• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN IDEAL PROBLEM SOLVINGDAN MOTIVASI BERPRESTASI BERPENGARUH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBELAJARAN IDEAL PROBLEM SOLVINGDAN MOTIVASI BERPRESTASI BERPENGARUH TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN IDEAL PROBLEM SOLVINGDAN MOTIVASI

BERPRESTASI BERPENGARUH TERHADAP

HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V

NiKt. Desy Widyantari

1

, I.B. Surya Manuaba

2

, I Wyn. Sujana

3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP,

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:dc_widyantari@yahoo.co.id

1

,ibsm.co.id@gmail.com

2

,

wayan_sujana59@yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI); (2) mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) pada kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi; (3) mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) pada kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah; serta (4) mengetahui pengaruh interaksi antara model pembelajaran IDEAL Problem Solving dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA. Rancangan penelitian ini adalah Nonequivalent Control Group Design, dengan menggunakan desain faktorial 2x2.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SDN Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara tahun pelajaran 2013/2014.Data yang dikumpulkan adalah data motivasi berprestasi dan hasil belajar IPAsiswa.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melaluimodel pembelajaran IDEAL Problem Solving dengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) (FAhitung = 4,428 > F tabel(α = 0,05; 1,82) = 3,96); (2) terdapat perbedaan

yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) pada kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi (F (A1B1 – A2B1) hitung = 12,16 > F’(4-1)(2,72)(α=0,05) = 8,16); (3) tidak terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarka melaluimodel pembelajaran Direct Instruction (DI) pada kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah (F (A1B2 – A2B2) hitung = 0,12 < F’(4-1)(2,72)(α=0,05) =

8,16);serta (4) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran IDEAL Problem Solving dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V SDN Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 (FABhitung

= 7,778 > F tabel(α = 0,05; 1,82) = 3,96).

Kata kunci: IDEAL Problem Solving, motivasi berprestasi, hasil belajar IPA

Abstract

This studyaims:(1) to determine the significant differencesof science learning outcome between studentsthat learnedused IDEAL Problem Solving learning model withstudents that learnedused Direct Instruction (DI)learning model;(2) to

(2)

determinethesignificant differencesofscience learning outcome between studentsthat learnedused IDEAL Problem Solving learning modelwithstudentsthat learnedusedDirect Instruction (DI)learning model in students that own highachievement of motivation;(3) to determinethe significant differencesofscience learning outcome between studentsthat learnedused IDEAL Problem Solving learning modelwithstudentsthat learnedusedDirect Instruction (DI)learning model in students that own lowachievement of motivation; and (4) to determineinfluence interaction between IDEAL Problem Solving learning model and achievement motivation to science learning outcome. This research design is Nonequivalent Control Group Design, by using factorial 2x2 design. Population in this research were allstudents of fifth grade SDNinGugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai North Denpasar academic year 2013/2014. Data collected is data achievement motivation and science learning outcome.

Result research showed that:(1) there are significant differencesof science learning outcome between studentsthat learnedused IDEAL Problem Solving learning modelwithstudentsthat learnedusedDirect Instruction (DI)learning model (FAcalculates =

4,428 > Ftable (α = 0,05; 1,82) = 3,96); (2) there are significant differencesofscience

learning outcome between student group that learnedused IDEAL Problem Solving learning modelwithstudentsthat learnedusedDirect Instruction (DI)learning model in studentsthat own highachievement of motivation (F (A1B1 – A2B1)calculates = > F'(4-1)(2,72) (α=0,05) =

8,16); (3) there are not significant differencesof science learning outcome between studentsthat learnedused IDEAL Problem Solving learning modelwithstudentsthat learnedusedDirect Instruction (DI)learning model in studentsthat own low achievement of motivation (F (A1B2 – A2B2)calculates = 0,12 < F'(4-1)(2,72) (α=0,05) = 8,16);and (4) there are influence

interaction between IDEAL Problem Solving learning model and achievement motivation to science learning outcome students of fifth grade SDNinGugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai North Denpasar academic year 2013 / 2014 (FABcalculates = 7,778 > F table (α = 0,05; 1,82) =

3,96).

Keywords:IDEAL Problem Solving, achievement motivation, science learningoutcomes

PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang dibelajarkan di hampir setiap jenjang pendidikan termasuk di sekolah dasar (SD). Definisi dari IPA itu sendiri adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam secara sistematis yang bertujuan untuk mengusai pengetahuan, fakta, konsep, proses penemuan dan sikap ilmiah. Berdasarkan definisi tersebut, pembelajaran IPA di SD diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (BSNP, 2011:13).Hal ini berarti pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Pembelajaran IPA di SD yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung hendaknya membuka kesempatan untuk mengembangkan rasa

ingin tahu siswa tersebut secara ilmiah, seperti salah satu tujuan pembelajaran IPA yang tercantum dalam BSNP (2011:14). Mengembangkan rasa ingin tahu siswa menjadi penting karena merupakan salah satu karakteristik siswa SD terutama kelas tinggi. Hal ini akan membantu siswa mengembangkan kemampuan bertanya dan kemampuan memecahkan masalah dengan mencari jawaban atas fenomena alam berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah, sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yang lebih banyak berisi tentang permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan sekitar yang ada dalam kehidupan siswa. Walaupun alam dapat dilihat secara langsung namun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk memahami konsep IPA itu sendiri.

