• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi dan wawancara dengan Pekerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Komunikasi dan wawancara dengan Pekerja"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Komunikasi dan wawancara dengan Pekerja Seks Komersil (PSK)

Tujuan Dalam melakukan Wawancara tersebut untuk mengetahui Motivasi diri Klien sehingga kerja sebagai Pekerja Seks Komersil

1. Data Diri (untuk mengetahui data diri)

a. Nama :

b. Umur :

c. Pendidikan :

d. Suku Bangsa :

e. Agama :

f. Status :

2. Riwayat Profesi (untuk mengetahui riwayat pekerjaannya)

a. Sudah Berapa Lama Kerja :

b. Siapa yang memperkenalkan pekerjaan ini kepada anda :

c. Dalam semalam anda melayani berapa orang tamu?

d. Berapa penghasilan anda dalam semalam?

e. Penghasilan yang anda dapatkan digunakan untuk apa saja

3. Motivasi diri

a. Apa yang menyebabkan anda terjun ke pekerjaan ini?

b. Apakah anda tidak ingin berubah?

4. Proses Penyadaran

a. Apa anda tidak takut dengan penyakit?

b. Apa anda tidak takut dengan dosa?

c. Apakah anda pernah mendapatkan penyuluhan tentang bahaya HIV/AIDS dan atau Ceramah

Keagamaan?

(2)

Observasi dan wawancara dilakukan di wilayah stasiun kereta api pada Hari Sabtu, 22 Oktober 2011 pukul 23.00 WIB

Wawancara dilakukan di sebuah warung kopi di dekat stasiun kereta api tersebut.

(3)

Selamat malam Mba, Perkenalkan nama saya Ian, Saya dari STKS Bandung, Saya bisa tahu namanya?

STKS Bandung adalah Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial,yang letaknya di Dago, mba…

Maaf Mba, apakah Mba bisa berbagi informasi dengan saya?

Kalo di Bandung Mba tinggal di mana?

Selamat Malam juga Mas, Nama Saya Ina, apa itu STKS Bandung Mas?

Oh…

ia Mas, saya akan membantu sebisa saya.

Saya dari Indramayu.

Cukup lama Mas, kira-kira ada dua tahun.

Umur saya sekitar 27 tahun Mas.

Saya dulu pernah sekolah, tapi hanya sampai lulus SMP.

Saya sudah pernah meningkah Mas, sekarang punya anak dua. Anak saya yang paling besar SMP kelas 1 dan yang satu kelas 5 SD. Sekarang saya sudah cerai dengan suami saya.

Mereka sekarang di Indramayu, ikut neneknya.

(4)

Kira-kira sudah berapa lama Mba bekerja seperti ini?

Bisa Mba ceritakan kenapa Mba sampai bekerja seperti ini!

Siapa yang memperkenalkan Mba dengan pekerjaan ini?

Dalam semalam Mba bisa melayani berapa orang tamu?

Berapa penghasilan anda dalam semalam?

Apakah Mba pernah mendengar tentang penyakit HIV/ AIDS?

Sudah sekitar satu setengah tahun Mas.

Saya terlibat didunia pelacuran karena adanya tekanan ekonomi dan harus membiayai kebutuhan hidup saya bersama dua orang anak saya yang sudah

membutuhkan biaya besar untuk biaya sekolah.

Selain itu, saya juga kecewa pada suami saya yang mencampakan saya dan anak-anak. Ia meninggalkan saya tanpa kabar.

Saya diajak teman dari kampung yang juga berprofesi sama seperti ini.

Ya kira-kira dua tiga orang Mas.

Kalau satu orang membayar Rp 200.000, semalam saya bisa mengantongi Rp 400.000-Rp 600.000

(5)

Penyakit tersebutkan sangat berbahayc a, apakah Mba tidak takut?

Apakah Mba pernah mendapat penyuluhan dari petugas kesehatan tentang penyakit itu?

Apakah Mba ingin mendapat pekerjaan yang lebih baik?

Apa yang Mba inginkan agar bisa berhenti dari pekerjaan ini?

Kalo begitu terimakasih banyak informasinya Mba

Takut juga si Mas, tapi mau bagaimana lagi, saya butuh biaya untuk saya dan anak-anak saya.

Belum pernah Mas, soalnya saya malu ketemu dengan petugas kesehatan.

