• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM PERBURUHAN BAGI WANITA PEKERJA MALAM Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM PERBURUHAN BAGI WANITA PEKERJA MALAM Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

<2 w -A M I T A - p [ K.r: K r

D J O K O H A R I S O E B A G Y O

PERLINDUNGAN HUKUM PERBURUHAN

BAGI

WANIT A PEKERJA MALAM

2vl 1 L 1 *.

P H R P U S i a \ a a n U N I V E I i S i i A S A i i t i . A N G G A ’

S I J f t \ B -\ Y A

F A K U L T A S H U K U M U N I V E R S I T A S A I R L A N G G A S U R A B A Y A

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM PERBURUHAN

-BAGI

WANITA PEKERJA MALAM

S K R I P S I

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN

MEMENUHI SYARAT-SYARAT UNTUK MENCAPAI

GELAR SARJANA HUKUM

OLEH

DJOKO HARI SOEBAGYO

038612344

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA

S U R A B A Y A

(3)

DIUJI PADA TANGGAL 23 OKTOBER 1991

PANITIA PENGUJI :

KETUA : DJOKO SLAMET, S.H.

SEKRETARIS : Dra. H. SOENDARI KABAT

2

ANGGOTA : 1. MACHSUN AL1, S.H., M

1.

(4)

ka ta p e n g a n t a r

Puji syukur aku haturkan kepada Allah swt. Tuhan

Yang Maha Esa, seiring dengan selesainya tugas pembuatan

skripsi ini, Segala daya dan upaya telah saya berikan untuk

suksesnya studi saya pada Fakultas Hukum Universitas

Airlangga Surabaya yang diakhiri dengan keberhasilan dalam

ujian skripsi,

Pada dasarnya keberhasilan penyusunan skripsi ini

tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka sepatutnya-

lah bila saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghar-

gaan kepada :

1. Bapak Machsun Ali, S.h., M.S., sebagai dosen pembim-

bing yang telah mengorbankan waktu, tenaga dan dan

memberikan sumbangan pemikiran ketika membimbing saya

dalam menyelesaikan skripsi ini;

2. Bapak Djoko Slamet,S.H,, Ibu Dra. H. Soendari Kabat,

Ibu Sri Woelan Azis,S.H., selaku penguji;

3- Dekan beserta staf pengajar pada Fakultas Hukum Unair,

khususnya staf pengajar bidang hukum perburuhan yang

telah memberikan waktunya kepada saya untuk konsultasi;

k* Segenap karyawan Universitas Airlangga, khususnya pe­ tugas perpustakaan yang membantu memberikan layanan

untuk keperluan penulisan skripsi ini;

5. Rekan mahasiswa yang sempat saya ajak untuk mendiskusi-

kan permasalahan yang saya tulis dalam skripsi ini;

(5)

saya;

7» Bapak Bambang Soemarsono, pegawai Deparpostel Wilayah

Jawa Timur yang telah memberikan .bantuan pengumpulan

data kepada saya;

8. Bapak Eddy Chandrs^, General Manager New Regent yang te­

lah memberikan sumbangan pemikiran dan bantuan pengum­

pulan data kepada saya;

8* Rekan mahasiswa dan semua pihak yang tidak dapat saya sebut satu persatu, yang dengan cara mereka sendiri

telah membantu saya;

Pula rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga

khusus saya sampaikan kepada:

- Bunda, Bapak, kakak-kakak, dan adik-adik saya terkaslh

yang telah memberi doa restu dan memacu eaya untuk se-

gera menyelesaikan skripsi ini;

- Sahabatku Emmy Murdjijanti, S.H. yang memberi ide dalam

menentukan tema skripsi ini$

- Kekasihku tersayang yang telah memberikan dorongan

moril dan spirituil untuk segera menyelesaikan skripsi

ini.

Saya menyadari bahwa ilmu pengetahuan yang saya

miliki belumlah cukup sempurna. Sehingga wajar apabila da­

lam penyusunan dan penulisan skripsi ini masih banyak ke-

kurangannya. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang

bersifat membangun terhadap penulisan skripsi ini akan

saya terima dengan tangan terbuka dan rasa terima kasih.

(6)

Surabaya, November 1991

(7)

DAFTAR ISI

KATA PJENGATAR DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN... ... 1

1* Permasalahan; Latar Belakang dan

Rumusannya... ... 1

2. Penjelasan Judul ... k

3. Alasan Perailihan Judul ... 5

if. Tujuan Penulisan... 6

5 . Metodologi ... 6

6, Pertanggungjawaban Sistematika .... 8 BAB II: PENGATURAN WANITA PEKERJA MALAM OLEH

HUKUM PERBURUHAN... 10

1. Kedudukan Sebagai Pekerja Pada

umumnya ... 10

-2. Dasar Yuridis Hak dan Kewajiban

Pekerja ... ^

3* Pembatasan Bidang Pekerjaan Bagi

Te-naga Kerja Wanita... ... ^

BAB III: BENTUK DAN MACAM PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP PEKERJA...

1. Perlindungan Terhadap Hubungan Kerja 3^

2, Perlindungan Terhadap Perselisihan

Perburuhan ... .. ^

(8)

BAB XV : UPAYA fflSKUM PERBURUHAN DALAM MEMBERIKAN PER­

LINDUNGAN HUKUM BAGI WANITA PEKERJA MALAM 59

1* Sasaran Perlindungan Hukum ... 59

2. Pengawasan dan Perijinan dalam Penggunaan

tenaga Kerja Wanita ... . 6k

3* Pelaksanaan Perlindungan Hukum ... 73

BAB V : PENUTUP... 82

1. Kesimpulan 82

2. Saran*... Qk.

FOOT NOTE

DAFTAR BACAAN

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Permasalahan: Latar Belakang Dan rumusannva

Profeel pramuria yang biasa disebut hostes bukan

suatu pekerjaan yang dianggap baru. Akan tetapi pada ke-

nyataannya pekerjaan ini justru merupakan sebab dan men-

jadi akibat dari perkembangan peradaban manusia khususnya

kemajuan teknologi.

Untuk mengantisipasi fenomena yang demikian ini,

salah satu kebijaksanaan pemerintah adalah dengan menge­

luarkan berbagai peraturan perundang-undangan.

Berbicara eoal hukum kiranya dapat dimengertl bah­

wa sukar untuk memisahkan hukum dan hubungannya dengan

masyarakat tempat hukum itu berlaku, sebab antara hukum

dengan masyarakat merupakan suatu rangkaian yang utuh.

^etapi walaupun demikian dalam pembahasan ini, diusahakan

untuk dapat memisahkan tinjauan secara yuridis dengan tin-

jauan sosiologisnya semaksimal mungkin.

Pekerjaan yang ditekuni oleh pramuria di klab malam

tidak lepas dari faktor-faktor yang mendorong wanita untuk

bekerja di luar rumah.

Faktor yang menarik wanita ke luar dari rumah untuk

bekerja ditinjau dari sudut motivasi dapat dibedakan dua

golongan pekerja wanita. ^ang pertama ialah mereka yang

semata-mata ingin mencari nafkah, jadi yang terdorong oleh

(10)

ber-dikari atau mencarl tambahan penghasilan yang kurang men-

cukupi* Termasuk golongan ini ialah raotivasi yang bersifat

psycologis. Ada yang ingin mengembangkan kemampuan inte->

lektual yang telah ditingkatkan dengan pendidikan yang

cukup* Ada yang ingin menyumbangkan tenaga dan pikirannya

kepada pembangunan negaranya. Sebagian lagi ada yang ingin

menghilangkan rasa bosan akan rutinitas pekerjaan rumah

tangga*

Faktor kedua ialah industrialisasi* yang dalam ke-

nyataannya menunjukkan bahwa maeyarakat Indonesia yang

masih agraris kini menuju ke masyarakat induetri.

Penemuan mesin-mesin mengakibatkan tidak lagi diperlukan .

tenaga kerja yang mempunyai fisik besar, sehingga fungsi

ekonomi mengalami transfer. Unit produksi beralih dari ke-

luarga ke pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan, se-

hingga ia mempunyai lebih banyak waktu terluang.

Terbukalah baginya untuk bekerja di luar rumah* p

Faktor ketiga adalah integrasi wanita dalam pemba­

ngunan* Dalam art! pengakuan potensi wanita sebagai sumber

daya manusia. Berarti pula haknya untuk menikmati hasil

pembangunan, ^enyataan menunjukkan bahwa pada beberapa ne­

gara masih banyak kekuatan struktural dan kultural yang

membatasi partisipasi wanita di berbagai bidang kehidupan

baik dalam lingkungan keluarga, rumah tangga maupun dalam

ffiasyarakat luas.

(11)

participati-on antara wanita dan pria tidak saja meliputi legal

equality dan menyisihkan diskriminasi terhadap wanita te-

tapi meliputi pula pereamaan dalam hal bertanggung jawab

dan kesempatan bagi wanita.

Faktor selanjutnya ialah perubahan-perubahan dalam

fungsi keluarga. Dengan kemajuan teknologi yang menuntut

ketrampilan dan keahlian, keluarga tidak-'lagl dapat meme­

nuhi fungsinya. Makin lama makin banyak fungsi keluarga

yang harue di transfer kepada lembaga-lembaga di luar ke­

luarga, umpamanya fungsi pendidikan untuk sebagian di

transfer di sekolah, mesjid, gereja, kepanduan, dan seba-

gainya.

Tidak lengkap kiranya jika tidak disebut perubahan

sikap, balk pada pria maupun pada wanita itu sendiri.

