• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN TRANSAKSI E-COMMERCE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 THE PRACTICE of E-COMMERCE IS REGULATED UNDER LAW NUMBER 11 YEAR 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PELAKSANAAN TRANSAKSI E-COMMERCE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 THE PRACTICE of E-COMMERCE IS REGULATED UNDER LAW NUMBER 11 YEAR 2008"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

THE PRACTICE of E-COMMERCE IS REGULATED UNDER LAW

NUMBER 11 YEAR 2008

Ni Nyoman Ernita Ratnadewi

Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Mataram Email: ernitha_ratnadewi@yahoo.com

Naskah diterima : 21/05/2014; revisi : 26/06/2014; disetujui : 28/07/2014

AbstrAct

The practice of electronic contract or e-commerce is regulated under Law No. 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transaction and Government Regulation No. 82 of 2012 concerning Implementation of Electronic System and Transaction. This research aimed to find out the practice of e-commerce transaction according to the law and to find out dispute settlement pattern of e-commerce transaction in Indonesia. The normative empirical research method is employed in this research yet applying statute, conceptual and sociological approach. The research result shows that the implementation of electronic transactions are not fully in accordance with the existing law and regulation therefore one side defaults often occurs. However, the dispute settlement still refers to community dispute settlement with the principle of lumping it, avoidance and negotiation.

Keywords : Transaction, electronic contract

AbStrAk

Dalam pelaksanaan kontrak elektronik atau e-commerce terdapat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan transaksi e-commerce berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan untuk mengetahui pola penyelesaian sengketa transaksi e-commerce di Indonesia. Normatif-empiris dipergunakan sebagai metode penelitian dengan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan transaksi e-commerce belum sepenuhnya berpedoman pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik sehingga masih sering terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak. Sedangkan dalam hal penyelesaian sengketa yang dilakukan, masih berpedoman pada teori penyelesaian sengketa dalam masyarakat yakni dengan cara Lumping it, Avoidance, dan Negotiation.

Kata Kunci : Transaksi Kontrak Elektronik

PENDAHULUAN

perkembaNgaN globalisasi dan perannya

dalam dunia perdagangan merupakan hal

(2)

pesat-nya kemajuan ilmu pengetahuan dan tekno logi, melalui pengembangan perda-gangan tanpa tatap muka (faceless trading) dengan dukungan teknologi internet atau

interconnected network yang merupakan ba-gian teknologi komputer melalui sistem perdagangan bertransmisi elektronik, dan lazim dikenal dengan nama kontrak elek-tronik atau electronic commerce atau yang biasa disingkat e-commerce.

Keberadaan kontrak elektronik ( e-com-merce) menawarkan praktek dagang yang praktis dan cepat bagi pihak penjual dan pembeli, serta mampu mempertemukan banyak pihak yang datang dalam wilayah berbeda dalam satu wadah yang bersifat

borderless atau tanpa batas. Namun dalam praktek dagang ini, tetap dimungkinkan tidak terpenuhinya kewajiban atas hak ses-eorang, dan menghasilkan adanya sengke-ta, yang kemudian diikuti dengan penyele-saian sengketa. Dalam terminologi kontrak elektronik atau electronic commerce, penye-lesaian sengketa ditujukan untuk menyele-saikan sengketa antar satu pihak terhadap pihak lain, dan sebagai pembangun jem-batan kepercayaan antara produsen dan konsumen, di mana hal ini menjadi dasar nota kesepahaman penyelenggara praktik kontrak elektronik (e-commerce) dalam me-nyediakan kepercayaan dan keamanan transaksi dagang ini.1

Sengketa sebagai suatu keadaan di mana pihak-pihak yang melakukan upaya perni-agaan mempunyai masalah, yaitu mengh-endaki pihak lain untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu tetapi pihak lainnya meno-lak atau tidak bermeno-laku demikian.2 Sengketa

dapat juga dimaksudkan sebagai adanya ketidakserasian antara pribadi atau kelom-pok yang mengadakan hubungan karena

