TINJAUAN PUSTAKA
Serai
Serai merupakan tumbuhan yang masuk ke dalam family
rumput-rumputan. Dikenal juga dengan nama serai (Indonesia), dan sereh (Sunda).
Tanaman ini dikenal dengan istilah Lemongrass karena memiliki bau yang kuat
seperti lemon, sering ditemukan tumbuh alami di negara-negara tropis
(Wijayakusumah, 2005).
Komposisi minyak serai ada yang terdiri dari beberapa komponen, yang
isinya antara lain alkohol, hidrokarbon, ester, aldehid, keton, oxida, lactone,
terpene dan sebagainya. Komponen utama penyusun minyak serai dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Susunan kimia serai
Senyawa penyusun Kadar (%) Sitronelal (antioksidan) 32 – 45 Geraniol (antioksidan) 12 – 18 Sitronellol 12 – 15 Geraniol asetat 3 – 8 Sitronellil asetat 2 – 4 L- Limonene 2 – 5 Elemol & Seskwiterpene lain 2 – 5 Elemene & Cadinene 2 – 5 Sumber : Guenther (2006)
Menurut Suprianto (2008) kadar air batang sereh yaitu 76,78%, kadar abu
0,79%, dan kadar minyak atsiri 0,25%. Vitamin A berkisar 0,1 IU/100 g, vitamin
B berkisar 0,8 mg dan vitamin C sekitar 4 mg. Juga menyediakan mineral penting
seperti potasium, kalsium, magnesium, fosfor, mangan, tembaga, seng dan besi
kolesterol berbahaya atau lemak. Manfaat serai terutama pada batang dan daun
yang kering digunakan untuk bumbu masak, minyak wangi, bahan pencampur
jamu, dan juga dibuat minyak atsiri. Kandungan kimia tanaman serai lebih banyak
terdapat pada batang dan daun. Cara mengetahui minyak atsiri serai yaitu dapat
dilakukan dengan cara batang dan daun dihaluskan, lalu dicampur dengan pelarut
dan menghasilkan minyak atsiri yang mengandung senyawa sitronela dan geraniol
(Balipost, 2010).
Batang serai dapat memiliki panjang lebih dari 30 cm. Batang serai dapat
digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak atau obat
batuk, obat kumur, penghangat badan, gangguan pencernaan, sakit perut, masuk
angin, anti demam, pencegah muntah, dan lain-lain. Serai memiliki kandungan
lemongrass sehingga membuat serai memiliki aroma khas dengan rasa yang agak
pedas (Oyen, 1999).
Kandungan lain yang terdapat dalam serai adalah minyak atsiri.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kandungan minyak atsiri yang terdapat
dalam serai sebesar 0,25%. Hasil pengujian kandungan minyak atsiri yang
dilakukan terhadap minuman serbuk serai yaitu sebesar 0,1%. Menurut Agusta
(2000), serai memiliki aroma yang cukup tajam dikarenakan serai mengandung
minyak atsiri dengan komponen utamanya sitronelol dan geraniol.
Murahnya harga serai dan jarang dimanfaatkan membuat tanaman ini
seakan tidak berguna. Aroma serai yang khas dapat dijadikan suatu produk yang
menarik perhatian konsumen. Penggunaan serai menjadi suatu produk baru
merupakan hal penting sebagai diversifikasi pangan. Serai memiliki kandungan
infeksi pada lambung, usus, saluran kemih, dan luka. Belakangan ini serai juga
banyak dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti infeksi
kulit, tipus, keracunan makanan, dan dapat juga meredakan bau badan
(Hasbihtc, 2010).
Gangguan pencernaan terkadang menjadi masalah pelik dalam kehidupan
yang serba dinamis sekarang ini, serai dipercaya dapat mengobati berbagai
keluhan sekitar pencernaan seperti sakit perut, masuk angin, mengurangi ga s
didalam usus, infeksi pada saluran pencernaan dan juga diare, zat antimikrobanya
mampu mengurangi mikroba jahat didalam tubuh dan memperbaiki sel-sel
pencernaan yang rusak. Infeksi pada saluran kemih biasa ditimbulkan oleh bakteri
ataupun mikroba jahat lainnya, zat antimikroba pada serai dapat mengatasinya.
Antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya mikroba perusak dan pembusuk
makanan. Serai juga dapat membantu meningkatkan atau memperlancar buang air
kecil sehingga dapat membantu kinerja pankreas, ginjal dan kandung kemih
(Kurniawati, 2010).