Ia Mas

Saya ingin mendapatkan pekerjaan yang Halal, memimpikan suami yang setia, saying sama saya dan anak-anak saya serta

mempunyai penghasilan yang tetap sehingga saya bisa hidup dengan normal kembali.

Ia sama-sama Mas. Sekali-kali datang ya Mas…

PSK Observasi

(6)

Masalah prostitusi di Indonesia saat ini merupakan isu yang selalu menjadi sorotan tajam masyarakat. Praktik prostitusi membawa dampak yng merugikan orang banyak yang merugikan orang banyak dengan penularan penyakit seksual termasuk HIV/AIDS dan tumbuhnya tindak kekerasan, walaupun dilain pihak ada kelompok orang yang diuntungkan dengan tindak prostitusi tersebut. Laporan CAWT (Coalition Against Woman Trafficking) dalam trafficking in woman and prostitution in Asia Pacific 1998, menyebutkan bahwa tujuan perdagangan perempuan untuk kepentingan industri prostitusi, meskipun dalam perekrutan sering disamarkan lewat iming-iming pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga, pelayanan restoran, karaoke dan salon. Ratusan Tenaga kerja Wanita Indonesia (TKWI) terjun dalam prostitusi di Taiwan, Malaysia, Singapura, Australia, Brunei Darussalam, Korea Selatan, dan Jepang (anonym, 2001). Pada tahun 2000 menurut catatan Kepolisian RI, telah terungkap 1400 kasus pengirimn perempuan secara illegal dari Indonesia keluar negeri (Harian Kompas, 9 Oktober 2001: 10)

Kegiatan prostitusi apabila sudah terjadi disuatu tempat, maka akan sulit dihilangkan, meskipun keberadaan kegiatan prostitusi pada masyarakat Indonesia tidak dapat ditolerir karena bertentangan dengan norma-norma kehidupan masyarakat terutama norma agama yang sudah melembaga. Di Kota Bandung, kegiatan prostitusi antara lain terkonsentrasi di daerah Dewi Sartika, Pungkur, Tegallega, Alun-alun, dan Braga yang di perkirakan berjumlah 188 orang, sedangkan dirumah bordir berjumlah 227 orang, di hotel-hotel sebanyak 20 orang, warung remang-remang sebanyak 9 orang, lain-lain sebanyak 73 orang.

Visi kota Bandung sebagai kota jasa dan wisata memberi dampak pada maraknya industri hiburan yang identik dengan prostitusi. Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kota Bandung tahun 2004, pelaku prostitusi berjumlah 507 orang yang bagi dalam kelompok usia antara 19 - 29 tahun sebanyak 49 orang dan usia 30 - 40 tahun sebanyak 458 orang. Terobosan yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung dalam penanganan masalah prostitusi diantaranya dengan pembangunan masjid dan pondok pesantren seperti halnya yang dilakukan di daerah Saritem yang dipandang masyarakat sebagai lokalisasi prostitusi.

(7)

sosial yang diberikan senantiasa menempatkan penerima pelayanan sebagai manusia, baik sebagai individu maupun kolektivitas yang tidak terlepas dari sistem lingkungan sosio-kulturalnya. Berkaitan dengan permasalahan prostitusi di Kota Bandung, maka kami melakukan observasi pada pekerja seks komersil atau sering disebut Wanita Tuna Susila di seputaran Alun-alun Kota Bandung.

BAB II

FAKTOR PENYEBAB PROSTITUSI

Sebelum kita membahas hasil observasi, perlu kita tinjau dahulu factor – factor penyebab prostitusi. Praktek prostitusi atau Pornografi dan Pornoaksi merupakan fenomena penghancuran nilai moral yang dijalankan secara terorganisir. Nilai – nilai agama yang diharapkan menjadi benteng terakhir dalam mengantisipasi fenomena ini, malah tidak ada artinya lagi.

