

haruslah diarahkan pada dunia internasional. Untuk itu, persyaratan utama adalah diplomasi.”

8 Namun, upaya untuk memperoleh pengakuan internasonal atas RI tidaklah semudah dalam

pelaksanaannya. Resistensi Belanda untuk memberikan pengakuan atas kedaulatan Indonesia serta untuk melakukan perundingan dengan Republik Indonesia menjadi salah satu sandungan utama. 9

Sebagaimana halnya pada periode sebelumnya, kebijakan luar negeri Indonesia di era demokrasi parlementer pada 1960-an sama-sama memfokuskan pada perjuangannya untuk melawan imperialisme, kolonialisme dan neo-kolonialisme. Perbedaannya, kebijakan luar negeri Indonesia menjadi semakin militan dalam perjuangannya tersebut, yang oleh Soekarno disebut sebagai nekolim.10 Dalam perjuangannya melawan nekolim, Presiden Soekarno bahkan

6 Lihat pidato Presiden Soekarno pada September 1945, sebagaimana dikutip oleh Leifer, Politik Luar Negeri ..., hlm.6.

7 Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Landasan dan Prisip Politik Luar Negeri Indonesia, Jakarta, 2008, hlm.52-54.

8 Lihat pidato Presiden Soekarno pada September 1945, sebagaimana dikutip oleh Leifer, Politik Luar Negeri ..., hlm.6.

9 Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Lama, Jakarta, 2008, hlm.60.

(5)

telah mempersiapkan suatu ofensif diplomatik yang dinamakan “diplomasi revolusioner”, yang

tidak saja meliputi Asia Tenggara, tetapi juga dunia. Presiden Soekarno mencetuskan gagasan penggalangan kekuatan dari negara-negara yang baru merdeka, masih berjuang untuk merdeka, negara dari blok sosialis, negara yang sedang berkembang kedalam suatu kelompok yang

dinamakan “The New Emerging Forces” (Nefos). Musuh dari Nefos adalah “The Old Established Forces” (Oldefos) yang termasuk dalam kelompok terakhir ini adalah negara atau pemeritah yang dianggap kolonialis, imperialis dan menentang kemajuan dari bangsa yang sedang berkembang. 11

Perubahan yang terjadi pada era Orde Baru tidak dapat dilepaskan dari pemikiran awal yang disampaikan oleh Soeharto dalam pidatonya di depan Majelis Permusyawaratan Rakyat Smentara (MPRS) pada 1966, yang intinya ada dua hal utama yaitu stabilitas politik keamanan dan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan secara baik, tanpa adanya stabilitas politik, keamanan dalam negeri maupun di tingkat regional. Soeharto menyadarri bahwa mengangkat Indonesia dari krisis ekonomi harus menjadi prioritas pemerintahannya. Namun, hal itu harus dibarengi dengan membangun sistem politik interna l yang stabil serta lingkungan eksternal yang damai. Tahun 1966-1971 merupakan masa pemurnian politik luar negeri luar negeri bebas aktif, yang dilakukan oleh Soeharto. Melalui Sidang Umum petama bulan Maret 1968, disepakati adanya tugas pokok Kabinet pembangunan yang tertuang dalam Ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968. Diantara tugas pokoknya adalah menyusun dan melaksanakan REPELITA. Pada saat itu, upaya yang dilakukan adalah mencari bantuan ke luar negeri dalam rangka mengatasi persoalan ekonomi yang sangat mendesak. Pemerintah melakukan serangkaian upaya untuk mencari bantuan luar negeri, antara lain sebagai berikut:

• Mencari persediaan pangan:antara lain mencari bulgur, gandum, beras dan mie. • Mencari cash dolar untuk kebutuhan rutin negara.