Swarga nunut bukan lagi dianggap sebagai posisl yang

Ideal. Alternatlfnya wanita melakukan atau menjalankan

profeel sebagai pekerja di luar rumah.

Faktor-faktor tersebut diatas masih mungkin dapat

dilengkapi dengan faktor-faktor lainnya yang timbul seba­

gai akibat dari proses perkembangan masyarakat.

Oleh karena bidang kerja pekerja wanita khususnya

pramuria dilakukan pada malam hari, maka dalam membahas

skripsi ini akan digunakan undang-undang dan peraturan

lain yang ada hubungannya dengan pembahasan yang akan di-

uraikan seperti Undang-Undang Kerja Nomor 12 Tahun 194-8

khususnya mengenai perlindungan terhadap pekerja wanita

(12)

Walaupun sudah jelas bahwa perlindungan terhadap

pekerja wanita yang bekerja pada malam hari ada peratur­

an perburuhan yang mengatur, akan tetapi kadang-kadang

pengusaha belum tahu kalau ada undang-undang yang melin-

dungi atau memelihara keamanan terhadap resiko-resiko so­

sial yang setiap saat dapat menimpanya, sehingga tenaga

kerja tidak berusaha untuk mengingatkannya.

Di sinilah perlunya tenaga kerja memahami fungsi

hukum perburuhan. Selain itu walaupun tenaga kerja sudah

mengetahui adanya undang-undang perburuhan ada kemungkin-

ah yang bersangkutan tidak berani menentang karena takut

dipecat atau kehilangan pekerjaannya.

Dari uraian tersebut di__atas dapat di dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah wanita pekerja malam diatur oleh hukum

perburuhan ?

b. Bagaimanakah bentuk dan macam perlindungan hukumnya ?

c. Sejauh manakah upaya atau jangkauan hukum perburuhan

dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap

wanita pekerja malam secara nyata ?

2. Penjelasan Judul

Judul skripsi yang di susun ini adalah

"PERLINDUNGAN HUKUM PERBURUHAN BAGI WANITA PEKERJA MALAM"

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut;

Yang dimaksud dengan perlindungan adalah upaya memberikan

(13)

Peraturan hukum positip yang dimaksud dalam kaitannya

dengan bahasan skripsi ini adalah hukum perburuhan, khu­

susnya Undang-Undang Kerja Nomor 12 Tahun 1948*

Kemudian perlindungan oleh negara tersebut dalam

kaitannya dengan topik skripsi ini (secara khusus) adalah

wanita pekerja malam. Adapun yang dimaksud dengan wanita

pekerja malam adalah wanita yang melaksanakan pekerjaannya

melebihi batas waktu kerja yang ditentukan oleh Undang-

Undang Kerja Nomor 12 ^ahun 1948.

3. Alasan Pemilihan Judul

Alasan pemilihan judul terutama berdasarkan penga-

matan bahwa dalam praktek banyak terjadi pramuria yang

dipekerjakan oleh pengusaha klab malam yang tidak sesual

dengan peraturan dan perundangan yang berlaku, terutama

yang berkenaan dengan jam kerja*

Secara konstitusional perlindungan terhadap tenaga

kerja telah dituangkan dalam pasal 2? ayat 2 Undang-Undang

Dasar 1 9 4 5, yang menyatakan bahwa !|Tiap-tiap warga negara

berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bag! ke-

manusiaan". Hal ini berarti selain diperlukan penyedlaan

dan perluasan lapangan kerja juga diperlukan adanya

perlindungan hukum bagi tenaga kerja*

Berarti tenaga kerja yang sedang bekerja di perusa-

haan atau di pabrik maupun di mana saja yang maksudnya

menjual jasa juga harus raendapat perlindungan yang baik

atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan mo-

(14)

dan agama.

hal ini telah ditetapkan dalam pasal 9 undang-undang no­

mor 1 4 tahun 1 9 6 9, yang berlaku bagi tenaga kerja pria

maupun wanita, Hal ini juga menjadi alasan saya dalam me-

milih judul mengenai perlindungan hukum perburuhan bagi

wanita pekerja malam. Dalam hal ini pun terbatas hanya

pada wanita pekerja malam yang ada di klab malam yang me­

rupakan wilayahKecamatan Genteng Kotamadya Surabaya.

Tu.luan Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini selain untuk meleng-

kapi tugas dan persyaratan guna mencapai gelar sarjana hu­

kum, bertujuan pula memberikan sumbangan pemikiran dalam

masalah hubungan perburuhan khususnya mengenai perlindung­

an hukum perburuhan bagi wanita pekerja malam yang mungkin

dapat bermanfaat bagi perusahaan, tenaga kerja, masyarakat

dan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan keselamat-

an serta peningkatan perlindungan kerja sebagai salah sa­

tu bidang pengembangan hukum.

5. Metodologi

a. Pendekatan Masalah

Dalam penyajian skripsi ini digunakan pendekatan

yuridis sosiologis, artinya selain didasarkan pada per­

aturan perundang-undangan yang ada dan sedang berlaku,.

juga didasarkan pada kenyataan dalam praktek.

Sedangkan metodenya dengan menggunakan metode deskrlptif,

komparatif. Deskrlptif yang dimaksud adalah dengan cara

(15)

yang ada dan sedang berlaku, kemudian dianalisa,yaitu

mem-bandingkan dengan data yang ada dalam praktek.

b. Sumber Data

Data yang digunakan untuk menunjang penyusunan

skripsi ini diperoleh dengan cara:

- Studi kepustakaan, yaitu berupa buku-buku literatur dan

bahan-bahan kuliah yang menunjang, serta peraturan per-

undang-undangan yang berlaku.

- Wawancara dengan pihak-pihak terkait, survey di kantor

Departemen tenaga Kerja Dati II Kodya Suratjaya, dan ma­

nager klab malam, serta pekerja yang bersangkutan.

c. Prosedur Pengumpulan Data

Mula-mula mencari dan mengumpulkan data dari catat-

an perkuliahan, peraturan perundang-undangan dan literatur

yang berhubungan dengan masalah. Sedangkan sampling seba~

gai sumber data penunjang aspek sosiologis, mencari dan

mengumpulkan data dari hasil wawancara dengan instansi

terkait, yaitu Depnaker, Deparpostel, SPSI, dan manager

klab malam yang bersangkutan.

Namun mengingat waktu, beaya, dan tenaga yang sa-

ngat terbitas, maka saya menentukan wilayah survey di Ke-

camatan Genteng Kotamadya Surabaya.

Dan untuk menguatkan penelitian terhadap obyek yang di se-

lidiki, saya melakukan observasi. Dengan demikian akan di-

temukan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

d. Analisa Data

(16)

menerapkan metode dengan memaparkan fakta-fakta yang ada.

sehingga merupakan data yang konkrlt yang dapat digunakan

untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. \

6. Pertanggung.iawaban sistematlka

Guna mendapatkan hasil penulisan yang tepat dan

terarah sesuai dengan judul di muka serta untuk mempermu-

dah memahami isi skripsi ini, maka sistematikanya disusun

menjadi lima bab dengan uraian sebagai berikut:

Bab X Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan garis

besar permasalahan, penjelasan judul, alasan pemilihan ju­

dul, tujuan penulisan, metodologi, dan pertanggungjawabltn

sistematika.

Bab II disajikan tentang pengaturan pekerja malam

oleh hukum perburuhan Indonesia secara umum dengan memper-

hatikan perundang-undangan yang berlaku,

Bab ini terbagi lagi dalam sub bab antara lain kedudukan

sebagai pekerja pada umumnya, dasar yuridis hak-hak yang

diberikan dan kewajibannya, eerta pembatasan bidang peker­

jaan bagi tenaga kerja wanita. Ini perlu dijelaskan agar

dimengerti lebih dahulu oleh pembaca sebagai medium pem­

bahasan. Dengan medium pembahasan ini, pembahasan lebih

terarah dan ada batasnya tidak lepas dari konteks dan tu­ juan penulisan.

Bab.Ill menguraikan secara khusus tentang bentuk

dan macam perlindungan hukum perburuhan terhadap pe­

kerja*

(17)

hukum perburuhan dalam memberikan perlindungan hukum bagi

wanita pekerja malam yang terbagi dalam eub-bab diantara-

nya mengenai sasaran perlindungan hukum, pengawasan

dan perijinan dalam penggunaan tenaga kerja wanita, dan

pelaksanaan perlindungan hukum*

Bab V berisi penutup yang mengetengahkan kesimpul-

(18)

BAB II

PENGATURAN WANITA PEKERJA MALAM OLEH HUKUM PERBURUHAN

INDONESIA

1. Kedudukan Sebagai Pekerja Pada umuranya

Dengan persamaan hak dan kewajiban yang berlandas-

kan pada Undang-Undang Dasar 19^5 maka tenaga kerja wanita

Indonesia sekarang ini sudah berada dan berkarya di ber­

bagai bidang dan menunjukkan prestasi yang tidak kalah

dengan kaum pria. Bidang-bidang yang di dalamnya berke-

cimpung tenaga kerja wanita Indonesia diantaranya bidang

politik, bidang sosial, bidang pertahanan dan keamanan,

bidang hukum, bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang

penerangan, bidang olah raga, dan seterusnya.

Di bidang politik banyak anggota wanita dari ke­

tiga kontestan Pemilu ( Partai Persatuan Pembangunan - PPP,

Bolongan karya - Golkar, dan Partai Demokrasi - PDI) men­

jadi pimpinan, Dalam Pemilihan Umum beberapa kali yang te­

lah b&rlangsung, banyak dari wanita-wanita ketiga kontes­

tan Pemilu menjadi juru kampanye bagi kontestannya.

