• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR FISIK STRATIFIKASI DAN DIFERENS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STRUKTUR FISIK STRATIFIKASI DAN DIFERENS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

SOSIOLOGI PEDESAAN

STRUKTUR FISIK, STRATIFIKASI DAN DIFERENSIASI

SOSIAL DI PEDASAAN

DI SUSUN OLEH :

Desi Rosita D0314018

Dika Pujiastuti D0314020

Dwi Nurindah Rahayu D0314022

Ellen Kusuma DN D0314024

SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Untuk memahami masyarakat desa saat ini tidak sama seperti masyarakat desa zaman dulu. kemudian didalam masyarakat desa ditemukan berbagai jenis atau pola-pola, dan ada pembagian masing-masing. Pada kesempatan ini kami akan membahas tentang struktur fisik, stratifikasi, dan diferensiasi masyarakat desa. Struktur fisik erat kaitannya dengan lingkungan fisik desa dalam berbagai aspek di dalamnya. Seperti lingkungan geografis yang ciri-cirinya : iklim, curah hujan, keadaan atau jenis tanah, ketinggian tanah, dll. Kemudian ada pola pemukiman, pemukiman yang berdekatan dan berjauhan. Stratifikasi merupakan pelapisan, penggambaran kelompok sosial yang susunannya hirarkis.untuk diferensiasi itu terdapat pengelompokan-pengelompokan sosial yang ada dalam masyarakat tanpa menempatkan jenjang hierarkis.

Struktur fisik Desa erat kaitannya dengan lingkungan fisik desa itu dalam berbagai aspeknya yang ada didalamnya. Khususnya berkaitan dengan lingkungan geografis dengan segala ciri-cirinya seperti: iklim, curah hujan, keadaan atau jenis tanah, ketinggian tanah, tingkat kelembapan udara, topografi dan lainnya. Variasi dalam perbedaan ciri-ciri fisik ini akan menciptakan pula perbedaan dalam dalam jenis tanaman yang ditanam, sistem pertanian yang diterapkan, dan pola kehidupan dari masing-masing kelompok masyarat.

(3)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari struktur dan struktur fisik desa? 2. Apa pengertian dari stratifikasi sosial di masyarakat desa? 3. Apa pengertian dari diferensiasi sosial di masyarakat desa?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari struktur dan struktur fisik desa. 2. Untuk mengetahui pengertian dari stratifikasi sosial di masyarakat desa. 3. Untuk mengetahui pengertian dari diferensiasi sosial di masyarakat desa.

(4)

A. Struktur dan Struktur Fisik Desa  Struktur dan Struktur Sosial

Secara umum istilah struktur dipahami sebagai susunan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) struktur juga berarti susunan atau “cara sesuatu disusun atau dibangun”.

Dalam konsep struktur sosial dibagi menjadi dua yakni struktur sosial vertikal dan horisontal. Struktur sosial vertikal atau stratifikasi sosial atau pelapisan sosial, menggambarkan kelompok-kelompok sosial dalam susunan yang bersifat hierarkhis, berjenjang. Sehingga dalam dimensi struktur ini kita dapat melihat adannya kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi (lapisan atas), sedang (lapisan menengah), dan rendah (lapisan bawah). Sedangkan struktur sosial horisontal atau diferensiasi sosial di sisi lain, menggambarkan kelompok-kelompok sosial tidak dilihat dari tinggi-rendahnya kedudukan kelompok itu satu sama lain, melainkan lebih tertuju pada variasi atau kekayaan pengelompokan yang ada dalam suatu masyarakat. Sehingga dari struktur sosial horisontal ini kita dapat melihat kekayaan atau kompleksitas pengelompokan yang ada dalam suatu masyarakat. Semakin maju dan berkembang masyarakat maka akan semakin bervariasi dan kompleks pula pengelompokannya, bukan saja secara kuantitatif tetapi juga kualitatif.

