• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Makna Hidup Pasien Ulkus Diabetikum di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Makna Hidup Pasien Ulkus Diabetikum di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Diabetes Melitus

1.1 Definisi

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang terjadi ketika

pankreas tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup

atau dapat juga disebabkan oleh berkurangnya kemampuan tubuh untuk

merespon kerja insulin secara efektif (WHO, 2013).

1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

American Diabetes Assosiation (2009 dalam Sudoyo, Setiyohadi,

Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009) mengklasifikasikan diabetes melitus

menjadi :

1) Diabetes melitus tipe 1

Dibagi dalam 2 subtipe yaitu autoimun, akibat disfungsi autoimun

dengan kerusakan sel-sel beta dan idiopatik tanpa bukti autoimun dan

tidak diketahui sumbernya.

2) Diabetes melitus tipe 2

Bervariasi mulai yang predominan resisten insulin disertai defisinsi

insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama

resisten insulin.

3) Diabetes melitus Gestasional

Diabetes melitus yang muncul pada masa kehamilan umumnya

(2)

4) Diabetes melitus tipe lain:

a) Defek genetik fungsi sel beta

b) Defek genetik kerja insulin: resisten insulin tipe A, I eprechaunism,

sindrom rabson mandenhall, diabetes loproatrofik dan lainnya.

c) Penyakit eksokrin pankreas: pankreastitis, trauma/pankreatektomi,

neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus

dan lainnya.

d) Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,

hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma dan lainnya.

e) Karena obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat,

glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxic, agonis β adrenergic, tiazid,

dilantin, interferon alfa dan lainnya.

f) Infeksi: rubella konginetal, dan lainnya.

g) Immunologi (jarang): sindrom “Stiff-man” , antibody antireseptor

insulin dan lainnya.

h) Sindroma genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefilter, sindrom

Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedriech’s, chorea Huntington,

sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader

Willi dan lainnya.

1.3 Diagnosis Diabetes Melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien diabetes.

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik

(3)

tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa lemah badan,

kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus

vulvae pada wanita. Apabila ditemukan keluhan klasik DM, pemeriksaan

glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis, namun apabila tidak ditemukan keluhan klasik DM, maka

diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal (PERKENI,

2011). Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel 1.

Tabel 1 Kriteria diagnosis DM

1. Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/ dL (11,1mmol/ L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan

waktu makan terakhir Atau

2. Gejala klasik DM+glukosa plasma puasa ≥126 mg/ dL (7.0 mmol/ L). Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam Atau

3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/ dL (11,1 mmol/ L). TTGO yang dilakukan dengan standar WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air.

(4)

Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian

kelambung dan selanjutnya usus. Di dalam saluran pencernaan makanan

diolah menjadi bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi

glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak.

Ketiga zat makanan itu, akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam

pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh

organ-organ di dalam tubuh sebagai sumber energi. Supaya dapat

berfungsi sebagai bahan energi, zat makanan itu harus masuk terlebih

dahulu kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan

terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang hasil akhirnya adalah

timbulnya energi, proses ini disebut metabolisme. Dalam proses

metabolisme insulin memegang peranan yang sangat penting yaitu

bertugas memasukkan glukosa dalam sel, untuk selanjutnya dapat

digunakan sebagai sumber energi. Insulin adalah suatu zat atau hormon

yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan

sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam

sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolismekan menjadi

tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa akan tetap berada dalam

pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam

keadaan seperti ini badan akan lemah karena tidak ada sumber energi

(5)

Pada diabetes melitus tipe I tidak ditemukan insulin karena pada

jenis ini timbul reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada

sel beta insulitis. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta

yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan

antibodi (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta.

Insulitas bisa disebabkan macam-macam diantaranya virus, seperti virus

cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain. Umumnya yang diserang

pada insulitas itu adalah sel beta, dan biasanya sel alfa dan delta tetap utuh

(Suyono, 2004).

1.5 Komplikasi Diabetes Melitus

Kondisi kadar gula darah yang tetap tinggi akan menimbulkan

berbagai komplikasi. Komplikasi pada Diabetes Melitus dibagi menjadi

dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut adalah

komplikasi yang muncul secara mendadak yang bisa fatal jika tidak segera

ditangani. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik, hiperosmolar

non ketotik dan hipoglikemia.