Di bidang sosial ada organisasi wanita antara lain

Dharma Wanita dengan unit dan sub unitnya dari tingkat pu­

sat bertebaran di seluruh penjuru tanah air.

Di bidang pertahanan dan keamanan di Indonesia, ki-

ni bukan lagi ditangani oleh kaum pria semata-mata. Tena-

ga-tenaga wanita banyak yang berkecimpung di bidang ini.

(19)

yang menyandang titel Sarjana Hukum, Mereka kini banyak

yang bekerja sebagai hakim, sebagai jaksa dan juga set>agai

pengacara. bahkan.ada pula yang bekerja sebagai penasihat

hukum pada berbagai perusahaan swasta.

Di bidang pendidikan sudah lama diterjuni wanita-

wanita Indonesia. Kalau kita menelusuri seluruh Sekolah

Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas

di seluruh Indonesia, maka akan kita dapati di tiap seko­

lah tersebut sebagiannya adalah guru-guru wanita.

Demikian pula di berbagai Perguruan tinggi baik Pemerintah

maupun milik swasta di seluruh nusantara banyak sekali

asisten dosen dan dosen wanita yang sudah menyandang titel

Sarjana Hukum, Sarjana Ekonorai, Sarjana Sastera, Sarjana

Pendidikan, Inslnyur pada berbagai jurusan, bahkan banyak

yang telah Doktor dan Profesor pada jurusannya masing-ma-

sing.

Di bidang kesehatan tenaga kerja mnita Indonesia

memegang peranan. Semua Puskesmas di seluruh Indonesia me-

manfaatkan tenaga medis dan non medis wanita, termasuk

dokter-dokter wanita.

Di bidang penerangan wanita Indonesia juga tidak

ingin ketinggalan. Di berbagai media masa baik elektronik maupun media cetak, misalnya TVRI dan RRI dari tingkat pu­

sat sampai pada semua stasion-stasion di seluruh Indonesia

terdapat reporter dan penyiar wanita.

Dalam media cetak, baik yang diterbitkan Pemerintah maupun

(20)

Indonesia yang dipekerjakan di sana baik pada bagian tata

usaha juga pada bagian redaksi sebagai wartawan.

Di bidang olah raga hampir semua cabang olah raga

di Indonesia diikuti oleh atlet wanita.

Di lingkungan pemerintah b$ik di tingkat pueat, ma-*

upun di tingkat daerah juga terdapat pegawai-pegawai wa­

nita, dari golongan I sampai golongan IV. Banyak diantara

mereka yang menduduki jabatan-jabatan penting, posisi-po-

sisi yang menentukan dalam berbagai masalah yang dihadapi.

Di bidang agama banyak kaum wanita yang tampil da­

lam kegiatan-kegiatan keagamaan.

Di bidang pertanian yang mencakup pertanian tanam-

an pangan, peternakan dan perikanan serta perkebunan, wa­

nita juga memegang peranan penting. Jika kita menikmati

hasil bumi, mulai kebutuhan yang paling pokok yaitu boras,

ini adalah hasil karya dari sebagian rakyat Indonesia ka­

um wanita yang berada di pedesaan yang berkecimpung di

persawahan dan perladangan. Demikian pula dalam usaha per-

kebunan, peternakan dan perikanan, tenaga-tenaga wanita

berperan dalam mengelolanya.

Di sektor swasta tenaga-tenaga wanita juga sangat

dibutuhkan misalnya:

- Sekretaris

Untuk jabatan ini biasanya tenaga kerja wanita tersebut

telah memperoleh pendidikan, pendidikan sekretaris pada

lembaga-lembaga pendidikan khusus.

(21)

Perusahaan yang bergerak di bidang perniagaan (perdaga-

ngan, tenaga pramuniaga pada umumnya dipercayakan kepada

wanita yang merupakan peranan penting dalam mempromosi-

kan atau memasarkan barang-barang, terutama produk baru.

tugas ini cukup berat karena harus menyelidiki mengenai

dan menilai potensi pembeli.

- Pramuwisata

Banyak wanita yang berprofesi sebagai pramuwisata.

Mereka bertugas untuk mendampingi wisatawan dan memberi-

. kan penjelasan-penjelasan tentang segala sesuatu menge­

nai keadaan Indonesia pada umumnya, khususnya yang ada

hubungannya dengan kepariwisataan seperti seni budaya,

proyek-proyek wisata dan sebagainya.

- Pramugari

Dalam perusahaan penerbangan sipil baik perusahaan milik

pemerintah maupun perusahaan penerbangan swasta, wa.nita

dengan profesissbagai pramugari sangat diperlukan.

Mereka mempunyai tugas untuk melayani kesejahteraan dan

ketenangan penumpang selama penerbangan. Selain itu me­

reka juga bertugas memberikan informasi berkenaan dengan

penerbangan yang sedang berlangsung. Profesi wanita se­

bagai pramugari juga harus melalui pendidikan khusus. - Pramuria

Profesi ini hanya ada di bidang entertainment. Banyak

polemik yang terjadi mengenai profesi wanita ini.

Tugas wanita dalam profesi sebagai pramuria ialah mene-

(22)

(night club),

Menurut ketentuan, mereka menemani tamu-tamu dalam batas-

batas yang wajar menemani minum atau makan, berbincang-

bincang dan melantai. Kepada mereka sebelumnya telah

pula ditatar tentang itikad, sopan santun pengetahuan

mengenal kepariwisataan dan pengetahuan umum.

Perusahaan tempat mereka bekerja harus mempunyai ijin

lengkap dari pihak pemerintah dan membayar pajak yang

cukup besar.

2. Dasar Yurldis Hak dan Kewa.1iban Pek9r.1a

GBHN 1988 bidang Peranan Wanita Dalam Pembangunan

Bangsa menyebutkan bahwa, "Wanita, baik sebagai warga ne­

gara maupun sebagai sumber insani bagi pembangunan, mem­

punyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama de­

ngan kaum pria di segala bidang kehidupan bangsa dan dalam

segenap kegiatan pembangunan."

Kemudian dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor

lZf Tahun 1969, khususnya yang tercantum dalam pasal 9 , maka sudahlah tepat jika peraturan dalam undang-undang

memperiakukan peraturan hukum yang sama terhadap semua te­

naga kerja, sehingga sebenarnya tidak perlu dladakan per­

aturan khusus bagi tenaga kerja wanita. Tetapi dalam ke-

nyataannya wanita mengalami saat-saat di mana sifat ke-

wanitaannya menonjol yang justru tidak dimiliki oleh

kaum pria. Misalnya saat-saat mengalami masa haid atau se-

dang hamil, melahirkan atau keguguran. Karena sifat-sifat

(23)

maka ada beberapa peraturan yang memberikan hak khusus

terhadap tenaga kerja wanita, yaitu:

a. UU No. 1 Thn 1951 pasal 13

- ayat 1: Mengenai haid disebutkan bahwa "buruh wanita

tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan

kedua waktu haid."

"Tidak boleh diwajibkan"..adalah larangan yang dituju-

kan kepada pihak pengusaha atau pimpinan perusahaan;

sekaligus mengisyaratkan bahwa tidak dilarangnya pe­

kerja wanita yang oleh kehendaknya sendiri ingin be­

kerja seperti biasa atau dengan keringanan sedikit

karena merasa tidak ada masalah baginya untuk tetap

bekerja meskipun dalam keadaan demikian. Hal ini ber-

kaitan dengan keadaan fisik antara wanita yang satu

dengan yang lainnya tidak sama, ada yang kuat ada

yang lemah. Di dalam prakteknya, banyak wanita yang

sedang bekerja pada masa haid tanpa gangguan apapun

juga. Tetapi kalau keadaan fisiknya tidak memungkin-

kan, maka tenaga kerja tersebut harus memberitahukan

kepada majikannya. Dengan pemberitahuan tersebut te­

naga kerja memohon ijin tidak bekerja ataupun agar-

sekedar dimaklumi dalam hal pemberian tugas-tugas

terhadapnya.

- Ayat 2: "Buruh wanita harus diberi istirahat selama

satu setengah bulan sebelum saatnya menurut perhi-

tungan akan melahirkan anak atau gugur kandungan."

(24)

da-pat dimintakan yang lebih lama lagi, sampai tidak le­

bih dari tiga bulan, jika dengan keterangan dokter

hal tersebut diperlukan guna menjaga kesehatannya.

Sebagaimana halnya dengan waktu haid maka ada

pula wanita yang sewaktu mengandung keadaan fisiknya

kuat sehingga ia merasa tidak perlu meminta cuti ha-

mil. Akan tetapi bagi pekerja yang hendak raenggunakan

cuti hamilnya harus memintanya melalui surat permoho-

nan istirahat kepada pengusaha/pengurus perusahaan.

Permohonan tersebut harus selambat-lambatnya sepuluh

hari sebelum waktu istirahat tersebut hendak dimulai.

Ketentuan ini penting, mengingat pimpinan perusahaan

akan mengadakan persiapan atau pembenahan seperlunya

dengan tidak akan berfungsinya seorang karyawannya/ stafnya selama waktu yang cukup lama (tiga bulan atau

empat setengah bulan).

Ketentuan waktu memohon tersebut dikecualikan

bagi pekerja wanita yang mengalami keguguran tanpa

sempat meminta istirahatnya. Surat permohonan istira­

hat harus dilampiri surat keterangan dokter, atau da­

ri bidan atau pejabat pemerintah setempat menurut

aturan yang berlaku, jika dokter atau bidan tidak

ada.

