SKRIPSI
<2 w -A M I T A - p [ K.r: K rD J O K O H A R I S O E B A G Y O
PERLINDUNGAN HUKUM PERBURUHAN
BAGI
WANIT A PEKERJA MALAM
2vl 1 L 1 *.
P H R P U S i a \ a a n U N I V E I i S i i A S A i i t i . A N G G A ’
S I J f t \ B -\ Y A
F A K U L T A S H U K U M U N I V E R S I T A S A I R L A N G G A S U R A B A Y A
PERLINDUNGAN HUKUM PERBURUHAN
-BAGI
WANITA PEKERJA MALAM
S K R I P S I
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN
MEMENUHI SYARAT-SYARAT UNTUK MENCAPAI
GELAR SARJANA HUKUM
OLEH
DJOKO HARI SOEBAGYO
038612344
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA
S U R A B A Y A
DIUJI PADA TANGGAL 23 OKTOBER 1991
PANITIA PENGUJI :
KETUA : DJOKO SLAMET, S.H.
SEKRETARIS : Dra. H. SOENDARI KABAT
2
ANGGOTA : 1. MACHSUN AL1, S.H., M
1.
ka ta p e n g a n t a r
Puji syukur aku haturkan kepada Allah swt. Tuhan
Yang Maha Esa, seiring dengan selesainya tugas pembuatan
skripsi ini, Segala daya dan upaya telah saya berikan untuk
suksesnya studi saya pada Fakultas Hukum Universitas
Airlangga Surabaya yang diakhiri dengan keberhasilan dalam
ujian skripsi,
Pada dasarnya keberhasilan penyusunan skripsi ini
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka sepatutnya-
lah bila saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghar-
gaan kepada :
1. Bapak Machsun Ali, S.h., M.S., sebagai dosen pembim-
bing yang telah mengorbankan waktu, tenaga dan dan
memberikan sumbangan pemikiran ketika membimbing saya
dalam menyelesaikan skripsi ini;
2. Bapak Djoko Slamet,S.H,, Ibu Dra. H. Soendari Kabat,
Ibu Sri Woelan Azis,S.H., selaku penguji;
3- Dekan beserta staf pengajar pada Fakultas Hukum Unair,
khususnya staf pengajar bidang hukum perburuhan yang
telah memberikan waktunya kepada saya untuk konsultasi;
k* Segenap karyawan Universitas Airlangga, khususnya pe tugas perpustakaan yang membantu memberikan layanan
untuk keperluan penulisan skripsi ini;
5. Rekan mahasiswa yang sempat saya ajak untuk mendiskusi-
kan permasalahan yang saya tulis dalam skripsi ini;
saya;
7» Bapak Bambang Soemarsono, pegawai Deparpostel Wilayah
Jawa Timur yang telah memberikan .bantuan pengumpulan
data kepada saya;
8. Bapak Eddy Chandrs^, General Manager New Regent yang te
lah memberikan sumbangan pemikiran dan bantuan pengum
pulan data kepada saya;
8* Rekan mahasiswa dan semua pihak yang tidak dapat saya sebut satu persatu, yang dengan cara mereka sendiri
telah membantu saya;
Pula rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga
khusus saya sampaikan kepada:
- Bunda, Bapak, kakak-kakak, dan adik-adik saya terkaslh
yang telah memberi doa restu dan memacu eaya untuk se-
gera menyelesaikan skripsi ini;
- Sahabatku Emmy Murdjijanti, S.H. yang memberi ide dalam
menentukan tema skripsi ini$
- Kekasihku tersayang yang telah memberikan dorongan
moril dan spirituil untuk segera menyelesaikan skripsi
ini.
Saya menyadari bahwa ilmu pengetahuan yang saya
miliki belumlah cukup sempurna. Sehingga wajar apabila da
lam penyusunan dan penulisan skripsi ini masih banyak ke-
kurangannya. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang
bersifat membangun terhadap penulisan skripsi ini akan
saya terima dengan tangan terbuka dan rasa terima kasih.
Surabaya, November 1991
DAFTAR ISI
KATA PJENGATAR DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN... ... 1
1* Permasalahan; Latar Belakang dan
Rumusannya... ... 1
2. Penjelasan Judul ... k
3. Alasan Perailihan Judul ... 5
if. Tujuan Penulisan... 6
5 . Metodologi ... 6
6, Pertanggungjawaban Sistematika .... 8 BAB II: PENGATURAN WANITA PEKERJA MALAM OLEH
HUKUM PERBURUHAN... 10
1. Kedudukan Sebagai Pekerja Pada
umumnya ... 10
-2. Dasar Yuridis Hak dan Kewajiban
Pekerja ... ^
3* Pembatasan Bidang Pekerjaan Bagi
Te-naga Kerja Wanita... ... ^
BAB III: BENTUK DAN MACAM PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP PEKERJA...
1. Perlindungan Terhadap Hubungan Kerja 3^
2, Perlindungan Terhadap Perselisihan
Perburuhan ... .. ^
BAB XV : UPAYA fflSKUM PERBURUHAN DALAM MEMBERIKAN PER
LINDUNGAN HUKUM BAGI WANITA PEKERJA MALAM 59
1* Sasaran Perlindungan Hukum ... 59
2. Pengawasan dan Perijinan dalam Penggunaan
tenaga Kerja Wanita ... . 6k
3* Pelaksanaan Perlindungan Hukum ... 73
BAB V : PENUTUP... 82
1. Kesimpulan 82
2. Saran*... Qk.
FOOT NOTE
DAFTAR BACAAN
BAB I
PENDAHULUAN
1. Permasalahan: Latar Belakang Dan rumusannva
Profeel pramuria yang biasa disebut hostes bukan
suatu pekerjaan yang dianggap baru. Akan tetapi pada ke-
nyataannya pekerjaan ini justru merupakan sebab dan men-
jadi akibat dari perkembangan peradaban manusia khususnya
kemajuan teknologi.
Untuk mengantisipasi fenomena yang demikian ini,
salah satu kebijaksanaan pemerintah adalah dengan menge
luarkan berbagai peraturan perundang-undangan.
Berbicara eoal hukum kiranya dapat dimengertl bah
wa sukar untuk memisahkan hukum dan hubungannya dengan
masyarakat tempat hukum itu berlaku, sebab antara hukum
dengan masyarakat merupakan suatu rangkaian yang utuh.
^etapi walaupun demikian dalam pembahasan ini, diusahakan
untuk dapat memisahkan tinjauan secara yuridis dengan tin-
jauan sosiologisnya semaksimal mungkin.
Pekerjaan yang ditekuni oleh pramuria di klab malam
tidak lepas dari faktor-faktor yang mendorong wanita untuk
bekerja di luar rumah.
Faktor yang menarik wanita ke luar dari rumah untuk
bekerja ditinjau dari sudut motivasi dapat dibedakan dua
golongan pekerja wanita. ^ang pertama ialah mereka yang
semata-mata ingin mencari nafkah, jadi yang terdorong oleh
ber-dikari atau mencarl tambahan penghasilan yang kurang men-
cukupi* Termasuk golongan ini ialah raotivasi yang bersifat
psycologis. Ada yang ingin mengembangkan kemampuan inte->
lektual yang telah ditingkatkan dengan pendidikan yang
cukup* Ada yang ingin menyumbangkan tenaga dan pikirannya
kepada pembangunan negaranya. Sebagian lagi ada yang ingin
menghilangkan rasa bosan akan rutinitas pekerjaan rumah
tangga*
Faktor kedua ialah industrialisasi* yang dalam ke-
nyataannya menunjukkan bahwa maeyarakat Indonesia yang
masih agraris kini menuju ke masyarakat induetri.
Penemuan mesin-mesin mengakibatkan tidak lagi diperlukan .
tenaga kerja yang mempunyai fisik besar, sehingga fungsi
ekonomi mengalami transfer. Unit produksi beralih dari ke-
luarga ke pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan, se-
hingga ia mempunyai lebih banyak waktu terluang.
Terbukalah baginya untuk bekerja di luar rumah* p
Faktor ketiga adalah integrasi wanita dalam pemba
ngunan* Dalam art! pengakuan potensi wanita sebagai sumber
daya manusia. Berarti pula haknya untuk menikmati hasil
pembangunan, ^enyataan menunjukkan bahwa pada beberapa ne
gara masih banyak kekuatan struktural dan kultural yang
membatasi partisipasi wanita di berbagai bidang kehidupan
baik dalam lingkungan keluarga, rumah tangga maupun dalam
ffiasyarakat luas.
participati-on antara wanita dan pria tidak saja meliputi legal
equality dan menyisihkan diskriminasi terhadap wanita te-
tapi meliputi pula pereamaan dalam hal bertanggung jawab
dan kesempatan bagi wanita.
Faktor selanjutnya ialah perubahan-perubahan dalam
fungsi keluarga. Dengan kemajuan teknologi yang menuntut
ketrampilan dan keahlian, keluarga tidak-'lagl dapat meme
nuhi fungsinya. Makin lama makin banyak fungsi keluarga
yang harue di transfer kepada lembaga-lembaga di luar ke
luarga, umpamanya fungsi pendidikan untuk sebagian di
transfer di sekolah, mesjid, gereja, kepanduan, dan seba-
gainya.