Komplikasi kronis adalah komplikasi yang terjadi karena glukosa

darah berada di atas batas normal yang berlangsung selama

bertahun-tahun. Komplikasi ini timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui,

tetapi berangsur semakin berat dan membahayakan. Komplikasi kronik

meliputi makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati (Waspadji dalam

Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009). Makroangiopati

(6)

tepi dan otak. Mikroangiopati terjadi pada pembuluh darah kecil

(mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler ginjal.

2. Ulkus Diabetikum

2.1 Definisi

Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik

diabetes melitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat

disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetikum merupakan

luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi

makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang

lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan

dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun

anaerob (Tambunan, 2006).

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Ulkus diabetikum pada penderita Diabetes melitus

menurut Wagner (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009)

ada 6 tingkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi wagner

Tidak ada luka terbuka, kulit utuh. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.

Ulkus menyebar ke ligament, tendon, sendi, fascia dalam tanpa adanya abses atau osteomyelitis

Ulkus disertai abses, osteomyelitis atau sepsis sendi

Gangrene yang terlokalisir pada ibu jari, bagian depan kaki atau tumit

(7)

2.3 Diagnosis Ulkus Diabetikum

Diagnosis ulkus diabetikum meliputi :

1) Pemeriksaan Fisik :

Inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau

jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau

hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.

2) Pemeriksaan Penunjang :

X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan laboratorium

untuk mengetahui apakah ulkus kaki diabetes menjadi infeksi dan

menentukan kuman penyebabnya (Waspadji, 2006).

2.4 Tanda dan gejala

Tanda dan gejala ulkus diabetikum yaitu sering kesemutan, nyeri

kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis),

penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki

menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal, serta kulit kering (Misnadiarly,

2006 ; Subekti, 2006).

2.5 Etiologi Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetikum disebabkan oleh tiga faktor yang sering disebut

Trias, yaitu : neuropati, iskemik dan infeksi.

1) Neuropati (kerusakan saraf)

Komponen saraf yang terlibat adalah saraf sensori dan autonomik

(8)

klien akan kehilangan sensasi nyeri dapat sebagian atau keseluruhan pada

kaki yang terlibat.

2) Iskemik

Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena

kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen.

Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah

sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau

berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,

kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi

nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung

kaki atau tungkai.

Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal

dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh

darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki

karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan,

rasa tidak nyaman dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan

kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetikum.

Proses angiopati pada pasien diabetes melitus berupa penyempitan dan

penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah

terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi

(9)

3) Infeksi

Pada pasien DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali

menyebabkan abnormalitas leukosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi

radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid

menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk

dimusnahkan.

Pada pasien ulkus diabetikum, 50% akan mengalami infeksi akibat

adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan

bakteri. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetikum yaitu kuman

aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu

Clostridium perfringens, Clostridium novy dan Clostridium septikum.

2.6 Patofisiologi Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum diawali dengan adanya hiperglikemia pada

pasien dengan diabetes melitus yang menyebabkan kelainan pada saraf

dikaki atau disebut dengan neuropati perifer. Kelainan yang terjadi

diantaranya adalah neuropati sensorik, motorik dan autonomik.

Saraf autonomik adalah saraf yang mengontrol fungsi otot-otot

halus, kelenjar dan organ viseral. Dengan adanya gangguan pada saraf

autonomi maka terjadilah perubahan tonus otot yang menyebabkan

abnormalnya aliran darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan

oksigen maupun pemberian antibiotik tidak dapat tercukupi atau tidak

dapat mencapai jaringan perifer. Inilah yang menimbulkan kulit menjadi

(10)

sukar sembuh, dan dapat menimbulkan kerentanan terhadap infeksi serta

mengkontribusi terjadinya ganggren. Dampak lain yang terjadi pada saraf

sensorik dan motorik adalah hilangnya sensasi rasa nyeri, tekanan dan

perubahan temperatur (Suriadi, 2004).