1 http://medianotaris.com/alternatif_penyelesaian_

sengketa_on_line_berita330.html

2 Komar Kartaatmadja, Beberapa Masalah Dalam

Penerapan ADR Di Indonesia, Dalam Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 37

hak salah satu pihak terganggu atau di-langgar.3

Indonesia sebagai bagian dari masyakar-at internasional, juga turut mengmasyakar-atur praktik kontrak elektronik (e-commerce) ini dalam Undang-Undang Nomor 11 Ta-hun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta dalam Peraturan Pemerin-tah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penye-lenggaraan Sistem dan Transaksi Elektron-ik, namun ternyata Indonesia masih be-lum mempunyai perangkat hukum yang khusus mengatur tentang cyberspace, e-commerce dan transaksi elektronik. Meski-pun saat ini kita telah memiliki UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, namun pengaturan transaksi elektronik hanya diatur pada Bab V Pasal 17 sampai dengan Pasal 22 yang terkesan masih sangat umum dan tidak spesifik. Ketentuan-ketentuan tersebut be-lum lengkap dan bebe-lum dapat menjawab berbagai persoalan yuridis mengenai pelaksanaan transaksi elektronik yang di-lakukan oleh para pihak.4

Selain itu juga dalam Pasal 43 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Sistem dan Transaksi Elek-tronik menyatakan bahwa “Dalam gerbang nasional dan jaringan Sistem elektronik belum dapat dilaksanakan, penyelenggara Transaksi Elektronik dapat mengunakan sarana lain atau fasilitas dari luar negeri setelah memperoleh persetujuan dari In-stansi pengawas dan pengatur sektor ter-kait”. Hal ini membuktikan bahwa baik dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transakasi elektronik maupun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Ten-tang Penyelenggaraan Sistem dan

Transak-3 Soeryono Soekanto, Mengenai Antropologi Hukum, Alumni, Bandung, 2002, hlm. 26.

4 Agus Sardjono, Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak

(3)

si Elektronik masih belum terdapat kejela-san mengenai pengaturan transaksi me-lalui media elektronik atau transaksi elek-tronik khususnya yang berkaitan dengan e-commerce, cyberspace, resseller, admin dan istilah-istilah lainnya yang sering dipakai dalam transaksi e-commerce ini.

Ironisnya dari beberapa sengketa kon-trak elektronik (electronic commerce) yang terjadi di Indonesia, yang kebanyakan kasusnya berkaitan dengan wanprestasi, keberadaan Pasal 18 Undang-Undang No-mor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini, bukan menjadi upaya yang ditempuh dalam menyele-saikan sengketa yang ada, dan cara-cara penyelesaian sengketa secara konvensional yang kurang tepat sasaran menjadi pilihan.

Cara penyelesaian sengketa konvension-al ini juga seringkkonvension-ali dihadapkan pada ap-atisme dan persoalan harga jenis barang yang menjadi objek sengketa dan biaya pengurusan konsultasi hukum dan me-kanisme penyelesaian sengketa yang ber-banding terbalik, memicu rendahnya mi-nat konsumen dalam upaya perbaikan hukum.5 Hal ini menjadi persoalan di

ma-na cara penyelesaian sengketa yang ada akan tidak sejalan dengan sifat dasar kon-trak elektronik yang tidak mengenal batas (borderless area), luasnya jangkauan perdagangan kontrak elektronik ( e-com-merce) yang bersifat nasional maupun transnasional, dan ketiadaan tatap muka antar para pihak dalam melakukan kon-trak elektronik.

Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang di atas, dapat dijabarkan bebe-rapa hal untuk diketahui :

Bagaimana Pelaksanaan Transaksi E-Commerce Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik; Bagaiman Pola

5 http://medianotaris.com/alternatif_penyelesaian_

sengketa_on_line_berita330.html

Penyelesaian Sengketa Transaksi E-Com-merce Di IndonesiaJenisPenelitian dalam tulisan ini adalah penelitian hukum nor-matif ysng mengkaji norma-norma hukum yang terdapat Peraturan Mentri, dan per-aturan Perundang-undangan yang terkait langsung dengan permasalahan Transaksi elektronik.