• Mencari penyediaan alat-alat komunikasi yang menjamin kemanan dan lain-lain. Dengan buruknya hubungan Indonesia dengan negara-negara blok komunis setelah oeristiwa G-30S/PKI, Indonesia menyadari bahwa satu-satunya yang bisa memenuhi kebutuhan ekonomi dalam negeri Indonesia pada saat itu adalah negara-negara barat, khususnya Amerika Serikat (AS). Sajak saat ituah politik luar negeri mengalami peubahan perhatian dari blok timur ke blok barat. Perubahan kebijakan tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak di dalam negeri, seperti Front Pancasila, Angkatan Darat dan KAMI Univers itas Indonesia. Hal itu ditunjukkan dan ditegakkan dalam berbagai macam pertemuan dan seminar di UI maupun di Sekolah Komando Angatan Darat ((SESKOAD) pada akhir 1960-an polugri diusahakan agar lebih seimbang keseimbangan perhatian juga di tunjukkan pada upaya perdamaian dunia, penghargaan atas batas-batas kedaulatan, kemerdekaan atas hak rakyat, menjalankan kebijakan bertetangga dengan negara tetangga secara baik.12 Perhatian atas

stablotitas politik keamanan regional juga ditunjukkan Indonesia dengan memberika n perhatian dan kepedulian pada kehadiran pangkalan asing di kawasan Asia Tenggara, yaitu di Filipina.

11 Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Lama, Jakarta, 2008, hlm.94-95.

(6)

Perubahan arah politik luar negeri di atas ditunjukkan dengan sejumlah upaya riil, yaitu:

1. Indonesia segera menghentikan konfrontasi dengan Malaysia. Upaya Indonesia untuk menghentikan konfrontasi tersebut disambut baik oleh Amerika Serikat dan Jepang. Hal ini berdampak pada perbaikan hubungan dan bantuan AS serta Jepang terhadap Indonesia.

2. Indonesia kembali bergabung dengan PBB.

3. Indonesia memutuskan hubungan diplomatik denga Republik Rakyat China.

4. Indonesia memberikan perhatian khusus pada regionalisme. Hal itu diperliha tka n dengan upaya aktif Indonesia dalam pendirian ASEAN pada 1967 dan ikut mempromosikan kerja sama ekonomi dan politik regional. Upaya-upaya tersebut didasari atas pemikiran pentingnya stabilitas regional guna menjamin rencana pembangunan Indonesia.

5. Indonesia memperbaiki hubungan diplomatiknya dengan AS, Inggris dan negara-negara barat lainnya. Setelah itu, hubungan secara bilateral dan multilateral dengan negara-negara barat terus berkembang.

6. Membina hubungan bilateral dengan Jepang. Hubungan ini merupakan hal yang penting bagi Indonesia, mengingat hubungan tersebut terkait dengan bantuan dan kerja sama ekonomi.13

Pada masa Orde Baru, landasan operasional politik luar negeri Indonesia kemudian semakin dipertegas dengan beberapa peraturan formal. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia;

2. Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973; 3. Petunjuk Presiden 11 April 1973

4. Tap MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang memuat didalamnya TAP MPR RI No. IV/MPR/1973, TAP MPR RI No. IV/MPR/1978, TAP MPR RI No. IV/MPR/1983, TAP MPR RI No. IV/MPR/1988, TAP MPR RI No. IV/MPR/1993. 14

Pasca Orde-Baru terjadi perubahan pemerintahan secara cepat mulai dari B.J Habibie sampai Susilo Bambang Yudhoyono. Pemerintahan pasca Orde-Baru ini setidaknya secara substantif dalam landasan politik luar negerinya dapat dilihat pada dua kabinet yang memerintah yaitu Kabinet Gotong Royong (2001-2004) dan Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009). Kabinet Gotong Royong mengoperasionalkan politik luar negeri Indonesia melalui ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tanggal 19 Oktober 1999 tentang GBHN dalam rangka mewujudkan tujuan nasional periode 1999-2004, UU No. 37 tahun 1999 tentang Hubunga n Luar Negeri, UU No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dan perubahan UUD 1945. 15 sedangkan Kabinet Indonesia Bersatu meletakkan landasan operasional politik luar

13 Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru, Jakarta, 2008, hlm.119-120

14 Habib, Kapita Selekta: Strategi...,hlm.397-403.

15 Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

(7)

negerinya dalam tiga program utama nasional kebijakan luar negeri, yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) tahun 2004-2009.

Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa pembangunan politik diliat dari dua hal, yaitu yang sifatnya konstan dan yang berubah menyesuaikan dengan perubahan lingkungan sosial ekonomi politiknya. Khusus dalam pembangunan politik luar negeri masa kepemimp ina n Soeharto, hal-hal yang sifatnya konstan tersebut diatas terkait dengan sistem nilai dan nasionalisme, sedangkan yang mengalami perubahan adalah antara lain tatanan pembanguna n politik dalam negeri dan kepemimpinan politik. Pada kenyataannya, masa Orde Baru stabilitas politik dan keamanan yang diyakini sebagai prasyarat dari pembangunan ekonomi Indonesia, menjadi agenda utama masa kepemimpinan Soeharto. 16

Agenda dan sasaran politik luar negeri Indonesia seperti dinyatakan Bung Hatta adalah untuk kepentingan nasional dan dijalankan secara pragmatis sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam konteks pragmatisme inilah, maka prinsip bebas aktif meskipun dalam retorika inila h telah dianggap sebagai sesuatu yang given oleh elit politik Indonesia, tetapi interpretasi dan implementasi prinsip itu menjadi sangat problematik, karena nuansanya seolah tak memilik i prinsip yang jelas. Bahkan, lebih interpretatif lagi ketika diskursus mengarah pada konteks kepentingan nasional. Yakni tentang apa dan bagaimana “sesuatu” secara substantif dianggap sebagai kepentingan nasional.

Di era Habibie misalnya, kepentingan nasional dalam dunia diplomasi lebih merujuk ke upaya pemulihan ekonomi. Sementara diplomasi di era Wahid dalam konteks kepentinga n nasional selain mencari dukungan oemulihan ekonomi, rangkaian kunjungan ke macanegara diarahkan pula pada upaya-upaya menarik dukungan mengatasi konflik domestik, mempertahankan integritas teritorial Indonesia,17 dan hal yang tak kalah penting adalah

demokratisasi melalui reposisi peran militer agar kembali ke peran profesional.18 Hal yang

sama dalam derajat tertentu dilanjutkan oleh pemerintah Megawati, ditambah kepentinga n pokok lain terkait dengan upaya mengatasi terorisme.

Kepentingan nasional era SBY pun sebenarnya tak lebih dari kelanjutan dari pemerinta h sebelumnya. Hanya saja interpretasi SBY terhadap kepentingan nasional sempat menimbulka n pertanyaan mendasar, seperti kebijakan SBY di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa -Bangsa (DK-PBB) dalam isu nuklir Iran (2007). Dengan logika yang dilakukannya, pemerintahan SBY memang telah melakukan sesuatu, tetapi apa yang dirasakan rakyat tentang

kebijakan itu mungkin ‘tidak mengandung kebanggan’ sebagai sebuah bangsa.

Kilas balik tentang politik luar negeri Indonesia dari masa ke masa, perubahan yang dialami cukup menjadikan Indonesia sebagai negara yang rentan akan ombang-amb ing pemerintahan dan perkembangan politik yang semakin meningkat tajam. Seiring dengan perubahan tersebut, pada pemerintahan yang sekarang, yaitu masa Presiden Jokowi, orientasi dasar yang dipakai adalah kemaritiman untuk mencapai hubungan bilateral. Kemaritima n sangat menguntungkan bagi Indonesia karena pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke merupakan puncak kemaritiman yang dapat digali lebih dalam. Presiden

16 Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru, Jakarta, 2008, hlm.123-124.

(8)

Jokowi mengacu pada hal-hal tersebut, sehingga Indonesia lebih dikenal di kalangan dunia Internasional. Baik secara hubungan bilateral atau multilateral, Indonesia berusaha untuk mencapai titik keseimbangan dalam berdiplomasi.

