6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hasil Belajar
Dalam Nana Sudjana (2004:22) “Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku setelah menempuh pengalaman belajar (proses belajar mengajaar)”. Pengalaman belajar yang dialami oleh siswa akan menghasilkan kemampuan yang menurut Howart Kingsley dalam Nana Sudjana (2004:22)
dibedakan menjadi tiga kemampuan yaitu : 1) keterampilan dan kebiasaan ; 2)
pengetahuan dan pengarahan; 3) sikap dan cita-cita.
Hamalik (2002:146) Hasil belajar itu sendiri dapt diartikan sebagai
tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah,
yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes dan non tes
mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Ada dua faktor yang
memperngaruhi hasil belajar siswa yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan
faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor ligkungan. Faktor yang
datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor
kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang
dicapai.
Hasil belajar dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi guru dan sisi
siswa seperti yang dikemukakan oleh Dimyati (2002: 3) yaitu bahwa dari sisi
guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar yang
merupakan tindak lanjut atau cara yang dilakukan untuk mengukur tingkat
penguasaan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan, sehingga
dengan evaluasi guru juga dapat mengukur tentang perubahan tingkah laku
siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai
dengan tujuan pengajaran. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum
belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut menurut Benyamin Bloom
7 1. Aspek Kognitif
Yaitu yang berkenaan dengan pengenalan baru atau mengingat
kembali (menghafal) suatu pengetahuan untuk mengembangkan
kemampuan intelektual. Aspek kognitif dibedakan atas enam
jenjang, yaitu :
a. Pengetahuan (knowledge)
Dalam jenjang ini seseorang dituntut dapat mengenali atau
mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah tanpa harus
mengerti atau dapat menggunakannya.
b. Pemahaman (comprehension)
Kemampuan ini menuntut siswa memahami atau mengerti apa
yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan
dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus
menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini
dijabarkan menjadi tiga, yakni; (a) menterjemahkan, (b)
menginterpretasikan, dan (c) mengekstrapolasi.
c. Penerapan (aplication)
Jenjang kognitif yang menuntut kesanggupan menggunakan
ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-
prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah tingkat kemampuan yang menuntut seseorang
untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu
ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya.
e. Sintesis (synthesis)
Jenjang ini menuntut seseorang untuk dapat menghasilkan
sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai
faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa: tulisan, rencana
8 f. Evaluasi (evaluation)
Evluasi adalah jenjang yang menuntut seseorang untuk dapat
menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep
berdasarkan suatu kriteria tertentu.
2. Aspek Afektif
Ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap yang
menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu
menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian
mengambil sikap sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya
dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah lakunya. Jenjang
kemampuan dalam ranah afektif yaitu:
a. Menerima (Receiving)
Dalam jenjang menerima ini diharapkan siswa peka terhadap
eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu.
b. Menjawab (Responding)
Siswa tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi juga
bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan
siswa untuk menjawab secara sukarela, membaca tanpa
ditugaskan.
c. Menilai (valuing)
Dalam jenjang menilai ini diharapkan siswa dapat menilai
suatu obyek, fenomena atau tingkah laku tertentu dengan
cukup konsisten.
d. Organisasi (organization)
Tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai yang
berbeda, menyelesaikan/memecahkan masalah, membentuk
suatu sistem nilai.
3. Aspek Psikomotorik
Yaitu pengajaran yang bersifat keterampilan atau yang
menunjukkan gerak (skill). Berikut ini adalah rincian dalam aspek
9 a. Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam
membantu gerakan.
b. Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan
gerakan.
c. Respon Terpimpin (Guided Response)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks,
termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
d. Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga
tampil dengan meyakinkan dan cakap.
Dari pendapat para ahli tersebut, dapat dijelaskan hasil belajar adalah
perubahan pengalaman belajar yang dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari
sisi guru yaitu dalam memberikan evaluasi untuk mengukur perubahan
tingkah laku siswa dan dari sisi siswa hasil belajar sebagai tolak ukur
perkembangan siswa yang terdiri dari tiga aspek yaitu aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek psikomotorik.
Aspek kognitif berkenaan dengan pengetahuan baru untuk
mengembangkan kemampuan intelektual, yang dibedakan menjadi enam
jenjang yaitu jengjang pengetahuan dimana siswa dituntut untuk
mengetahui suatu konsep. Jenjang pemahaman, kemampuan ini menuntut
siswa memahami atau mengerti apa yang diajarkan. Jenjang Penerapan, yang menuntut kesanggupan menggunakan ide-ide, tata cara,
metode-metode, prinsip- prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret.