Berikut ini identifikasi masalah dengan mengungkapkan berbagai faktor penyebab internal dan eksternal dari masalah Prostitusi yang terjadi

(8)

a. Frustrasi

Frustrasi merupakan pencapaian tujuan yang terhambat. Orang akan mengembangkan mekanisme petahanan diri untuk mengatasi frustrasi yang dialamnya. Salah satu mekanisme adalah rasionalisasi, yaitu suatu kondisi dimana seseorang menciptakan alasan untuk membenarkan perilakunya. Contoh alasan yang sering dikemukakan seseorang sampai menjadi Wanita Tuna Susila (WTS) antara lain kegagalannya dalam membina rumah tangga. Mereka merasa impiannya untuk menciptakan keluarga yang harmonis tidak terwujud, dan sebagai bentuk pelariannya mereka menjual diri untuk mendapatkan kepuasan.

b. Kelainan Seksual

Suatu kondisi kejiwaan seseorang terkait dengan seksualitas seperti hypersex yaitu orang yang tidak pernah puas dalam melakukan hubungan intim diukur dari intensitas hubungan. Kondisi kejiwaan ini menyebabkan dia memiliki keinginan berlebihan diluar kemampuan orang pada umumnya dalam berhubungan intim, sehingga harus mencari orang diluar untuk memenuhi kebutuhannya.

c. Dekadensi Moral

Modernisasi dan informasi yang berkembang pesat pada satu sisi menyebabkan perubahan nilai dan norma dalam masyarakat. Pada sisi lain, perubahan nilai dan norma, relative mengalami penurunan, dari sesuatu yang dianggap tabu atau tidak layak dipublikasikan menjadi sesuatu yang biasa.

d. Latar belakang pendidikan yang rendah

Rendahnya tingkat pendidikan berimplikasi pada keterbatasan ruang untuk mencari nafkah. Masalah ketidak mampuan ini dipecahkan dengan mencari sumber penghidupan yang tidak mengenal status pendidikan dan social yaitu dengan “menjual diri” yang dianggap tidak merugikan lain.

e. Pengendalian diri yang kurang

Setiap manusia memiliki kemampuan fisik, kognitif (berpikir) dan mental untuk mengendalikan diri maupun lingkungannnya dalam mencapai tujuan hidupnya. Ketidak mampuan orang dalam mengndalikan diri menyebabkan orang cenderung mengambil sikap mencari jalan pintas unuk mencapai tujuan tanpa mempertimbangkan resiko.

(9)

Kecantikan dan kemolekan tubuh kadang dapat menjadi modal dan pendorong wanita dengan pengendalian diri yang rendah untuk memanfaatkannya menjadi pelacur.

g. Orientasi Materialisme

Modernisasi membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi, sehingga orang-orang yang dibutuhkan dan mampu untuk eksis adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi disertai dengan kualitas keterampilan dan pengetahuan yang memadai. Kondisi ini menyebabkan orang yang tidak memiliki pendidikan, keterampilan dan pengetahuan yang tinggi akan tersingkir, sehingga cara yang mereka tempuh untuk mempertahankan hidup melalui bisnis prostitusi.

2.1.2 Faktor Eksternal

a. Konflik Keluarga (Perceraian)

Terjadinya perceraian dapat menjadi pendorong seseorang melakukan prostitusi, karena tuntutan kebutuhan hidup dan kebutuhan seksual.

b. Sumber pendapatan keluarga/tuntutan ekonomi

Tuntutan ekonomi keluarga menjadi alasan orang melakukan kegiatan prostitusi. Hamper seluruh WTS mengirimkan uang kepada orang tua dan keluarganya. Karena keuntungan dapat dirasakan keluarga, maka prostitusi tetap berlangsung

c. Kontrol masyarakat rendah

Praktik pornoaksi-pornografi akan tetap ada dan berkembang bila control masyakat rendah, karena orang menjalani pornoaksi-pornografi tidak merasa ada tekanan dari masyarakat, sehingga dapat dengan melakukan tindakan prostitusi.

d. Industrialisasi/modernisasi

Industrilisasi mendorong timbulnya budaya pornoaksi-pornografi.

e. Migrasi

Motif ekonomi (uang) menarik banyak peempuan dari pedesaan untuk menjadi pelaku pornoaksi-pornografi diperkotaan.

f. Perubahan nilai-nilai (moral) masyarakat

Rasionalisasi yang terbentuk dalam masyarakat tertentu terhadap pornoaksi-pornografi bahwa pornoaksi-pornografi secara signifikan merubah pola nilai dan norma masyarakat, sehingga kondisi tersebut cenderung dipelihara.