- Ayat 3s

Waktu istirahat sebelum saat buruh akan melahir­ kan anak, dapat diperpanjang sampai selaroa-lama- nya tiga bulan, jika dalam suatu keterangan

(25)

Apabila pekerja wanita yang menderita kelalnan sewaJktu hamil dan menurut dokter„liarus istirahat yang

cukup lama, maka majikan harus memberi ijin cuti wa­

laupun belum hamil tua. Oleh karenanya surat ketera-

ngan dokter sangat diperlukan mengingat masih banyak

dari kaum wanita yang berpenghasilan rendah tidak mau

memerlksakan kepada dokter melainkan ke dukun.

Akibatnya jika terdapat kelainan-kelainan sehingga ia tidak dapat bekerja, tanpa surat dokter, majikan tidak

mau tahu maka terpaksa ia keluar atau dikeluarkan

dari pekerjaannya.

b. Peraturan Pemerintah/PP No, Thn. 1951 ada yang meng-

atur tentang penggunaan hak-hak tersebut dalam pasal

13 UU No. 1 Thn. 1951 yaitu:

-Pasal 1 ayat 3 PP No k Thn 1951

Dengan surat permohonan kepada majikan selambat- lambatnya 2 0 hari sebelum waktu istirahat di- mulai (batas waktu 1 0 hari tidak berlaku untuk keguguran kandung) dan harus disertai dengan surat keterangan dokter atau bidan atau pejabat pamong praja (serendah-rendahnya camat)

-Pasal . 13 ayat k UU No.l Thn. 1951 jo« pasal la ayat 1 PP No. if Thn. 1951:

M....buruh wanita yang anaknya masih menyusu, ha­

rus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusukan

anaknya, jikalau hal itu harus dilakukan selama

waktu kerja."

Selain dari pasal-pasal yang memberikan hak-hak

khusus kepada tenaga kerja wanita seperti telah disebut-

(26)

lain yang berkaitan dengan hak-hak tenaga kerja wanita

yang perlu diatur. Pengaturannya terdapat dalam Bagian

III UU No. 12 Thn. 194-8 yaitu yang menyangkut:

1. Kerja malam hari

2 . Kerja di dalam tambang

3« Kerja yang berbahaya

4. Diskriminasi dalam pemutusan hubungan kerja

5. Upah yang sama

ad.l. Kerja malam hari

Paeal 7 ayat 1 UU No. 12 Thn. 194-8 menetapkan:

"Orang wanita.tidak boleh menjalankan pekerjaan

pada malam hari, kecuali jikalau pekerjaan itu

menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya di-

jalankan oleh wanita."

Sayang sekali ketentuan ini belum berlaku,

namun demikian disebutkan agar kita melihat pada

pasal 3 dari Maatregelen Ter Van Baperking Van

De Kinder-Arbeid En De Nacht-Arbeid Van De

Vrouwen (peraturan tentang Pembatasan Pekerjaan

Wanita Pada Malam Hari) yang menetapkan bahwa:

Seseorang wanita antara pukul sepuluh malam dan pukul lima pagi tidak boleh menjalankan pekerjaan 6eperti yang termaksud pada ayat pertama pasal 2 diatas ini, sepanjang untuk hal itu tidak ada ijin dari atau berdasarkan surat keputusan pemerintah untuk perusahaan tertentu pada umumnya atau pabrik tempat kerja atau perusahaan tertentu pada khusus- nya, sesuatunya berhubung dengan kepentingan khusus dari perusahaan.

Tata cara mempekerjakan tenaga kerja wanita

(27)

Men-teri Tenaga Kerja R.I. No. Per# O/f/MEN/1989 yang ter;

dlrl dari lima pasal, antara lain harus ada ijin dari

Depnaker setempat dengan syarat-syarat yang harus di-

penuhi, misalnya:

- Mengapa mempekerjakan pekerja wanita pada malam

hari

- Produksi harus lebih baik bilamana dikerjakan wa­

nita.

- Pengusaha harus menjaga keselamatan, kesehatan dan

kesusilaan, misalnya wanita tidak boleh dalam ke-

adaan hamil, harus menyediakan angkutan antar jem~

put.

- Dan lain-lain.

ad.2. Kerja di dalam tambang

Pasal 8 UU No. 12 Thn. 19*f8 menetapkan bahwa;

ayat 1 : "Orang wanita tidak boleh menjalankan peker­

jaan di dalam tambang, lobang di dalam tanah atau

tempat lain untuk mengambil logam dan bahan dari

dalam tanah."

ayat 2 :

Larangan tersebut pada ayat 1 tidak berlaku ter­ hadap orang wanita yang berhubung dengan pekerja* annya kadang-kadang harus turun di bagian tambang dibawah tanah dan tidak menjalankan pekerjaan tangan,

Mengingat sebagian besar Perusahaan Pertamba-

ngan di Indonesia adalah milik negara maka permasa-

lahan mengenai larangan ini (sampai saat ini) belum

(28)

wanita yang mau bekerja di pertambangan, kecuali

para peneliti atau ilmuwan yang mengadakan peneli-

tian khusus.

ad.3* Kerja yang berbahaya

Pekerjaan yang berbahaya termasuk suatu pe­

kerjaan yang sangat berat. Contohnya, para wanita

di daerah-daerah yang bekerja untuk mengangkat batu

untuk proyek jalan raya, pembangunan gedung atau

rumah, dan sebagainya, yang kesemuanya ini menggu-

nakan fisik. Ketentuan terhadap larangan tersebut

sudah ada yaitu pasal 9 ayat 1 UU No. 12 Thn. 1948

namun masih belum berlaku yang berbunyi:

"Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan yang

berbahaya bagi keselamatannya dan kesehatannya, de­

mikian pula pekerjaan yang raenurut sifatnya, tempat

dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya."

Peraturan ini sudah dibuat sejak tahun 1948 tetapi

sampai sekarang (sudah 4 2 tahun) masih tetap belum

berlaku meskipun dalam pasal 2 1 ayat 1 undang-undang

ini (aturan tambahan) disebutkan akan menetapkan

berlakunyaundang-undang ini dengan Peraturan Peme­

rintah. Tetapi peraturan pemerintahnya sampai seka­

rang belum ada.

ad.4« Diskriminasi dalam pemutusan hubungan kerja.

Peraturan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja

di Perusahaan Swasta secara umum ditentukan dalam

(29)

pekerja wanita telah dikeluarkan Peraturan Menteri

Tenaga Kerja R.I. Nomor: PER.03/MEN/1989 tentang

larangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Bagi Pekerja

Wanita karena Menikah, Hamil, atau Melahirkan.

Peraturan Menteri ini raemuat ketentuan bahwa

pengusaha tidak boleh mengurangi hak-hak tenaga kerf

ja wanita yang karena hamil dan karena sifat dan

jenis pekerjaan tersebut tidak mungkin dikerjakan

olehnya. Artinya, walaupun pekerja tersebut cuti dan

tugasnya dialihkan kepada tenaga kerja lain namun

haknya untuk menerima upah tetap tiap bulan serta

jika ia sudah bekerja lagi maka harus diterima kem-

bali.

Andaikata perusahaan tidak meraungkinkan

untuk melaksanakan peraturan tersebut (memberi cuti

dengan segala hak-haknya), paling tidak pengusaha

wajib memberikan cuti di luar tanggungan perusahaan

sampai saat tirabul hak cuti hamil seperti yang di-

tetapkan oleh pasal 13 UU No. 1 Thn. 1951.

Lamanya cuti diluar tanggung§n perusahaan

diberikan paling lama tujuh setengah (7i) bulan.

Jika pekerja wanita sudah selesai menjalankan cuti hamil atau melahirkan, pengusaha wajib mempekerjakan

wanita tersebut pada tempat dan jabatan yang sama

tanpa mengurangi hak-haknya. (Pasal k ayat if Peratu­ ran Menteri tersebut).

(30)

terse-but, maka pengusaha dapat diancam dengan hukuman ku-

rungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-

tingginya seratus ribu rupiah sesuai dengan pasal 1?

UU No. 14 Thn. 1969 tentang ketentuan-ketentuan po-

kok mengenai tenaga kerja. (pasal 6 Peraturan Menteri

Nomor: 03/MEN/X989). ad.5* Upah yang sama

Indonesia semenjak 21 Juli 1950 telah menjadi

anggota Organisasi Perburuhan Internasional (I.L.O).

Berdasarkan ratifikasi atau Persetujuan Konvensi

I.L.O. No. 100 Thn. 1951 mengenai Pengupahan yang

Sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita Untuk Pekerjaan

Yang Sama Nilainya, maka Pemerintah membuat UU No.

80 Thn. 1957* L.N. 1957 No. 171* yang diundangkan

pada tanggal 31 Desember 1957*

Di samping itu, pemerintah juga telah mengeluarkan

PP No. 8 Thn. 1981 tentang Perlindungan Upah.

Jika sampai terjadi pelanggaran dari ketentuan

P.P. No. 8 Thn. 1981, dan setelah ada pernyataan

resmi dari Komisi Pengupahan bahwa memang ada pe­

langgaran, barulah dapat diajukan ke Panitia Penye­

lesaian Perselisihan Perburuhan (PZf Daerah/Pusat)

atau ke Pengadilan Negeri setempat. (UU No. 22 Thn.

1957).