Jenjang analisis, kemampuan yang menuntut seseorang untuk dapat
menguraikan suatu situasi tertentu ke dalam komponen pembentuknya. Jenjang sintesis, jenjang ini menuntut seseorang untuk dapat menghasilkan
sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor.Dan
10
menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu
kriteria tertentu.
Aspek afektif adalah sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan
batiniah anak, aspek ini dibagi menjadi empat jenjang, diantaranya adalah
jenjang menerima, diharapkan siswa peka terhadap rangsangan tertentu.
Jenjang menjawab, siswa tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi
juga bereaksi terhadap salah satu cara.Jenjang menilai, diharapkan siswa
dapat menilai suatu obyek, fenomena atau tingkah laku tertentu dengan
cukup konsisten. Dan jenjang organisasi, tingkat ini berhubungan dengan
menyatukan nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan masalah,
membentuk suatu sistem nilai.
Yang terakhir adalah aspek psikomotorik yaitu pengajaran yang
bersifat ketrampilan atau menunjukkan gerak siswa. Aspek ini dibagi
menjadi empat jenjang yaitu jenjang persepsi, Penggunaan alat indera
untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.Jenjang kesiapan,
termasuk dalam kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan
gerakan. Jenjang respon terpimpin, tahap awal dalam mempelajari
keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan
coba-coba. Jenjang mekanisme, membiasakan gerakan-gerakan yang telah
dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
2.2 Pembelajaran IPA
2.2.1 Pengertian IPA
Menurut Permendiknas (2008), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, dengan
demikian IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan.
Menurut Rusyan (2007) mengemukakan IPA merupakan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, karena itu, IPA bukan hanya penugasan,
11
saja, tetapi mengumpulkan fakta-fakta, dan bagaimana menghubungkan
fakta-fakta itu.
Selanjutnya menurut Usman Samatowa (2010 : 19) menyatakan secara
sederhana bahwa sains didefinisikan sebagai Ilmu Pengetahuan yang
mempelajari tentang gejala-gejala alam.” Sains juga merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terdiri dari fakta-fakta, konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan teori-teori yang merupakan produk dari proses ilmiah.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan oleh peneliti dengan kata lain
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan proses mencari tahu atau
penemuan segala gejala alam, bukan hanya mengenai penguasaan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja yang merupakan
produk dari proses ilmiah.
2.2.2 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Sulistyorini (2007:40), mengemukakan tujuan pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar adalah sebagai berikut :
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan ciptaanNya
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesasdaran tentang
adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
d. Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara,
menjaga, melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala
keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai
12
Tujuan diatas mengarahkan bahwa sebaiknya pembelajaran IPA tidak
menitikberatkan pada upaya pencapaian akademik saja, namun dalam
pembelajaran IPA sebaiknya melibatkan siswa dalam kegiatan yang
memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Dari uraian tujuan pembelajaran IPA tersebut dapat peneliti simpulkan
bahwa tujuan pembelajran IPA bukan hanya mengenai pengetahuan saja,
namun tujuan pembelajaran IPA juga mencangkup tentang keyakinan
terhadap kebesaran Tuhan atas ciptaanNya, mengembangkan rasa ingin
tahu, sikap positif dan kesadaran hubungan saling mempengaruhi dengan
alam, mengembangkan proses pemecahan masalah di alam sekitar,
meningkatkkan kesadaran dalam melesstarikan alam, dan juga untuk
memperoleh ketrampilan dalam pembelajaran IPA.
2.2.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD
Berdasarkan Kurikulum 2006, ruang lingkup bahan kajian IPA
meliputi beberapa aspek materi pokok IPA yang diajarkan di Sekolah Dasar,
yaitu :
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
b. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya.
c. Energi dan perubahannya, meliputi : gaya, magnet, listrik, cahaya, dan
pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta, meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
2.2.4 Pembelajaran IPA Sekolah Dasar
Berdasarkan standar isi dalam permendiknas tahun 2006, Indikator
pencapaian tujuan pembelajaran diturunkan dari Kompetensi Dasar dan
Standar Kompetensi yang menjadi pedoman untuk mengembangkan materi,
kegiatan pembelajaran, indikator dan tujuan yang akan dicapai dalam
13
dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA kelas 5, semester II dalam
kuriikulum KTSP. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan diteliti
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
6. Menerapkan sifat-sifat
cahaya melalui kegiatan
membuat suatu karya / model
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat
cahaya
7. Memahami perubahan yang
terjadi di alam dan
hubungannya dengan
penggunaan sumber daya alam
7.4 Mendeskripsikan proses
daur air dan kegiatan manusia
yang dapat mempegaruhinya
7.5 mendeskripsikan perlunya
penghematan air
2.3 Model Pembelajaran
Menurut Trianto (2011: 51) model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pemebalajaran dalam tutorial.