(10)

Lembaga perkawinan sebagai ikatan kesetiaan yang sah antara laki-laki dan perempuan dalam kurun waktu telah mengalami penurunan nilai, seperti perselingkuhan.

h. Lingkungan sosial yang tidak sehat

Lingkungan tempat tinggal sangat berpengaruh, baik secara positif dan negative terhadap individu yang bermukim. Apabila lingkungan tempat tinggal kurang sehat, maka secara psikis mempengaruhi perilaku dan pola piker masyarakat, terutama anak-anak.

i. Korban penyalahgunaan sekssual, baik didalam maupun diluar keluarga.

Korban penyalahgunaan seksual seringkali memilih praktek pornoaksi-pornografi sebagai perilaku lanjutannya (termasuk kekerasan seksual).

j. Modelling

Pelaku postitusi menjadi model yang signifikan bagi orang disekitarnya. Meskipun mereka tidak lagi berprofesi sebagai pelaku pornoaksi-pornografi, namun karena mereka telah sukses, maka ex pelaku prostitusi ini kemudian menjadi agen bagi pelaku prostitusi yang baru.

k. Akulturasi yang di dominasi budaya barat

Masuknya budaya barat yng menjunjung tinggi kebebasan menjadi pemicu maraknya pornoaksi-pornografi dikalangan masyarakat modernis.

l. Ekspresi seni

Adanya anggapan bahwa pornoaksi-pornografi merupakan suatu kemerdekaan dalam mengekspresikan bentuk lain dari seni. Adanya pose-pose bugil, tarian erotis, atau peran-peran dalam film yang didominasi peran eksploitasi seksual, dianggap sebagai kebebasan untuk berekspresi.

Wanita Tuna Susila adalah seseorang yang mempunyai mata pencaharian dengan cara memberikan pelayanan seksual di luar perkawinan kepada siapa saja dari jenis kelamin berbeda yang tujuannya adalah untuk mendapatkan imbalan berupa uang.

Para WTS umumnya bekerja di tempat pelacuran yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir. Berikut ini tempat pelacuran berdasarkan jenisnya.

Pelacuran yang terorganisir :

 WTS berada di bawah pengawasan langsung mediatornya seperti germo, mucikari, mami.

 Termasuk di dalamnya: lokalisasi WTS, panti pijat plus dan tempat-tempat yang mengusahakan wanita panggilan.

 Aktivitasnya tergantung pada mucikari, penjaga keamanan atau agen lainnya yang membantu

(11)

 Berbagi hasil dengan mediator.

Pelacuran yang tidak terorganisir :

 WTS mencari pelanggannya sendiri tanpa melalui mediator. Langsung transaksi dengan

pelanggan.

 Termasuk di dalamnya: perempuan jalanan, perempuan lainnya yang beroperasi secara gelap di tempat umum, wanita panggilan yang bekerja mandiri, ayam kampus, wanita simpanan.

 Tempat: mal, diskotik, pub, café, dsb

 Posisinya lemah saat menghadapi pelecehan baik dari pelanggan atau perazia

 Tidak perlu berbagi hasil dengan mediator

BAB III

PRO DAN KONTRA PENANGANAN PROSTITUSI

Dari pengalaman empiris dapat diketahui berbagai masalah yang timbul dengan adanya prostitusi adalah :

1. Adanya pertentangan masyarakat yang data memicu kerusuhan dengna adanya aksi-aksi

pembakaran tepat-tempat kegitan tindak tuna susila. Hal ini terjadi karena di satu pihak masyarakat tidak mentolerir kegiatan prostitusi karena dianggap maksimal

2. Adanya pemerasan bahkan pembunuhan terhadap PSK oleh pelanggraannya.

3. Kegiatan prostitusi rawan penularan penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS.

4. Kegiatan Prostitusi yang berbaur dengan permukiman mempunyai dampak negative terhadap

generasi muda sebagai penerus bangsa karena dapat mempengaruhi sikap dan perilaku mereka melalui proses sosialisasi dan enkulturasi dari lingkungannya.

(12)

ingin mencari keuntugan. Kritik dari komunitas terhadap penanganan prostitusi yang dilaksanakan disuatu lokalisasi tertentu dianggap sebagai legalisasi kegiatan prostitusi. Di lain pihak, penanganan PSK melalui system rehablitasi social, mental, kesehatan dan keterampilan yang dilaksanakan dipanti, dikonotasikan sebagai penjara, karena ketidak mampuan untuk mengikuti peraturan panti dan tidak dapat mencari nafkah selama mengikuti program rehabilitasi social.