Salah satu hal yang membuat siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep IPA karena siswa tidak dapat mempelajari secara langsung objek yang

(3)

dijadikan bahan pelajaran, walaupun sebenarnya bahan pelajaran tersebut berasal dan berada di sekitar siswa. Siswa akan lebih senang jika dapat menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang ada, sehingga siswa dapat dengan mudah mengingat yang telah dipelajarinya. Selain itu, dalam proses pembelajaran diperlukan pula suatu kondisi lingkungan yang membuat siswa senang dan nyaman untuk belajar. Dikatakan demikian, karena lingkungan merupakan sumber belajar dan bahan pelajaran yang utama bagi siswa. Dengan kata lain, kondisi lingkungan pembelajaran yang baik akan mengoptimalkan hasil belajar IPA siswa.

Hasil belajar IPA diperoleh setelah siswa mengalami perubahan perilaku yang diperoleh setelah menjalani suatu proses pembelajaran IPA. Perubahan perilaku yang dimaksud misalnya, dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti (Hamalik, 2003:30).Hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara lain berupa keadaan lingkungan di sekitar siswa yang menyangkut keadaan keluarga, suasana dan kondisi lingkungan pembelajaran di dalam kelas dan keadaan di lingkungan masyarakat. Sedangkan faktor internal dapat berupa kesehatan siswa, intelegensi, bakat, minat, motivasi, dan gaya belajar.

Berdasarkan penjabaran tersebut, suasana dan kondisi lingkungan pembelajaran di dalam kelas menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar IPA siswa. Untuk menciptakan suasana dan kondisi lingkungan pembelajaran yang baik, guru harus memperhatikan variasi penggunaan strategi, model ataupun metode dalam proses pembelajaran. Akan tetapi pada proses pembelajaran IPA di SD masih banyak guru yang menggunakan model pembelajaran langsung (Direct Instruction). Menurut Trianto (2007:41), Direct Instruction (DI) adalah suatu model pembelajaran bersifat teacher center yaitu dalam pembelajaran lebih berpusat pada guru. Dalam proses pembelajaran, siswa berperan sebagai objek belajar yang hanya duduk, mendengarkan dan menerima informasi yang disampaikan guru. Cara

penerimaan informasi seperti ini bukannya tidak baik, akan tetapi kurang efektif karena tidak adanya proses penguatan daya ingat yang kuat yang dilakukan sendiri oleh siswa. Proses penguatan yang ada hanya berupa pembuatan catatan dalam bentuk catatan yang monoton. Suasana pembelajaran yang seperti ini tidak akan menimbukan motivasi berprestasi dalam diri siswa. Seharusnya siswa yang menjadi subjek dan pusat dalam proses pembelajaran (student center). Siswa belajar untuk mandiri dalam memecahkan masalah yang diberikan.Guru lebih aktif berperan sebagai fasilitator dan motivator.

Faktor kedua yang mempengaruhi hasil belajar IPA siswa yakni faktor internal, salah satunya adalah motivasi. Dalam hal ini, motivasi yang dimaksud adalah motivasi berprestasi.Motivasi berprestasi dikatakan dapat mempengaruhi hasil belajar karena menurut Degeng (2000:3), motivasi berprestasi didefinisikan sebagai keinginan untuk mencapai prestasi sesuai dengan stándar yang telah ditetapkan.Hal ini berarti motivasi berprestasi itu sendiri adalah suatu cara berpikir tertentu yang apabila terjadi pada diri seseorang cenderung membuat orang itu bertingkah laku secara giat untuk meraih suatu hasil atau prestasi, sehingga dengan kata lain siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memperlihatkan hasil belajar yang lebih baik.

Sesuai dengan penjelasan tersebut, tidak efektifnya proses pembelajaran IPA dan kurangnya motivasi berprestasi siswa akan berdampak langsung pada hasil belajar IPA siswa di sekolah. Para guru SD juga sebenarnya telah menyadari permasalahan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan berubahnya gaya guru membelajarkan siswa yang kini telah menggunakan pendekatan, model ataupun metode pembelajaran yang lebih bervariasi, kreatif dan inovatif, yang dilakukan oleh para guru SD terutama guru kelas V sebagai persiapan siswanya naik ke kelas VI untuk mengikuti Ujian Nasional (UN).

Berbagai macam strategi, model dan metode pembelajaran telah diperkenalkan oleh para ahli.Salah satu model pembelajaran yang diyakini dapat memberikan pengaruh terhadap hasil

(4)

belajar siswa terutama dalam mata pelajaran IPA adalah model pembelajaran IDEAL Problem Solving atau model pembelajaran pemecahan masalah IDEAL. IDEAL yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kepanjangan dari lima tahapan atau sintaks dari model pembelajaran tersebut. Menurut Wena (2011:88-89), lima tahapan tersebut sebagai berikut. (1) Identify the

problem (mengidentifikasi masalah). (2) Define the problem (mendefinisikan masalah). (3) Explore solution (mencari solusi). (4) Act on the strategy

(melaksanakan strategi). (5) Look back and

evaluate the effect (mengkaji kembali dan

mengevaluasi pengaruh).