Tidak lengkap kiranya jika tidak disebut perubahan
sikap, balk pada pria maupun pada wanita itu sendiri.
Swarga nunut bukan lagi dianggap sebagai posisl yang
Ideal. Alternatlfnya wanita melakukan atau menjalankan
profeel sebagai pekerja di luar rumah.
Faktor-faktor tersebut diatas masih mungkin dapat
dilengkapi dengan faktor-faktor lainnya yang timbul seba
gai akibat dari proses perkembangan masyarakat.
Oleh karena bidang kerja pekerja wanita khususnya
pramuria dilakukan pada malam hari, maka dalam membahas
skripsi ini akan digunakan undang-undang dan peraturan
lain yang ada hubungannya dengan pembahasan yang akan di-
uraikan seperti Undang-Undang Kerja Nomor 12 Tahun 194-8
khususnya mengenai perlindungan terhadap pekerja wanita
Walaupun sudah jelas bahwa perlindungan terhadap
pekerja wanita yang bekerja pada malam hari ada peratur
an perburuhan yang mengatur, akan tetapi kadang-kadang
pengusaha belum tahu kalau ada undang-undang yang melin-
dungi atau memelihara keamanan terhadap resiko-resiko so
sial yang setiap saat dapat menimpanya, sehingga tenaga
kerja tidak berusaha untuk mengingatkannya.
Di sinilah perlunya tenaga kerja memahami fungsi
hukum perburuhan. Selain itu walaupun tenaga kerja sudah
mengetahui adanya undang-undang perburuhan ada kemungkin-
ah yang bersangkutan tidak berani menentang karena takut
dipecat atau kehilangan pekerjaannya.
Dari uraian tersebut di__atas dapat di dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah wanita pekerja malam diatur oleh hukum
perburuhan ?
b. Bagaimanakah bentuk dan macam perlindungan hukumnya ?
c. Sejauh manakah upaya atau jangkauan hukum perburuhan
dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap
wanita pekerja malam secara nyata ?
2. Penjelasan Judul
Judul skripsi yang di susun ini adalah
"PERLINDUNGAN HUKUM PERBURUHAN BAGI WANITA PEKERJA MALAM"
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut;
Yang dimaksud dengan perlindungan adalah upaya memberikan
Peraturan hukum positip yang dimaksud dalam kaitannya
dengan bahasan skripsi ini adalah hukum perburuhan, khu
susnya Undang-Undang Kerja Nomor 12 Tahun 1948*
Kemudian perlindungan oleh negara tersebut dalam
kaitannya dengan topik skripsi ini (secara khusus) adalah
wanita pekerja malam. Adapun yang dimaksud dengan wanita
pekerja malam adalah wanita yang melaksanakan pekerjaannya
melebihi batas waktu kerja yang ditentukan oleh Undang-
Undang Kerja Nomor 12 ^ahun 1948.
3. Alasan Pemilihan Judul
Alasan pemilihan judul terutama berdasarkan penga-
matan bahwa dalam praktek banyak terjadi pramuria yang
dipekerjakan oleh pengusaha klab malam yang tidak sesual
dengan peraturan dan perundangan yang berlaku, terutama
yang berkenaan dengan jam kerja*
Secara konstitusional perlindungan terhadap tenaga
kerja telah dituangkan dalam pasal 2? ayat 2 Undang-Undang
Dasar 1 9 4 5, yang menyatakan bahwa !|Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bag! ke-
manusiaan". Hal ini berarti selain diperlukan penyedlaan
dan perluasan lapangan kerja juga diperlukan adanya
perlindungan hukum bagi tenaga kerja*
Berarti tenaga kerja yang sedang bekerja di perusa-
haan atau di pabrik maupun di mana saja yang maksudnya
menjual jasa juga harus raendapat perlindungan yang baik
atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan mo-
dan agama.
hal ini telah ditetapkan dalam pasal 9 undang-undang no
mor 1 4 tahun 1 9 6 9, yang berlaku bagi tenaga kerja pria
maupun wanita, Hal ini juga menjadi alasan saya dalam me-
milih judul mengenai perlindungan hukum perburuhan bagi
wanita pekerja malam. Dalam hal ini pun terbatas hanya
pada wanita pekerja malam yang ada di klab malam yang me
rupakan wilayahKecamatan Genteng Kotamadya Surabaya.
Tu.luan Penulisan
Tujuan penulisan skripsi ini selain untuk meleng-
kapi tugas dan persyaratan guna mencapai gelar sarjana hu
kum, bertujuan pula memberikan sumbangan pemikiran dalam
masalah hubungan perburuhan khususnya mengenai perlindung
an hukum perburuhan bagi wanita pekerja malam yang mungkin
dapat bermanfaat bagi perusahaan, tenaga kerja, masyarakat
dan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan keselamat-
an serta peningkatan perlindungan kerja sebagai salah sa
tu bidang pengembangan hukum.
5. Metodologi
a. Pendekatan Masalah
Dalam penyajian skripsi ini digunakan pendekatan
yuridis sosiologis, artinya selain didasarkan pada per
aturan perundang-undangan yang ada dan sedang berlaku,.
juga didasarkan pada kenyataan dalam praktek.
Sedangkan metodenya dengan menggunakan metode deskrlptif,
komparatif. Deskrlptif yang dimaksud adalah dengan cara
yang ada dan sedang berlaku, kemudian dianalisa,yaitu
mem-bandingkan dengan data yang ada dalam praktek.
b. Sumber Data
Data yang digunakan untuk menunjang penyusunan
skripsi ini diperoleh dengan cara:
- Studi kepustakaan, yaitu berupa buku-buku literatur dan
bahan-bahan kuliah yang menunjang, serta peraturan per-
undang-undangan yang berlaku.
- Wawancara dengan pihak-pihak terkait, survey di kantor
Departemen tenaga Kerja Dati II Kodya Suratjaya, dan ma
nager klab malam, serta pekerja yang bersangkutan.
c. Prosedur Pengumpulan Data
Mula-mula mencari dan mengumpulkan data dari catat-
an perkuliahan, peraturan perundang-undangan dan literatur
yang berhubungan dengan masalah. Sedangkan sampling seba~
gai sumber data penunjang aspek sosiologis, mencari dan
mengumpulkan data dari hasil wawancara dengan instansi
terkait, yaitu Depnaker, Deparpostel, SPSI, dan manager
klab malam yang bersangkutan.
Namun mengingat waktu, beaya, dan tenaga yang sa-
ngat terbitas, maka saya menentukan wilayah survey di Ke-
camatan Genteng Kotamadya Surabaya.
Dan untuk menguatkan penelitian terhadap obyek yang di se-
lidiki, saya melakukan observasi. Dengan demikian akan di-
temukan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
d. Analisa Data
menerapkan metode dengan memaparkan fakta-fakta yang ada.
sehingga merupakan data yang konkrlt yang dapat digunakan
untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini. \
6. Pertanggung.iawaban sistematlka
Guna mendapatkan hasil penulisan yang tepat dan
terarah sesuai dengan judul di muka serta untuk mempermu-
dah memahami isi skripsi ini, maka sistematikanya disusun
menjadi lima bab dengan uraian sebagai berikut:
Bab X Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan garis
besar permasalahan, penjelasan judul, alasan pemilihan ju
dul, tujuan penulisan, metodologi, dan pertanggungjawabltn
sistematika.
Bab II disajikan tentang pengaturan pekerja malam
oleh hukum perburuhan Indonesia secara umum dengan memper-
hatikan perundang-undangan yang berlaku,
Bab ini terbagi lagi dalam sub bab antara lain kedudukan
sebagai pekerja pada umumnya, dasar yuridis hak-hak yang
diberikan dan kewajibannya, eerta pembatasan bidang peker
jaan bagi tenaga kerja wanita. Ini perlu dijelaskan agar
dimengerti lebih dahulu oleh pembaca sebagai medium pem
bahasan. Dengan medium pembahasan ini, pembahasan lebih
terarah dan ada batasnya tidak lepas dari konteks dan tu juan penulisan.
Bab.Ill menguraikan secara khusus tentang bentuk
dan macam perlindungan hukum perburuhan terhadap pe
kerja*
hukum perburuhan dalam memberikan perlindungan hukum bagi
wanita pekerja malam yang terbagi dalam eub-bab diantara-
nya mengenai sasaran perlindungan hukum, pengawasan
dan perijinan dalam penggunaan tenaga kerja wanita, dan
pelaksanaan perlindungan hukum*
Bab V berisi penutup yang mengetengahkan kesimpul-
BAB II
PENGATURAN WANITA PEKERJA MALAM OLEH HUKUM PERBURUHAN
INDONESIA
1. Kedudukan Sebagai Pekerja Pada umuranya
Dengan persamaan hak dan kewajiban yang berlandas-
kan pada Undang-Undang Dasar 19^5 maka tenaga kerja wanita
Indonesia sekarang ini sudah berada dan berkarya di ber
bagai bidang dan menunjukkan prestasi yang tidak kalah
dengan kaum pria. Bidang-bidang yang di dalamnya berke-
cimpung tenaga kerja wanita Indonesia diantaranya bidang
politik, bidang sosial, bidang pertahanan dan keamanan,
bidang hukum, bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang
penerangan, bidang olah raga, dan seterusnya.