Pendekatan dilakukan dengan: (a) Pendekatan Perundang-undangan (statute approach), (b)Pendekatan Konseptual, (c) Pendekatan Empiris (Pendekatan Sosial dan Ekonomis). Sumber dan Jenis Data dan Bahan Hukum, Penelitian ini menggu-nakan2 (dua) jenis data dan satu bahan hukum, yakni Data data primer, data sekunder dan Bahan hukum Tersier.

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Transaksi Elektronik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

1. Tahap Pra Kontraktual Dalam Pelak-sanaan Transaksi E-Commerce

Secara umum ada lima tahapan dalam melakukan penjualan melalui media internet, yaitu sebagai berikut:6

a. Menetapkan ide untuk berbisnis b. Melakukan riset pasar tentang

pros-pek bisnis

c. Menyiapkan bahan penunjang untuk menjalankan bisnis

d. Membuat website sebagai identitas perusahaan

e. Melakukan promosi untuk mengun-dang pengunjung

Kontrak elektronik (e-commerce) yang didasarkan atas transaksi bisnis secara elektronik, khususnya yang menyangkut transaksi online ordernya sebagaimana

6 http://tulistulisanfiksi.blogspot.com/2013/05/

(4)

dikemukakan oleh Onno W. Purbo dan Aang Arif Wahyu, pada dasarnya ada lima tahap dalam proses transaksi bisnis secara elektronik (e-commerce), yakni sebagai berikut:

a. Find it, pembeli dapat mengetahui den-gan pasti dan mudah jenis barang yang dia inginkan, dengan metode, yakni

search, pembeli dapat memperoleh tipe-tipe barang yang diinginkannya, dan metode browse, yang menyediakan menu yang terdiri atas jenis-jenis ba-rang;

b. Explore it, akan dijumpai keterangan lebih jelas mengenai barang yang dipilih itu, antara lain, terdiri dari informasi produk (seperti harga dan gambar ba-rang) tersebut;

c. Select it, shopping cart akan menyim-pan terlebih dahulu barang yang di-inginkan sampai siap untuk check out, dalam shopping cart, antara lain, dapat memproses check out dan menhapus atau menyimpan daftar belanja untuk keperluan nanti;

d. Buy it, memproses check out, dilakukan dengan proses transaksi pembayaran setelah terlebih dahulu mengisi formu-lir yang telah disediakan oleh merchant.

Pihak merchant tidak akan menarik pembayaran pada credit card sampai kita sudah menyelesaikan proses per-intah untuk pengiriman;

e. Ship it, pihak merchant akan mengir-imkan e-mail lain yang akan memberi-tahukan pengiriman barang yang telah dilakukan.

2. Tahap Kontraktual dalam Pelaksanaan Transaksi Jual Beli E-Commerce

Kontrak elektronik lahir ketika penjual menyetujui pesanan pembeli (buyer) atau konsumen tersebut yang dilakukan melalui komunikasi teks yang dikirim melalui

email atau melalui Personal Chat lainnya

yang ditujukan kepada pembeli (kon-sumen). Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Un-dang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infor-masi dan Transaksi Elektronik yaitu:

”(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.

(2) Persetujuan atas penawaran Tran-saksi Elektronik sebagaimana dimak-sud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.”

Dalam hal penerimaan biasanya penerimaan dapat terjadi tergantung pada penawaran yang terjadi. Apabila pe na-waran dilakukan melaui email address

maka penerimaan dilakukan melaui email,

karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah email yang dituju sehingga hanya pemegang email tersebut yang dituju. Penawaran melaui website ditujukan untuk seluruh masyarakat yang membuka website

tersebut, karena siapa saja dapat masuk ke dalam website yang berisikan penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha. Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang ditawarkan itu dapat membuat kesepa-katan dengan penjual atau pelaku usaha yang menawarkan barang/jasa tersebut.