2.7 Faktor Risiko Ulkus Diabetikum

Faktor risiko terjadinya ulkus diabetikum terdiri atas faktor-faktor

risiko yang tidak dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah

(Tambunan & Waspadji, 2006).

1) Faktor - faktor risiko yang tidak dapat diubah

a. Umur

Pada usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun, hal ini terkait

dengan proses penuaan yang menyebabkan terjadinya penurunan sekresi

atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap

pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Penelitian di

Swiss yang dikutip oleh Soewondo (2006) menyatakan bahwa penderita

ulkus diabetikum 6% pada usia < 55 tahun dan 74% pada usia ≥ 60 tahun.

b. Lama Menderita Diabetes Melitus ≥ 10 tahun

Ulkus diabetikum terjadi pada pasien diabetes melitus yang telah

menderita 10 tahun atau lebih. Apabila kadar glukosa darah tidak

terkendali akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler

sehingga mengalami makroangiopati dan mikroangiopati yang

mengakibatkan terjadinya vaskulopati dan neuropati, sehingga terjadi

(11)

diabetes melitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan

neuropati perifer (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).

2) Faktor-faktor risiko yang dapat diubah :

a. Neuropati (sensorik, motorik, perifer)

Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi

gangguan mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen

pada serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut saraf yang

lebih lanjut akan terjadi neuropati. Saraf yang rusak tidak dapat

mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga pasien dapat

kehilangan indra perasa. Selain itu, kelenjar keringat menjadi berkurang,

kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi

rasa berisiko tinggi terjadi ulkus diabetikum.

b. Obesitas

Pada obesitas dengan index massa tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan

IMT (index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau berat badan ideal yang

berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin

melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat

menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga

terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang

menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus/ganggren sebagai bentuk

(12)

c. Hipertensi

Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada pasien diabetes melitus

karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat pada

menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu

hipertensi yang tekanan darahnya lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak

atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan

berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi

trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi

hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus.

d. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol.

Pada pasien diabetes melitus sering dijumpai adanya peningkatan

kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL

(highdensity - lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45

mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan

HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian

besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan,

merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis.

e. Kebiasaan Merokok

Pada pasien diabetes melitus yang merokok ≥ 12 batang per hari

mempunyai resiko 3x untuk menjadi ulkus diabetikum dibandingkan

dengan pasien diabetes melitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok

akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat

(13)

agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga

lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan

mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat

insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea

dan tibialis juga akan menurun.

f. Ketidakpatuhan Diet Diabetes Melitus

Kepatuhan diet pasien diabetes melitus mempunyai fungsi yang

sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan

tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,

memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan

memperbaiki sistem koagulasi darah.

g. Kurangnya Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik (olahraga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan

sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas

terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah.

Olahraga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30 menit) akan

memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap

metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan.

Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat

membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil

kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu

dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus,

(14)

h. Pengobatan Tidak Teratur

Pengobatan rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah

dan menghambat timbulnya komplikasi kronik, seperti ulkus diabetikum.

Sampai pada saat ini belum ada obat yang dapat dianjurkan secara tepat

untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada pasien Diabetes Melitus.

i. Perawatan Kaki Tidak Teratur

Perawatan kaki yang teratur akan mencegah atau mengurangi

terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki pada

pasien diabetes melitus yaitu selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih,

membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku

dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna serta

hati-hati terutama diantara jari-jari kaki, memakai krem kaki yang baik

pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap

mulus dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem

sorbolene), tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit

menjadi kering dan retak-retak, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari

apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan

air panas atau bantal panas.

j. Penggunaan Alas Kaki Tidak Tepat

Pasien diabetes melitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena

dapat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetikum

yang diawali dari timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila

(15)

Pencegahan dalam faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas

dan nyaman untuk pasien diabetes melitus (Tambunan & Waspadji, 2006).