Di bidang politik banyak anggota wanita dari ke
tiga kontestan Pemilu ( Partai Persatuan Pembangunan - PPP,
Bolongan karya - Golkar, dan Partai Demokrasi - PDI) men
jadi pimpinan, Dalam Pemilihan Umum beberapa kali yang te
lah b&rlangsung, banyak dari wanita-wanita ketiga kontes
tan Pemilu menjadi juru kampanye bagi kontestannya.
Di bidang sosial ada organisasi wanita antara lain
Dharma Wanita dengan unit dan sub unitnya dari tingkat pu
sat bertebaran di seluruh penjuru tanah air.
Di bidang pertahanan dan keamanan di Indonesia, ki-
ni bukan lagi ditangani oleh kaum pria semata-mata. Tena-
ga-tenaga wanita banyak yang berkecimpung di bidang ini.
yang menyandang titel Sarjana Hukum, Mereka kini banyak
yang bekerja sebagai hakim, sebagai jaksa dan juga set>agai
pengacara. bahkan.ada pula yang bekerja sebagai penasihat
hukum pada berbagai perusahaan swasta.
Di bidang pendidikan sudah lama diterjuni wanita-
wanita Indonesia. Kalau kita menelusuri seluruh Sekolah
Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas
di seluruh Indonesia, maka akan kita dapati di tiap seko
lah tersebut sebagiannya adalah guru-guru wanita.
Demikian pula di berbagai Perguruan tinggi baik Pemerintah
maupun milik swasta di seluruh nusantara banyak sekali
asisten dosen dan dosen wanita yang sudah menyandang titel
Sarjana Hukum, Sarjana Ekonorai, Sarjana Sastera, Sarjana
Pendidikan, Inslnyur pada berbagai jurusan, bahkan banyak
yang telah Doktor dan Profesor pada jurusannya masing-ma-
sing.
Di bidang kesehatan tenaga kerja mnita Indonesia
memegang peranan. Semua Puskesmas di seluruh Indonesia me-
manfaatkan tenaga medis dan non medis wanita, termasuk
dokter-dokter wanita.
Di bidang penerangan wanita Indonesia juga tidak
ingin ketinggalan. Di berbagai media masa baik elektronik maupun media cetak, misalnya TVRI dan RRI dari tingkat pu
sat sampai pada semua stasion-stasion di seluruh Indonesia
terdapat reporter dan penyiar wanita.
Dalam media cetak, baik yang diterbitkan Pemerintah maupun
Indonesia yang dipekerjakan di sana baik pada bagian tata
usaha juga pada bagian redaksi sebagai wartawan.
Di bidang olah raga hampir semua cabang olah raga
di Indonesia diikuti oleh atlet wanita.
Di lingkungan pemerintah b$ik di tingkat pueat, ma-*
upun di tingkat daerah juga terdapat pegawai-pegawai wa
nita, dari golongan I sampai golongan IV. Banyak diantara
mereka yang menduduki jabatan-jabatan penting, posisi-po-
sisi yang menentukan dalam berbagai masalah yang dihadapi.
Di bidang agama banyak kaum wanita yang tampil da
lam kegiatan-kegiatan keagamaan.
Di bidang pertanian yang mencakup pertanian tanam-
an pangan, peternakan dan perikanan serta perkebunan, wa
nita juga memegang peranan penting. Jika kita menikmati
hasil bumi, mulai kebutuhan yang paling pokok yaitu boras,
ini adalah hasil karya dari sebagian rakyat Indonesia ka
um wanita yang berada di pedesaan yang berkecimpung di
persawahan dan perladangan. Demikian pula dalam usaha per-
kebunan, peternakan dan perikanan, tenaga-tenaga wanita
berperan dalam mengelolanya.
Di sektor swasta tenaga-tenaga wanita juga sangat
dibutuhkan misalnya:
- Sekretaris
Untuk jabatan ini biasanya tenaga kerja wanita tersebut
telah memperoleh pendidikan, pendidikan sekretaris pada
lembaga-lembaga pendidikan khusus.
Perusahaan yang bergerak di bidang perniagaan (perdaga-
ngan, tenaga pramuniaga pada umumnya dipercayakan kepada
wanita yang merupakan peranan penting dalam mempromosi-
kan atau memasarkan barang-barang, terutama produk baru.
tugas ini cukup berat karena harus menyelidiki mengenai
dan menilai potensi pembeli.
- Pramuwisata
Banyak wanita yang berprofesi sebagai pramuwisata.
Mereka bertugas untuk mendampingi wisatawan dan memberi-
. kan penjelasan-penjelasan tentang segala sesuatu menge
nai keadaan Indonesia pada umumnya, khususnya yang ada
hubungannya dengan kepariwisataan seperti seni budaya,
proyek-proyek wisata dan sebagainya.
- Pramugari
Dalam perusahaan penerbangan sipil baik perusahaan milik
pemerintah maupun perusahaan penerbangan swasta, wa.nita
dengan profesissbagai pramugari sangat diperlukan.
Mereka mempunyai tugas untuk melayani kesejahteraan dan
ketenangan penumpang selama penerbangan. Selain itu me
reka juga bertugas memberikan informasi berkenaan dengan
penerbangan yang sedang berlangsung. Profesi wanita se
bagai pramugari juga harus melalui pendidikan khusus. - Pramuria
Profesi ini hanya ada di bidang entertainment. Banyak
polemik yang terjadi mengenai profesi wanita ini.
Tugas wanita dalam profesi sebagai pramuria ialah mene-
(night club),
Menurut ketentuan, mereka menemani tamu-tamu dalam batas-
batas yang wajar menemani minum atau makan, berbincang-
bincang dan melantai. Kepada mereka sebelumnya telah
pula ditatar tentang itikad, sopan santun pengetahuan
mengenal kepariwisataan dan pengetahuan umum.
Perusahaan tempat mereka bekerja harus mempunyai ijin
lengkap dari pihak pemerintah dan membayar pajak yang
cukup besar.
2. Dasar Yurldis Hak dan Kewa.1iban Pek9r.1a
GBHN 1988 bidang Peranan Wanita Dalam Pembangunan
Bangsa menyebutkan bahwa, "Wanita, baik sebagai warga ne
gara maupun sebagai sumber insani bagi pembangunan, mem
punyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama de
ngan kaum pria di segala bidang kehidupan bangsa dan dalam
segenap kegiatan pembangunan."
Kemudian dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor
lZf Tahun 1969, khususnya yang tercantum dalam pasal 9 , maka sudahlah tepat jika peraturan dalam undang-undang
memperiakukan peraturan hukum yang sama terhadap semua te
naga kerja, sehingga sebenarnya tidak perlu dladakan per
aturan khusus bagi tenaga kerja wanita. Tetapi dalam ke-
nyataannya wanita mengalami saat-saat di mana sifat ke-
wanitaannya menonjol yang justru tidak dimiliki oleh
kaum pria. Misalnya saat-saat mengalami masa haid atau se-
dang hamil, melahirkan atau keguguran. Karena sifat-sifat
maka ada beberapa peraturan yang memberikan hak khusus
terhadap tenaga kerja wanita, yaitu:
a. UU No. 1 Thn 1951 pasal 13
- ayat 1: Mengenai haid disebutkan bahwa "buruh wanita
tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan
kedua waktu haid."
"Tidak boleh diwajibkan"..adalah larangan yang dituju-
kan kepada pihak pengusaha atau pimpinan perusahaan;
sekaligus mengisyaratkan bahwa tidak dilarangnya pe
kerja wanita yang oleh kehendaknya sendiri ingin be
kerja seperti biasa atau dengan keringanan sedikit
karena merasa tidak ada masalah baginya untuk tetap
bekerja meskipun dalam keadaan demikian. Hal ini ber-
kaitan dengan keadaan fisik antara wanita yang satu
dengan yang lainnya tidak sama, ada yang kuat ada
yang lemah. Di dalam prakteknya, banyak wanita yang
sedang bekerja pada masa haid tanpa gangguan apapun
juga. Tetapi kalau keadaan fisiknya tidak memungkin-
kan, maka tenaga kerja tersebut harus memberitahukan
kepada majikannya. Dengan pemberitahuan tersebut te
naga kerja memohon ijin tidak bekerja ataupun agar-
sekedar dimaklumi dalam hal pemberian tugas-tugas
terhadapnya.
- Ayat 2: "Buruh wanita harus diberi istirahat selama
satu setengah bulan sebelum saatnya menurut perhi-
tungan akan melahirkan anak atau gugur kandungan."
da-pat dimintakan yang lebih lama lagi, sampai tidak le
bih dari tiga bulan, jika dengan keterangan dokter
hal tersebut diperlukan guna menjaga kesehatannya.
Sebagaimana halnya dengan waktu haid maka ada
pula wanita yang sewaktu mengandung keadaan fisiknya
kuat sehingga ia merasa tidak perlu meminta cuti ha-
mil. Akan tetapi bagi pekerja yang hendak raenggunakan
cuti hamilnya harus memintanya melalui surat permoho-
nan istirahat kepada pengusaha/pengurus perusahaan.
Permohonan tersebut harus selambat-lambatnya sepuluh
hari sebelum waktu istirahat tersebut hendak dimulai.