 Struktur Fisik Desa

Struktur fisik suatu desa sangat erat kaitannya dengan lingkungan fisik desa itu dalam berbagai aspeknya. Sedikit lebih khusus berkaitan dengan lingkungan geografis dengan segala ciri-cirinya seperti: iklim, curah hujan, keadaan atau jenis tanah, ketinggian tanah, tingkat kelembaban udara, topografi, dan lainnya. Perbedaaan dari ciri-ciri fisik ini juga akan menciptakan perbedaaan dalam jenis tanaman yang ditanam, sistem pertanian yang diterapkan dan lebih lanjut pada pola kehidupan dari masing-masing kelompok masyarakat. Perbedaan lingkungan geografis ini akan memberikan kemungkinan perbedaan pada beberapa hal diantaranya adalah pola pemukiman penduduk desa.

(5)

yang pemukiman penduduknya berdekatan satu sama lain dengan lahan pertanian berada di luar dan terpisah dari lokasi pemukiman, dan (2) yang pemukiman penduduknya terpencar dan terpisah satu sama lain, dan masing-masing berada di dalam atau di tengah lahan pertanian.

Namun secara lebih rinci Paul H. Landis (1948: 16-28) membedakan empat pola pemukiman yang paling umum terdapat di dunia, yakni: (1)the farm village type, (2)the nebulous farm type, (3) the arranged isolated farm type, dan (4) the pure isolated farm type.

The farm village type(FVT) adalah pola pemukiman dimana penduduk (petani) tinggal bersama-sama dan berdekatan di suatu tempat dengan lahan pertanian berada di luar lokasi pemukiman.Karakterikstik pola pemukiman FVT antara lain, mempunyai hubungan yang intim antar tetangga, kedekatan warga denganberbagai lembaga kemasyarakatan, kedekatan bermain bagi anak-anak, rasa gotong royong dan tolong menolong yang kuat. Singkatnya pola pemukiman ini kaya akan kehidupan sosial.

The nebulous farm type(NFT) hampir sama dengan pola FVT bedanya, disamping yang tinggal bersama-sama di suatu tempat, terdapat penduduk yang tinggal tersebar di luar tempat pemukiman itu. Karakteristik pola pemukiman NTF antara lain, warganya cukup dekat untuk berkomunikasi, tanah pertanian yang berdekatan memungkinkan mudahnya modernisasi, trade center selain berfungsi sebagai tempat menjual hasil pertanian juga sebagai media berkomunikasi antar warga, sebagai penghubung antara desa dan kota.

The arranged isolated farm type (AIFT) adalah pola pemukiman dimana penduduk tinggal disekitar jalan dan masing-masing berada di lahan pertanian mereka, dengan suatu trade center di antara mereka. Karakteristik pola pemukiman ini adalah warganya cukup dekat untuk berkomunikasi satu sama lain sehingga tercipta kehidupan sosial yang cukup baik tetapi cukup jauh untuk terciptanya tradisi yang ketat, mudahnya modernisasi pertanian.

(6)

Apabila terdapat perbedaan-perbedaan dalam pola pemukimannya, perbedaan itu lebih berkaitan dengan tingkat kesuburan dan topografi (atau kondisi geografis lainnya). Seperti misalnya, untuk daerah-daerah yang subur terdapat kecenderungan terciptanya satuan pemukiman yang padat, dalam pengelompokan yang besar dan berdekatan satu sama lain. Sebaliknya untuk daerah-daerah yang kurang subur terdapat kecenderungan munculnya desa-desa yang jarang penduduknya dengan pengelompokan yang kecil dan berjauhan satu sama lain.

B. Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa

Stratifikasi sosial, pelapisan sosial, atau struktur sosial vertical merupakan penggambaran kelompok-kelompok sosial dalam susunan yang hierarkis, berjenjang. Keberadaan pelapisan sosial ini juga tidak terlepas dari tingkat diferensiasi masyarakatnya. Apabila tingkat diferensiasinya rendah maka pelapisannya tidak terlalu terlihat. Seperti misalnya, sebuah komunitas desa yang warganya merupakan satuan keluarga besar atau meluas dan tinggal bersama di satu rumah, dengan sendiri tidak akan memperlihatkan pelapisan sosial yang jelas kecuali sekedar stasus-status dalam system kekerabatan yang ada. Dalam masyarakat terjadi pelapisan-pelapisan karna kehidupan manusia di dekati oleh nilai. Keberadaan nilai selalu mengandung kelangkaan, tidak mudah di dapat, dan oleh karnanya memberi harga pada penyandangnya. Secara umum hal-hal yang mengandung nilai berkaitan dengan harta/kekayaan, jenis mata pencaharian, pengetahuan atau pendidikan, keturunan, keagamaan, dan dalam masyarakat yang masih bersahaja juga unsur-unsur biologis (usia, jenis kelamin). Bagi masyarakat desa yang di pandang bernilai adalah lahan pertanian. Maka seberapa besar pemilikan atau penguasaan seseorang terhadap lahan pertanian akan menentukan seberapa tinggi kedudukannya di tengah masyarakat mereka keberadaan pelapisan sosial ini juga tidak terlepas dari tingkat diferensiasi masyarakatnya. Oleh sebab itu tingkat diferensiasi masyarakat desa rendah, maka membahas pelapisan sosial mereka hakikatnya adalah berbicara tentang system pelapisan sosial yang sederhana, tidak kompleks.

1. Struktur biososial

(7)

berkaitan dengan faktor-faktor biologis seperti jenis kelamin, usia, perkawinan, suku bangsa dan lainnya.

Keterkaitan antara faktor biologis dan struktur sosial vertikal (stratifikasi sosial) dapat di tunjukan lewat sifat mata pencaharian masyarakat bersangkutan. Dalam masyarakat yang masih bersahaja yakni dari ketika masyarakat masih dalam tingkat food gathering economics (hunting, fishing, meramu) sampai pada ketika mereka telah mengalami era pertanian (tradisional), masyarakat manusia masih mengandal kepada kekuatan fisik dan pengalaman.

Kekuatan fisik kaum laki-laki tergolong lebih kuat dibanding dengan wanita. Keterampilan dan kekuatan fisik yang di butuhkan untuk perburuan di miliki kaum laki-laki. Kaum wanita yang memiliki kemampuan tersebut merupakan perkecualian sekalipun juga ada yang berpendapat bahwa kelemahan kaum wanita di sebabkan oleh kebudayaan yang menciptakan kaum wanita sebagai kaum lemah (feminin). Maka menurut pendapat ini kaum wanita menjadi lemah karena penyesuaian dengan tuntutan budaya. Akibatnya, kaum laki-laki lebih banyak berperanan dan dominan dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam ethnologi terdapat konsep potlach, yakni semacam prinsip bahwa siapa yang berada di pihak memberi akan berkedudukan lebih tinggi di banding dengan pihak yang menerima pemberian itu. Dengan demikian di sebabkan oleh peranannya yang besar dan berada dalam kedudukan memberi, maka kaum laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada kaum wanita.

Kedudukan sosial yang tinggi dari kaum pria tidak semata-mata di sebabkan oleh keunggulan fisiknya. Faktor lain yang ikut menonjol adalah keterkaitan dengan komposisi jenis kelamin penduduk desa yang dalam hal ini merupakan salah satu aspek struktur horisontal masyarakat desa.

Struktur sosial masyarakat desa di indonesia juga di pengaruhi faktor biologis. Kedudukan sosial yang tinggi dari kaum laki-laki sering kali di topan dan di perkuat dengan ketentuan-ketentuan adat istiadat ataupun sistem kekerabatan.

2. Desa satu kelas dan dua kelas

(8)

(tipe dua kelas) secara garis besarnya desa tipe satu kelas dapat digambarkan sebagai tipe desa yang pemilikan lahan pertanian warganya rata-rata sama. Sedangkan desa tipe dua kelas secera garis besarnya digambarkan sebagai desa yang di dalamnya terdapat sejumlah kecil warga yang memiliki lahan yang amat luas, dan selebihnya dalam jumlah besar merupakan warga yang tidak memiliki lahan pertanian. Dengan lain perkataan, dalam desa tipe dua kelas ini terdapat pemilik tanah yang amat luas atau tuang tanah.

