BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Diabetes Melitus
1.1 Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup
atau dapat juga disebabkan oleh berkurangnya kemampuan tubuh untuk
merespon kerja insulin secara efektif (WHO, 2013).
1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
American Diabetes Assosiation (2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009) mengklasifikasikan diabetes melitus
menjadi :
1) Diabetes melitus tipe 1
Dibagi dalam 2 subtipe yaitu autoimun, akibat disfungsi autoimun
dengan kerusakan sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti autoimun dan
tidak diketahui sumbernya.
2) Diabetes melitus tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resisten insulin disertai defisinsi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resisten insulin.
3) Diabetes melitus Gestasional
Diabetes melitus yang muncul pada masa kehamilan umumnya
4) Diabetes melitus tipe lain:
a) Defek genetik fungsi sel beta
b) Defek genetik kerja insulin: resisten insulin tipe A, I eprechaunism,
sindrom rabson mandenhall, diabetes loproatrofik dan lainnya.
c) Penyakit eksokrin pankreas: pankreastitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus
dan lainnya.
d) Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma dan lainnya.
e) Karena obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxic, agonis β adrenergic, tiazid,
dilantin, interferon alfa dan lainnya.
f) Infeksi: rubella konginetal, dan lainnya.
g) Immunologi (jarang): sindrom “Stiff-man” , antibody antireseptor
insulin dan lainnya.
h) Sindroma genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefilter, sindrom
Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedriech’s, chorea Huntington,
sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader
Willi dan lainnya.
1.3 Diagnosis Diabetes Melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulvae pada wanita. Apabila ditemukan keluhan klasik DM, pemeriksaan
glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis, namun apabila tidak ditemukan keluhan klasik DM, maka
diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal (PERKENI,
2011). Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel 1.
Tabel 1 Kriteria diagnosis DM
1. Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/ dL (11,1mmol/ L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir Atau
2. Gejala klasik DM+glukosa plasma puasa ≥126 mg/ dL (7.0 mmol/ L). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam Atau
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/ dL (11,1 mmol/ L). TTGO yang dilakukan dengan standar WHO,
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air.
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian
kelambung dan selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan
diolah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi
glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak.
Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh
organ-organ di dalam tubuh sebagai sumber energi. Supaya dapat
berfungsi sebagai bahan energi, zat makanan itu harus masuk terlebih
dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan
terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah
timbulnya energi, proses ini disebut metabolisme. Dalam proses
metabolisme insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu
bertugas memasukkan glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagai sumber energi. Insulin adalah suatu zat atau hormon
yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan
sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam
sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi
tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa akan tetap berada dalam
pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam
keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak ada sumber energi
Pada diabetes melitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada
jenis ini timbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada
sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta
yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan
antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta.
Insulitas bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus
cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Umumnya yang diserang
pada insulitas itu adalah sel beta, dan biasanya sel alfa dan delta tetap utuh
(Suyono, 2004).
1.5 Komplikasi Diabetes Melitus
Kondisi kadar gula darah yang tetap tinggi akan menimbulkan
berbagai komplikasi. Komplikasi pada Diabetes Melitus dibagi menjadi
dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut adalah
komplikasi yang muncul secara mendadak yang bisa fatal jika tidak segera
ditangani. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
non ketotik dan hipoglikemia.
Komplikasi kronis adalah komplikasi yang terjadi karena glukosa
darah berada di atas batas normal yang berlangsung selama
bertahun-tahun. Komplikasi ini timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui,
tetapi berangsur semakin berat dan membahayakan. Komplikasi kronik
meliputi makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati (Waspadji dalam
Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009). Makroangiopati
tepi dan otak. Mikroangiopati terjadi pada pembuluh darah kecil
(mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler ginjal.