Dengan adanya perjanjian kerja, tenaga kerja mempu­

nyai kewajiban-kewajiban tertentu antara lain wajib melaku-

(31)

wa-jib membayar denda dan ganti rugi serta bertindak sebagai

tenaga kerja yang baik* Selain itu untuk pekerja yang

berterapat tinggal pada majikan wajib mentaati tat& tartib

rumah tangga majikan.

3* Pembatasan Bidang Peker.laan Bagi Tenaga Kerrfa Wanita

Undang-undang Kerja pada dasarnya melarang secara

mutlak pekerjaan orang wanita pada malam hari di semua pe­

rusahaan, yaitu perusahaan perindustrian,. perusahaan per­

tanian, perusahaan perniagaan dan semua jenis perusahaan

lainnya.

Malam hari yang dimaksud dalam Undang-Undang Kerja

adalah dari pukul 18.00 (enam sore) sampai pukul 06.00

(enam pagi). Namun tidaklah demikian dengan Maatregelen.

Maatregelen hanya membatasi pekerjaan orang wanita

pada malam hari yaitu antara pukul 22.00 (sepuluh malam)

sampai pukul 0 5 * 0 0 (lima pagi) orang wanita tidak boleh

menjalankan pekerjaan di perusahaan tertentu.-^

Jadi antara pukul 05.00 sampai dengan pukul 22.00 orang

wanita boleh menjalankan semua macam pekerjaan, asal tidak

di perusahaan tertentu itu.

Pasal Maatregelen mengatakan bahwa orang wanita

antara pukul 22.00 , sampai pukul 0 5 . 0 0 tidak boleh men­

jalankan pekerjaan;

1. di pabrik, yaitu ruangan tertutup atau dipandang seba- ... gai tertutup, dimana untuk suatu perusahaan

diper&una-kan suatu alat tenaga mesin atau lebih;

2. di tempat kerja, yaitu ruangan tertutup, dimana untuk suatu perusahaan biasanya dilakukan pekerjaan tangan bersama-sama oleh sepuluh orang atau lebih;

(32)

bangunan air, gedung dan jalan; 4« di perusahaan kereta api atau trem;

5. pada pembuatan, pembongkaran dan pemindahan barang, baik di pelabuban, dermaga dan galangan maupun di stasiun tempat penghentian maupun tempat pembongkaran, di tem­ pat penyimpanan dan gudang, kecuali jika membawa dengan tangan.^

Pasal 3 ini masih mempunyai anak kalimat yang me-

ngatakan sebagai berikut: "sekedar untuk itu tidak ada

ijin dari atau berdasarkan keputusan pemerintah untuk pa-

brik, tempat kerja atau usaha tertentu pada khususnya ber-

hubung dengan kekhususan keperluan perusahaan*

Berdasarkan ketentuan tersebut, dahulu pemerintah

mengadakan ketentuan dalam staateblad 1925 nomor 6 4 8 yang

langsung mengijinkan mempekerjakan orang wanita antara

pukul 22.00 (sepuluh malam) sampai dengan pukul 0 5 * 0 0

(lima pagi) di:

1. pabrik gula selama giling; 2. pabrik serat;

3* pabrik sagu ketela;

4 . pabrik minyak kelapa sawit;

5* pabrik garam di Krampon dan Kalianget (Madura).

Di samping memberi ijin secara langsung, staatsblad

1925 nomor 6 4 8 tersebut juga memberi kuasa kepada Kepala

Pengawas Perburuhan untuk memberi ijin untuk masa yang di

tetapkan dan dengan syarat-syarat yang diadakan olehnya,

mempekerjakan orang wanita sampai jumlah tertentu, antara

pukul 22.00 (sepuluh malam) sampai pukul 0 5 . 0 0 (lima pagi)

di perusahaan tersebut di bawah ini:

(33)

2. perusahaan kopi;

3. perusahaan tembakau;

A* perusahaan penggilingan beras;

5. perusahaan pembersihan kapukj

6* pabrik petasan;

7. perusahaan batik.

Staatsblad 1925 No. 6**8 sifatnya kaku karena memba-

tasi jenis perusahaan yang dapat memperoleh ijin penyimpa-

ngan dari larangan tersebut, sedang perkerabangan perekono-

mian masyarakat menghendaki peraturan yang lebih luwes,

yaitu supaya kemungkinan mendapat ijin penyimpangan diberi-

kan juga kepada pabrik, tempat kerja atau perusahaan lain-

nya.

Dengan demikian, maka Staatsblad 1925 nomor 6if8 itu

dicabut dan diganti dengan Staatsblad 19^1 nomor /+5. Ada-

pun Staatsblad 1941 nomor 45 ini tidak langsung memberi .

ijin sendiri, tetapi hanya memberi kuasa kepada Kepala

Pengawas Perburuhan tersebut di atas untuk memberi ijin

tempat kerja atau perusahaan tertentu untuk selama waktu

yang ditetapkannya dan dengan syarat-syarat yang diadakan-

nya, mempekerjakan orang wanita sampai suatu jumlah ter­

tentu, antara pukul 22.00 (sepuluh malam) sampai dengan

pukul 05.00 (lima pagi). Terhadap keputusan Kepala Peng­

awas Perburuhan, yang berkepentingan dapat minta banding

kepada Menteri Perburuhan.

Sebagai bahan untuk perbandingan, kita lihat ke­

(34)

International Labour Code, yang merupakan dasar bagi

Maatregelen ter Baperking van de Kinderarbeid en de Nach-

tarbeit van de Vrouwen, adalah sebagai berikut:

1. Orang wanita tanpa perbedaan umur tidak boleh dipeker- jakan pada malam hari di perusahaan perindustrian apa- pun baik milik negara maupun milik swasta, atau di ca- bangnya, lain dari pada perusahaan yang hanya dipeker- jakan anggota-anggota dari satu keluarga.

2. Larangan tersebut tidak berlaku;

a* Dalam hal terpaksa, jika di suatu perusahaan terjadi suatu gangguan pekerjaan yang tidak mungkin diketahui sebelumnya, dan yang tidak terjadi berulang kali, b. dalam hal pekerjaan berkenaan dengan bahan baku atau

bahan lain dalam pengolahan yang dapat menjadi rusak dengan cepat, jika pekerjaan pada malam hari itu di­ perlukan untuk mencegah bahan-bahan tersebut dari kerugian tertentu*

3* Larangan tersebut tidak berlaku bagi;

a* wanita yang mempunyai kedudukan pimpinan atau bersi­ fat teknis,

b. dan wanita yang bekerja pada dinas kesehatan dan ke- sejahteraan dan tidak melakukan pekerjaan tangan. 4. Istilah "perusahaan perindustrian" meliputi khusus:

a. tambang, tempat penggalian batu dan tempat lain untuk mengambil barang galian dari dalam tanah,

b. perusahaan yang barang-barangnya dibuat, diubah, di- bersihkan, diperbaiki, dihias, diselesaikan, dipler-- siapkan untuk dijual, dibongkar, atau dirusak, atau bahan baku yang dikerjakan, termasuk perusahaan di lapangan, pembuatan kapal atau pembangkitan, peng- aliran tenaga listrik atau tenaga penggerak macam apapun;

c. perusahaan di lapangan pembangunan dan pekerjaan teknik sipil, termasuk pekerjaan pembuatan, per- , baikan, pemeliharaan, perubahan dan penghancuran.^

Mengenai bidang pertanian "International Labour

Code11 hanya mengatakan agar pemerintah mengambil tindakan

untuk mengatur pekerjaan orang wanita pada malam hari di

perusahaan pertanian sedemikian sehingga baginya terjamin waktu istirahat yang sepadan dengan keperluan badaniah.^7

Kembali pada peraturan tentang Pembatasan Pekerjaan

(35)

bahwa peraturan tersebut hanya mengenai perusahaan perin-

dustrian saja. Jadi dengan demikian maka tidak ada pem-

batasan pekerjaan orang wanita pada malam hari di per­

usahaan jenis lainnya seperti misalnya perusahaan pertani­

an, perusahaan perniagaan dan sebagainya, kecuali bila

perusahaan jenis lainnya ini dilakukan jenis pekerjaan

bersama oleh 10 (sepuluh) orang atau lebih*

Dalam Undang-Undang Kerja masih terdapat beberapa

ketentuan yang hanya ditujukan bagi pekerja orang wanita.

Ketentuan-ketentuan itu tidak hanya raengatur larangan atau

pembatasan pekerjaan orang wanita, melainkan berdasarkan

keadaan tertentu orang wanita harus diberi waktu istirahat

tertentu.

Karena ■ ketentuan-ketentuan itu berkenaan dengan

istirahat, maka dikenal macam-macam istirahat bagi pekerja

yaitu waktu istirahat mingguan dan hari lembur, istirahat

tahunan, istirahat panjang. Macam-macam istirahat yang di-

berikan bagi tenaga kerja adalah untuk memberi perlindung­

an kepada semua pekerja baik pria maupun wanita agar ke-

selamatan dan kesehatan tenaga kerja terjaga dengan baik.

Dari macam-macam istirahat tersebut saya tidak memberi

uraian. Namun di samping istirahat yang dikenal pekerja ada waktu istirahat yang khusus diberikan kepada pekerja

orang wanita yang diberikan berdasarkan keadaan tertentu

bagi pekerja orang wanita menurut kodratnya, karena wanita

itu pada saat-saat tertentu harus raenunaikan kewajiban

(36)

Pertama, pada pasal 13 ayat 1 Undang-undang Kerja

mengatakan bahwa pekerja wanita tidak boleh diwajibkan ba.-

kerja pada hari pertama dan hari kedua waktu haid.