2.8 Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum

Frykberg (2006) menyatakan bahwa tujuan dari penatalaksanaan

ulkus diabetikum adalah untuk mencapai penutupan luka secepat mungkin

sehingga dapat menurunkan angka amputasi pada ekstremitas bagian

bawah pasien. Penatalaksanaan ulkus diabetikum meliputi evaluasi status

vaskuler dan tindakan yang tepat seperti pengkajian gaya hidup/faktor

psikologi, pentalaksanaan dasar luka dan penurunan tekanan.

1) Evaluasi status vaskuler

Perfusi arteri memegang peranan penting dalam penyembuhan luka

dan harus dikaji pada pasien ulkus, selama sirkulasi terganggu luka akan

mengalami kegagalan penyembuhan dan beresiko amputasi. Adanya

insufisiensi vaskuler dapat berupa edema, karakteristik kulit yang

terganggu, penyembuhan lambat dan ekstremitas dingin (Frykberg, 2006).

2) Pengkajian gaya hidup

Gaya hidup dan faktor psikologi dapat mempengaruhi

penyembuhan luka. Contohnya antara lain: alkohol, merokok,

penyalahgunaan obat, kebiasaan makan, obesitas, malnutrisi dan tingkat

mobilisasi (Delmas, 2006).

3) Penatalaksanaan dasar luka

Tujuan dilakukannya debridement adalah membuang jaringan mati

(16)

salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka. Debridement

adalah suatu tindakan untuk membuang jaringan nekrosis, callus dan

jaringan fibrotik. Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka

ke jaringan sehat. Debridement meningkatkan pengeluaran faktor

pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka.

Kelembaban juga akan mempercepat proses reepitelisasi pada

ulkus. Keseimbangan kelembaban ulkus meningkatkan proses autolysis

dan granulasi. Untuk itu diperlukan pemilihan balutan untuk menjaga

kelembapan luka. Dalam pemilihan balutan, sangat penting diketahui

bahwa tidak ada balutan yang paling tepat terhadap semua ulkus

diabetikum.

4) Penurunan tekanan (Off Loading)

Menurunkan tekanan pada ulkus diabetikum merupakan tindakan

yang sangat penting. Off loading mencegah trauma lebih lanjut dan

membantu meningkatkan penyembuhan. Ulserasi biasanya terjadi pada

area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu

cara yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan.

Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang

paling efektif. TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus untuk

menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus. Metode ini

memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan dan bermanfaat

untuk mengontrol adanya edema yang dapat mengganggu penyembuhan

(17)

dan itu ditunjukkan oleh penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara

lain membutuhkan ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat

menimbulkan luka baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya.

Ulkus diabetikum memungkinkan masuknya bakteri, serta

menimbulkan infeksi pada luka. Pada infeksi yang tidak membahayakan

(non-limb threatening) biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan

streptokokus. Infeksi ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan

pemberian antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic,

moxifloxin atau clindamycin.

Pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti

staphylokokus, streptokokus, enterobacteriaceae, pseudomonas,

enterokokus dan bakteri anaerob misalnya bacteriodes, peptokokus,

peptostreptokokus. Pada infeksi berat harus dirawat dirumah sakit, dengan

pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan gram negatif,

serta aerobik dan anaerobik (Jones, 2006).

3. Makna Hidup

3.1 Definisi

Istilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang

dokter ahli penyakit saraf dan jiwa, dalam teorinya yang di sebut

logoterapi. Logoterapi berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti

makna (meaning) atau rohani (spirituality) dan “terapi” yang berarti

penyembuhan atau pengobatan, sehingga logoterapi merujuk pada upaya

(18)

logoterapi tidak mengandung konotasi agamis, tetapi lebih merupakan

sumber dari kualitas-kualitas luhur manusia.

Bastaman (2007) menyatakan bahwa makna hidup adalah hal-hal

yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus

bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the

purpose in life). Dalam makna hidup terkandung juga tujuan hidup

sehingga makna hidup dan tujuan hidup tidak dapat dipisahkan. Tujuan

hidup yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Makna hidup

bermula dari sebuah visi kehidupan, harapan dan merupakan alasan

kenapa individu harus tetap hidup.