(5)

3. Tahap Post Kontraktual dalam Tran-saksi Jual Beli E-Commerce

a. Syarat Kontrak atau Perjanjian dalam Transaksi Jual Beli E-Commerce

Transaksi jual beli yang terjadi melalui media internet itu sah dan mengikat para pihak apabila kontrak elektroniknya me-menuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hu-kum Perdata (KUHPerdata), yang ber-bunyi:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”

Adapun syarat sahnya kontrak elek-tronik berdasarkan Pasal 1320 KUH Per-data yang merupakan syarat umum dari perjanjian adalah sebagai berikut:

Supaya terjadi persetujuan yang sah, per lu dipenuhi empat syarat;

1. Kesepakatan mereka yang mengikat-kan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu pokok persoalan tertentu; 4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Syarat sahnya kontrak elektronik juga disebutkan dalam Pasal 47 Peraturan Pe-merintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yaitu:

1. Transaksi Elektronik dapat dilakukan berdasarkan Kontrak Elektronik atau bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak.

2. Kontrak Elektronik dianggap sah apa-bila:

a. Terdapat kesepakatan para pihak; b. Dilakukan oleh subjek hukum yang

cakap atau yang berwenang

me-wakili sesuai dengan ketentuan per-aturan perundang-undangan;

c. Terdapat hal tertentu; dan

d. Objek transaksi tidak boleh berten-tangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

Informasi elektronik berupa isi percaka-pan/komunikasi melalui media internet antara penjual dengan pembeli dapat di-jadikan salah satu alat untuk membukti-kan dan menerangmembukti-kan perjanjian yang ter-jadi antar para pihak. Pasal 5 ayat (1) UU ITE menyebutkan bahwa:

“Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.”

Jadi, suatu transaksi jual beli tidak akan disangkal keabsahannya hanya kare-na bukti transaksi jual belinya semata-mata dalam bentuk elektronik. Semua hal yang berkaitan dengan proses tawar-nawar atau percakapan yang terjadi me-lalui situs online (email, fax, sms, dan media elektronik lainnya) artinya dapat juga digunakan sebagai alat untuk mem-buktikan dan menerangkan kontrak atau perjanjian yang terjadi antar para pihak dalam hal ini adalah oleh Penjual ( mer-chant) dan pembeli (konsumen).

Dalam proses jual beli melalui layanan internet ini, sebelum lahirnya kontrak ele-ktronik (e-commerce) terdapat kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar mengenai identi-tas pelaku usaha, syarat dan ketentuan kontrak, serta produk sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Trans-aksi Elektronik:

(6)

leng-kap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Yang dimaksud den-gan “informasi yang lengkap dan benar” meliputi:

a. Informasi mengenai identitas serta status subjek hukum dan kompeten-sinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;

b. informasi lain yang menjelaskan hal ter-tentu yang menjadi syarat sahnya per-janjian serta menjelaskan barang dan/ atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/ jasa.”

Hal tersebut di atas merupakan salah satu syarat dari sahnya suatu perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang termasuk dalam syarat causa yang halal, yang artinya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, dan jika dilanggar maka perjanjian atau kontrak tersebut dikatakan batal demi hukum.

Untuk menghindari risiko tuntutan hukum, sebaiknya penjual memberikan informasi yang lengkap dan benar sebagai-mana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan pemberian informasi tersebut dilakukan sebelum pembeli melakukan pemesanan produk. Adapun bunyi dari pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tersebut adalah sebagai berikut:

“Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektroik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan”.

Pelaku usaha didefinisikan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Kon-sumen (UU Perlindungan KonKon-sumen) sebagai berikut:

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sen-diri maupun bersama-sama me lalui perjanjian, menyeleng garakan kegi-atan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

Jadi dalam hal ini pihak penjual (mer-chant) harus memberikan keterangan yang lengkap berhubungan dengan penawaran ataupun promosi/iklan ter hadap barang dan jasa yang mereka jajakan di situs on-line unntuk menghindari kemungkinan ad-anya tuntutan hukum dari pihak pembeli (konsumen).

a. Proses Terjadinya Kontrak Elektronik (e-commerce)