2. Ulkus Diabetikum
2.1 Definisi
Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik
diabetes melitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat
disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetikum merupakan
luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan
dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun
anaerob (Tambunan, 2006).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Ulkus diabetikum pada penderita Diabetes melitus
menurut Wagner (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009)
ada 6 tingkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Klasifikasi wagner
Tidak ada luka terbuka, kulit utuh. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
Ulkus menyebar ke ligament, tendon, sendi, fascia dalam tanpa adanya abses atau osteomyelitis
Ulkus disertai abses, osteomyelitis atau sepsis sendi
Gangrene yang terlokalisir pada ibu jari, bagian depan kaki atau tumit
2.3 Diagnosis Ulkus Diabetikum
Diagnosis ulkus diabetikum meliputi :
1) Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau
jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau
hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
2) Pemeriksaan Penunjang :
X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui apakah ulkus kaki diabetes menjadi infeksi dan
menentukan kuman penyebabnya (Waspadji, 2006).
2.4 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala ulkus diabetikum yaitu sering kesemutan, nyeri
kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis),
penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal, serta kulit kering (Misnadiarly,
2006 ; Subekti, 2006).
2.5 Etiologi Ulkus Diabetikum
Ulkus diabetikum disebabkan oleh tiga faktor yang sering disebut
Trias, yaitu : neuropati, iskemik dan infeksi.
1) Neuropati (kerusakan saraf)
Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori dan autonomik
klien akan kehilangan sensasi nyeri dapat sebagian atau keseluruhan pada
kaki yang terlibat.
2) Iskemik
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen.
Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah
sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau
berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,
kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi
nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung
kaki atau tungkai.
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal
dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh
darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki
karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan,
rasa tidak nyaman dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan
kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetikum.
Proses angiopati pada pasien diabetes melitus berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah
terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
3) Infeksi
Pada pasien DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan abnormalitas leukosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi
radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid
menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk
dimusnahkan.
Pada pasien ulkus diabetikum, 50% akan mengalami infeksi akibat
adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan
bakteri. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetikum yaitu kuman
aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu
Clostridium perfringens, Clostridium novy dan Clostridium septikum.
2.6 Patofisiologi Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum diawali dengan adanya hiperglikemia pada
pasien dengan diabetes melitus yang menyebabkan kelainan pada saraf
dikaki atau disebut dengan neuropati perifer. Kelainan yang terjadi
diantaranya adalah neuropati sensorik, motorik dan autonomik.
Saraf autonomik adalah saraf yang mengontrol fungsi otot-otot
halus, kelenjar dan organ viseral. Dengan adanya gangguan pada saraf
autonomi maka terjadilah perubahan tonus otot yang menyebabkan
abnormalnya aliran darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan
oksigen maupun pemberian antibiotik tidak dapat tercukupi atau tidak
dapat mencapai jaringan perifer. Inilah yang menimbulkan kulit menjadi
sukar sembuh, dan dapat menimbulkan kerentanan terhadap infeksi serta
mengkontribusi terjadinya ganggren. Dampak lain yang terjadi pada saraf
sensorik dan motorik adalah hilangnya sensasi rasa nyeri, tekanan dan
perubahan temperatur (Suriadi, 2004).
2.7 Faktor Risiko Ulkus Diabetikum
Faktor risiko terjadinya ulkus diabetikum terdiri atas faktor-faktor
risiko yang tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah
(Tambunan & Waspadji, 2006).
1) Faktor - faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Umur
Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun, hal ini terkait
dengan proses penuaan yang menyebabkan terjadinya penurunan sekresi
atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap
pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di
Swiss yang dikutip oleh Soewondo (2006) menyatakan bahwa penderita
ulkus diabetikum 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia ≥ 60 tahun.
b. Lama Menderita Diabetes Melitus ≥ 10 tahun
Ulkus diabetikum terjadi pada pasien diabetes melitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih. Apabila kadar glukosa darah tidak
terkendali akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler
sehingga mengalami makroangiopati dan mikroangiopati yang
mengakibatkan terjadinya vaskulopati dan neuropati, sehingga terjadi
diabetes melitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan
neuropati perifer (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
2) Faktor-faktor risiko yang dapat diubah :
a. Neuropati (sensorik, motorik, perifer)
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi
gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen
pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut saraf yang
lebih lanjut akan terjadi neuropati. Saraf yang rusak tidak dapat
mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga pasien dapat
kehilangan indra perasa. Selain itu, kelenjar keringat menjadi berkurang,
kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi
rasa berisiko tinggi terjadi ulkus diabetikum.
b. Obesitas
Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan
IMT (index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang
berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin
melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat
menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga
terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang
menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus/ganggren sebagai bentuk
c. Hipertensi
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada pasien diabetes melitus
karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat pada
menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu
hipertensi yang tekanan darahnya lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak
atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan
berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi
trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi
hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus.
d. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol.