3.2 Karakteristik Makna Hidup

Pertama, makna hidup itu sifatnya unik, pribadi dan temporer,

artinya apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti pula

bagi orang lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang

bermakna bagi dirinya biasanya sifatnya khusus, berbeda dan tak sama

dengan makna hidup orang lain, serta mungkin pula berubah dari waktu ke

waktu. Mengingat keunikan dan kekhususannya itu, makna hidup tidak

dapat diberikan oleh siapa pun, melainkan harus dicari dan ditemukan

sendiri.

Kedua, sifatnya spesifik dan nyata, artinya makna hidup

benar-benar dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari, serta

tidak harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealistis, atauupun dengan

(19)

Ketiga, sifat dari makna hidup adalah memberi pedoman dan arah

terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, sehingga makna hidup itu

seakan-akan menantang individu untuk memenuhinya. Dalam hal ini saat

makna hidup ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, individu tersebut

seakan-akan terpanggil untuk melaksanakan dan memenuhinya, serta

kegiatan-kegiatan pun menjadi lebih terarah.

3.3 Sumber-sumber Makna Hidup

Makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri,

betapapun buruknya kehidupan tersebut. Frankl menyebutkan bahwa

hidup bisa dibuat bermakna melalui tiga cara yaitu creative values,

experiential values, dan attitudinal values.

Creative values (nilai-nilai kreatif): kegiatan berkarya, bekerja,

mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan

penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan

keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya

dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan

berkarya. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan

menghayati kehidupan secara bermakna. Pekerjaan hanyalah merupakan

sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan

mengembangkan makna hidup; makna hidup tidak terletak pada pekerjaan,

tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini

sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang

(20)

Eksperiential Values (nilai-nilai penghayatan): yaitu keyakinan

dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan,

keimanan, dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan meyakini

suatu nilai dapat menjadikan seseorang hidupnya berarti. Cinta kasih dapat

pula menjadikan seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya.

Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan

hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.

Mencintai seseorang berarti menerima sepenuhya keadaan orang itu

seperti apa adanya serta benar-benar dapat memahami sedalam-dalamnya

kepribadiannya dengan penuh pengertian. Cinta kasih senantiasa

menunjukkan kesediaan untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya

kepada orang yang dikasihi, serta ingin menampilkan diri sebaik mungkin

di hadapannya. Erich Form (1964 dalam Bastaman, 2007) seorang pakar

psikoanalisis modern, menyebutkan empat unsur dari cinta kasih yang

murni, yakni perhatian (care), tanggung jawab (responsibility), rasa

hormat (respect), dan pengertian (understanding).

Attitudinal Values (nilai-nilai bersikap), yaitu menerima dengan

penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan

yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat

disembuhkan, kematian dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan

ikhtiar dilakukan secara maksimal. Hal yang diubah bukan keadaannya,

melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi keadaan itu.

(21)

dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat dikembangkan. Sikap

menerima dengan penuh ikhlas dan tabah terhadap hal-hal tragis yang tak

mungkin dielakkan lagi dapat mengubah pandangan kita dari yang semula

diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu

melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu. Penderitaan memang

dapat memberikan makna dan guna apabila dapat mengubah sikap

terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi.

Bastaman (2007) mengungkapkan bahwa selain tiga ragam nilai

yang dikemukakan oleh Frankl, ada nilai lain yang menjadikan hidup ini

bermakna, yaitu harapan (hope). Harapan adalah keyakinan akan

terjadinya hal-hal yang baik atau perubahan yang menguntungkan di

kemudian hari. Harapan yang merupakan sesuatu yang belum menjadi

kenyataan akan memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru

yang menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan optimisme.

Pengharapan mengandung makna hidup karena adanya keyakinan akan

terjadinya perubahan yang lebih baik, ketabahan menghadapi keadaan

buruk saat ini dan sikap optimis menyongsong masa depan. Nilai

kehidupan ini disebut dengan nilai-nilai pengharapan (hopeful values).