Tidak semua tawaran dalam prakontrak elektronik yang didasarkan atas transaksi bisnis secara elektronik atau e-commerce

mempunyai konsekuensi hukum. S. B. Marsh dan J. Soulsby, menjelaskan ada be-berapa kriteria tawaran yang tidak ter-masuk dalam arti hukum, yaitu:7

1. Ajakan untuk melayani semata-mata, dalam hal ini ada suatu indikasi bahwa seseorang berkehendak untuk melaku-kan perundingan, amelaku-kan tetapi tidak ber-kehendak untuk terikat dengan syarat-syarat yang disebutkan, daftar barang dagangan atau media dalam meng-iklankan barang-barang untuk dijual merupakan ajakan semacam itu;

2. Isapan jempol atau bualan semata-mata, dalam hal ini tidak seorang pun yang

7 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak

(7)

akan memperhatikan secara serius, seperti merek yang tertera dalam paket bahwa “Merek X mencuci paling bersih” tidak akan dianggap sebagai ta-waran tetap, akan tetapi dapat ditarik garis batas yang sempit antara bualan semata-mata dan janji-janji yang akan diterima serius oleh orang awam;

3. Pernyataan kehendak, yang sama juga halnya dengan tidak bermaksud untuk membentuk dasar kontrak, dan bukan suatu tawaran. Misalnya, iklan pelelangan umum;

Semata-mata memberikan informasi yang menyangkut suatu barang bahkan sampai harga dari barang tersebut, dalam hal ini tidak dapat dikatakan sebagai suatu tawaran.

b. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban

Pelaksaan hak dan kewajiban terjadi setelah para pihak dalam hal ini adalah pihak penjual (merchant) dan Pembeli (konsumen) telah memenuhi kontrak atau perjanjiannya, maka selanjutkan akan di-lak sanakan proses pembayaran dan pe-ngiriman barang atau jasa.

Cara pembayaran dalam situs on-line dilakukan atas kesepakatan antara pembeli dan penjual. Awalnya Pembeli akan menghubungi penjual melalui e-mail

atau Nomor Telp/Hp yang tertera pada produk yang diiklankan. Dari sinilah ke-dua belah pihak menentukan dan nyepakati transaksi bagaimana yang me-reka inginkan, misalnya saja Transfer lewat Bank atau Cash On Delivery (COD). Selain itu jika masalahnya adalah jarak, maka biasanya setelah pembeli telah men-girimkan bukti pembayaran barang/jasa yang telah mereka pesan maka pihak pen-jual biasanya mengirimkan barang terse-but melalui jasa pengiriman dengan ong-kos kirim yang dibebankan kepada pihak pembeli atau ditentukan lain.

Pada dasarnya transaksi jual beli secara elektronik, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa yang dilakukan di dunia nyata, dilakukan oleh para pihak yang ter-kait, walaupun dalam jual beli secara elek-tronik ini pihak-pihaknya tidak ber temu secara langsung satu sama lain, tetapi ber-hubungan melalui internet. Dalam tran-saksi jual beli melalui media elektronik, pihak-pihak yang terkait antara lain: 8

1. Penjual atau merchant atau pengusaha yang menawarkan sebuah produk melaui internet sebagai pelaku usaha.

2. Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang, yang menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan berkeinginan untuk melakukan tran-saksi jual beli produk yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha atau

merchant.

3. Bank sebagai penyalur dana dari pembe-li atau konsumen kepada penjual atau pelaku usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara elektronik, penjual dan pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lo-kasi yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini bank.

4. Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.

Seperti yang penulis jelaskan sebelum-nya bahwa barang hasebelum-nya akan dikirim setelah melalui proses pembayaran terlebih dahulu. Pembayaran dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya melaui fasilitas internet, namun tetap bertumpu pada sistem keuangan na-sional, yang mengacu pada sistem keuan-gan lokal

Adapun klasifikasi pembayaran adalah sebagai berikut:

(8)

1. Transaksi model ATM, sebagai trans-aksi yang hanya melibatkan institusi fi-nancial dan pemegang account yang akan melakukan pengambilan atau mendeposit uangnya dari account mas-ing-masing.