Adapun yang melarang mewajibkan orang wanita mela-

kukan pekerjaan pada hari pertama dan kedua waktu haid itu

adalah pengusaha. Memang suatu pelanggaran diancam dengan

pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda

sebanyak-banyaknya lima ratus rupiah. Dalam hal ini bag.ai- mana pengusaha itu dapat mengetahui bahwa pekerja yang

bersangkutan sedang dalam keadaan waktu haid ? Apakah ia

harus menyelidikinya sendiri ataukah menyuruh orang lain

(dokter, bidan dan sebagainya) melakukan penyelidikan?

Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 194-8 pada pasal

1 ayat 2 menentukan bahwa dalam menjalankan aturan ter­

sebut pengusaha dianggap tidak mengetahui tentang keadaan

haid dari pekerja wanita, apabila pekerja wanita yang ber-\

sangkutan tidak memberitahukan hal itu kepadanya.

Dengan demikian, pemberitahuan pekerja wanita bah­

wa ia dalam keadaan haid kepada pengusaha, berarti peng--

usaha tidak boleh menyuruh pekerja yang bersangkutan me­

lakukan pekerjaan, dan ini berarti juga bahwa pekerja wa­

nita yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk secara

sukarela atas' kernauan sendiri melakukan pekerjaan atau

tidak melakukan pekerjaan,

Aturan yang tentunya bermaksud untuk meringankan

(37)

mendorita nyeri dan karena itu tidak raarapu melakukan pe­

kerjaan, dalam prakt.ek raenjadi hari libur tambahan yang

saatnya ditetapkan oleh pekerja orang wanita itu sendiri

menurut kepentingannya semata-mata, sehingga oleh pekerja pria yang raengetahui bahwa hari istirahat tambahan itu

oleh pekerja wanita digunakan untuk bersenang-senang di

luar rumah, dipandang sebagai aturan yang bersifat dis -

krirainasi. Pada pengusaha sendiri praktek hari haid itu

raenirabulkan keseganan menerima pekerja orang wanita.

Kedua, pekerja wanita harus diberi istirahat selama

•satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan

akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah me­

lahirkan anak atau gugur kandung (pasal 13 ayat 2 Undang-

undang Kerja).

Waktu istirahat sebelum saat pekerja atau tenaga

kerja menurut perhitnngan.akan melahirkan anak, dapat di-

perpanjang sampai- tiga bulan, jika dalam suatu keterangan

dokter dinyatakan, bahwa hal itu perlu untuk menjaga ke­ sehatan dan keselamatannya.

Pekerja wanita yang hendak menggunakan haknya untuk

istirahat, harus menyampaikan surat permohonan istirahat

kepada pengusaha selambat-lambatnya dalam waktu sepuluh hari sebelum istirahat itu dimulai. Surat permohonan isti­

rahat itu harus disertai surat keterangan dokter atau jika

(38)

Keharusan raengajukan surat perraintaan istirahat se­

puluh hari sebelum istirahat dimulai, dengan sendirinya

tidak berlaku terhadap pekerja wanita yang baru gugur kan-

dung, karena gugur kandung selalu datangnya raendadak dan

karena itu datangnya tidak dapat diketahui atau diperkira-

kan sepuluh hari sebelumnya.

Walaupun Undang-undang Kerja sendiri tidak memuat-

nya, tetapi dalam peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan

Pemerintah nomor 7 tahun 194-8 ditetapkan bahwa kepada pe­

kerja yang diberi istirahat dalam hal melahirkan anak itu

harus diberi upah penuh untuk waktu istirahat itu. letira-

hatmelahirkan dengan upah penuh ini menimbulkan keseganan

pada pihak pengusaha untuk mempekerjakan orang wanita yang

bersuami.

Dengan adanya pemberian istirahat pada waktu hamil

pernah dipersoalkan apakah pemberian istirahat pada waktu

hamil itu dibatasi pada .pekerja wanita yang mempunyai ;

suami atau tidak.

Dalam Undang-undang Kerja sendiri dan memori pen-

jelasannya serta aturan pelaksanaannya tidak memuat se-

suatu mengenai persoalan itu. Oleh karena itu dapat saya

katakan bahwa dalam hal ini bersuami atau tidak, tidaklah

dijadikan persoalan.

Maternity Protection Convention 1919 (konvensi ten­

tang Perlindungan Melahirkan 1919) yang mengatur maternity

(39)

undertakings, menetapkan bahwa dengan istilah wanita di-

maksud tiap orang perempuan, tidak memandang usianya atau

kebangsaannya, baik kawifi atau tidak kawin dan dengan is­

tilah anak dimaksud tiap anak, baik yang sah maupun yang

tidak sah.®

Untuk memperlengkap bahan perbandingan, kita kutip

beberapa hal lainnya dari Maternity Protection Convention

1919 sebagai berikut:

1. Di perusahaan perindustrian atau perniagaan, baik milik negara~maupun milik swasta atau suatu cabang perusahaan itu, lain dari pada perusahaan yang hanya anggota-ang- gota dari satu keluarga dipekerjakan seorang wanita: a. harus tidak boleh melakukan pekerjaan selama enam

minggu sesudah melahirkan;

b. harus diberi hak untuk meninggalkan pekerjaannya jika ia dapat memperlihatkan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa ia akan melahirkan anak dalam waktu enam minggu;

c. selama tidak masuk bekerja berdasarkan sub-paragraf (a) dan (b) harus diberi tunjangan;

d. bagaimanapun juga, jika ia masih menyusukan anaknya harus dibolehkan untuk keperluan itu dua kali 6ehari selama setengah jam.

2. Selama pekerja wanita tidak masuk bekerja sesuai dengan ketentuan sub-paragraf (a) dan (b) angka 1 di atas atau tetap tidak masuk bekerja untuk waktu yang lebih lama karena menurut ketentuan dokter menderita sakit sebagai akibat dari hamil atau melahirkan dan karena itu tidak mampu melakukan pekerjaan, maka harus jangka waktu yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang lampau, peng­ usaha harus tidak di bolehkan mengakhiri hubungan kerja. 3. Tunjangan termaksud pada angka 1 sub (a) dan (b) di

atas, harus cukup untuk seluruh pemeliharaan yang sehat baginya dan anaknya, disediakan oleh dana negara atau dengan jalan suatu pertanggungan, sedang jumlahnya yang pasti harus ditetapkan oleh instansi yang berwenang dan sebagai tambahan harus diberikan bantuan berupa pemerik­ saan dengan cuma-cuma oleh dokter atau bidan.

(40)

Dari ketentuan nomer 3 diatas, terlihat bahwa pe­

kerjaan wanita yang bersangkutan tidak menerima upah penuh,

tetapi hanya sekedar bantuan dan tunjangan yang diberi nama

"provision for maternity" dan juga tidak ditanggung sepe-

nuhnya oleh pihak pengusaha, tetapi dibayar dari suatu

dana negara atau suatu pertanggungan, yaitu suatu jenis

jaminan sosial (social security).

Kembali kepada Undang-undang Kerja mengenai istira­

hat tertentu bagi pekerja wanita, pasal 1 3 ayat k memberi kesempatan sepatutnya kepada pekerja wanita yang anaknya

masih menyusu, untuk menyusukan anaknya, jika hal itu ha­

rus dilakukan selama waktu kerja.

Dalam memori penjelasan Undang-undang Kerja maupun

dalam peraturan pelaksanaannya, tidak disebutkan berapa

kali sehari dan tiap kali berapa lama kesempatan itu harus

diberikan, sehingga patokan "sepatutnya" dalam praktek da­

pat menimbulkan kesukaran. Dalam hubungan ini, seperti di

atas telah diuraikan, Maternity Protection Convention 1919

tersebut di atas raenentukan dua kali sehari selama ee-

tengah jam.

Demikianlah sekedar mengenai istirahat yang khusus

ditujukan kepada pekerja wanita, yang bertujuan untuk me-

lindunginya dari pekerjaan yang dijalankan agar adanya ke-

seimbangan jasmani dan rohani dari para pekerja dalam ke-

(41)

bekerja, Oleh-:'karena itu para pekerja juga menikmati is­

tirahat lainnya yang secara umum berlaku bagi semua tenaga

(42)

BAB III

BENTUK DAN MAVAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA

1* Perlindungan Terhadap Hubungan Kerja

Hubungan kerja terjadi bila ada kata sepakat

antara seorang pencari kerja (yang telah diterima be­

kerja) dengan pengusaha (orang yang memberi pekerjaan). Prof.Iman Soepomo dalam bukunya Hukum Perburuhan di

Bidang Hubungan Kerja menjelaskan:

Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian ker- j■& antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, pekerja/buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lain (pengusaha/majikan; yang mengikatkan dirinya untuk mempekerjakan pekerja/buruh dengan mem- bayar upah.

Dari uraian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut: 1

pertama: Bahwa hubungan kerja terjadi setelah adanya per-

jaiyjan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha/

majikan yang mengikatkan diri mempekerjakan pekerja/buruh

dengan membayar suatu upah.

kedua: Bahwa hubungan kerja tersebut telah menunjukkan

kedudukan masing-raasing pihak dalam proposinya, yakni

unsur diperintah dan unsur memerintah dan pada dasarnya

menimbulkan adanya hak dan kewajiban.

ketiga: bahwa adanya hubungan kerja karena adanya kesepa-

katan antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan.

(43)

perjanjian kerja adalah faktor penting di dalam

timbul-nya hubungan kerja. Begitu pula apabila kita lihat pasal

1601-a KUHPerdata, pada intinya adalah sama, yaitu hu­

bungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja dan

bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima

upah* Dengan demikian perjanjian kerja merupakan awal

adanya hubungan kerja.