Jahe
Jahe termasuk salah satu komoditas pertanian berupa tanaman rempah
yang mempunyai nilai sosial dan ekonomi cukup tinggi, sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang kesehatan. Produk jahe telah
dijadikan salah satu komoditas ekspor bahkan termasuk dalam sembilan besar
rempah-rempah yang diperdagangkan di dunia. Banyak masyarakat di Indonesia
yang menggunakaan jahe tidak hanya untuk bumbu dapur namun juga dijadikan
Tabel 2. Komposisi kimia jahe segar dalam 100 g bahan
Menurut Astawan (2009) bahwa jahe mengandung berbagai senyawa
antioksidan yaitu zingiberol 28,93%, zingerol 33,23%, dan zingeron 36,75%. Jahe
juga mengandung sodium 0,03%, potassium 1,4%, vitamin B1 0,05 mg/100 g,
vitamin B2 0,13 mg/100 g, niasin 1,9% dan vitamin C 12 mg/100g.
Sudah sejak lama jahe digunakan sebagai bumbu dapur. Aroma dan
rasanya yang khas menyebabkan penggunaan jahe untuk bumbu dapur lebih
memasyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya permintaan jahe sebagai bumbu
dapur yang mencapai 30.000 ton per tahun (hanya untuk pasar domestik).
Kebutuhan tersebut menempati peringkat pertama dibanding kunyit, kencur, dan
lengkuas yang juga sering digunakan sebagai bumbu dapur (Syukur, 2001).
Penggunaan jahe sebagai obat tradisional telah lama dilakukan orang. Jahe
segar dapat digunakan langsung sebagai obat. Irisan jahe yang diisap dapat
melapangkan tenggorokan. Selain berkhasiat menghalau serangan angin dan
menghangatkan tubuh, ramuan ini juga mengaktifkan sirkulasi darah dalam tubuh.
Jahe juga dapat dibuat industri obat dalam farmakologi misalnya minyak wangi,
anti muntah, anti mikroba, peluruh keringat, serta merangsang pengeluaran getah
Sirup
Sirup adalah sejenis minuman dengan larutan kental dan cita rasa yang
beragam. Berbeda dengan sari buah penggunana sirup tidak langsung diminum
tapi harus diencerkan terlebih dahulu. Pengenceran diperlukan karena kadar gula
dalam sirup yang tinggi yaitu 55-65%. Pembuatan sirup dapat ditambah pewarna
dan asam sitrat untuk menambah cita rasa (Satuhu, 2004).
Sirup merupakan minuman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia, hal ini karena kemudahan dalam menyajikannya. Sirup merupakan
larutan gula pekat yang digunakan sebagai bahan minuman dengan atau tanpa
ditambahkan asam (antara lain asam sitrat, asam tartarat dan asam laktat) juga
aroma dan zat warna (Hadiwijaya, 2002).
Permasalahan pada pembuatan sirup yaitu sirup sering mengalami
pengendapan sehingga terjadi pemisahan dan menyebabkan sirup menjadi cair
dibagian atas namun dibagian bawah tetap kental. Masalah ini dapat diatasi
dengan cara penambahan bahan penstabil yang berfungsi mempertahankan
kestabilan suspensi agar partikel padatannya tetap terdispersi merata keseluruh
bagian medium pendispersi dan tidak terjadi penggabungan partikel padatan yang
ada sehingga tidak mudah mengendap, selain itu bahan penstabil berfungsi untuk
meningkatkan viskositas, memperbaiki warna, citarasa, dan konsistensi sirup
buah. Sifat setiap zat penstabil untuk dapat menstabilkan berbeda-beda,
tergantung keadaan bahan yang akan distabilkan (Haryoto, 2001).
Menurut Satuhu (2004), berdasarkan bahan baku, sirup dibedakan menjadi
tiga, yaitu sirup esens, sirup glukosa, dan sirup buah-buahan. Sirup esens adalah
adalah sirup yang mempunyai rasa manis saja, biasanya digunakan sebagai bahan
baku industri minuman, sari buah, dan sebagainya. Sirup buah adalah salah satu
bentuk sediaan cair yang dibuat dari bahan dasar buah dan dikenal luas oleh
masyarakat. Sirup mempunyai rasa yang manis dan aroma yang harum serta
warna yang menarik sehingga disukai oleh berbagai kalangan (Soebardjo, 2010).
Dalam penggunaannya, syarat mutu sirup Menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-3544-1994) disajikan pada Tabel 3.