2. Pembayaran dua pihak tanpa perantara, yang dapat dilakukan langsung antara kedua pihak tanpa perantara dengan menggunakan uang nasionalnya.

3. Pembayaran dengan perantara pihak ke-tiga, umumnya merupakan proses pem-bayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk. Metode yang digu-nakan antara lain: sistem pembayaran melalui kartu kredit online serta pem-bayaran check in line.

Menurut Haris Faulidi Asnawi, ada be-berapa langkah saat melakukan transaksi bisnis yang menggunakan e-commerce den-gan kartu kredit:9

a. Consumer memilih barang yang akan dibeli pada website merchant;

b. Setelah harga ditotal, kemudian

consumer memasukkan informasi kartu kredit pada form slip pembelian yang telah disediakan website merchant;

c. Informasi tersebut selanjutnya dikirim ke web server merchant bersama infor-masi pembelian lainnya;

d. Melalui sebuah sistem gateway, mer-chant akan melakukan proses otorisasi;

e. Merchant melakukan otoritas ke acqu-irer untuk selanjutnya diteruskan ke

issuer melalui jaringan kartu kredit; f. Setelah memeriksa validitas informasi

kartu kredit, issuer akan mengirim hasil otorisasi ke acquirer;

g. Acquirer selanjutnya mengirim hasil otorisasi kepada merchant dan diinfor-masikan kepada consumer melalui web-site merchant;

9 Muhammad Syaifuddin, Op. Cit., hlm. 253-254

h. Jika otorisasi berhasil, merchant

mengesahkan transaksi tersebut dan mengirim sesuatu yang telah dibeli ke alamat yang disepakati.

Selanjutnya yang harus dilakukan adalah pengiriman. Pengiriman merupak-an suatu proses ymerupak-ang dilakukmerupak-an setelah pembayaran atas barang yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas penerimaan rang termaksud. Pada kenyataannya, ba-rang yang dijadikan sebagai objek perjanji-an dikirimkperjanji-an oleh penjual kepada pembe-li dengan biaya pengiriman sebagaimana telah diperjanjian antara penjual dan pem-beli.

Menurut hasil penelitian bahwa yang dibebankan dalam biaya pengiriman ba-rang biasanya adalah pihak pembeli (kon-sumen). Selain dibenarkan oleh Masdiani Ardian dalam penjelasan di atas, hal yang sama juga disampaikan oleh Nabila Rab-hani10 yang menyatakan: “untuk biaya

pengiriman barang yang telah dipesan dan telah dibayar oleh pihak pembeli atau kon-sumen dengan terlebih dahulu mengirim-kan bukti pembayaran, biasanya biaya pengiriman barang tersebut saya bebankan kepada pihak pembeli atau konsumen sa-ya”.

Adapun macam-macam jasa pengiriman yang biasa digunakan oleh para pihak ber-dasarkan hasil kesepakatan, dari hasil pe-nelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain PT. TIKI Online, PT. Pos Indo-nesia, JNE Express, dan ESL Ekspress.

Jadi dari uraian di atas, dapat din-yatakan bahwa jika pembeli dan penjual telah melaksanakan hak dan kewajiban-nya masing-masing maka transaksi jual be-li online tersebut telah terlaksana sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku atau prestasi di antara para pihak telah

terlak-10 wawancara dengan Nabila Rabhani selaku penjual

(9)

sana, namun jika terjadi sebaliknya maka dikatakan bahwa telah terjadi wanprestasi atau tidak terpenuhinya prestasi dari salah pihak dalam hal ini adalah pihak penjual (merchant) dan pihak pembeli (kon-sumen). Yang nantinya akan berujung pa-da upaya penyelesaian sengketa atau pe-mutusan kontrak.

A. Pola Penyelesaian Sengketa Transaksi

E-Commerce Di Indonesia.