Berbagai aksi protes oleh komunitas yang tidak menghendaki adanya kegiatan prostitusi baik kepada para PSK maupun kepada pihak-pihak terkait dengan urusan penertiban prostitusi.

Sebagai jawaban terhadap aksi protes masyarakat terhadap lokalisasi prostitusi,maka dibeberapa daerah provinsi lokalisasi tersebut ditutup secara resmi yang dikukuhkan melalui surat keputusan pemerintah daerah setempat. Namun demikian upaya tersebut juga mendapat tantangan dari berbagai pihak antara lain dari kelompok pembelaan perempuan yang terwujud dalam suatu yayasan/organisasi, yang mengklaim bahwa :

1. Ada atau tidak lokalisasi, masalah pelacuran tidak akan terhapus.

2. Dengan pembubaran lokalisasi membuat perempuan semakin terpuruk dan menyulitkan

pemberdayaan para PSK yang mengklaim dirinya tidak ada penghasilan.

3. Tidak realitas bilamana penutupan lokalisasi tidak menyelesaikan permasalahan

4. Masalah lokalisasi, masih banyak pandangan masyarakat dari segi moralitas, oleh karena itu

harus diadakan perubahan pandangan sebagai suatu proses yang berat yang harus dipahami.

5. Penanggulangan merupakan bentuk-bentuk bersama dengan “para pekerja seks” yang dalam hal

ini ada dua hal penting yang perlu dilakukan secara bersama-sama. Pertama dalam hal pemberdayaan mereka yang tidak hanya ekonomi, tetapi aspek lainya.yang kedua agar ada pendidikan terhadap masyarakat agar tidak mempertajam masalah pelacuran.

6. Bagaimana system lokalisasi adalah suatu pilihan yang baik bukan hanya pengendalian

penyebaran penyakit menular sesual (PMS), akan timbul banyak perkosaan, tetapi hal lainya seperti banyak orang kehilangan usaha ekonomi disekitar lokalisasi

7. Pertumbuhan pelacuran anak-anak menjadi semakin besar.

8. Belum ada ke jelasan dari pemerintah tentang masalah pelacuran selama ada undang-undang

pelacuran.

(13)

BAB IV

HASIL OBSERVASI DI SEPUTARAN ALUN-ALUN KOTA BANDUNG

Dalam kasus prostitusi yang terjadi di Kota Bandung, ada sebagian kecil kasus yang di ambil dari hasil observasi di lapangan. Di dalam kasus ini peranan – peranan yang berada di sekitar lingkungan kita bisa menjadi akar dalam kasus prostitusi di Kota Bandung. Peranan – peranan tersebut mencangkup peran keluarga atau orang tua, peran teman, peran pacar, peran calo dalam prostitusi, dan peran germo. Dari macam – macam peran tersebut kami membahas tentang peran pacar dan peran orangtua atau keluarga karena sesuai dengan hasil obervasi kami di lapangan.

Peran keluarga atau orangtua, dalam terlibatnya salah satu anggota keluarga mereka bukn hanya karena kemauan maupun kesadaran sendiri. Orang tua juga memiliki andil terhadap keterlibatan atau mengakibatkan bisa terlibat dalam dunia prostitusi. Peran orang tua dalam mendukung seorang dari mereka terlibat dalam pelacuran, dapat dilihat ketika mulanya keberadaannya tidak diketahui orangtuanya. Namun setelah anggota keluarga tau atau orangtua, justru bukan langsung melarangnya akan tetapi malah menggantungkan hidupnya di dalam pelacuran untuk menghidupi keluarganya.

Kondisi demikian menyebabkan timbulnya perasaan beban tanggung jawab kepada keluarga bagi anak yang dilacurkan. Ketika pulang ke rumah orang tuanya muncul semacam tuntutan dan kewajiban untuk memberikan oleh-oleh atau uang kepada orangtuanya.

Peran pacar dalam proses pasangannya menjadi masuk ke dalam dunia pelacuran di lapangan ditemukan dengan penipuan. Pengakuan dari Hesty (nama samaran), misalnya, menjadi pelacur bukan cita-citanya. Bahkan ia kenal diskotik, rokok, minuman keras justru setelah masuk kedalam dunia pelacuran. Waktu sebelum mengenal dunia pelacuran, rokok, miras, apalagi diskotik kalau pulang ke desanya ia tetap menjalankan hidupnya seperti dulu saat ia masih di desa, ia tetap mengikuti acara pengajian dan sebagainya.