Ketentuan perjanjian kerja belum diatur tersendiri

sehingga dapat dilakukan secara li6an, maupun oecara ter- tulis atau dengan surat pengangkatan oleh pihak pengusaha

yaitu surat perjanjian yang ditandatangani oleh kedua

belah pihak. Sedangkan isi dari perjanjian kerja pada da-

sarnya harus memuat ketentuan-ketentuan yang berkenaan

dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban pe* ,

kerja.

Kelemahan dari perjanjian kerja adalah dari bentuk

perjanjian kerja yakni bebas atau tidak dipersyaratkan

yaitu perjanjian yang berupa akte dibawah tangan. Karena

bentuknya tidak dipersyaratkan berarti kekuatan mengikat-

nya perjanjian kerja itu masih harus dipertimbangkan*

Selain itu pada perjanjian kerja masih tampak adanya pe-

ngaruh aliran liberalisme yang menunjukkan para pihak

yang mengadakan perjanjian kerja yaitu pekerja dan peng­

usaha yang berbeda tingkat ekonominya tidak ada per­

lindungan karena adanya azas kebebasan berkontrak.

Juga dalam Keputusan Komisi I dalam Pra Seminar

(44)

ber-pendapat bahwa timbulnya sengketa-sengketa atau perseli-

sihan-perselisihan perburuhan tersebut adalah bersumber

pada ketiadaan tertib hubungan kerja serta tertib persya-

ratan perburuhan poeitip yang hingga sekarang belum ada

undang-undangnya *11

Kepincangan seperti ini membawa berbagai macam

kasus sengketa antara pekerja dan pengusaha karena kesa-

lahpahaman. Hal ini harus ditangani secara baik oleh pe-

raerintah antara lain dengan peraturan perundang-undangan,

Adapun undang-undang yang telah dibuat yang berkaitan de­

ngan masalah ini adalah UU No. 21 Thn. 1954 yaitu undang-

undang tentang perjanjian perburuhan atau Undang-Undang Ke-

sepakatan Kerja Bersama^i (KKB) antara serikat pekerja dan

pengusaha.

Dengan adanya undang-undang perjanjian kerja yang

berdasarkan Pancasila maka manusia bukan lag! sebagai

obyek.

Perjanjian perburuhan berbeda dengan perjanjian

kerja, karena perjanjian perburuhan mengenai syarat-syarat

perburuhan harus diperhatikan dalam membuat perjanjian

kerja serta tidak ada unsur wenang perintah.

Sedangkan perjanjian kerja mengenai penunaian kerja dengan

upah serta ada unsur wenang perintah.

Untuk memperkuat secara yurudis, KKB (Kesepakatan

Kerja Bersama) yang dibuat antara serikat pekerja dengan

pengusaha maka selama proses pembuatannya harus di damping!

(45)

Hal ini untuk menjaga kemungkinan terjadinya perselisihan

perburuhan di kemudian hari bila ada tuntutan ganti rugi

sudah diatur secara rinci tanpa harus merugikan pihak pe­

kerja.

Kehadiran serikat pekerja di perusahaan adalah se­

bagai salah satu sarana untuk terciptanya hubungan kerja

yang serasi, selaras, dan seimbang antara pengusaha dan

pekerja dalam rangka peningkatan produksi dan produktivi-

tas kerja.

Dibentuknya Serikat Pekerja di perusahaan adalah

sebagai sarana dan wahana yang efektif untuk menampung

aspirasi para pekerja agar mereka merasa dilindungi ke-

pentingannya dan tidak mencari penyelesaian sendiri-sendi-

ri apabila terjadi suatu permasalahan. Dengan pengertian

bahwa kehadiran Serikat Pekerja di perusahaan adalah meru­

pakan partner pengusaha di dalam membuat Kesepakatan Ker­

ja Bersama (KKB) yang memuat syarat-syarat yang harus di

perhatikan dalam perjanjian kerja.

Serikat pekerja di perusahaan harus dapat membina

serta mengueahakan agar para pekerja mempunyai kesadaran

yang tinggi dan turut bertanggung jawab atas kelancaran

tugas, kemajuan dan kelangsungan hidup perusahaan.

Penyimpangan-penyimpangan dari tujuan atas dibentuknya

serikat pekerja di perusahaan baik yang dilakukan oleh

anggota-anggotanya maupun dari pengurus unit kerja itu

sendiri dapat berakibat tergoncangnya ketenangan kerja

(46)

putus-nya hubungan kerja ataupun penutupan perusahaan.

Tetapi kenyataannya di bidang usaha entertainment

(night club) yang telah saya araati di wilayah Kecamatan

Genteng Kodya Surabaya masih belum ada SPSI.

Berbagai alasan pengusaha yang timbul atas tidak

diadakan-nya SPSI ini, antara lain pekerja dianggap masih belum me-12

ngerti kegunaan adanya SPSI*

Hemat saya, dengan tidak dibentuknya SPSI ini pengusaha

berusaha untuk menghindar dari tuntutan-tuntutan pekerja

atas hak-haknya yang dilanggar oleh pengusaha.

Sebab kalau kita lihat jumlah pekerja yang bekerja di klab

malam sudah memenuhi syarat untuk menjadi anggota SPSI,

yakni lebih dari 2 5 orang di tiap tempat usaha, misalnya di

Blue Sixteen yang jumlah karyawan/pekerjanya yang secara

organik sebanyak 62 orang dan yang non organik (pramuria)

sebanyak 4 0 orang.^

Eksistensi SPSI sebagai wadah aspirasi para pekerja

tetap mengadakan perlindungan bagi setiap pekerja baik

yang sudah menjadi anggota maupun belum menjadi anggota

SPSI. Jadi terbuka bagi semua pekerja tanpa terkecuali.

ffalaupun pekerja di bidang usaha entertainment ini belum/

bukan anggota SPSI tetap berhak mendapat perlindungan da­

ri SPSI seperti para pekerja yang sudah menjadi anggota bila kepentingannya dirugikan oleh pengusaha*

Oleh karena itu SPSI sebaiknya mengontrol sendiri (self

control) atas perkara yang timbul antara pekerja dan peng­

(47)

menafsir-kan bahwa SPSI seolah-olah merupakan oposiei bagi pengusa-

ha.11*

Peranan yang lebih penting yang telah diatur dalam

UU No. 12 Thn. 196*f tentang Undang-Undang Pemutusan Hubu­

ngan Kerja di Perusahaan Swasta, bahwa bagi pengusaha yang

mempunyai maksud akan memutuskan hubungan kerjanya dengan

pekerja terlebih dahulu harus merundingkan maksudnya ini

kepada pengurus serikat pekerja di unit kerja perusahaan,

karena ketentuan tersebut adalah merupakan prasyarat dapat

atau tidaknya permohonan ijin pengusaha di terima oleh

Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan untuk disi-

dangkan.

Ketentuan konkret dapat kita lihat pada pasal 1

UU No. 12 Thn. 196k sebagai berikut:

ayat 1: "Pengusaha harus mengusahakan agar jangan sampai

terjadi pemutusan hubungan kerja."

ayat 2:

Pemutusan hubungan kerja dilarang selama pekerja ber- halangan menjalankan pekerjaan karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui batas 12 (dua belas) bulan terus menerus.

Selama pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara atau karena menjalankan ibadah yang di perintah agamanya dan di-

setujui oleh pemerintah.

Di sini tampak jelas adanya musyawarah untuk m»ricapai mufa-kat dalam PHK, baik yang dilakukan oleh pengusaha maupun

oleh pekerja itu sendiri.

Dalam praktek selama ini tidaklah demikian.

Banyak pengusaha memutuskan hubungan kerjanya dengan pe­

(48)

di hotel dikenakan 10 jam booking. Karena untuk mem-

booking seorang pramuria per jamnya Rp.10.000,00 maka 10

janrnya sejumlah Rp.100*000,00 yang harus di bayarkan ke­

pada pengusaha* Pembayaran ini belum termasuk pembayaran

kepada pramurianya.^^

Ditinjau dari sudut service terhadap tamu, memang

setiap pramuria berusaha secara optimal untuk dapat . mem­

berikan service sebaik mungkin, sehingga tamu tersebut

akan 6ungguh-sungguh raerasa puas dan dapat menjadi tamu

tetap bagi pramuria itu sendiri. Hal ini membuka peluang

bagi pramuria untuk mengadakan hubungan atau jatuh cinta

kepada tamu. Akibatnya tamu lain tidak dihiraukan, atau

dapat juga pramuria tersebut jadi isteri simpanan bagi

tamu yang biasanya dari kalangan pejabat atau pengusaha

besar. Hal ini menimbulkan dilema bagi pengusaha dalam me-

nyelesaikan masalah ini. Sebab disatu sisi pengusaha ber­

usaha untuk mendapatkan pemasukan perusahaan sebanyak

mungkin melalui penjualan makanan dan minuman serta dari

hasil booking tamu terhadap pramuria. Di sisi lain peng­

usaha harus merelakan pramurianya yang jadi isteri simpan-

nan para pejabat/pengusaha tersebut untuk memberi kelong-

garan waktu bekerja karena permintaan pejabat/pengusaha

yang bersangkutan, karena pejabat/pengusaha tersebut di-

anggap sebagai tamu tetap di perusahaan tersebut yang da­ pat menambah pemasukan perusahaan.17

Masa berlakunva ikatan ker.ia

(49)

Genteng Kodya Surabaya tidak menentukan ikatan lamanya

seorang pramuria harus bekerja. Ini berarti bagi setiap

pramuria sewaktu-waktu dapat berhenti dari pekerjaannya,

karena tidak terikat waktu (tidak ada kontrak kerja).

hal yang menjadi sebab ialah demi memberi kebebasan bagi

pramuria yang ternyata tidak cukup tabah bekerja dalam

waktu lama pada profesi demikian, di samping sebagai tin-

dakan preventif dari pengusaha untuk menghindari hal-hal

yang merugikan perusahaan ,

Penghasilan

Yang dimaksud sebagai penghasilan disini adalah

yang berupa uang yang diterima pada waktu-waktu tertentu*

Sebagai penghasilan tetap ialah berupa gaji yang diterima secara periodik setiap bulan sebesar Rp.6 0.0 0 0,0 0 . ^ 8

Penghasilan tetap ini di tempat usaha satu dengan tempat

usaha lainnya berbeda. Besar kecilnya penghasilan tetap

ada yang ditentukan berdasarkan pada kecantikan wajah

pramuria. Semakin cantik semakin tinggi gaji tetapnya,

yakni antara Rp.60.000,00 sampai Rp.80.000,00.