Pola penyelesaian sengketa di Indonesia dapat dibagi menjadi dua macam yaitu Po-la penyelesian sengketa mePo-lalui PengadiPo-lan

(litigasi) dan Pola penyelesaian sengketa di luar Pengadilan (nonlitigasi).

Pola penyelasaian sengketa melalui Pengadilan atau yang lebih dikenal dengan istilah litigasi merupakan suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak dengan melalui cara maupun proses di pengadilan sesuai dengan hukum acara peradilan yang putusannya bersifat mengikat.

Sedangkan penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau yang dikenal dengan isti-lah nonlitigasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang didasarkan pada kesepak-atan para pihak yang bersengketa. Penyele-saian sengketa nonlitigasi terdiri dari al-ternatif pengelesaian sengketa (ADR) dan arbitrase.

Namun dalam menyelesaikan sengketa transaksi jual-beli e-commerce yang dilaku-kan oleh para pihak, berdasardilaku-kan teori yang disebutkan dalam bab sebelumnya bahwa dalam hal menyelesaikan sengketa transaksi e-commerce dalam masyarakat, mereka lebih memilih menggunakan pola penyelesaian sengketa dalam masyarakat yakni dalam aspek Lumping it (membiar-kan saja), di mana pihak yang merasa(membiar-kan perlakuan tidak adil, gagal dalam upaya untuk menekankan tuntutannya, lebih memilih untuk mengambil keputusan

un-tuk mengabaikan saja maslah atau isu yang menimbulkan tuntutannya dan dia tetap memilih untuk meneruskan hubungan-hubungannya dengan pihak yang dira-sakan merugikannya.

Yang kedua adalah aspek Avoidance

(mengelak) yakni pihak yang merasa diru-gikan memilih untuk mengurangi hubun-gan-hubungan denganpihak yang merugi-kannya atau sama sekali menghentikan hubungan tersebut. Dan yang terakhir yai-tu Negotiation (perundingan), yakni dua pihak yang berhadapan merupakan para pengambil keputusan. Pemecahan masalah yang dihadapi dilakukan oleh mereka berd-ua, mereka sepakat tanpa adanya pihak ketiga yang mencampuriya, biasanya ada upaya mengganti barang, kembalikan ba-rang yang tidak sesuai, atau yang lainnya berdasarkan kesepakatan mereka.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pem-bahasan terhadap berbagai temuan dalam penelitian yang kemudian dikonstruksi melalui teori-teori yang relevan maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

Pelaksanaan Transaksi e-commerce ber-dasarkan Undang-Undang Nomor 11 Ta-hun 2008 Tentang Informasi dan Transak-si Elektronik belum sepenuhnya terlaksa-na kareterlaksa-na ternyata dari hasil penelitian di lapangan masih sering terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak se-hingga timbullah sengketa antara para pihak tersebut. Selain itu juga, hal ini dik-arenakan baik dalam Undang-Undang No-mor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maupun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik ini masih belum se-cara lengkap membahas tentang cyberspace,

(10)

admin dan istilah-istilah lain yang berkai-tan dengan transaksi e-commerce ini. Ber-dasarkan hasil penelitian di lapangan ter-dapat 3 (tiga) tahapan dalam pelaksanaan transaksi e-commerce yaitu sebagai berikut:

a. Tahap Pra Kontraktual dalam Pelak-sanaan Transaksi Jual Beli E-Commerce

b. Tahap Kontraktual dalam Pelaksanaan Transaksi Jual Beli E-Commerce

c. Tahap Post Kontraktual dalam Pelak-sanaan Transaksi Jual Beli E-Commerce

Dalam pelaksanaan transaksi jual beli e-commerce ini teori yang dipakai di lapan-gan adalah teori ucapan (uitingstheorie), yaitu teori terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran itu menyatakan bah-wa ia menerima penabah-waran itu, dan teori penerimaan (ontvangstheorie), yakni kese-pakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