Ketentuan ini penting, mengingat pimpinan perusahaan
akan mengadakan persiapan atau pembenahan seperlunya
dengan tidak akan berfungsinya seorang karyawannya/ stafnya selama waktu yang cukup lama (tiga bulan atau
empat setengah bulan).
Ketentuan waktu memohon tersebut dikecualikan
bagi pekerja wanita yang mengalami keguguran tanpa
sempat meminta istirahatnya. Surat permohonan istira
hat harus dilampiri surat keterangan dokter, atau da
ri bidan atau pejabat pemerintah setempat menurut
aturan yang berlaku, jika dokter atau bidan tidak
ada.
- Ayat 3s
Waktu istirahat sebelum saat buruh akan melahir kan anak, dapat diperpanjang sampai selaroa-lama- nya tiga bulan, jika dalam suatu keterangan
Apabila pekerja wanita yang menderita kelalnan sewaJktu hamil dan menurut dokter„liarus istirahat yang
cukup lama, maka majikan harus memberi ijin cuti wa
laupun belum hamil tua. Oleh karenanya surat ketera-
ngan dokter sangat diperlukan mengingat masih banyak
dari kaum wanita yang berpenghasilan rendah tidak mau
memerlksakan kepada dokter melainkan ke dukun.
Akibatnya jika terdapat kelainan-kelainan sehingga ia tidak dapat bekerja, tanpa surat dokter, majikan tidak
mau tahu maka terpaksa ia keluar atau dikeluarkan
dari pekerjaannya.
b. Peraturan Pemerintah/PP No, Thn. 1951 ada yang meng-
atur tentang penggunaan hak-hak tersebut dalam pasal
13 UU No. 1 Thn. 1951 yaitu:
-Pasal 1 ayat 3 PP No k Thn 1951•
Dengan surat permohonan kepada majikan selambat- lambatnya 2 0 hari sebelum waktu istirahat di- mulai (batas waktu 1 0 hari tidak berlaku untuk keguguran kandung) dan harus disertai dengan surat keterangan dokter atau bidan atau pejabat pamong praja (serendah-rendahnya camat)
-Pasal . 13 ayat k UU No.l Thn. 1951 jo« pasal la ayat 1 PP No. if Thn. 1951:
M....buruh wanita yang anaknya masih menyusu, ha
rus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusukan
anaknya, jikalau hal itu harus dilakukan selama
waktu kerja."
Selain dari pasal-pasal yang memberikan hak-hak
khusus kepada tenaga kerja wanita seperti telah disebut-
lain yang berkaitan dengan hak-hak tenaga kerja wanita
yang perlu diatur. Pengaturannya terdapat dalam Bagian
III UU No. 12 Thn. 194-8 yaitu yang menyangkut:
1. Kerja malam hari
2 . Kerja di dalam tambang
3« Kerja yang berbahaya
4. Diskriminasi dalam pemutusan hubungan kerja
5. Upah yang sama
ad.l. Kerja malam hari
Paeal 7 ayat 1 UU No. 12 Thn. 194-8 menetapkan:
"Orang wanita.tidak boleh menjalankan pekerjaan
pada malam hari, kecuali jikalau pekerjaan itu
menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya di-
jalankan oleh wanita."
Sayang sekali ketentuan ini belum berlaku,
namun demikian disebutkan agar kita melihat pada
pasal 3 dari Maatregelen Ter Van Baperking Van
De Kinder-Arbeid En De Nacht-Arbeid Van De
Vrouwen (peraturan tentang Pembatasan Pekerjaan
Wanita Pada Malam Hari) yang menetapkan bahwa:
Seseorang wanita antara pukul sepuluh malam dan pukul lima pagi tidak boleh menjalankan pekerjaan 6eperti yang termaksud pada ayat pertama pasal 2 diatas ini, sepanjang untuk hal itu tidak ada ijin dari atau berdasarkan surat keputusan pemerintah untuk perusahaan tertentu pada umumnya atau pabrik tempat kerja atau perusahaan tertentu pada khusus- nya, sesuatunya berhubung dengan kepentingan khusus dari perusahaan.
Tata cara mempekerjakan tenaga kerja wanita
Men-teri Tenaga Kerja R.I. No. Per# O/f/MEN/1989 yang ter;
dlrl dari lima pasal, antara lain harus ada ijin dari
Depnaker setempat dengan syarat-syarat yang harus di-
penuhi, misalnya:
- Mengapa mempekerjakan pekerja wanita pada malam
hari
- Produksi harus lebih baik bilamana dikerjakan wa
nita.
- Pengusaha harus menjaga keselamatan, kesehatan dan
kesusilaan, misalnya wanita tidak boleh dalam ke-
adaan hamil, harus menyediakan angkutan antar jem~
put.
- Dan lain-lain.
ad.2. Kerja di dalam tambang
Pasal 8 UU No. 12 Thn. 19*f8 menetapkan bahwa;
ayat 1 : "Orang wanita tidak boleh menjalankan peker
jaan di dalam tambang, lobang di dalam tanah atau
tempat lain untuk mengambil logam dan bahan dari
dalam tanah."
ayat 2 :
Larangan tersebut pada ayat 1 tidak berlaku ter hadap orang wanita yang berhubung dengan pekerja* annya kadang-kadang harus turun di bagian tambang dibawah tanah dan tidak menjalankan pekerjaan tangan,
Mengingat sebagian besar Perusahaan Pertamba-
ngan di Indonesia adalah milik negara maka permasa-
lahan mengenai larangan ini (sampai saat ini) belum
wanita yang mau bekerja di pertambangan, kecuali
para peneliti atau ilmuwan yang mengadakan peneli-
tian khusus.
ad.3* Kerja yang berbahaya
Pekerjaan yang berbahaya termasuk suatu pe
kerjaan yang sangat berat. Contohnya, para wanita
di daerah-daerah yang bekerja untuk mengangkat batu
untuk proyek jalan raya, pembangunan gedung atau
rumah, dan sebagainya, yang kesemuanya ini menggu-
nakan fisik. Ketentuan terhadap larangan tersebut
sudah ada yaitu pasal 9 ayat 1 UU No. 12 Thn. 1948
namun masih belum berlaku yang berbunyi:
"Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan yang
berbahaya bagi keselamatannya dan kesehatannya, de
mikian pula pekerjaan yang raenurut sifatnya, tempat
dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya."
Peraturan ini sudah dibuat sejak tahun 1948 tetapi
sampai sekarang (sudah 4 2 tahun) masih tetap belum
berlaku meskipun dalam pasal 2 1 ayat 1 undang-undang
ini (aturan tambahan) disebutkan akan menetapkan
berlakunyaundang-undang ini dengan Peraturan Peme
rintah. Tetapi peraturan pemerintahnya sampai seka
rang belum ada.
ad.4« Diskriminasi dalam pemutusan hubungan kerja.
Peraturan mengenai Pemutusan Hubungan Kerja
di Perusahaan Swasta secara umum ditentukan dalam
pekerja wanita telah dikeluarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja R.I. Nomor: PER.03/MEN/1989 tentang
larangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Bagi Pekerja
Wanita karena Menikah, Hamil, atau Melahirkan.
Peraturan Menteri ini raemuat ketentuan bahwa
pengusaha tidak boleh mengurangi hak-hak tenaga kerf
ja wanita yang karena hamil dan karena sifat dan
jenis pekerjaan tersebut tidak mungkin dikerjakan
olehnya. Artinya, walaupun pekerja tersebut cuti dan
tugasnya dialihkan kepada tenaga kerja lain namun
haknya untuk menerima upah tetap tiap bulan serta
jika ia sudah bekerja lagi maka harus diterima kem-
bali.
Andaikata perusahaan tidak meraungkinkan
untuk melaksanakan peraturan tersebut (memberi cuti
dengan segala hak-haknya), paling tidak pengusaha
wajib memberikan cuti di luar tanggungan perusahaan
sampai saat tirabul hak cuti hamil seperti yang di-
tetapkan oleh pasal 13 UU No. 1 Thn. 1951.
Lamanya cuti diluar tanggung§n perusahaan
diberikan paling lama tujuh setengah (7i) bulan.
Jika pekerja wanita sudah selesai menjalankan cuti hamil atau melahirkan, pengusaha wajib mempekerjakan
wanita tersebut pada tempat dan jabatan yang sama
tanpa mengurangi hak-haknya. (Pasal k ayat if Peratu ran Menteri tersebut).
terse-but, maka pengusaha dapat diancam dengan hukuman ku-
rungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-
tingginya seratus ribu rupiah sesuai dengan pasal 1?
UU No. 14 Thn. 1969 tentang ketentuan-ketentuan po-
kok mengenai tenaga kerja. (pasal 6 Peraturan Menteri
Nomor: 03/MEN/X989). ad.5* Upah yang sama
Indonesia semenjak 21 Juli 1950 telah menjadi
anggota Organisasi Perburuhan Internasional (I.L.O).
Berdasarkan ratifikasi atau Persetujuan Konvensi
I.L.O. No. 100 Thn. 1951 mengenai Pengupahan yang
Sama Bagi Buruh Laki-laki dan Wanita Untuk Pekerjaan
Yang Sama Nilainya, maka Pemerintah membuat UU No.
80 Thn. 1957* L.N. 1957 No. 171* yang diundangkan
pada tanggal 31 Desember 1957*
Di samping itu, pemerintah juga telah mengeluarkan
PP No. 8 Thn. 1981 tentang Perlindungan Upah.
