• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Hewan dan Lingkungan rumahku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Hewan dan Lingkungan rumahku "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HEWAN DAN LINGKUNGAN

Azizah Nur Halimah*

*K4315010/Kelas B/ Pendidikan Biologi 2015 Email : azizahnu354@student.uns.ac.id

ABSTRAK

Percobaan ini bertujuan untuk Mengetahui perubahan gerakan operculum dan respon tingkah laku Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perubahan suhu air, lingkungan air yang tercemar dan perubahan salinitas air. Parameter yang diamati adalah tingkah laku ikan, dan gerakan membuka menutup operkulum ikan setiap satu menit sekali selama 5 menit. Percobaan dilakukan dengan memasukkan ikan ke dalam toples masing-masing berisi air panas (30oC dan 40oC), air dingin (10oC dan 20oC), air deterjen (konsentrasi 1 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 75 ppm), air garam (0,03%; 3%; 5%; 10%). Langkah selanjutnya mengukur gerakan operkulum dan respon tingkah laku ikan. Hasil percobaan menunjukkan ikan mas (Cyprinus carpio) pada perlakuan suhu 100C, 200C, 300C dan 400C secara berurutan adalah 52,2 kali, 117,2 kali, 165,8 kali dan 214,6 kali. Rata-rata gerakan operkulum ikan pada perlakuan pencemaran air yaitu dengan konsentrasi 1 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan 75 ppm secara berurutan adalah 101,8 kali, 117 kali, 87,2 kali dan 43 kali. Hasil perhitungan gerakan operkulum ikan pada perlakuan salinitas menggunakan larutan garam konsentrasi 0,03%; 3%; 5%;10% secara berurutan adalah 106,8 kali, 117 kali, 87,2 kali dan 42 kali. Ikan mas (Cyprinus carpio) dapat hidup pada batas toleransi tertentu sesuai dengan Hukum Toleransi Shelford yaitu dengan suhu 25-300C, apabila berada pada kondisi dibawah / diatas toleransi tersebut, maka ikan akan mengalami stress

fisiologis dan akhirnya mati.

Kata Kunci: hewan, lingkungan, ikan mas (Cyprinus carpio), Hukum Toleransi Shelford.

1. PENDAHULUAN

Ekologi merupakan pembelajaran scientifik tentang distribusi dan kelimpahan organisme. (Nelly, 2013). Kelimpahan organisme sangat dipengaruhi perubahan kondisi lingkungan, dalam keadaan ini setiap organsime harus mampu menyesuaikan diri dengan cara beradaptasi yang dapat berupa respon morfologis, fisiologis, dan tingkah laku. Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel lingkungan yang dihadapi organisme tersebut (Campbell, 2004). Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan (Tunas, 2005).

(2)

ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi faktor lingkungan” (Harimurti, 2015).

Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan salah satu ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis penting, sehingga ikan ini banyak dibudidayakan. Selain dipelihara dalam kolam-kolam tertentu, ikan mas sering dipelihara di sawah bersama-sama dengan tanaman padi (Rudiyanti & Ekasari, 2009). Habitat ikan mas (Cyprinus carpio) di perairan tawar dengan ketinggian tempat 150--600 meter di atas permukaan air laut, terkadang ikan mas hidup diperairan bersalinitas 25-30% (Jones, 2007). Tingkat salinitas yang terlalu tinggi atau rendah dan fluktuasinya lebar, dapat menyebabkan kematian pada ikan nila (Anggoro, 1992). Kematian tersebut disebabkan terganggunyatekanan osmotik cairan tubuh ikan nila, maka tekanan osmotik media akan menjadi beban bagi ikan nila sehingga dibutuhkan energi yang relatif besar untuk mempertahankan osmotik tubuhnya melalui proses osmoregulasi agar beradaa tetap pada keadaan yang ideal (Aliyas, 2016) .Menurut Jones (2007) pada rentang waktu yang lama ikan dapat melakukan adaptasi fisiologis terhadap lingkungan yang salinitasnya berbeda dengan cara perubahan perilaku saat meminum dan membuang air dalam bentuk urin, hal ini dapat terjadi dengan syarat perubahan salinitas air tidak terlalu besar dan waktu dalam beradaptasi ikan lama. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka ginjal ikan akan rusak dan ikan akan mati. Ikan mas memiliki suhu ektoterm / polikiloterm yang suhu tubuhnya hampir sama dengan suhu lingkungan (Jones, 2007). Ikan mas masih memiliki suhu toleransi yaitu suhu 25-30°C. Ikan yang mengalami stress suhu relatif tinggi, akan mengalami peningkatan kecepatan respirasi yang ditandai dengan gerakan operkulum ikan dan gangguan fisiologi tubuh. (Novi, 2015)

Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Tunas 2005). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organorgan ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 29oC, sedangkan

jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas (Azwar & Emiyati, 2016)

Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Afrianto & Liviawaty, 2005). Hal tersebut dapat diamati dari perubahan pergerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan satu dengan spesies yang lain, misalnya pada ikan Salmonid suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian berada tepat di atas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis ikan (Tunas, 2005)

(3)

dimaksud antara lain adanya perubahan tingkah laku (gerakan renang) ikan, warna tubuh dan warna insang (morfologi insang ikan), dan hingga pada kematian ikan (mortalitas) (Wulansari & Ardiansyah, 2012).

Rumusan Masalah

1. Bagaimakah perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perubahan suhu air?

2. Bagimanakah respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat perubahan suhu air? 3. Bagaimanakah perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap

lingkungan air yang tercemar?

4. Bagaimanakah respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat lingkungan air yang tercemar?

5. Bagaimakah perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perubahan salinitas air?

6. Bagimanakah respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat salinitas suhu air?

Tujuan

1. Mengetaui perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perubahan suhu air

2. Mengetaui respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat perubahan suhu air 3. Mengetaui perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap

lingkungan air yang tercemar

4. Mengetaui respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat lingkungan air yang tercemar

5. Mengetaui perubahan gerakan operculum Ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perubahan salinitas air

6. Mengetaui respon tingkah lahu Ikan mas (Cyprinus carpio) akibat salinitas suhu air.

2. METODE PENELITIAN

Praktikum ini dilakukan pada hari jum’at, 23 Maret 2018 diruang laboratorium KKI, Gedung D, Kampus FKIP,Universitas Sebelas Maret, Kentingan, Surakarta.

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah toples atau beker glass 10 buah, stopwatch 1 buah, ikan mas (Cyprinus carpio) 12 ekor, air biasa, air hangat, es batu, garam dapur, deterjen cair.

Prinsip kerja praktikum untuk perlakuan perubahan suhu yang pertama mengunakan air biasa. Menyiapkan ikan mas (Cyprinus carpio) sebanyak 4 ekor. Memasukkan ke dalam toples yang berisi air biasa. Mengamati tingkah laku ikan. Menghitung jumlah gerakan membuka dan menutup operculum ikan selama 1 menit. Perlakuan perubahan suhu kedua menggunakan air hangat. Memanaskan air hingga suhu 30oC dan 40oC. Memasukkan ikan

ke dalam toples yang sudah berisi air hangat. Mengamati tingkah laku ikan. Menghitung jumlah gerakan operculum ikan selama 1 menit. Perlakuan perubahan suhu ketiga menggunakan air dingin. Menyediakan air yang sudah dicampur es batu pada suhu 10oC

(4)

Mengamati tingkah laku ikan. Menghitung jumlah gerakan operculum ikan selama 1 menit. Mencatat hasil pengamatan ke dalam tabel pengamatan.

Prinsip kerja pada perlakuan pencemaran air menggunakan larutan deterjen cair. Menyiapkan ikan mas (Cyprinus carpio) sebanyak 4 ekor. Membuat larutan deterjen dengan konsentrasi 1 ppm, 25ppm, 50ppm dan 75 ppm. Memasukkan larutan deterjen yang sudah dibuat ke dalam masing-masing toples. Memasukkan ikan ke dalam masing-masing toples yang berisi larutan deterjen. Mengamati tingkah laku ikan. Menghitung jumlah gerakan operculum ikan selama 1 menit. Mengamati jumlah mortalitas ikan pada menit ke 1, 2, 3, 4 dan 5. Mencatat hasil pengamatan ke dalam tabel pengamatan.