Adapun dalam hal pola penyelesaian sengketa transaksi e-commerce pada umum-nya dibagi menjadi dua yakni penyelesaian sengketa secara litigasi dan penyelesaian sengketa secara non litigasi, tetapi ada pu-la teori penyelesaian sengketa dapu-lam ma-syarakat. Berdasarkan hasil penelitian, upaya penyelesaian sengketa yang dipakai para pihak berdasarkan teori yang

disebut-kan dalam bab sebelumnya bahwa mereka lebih memilih menggunakan cara penyele-saian sengketa dalam masyarakat yakni dalam aspek Lumping it (membiarkan sa-ja), di mana pihak yang merasakan per-lakuan tidak adil, gagal dalam upaya un-tuk menekankan tuntutannya, lebih me-milih untuk mengambil keputusan untuk mengabaikan saja masalah atau isu yang menimbulkan tuntutannya dan dia tetap memilih untuk meneruskan hubungan-hubungannya dengan pihak yang dira-sakan merugikannya.

Kedua adalah aspek Avoidance

(mengelak) yakni pihak yang merasa diru-gikan memilih untuk mengurangi hubun-gan-hubungan dengan pihak yang merugi-kannya atau sama sekali menghentikan hubungan tersebut. Dan yang terakhir yaitu Negotiation (perundingan), yakni dua pihak yang berhadapan merupakan pa-ra pengambil keputusan. Pemecahan ma-salah yang dihadapi dilakukan oleh mereka ber dua, mereka sepakat tanpa adanya pi-hak ketiga yang mencampuriya, biasanya ada upaya mengganti barang, kembalikan barang yang tidak sesuai, atau yang lain-nya berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam hal sanksi hukum, hanya terdapat sanksi berupa blacklist dan upaya ganti rugi.

Daftar Pustaka

Agus Sardjono, Prinsip-Prinsip Hukum Kontrak Dalam Cross Border Transaction : Antara Norma Dan Fakta, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 27 No. 4 Tahun 2008.

Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta, Gravindo Persada, 2000.

Komar Kartaatmadja, Beberapa Masalah Dalam Penerapan ADR Di Indonesia, Dalam Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

(11)

Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak Memahami Hukum Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan), Mandar Maju, Bandung, 2012.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2009.

Salim H.S dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.

Salim H.S, Hukum Pertambangan diIndonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Soerjono Soekanto, Faktor – Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 2008.

______, Mengenai Antropologi Hukum, Alumni, Bandung, 2002.

Yahya Ahmad Zein, Kontrak Elektronik dan Penyelesaian Sengketa Bisnis E-commerce dalam Transaksi Nasional dan Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009.

2. Internet :

http://medianotaris.com/alternatif_penyelesaian_sengketa_on_line_ berita330.html

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini penting dilakukan karena adanya wacana 2019 ganti presiden berawal dari penggunaan media sosial yang kian menyemarakkan aktivitas politik masyarakat sehingga

Lokasi sampling ditetapkan secara purposive , kandungan natrium dan timbal dianalisis menggunakan AAS ( Atomic Absorbtion Spectrophotometry ), sedangkan penetapan

Perilaku moralis Indonesia yang membiarkan lautnya dieksplorasi serta fakta bahwa laut Indonesia memiliki potensi sedemikian besar dinilai telah membuat Amerika Serikat

Penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh arterikoroner dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri.. alam kondisi yang aliran darah ke

Potensi agowisata di kawasan wisata bukit Piantus kecamatan Sejankung merupakan produk wisata unggulan yang dapat dikembangkan sesuai dengan pola pemanfaatan lahan yang sejalan

Sebab selain menyediakan lapangan kerja, juga diharapkan akan timbul kegiatan lain yang nantinya akan lebih bermanfaat bagi masyarakat (misalnya adanya warung di sekitar

Kepala Unit Kerja Farmasi menyerahkan data rencana kebutuhan B3 kepada Kepala Ruang Pengelolaan Perbekalan Farmasi untuk dilakukan pengadaan.. Petugas pengadaan membuat

Menyusun instrumen adalah pekerjaan penting di dalam langkah penelitian. Akan tetapi mengumpulkan data jauh lebih penting lagi, terutama penelitian menggunakan