Jika sampai terjadi pelanggaran dari ketentuan
P.P. No. 8 Thn. 1981, dan setelah ada pernyataan
resmi dari Komisi Pengupahan bahwa memang ada pe
langgaran, barulah dapat diajukan ke Panitia Penye
lesaian Perselisihan Perburuhan (PZf Daerah/Pusat)
atau ke Pengadilan Negeri setempat. (UU No. 22 Thn.
1957).
Dengan adanya perjanjian kerja, tenaga kerja mempu
nyai kewajiban-kewajiban tertentu antara lain wajib melaku-
wa-jib membayar denda dan ganti rugi serta bertindak sebagai
tenaga kerja yang baik* Selain itu untuk pekerja yang
berterapat tinggal pada majikan wajib mentaati tat& tartib
rumah tangga majikan.
3* Pembatasan Bidang Peker.laan Bagi Tenaga Kerrfa Wanita
Undang-undang Kerja pada dasarnya melarang secara
mutlak pekerjaan orang wanita pada malam hari di semua pe
rusahaan, yaitu perusahaan perindustrian,. perusahaan per
tanian, perusahaan perniagaan dan semua jenis perusahaan
lainnya.
Malam hari yang dimaksud dalam Undang-Undang Kerja
adalah dari pukul 18.00 (enam sore) sampai pukul 06.00
(enam pagi). Namun tidaklah demikian dengan Maatregelen.
Maatregelen hanya membatasi pekerjaan orang wanita
pada malam hari yaitu antara pukul 22.00 (sepuluh malam)
sampai pukul 0 5 * 0 0 (lima pagi) orang wanita tidak boleh
menjalankan pekerjaan di perusahaan tertentu.-^
Jadi antara pukul 05.00 sampai dengan pukul 22.00 orang
wanita boleh menjalankan semua macam pekerjaan, asal tidak
di perusahaan tertentu itu.
Pasal Maatregelen mengatakan bahwa orang wanita
antara pukul 22.00 , sampai pukul 0 5 . 0 0 tidak boleh men
jalankan pekerjaan;
1. di pabrik, yaitu ruangan tertutup atau dipandang seba- ... gai tertutup, dimana untuk suatu perusahaan
diper&una-kan suatu alat tenaga mesin atau lebih;
2. di tempat kerja, yaitu ruangan tertutup, dimana untuk suatu perusahaan biasanya dilakukan pekerjaan tangan bersama-sama oleh sepuluh orang atau lebih;
bangunan air, gedung dan jalan; 4« di perusahaan kereta api atau trem;
5. pada pembuatan, pembongkaran dan pemindahan barang, baik di pelabuban, dermaga dan galangan maupun di stasiun tempat penghentian maupun tempat pembongkaran, di tem pat penyimpanan dan gudang, kecuali jika membawa dengan tangan.^
Pasal 3 ini masih mempunyai anak kalimat yang me-
ngatakan sebagai berikut: "sekedar untuk itu tidak ada
ijin dari atau berdasarkan keputusan pemerintah untuk pa-
brik, tempat kerja atau usaha tertentu pada khususnya ber-
hubung dengan kekhususan keperluan perusahaan*
Berdasarkan ketentuan tersebut, dahulu pemerintah
mengadakan ketentuan dalam staateblad 1925 nomor 6 4 8 yang
langsung mengijinkan mempekerjakan orang wanita antara
pukul 22.00 (sepuluh malam) sampai dengan pukul 0 5 * 0 0
(lima pagi) di:
1. pabrik gula selama giling; 2. pabrik serat;
3* pabrik sagu ketela;
4 . pabrik minyak kelapa sawit;
5* pabrik garam di Krampon dan Kalianget (Madura).
Di samping memberi ijin secara langsung, staatsblad
1925 nomor 6 4 8 tersebut juga memberi kuasa kepada Kepala
Pengawas Perburuhan untuk memberi ijin untuk masa yang di
tetapkan dan dengan syarat-syarat yang diadakan olehnya,
mempekerjakan orang wanita sampai jumlah tertentu, antara
pukul 22.00 (sepuluh malam) sampai pukul 0 5 . 0 0 (lima pagi)
di perusahaan tersebut di bawah ini:
2. perusahaan kopi;
3. perusahaan tembakau;
A* perusahaan penggilingan beras;
5. perusahaan pembersihan kapukj
6* pabrik petasan;
7. perusahaan batik.
Staatsblad 1925 No. 6**8 sifatnya kaku karena memba-
tasi jenis perusahaan yang dapat memperoleh ijin penyimpa-
ngan dari larangan tersebut, sedang perkerabangan perekono-
mian masyarakat menghendaki peraturan yang lebih luwes,
yaitu supaya kemungkinan mendapat ijin penyimpangan diberi-
kan juga kepada pabrik, tempat kerja atau perusahaan lain-
nya.
Dengan demikian, maka Staatsblad 1925 nomor 6if8 itu
dicabut dan diganti dengan Staatsblad 19^1 nomor /+5. Ada-
pun Staatsblad 1941 nomor 45 ini tidak langsung memberi .
ijin sendiri, tetapi hanya memberi kuasa kepada Kepala
Pengawas Perburuhan tersebut di atas untuk memberi ijin
tempat kerja atau perusahaan tertentu untuk selama waktu
yang ditetapkannya dan dengan syarat-syarat yang diadakan-
nya, mempekerjakan orang wanita sampai suatu jumlah ter
tentu, antara pukul 22.00 (sepuluh malam) sampai dengan
pukul 05.00 (lima pagi). Terhadap keputusan Kepala Peng
awas Perburuhan, yang berkepentingan dapat minta banding
kepada Menteri Perburuhan.
Sebagai bahan untuk perbandingan, kita lihat ke
International Labour Code, yang merupakan dasar bagi
Maatregelen ter Baperking van de Kinderarbeid en de Nach-
tarbeit van de Vrouwen, adalah sebagai berikut:
1. Orang wanita tanpa perbedaan umur tidak boleh dipeker- jakan pada malam hari di perusahaan perindustrian apa- pun baik milik negara maupun milik swasta, atau di ca- bangnya, lain dari pada perusahaan yang hanya dipeker- jakan anggota-anggota dari satu keluarga.
2. Larangan tersebut tidak berlaku;
a* Dalam hal terpaksa, jika di suatu perusahaan terjadi suatu gangguan pekerjaan yang tidak mungkin diketahui sebelumnya, dan yang tidak terjadi berulang kali, b. dalam hal pekerjaan berkenaan dengan bahan baku atau
bahan lain dalam pengolahan yang dapat menjadi rusak dengan cepat, jika pekerjaan pada malam hari itu di perlukan untuk mencegah bahan-bahan tersebut dari kerugian tertentu*
3* Larangan tersebut tidak berlaku bagi;
a* wanita yang mempunyai kedudukan pimpinan atau bersi fat teknis,
b. dan wanita yang bekerja pada dinas kesehatan dan ke- sejahteraan dan tidak melakukan pekerjaan tangan. 4. Istilah "perusahaan perindustrian" meliputi khusus:
a. tambang, tempat penggalian batu dan tempat lain untuk mengambil barang galian dari dalam tanah,
b. perusahaan yang barang-barangnya dibuat, diubah, di- bersihkan, diperbaiki, dihias, diselesaikan, dipler-- siapkan untuk dijual, dibongkar, atau dirusak, atau bahan baku yang dikerjakan, termasuk perusahaan di lapangan, pembuatan kapal atau pembangkitan, peng- aliran tenaga listrik atau tenaga penggerak macam apapun;
c. perusahaan di lapangan pembangunan dan pekerjaan teknik sipil, termasuk pekerjaan pembuatan, per- , baikan, pemeliharaan, perubahan dan penghancuran.^
Mengenai bidang pertanian "International Labour
Code11 hanya mengatakan agar pemerintah mengambil tindakan
untuk mengatur pekerjaan orang wanita pada malam hari di
perusahaan pertanian sedemikian sehingga baginya terjamin waktu istirahat yang sepadan dengan keperluan badaniah.^7
Kembali pada peraturan tentang Pembatasan Pekerjaan
bahwa peraturan tersebut hanya mengenai perusahaan perin-
dustrian saja. Jadi dengan demikian maka tidak ada pem-
batasan pekerjaan orang wanita pada malam hari di per
usahaan jenis lainnya seperti misalnya perusahaan pertani
an, perusahaan perniagaan dan sebagainya, kecuali bila
perusahaan jenis lainnya ini dilakukan jenis pekerjaan
bersama oleh 10 (sepuluh) orang atau lebih*
Dalam Undang-Undang Kerja masih terdapat beberapa
ketentuan yang hanya ditujukan bagi pekerja orang wanita.
Ketentuan-ketentuan itu tidak hanya raengatur larangan atau
pembatasan pekerjaan orang wanita, melainkan berdasarkan
keadaan tertentu orang wanita harus diberi waktu istirahat
tertentu.
Karena ■ ketentuan-ketentuan itu berkenaan dengan
istirahat, maka dikenal macam-macam istirahat bagi pekerja
yaitu waktu istirahat mingguan dan hari lembur, istirahat
tahunan, istirahat panjang. Macam-macam istirahat yang di-
berikan bagi tenaga kerja adalah untuk memberi perlindung
an kepada semua pekerja baik pria maupun wanita agar ke-
selamatan dan kesehatan tenaga kerja terjaga dengan baik.