Model ini merupakan karakteristik yang dimunculkan dalam pembelajaran
sebagai langkah untuk melaksanakan pembelajaran di kelas. Model harus
sesuai dengan materi yang diajarkan karena setiap materi atau konsep
memiliki karakteristik tersendiri sehingga bisa jadi suatu konsep tertentu
harus menggunakan model tertentu juga. Bila tidak menggunakan model
yang cocok maka pembelajaran menjadi tidak efektif yang dampaknya pada
pemahaman siswa.
Menurut Soekamto (Hamruni, 2012 : 5) mengemukakan bahwa
maksud dari model pembelajaran itu adalah kerangka konseptual yang
14
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar.
Dari penjelasan tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka yang digunakan untuk merencanakan proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model harus sesuai
dengan materi yang diajarkan karena setiap materi memiliki karakteristik
yang berbeda. Bila model yang digunakan tidak sesuai dengan materi yang
diajarkan pembelajaran akan menjadi tidak efektif dan berdampak pada
kurangnya pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
2.4 Project Based Learning
Model pembelajaran project based learning berawal dari ide dari John Dewey yaitu “learning by doing” atau belajar dengan melakukannya. Dewey (1997) berpendapat seperti berikut.
"The teacher is not in the school to impose certain ideas or to form certain habits in the child, but is there as a member of the community to select the influences which shall
affect the child and to assist him in properly responding to these...I believe, therefore, in the so-called expressive or
constructive activities as the centre of correlation."
“Guru ada di sekolah tidak untuk memaksakan ide-ide tertentu atau untuk membentuk kebiasaan tertentu pada anak, tetapi ada sebagai anggota
masyarakat untuk memilih pengaruh yang akan mempengaruhi anak dan untuk membantu anak dalam langkah yang benar… saya percaya, karena itu, dalam apa yang disebut kegiatan ekspresif atau konstruktif sebagai pusat korelasi”
Project-based learning has been associated with the "situated learning" perspective of James G. Greeno (2006)
15
focused on teaching by engaging students in investigation. Within this framework, students pursue solutions to nontrivial
problems by asking and refining questions, debating ideas, making predictions, designing plans and/or experiments,
collecting and analyzing data, drawing conclusions, communicating their ideas and findings to others, asking new
questions, and creating artifacts.
Pembelajaran berbasis proyek telah dikaitkan dengan “situated learning” dari perspektif James G. Greeno (2006) dan pada teori konstruktivis Jean Piaget. Sebuah deskripsi yang lebih tepat dari proses
project based learning yang diberikan oleh Blumenfeld et al. Mengatakan bahwa, “Pelajaran berbasis proyek adalah perspektif yang komprehensif berfokus pada pengajaran dengan melibatkan siswa dalam penyelidikan.
Dalam kerangka ini, siswa mengejar solusi untuk permasalahan yang tidak
sederhana dengan mengajukan pertanyaan dan menyempurnakannya, debat
pendapat, membuat prediksi, merancang rencana atau percobaan,
mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan,
mengkomunikasikan ide-ide mereka dan temuan kepada orang lain,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru, dan menciptakan artefak”
Dari uraian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa model project
based learning adalah model pembelajaran inovatif yang berpusat kepada
siswa dan peran guru adalah mempengaruhi siswa untuk membantu anak
melangkah yang benar terlebih dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
diawali dengan adanya permasalahan yang mampu mendorong siswa untuk
mengajukan pertanyaan kemudian melakukan kerja proyek yang
menghasilkan karya atau artefak.
2.4.1 Karakteristik Model Project Based Learning
Menurut Thomas (2000) Project based learning memiliki
karakteristik yang membedakan model yang lain. Karakteristik tersebut,
16 1. Centrality
Pada project based learning proyek menjadi pusat dalam
pembelajaran
2. Driving Question
Project based learning difokuskan pada pertanyaan atau masalah
yang mengarahkan siswa untuk mencari solusi dengan konsep atau
prinsip ilmu pengetahuan yang sesuai.