Prinsip kerja pada perlakuan perubahan salinitas menggunakan larutan garam. Menyiapkan air tawar (konsentrasi garam 0,03%), air payau (konsentrasi garam 3%), air saline (konsentrasi 5%) dan air garam (konsentrasi garam 10%). Memasukkan masing-masing larutan garam ke dalam toples. Memasukkan ikan ke dalam masing-masing-masing-masing toples yang berisi larutan. Mengamati tingkah laku ikan. Menghitung jumlah gerakan membuka dan menutup operculum ikan selama 1 menit. Mencatat hasil pengamatan ke dalam tabel pengamatan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. hasil pengamatan tingkah laku dan gerakan operculum ikan mas (Cyprinus carpio)

Perlakuan 1’ 2’ 3’ 4’ 5’ 1’ 2’ 3‘ 4’ 5’ Rata

Suhu 10oC

Aktif Pasif Lambat Pasif Pasif 72 58 50 41 40 52,2

(5)

Garam 5%

Sangat aktif

Aktif Pasif Pasif Diam 123 148 115 37 13 87,2

Garam 10 %

Sangat aktif

(6)
(7)
(8)

ANALISIS KUALITATIF

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan didapatkan hasil bahwa perlakuan menggunakan suhu 10 oC pada menit ke- 1 ikan masih aktif bergerak, kemudian pada menit

ke-2 mulai tidak seimbang dan pergerakan operkulum menurun, dan pada menit ke- 3,4,5 ikan mulai tidak aktif pergerakan operkulum juga menurun dengan rata-rata permenitnya adalah 52,2 kali. Pada suhu 20 oC pada menit ke-1 ikan sangat aktif, pada menit ke-2, 3, 4 dan 5 ikan

tetap bergerak aktif dengan rata-rata pembukaan operculum permenit sebanyak 117,2. Pada suhu 30 oC pada menit ke-1,2 dan 3 ikan bergerak sangat aktif, kemudian pada menit ke-4

ikan masih bergerak namun tidak terlalu aktif, pergerakan melambat dengan total pembukaan operkulum per menit sebanyak 165,8 kali. Pada suhu 40 oC ikan terlihat sangatlah aktif

dilihat pada menit ke-1 dengan pembukaan operkulum sebanyak 190 kali, kemudian pada menit ke-2 ikan mulai kehilangan keseimbangan namun pergerakan operculumnya masih cepat, pada menit ke-3 ikan semakin tidak seimbang dengan pergerakan operkulum yang relatif cepat dan akhirnya pada menit ke-4 ikan melayang. Rata-rata pembukaan operculum di suhu 40oC adalah 214,6 kali.

Pergerakan operculum menunjukkan kecepatan pernapasan ikan. Kepatan pernafasan ikan mas normal adalah sekitar 121/per menit dan jika berada pada stress suhu tinggi kecepatan pernapasan ikan akan meningkat pesat dan dapat mengganggu fisiologis tubuh (Novi, 2015). Secara anatomi, ikan memiliki pendeteksi perubahan kecepatan arus air dan suhu air pada bagian linea lateralis yang berada pada sisi lateral tubuh. Linea lateralis ini memiliki sisik yang berbeda dari sisik tubuh ikan lainnya. Hal ini disebabkan pada suhu tinggi fisiologi tubuh ikan terganggu, jumlah oksigen terlarut dalam air menurun, kecepatan reaksi kimia mengikat, dan diameter pembuluh darah membesar. Sedangkan pada suhu rendah pembuluh darah tubuh ikan diameternya mengecil dan menghambat peredaran darah. (Hadisusanto, 2015). Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang.Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun (Tunas, 2005).

Berdasar Hukum Toleransi Shelford yang berisi “Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi factor lingkungannya”. Jika suhu air melampaui batas toleransi maka ikan akan mengalami stress dan sistem fisiologisnya terancam. (Harimurti, 2015)

(9)

terlihat terus aktif hingga pada menit ke-5 meskipun ke aktifannya berkurang. Rata-rata pembukaan operculum per menit pada konsentrasi 25 ppm sebanyak 92,2 kali. Pada detergen 50 ppm, ikan terlihat lebih aktif pada menit pertama dibandingkan ketika pada detergen 25 ppm, pada menit ke-2,3,4 keaktifan ikan terlihat semakin menurun, hingga pada menit ke-5 ikan terlihat sudah tidak aktif lagi. Rata-rata pembukaan operculum per menit pada konsentrasi 50 ppm sebanyak 71,2 kali. Pada detergen 75 ppm, ikan terlihat aktif, pada menit ke-2,3,4 ikan masih tetap aktif, hingga pada menit ke-5 ikan terlihat kurang aktif. Rata-rata pembukaan operculum per menit pada konsentrasi 75 ppm sebanyak 69,4 kali.