(14)

kabar bahwa ia hamil lalu menikah dengan pacarnya tersebut. Dari hasil perkawinan tersebut membuahkan hasil 2 orang anak,

Hesty awalnya mempunyai pekerjaan di salah satu toko di daerah kopo. Pendapatannya saat berkerja tidak menentu. Lalu setelah itu dia cerai dengan suaminya dan dipecat dari pekerjaannya karena masalah dengan suaminya dia tak pernah masuk kerja. Kemudian Hesty (nama samaran) merasa sudah tidak berharga lagi maka ia melacurkan diri setelah cerai dari suaminya dan ditinggal pergi. Di dalam pekerjaan yang sekarang sebagai WTS dalam semalam bisa menerima 3 tamu, setiap tamu tarifnya bisa sekitar Rp. 150.000 sampai Rp. 250.000 permalam. Jadi ia bisa menghasilkan uang sekitar Rp. 900.000/hari. Wilayah yang sering hesty (nama samaran) pakai untuk mencari tamu tidak menetap, dia berpindah-pindah tempat untuk mencari atau menunggu tamu dan jga menghindari razia, misalnya di daerah Alun-alun, Jln. ABC, dan wilayah Pasar Baru dan sekitarnya.

Data di lapangan terlihat lemahnya kewaspadaan seseorang sebelum terjebak di dalam dunia pelacuran terhadap niat jahat di balik kiat rayuan pengakuan teman laki-laki yang baru dikenalnya menjadikan pacar karena hamil diluar nikah menjadi dinikahkan secara terpaksa. Dari fakta di atas juga hendaklah menjadi perhatian keluarga juga terhadap anak-anak atau anggota keluarga lainnya terutama anak perempuan yang mengijak remaja lebih komunikatif dan waspada dalam bergaul terhadap laki-laki yang baru dikenal oleh anak-anak atau anggota keluarga lainnya.

Rangkuman Kasus

 Usia : 28 th

 Alamat : Kebon Kelapa  Status : Janda

 Suku : Sunda

 Pekerjaan : pelayan warung + WTS  Pendidikan : Tamat SMP

(15)

Rangkuman Biografi

Anak-anak :

 Tidak pernah mendapatkan pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan diabaikan orang tua

 Tidak diajarkan nilai-nilai oleh orang tua  Sering dipukul dan mendapat hukuman

 Tidak lanjut sekolah

 Mengalami sakit parah karena sering menahan lapar

 Dilarang orang tua bermain bersama teman-temannya

Remaja:

 Bekerja demi membantu orang tua  Menikah di usia 15 tahun

 Bekerja di warung minuman

Dewasa :

 Bekerja bersama paman dan bibinya  Diperkosa pacarnya

 Berkenalan dengan laki-laki yang akhirnya membuatnya jadi WTS

BAB V

UPAYA UNTUK MEMINIMALISIR WTS (Wanita Tuna Susila) A. Upaya dari Pemerintah

1. Adanya alokasi anggaran dari pemerintah untuk perlindungan bagi para WTS, alokasi

(16)

2. Adanya peraturan daerah yang melindungi anak-anak, terutama anak-anak yang

dilacurkan. Peraturan daerah ini diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada anak dalam bentuk kepastian hokum. Selama ini dalam kehidupan masyarakat sehari-hari banyak terjadi pelanggaran hak-hak anak, namun pelakunya belum mendapatkan tindakan hukum yang tegas dan dirasakan adil bagi anak.

3. Mengadakan pusat kegiatan, selama ini para WTS kurang mendapatkan tempat bagi

penyaluran aspirasi dan keinginan mereka. Sebagai contoh ruang public yang dapat di akses langsung secara bebas pun saat ini sudah sulit ditemukan. Pengadaan pusat kegiatan ini menjadi sangat penting akan mendapatkan tempat dari teman-teman atau keluarga yang mendukung berkembangnya potensi dan kreativitas mereka.

4. Penanggulangan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS melalui pelayanan kesehatan

pendampingan, konseling, dan advokasi. Pergaulan bebas dan prostitusi sangat rawan akan penyebaran penyakit menular seksual HIV/AIDS. Untuk itu perlu sekali mendapatkan pengetahuan mengenai bahaya penyakit tersebut. Sebab dalam penelitian bahwa pengetahuan mereka rendah, cara pengobatan yang mereka tempuh pun sangat sederhana dan kurang tepat. Dalam hal ini menjadi tugas dari Dinas Kesehatan, LSM, Perguruan Tinggi, Profesional.