Pada pasien diabetes melitus sering dijumpai adanya peningkatan
kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL
(highdensity - lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45
mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan
HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian
besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan,
merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis.
e. Kebiasaan Merokok
Pada pasien diabetes melitus yang merokok ≥ 12 batang per hari
mempunyai resiko 3x untuk menjadi ulkus diabetikum dibandingkan
dengan pasien diabetes melitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok
akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat
agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga
lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan
mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat
insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea
dan tibialis juga akan menurun.
f. Ketidakpatuhan Diet Diabetes Melitus
Kepatuhan diet pasien diabetes melitus mempunyai fungsi yang
sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan
tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,
memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan
memperbaiki sistem koagulasi darah.
g. Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik (olahraga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan
sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah.
Olahraga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan
memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap
metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan.
Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat
membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil
kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu
dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus,
h. Pengobatan Tidak Teratur
Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah
dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetikum.
Sampai pada saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara tepat
untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada pasien Diabetes Melitus.
i. Perawatan Kaki Tidak Teratur
Perawatan kaki yang teratur akan mencegah atau mengurangi
terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki pada
pasien diabetes melitus yaitu selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih,
membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku
dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna serta
hati-hati terutama diantara jari-jari kaki, memakai krem kaki yang baik
pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap
mulus dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem
sorbolene), tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit
menjadi kering dan retak-retak, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari
apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan
air panas atau bantal panas.
j. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat
Pasien diabetes melitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena
dapat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetikum
yang diawali dari timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila
Pencegahan dalam faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas
dan nyaman untuk pasien diabetes melitus (Tambunan & Waspadji, 2006).
2.8 Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum
Frykberg (2006) menyatakan bahwa tujuan dari penatalaksanaan
ulkus diabetikum adalah untuk mencapai penutupan luka secepat mungkin
sehingga dapat menurunkan angka amputasi pada ekstremitas bagian
bawah pasien. Penatalaksanaan ulkus diabetikum meliputi evaluasi status
vaskuler dan tindakan yang tepat seperti pengkajian gaya hidup/faktor
psikologi, pentalaksanaan dasar luka dan penurunan tekanan.
1) Evaluasi status vaskuler
Perfusi arteri memegang peranan penting dalam penyembuhan luka
dan harus dikaji pada pasien ulkus, selama sirkulasi terganggu luka akan
mengalami kegagalan penyembuhan dan beresiko amputasi. Adanya
insufisiensi vaskuler dapat berupa edema, karakteristik kulit yang
terganggu, penyembuhan lambat dan ekstremitas dingin (Frykberg, 2006).
2) Pengkajian gaya hidup
Gaya hidup dan faktor psikologi dapat mempengaruhi
penyembuhan luka. Contohnya antara lain: alkohol, merokok,
penyalahgunaan obat, kebiasaan makan, obesitas, malnutrisi dan tingkat
mobilisasi (Delmas, 2006).
3) Penatalaksanaan dasar luka
Tujuan dilakukannya debridement adalah membuang jaringan mati
salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka. Debridement
adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan
jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka
ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor
pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.
Kelembaban juga akan mempercepat proses reepitelisasi pada
ulkus. Keseimbangan kelembaban ulkus meningkatkan proses autolysis
dan granulasi. Untuk itu diperlukan pemilihan balutan untuk menjaga
kelembapan luka. Dalam pemilihan balutan, sangat penting diketahui
bahwa tidak ada balutan yang paling tepat terhadap semua ulkus
diabetikum.