3.4 Komponen-Komponen Yang Menentukan Keberhasilan Dalam

Pencarian Makna Hidup

Setiap manusia akan selalu berusaha mencari makna dalam

hidupnya. Bastaman (1996 dalam Sidabutar, 2008) mengemukakan

(22)

merubah hidup dari penghayatan hidup yang tidak bermakna menjadi lebih

bermakna, yaitu:

a. Pemahaman diri (Self insight), yakni meningkatnya kesadaran atas

buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan

perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.

b. Makna hidup (Meaning of life), yaitu nilai-nilai penting dan sangat

berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan

hidup yang harus dipenuhi dan pengarah-pengarah kegiatannya.

c. Pengubahan sikap (Changing attitude), yaitu dari yang semula tidak

tepat menjadi tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup, dan

musibah yang tidak bisa dihindari.

d. Komitmen diri (Self comitment), yaitu komitmen pada makna hidup

yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan.

e. Kegiatan terarah (Directed activities), yaitu upaya-upaya yang dilakukan

secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi,

bakat, kemampuan, keterampilan yang positif serta pemanfaatan relasi

antar pribadi untuk menunjang makna dan tujuan hidup.

f. Dukungan sosial (Social support), yakni hadirnya seseorang atau

sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia memberi

bantuan saat diperlukan.

3.5 Metode Penemuan Makna Hidup

Sekalipun makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu

(23)

Makna hidup biasanya tersirat dan tersembunyi dalam kehidupan,

sehingga perlu dipahami metode untuk menemukannya. Bastaman (2007)

menyatakan bahwa ada beberapa metode yang digunakan untuk

menemukan makna hidup, yaitu :

a. Pemahaman Diri

Metode ini dilakukan dengan cara mengenali

keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan pribadi (penampilan, fisik, bakat,

pemikiran) dan kondisi lingkungan (keluarga, tetangga, teman). Menyadari

keinginan-keinginan masa kecil, masa muda, dan keinginan-keinginan

sekarang, serta memahami kebutuhan-kebutuhan apa yang mendasari

keinginan-keinginan itu.

b. Bertindak Positif

Metode ini dilakukan dengan cara menerapkan hal-hal yang baik

ataupun tindakan positif dalam perilaku dan tindakan nyata sehari-hari.

Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa dengan cara membiasakan diri

melakukan tindakan-tindakan positif maka akan memberikan dampak

positif terhadap perkembangan pribadi dan kehidupan sosial seseorang.

c. Pengakraban Hubungan

Metode ini menganjurkan agar seseorang membina hubungan

akrab dengan orang tertentu (misalnya anggota keluarga, teman,pacar)

sebab dalam hubungan pribadi yang akrab, seseorang benar-benar merasa

(24)

Dalam hal ini seseorang akan merasa dirinya berharga dan bermakna bagi

orang lain.

d. Pendalaman Catur Nilai

Merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk memahami

benar-benar nilai-nilai berkarya, nilai-nilai penghayatan, nilai-nilai bersikap dan

nilai-nilai pengharapan yang dapat menjadi sumber makna hidup

seseorang.

e. Ibadah

Ibadah merupakan pengertian yang lebih khusus, ibadah adalah

ritual untuk mendekatkan diri pada Tuhan melalui cara-cara yang

diajarkan dalam agama. Ibadah yang dilakukan secara hikmat sering

menimbulkan perasaan tentram, mantap dan tabah, serta tidak jarang pula

menimbulkan perasaan seakan-akan mendapat bimbingan dalam

melakukan tindakan-tindakan. Salah satu bentuk ibadah yang dapat

memberikan makna khusus bagi seseorang adalah melalui doa.

3.6 Proses Pencarian Makna Hidup

Perjalanan hidup adalah suatu proses yang berkepanjangan.

Kesulitan dan masalah yang dihadapi dalam menjalani kehidupan ini dapat

menjadikan hidup tidak bermakna yang berproses panjang atau pendek,

lama atau sebentar tergantung pada upaya yang dilakukan untuk

mengubah hidup menjadi hidup yang bermakna. Adapun proses hidup ini

(25)

1) Tahap Derita (peristiwa tragis dan penghayatan tanpa makna)

Individu berada dalam kondisi hidup tidak bermakna, yang

berkaitan dengan adanya peristiwa tragis atau kondisi hidup yang tidak

menyenangkan.