5. Pendidikan dan pelatihan bagi yang membutuhkan perlindungan khusus, Dinas Pendidikan

dan LSM dapat berkerja sama untuk memberikan pendidikan dan pelatihan ini. Pendidikan dan pelatihan tersebut berguna bagi anak sebagai bekal kembali kepada masyarakat dan untuk menunjang kemandirian mereka nantinya.

6. Pendidikan kesehatan reproduksi serta bahaya narkoba, Dinas Kesehatan dan pihak

kepolisian dapat berkerja sama untuk melaksanakan hal tersebut. Beberapa WTS bahakan tidak menggunakan pengaman apa pun saat mlayani konsumennya. Di samping itu pergaulan bebas dan sindikasi peredaran narkoba telah menyebabkan pengguna dan peredaran narkoba meningkat. Untuk itu pendidikan kesehatan reproduksi dan bahaya narkoba menjadi suatu hal yang sangat penting dan mendesak untuk dilaksanakan.

B. Upaya dari Masyarakat

1. Menerima kembali di dalam masyarakat, agar bisa berkembang dalam berpastispasi terhadap masyarakat dan tidak merasa di kucilkan.

(17)

3. Membantu dalam memngembangkan keahlian di dalam masyarakat, agar jasanya untuk masyarakat bisa dirasakan manfaatnya bersama dan saling bertukar ilmu yang berguna dan bermanfaat.

BAB VI PENUTUP

Prostitusi adalah salah satu bentuk deviasi social yang dapat menimbulkan berbagai dampak social dalam kehidupan warga masyarakat. Oleh karena itu, ruang geraknya perlu dibatasi agar tidak meluas dimasyarakat. Prostitusi dilate belakangi oleh berbagai factor yang bersifat internal dan eksternal, yang meliputi berbagai aspek yang saling terkait antara factor yang bersifat budaya, kondisi ekonomi, kurangnya pemahaman agama, dan factor biologis.

Ilmuwan dibidang pengetahuan social termasuk penelitian mempunyai peran yang sangat penting dalam perumusan kebijaksanaan dan program-program kesejahteraan social antara lan yang terkait dengan masalah pencegahan penyebarluasan prostitusi. Banyak masalah yang timbul dalam upaya perubahan cara hidup WTS, khususnya yang berkaitan dengan teknis penyantunan dan rehabilitasi mereka. Dengan demikian masalah-masalah tersebut perlu dipelajari.

Isu utama dalam lingkup penelitian pencegahan prostitusi adalah menemukan bagaimana penyandang masalah WTS segera merubah prilaku, memberi kesempatan-kesempatan pekerjaan normative, apa hambatan, dan reaksi terhadap kebiasaan masa lalu.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

pelajaran IPA yang disertai dengan motivasi berprestasi tinggi, terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa.Kajian Keller, Kelly dan

Tuliskan dengan jelas jawaban dari semua pertanyaan pada kolom (2) s/d kolom (15) tentang proyek konstruksi yg dikerjakan - Nilai pengeluaran bahan pada kolom (10) dan kolom

Upah rata-rata tenaga kerja pada agorindustri opak- opak ubi kayu sebesar Rp 2.646,44 /HKO, sehingga besarnya imbalan tenaga kerja yang diperoleh pada agroindustri opak-opak

pembelajaran menulis puisi bebas siswa yang menggunakan Model Menulis.. Pengimajian dan Mimesis dengan yang menggunakan Model

Dengan fleksibilitas yang baik WIMAX maka dapat diaplikasikan menjadi Last mile broadband connections karena langsung berhubungan dengan pengguna atau end

Seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya, sebuah cerita drama pun harus bergerak dari satu permulaan ( beginning ) melalui suatu pertengahan ( middle ) menuju

Data penelitian adalah temuan penggunaan medalitas di dalam 320 berita online yang berkaitan dengan perempuan atau wanita tampak pada cuplikan teks berikut

Zbog svojstva monotonosti invertibilnosti funkcije pomiˇcnog ruba, Stefanov problem moˇzemo prikazali u obliku paraboliˇcke varijacijske nejednakosti za koje smo pokazali egzistenciju