Dari macam-macam istirahat tersebut saya tidak memberi
uraian. Namun di samping istirahat yang dikenal pekerja ada waktu istirahat yang khusus diberikan kepada pekerja
orang wanita yang diberikan berdasarkan keadaan tertentu
bagi pekerja orang wanita menurut kodratnya, karena wanita
itu pada saat-saat tertentu harus raenunaikan kewajiban
Pertama, pada pasal 13 ayat 1 Undang-undang Kerja
mengatakan bahwa pekerja wanita tidak boleh diwajibkan ba.-
kerja pada hari pertama dan hari kedua waktu haid.
Adapun yang melarang mewajibkan orang wanita mela-
kukan pekerjaan pada hari pertama dan kedua waktu haid itu
adalah pengusaha. Memang suatu pelanggaran diancam dengan
pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda
sebanyak-banyaknya lima ratus rupiah. Dalam hal ini bag.ai- mana pengusaha itu dapat mengetahui bahwa pekerja yang
bersangkutan sedang dalam keadaan waktu haid ? Apakah ia
harus menyelidikinya sendiri ataukah menyuruh orang lain
(dokter, bidan dan sebagainya) melakukan penyelidikan?
Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 194-8 pada pasal
1 ayat 2 menentukan bahwa dalam menjalankan aturan ter
sebut pengusaha dianggap tidak mengetahui tentang keadaan
haid dari pekerja wanita, apabila pekerja wanita yang ber-\
sangkutan tidak memberitahukan hal itu kepadanya.
Dengan demikian, pemberitahuan pekerja wanita bah
wa ia dalam keadaan haid kepada pengusaha, berarti peng--
usaha tidak boleh menyuruh pekerja yang bersangkutan me
lakukan pekerjaan, dan ini berarti juga bahwa pekerja wa
nita yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk secara
sukarela atas' kernauan sendiri melakukan pekerjaan atau
tidak melakukan pekerjaan,
Aturan yang tentunya bermaksud untuk meringankan
mendorita nyeri dan karena itu tidak raarapu melakukan pe
kerjaan, dalam prakt.ek raenjadi hari libur tambahan yang
saatnya ditetapkan oleh pekerja orang wanita itu sendiri
menurut kepentingannya semata-mata, sehingga oleh pekerja pria yang raengetahui bahwa hari istirahat tambahan itu
oleh pekerja wanita digunakan untuk bersenang-senang di
luar rumah, dipandang sebagai aturan yang bersifat dis -
krirainasi. Pada pengusaha sendiri praktek hari haid itu
raenirabulkan keseganan menerima pekerja orang wanita.
Kedua, pekerja wanita harus diberi istirahat selama
•satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan
akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah me
lahirkan anak atau gugur kandung (pasal 13 ayat 2 Undang-
undang Kerja).
Waktu istirahat sebelum saat pekerja atau tenaga
kerja menurut perhitnngan.akan melahirkan anak, dapat di-
perpanjang sampai- tiga bulan, jika dalam suatu keterangan
dokter dinyatakan, bahwa hal itu perlu untuk menjaga ke sehatan dan keselamatannya.
Pekerja wanita yang hendak menggunakan haknya untuk
istirahat, harus menyampaikan surat permohonan istirahat
kepada pengusaha selambat-lambatnya dalam waktu sepuluh hari sebelum istirahat itu dimulai. Surat permohonan isti
rahat itu harus disertai surat keterangan dokter atau jika
Keharusan raengajukan surat perraintaan istirahat se
puluh hari sebelum istirahat dimulai, dengan sendirinya
tidak berlaku terhadap pekerja wanita yang baru gugur kan-
dung, karena gugur kandung selalu datangnya raendadak dan
karena itu datangnya tidak dapat diketahui atau diperkira-
kan sepuluh hari sebelumnya.
Walaupun Undang-undang Kerja sendiri tidak memuat-
nya, tetapi dalam peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan
Pemerintah nomor 7 tahun 194-8 ditetapkan bahwa kepada pe
kerja yang diberi istirahat dalam hal melahirkan anak itu
harus diberi upah penuh untuk waktu istirahat itu. letira-
hatmelahirkan dengan upah penuh ini menimbulkan keseganan
pada pihak pengusaha untuk mempekerjakan orang wanita yang
bersuami.
Dengan adanya pemberian istirahat pada waktu hamil
pernah dipersoalkan apakah pemberian istirahat pada waktu
hamil itu dibatasi pada .pekerja wanita yang mempunyai ;
suami atau tidak.
Dalam Undang-undang Kerja sendiri dan memori pen-
jelasannya serta aturan pelaksanaannya tidak memuat se-
suatu mengenai persoalan itu. Oleh karena itu dapat saya
katakan bahwa dalam hal ini bersuami atau tidak, tidaklah
dijadikan persoalan.
Maternity Protection Convention 1919 (konvensi ten
tang Perlindungan Melahirkan 1919) yang mengatur maternity
undertakings, menetapkan bahwa dengan istilah wanita di-
maksud tiap orang perempuan, tidak memandang usianya atau
kebangsaannya, baik kawifi atau tidak kawin dan dengan is
tilah anak dimaksud tiap anak, baik yang sah maupun yang
tidak sah.®
Untuk memperlengkap bahan perbandingan, kita kutip
beberapa hal lainnya dari Maternity Protection Convention
1919 sebagai berikut:
1. Di perusahaan perindustrian atau perniagaan, baik milik negara~maupun milik swasta atau suatu cabang perusahaan itu, lain dari pada perusahaan yang hanya anggota-ang- gota dari satu keluarga dipekerjakan seorang wanita: a. harus tidak boleh melakukan pekerjaan selama enam
minggu sesudah melahirkan;
b. harus diberi hak untuk meninggalkan pekerjaannya jika ia dapat memperlihatkan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa ia akan melahirkan anak dalam waktu enam minggu;
c. selama tidak masuk bekerja berdasarkan sub-paragraf (a) dan (b) harus diberi tunjangan;
d. bagaimanapun juga, jika ia masih menyusukan anaknya harus dibolehkan untuk keperluan itu dua kali 6ehari selama setengah jam.
2. Selama pekerja wanita tidak masuk bekerja sesuai dengan ketentuan sub-paragraf (a) dan (b) angka 1 di atas atau tetap tidak masuk bekerja untuk waktu yang lebih lama karena menurut ketentuan dokter menderita sakit sebagai akibat dari hamil atau melahirkan dan karena itu tidak mampu melakukan pekerjaan, maka harus jangka waktu yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang lampau, peng usaha harus tidak di bolehkan mengakhiri hubungan kerja. 3. Tunjangan termaksud pada angka 1 sub (a) dan (b) di
atas, harus cukup untuk seluruh pemeliharaan yang sehat baginya dan anaknya, disediakan oleh dana negara atau dengan jalan suatu pertanggungan, sedang jumlahnya yang pasti harus ditetapkan oleh instansi yang berwenang dan sebagai tambahan harus diberikan bantuan berupa pemerik saan dengan cuma-cuma oleh dokter atau bidan.
Dari ketentuan nomer 3 diatas, terlihat bahwa pe
kerjaan wanita yang bersangkutan tidak menerima upah penuh,
tetapi hanya sekedar bantuan dan tunjangan yang diberi nama
"provision for maternity" dan juga tidak ditanggung sepe-
nuhnya oleh pihak pengusaha, tetapi dibayar dari suatu
dana negara atau suatu pertanggungan, yaitu suatu jenis
jaminan sosial (social security).
Kembali kepada Undang-undang Kerja mengenai istira
hat tertentu bagi pekerja wanita, pasal 1 3 ayat k memberi kesempatan sepatutnya kepada pekerja wanita yang anaknya
masih menyusu, untuk menyusukan anaknya, jika hal itu ha
rus dilakukan selama waktu kerja.
Dalam memori penjelasan Undang-undang Kerja maupun
dalam peraturan pelaksanaannya, tidak disebutkan berapa
kali sehari dan tiap kali berapa lama kesempatan itu harus
diberikan, sehingga patokan "sepatutnya" dalam praktek da
pat menimbulkan kesukaran. Dalam hubungan ini, seperti di
atas telah diuraikan, Maternity Protection Convention 1919
tersebut di atas raenentukan dua kali sehari selama ee-
tengah jam.
Demikianlah sekedar mengenai istirahat yang khusus
ditujukan kepada pekerja wanita, yang bertujuan untuk me-
lindunginya dari pekerjaan yang dijalankan agar adanya ke-
seimbangan jasmani dan rohani dari para pekerja dalam ke-
bekerja, Oleh-:'karena itu para pekerja juga menikmati is
tirahat lainnya yang secara umum berlaku bagi semua tenaga
BAB III
BENTUK DAN MAVAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA
1* Perlindungan Terhadap Hubungan Kerja
Hubungan kerja terjadi bila ada kata sepakat
antara seorang pencari kerja (yang telah diterima be
kerja) dengan pengusaha (orang yang memberi pekerjaan). Prof.Iman Soepomo dalam bukunya Hukum Perburuhan di
Bidang Hubungan Kerja menjelaskan:
Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian ker- j■& antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, pekerja/buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lain (pengusaha/majikan; yang mengikatkan dirinya untuk mempekerjakan pekerja/buruh dengan mem- bayar upah.