Ide poros maritim dunia atau “global maritime axis” adalah gagasan besar Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sudah di kampanyekan sejak kampanye Pilihan Presiden (Pilpres) 2014. Gagasan ini muncul di tengah berbagai permasalahan bangsa seperti korupsi, kebocoran anggaran, ketidakadilan dan sebagainya. Ide poros maritim menjadi harapan besar bangsa Indonesia agar kembali ke jati diri sebagai bangsa pelaut. Gagasan maritim yang sudah dimula i diimplementasikan sudah tentu akan berdampak kepada kebijakan luar negeri Indonesia. Namun poros maritim juga menimbulkan tantangan sekaligus peluang yang apabila dapat diselesaikan bisa menjadi driving force agar negara semakin maju. Tidak dipungkiri, reaksi juga datang baik dari dalam maupun luar negeri yang jika tidak ditangani dengan baik bisa menjadi batu sandungan ide poros maritim. 19

Poros Maritim dan Kebijakan Luar Negeri Jokowi Poros maritim merupakan gagasan besar Presiden Jokowi yang ingin mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa pelaut. Namun Presiden Jokowi menggaris bawahi bahwa yang dimaksud bangsa pelaut dengan ide besar poros maritim bukanlah sekedar menjadi “jongos-jongos di kapal. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawala samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, armada militer, yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri."2 Namun inti dari pesan Jokowi sebenarnya terletak pada meningkatan infrastruktur maritim yang selama ini terbengkalai. Akibatnya Indonesia kehilangan banyak peluang yang seharusnya bisa menjadi sumber pendapatan negara.20 Gagasan poros maritim ini akan terus dikembangka n

oleh pemerintaha Presiden Jokowi mengingat dalam urusan politik luar negeri Indonesia sebelumnya, Pemerintah hanya berkutat pada pembangunan yang bersifat struktural.

III. KESIMPULAN

Kepemimpinan Soeharto secara umum mempunyai karakteristik yang berbeda dengn pendahulunya. Diparuh pertama kepemimpinannya, dia cenderung adaptif dan low profile.

Pada paruh terkahir kepemimpinannya, sejak 1983 Soeharto mengubah gaya kepemimpinannya menjadi high profile. Gayanya tersebut memengaruhi pilihan-pili ha n politik luar negerinya, yang pada kenyataannya tidak dapat dilepaskan dari kondisi politik -ekonomi dan keamanan dalam negeri Indonesia. Secara umum, arah kebijakan politik luar negeri nya adalah stabilitas dalam pembangunan ekonomi.pilihan arah kebijakan tersebut tidak dapat dilepaskan dari keterpurukan Indonesia pada akhir masa kepemimp ina n Soekarno. Stabilitas sebagai kunci utama tidak hanya menjadi kekuatan menstabilka n keamanan, tetapi juga politik dan ekonomi internal maupun eksternal. Hal itu penting agar pembangunan ekonomi dapat terwujud. Stabilitas politik dan anti-komunisme secara kuat dijadikan alat kekuatan politik Soeharto. Namun, modalitas tersebut pada kenyataannya tidak hanya menjadi kekuatan politik dalam negeri untuk membersihkan lawan-lawa n

19 https://www.academia.edu/11964690/Poros_Maritim_dan_Politik_Luar_Negeri_Jokowi diakses pada tanggal 20 September 2017 pukul 13.15

(9)

politiknya, tetapi dipergunakan Soeharto sebagai salah satu modalitas untuk menarik simpati negara Barat untuk memberikan dana bantuan maupun investasi ke Indonesia.

Perjalanan politik luar negeri Indonesia yang telah memasuki masa enam dekade merupakan masa-masa yang penuh dengan perjuangan dengan tujuan mengkukuhka n eksistensi Indonesia di dunia internasional, sekaligus sebagai upaya untuk meraih kepentingan nasional. oleh karena itu perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia sejak masa Orde Lama hingga pasca-Orde Baru (1945-2007) memiliki dinamika yang beragam, khususnya jika dilihat berdasarkan faktor domestik. Perubahan kondisi domestik terbukti secara signifikan memengaruhi politik luar negeri Indonesia. Perubahan kepemimpinan nasional selama enam dekade sejak Presiden Soekarno hingga Jokowi jelas memperlihatkan adanya perubahan dalam arah, agenda dan bahkan substansi politik luar negeri Indonesia. Masing-masing kepemimpinan memiliki perbedaan dalam gaya dan pola sendiri-sendiri. Perubahan gaya dan pola tersebut tidak bisa dilepaskan dari realitas perubahan yang terjadi pada lingkungan domestik, baik dalam aspek isu-isu domestik yang berkembang maupun agenda utama untuk menyikap i isu-isu yang berkembang. Pergeseran pada lingkungan politik domestik juga sangat berperan penting, terutama terkait dengan pola struktur dan proses penentuan kebijakan. Namun, satu hal pokok lain yang perlu mendapatkan catatan adalah sikap dan preferensi dari pemimpin juga secara signifika n memengaruhi pandangan mereka terhadap dunia yang berimplikasi lebih lanjut dalam berbagai erumusan dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia.