3. Constructive Investigation
Pada project based learning siswa membangun pengetahuannya
dengan melakukan investigasi secara mandiri (guru sebagai
fasilitator)
4. Autonomy
Project based learning menuntut student centered (berpusat pada
siswa), siswa sebagai problem solver (pemecah masalah) dari
masalah yang dibahas.
5. Realism
Kegiatan siswa difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan
situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik
dan menghasilkan sikap profesional.
Fokus pembelajaran terletak pada prinsip dan konsep dari suatu
disiplin ilmu, melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah
secara kolaboratif dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain. Guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara otonom
dalam mengontruksi pengetahuan mereka sendiri dalam kelompok
termasuk bagaimana siswa mengatur pembuatan produk, mengatur waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek dan mencapai puncaknya
untuk menghasilkan produk nyata yang nantinya akan dipresentasikaan di
17
2.4.2 Keuntungan Model Projecct Based Learning
Menurut Han dan Bhattacharya (Warsono dan Hariyono, 2012 : 157)
mengidentifikasi kelebihan pembelajaran berbasis proyek, yaitu :
1. Meningkatkan motivasi belajar siswa
2. Meningkatkan kecakapan siswa dalam pemecahan masalah
3. Mememperbaiki ketrampilan menggunakan media pembelajaran
4. Meningkatkan semangat dan ketrampilan berkolaborasi
5. Meningkatkan keterampilan dalam manajemen berbagai sumber daya
6. Meningkatkan keterampilan siswa dalam mencari informasi
7. Memberikan pengalaman kepada siswa dalam mengorganisasi proyek
8. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan.
Dari uraian tersebut dapat peneliti jelaskan bahwa model project
based learning dapat meningkatkan motifasi belajar siswa, siswa akan
antusias selama proses pembelajaran. Meningkatkan kecakapan siswa dalam
memecahkan masalah, siswa dalam kelompok akan saling bertukar pikiran
baaimana untuk menyeleesaikan suatu masaah atau pertanyaan yang ada.
Memperbaiki ketrampilan menggunakan media pembelajaran, dalam
melaksanakan suatu kerja proyek tentu siswa akan bekerja menggunakan
berbagai media pembelajaran dengan ini siswa akan lebih trampil
menggunakan media pembelajaran. Meningkatkan semangat dan
ketrampilan berkolaborasi, selama pembelajaran siswa lebih semangat dan
dapat berkolaborasi dengan teman kelompoknya untuk menyelesaikan suatu
masalah dan membuat suatu produk nyata. Meningkatkan ketrampilan
manajemen berbagai sumber daya, termasuk bagaimana siswa
memanajemen waktu, alat dan bahan yang mereka gunakan dalam membuat
suatu produk. Meningkatkan ketrampilan siswa dalam mencari informasi,
keaktifan siswa dalam bertanya untuk memperoleh informasi dapat
berkembang dengan munculnya masalah yang ada. Memberikan
pengalaman kepada siswa dalam berorganisasi proyek, dan membuat
suasana belajar menjadi menyenangkan.
18
2.4.3 Langkah-langkah Model Project Based Learning
Menurut Warsono dan Hariyanto (2012 : 156) mengemukakan secara
umum, langkah-langkah pembelajaran dalam melaksanakan model project
based learning adalah perencanaan, penciptan dan penerapan, serta
pemrosesan. Dapat dipahami bahwa model project based learning terdiri
dari tiga fase pokok, yaitu:
Fase 1: fase perencanaan.
Dalam tahap ini, pebelajar memilih topik, mencari sumber-sumber terkait
informasi yang relevan, dan mengorganisasikan sumber-sumber menjadi
suatu bentuk yang berguna.
Fase 2 : Implementasi atau fase penciptaan.
Dalam tahap ini pebelajar mengembangkan gagasan terkait proyek,
menggabungkan dan menyinergikan seluruh kontribusi dari anggota
kelompok , dan mewujudkan proyeknya.
Fase 3: Fase pemrosesan.
Dalam tahap ini proyek hasil karya mereka didiskusikan dengan prinsip
saling berbagi dengan kelompok melakukan refleksi terhadap hasil
karyanya.