4) Penurunan tekanan (Off Loading)
Menurunkan tekanan pada ulkus diabetikum merupakan tindakan
yang sangat penting. Off loading mencegah trauma lebih lanjut dan
membantu meningkatkan penyembuhan. Ulserasi biasanya terjadi pada
area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu
cara yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan.
Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang
paling efektif. TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk
menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus. Metode ini
memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan bermanfaat
untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan
dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara
lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat
menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.
Ulkus diabetikum memungkinkan masuknya bakteri, serta
menimbulkan infeksi pada luka. Pada infeksi yang tidak membahayakan
(non-limb threatening) biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan
streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan
pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic,
moxifloxin atau clindamycin.
Pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti
staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas,
enterokokus dan bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus,
peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan
pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif,
serta aerobik dan anaerobik (Jones, 2006).
3. Makna Hidup
3.1 Definisi
Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang
dokter ahli penyakit saraf dan jiwa, dalam teorinya yang di sebut
logoterapi. Logoterapi berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti
makna (meaning) atau rohani (spirituality) dan “terapi” yang berarti
penyembuhan atau pengobatan, sehingga logoterapi merujuk pada upaya
logoterapi tidak mengandung konotasi agamis, tetapi lebih merupakan
sumber dari kualitas-kualitas luhur manusia.
Bastaman (2007) menyatakan bahwa makna hidup adalah hal-hal
yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus
bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the
purpose in life). Dalam makna hidup terkandung juga tujuan hidup
sehingga makna hidup dan tujuan hidup tidak dapat dipisahkan. Tujuan
hidup yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Makna hidup
bermula dari sebuah visi kehidupan, harapan dan merupakan alasan
kenapa individu harus tetap hidup.
3.2 Karakteristik Makna Hidup
Pertama, makna hidup itu sifatnya unik, pribadi dan temporer,
artinya apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti pula
bagi orang lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang
bermakna bagi dirinya biasanya sifatnya khusus, berbeda dan tak sama
dengan makna hidup orang lain, serta mungkin pula berubah dari waktu ke
waktu. Mengingat keunikan dan kekhususannya itu, makna hidup tidak
dapat diberikan oleh siapa pun, melainkan harus dicari dan ditemukan
sendiri.
Kedua, sifatnya spesifik dan nyata, artinya makna hidup
benar-benar dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari, serta
tidak harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealistis, atauupun dengan
Ketiga, sifat dari makna hidup adalah memberi pedoman dan arah
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, sehingga makna hidup itu
seakan-akan menantang individu untuk memenuhinya. Dalam hal ini saat
makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, individu tersebut
seakan-akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya, serta
kegiatan-kegiatan pun menjadi lebih terarah.
3.3 Sumber-sumber Makna Hidup
Makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri,
betapapun buruknya kehidupan tersebut. Frankl menyebutkan bahwa
hidup bisa dibuat bermakna melalui tiga cara yaitu creative values,
experiential values, dan attitudinal values.
Creative values (nilai-nilai kreatif): kegiatan berkarya, bekerja,
mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan
penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan
keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya
dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan
berkarya. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan
menghayati kehidupan secara bermakna. Pekerjaan hanyalah merupakan
sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan
mengembangkan makna hidup; makna hidup tidak terletak pada pekerjaan,
tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini
sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang
Eksperiential Values (nilai-nilai penghayatan): yaitu keyakinan
dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan,
keimanan, dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini
suatu nilai dapat menjadikan seseorang hidupnya berarti. Cinta kasih dapat
pula menjadikan seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya.
Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan
hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.
Mencintai seseorang berarti menerima sepenuhya keadaan orang itu
seperti apa adanya serta benar-benar dapat memahami sedalam-dalamnya
kepribadiannya dengan penuh pengertian. Cinta kasih senantiasa
menunjukkan kesediaan untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya
kepada orang yang dikasihi, serta ingin menampilkan diri sebaik mungkin
di hadapannya. Erich Form (1964 dalam Bastaman, 2007) seorang pakar
psikoanalisis modern, menyebutkan empat unsur dari cinta kasih yang
murni, yakni perhatian (care), tanggung jawab (responsibility), rasa
hormat (respect), dan pengertian (understanding).