3. Dimensi-dimensi pelapisan sosial

Stratifikasi sosal merupakan bagian dari proses perubahan dan perkembangan sosial. Namun terdapat perbedaan mendasar antara stratifikasi yang terdapat dalam desa tipe satu-kelas dan desa tipe dua kelas. Apabila di lihat dari kesenjangan yang ada serta kecenderungan yang antagonostik antara dua kelompok ini, maka plorisasi sosial lebih mengena untuk menandai situasi yang demikian itu. Smith dan Zopfdalam kaitan ini mengunakan istilah kasta (caste) untuk mengambarkan kekakuan hubungan antara dua kelompok tersebut. Di sebut kasta karena antara kedua kelas itu, di samping jarak sosialnya tajam dan jauh juga tidak terjdi mobilita sosial vertikal. Sedangkan konsep stratifikasi yang dilihat sebagai suatu piramida sosial lebih memperlihatkan perbedaan gradual, tidak hanya terpilah dalam dua lapisan sosial, ada interseksi antara lapisan yang satu dengan yang lain, dan ada kemungkinan terjadinya mobilita sosial vertikal dalam strata itu.

Stratifikasi sosial sebagai suatu piramida sosial akan lebih terlihat dalam desa tipe satu-kelas, yakni apabila setidaknya memenuhi dua persyarakatan.

a) Apabila kesamaan dalam pemilikan tanah warganya tidak berifat mutlak ( sepenuhnya sama) Keseragaman dan kesamaan penguasaan tanah yang jelas di antara petani, umumnya lebih terlihat di negara-negara sosialis.

(9)

Luas sempitnya pemilikan tanah pertanian memang merupakan faktor yang sangat menentukan dalam sistem pelapisan sosial masyarakat desa pertanian. Dalam kaitan ini, Smith dan Zopf mengetengahkan adanya lima faktor yang determinan terhadap sistem pelapisan sosial masyarakat desa.

a) Luas pemilikan tanah dan sejauh mana pemilikan itu terkonsentrasi di tangan sejumlah kecil orang atau sebaliknya terbagi merata pada warga desa.

b) Pertautan antara sektor pertanian dan industri.

c) Bentuk-bentuk pemilikan atau penguasaan tanah.

d) Frekuensi perpindahan petani dari lahan pertanian satu ke lainnya.

e) Komposisi rasial penduduk.

Faktor pemilikan tanah merupakan faktor yang sangat determinan terhadap sistem pelapisan masyarakat desa pertanian. Menegaskan apa yang telah di jelaskan di atas, faktor pemilikan tanah ini mengandung dua kemungkinan yang berbeda pengaruhnya terhadap sistem stratifikasi sosial masyarakatnya.

Sutardjo Kartohadikoesoemo (1965) memberikan gambaran tentang penggolongan masyarakat desa di Jawa yang berlandaskan pemilikan tanah ini sebagai berikut.

 Warga baku, adalah warga desa yang memiliki tanah pertanian, rumah, dan tanah pengarangan (orang baku, sikep, gogol kenceng, kuli/wong kenceng).  Warga desa yang mempunyai rumah dan tanah pekarangan (lindung,

angguran kampung, kuli, sikep, buri/sikep nomor dua, wong setengah kenceng)

 Warga desa yang mempunyai rumah di atas pekarangan orang lain (wong dempel, menumpamg, numpang karang)

 Warga desa yang kawin dan mendok di rumah orang lain, orang tua, penganten baru, orang baru (rangkepan, kumpulan, nusup, kempitan).

(10)

Pelapisan sosial masyarakat desa (jawa) yang didasarkan atas pemilikan atau penguasaan tanah sebagaimana digambarkan sutardjo Kartohadikoesoemo itu juga dikemukakan oleh sejumlah pakar lainnya. M. Jaspan mengambarkan adanya empat pelapisan sosial yang terdapat di kalangan masyarakat desa di daerah yogyakarta.

Kuli kenceng, yakni mereka yang memiliki tanah pekarangan dan sawah,

Kuli gundul, yakni mereka yang hanya memiliki sawah

Kuli karangkopek, yakni mereka yang memiliki pekarangan saja, dan

Indung tlosor, yakni mereka yang memiliki rumah saja di atas tanah orang

lain.

Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1964) pelapisan sosial masyarakat desa digambarkan sebagai berikut :

 Keturunan cikal bakal desa dan pemilik tanah (kentol)

 Pemilik tanah di luar golongan kentol (kuli)

 Yang tidak memiliki tanah.

Sebagaimana telah di jelaskan di atas, masih sangat luasnya tanah dalam perbandingan dengan masih sangat jarangnya penduduk, telah menyebabkan tanah kurang cukup bernilai untuk menjadi basis terciptanya pelapisan sosial. Di samping itu, kuatnya adat-istiadat dan tradisi mencegah atau paling tidak menahan lajunya proses pemilikan tanah secara perorangan. Di kalangan suku masyarakat ( khususnya desa Bontoramba) yang secara umum memilki susunan kelas sosial yang tajam, namun basis pengelompokannya bukan terutama pemilikan tanah melainkan kekerabatan.

(11)

daerah-daerah yang telah memiliki akses bagi bagi mobilitas penduduknya, melainkan juga di tunjang oleh tekanan penduduk dan semakin sempitnya lahan pertanian. Semakin banyaknya jumlah buruh tani dari tahun ke tahun merupakan salah satu indikasi tentang bertambah beratnya tekanan penduduk di pedesaan jawa. Ikatan daerah yang kuat di satu pihak, dan kekurang pastian kelestarian kerja di sektor industri di lain pihak, menyebabkan banyak dari mereka yang melakukan migrasi musiman.

Sudah barang tentu gambaran-gambaran stratifikasi sosial yang banyak berkaitan dengan keadaan-keadaan masa lalu ini, kini telah mengalami sejumlah perubahan. Modernisasi pertanian dengan mekanisasi dan pola produksinya, proses urbanisasi yang terjadi, semakin transparanya desa-desa baik oleh semakin merebaknya pengaruh-pengaruh luar lewat media massa ataupun oleh semakin tingginya mobilitas horisontal penduduknya, adalah merupakan sekian faktor yang merubah berbagai aspek kehidupan masyarakat desa termasuk sistem stratifikasi sosialnya.

C. Diferensiasi Sosial Masyarakat Desa

Diferensiasi sosial berasal dari bahasa Inggris difference, yang artinya perbedaan. Secara istilah, diferensiasi sosial adalah pembedaan anggota masyarakat ke dalam golongan-golongan secara horizontal (tidak memandang perbedaan lapisan). Diferensiasi sosial atau struktur sosial horisontal suatu masyarakat adalah berkaitan dengan banyaknya pengelompokan-pengelompokan sosial yang ada dalam masyarakat itu tanpa menempatkannya dalam jenjang hirarkis. Sehingga dapat juga disebut dengan gambaran dari heteroginitas sosial masyarakatnya. Suatu diferensiasi tidak selalu berkaitan dengan sikap dengan pengelompokan, melainkan juga berkaitan dengan sikap atau tingkat intelegensi, yakni kemampuan mental atau intelegensi seseorang untuk mendiferensikan sesuatu.

(12)

Diferensiasi sosial merupakan karakteristik sosial yang membuat individu atau kelompok terpisah dan berbeda satu sama lain. Perbedaan ini didasarkan pada beberapa faktor, yaitu:

1. Usia

2. Gender (Jenis Kelamin)

3. Latar belakang etnik

Suatu konsep diferensiasi sosial secara teoritik sering dirumuskan bahwa semakin maju atau modern suatu masyarakat, semakin tinggi pula tigkat diferensiasinya. Sebaliknya semakin bersahaja masyarakatnya, semakin rendah pula tingkat diferensiasinya. Masyarakat desa adalah masyarakat yang relatif lebih bersahaja daripada masyarakat kota pada umumnya. Pada masyarakat desa tingkat diferensiasi yang terjadi tidaklah terlalu komplek dan tidak terlalu tinggi.