5.5 Staphylococcus aureus - negatif/ml
5.6 Kapang dan khamir koloni/ml maks. 1x102
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2013)
Bahan Tambahan Natrium benzoat
Secara umum bahan tambahan makanan dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu yang sengaja ditambahkan ataupun yang tidak sengaja ditambahkan.
Adapun penambahan bahan tambahan kedalam suatu produk makanan atau
sehingga mampu bersaing dipasaran. Bahan tambahan tersebut diantaranya
penyedap, pengawet, pemanis, pewarna, pengental, rasa dan aroma
(Winarno, 2002).
Begitu juga dengan pengawet, digunakan pada makanan dan minuman
adalah berguna untuk memperpanjang masa simpan, membuat lebih menarik,
serta rasa dan teksturnya sempurna. Namun pemakaian pengawet juga harus
diawasi, karena dapat menimbulkan permasalahan bagi konsumen. Jenis-jenis
pengawet yaitu natrium benzoat, asam benzoat, kalium sulfit, nitrit, dan lain-lain
(Buckle, et. al., 2009)
Pengawet yang sering digunakan dalam makanan terlebih minuman adalah
natrium benzoat. Natrium benzoat berupa granula atau serbuk berwarna putih,
tidak berbau dan stabil di udara. Mudah larut dalam air dan agak sukar larut dalam
etanol. Meskipun asam benzoat adalah pengawet yang lebih efektif, natrium
benzoat lebih sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena natrium
benzoat 200 kali lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat yang tidak larut
dalam air (Cahyadi, 2008).
Mekanisme kerja natrium benzoat sebagai bahan pengawet adalah
berdasarkan permeabilitas dari membran sel mikroba terhadap molekul-molekul
asam yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba mempunyai pH yang selalu netral.
Bila sel mikroba menjadi asam/basa maka akan terjadi gangguan pada
organ-organ sel sehingga metabolisme terhambat dan akhirnya sebagian sel mati.
Penggunaan bahan pengawet natrium benzoat tidak selalu aman terutama jika
Gula
Dalam pembuatan sirup diperlukan adanya bahan pemanis. Pemanis yang
digunakan adalah gula (sukrosa). Sukrosa mempunyai daya larut yang tinggi,
dapat menurunkan keseimbangan kelembaban relatif dan mengikat air. Tujuan
penggunaan sukrosa dalam produk minuman bukan hanya memunculkan rasa
manis saja, tetapi menyempurnakan cita rasa. Selain rasa manis, sukrosa
mempunyai sifat yang mudah larut dalam air dan berbentuk kristal
(Buckle, et al., 2009).
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam
pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu. Untuk industri-industri
makanan biasa digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar, dan
dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup).
Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan,
sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula
invert (Winarno, 2002).
Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi yang
tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut) sebagian dari air yang ada menjadi
tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air dari bahan pangan akan berkurang sedangkan dengan penambahan hingga konsentrasi 65%
gula akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme yang terdapat dalam bahan
pangan akan mengalami dehidrasi atau plasmolisis (Buckle, dkk, 2009).
Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat, memiliki
rasa manis, berwarna putih, dan larut air. Rasa manis sukrosa bersifat murni
cita rasa pertama. Disamping itu sukrosa juga berperan dalam memperkuat cita
rasa makanan, melalul penyeimbangan rasa asam, pahit, dan asin
(Koswara, 2009).
Selain sebagai bahan pemanis, gula juga berperan sebagai pengawet
produk makanan. Ketika gula diberikan ke produk makanan dalam konsentrasi
minimal 40 persen zat terlarut, maka aktifitas mikroorganisme dalam air akan
menurun. Konsentrasi gula yang dibutuhkan untuk mencegah pertumbuhan
mikroba bervariasi tergantung dari jenis dan kandungan zat-zat yang terdapat
dalam makanan. Pada konsentrasi yang lebih rendah dari 70%, larutan gula cukup
efektif menghentikan kegiatan mikroba dalam jangka waktu pendek
(Cahyadi, 2008).
Xanthan gum
Xanthan gum memiliki rumus molekul C35H49O29 dengan rantai utama
ikatan β-(1,4)-D-glukosa yang menyerupai struktur selulosa. Rantai cabang
xanthan gum terdiri dari mannosa asetat, mannose, dan asam glukoronat
(Chaplin, 2003). Struktur kimia xanthan gum dapat dilihat pada Gambar 1.
Xanthan gum berupa bubuk berwarna krem yang dengan cepat larut
dalam air panas atau air dingin membentuk larutan kental. Xanthan gum
dinyatakan aman digunakan dalam pangan sebagai pemantap, pengemulsi, dan
pengental membantu membentuk atau memantapkan sistem dispersi yang
homogen pada makanan (Tranggono, dkk, 1989).