Attitudinal Values (nilai-nilai bersikap), yaitu menerima dengan
penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan
yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat
disembuhkan, kematian dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan
ikhtiar dilakukan secara maksimal. Hal yang diubah bukan keadaannya,
melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi keadaan itu.
dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat dikembangkan. Sikap
menerima dengan penuh ikhlas dan tabah terhadap hal-hal tragis yang tak
mungkin dielakkan lagi dapat mengubah pandangan kita dari yang semula
diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu
melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan memang
dapat memberikan makna dan guna apabila dapat mengubah sikap
terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi.
Bastaman (2007) mengungkapkan bahwa selain tiga ragam nilai
yang dikemukakan oleh Frankl, ada nilai lain yang menjadikan hidup ini
bermakna, yaitu harapan (hope). Harapan adalah keyakinan akan
terjadinya hal-hal yang baik atau perubahan yang menguntungkan di
kemudian hari. Harapan yang merupakan sesuatu yang belum menjadi
kenyataan akan memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru
yang menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan optimisme.
Pengharapan mengandung makna hidup karena adanya keyakinan akan
terjadinya perubahan yang lebih baik, ketabahan menghadapi keadaan
buruk saat ini dan sikap optimis menyongsong masa depan. Nilai
kehidupan ini disebut dengan nilai-nilai pengharapan (hopeful values).
3.4 Komponen-Komponen Yang Menentukan Keberhasilan Dalam
Pencarian Makna Hidup
Setiap manusia akan selalu berusaha mencari makna dalam
hidupnya. Bastaman (1996 dalam Sidabutar, 2008) mengemukakan
merubah hidup dari penghayatan hidup yang tidak bermakna menjadi lebih
bermakna, yaitu:
a. Pemahaman diri (Self insight), yakni meningkatnya kesadaran atas
buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan
perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.
b. Makna hidup (Meaning of life), yaitu nilai-nilai penting dan sangat
berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan
hidup yang harus dipenuhi dan pengarah-pengarah kegiatannya.
c. Pengubahan sikap (Changing attitude), yaitu dari yang semula tidak
tepat menjadi tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup, dan
musibah yang tidak bisa dihindari.
d. Komitmen diri (Self comitment), yaitu komitmen pada makna hidup
yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan.
e. Kegiatan terarah (Directed activities), yaitu upaya-upaya yang dilakukan
secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi,
bakat, kemampuan, keterampilan yang positif serta pemanfaatan relasi
antar pribadi untuk menunjang makna dan tujuan hidup.
f. Dukungan sosial (Social support), yakni hadirnya seseorang atau
sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi
bantuan saat diperlukan.
3.5 Metode Penemuan Makna Hidup
Sekalipun makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu
Makna hidup biasanya tersirat dan tersembunyi dalam kehidupan,
sehingga perlu dipahami metode untuk menemukannya. Bastaman (2007)
menyatakan bahwa ada beberapa metode yang digunakan untuk
menemukan makna hidup, yaitu :
a. Pemahaman Diri
Metode ini dilakukan dengan cara mengenali
keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan pribadi (penampilan, fisik, bakat,
pemikiran) dan kondisi lingkungan (keluarga, tetangga, teman). Menyadari
keinginan-keinginan masa kecil, masa muda, dan keinginan-keinginan
sekarang, serta memahami kebutuhan-kebutuhan apa yang mendasari
keinginan-keinginan itu.
b. Bertindak Positif
Metode ini dilakukan dengan cara menerapkan hal-hal yang baik
ataupun tindakan positif dalam perilaku dan tindakan nyata sehari-hari.
Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa dengan cara membiasakan diri
melakukan tindakan-tindakan positif maka akan memberikan dampak
positif terhadap perkembangan pribadi dan kehidupan sosial seseorang.
c. Pengakraban Hubungan
Metode ini menganjurkan agar seseorang membina hubungan
akrab dengan orang tertentu (misalnya anggota keluarga, teman,pacar)
sebab dalam hubungan pribadi yang akrab, seseorang benar-benar merasa
Dalam hal ini seseorang akan merasa dirinya berharga dan bermakna bagi
orang lain.
d. Pendalaman Catur Nilai
Merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk memahami
benar-benar nilai-nilai berkarya, nilai-nilai penghayatan, nilai-nilai bersikap dan
nilai-nilai pengharapan yang dapat menjadi sumber makna hidup
seseorang.
e. Ibadah
Ibadah merupakan pengertian yang lebih khusus, ibadah adalah
ritual untuk mendekatkan diri pada Tuhan melalui cara-cara yang
diajarkan dalam agama. Ibadah yang dilakukan secara hikmat sering
menimbulkan perasaan tentram, mantap dan tabah, serta tidak jarang pula
menimbulkan perasaan seakan-akan mendapat bimbingan dalam
melakukan tindakan-tindakan. Salah satu bentuk ibadah yang dapat
memberikan makna khusus bagi seseorang adalah melalui doa.
3.6 Proses Pencarian Makna Hidup
Perjalanan hidup adalah suatu proses yang berkepanjangan.
Kesulitan dan masalah yang dihadapi dalam menjalani kehidupan ini dapat
menjadikan hidup tidak bermakna yang berproses panjang atau pendek,
lama atau sebentar tergantung pada upaya yang dilakukan untuk
mengubah hidup menjadi hidup yang bermakna. Adapun proses hidup ini
1) Tahap Derita (peristiwa tragis dan penghayatan tanpa makna)
Individu berada dalam kondisi hidup tidak bermakna, yang
berkaitan dengan adanya peristiwa tragis atau kondisi hidup yang tidak
menyenangkan.
2) Tahap Penerimaan Diri (pemahaman diri dan pengubahan sikap)
Muncul kesadaran diri untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih
baik lagi, bisa saja dilatar-belakangi oleh banyak hal, seperti adanya
perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pendangan dari
seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari pengalaman orang lain, atau
mengalami peristiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah
hidupnya selama ini.
3) Tahap Penemuan Makna Hidup (penemuan makna dan penentuan
tujuan hidup):
Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat
penting dalam hidup, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup.
Hal-hal yang dianggap berharga dan penting itu mungkin saja berupa
nilai-nilai kreatif, seperti bekerja dan berkarya, nilai-nilai-nilai-nilai penghayatan seperti
penghayatan keindahan, keimanan, keyakinan dan nilai-nilai bersikap
yakni menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi kondisi yang tidak
4) Tahap Realisasi Makna (komitmen diri, kegiatan terarah dan
pemenuhan makna hidup)
Semangat hidup dan gairah untuk menjalani kehidupan ini
menjadi meningkat, kemudian secara sadar membuat komitmen untuk
melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah. Kegiatan ini
biasanya berupa pengembangan bakat, kemampuan dan ketrampilan.
5) Tahap Kehidupan Bermakna (penghayatan bermakna dan kebahagiaan)
Pada tahap ini timbul perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan
mengembangkan penghayatan hidup bermakna dengan penuh
kebahagiaan, apapun realita yang harus dihadapi atau dijalaninya.
3.7 Penghayatan Hidup
3.7.1 Penghayatan Hidup Tanpa Makna
Ketidakberhasilan menemukan dan memenuhi makna hidup
biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna (meaningless),
hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya
tidak berarti, bosan dan apatis.
Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk
membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan
untuk mengambil prakarsa. Walaupun penghayatan hidup tanpa makna ini
bukan merupakan penyakit, tetapi dalam keadaan intensif dan
berlarut-larut tidak diatasi dapat mengakibatkan neurosis noogenik, karakter
Neurosis noogenik merupakan suatu gangguan perasaan yang
cukup menghambat prestasi dan penyesuaian diri seseorang.
Gangguan-gangguan ini biasanya tampil dalam keluhan-keluhan yang serba bosan,
hampa, penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif, serta merasa
bahwa hidup ini tidak artinya sama sekali. Kehidupan sehari-hari sangat
rutin tanpa ada perubahan, bahkan tugas sehari-hari ditanggapi sebagai
hal-hal yang menjemukan dan menyakitkan hati.