Berikut ini adalah langkah-langkah model project based learning
menurut George Lucas Educational Foundation (2005) :
1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (start with the essential question)
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial yaitu pertanyaan
yag dapat memberi penugasan kepada siswa dalam melakukan suatu
aktivitas. Topik penugasan sesuai dengan dunia nyata yang relevan
untuk siswa dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
2. Mendesain Perencanaan Proyek (design a plan for the project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Dengan demikian siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan
aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan
19
mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk
membantu penyelesaian proyek.
3. Menyusun Jadwal (create a schedule)
Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktifitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain :
a) Membuat timeline atau alokasi waktu untuk menyelesaikan
proyek
b) Membuat deadline atau batas waktu akhir penyelesaian
proyek
c) Membawa pesereta didik ketika mereka membuat cara yang
tidak berhubungan dengan proyek
d) Meminta peserta didik untuk membuat penjelasan tentang
pemilihan suatu cara.
4. Memonitor Siswa dan Kemajuan Proyek (monitor the students and
the progress of the project)
Guru bertanggungjawab untuk melakkukan monitor terhadap
aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan
dengan cara menfasilitasi siswa pada setiap proses. Dengan kata lain
guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar
mempermudah proses monitorinng, dibuat sebuah rubrik yang dapat
merekam keseluruhan aktivitas yang penting.
5. Menguji Hasil (assess the outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur
ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan
masing-masing siswa, memberi umpan alik tentang tingkat
pemahaman yang sudah dicapai siswa, membantu guru dalam
menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi pengalaman (evaluate the experience)
Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses
20
Dalam uraian tersebut peneliti dapat menyimpulkan langkah-langkah
model project based learning yang terdiri dari tiga fase, fase perencanaan,
fase implementasi atau fase penciptaan dan fase pemrosesan. Model project
based learning dapat diuraikan menjadi beberapa langkah yaitu penentuan
pertanyaan mendasar, mendesain perencanaan proyek, menyusun jadwal,
memonitor siswa dan kemajuan proyek, menguji hasil dan mengevaluasi
pengalaman.
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
Siska Hidayanti (2012) dalam skripsinya yang berjudul upaya
meningkatkan hasil belajar siswa dengan pembelajaran berbasis proyek
(PBP) pada tema kerajinan tangan kelas II SD Negeri Jogoyitnan
Wonosobo Semester 2 tahun pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian yang
dilakukan Siska Handayanti dengan menggunakan model project based
learning atau pembelajaran berbasis proyek pada siklus I mengalami
peningkatan hasil belajar siswa yang dilihat melalui hasil evaluasi
diperoleh hasil 86,2% siswa yang sudah mencapai KKM, pada siklus II
juga terjadi peningkatan prosentase hasil belajar siswa menjadi 96,5%
siswa telah mencapai nilai KKM.
Penelitian yang dilakukan oleh Rully Kurniawati (2010) dengan judul “Penerapan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Aktivitas Ekonomi dalam Pembelajaran IPS SD
Kelas IV SDN Bareng 5 Malang”. Hasil belajar pemahaman konsep aktivitas ekonomi siswa kelas IV SDN Bareng 5 Malang setelah penerapan
Project Based Learning pada siklus I ke siklus selanjutnya mengalami
peningkatan. Ini dapat diketahui dari hasil rata-rata hasil tes belajar siswa
pada siklus I yaitu (71,7) sedang pada siklus II yaitu (75,0) sedang pada
siklus III yaitu (82,1) baik.
21 2.6 Kerangka Pemikiran
Pembelajaran yang dilakukan oleh guru saat ini masih berpusat
pada guru karena cenderung hanya menggunakan metode ceramah.
Keadaan ini mengakibatkan siswa tidak mampu mengembangkan potensi
di dalam dirinya baik dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya
karena siswa hanya dijadikan sebagai pendengar atau penerima informasi
saja.
Pada kurikulum 2006 siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses
pembelajaran maka dari itu perlu adanya pembelajaran yang bervariasi dan
tentunya dapat meningkatkan hasil belajar siswa, untuk itu guru mencoba
untuk menggunakan pembelajaran berbasis proyek (project based
learning). Model project based learning adalah pembelajaran yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
beraktifitas secara nyata. Agar siswa dapat terlibat aktif maka guru dapat
menerapkan model project based learning dalam proses pembelajaran.
Secara sistematik kerangka berpikir penelitian ini dapat dicermati melalui
22 2.7 Hipotesis Tindakan
Dari hasil kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas dapat
dirumuskan hipotesisnya adalah hasil belajar mata pelajaran IPA siswa
kelas V di SDN Tingkir Tengah 1 semester II tahun pelajaran 2014/2015