Menurut Smith dan Zopf (1970: 239) pengertian kelompok sosial harus menyangku tiga elemen, yakni:

a. Pluralisme subjek

Pluralitas subyek artinya, eksistensi pengelompokan mensyaratkan adanya pluralitas dalam elemen-elemen pembentukannya. Dimana pluralitas subyek menjadi salah satu faktor determinan terhadap tingkat diferensiasi masyarakat.

b. Interaksi antar subjek-subjek itu

Interaksi di samping pluralitas adalah sangat penting untuk eksistensi kelompok sosial. Kelompok tanpa adanya interaksi antar anggota-anggotanya bukanlah merupakan kesatuan yang fungsional dan karenanya bukan kelompok sosial yang sebenarnya.

c. Solidaritas atau kohesi sosial mereka

Solidarita atau kohesi sosial ialah solidaritas yang menciptakan apa yang dalam sosiologi di sebut “we feeling group”, perasaan “kekitaan”, perasaan yang membawa seseorang menjadi bagian dari suatu kelompok.

Emile Durkheim mengetengahkan dua tipe solidarita sosial, yakni

Solidarita mekanik, sosial yang pertama dilandasi oleh solidaritas yang

(13)

Solidarita organik, sosial yang kedua dilandasi oleh solidaritas yang terbentuk

justru oleh perbedaan namun saling tergantung di antara para anggota kelompok.

Dikaitkan dengan tiga elemen tersebut, maka pola pengelompokan masyarakat desa hakekatnya adalah:

1. Termasuk masyarakat dengan pluralitas rendah sehingga tidak cenderung menciptkan diferensiasi

2. Cenderung termasuk tipe primer dengan karakteristik yang melekat padanya

3. Cenderung tipe kohesi sosial yang berdasarkan solidaritas mekanik

Dalam keseluruhannya, pengertian kelompok sosial lewat tiga elemen tersebut telah mengantarkan kita pada karakterstik ikatan sosial masyarat desa.

(14)

PENUTUP

Konsep struktur sosial dibagi menjadi dua yakni struktur sosial vertikal dan horisontal. Semakin maju dan berkembang masyarakat maka akan semakin bervariasi dan kompleks pula pengelompokannya, bukan saja secara kuantitatif tetapi juga kualitatif. Struktur fisik suatu desa sangat erat kaitannya dengan lingkungan fisik desa itu dalam berbagai aspeknya. Sedikit lebih khusus berkaitan dengan lingkungan geografis dengan segala ciri-cirinya seperti: iklim, curah hujan, keadaan atau jenis tanah, ketinggian tanah, tingkat kelembaban udara, topografi, dan lainnya. Perbedaaan dari ciri-ciri fisik ini juga akan menciptakan perbedaaan dalam jenis tanaman yang ditanam, sistem pertanian yang diterapkan dan lebih lanjut pada pola kehidupan dari masing-masing kelompok masyarakat.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Terbentuknya masyarakat sebagai suatu sistem sosial terdiri atas struktur sosial (kedudukan dan peranan sosial) serta proses-proses sosial (sosialisasi dan pengendalian

Stratifikasi sosial didasarkan pada status sosial yang diperoleh oleh seseorang dalam suatu kelompok masyarakatA. Berdasarkan cara pemerolehannya, stratifikasi sosial dibagi

Kelas sosial adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi. Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi juga sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan

Mahasiswa mampu mengkaji tentang kedudukan sebagai lembaga sosial dan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat yang mempunyai struktur dan fungsi, peranan dan

 Status Sosial, yaitu kedudukan atau posisi sosial seseorang dalam kelompok masyarakat, meliputi keseluruhan posisi sosial yang terdapat dalam suatu kelompok besar masyarakat,

b. Mobilitas sosial vertikal, yaitu perpindahan posisi atau kedudukan individu atau kelompok individu dari satu strata sosial ke strata sosial lain, baik yang

Sedangkan pusat rotasi lantai tingkat suatu struktur adalah suatu titik pada lantai tingkat itu yang bila suatu beban horisontal bekarja padanya, lantai tingkat

Kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang–orang lain, dalam arti lingkungan pergaulanya, prestisenya, dan