Karakter totaliter adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan
untuk memaksakan tujuan, kepentingan dan kehendaknya sendiri dan tidak
bersedia menerima masukan dari orang lain. Karakter konformis adalah
gambaran pribadi dengan kecenderungan kuat untuk selalu berusaha
mengikuti dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sekitarnya
serta bersedia untuk mengabaikan keinginan dan kepentingannya sendiri
(Bastaman, 2007).
3.7.2 Penghayatan Hidup Bermakna
Berbeda dengan penghayatan hidup yang tidak bermakna, individu
yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh
semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
Tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari bagi mereka merupakan
sumber kepuasan dan kesenangan tersendiri sehingga dalam
mengerjakannya mereka melakukan dengan bersemangat dan bertanggung
hal-hal menarik yang semuanya akan menambah kekayaan pengalaman
mereka. Mereka mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dalam arti
menyadari pembatasan-pembatasan lingkungan, tetapi dalam keterbatasan
itu mereka tetap dapat menetukan sendiri apa yang paling baik mereka
lakukan serta menyadari bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam
kehidupan itu sendiri. Jika pada suatu saat mereka berada pada situasi
yang tak menyenangkan atau mengalami penderitaan, mereka akan
menghadapinya dengan sikap tabah dan sadar bahwa ada hikmah dibalik
penderitaan tersebut dan tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
Individu dengan penghayatan hidup bermakna memiliki dan
menentukan tujuan-tujuan pribadi dan menemukan makna hidup
merupakan hal yang sangat berharga dan tinggi nilainya serta merupakan
tantangan untuk memenuhinya secara bertanggung jawab. Individu dengan
penghayatan hidup bermakna mampu untuk mencintai dan menerima cinta
kasih orang lain, serta menyadari bahwa cinta kasih merupakan salah satu
yang menjadikan hidup ini bermakna (Bastaman, 2007)
Pasien ulkus diabetikum bisa saja dapat menemukan makna dari
penderitaannya dan memenuhinya sehingga individu tersebut memiliki
penghayatan hidup yang bermakna (meaningful) namun pasien ulkus
diabetikum juga bisa saja tidak dapat menemukan makna hidupnya
sehingga mengalami penghayatan hidup yang tidak bermakna
Keterangan:
Menyebabkan
Saling mempengaruhi
Mempengaruhi secara tidak langsung
5. Studi Fenomenologi
Edmund Husserl (1938 dalam Moleong, 2012) menyatakan bahwa
fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus
kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan
interpretasi-interpretasi dunia. Hal ini senada dengan pernyataan Polit & Beck (2012)
fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada beberapa
fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut. Tujuan
penelitian fenomenologi adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan
persepsi yang muncul.
Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat tidak
banyak. Jumlah partisipan adalah 10 orang atau lebih sedikit. Partisipan yang
terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive
sampling sehingga harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti (Polit & Beck, 2012).
Colaizzi (1978 dalam Polit & Beck, 2012) menyatakan bahwa ada
tujuh langkah untuk menganalisa data, yaitu meliputi: (1) membaca semua
transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan partisipan, (2) meninjau
setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan, (3) menguraikan arti
tersebut kedalam kelompok-kelompok tema, (5) mengintegrasikan hasil
kedalam bentuk deskripsi, (6) memformulasikan deskripsi lengkap dari
fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin, (7)
memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap
validasi akhir.
Menurut Lincoln & Guba (1985 dalam Polit & Beck, 2012) untuk
memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi
dengan beberapa kriteria, yaitu :
1) Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data
dan informasi yang dikumpulkan. Uji kredibilitas dapat dilakukan dengan
perpanjangan pengamatan (prolong engagement), peningkatan ketekunan,
triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, member
checking.
2) Transferability adalah kriteria yang mengacu pada sejauh mana hasil
penelitian dapat diterapkan dalam situasi atau kelompok yang lain. Kriteria
ini digunakan untuk melihat bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam
konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki
karakteristik yang sama.
3) Dependability dilakukan dengan mengaudit keseluruhan proses penelitian.
Cara terbaik adalah audit trail, yaitu meminta auditor yang independen atau
pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam
4) Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan
dan dicantumkan dalam laporan yang dikaitkan dengan proses yang