Air yang tercemar detergen dapat mengakhibatkan oksigen yang terlarut menurun dan busa detergen dapat mengurangi terjadinya difusi oksigen karena udara terjebak dalam gelembung. Pencemaran ini juga mengakhibatkan keenceran air menurun sehingga ikan akan sulit bergerak. Selain itu pH air meningkat dan menyebabkan kondisi basa pada air, padahal pH toleransi ikan 7-8. Jika konsentrasi pH tidak sesuai pH toleransi ikan maka ikan akan mati. (Harimurti, 2015).

Berdasar Hukum Toleransi Shelford yang berisi “Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi factor lingkungannya”. Jika suhu air melampaui batas toleransi maka ikan akan mengalami stress dan sistem fisiologisnya terancam. (Harimurti, 2015).

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan menunjukkan hasil bahwa perlakuan perubahan salinitas yang dilakukan dengan pemberian larutan garam 0,03%; 3%; 5% dan 10% didapatkan hasil yang berbeda tiap kadar garamnya. Pada larutan garam 0,03% ikan aktif bergerak pada menit ke-1. Pada menit ke-2 keaktifan ikan mulai menurun. Pada menit ke- 3,4 ikan pasif, hingga pada menit ke-5 ikan pasif. Rata-rata pembukaan operculum per menit pada salinitas 0,03% sebanyak 106,8 kali. Pada perlakuan larutan garam 3% ikan terlihat aktif pada menit pertama, pada menit ke-2 ikan masih aktif, pada menit ke-3 ikan mulai pasif, pada menit ke-4 ikan pasif, hingga pada menit ke-5 ikan diam. Rata-rata pembukaan operculum per menit pada salinitas 3% sebanyak 117 kali. Pada perlakuan larutan garam 5% ikan terlihat aktif pada menit pertama, pada menit ke-2 ikan masih aktif, pada menit ke-3 ikan mulai pasif, pada menit ke-4 ikan aktif kembali, hingga pada menit ke-5 ikan diam. Rata-rata pembukaan operculum per menit pada salinitas 5% sebanyak 87,2 kali. Pada perlakuan larutan garam 10% ikan terlihat aktif pada menit pertama, pada menit ke-2 ikan masih aktif, pada menit ke-3 ikan mulai pasif, pada menit ke-4 ikan sangat pasif, hingga pada menit ke-5 ikan diam. Rata-rata pembukaan operculum per menit pada salinitas 10% sebanyak 43 kali.

(10)

bentuk urin, hal ini dapat terjadi dengan syarat perubahan salinitas air tidak terlalu besar dan waktu dalam beradaptasi ikan lama. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka ginjal ikan akan rusak dan ikan akan mati.

Berdasar Hukum Toleransi Shelford yang berisi “Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi factor lingkungannya” ( Harimurti, 2015). Kondisi diatas ataupun dibawah batas kisaran toleransi itu, mahluk hidup akan mengalami stress dan mati.

4. SIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa (1) Rata – rata perubahan gerakan operculum ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perlakuan suhu 10 oC, 20 oC, 30 oC, dan 40 oC selama lima menit secara berturut – turut

adalah 52,2 kali, 117,2 kali, 165,8 kali, dan 214,6 kali. Tingkah laku ikan pada 10 oC

cenderung aktif hingga pasif, pada suhu 20 oC dan 30 oC cenderung bergerak aktif, dan pada

suhu 40 oC cenderung kehilangan keseimbangan hingga tidak aktif (lemas). (2) Rata – rata

perubahan gerakan operculum ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perlakuan suhu pemberian larutan deterjen 1ppm, 25ppm, 50ppm, dan 75 ppm selama lima menit secara berturut – turut adalah 101,8 kali, 117 kali, 87,2 kali dan 43 kali. Tingkah laku ikan pada pemberian larutan garam 1ppm dan 25ppm cenderung dari aktif sampai kurang lincah (pasif). Pada pemberian larutan garam 50 ppm dan 75 ppm tingkah laku ikan cenderung sangat aktif sampai kurang lincah (pasif). (3) Rata – rata perubahan gerakan operculum ikan mas (Cyprinus carpio) terhadap perlakuan pemberian larutan garam 0,03%, 3%, 5% dan 10% selama lima menit secara berturut – turut adalah 106,8 kali, 117 kali, 87,2 kali dan 43 kali. Tingkah laku ikan terhadap perlakuan pemberian larutan garam 0,03% adalah pergerak aktif sampai bergerak pasif, dan perlakuan pemberian larutan garam 3% ikan mulai sangat pasif dan lemas. Pada perlakuan 5% dan 10% ikan mulai tidak seimbang dan akhirnya diam.

5. DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Fitsum., Olivier Gimenez., Raphae L Arlettaz., And Michael Schaub. (2010). An Assessment of Integrated Population Models: Bias, Accuracy, and Violation of The Assumption of Independence. Ecology91 (1) : 7–14

Afrianto, E., & Liviawaty. (2005). Pakan Ikan. Yogyakarta: Kanisius

(11)

Aliyas. Ndobe, S. Ya’la, Z. R. 2016. Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Nila (Oreochromis sp.) yang Dipelihara pada Media Bersalinitas. Jurnal Sains dan Teknologi 5(1): 19-27.

Anggoro S. 1992. Efek osmotik berbagai tingkat salinitas media terhadap daya tetas telur dan vitalitas larva udang windu Penaeus monodon. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

Azwar, M., & Emiyati. (2016). Critical Thermal dari Ikan Zebrasoma scopas yang Berasal dari Perairan Pulau Hoga Kabupaten Wakatobi. SAPA LAUT Vol 1 (2) , 60-66

Campbell, Neil. 2004. Biologi Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Hadisusanto, S. 2015. Kontribusi Biologi Dalam Pengelolaan Dan Pengembangan Danau Di Indonesia. 2015 - repository.ugm.ac.id

Harimurti, K. (2015). Pemanfaatan Limbah Air Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Sebagai Sumber Hara Untuk Budidaya Kailan (Brassica Oleraceae Var. Alboglabra) Organik Secara Hidroponik.

Jones, M.J., Stuart, I.G. 2007. Movements and habitat use of common carp (Cyprinus carpio) and Murray cod (Maccullochella peelii peelii) juveniles in a large lowland Australian river. Ecology of Freshwater Fish 2007: 16: 210–220

Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta. Penerbis Kanisius.

Rudiyanti, S., & Ekasari, A. D. (2009). Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus Carpio Linn) pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 5, No. 1 , 39 - 47.

Nelly, N. (2013). Kelimpahan Populasi, Preferensi dan Karakter Kebugaran Menochilus Sexmaculatus (Coleoptera: Coccinellidae) Predator Kutudaun Pada Pertanaman Cabai. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika, 12(1).

Novi, E. 2015. Pengaruh Ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) terhadap SOD dan Histologi Hepar Tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi aloksan. NE Rarangsari – 2015

Tunas, Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta. Penerbit Universitas Gadjah Mada

Wulansari, F. D., & Ardiansyah. (2012). Pengaruh Detergen terhadap Mortalitas Benih Ikan Patin Sebagai Bahan Pembelajaran Kimia Lingkungan. EduSains Volume 1 Nomor 2 , 1-20.

6. LAMPIRAN

 Laporan sementara

(12)

Gambar

Tabel 1. hasil pengamatan tingkah laku dan gerakan operculum ikan mas (Cyprinus carpio)

Referensi

Dokumen terkait

belajar visual akan memiliki kemampuan spasial yang lebih baik dalam. menyelesaikan masalah geometri dibandingkan dengan siswa

Evaluasi proses dari pelaksanaan PDK dari banyak aspek yang diukur seperti dalam penelitian ini meliputi proses persiapan PDK (proses pendaftaran PDK, proses

Temuan- temuan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kurang adanya perhatian orang tua terhadap motivasi anak untuk belajar dan pemahaman tentang pendidikan masih

sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang

Pada tingkat destinasi, usaha mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan telah diwujudkan dalam bentuk penerapan manajemen kapasitas atau daya dukung sebuah destinasi

padahal YG baru sebentar pergi dengan teman-temannya. Hubungan AM dengan teman-temannya hanya melalui media sosial. Konflik biasanya muncul saat pergi dengan teman-

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2006 tentang Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Pengendalian Ketat di Provinsi Jawa

pengontrolan negara terhadap bentuk-bentuk protes yang nyata, LSM di Indonesia lebih memilih untuk bergerak di bawah payung slogan-slogan pembangunan pemerintah sambil