Selama enam dekade tersebut, politik luar negeri Indonesia telah mengalami dinamika masa pertumbuhan yang panjang. Dengan menggunakan beberapa indikator untuk melihat faktor-faktor domestik yang memengaruhi politik luar negeri Indonesia, dapat dikatakan bahwa politik luar negeri Indonesia dari zaman Orde Lama, Orde Baru dan hingga masa Pasca-Orde Baru, secara signifikan telah memperlihatkan adanya aspek-aspek kontinuitas dan juga sekaligus perbedaan-perbedaan. 21

21 Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

(10)

IV. DAFTAR PUSTAKA

A. Hasnan Habib, Kapita Selekta; Strategi dan Hubungan Internasional, Jakarta, CSIS, 1990, hlm.395.

Bu ell,”Guided De ocracy Foreig ...hl . . Nekoli adalah si gkata dari eo-kolonialisme, kolonialisme dan imperialisme.

Dewi Fortu a A war,”Hatta da Politik Luar Negeri”dala http://www.kompas.com/kompas -cetak/0208/09/nasional/hatt39.htmdikutip pada tanggal 7 Oktober 2017 pukul 16.35

Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Dinamika Domestik Dalam Politik Luar Negeri, Jakarta, 2008, hlm.239-240.

Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Landasan dan Prisip Politik Luar Negeri Indonesia, Jakarta, 2008, hlm.2.

Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar

Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Landasan dan Prisip Politik Luar Negeri

Indonesia, Jakarta, 2008, hlm.29.

Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri

Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Landasan dan Prisip Politik Luar Negeri Indonesia, Jakarta, 2008, hlm.52-54.

Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqa h Nur Alami. Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Baru, Jakarta, 2008, hlm.119-120

Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Lama, Jakarta, 2008, hlm.60.

Ganewati Wuryandari, Dhurorudin Mashad, Tri Nuke Pujiastuti, Athiqah Nur Alami. Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik: Politik Luar Negeri Indonesia Era Orde Lama, Jakarta, 2008, hlm.94-95.

Habib, Kapita Selekta: Strategi...,hlm.397-403.

https://www.academia.edu/11964690/Poros_Maritim_dan_Politik_Luar_Negeri_Jokowi diakses pada tanggal 20 September 2017 pukul 13.15

Lihat pidato Presiden Soekarno pada September 1945, sebagaimana dikutip oleh Leifer, Politik Luar Negeri ...,

hlm.6.

Mohammad Hatta, Mendayung Antara Dua Karang, Cet. Pertama, Jakarta, Bulan Bintang, 1976, hlm.17

Referensi

Dokumen terkait

Diefky Menganalisis faktor-faktor 52 perusahaan Indeks Eckel, Hasil penelitian menunjukkan Berryllian (besaran perusahaan, net profit manufaktur pengujian univariate

[r]

[r]

Perkembangan jaman memaksa kita harus tetap maju dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan yang kita kehendaki. Saat ini `pemerintah telah memberikan kesempatan yang

Selain itu tidak hanya dari pihak pengelola sekolah saja yang hanya bisa menciptakan iklim dan budaya sekolah yang kondusif, melainkan peserta didik pun ikut berperan aktif,

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh Net Profit Margin (NPM), Return On Investment (ROI), dan Debt Equity Ratio (DER) terhadap

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam semester

Conclusions Health care costs of occupational accidents are similar to the economic direct expenditures to compensate death and disability in the social security system in