2) Tahap Penerimaan Diri (pemahaman diri dan pengubahan sikap)

Muncul kesadaran diri untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih

baik lagi, bisa saja dilatar-belakangi oleh banyak hal, seperti adanya

perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pendangan dari

seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari pengalaman orang lain, atau

mengalami peristiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah

hidupnya selama ini.

3) Tahap Penemuan Makna Hidup (penemuan makna dan penentuan

tujuan hidup):

Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat

penting dalam hidup, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup.

Hal-hal yang dianggap berharga dan penting itu mungkin saja berupa

nilai-nilai kreatif, seperti bekerja dan berkarya, nilai-nilai-nilai-nilai penghayatan seperti

penghayatan keindahan, keimanan, keyakinan dan nilai-nilai bersikap

yakni menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi kondisi yang tidak

(26)

4) Tahap Realisasi Makna (komitmen diri, kegiatan terarah dan

pemenuhan makna hidup)

Semangat hidup dan gairah untuk menjalani kehidupan ini

menjadi meningkat, kemudian secara sadar membuat komitmen untuk

melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah. Kegiatan ini

biasanya berupa pengembangan bakat, kemampuan dan ketrampilan.

5) Tahap Kehidupan Bermakna (penghayatan bermakna dan kebahagiaan)

Pada tahap ini timbul perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan

mengembangkan penghayatan hidup bermakna dengan penuh

kebahagiaan, apapun realita yang harus dihadapi atau dijalaninya.

3.7 Penghayatan Hidup

3.7.1 Penghayatan Hidup Tanpa Makna

Ketidakberhasilan menemukan dan memenuhi makna hidup

biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna (meaningless),

hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa hidupnya

tidak berarti, bosan dan apatis.

Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk

membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan

untuk mengambil prakarsa. Walaupun penghayatan hidup tanpa makna ini

bukan merupakan penyakit, tetapi dalam keadaan intensif dan

berlarut-larut tidak diatasi dapat mengakibatkan neurosis noogenik, karakter

(27)

Neurosis noogenik merupakan suatu gangguan perasaan yang

cukup menghambat prestasi dan penyesuaian diri seseorang.

Gangguan-gangguan ini biasanya tampil dalam keluhan-keluhan yang serba bosan,

hampa, penuh keputusasaan, kehilangan minat dan inisiatif, serta merasa

bahwa hidup ini tidak artinya sama sekali. Kehidupan sehari-hari sangat

rutin tanpa ada perubahan, bahkan tugas sehari-hari ditanggapi sebagai

hal-hal yang menjemukan dan menyakitkan hati.

Karakter totaliter adalah gambaran pribadi dengan kecenderungan

untuk memaksakan tujuan, kepentingan dan kehendaknya sendiri dan tidak

bersedia menerima masukan dari orang lain. Karakter konformis adalah

gambaran pribadi dengan kecenderungan kuat untuk selalu berusaha

mengikuti dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan sekitarnya

serta bersedia untuk mengabaikan keinginan dan kepentingannya sendiri

(Bastaman, 2007).

3.7.2 Penghayatan Hidup Bermakna

Berbeda dengan penghayatan hidup yang tidak bermakna, individu

yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh

semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam

menjalani kehidupan sehari-hari.

Tugas-tugas dan pekerjaan sehari-hari bagi mereka merupakan

sumber kepuasan dan kesenangan tersendiri sehingga dalam

mengerjakannya mereka melakukan dengan bersemangat dan bertanggung

(28)

hal-hal menarik yang semuanya akan menambah kekayaan pengalaman

mereka. Mereka mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dalam arti

menyadari pembatasan-pembatasan lingkungan, tetapi dalam keterbatasan

itu mereka tetap dapat menetukan sendiri apa yang paling baik mereka

lakukan serta menyadari bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam

kehidupan itu sendiri. Jika pada suatu saat mereka berada pada situasi

yang tak menyenangkan atau mengalami penderitaan, mereka akan

menghadapinya dengan sikap tabah dan sadar bahwa ada hikmah dibalik

penderitaan tersebut dan tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka untuk

melakukan tindakan bunuh diri.