Sebagai penghasilan tidak tetap yaitu penghasilan yang di­

terima menurut keadaan, dalam hal ini berdasarkan sistim

booking, maksudnya bila per jamnya Rp.10.000,00, maka 30#

untuk perusahaan sedangkan 70# untuk pramuria. Ada juga

yang sistimnya full time, maksudnya menemani tamu sejak

datang sampai pulang, tamu merabayar ke perusahaan sebesar

Rp.5-000,00 (Rp.3.000,00 untuk perusahaan, Rp.2.000,00

(50)

sebesar 10# dari harga makanan (bila pramuria yang memesan)

dan 20% dari harga minuman (bila pramuria yang memesan). 19 Penghasilan tidak tetap lainnya dikenal dengan istilah "uang tip", yaitu uang/hadiah pemberian dari tamu berda­

sarkan kemurahan hati atau karena pramuria dapat memberi­

kan kesan menyenangkan kepada tamunya. Dan uang tip inilah

yang merupakan penghasilan pramuria yang relatif paling

banyak*

Peraturan perusahaan

Seperti diketahui bahwa peraturan perusahaan adalah

bersifat sepihak, karena pembuatannya adalah sepihak,yaitu

oleh pimpinan/pengusaha sehingga pengusaha pada dasarnya

dapat memasukkan apa saja yang ia inginkan, yaitu dengan

mencantumkan kewajiban pekerja semaksimal mungkin dengan

hak yang seminim mungkin, sedang bagi pengusaha dengan hak

semaksimal mungkin dan kewajiban yang seminim mungkin. Peraturan perusahaan tersebut antara lain menentukan:

- Seorang pramuria tidak boleh mengadakan perangkapan pe­

kerjaan di tempat lain.

- Setiap bulan diwajibkan menemani tamu minimal 18 orang

20

per bulan.

- Selama jam kerja mereka diharuskan tinggal di dalam tem­

pat yang disediakan (show room) untuk selalu siap dilihat dan di pilih tamu. 21

- Dalam segala tingkah lakunya terhadap tamu harus bersi-

kap ramah dan sopan.

(51)

- Penjemputan oleh tamu, teman, atau suami tidak di perke-

nankan kecuali mendapat ijin tertulis dari perusahaan,

- Di dalam perjalanan pulang dengan kendaraan perusaha­

an tidak diperkenankan turun di tengah jalan*

Demikian antara lain materi dari peraturan per­

usahaan yang mendapat persetujuan dari para pramuria,

Dengan sendirinya ketentuan-ketentuan diatas disertai

dengan sanksi• Sanksi terakhir adalah pemberhentian dari

pekerjaan atau dengan peringatan sebelumnya. 3. Perlindungan Terhadap Perselisihan Perburuhan

Seiring dengan lajunya perkembangan pembangunan

dan proses industrialisasi serta meningkatnya jumlah ang-

katan kerja, maka masalah perselisihan perburuhan yang

timbul antara pekerja dengan pengusaha merupakan suatu

kejadian yang wajar, mengingat berbagai tipe manusia yang

bekerja di perusahaan selalu akan berhadapan dengan kebi-

jaksanaan pengusaha, Di satu pihak kebijaksanaan itu

mungkin dirasakan sebagai aktivitas yang sangat memuaskan

tetapi di lain pihak akan dirasakan sebagai aktivitas

yang kurang memuaskan.

Walaupun perjanjian kerja yang telah dibuat me­

rupakan hasil perundingan dari kedua belah pihak (pekerja

dan pengusaha) yang isinya telah disepakati bersama dan*

mendekati keinginan-keinginan masing-masing, namun ber­

dasarkan perkembangan yang terjadi dari akibat benturan-

benturan kepentingan diantara mereka, maka timbulah per­

selisihan oleh keduanya yang tidak bisa dihindari lagi.

(52)

bagi pekerja untuk raenyelesaikan perselisihan perburuhan

ini maka ada peraturan perundangan perselisihan perburuh­

an yang dalam hal ini dapat di bedakan menjadi dua yaitu:

1« Perselisihan perburuhan perseorangan, yaitu tentang

Pemutusan Hubungan Kerja oleh pengusaha yang diatur

dalam UU No. 12 Thn. 1964 tentang PHK di perusahaan

swasta beserta peraturan pelaksanaannya (Peraturan

Menteri Tenaga Kerja No. Per-Oif/MEN/1986 tentang cara

pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon,

uang jasa, dan ganti kerugian).

2. Perselisihan perburuhan kolektif, yaitu perselisihan

antara pengusaha dengan serikat pekerja/buruh yang di­

atur dalam UU No. 22 Thn. 1957 tentang Perselisihan

Perburuhan/industrial yang berhubungan dengan Hubungan

Kerja dan Syarat-syarat kerja.

UU No. 22 Thn. 1957 maupun UU No. 12 Thn. 1964

menghendaki adanya suatu sistem penanganan operasional

dalam penyelesaian kasus-kasus perselisihan perburuhan/

industrial dan pemutusan hubungan kerja melalui beberapa

tahapan yaitu:

1. Tahapan I: merupakan pra P-4> yaitu suatu kegiatan

yang dilaksanakan oleh pihak yang berselisih (bipar­

tite), Pegawai Perantara dan/atau Dewan/Juru Pemisah.

2. Tahapan II: adalah penyelesaian di P-4 Daerah dan/,

atau di P-4 Pusat, yang menghasilkan putusan P-4

Daerah dan atau P-4 Pusat.

(53)

yang dilakukan oleh Pegawai Pengawas Menteri Tenaga

Kerja dan Pengadilan Negeri.

Jadi upaya perlindungan penyelesaian kasus perse-

lisihan perburuhan perlu dilakukan secara sistem bipartite

dan tripartite untuk terciptanya suasana kemantapan dan

ketertiban, terwujudnya penyelesaian secara cepat, tepat,

adil, dan murah dalam sikap prilaku dan perbuatan

di dalam pelaksanaan tugas untuk menciptakan kondisi agar

pengusaha, pekerja/serikat pekerja dapat saling m©ag-

hormati, eadar akan peranan/kedudukannya masing-masing,

tenggang rasa, terbuka , serta raampu mengendalikan diri

guna mewujudkan hubungan perburuhan/industrial yang ber-

dasarkan Pancasila.

Yang dimaksud dengan Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan secara Bipartite adalah perselisihan yang pe- nyelesaiannya diupayakan secara intern, yakni antara pi-

hak pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha.

Upaya penyelesaian ini dapat ditentukan oleh ke-

tentuan yang baik yang dibuat oleh pengusaha sendiri yang

dituangkan dalam peraturan perusahaan dengan dasar Per-

aturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 02/MEN/

1978 yang telah raendapat persetujuan/pengesahan oleh Dep-

naker..Ini dapat merupakan pedoman sebagai pelaksanaan di

dalam menanggulangi terjadinya perselisihan. Bagi per­

usahaan yang sudah ada serikat pekerjanya dan telah mem-

buat Kesepakatan Kerja Bersaraa inilah yang dipergunakan

Referensi

Dokumen terkait

Based on the aforementioned reasons, the new curriculum should meet several criteria such as: (1) help students develop critical thinking and decision making, (2) allow students

Dalam kaitannya dengan anak, BK bertujuan untuk membantu anak supaya dapat mengenal dirinya dan lingkungan terdekatnya sehingga dapat menyesuaikan diri melalui

Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh harus meningkat, pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih lama untuk membuat zat anti itu

Jawaban dalam pengukuran akuntabilitas pengelolaan dana Prodamas menggunakan skala likert dengan kategori adalah sebagai berikut: tidak baik (TB) diberi kode 1, kurang baik

Skripsi ini berjudul “ pengaruh diferensiasi produk, harga dan lokasi terhadap keputusan pembelian sepeda motor Honda pada PT.. Tunas

kuda pada masyarakat Sumba Timur dan sumba seluruhnya merupakan ternak yang sangat berguna. Kuda dapat digunakan sebagai bahan belisdalam adat kawin-mawin. Kuda

Bersama ini kami mengundang perusahaan yang saudara pimpin untuk mengikuti proses Verifikasi dan Pembuktian Kualifikasi pengadaan Barang/jasa sumber dana DAK Perikanan

Unit Kerja yang membutuhkan modul atau fitur yang belum diakomodir oleh DSI baik dari sisi Aplikasi maupun Database. Apabila Unit Kerja memiliki