Dari uraian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: 1
pertama: Bahwa hubungan kerja terjadi setelah adanya per-
jaiyjan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha/
majikan yang mengikatkan diri mempekerjakan pekerja/buruh
dengan membayar suatu upah.
kedua: Bahwa hubungan kerja tersebut telah menunjukkan
kedudukan masing-raasing pihak dalam proposinya, yakni
unsur diperintah dan unsur memerintah dan pada dasarnya
menimbulkan adanya hak dan kewajiban.
ketiga: bahwa adanya hubungan kerja karena adanya kesepa-
katan antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan.
perjanjian kerja adalah faktor penting di dalam
timbul-nya hubungan kerja. Begitu pula apabila kita lihat pasal
1601-a KUHPerdata, pada intinya adalah sama, yaitu hu
bungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja dan
bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima
upah* Dengan demikian perjanjian kerja merupakan awal
adanya hubungan kerja.
Ketentuan perjanjian kerja belum diatur tersendiri
sehingga dapat dilakukan secara li6an, maupun oecara ter- tulis atau dengan surat pengangkatan oleh pihak pengusaha
yaitu surat perjanjian yang ditandatangani oleh kedua
belah pihak. Sedangkan isi dari perjanjian kerja pada da-
sarnya harus memuat ketentuan-ketentuan yang berkenaan
dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban pe* ,
kerja.
Kelemahan dari perjanjian kerja adalah dari bentuk
perjanjian kerja yakni bebas atau tidak dipersyaratkan
yaitu perjanjian yang berupa akte dibawah tangan. Karena
bentuknya tidak dipersyaratkan berarti kekuatan mengikat-
nya perjanjian kerja itu masih harus dipertimbangkan*
Selain itu pada perjanjian kerja masih tampak adanya pe-
ngaruh aliran liberalisme yang menunjukkan para pihak
yang mengadakan perjanjian kerja yaitu pekerja dan peng
usaha yang berbeda tingkat ekonominya tidak ada per
lindungan karena adanya azas kebebasan berkontrak.
Juga dalam Keputusan Komisi I dalam Pra Seminar
ber-pendapat bahwa timbulnya sengketa-sengketa atau perseli-
sihan-perselisihan perburuhan tersebut adalah bersumber
pada ketiadaan tertib hubungan kerja serta tertib persya-
ratan perburuhan poeitip yang hingga sekarang belum ada
undang-undangnya *11
Kepincangan seperti ini membawa berbagai macam
kasus sengketa antara pekerja dan pengusaha karena kesa-
lahpahaman. Hal ini harus ditangani secara baik oleh pe-
raerintah antara lain dengan peraturan perundang-undangan,
Adapun undang-undang yang telah dibuat yang berkaitan de
ngan masalah ini adalah UU No. 21 Thn. 1954 yaitu undang-
undang tentang perjanjian perburuhan atau Undang-Undang Ke-
sepakatan Kerja Bersama^i (KKB) antara serikat pekerja dan
pengusaha.
Dengan adanya undang-undang perjanjian kerja yang
berdasarkan Pancasila maka manusia bukan lag! sebagai
obyek.
Perjanjian perburuhan berbeda dengan perjanjian
kerja, karena perjanjian perburuhan mengenai syarat-syarat
perburuhan harus diperhatikan dalam membuat perjanjian
kerja serta tidak ada unsur wenang perintah.
Sedangkan perjanjian kerja mengenai penunaian kerja dengan
upah serta ada unsur wenang perintah.
Untuk memperkuat secara yurudis, KKB (Kesepakatan
Kerja Bersama) yang dibuat antara serikat pekerja dengan
pengusaha maka selama proses pembuatannya harus di damping!
Hal ini untuk menjaga kemungkinan terjadinya perselisihan
perburuhan di kemudian hari bila ada tuntutan ganti rugi
sudah diatur secara rinci tanpa harus merugikan pihak pe
kerja.
Kehadiran serikat pekerja di perusahaan adalah se
bagai salah satu sarana untuk terciptanya hubungan kerja
yang serasi, selaras, dan seimbang antara pengusaha dan
pekerja dalam rangka peningkatan produksi dan produktivi-
tas kerja.
Dibentuknya Serikat Pekerja di perusahaan adalah
sebagai sarana dan wahana yang efektif untuk menampung
aspirasi para pekerja agar mereka merasa dilindungi ke-
pentingannya dan tidak mencari penyelesaian sendiri-sendi-
ri apabila terjadi suatu permasalahan. Dengan pengertian
bahwa kehadiran Serikat Pekerja di perusahaan adalah meru
pakan partner pengusaha di dalam membuat Kesepakatan Ker
ja Bersama (KKB) yang memuat syarat-syarat yang harus di
perhatikan dalam perjanjian kerja.
Serikat pekerja di perusahaan harus dapat membina
serta mengueahakan agar para pekerja mempunyai kesadaran
yang tinggi dan turut bertanggung jawab atas kelancaran
tugas, kemajuan dan kelangsungan hidup perusahaan.
Penyimpangan-penyimpangan dari tujuan atas dibentuknya
serikat pekerja di perusahaan baik yang dilakukan oleh
anggota-anggotanya maupun dari pengurus unit kerja itu
sendiri dapat berakibat tergoncangnya ketenangan kerja
putus-nya hubungan kerja ataupun penutupan perusahaan.
Tetapi kenyataannya di bidang usaha entertainment
(night club) yang telah saya araati di wilayah Kecamatan
Genteng Kodya Surabaya masih belum ada SPSI.
Berbagai alasan pengusaha yang timbul atas tidak
diadakan-nya SPSI ini, antara lain pekerja dianggap masih belum me-12
ngerti kegunaan adanya SPSI*
Hemat saya, dengan tidak dibentuknya SPSI ini pengusaha
berusaha untuk menghindar dari tuntutan-tuntutan pekerja
atas hak-haknya yang dilanggar oleh pengusaha.
Sebab kalau kita lihat jumlah pekerja yang bekerja di klab
malam sudah memenuhi syarat untuk menjadi anggota SPSI,
yakni lebih dari 2 5 orang di tiap tempat usaha, misalnya di
Blue Sixteen yang jumlah karyawan/pekerjanya yang secara
organik sebanyak 62 orang dan yang non organik (pramuria)
sebanyak 4 0 orang.^
Eksistensi SPSI sebagai wadah aspirasi para pekerja
tetap mengadakan perlindungan bagi setiap pekerja baik
yang sudah menjadi anggota maupun belum menjadi anggota
SPSI. Jadi terbuka bagi semua pekerja tanpa terkecuali.
ffalaupun pekerja di bidang usaha entertainment ini belum/
bukan anggota SPSI tetap berhak mendapat perlindungan da
ri SPSI seperti para pekerja yang sudah menjadi anggota bila kepentingannya dirugikan oleh pengusaha*
Oleh karena itu SPSI sebaiknya mengontrol sendiri (self
control) atas perkara yang timbul antara pekerja dan peng
menafsir-kan bahwa SPSI seolah-olah merupakan oposiei bagi pengusa-
ha.11*
Peranan yang lebih penting yang telah diatur dalam
UU No. 12 Thn. 196*f tentang Undang-Undang Pemutusan Hubu
ngan Kerja di Perusahaan Swasta, bahwa bagi pengusaha yang
mempunyai maksud akan memutuskan hubungan kerjanya dengan
pekerja terlebih dahulu harus merundingkan maksudnya ini
kepada pengurus serikat pekerja di unit kerja perusahaan,
karena ketentuan tersebut adalah merupakan prasyarat dapat
atau tidaknya permohonan ijin pengusaha di terima oleh
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan untuk disi-
dangkan.
Ketentuan konkret dapat kita lihat pada pasal 1
UU No. 12 Thn. 196k sebagai berikut:
ayat 1: "Pengusaha harus mengusahakan agar jangan sampai
terjadi pemutusan hubungan kerja."
ayat 2:
Pemutusan hubungan kerja dilarang selama pekerja ber- halangan menjalankan pekerjaan karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui batas 12 (dua belas) bulan terus menerus.
Selama pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara atau karena menjalankan ibadah yang di perintah agamanya dan di-
setujui oleh pemerintah.
Di sini tampak jelas adanya musyawarah untuk m»ricapai mufa-kat dalam PHK, baik yang dilakukan oleh pengusaha maupun
oleh pekerja itu sendiri.
Dalam praktek selama ini tidaklah demikian.