Individu dengan penghayatan hidup bermakna memiliki dan

menentukan tujuan-tujuan pribadi dan menemukan makna hidup

merupakan hal yang sangat berharga dan tinggi nilainya serta merupakan

tantangan untuk memenuhinya secara bertanggung jawab. Individu dengan

penghayatan hidup bermakna mampu untuk mencintai dan menerima cinta

kasih orang lain, serta menyadari bahwa cinta kasih merupakan salah satu

yang menjadikan hidup ini bermakna (Bastaman, 2007)

Pasien ulkus diabetikum bisa saja dapat menemukan makna dari

penderitaannya dan memenuhinya sehingga individu tersebut memiliki

penghayatan hidup yang bermakna (meaningful) namun pasien ulkus

diabetikum juga bisa saja tidak dapat menemukan makna hidupnya

sehingga mengalami penghayatan hidup yang tidak bermakna

(29)
(30)

Keterangan:

Menyebabkan

Saling mempengaruhi

Mempengaruhi secara tidak langsung

5. Studi Fenomenologi

Edmund Husserl (1938 dalam Moleong, 2012) menyatakan bahwa

fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus

kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan

interpretasi-interpretasi dunia. Hal ini senada dengan pernyataan Polit & Beck (2012)

fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada beberapa

fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut. Tujuan

penelitian fenomenologi adalah untuk menggambarkan pengalaman hidup dan

persepsi yang muncul.

Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat tidak

banyak. Jumlah partisipan adalah 10 orang atau lebih sedikit. Partisipan yang

terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive

sampling sehingga harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh

peneliti (Polit & Beck, 2012).

Colaizzi (1978 dalam Polit & Beck, 2012) menyatakan bahwa ada

tujuh langkah untuk menganalisa data, yaitu meliputi: (1) membaca semua

transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan partisipan, (2) meninjau

setiap transkrip dan menarik pernyataan yang signifikan, (3) menguraikan arti

(31)

tersebut kedalam kelompok-kelompok tema, (5) mengintegrasikan hasil

kedalam bentuk deskripsi, (6) memformulasikan deskripsi lengkap dari

fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin, (7)

memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap

validasi akhir.

Menurut Lincoln & Guba (1985 dalam Polit & Beck, 2012) untuk

memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi

dengan beberapa kriteria, yaitu :

1) Credibility merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data

dan informasi yang dikumpulkan. Uji kredibilitas dapat dilakukan dengan

perpanjangan pengamatan (prolong engagement), peningkatan ketekunan,

triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, member

checking.

2) Transferability adalah kriteria yang mengacu pada sejauh mana hasil

penelitian dapat diterapkan dalam situasi atau kelompok yang lain. Kriteria

ini digunakan untuk melihat bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam

konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subjek lain yang memiliki

karakteristik yang sama.

3) Dependability dilakukan dengan mengaudit keseluruhan proses penelitian.

Cara terbaik adalah audit trail, yaitu meminta auditor yang independen atau

pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam

(32)

4) Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan

kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan

dan dicantumkan dalam laporan yang dikaitkan dengan proses yang

Gambar

Tabel 2 Klasifikasi wagner

Referensi

Dokumen terkait

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 53 TAHUN 2012 TANGGAL 20 JULI

mode. PT always starts in Realtime mode, in which networking protocols operate with realistic timings. However, a powerful feature of Packet Tracer allows the user to “stop time”

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2012). Usia balita merupakan usia pra sekolah dimana seorang anak akan

Berdasarkan hasil analisis Kendall Tau pada tabel, terdapat hubungan antara minat dengan prestasi belajar mata kuliah asuhan kebidanan 2A pada mahasiswa D III kebidanan

Secara garis besar proses kimia utama pembuatan pupuk UREA dilakukan dengan 3 tahapan proses kimia yaitu

Light micrographs of Paulownia tomentosa root wood: (A and B) earlywood vessels (EWV) and latewood vessels (LWV) with indistinct growth ring (arrows) in cross section; (C)

Heating values, pH, char yields, cell wall structures, and combustion characteristics were different in TW and CW, whereas only little differences were found among reaction wood,

For airflow from the tussock grassland to the forest, a maximum normalised static pressure difference relative to the far upstream value was found just within the forest.. Ahead of