Xanthan gum sangat baik dalam pembuatan sirup sebagai pengental,
sehingga tercipta sirup dengan kekentalan yang baik. Xanthan gum termasuk
salah satu tipe serat terlarut (soluble fiber) sehingga mempunyai sifat dapat
membentuk gel jika bercampur dengan cairan, merupakan bagian penting dari
makanan yang menyehatkan karena serat dapat membantu fungsi saluran
pencernaan (Sukamto, 2010). Xanthan gum juga membantu memperkuat partikel
padat, seperti rempah-rempah. Salah satu sifat yang paling luar biasa xanthan gum
adalah kemampuannya untuk menghasilkan peningkatan dalam viskositas cairan
(Foodreview, 2010).
Asam sitrat
Penambahan asam pada makanan atau minuman bertujuan untuk memberi
rasa asam. Asam juga dapat mengintensifkan penerimaan rasa-rasa lain. Unsur
yang menyebabkan rasa asam adalah ion H+ atau ion hidrogenium. Asam yang
banyak digunakan pada bahan makanan adalah asam organik seperti asam asetat,
asam laktat, asam sitrat, asam malat, dan asam suksinat (Winarno, 2002).
Asam merupakan asidulan pangan yang mempunyai fungsi bervariasi.
Asidulan (bahan pengatur keasaman) merupakan senyawa kimia yang bersifat
asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai
menyelubungi after taste yang tidak disukai. Industri makanan dan minuman
kebanyakan menggunakan asidulan. Hal ini menyebabkan zat pengasam seperti
asam sitrat banyak digunakan dalam industri minuman (Kusnadhi, 2003).
Asam sitrat juga berfungsi untuk mencegah kristalisasi gula pada produk
akhir yang diinginkan. Selain itu, asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator
hidrolisa sukrosa selama penyimpanan sehingga dapat memperpanjang masa
penyimpanan produk (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005)
Proses Pembuatan Sirup Sortasi dan Pencucian
Sortasi diperlukan untuk menggolongkan bahan pangan sesuai dengan
ukuran dan ada tidaknya cacat. Setelah bahan disortasi kemudian dilakukan
pencucian, yang berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang menempel.
Pencucian sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir untuk meminimalisir
kontaminan (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).
Blansing
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan
pemanasan menggunakan air atau uap yang dilakukan pada suhu 82 – 93oC
selama 3-5 menit. Tujuan blansing adalah inaktivasi enzim-enzim yang masih
terkandung dalam bahan pangan. Blansing juga bertujuan membersihkan bahan
dari kotoran, mengurangi jumlah mikroba dalam bahan, menghilangkan bau,
flavor, lendir yang tidak dikehendaki dan mempertahankan warna alami bahan.
Blansing biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan sebelum perlakuan
Penghancuran
Penghancuran dilakukan dengan penambahan air 1:2 dengan
menggunakan blender sampai diperoleh sari serai dan sari jahe yang halus
(Satuhu, 2004).
Penyaringan
Penyaringan berfungsi untuk mendapatkan sari. Penyaringan merupakan
proses yang lambat, yaitu kemampuan relatif bahan untuk menembus melalui
lubang-lubang halus, dipergunakan untuk pemisahan, dan merupakan penyaringan
partikel-partikel yang melayang di dalam suatu bahan cair. Lubang-lubang halus
yang dibutuhkan untuk penyaringan diperoleh dari kain penyaring (Earle, 1969).
Pemasakan dan pengadukan
Pengolahan berhubungan dengan semua perlakuan pada bahan pangan
baik hewani maupun nabati pasca panen. Pengolahan di satu sisi dapat
menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman,
bergizi dan dapat diterima dengan baik secara sensori (Nchfp, 2013).
Sari serai dan sari jahe yang telah diperoleh selanjutnya dimasak dan
ditambahkan natrium benzoate, gula, penstabil dan zat pengasam. Kemudian
diaduk hingga homogen dan jadilah sirup (Rukmana, 2001).
Pembotolan
Gelas sebagai alat pengemasan, saat ini masih merupakan jenis kemasan
yang sangat penting dan untuk kemasan yang biasa digunakan adalah botol.
Dalam penggunaannya botol harus disterilisasi terlebih dahulu pada suhu sekitar
1000C selama 1 jam, sterilisasi ini bertujuan untuk membunuh atau mencegah