Banyak pengusaha memutuskan hubungan kerjanya dengan pe
di hotel dikenakan 10 jam booking. Karena untuk mem-
booking seorang pramuria per jamnya Rp.10.000,00 maka 10
janrnya sejumlah Rp.100*000,00 yang harus di bayarkan ke
pada pengusaha* Pembayaran ini belum termasuk pembayaran
kepada pramurianya.^^
Ditinjau dari sudut service terhadap tamu, memang
setiap pramuria berusaha secara optimal untuk dapat . mem
berikan service sebaik mungkin, sehingga tamu tersebut
akan 6ungguh-sungguh raerasa puas dan dapat menjadi tamu
tetap bagi pramuria itu sendiri. Hal ini membuka peluang
bagi pramuria untuk mengadakan hubungan atau jatuh cinta
kepada tamu. Akibatnya tamu lain tidak dihiraukan, atau
dapat juga pramuria tersebut jadi isteri simpanan bagi
tamu yang biasanya dari kalangan pejabat atau pengusaha
besar. Hal ini menimbulkan dilema bagi pengusaha dalam me-
nyelesaikan masalah ini. Sebab disatu sisi pengusaha ber
usaha untuk mendapatkan pemasukan perusahaan sebanyak
mungkin melalui penjualan makanan dan minuman serta dari
hasil booking tamu terhadap pramuria. Di sisi lain peng
usaha harus merelakan pramurianya yang jadi isteri simpan-
nan para pejabat/pengusaha tersebut untuk memberi kelong-
garan waktu bekerja karena permintaan pejabat/pengusaha
yang bersangkutan, karena pejabat/pengusaha tersebut di-
anggap sebagai tamu tetap di perusahaan tersebut yang da pat menambah pemasukan perusahaan.17
Masa berlakunva ikatan ker.ia
Genteng Kodya Surabaya tidak menentukan ikatan lamanya
seorang pramuria harus bekerja. Ini berarti bagi setiap
pramuria sewaktu-waktu dapat berhenti dari pekerjaannya,
karena tidak terikat waktu (tidak ada kontrak kerja).
hal yang menjadi sebab ialah demi memberi kebebasan bagi
pramuria yang ternyata tidak cukup tabah bekerja dalam
waktu lama pada profesi demikian, di samping sebagai tin-
dakan preventif dari pengusaha untuk menghindari hal-hal
yang merugikan perusahaan ,
Penghasilan
Yang dimaksud sebagai penghasilan disini adalah
yang berupa uang yang diterima pada waktu-waktu tertentu*
Sebagai penghasilan tetap ialah berupa gaji yang diterima secara periodik setiap bulan sebesar Rp.6 0.0 0 0,0 0 . ^ 8
Penghasilan tetap ini di tempat usaha satu dengan tempat
usaha lainnya berbeda. Besar kecilnya penghasilan tetap
ada yang ditentukan berdasarkan pada kecantikan wajah
pramuria. Semakin cantik semakin tinggi gaji tetapnya,
yakni antara Rp.60.000,00 sampai Rp.80.000,00.
Sebagai penghasilan tidak tetap yaitu penghasilan yang di
terima menurut keadaan, dalam hal ini berdasarkan sistim
booking, maksudnya bila per jamnya Rp.10.000,00, maka 30#
untuk perusahaan sedangkan 70# untuk pramuria. Ada juga
yang sistimnya full time, maksudnya menemani tamu sejak
datang sampai pulang, tamu merabayar ke perusahaan sebesar
Rp.5-000,00 (Rp.3.000,00 untuk perusahaan, Rp.2.000,00
sebesar 10# dari harga makanan (bila pramuria yang memesan)
dan 20% dari harga minuman (bila pramuria yang memesan). 19 Penghasilan tidak tetap lainnya dikenal dengan istilah "uang tip", yaitu uang/hadiah pemberian dari tamu berda
sarkan kemurahan hati atau karena pramuria dapat memberi
kan kesan menyenangkan kepada tamunya. Dan uang tip inilah
yang merupakan penghasilan pramuria yang relatif paling
banyak*
Peraturan perusahaan
Seperti diketahui bahwa peraturan perusahaan adalah
bersifat sepihak, karena pembuatannya adalah sepihak,yaitu
oleh pimpinan/pengusaha sehingga pengusaha pada dasarnya
dapat memasukkan apa saja yang ia inginkan, yaitu dengan
mencantumkan kewajiban pekerja semaksimal mungkin dengan
hak yang seminim mungkin, sedang bagi pengusaha dengan hak
semaksimal mungkin dan kewajiban yang seminim mungkin. Peraturan perusahaan tersebut antara lain menentukan:
- Seorang pramuria tidak boleh mengadakan perangkapan pe
kerjaan di tempat lain.
- Setiap bulan diwajibkan menemani tamu minimal 18 orang
20
per bulan.
- Selama jam kerja mereka diharuskan tinggal di dalam tem
pat yang disediakan (show room) untuk selalu siap dilihat dan di pilih tamu. 21
- Dalam segala tingkah lakunya terhadap tamu harus bersi-
kap ramah dan sopan.
- Penjemputan oleh tamu, teman, atau suami tidak di perke-
nankan kecuali mendapat ijin tertulis dari perusahaan,
- Di dalam perjalanan pulang dengan kendaraan perusaha
an tidak diperkenankan turun di tengah jalan*
Demikian antara lain materi dari peraturan per
usahaan yang mendapat persetujuan dari para pramuria,
Dengan sendirinya ketentuan-ketentuan diatas disertai
dengan sanksi• Sanksi terakhir adalah pemberhentian dari
pekerjaan atau dengan peringatan sebelumnya. 3. Perlindungan Terhadap Perselisihan Perburuhan
Seiring dengan lajunya perkembangan pembangunan
dan proses industrialisasi serta meningkatnya jumlah ang-
katan kerja, maka masalah perselisihan perburuhan yang
timbul antara pekerja dengan pengusaha merupakan suatu
kejadian yang wajar, mengingat berbagai tipe manusia yang
bekerja di perusahaan selalu akan berhadapan dengan kebi-
jaksanaan pengusaha, Di satu pihak kebijaksanaan itu
mungkin dirasakan sebagai aktivitas yang sangat memuaskan
tetapi di lain pihak akan dirasakan sebagai aktivitas
yang kurang memuaskan.
Walaupun perjanjian kerja yang telah dibuat me
rupakan hasil perundingan dari kedua belah pihak (pekerja
dan pengusaha) yang isinya telah disepakati bersama dan*
mendekati keinginan-keinginan masing-masing, namun ber
dasarkan perkembangan yang terjadi dari akibat benturan-
benturan kepentingan diantara mereka, maka timbulah per
selisihan oleh keduanya yang tidak bisa dihindari lagi.
bagi pekerja untuk raenyelesaikan perselisihan perburuhan
ini maka ada peraturan perundangan perselisihan perburuh
an yang dalam hal ini dapat di bedakan menjadi dua yaitu:
1« Perselisihan perburuhan perseorangan, yaitu tentang
Pemutusan Hubungan Kerja oleh pengusaha yang diatur
dalam UU No. 12 Thn. 1964 tentang PHK di perusahaan
swasta beserta peraturan pelaksanaannya (Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. Per-Oif/MEN/1986 tentang cara
pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon,
uang jasa, dan ganti kerugian).
2. Perselisihan perburuhan kolektif, yaitu perselisihan
antara pengusaha dengan serikat pekerja/buruh yang di
atur dalam UU No. 22 Thn. 1957 tentang Perselisihan
Perburuhan/industrial yang berhubungan dengan Hubungan
Kerja dan Syarat-syarat kerja.
UU No. 22 Thn. 1957 maupun UU No. 12 Thn. 1964
menghendaki adanya suatu sistem penanganan operasional
dalam penyelesaian kasus-kasus perselisihan perburuhan/
industrial dan pemutusan hubungan kerja melalui beberapa
tahapan yaitu:
1. Tahapan I: merupakan pra P-4> yaitu suatu kegiatan
yang dilaksanakan oleh pihak yang berselisih (bipar
tite), Pegawai Perantara dan/atau Dewan/Juru Pemisah.
2. Tahapan II: adalah penyelesaian di P-4 Daerah dan/,
atau di P-4 Pusat, yang menghasilkan putusan P-4
Daerah dan atau P-4 Pusat.
yang dilakukan oleh Pegawai Pengawas Menteri Tenaga
Kerja dan Pengadilan Negeri.
Jadi upaya perlindungan penyelesaian kasus perse-
lisihan perburuhan perlu dilakukan secara sistem bipartite
dan tripartite untuk terciptanya suasana kemantapan dan
ketertiban, terwujudnya penyelesaian secara cepat, tepat,
adil, dan murah dalam sikap prilaku dan perbuatan
di dalam pelaksanaan tugas untuk menciptakan kondisi agar
pengusaha, pekerja/serikat pekerja dapat saling m©ag-
hormati, eadar akan peranan/kedudukannya masing-masing,
tenggang rasa, terbuka , serta raampu mengendalikan diri
guna mewujudkan hubungan perburuhan/industrial yang ber-
dasarkan Pancasila.
Yang dimaksud dengan Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan secara Bipartite adalah perselisihan yang pe- nyelesaiannya diupayakan secara intern, yakni antara pi-
hak pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha.
Upaya penyelesaian ini dapat ditentukan oleh ke-
tentuan yang baik yang dibuat oleh pengusaha sendiri yang
dituangkan dalam peraturan perusahaan dengan dasar Per-
aturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 02/MEN/
1978 yang telah raendapat persetujuan/pengesahan oleh Dep-
naker..Ini dapat merupakan pedoman sebagai pelaksanaan di
dalam menanggulangi terjadinya perselisihan. Bagi per
usahaan yang sudah ada serikat pekerjanya dan telah mem-
buat Kesepakatan Kerja Bersaraa inilah yang dipergunakan