Meyer (dalam Wena, 2011) mengungkapkan bahwa terdapat tiga karakteristik pemecahan masalah, yaitu pemecahan masalah merupakan aktivitas kognitif tetapi dipengaruhi oleh perilaku, hasil-hasil pemecahan masalah dapat dilihat dari tindakan/perilaku dalam mencari pemecahan, dan pemecahan masalah merupakan suatu proses tindakan manipulasi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Selain itu pemecahan masalah IDEAL juga melibatkan tiga aktivitas kognitif, yaitu: (1) penyajian masalah meliputi aktivitas mengingat konteks pengetahuan yang sesuai dan melakukan identifikasi tujuan serta kondisi awal yang relevan untuk masalah yang dihadapi; (2) pencarian pemecahan meliputi aktivitas pengahalusan (penetapan) tujuan dan pengembangan rencana tindakan untuk mencapai tujuan; (3) penerapan solusi meliputi tindakan pelaksanaan rencana tindakan dan mengevaluasi hasilnya.

Sesuai dengan penjelasan tersebut, jika suatu masalah terlalu kompleks untuk dipecahkan dengan proses tunggal maka siswa harus memecahkan masalah ke dalam beberapa submasalah yang sesuai dengan tujuan, kemudian baru melakukan pemecahan masalah seperti proses di atas. Sesuai dengan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas kognitif, yaitu siswa tidak saja harus dapat mengerjakan, tetapi juga harus yakin bisa memecahkan. Dalam hal ini motivasi dan aspek sikap seperti usaha, keyakinan, kecemasan, dan

pengetahuan tentang diri adalah sesuatu yang sangat penting dalam pemecahan masalah (Jonassen,1997).

Bertitik tolak dari uraian tersebut, maka dipandang perlu untuk diuji cobakan suatu model pembelajaran untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil belajar IPA dengan merancang suatu penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran IDEAL Problem Solving dan Motivasi Berprestasi terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014”.

Berdasarkan judul tersebut,maka tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI); (2) mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) pada kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi; (3) mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL

Problem Solvingdengan kelompok siswa

yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) pada kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah; serta (4) mengetahui pengaruh interaksi antara model pembelajaran IDEAL Problem Solving dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA.

METODE

Rancangan dalam penelitian ini adalah quasi eksperiment(eksperimen

semu) karena subjek penelitian adalah manusia yang tidak mungkin dikontrol secara ketat.Desain eksperimen semu yang digunakan dalam penelitian ini adalah

non-equivalent control group design.Rancangan

ini dipilih karena eksperimen ini tidak memungkinkan mengubah kelas yang ada. Selain itu, rancangan penelitian ini hanya

(5)

memperhitungkan skor post-test yang dilakukan pada akhir penelitian atau dengan kata lain tanpa memperhitungkan skor test.Dalam penelitian ini skor

pre-test digunakan untuk menguji kesetaraan

sampel yakni antara siswa kelompok eksperimen dengan siswa kelompok kontrol.Untuk rancangan analisis uji hipotesis dalam penelitian ini, menggunakan rancangan dua faktor versi faktorial 2x2 dengan memperhatikan variabel-variabel yang ada.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V SDN Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan jumlah 401 siswa. Sampel diambil secararandom

sampling dengan jumlah 86 siswa yang

terdiri dari dua sekolah yaitu siswa kelas VB SD Negeri 4 Ubung dan siswa kelas V SD Negeri 6 Ubung. Kedua sampel diuji kesetaraannya menggunakan uji-t dengan rumus polled varian (n tidak sama). Setelah penyetaraan kedua sampel diundi kembali.Siswa kelas VB SD Negeri 4 Ubung terpilih sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 6 Ubung terpilih sebagai kelompok kontrol.

Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.Variabel bebas terdiri dari dua, yaitu pertama adalah model pembelajaran yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu model pembelajaran IDEAL Problem Solving yang digunakan pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran DI yang digunakan pada kelompok kontrol.Variabel bebas kedua adalah motivasi berprestasi yang juga diklasifikasikan menjadi dua yaitu motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah.Sedangkan variabel terikat penelitian ini yaitu hasil belajar IPA.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data motivasi berprestasi dan data hasil belajar IPA (kognitif dan afektif) dengan materi Cahaya.Untuk memperoleh data motivasi berprestasi instrumen dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner (terdiri dari 25 butir pernyataan).Untuk memperoleh data hasil belajar kognitif, instrumen yang digunakan berupa tes pilihan ganda biasa (berjumlah 36 butir soal) dengan metode pengumpulan data yaitu teknik tes.Sedangkan untuk

memperoleh data hasil belajar afektif, instrumenpengumpulan data yang digunakan adalah lembar observasi.Sifat data yang diperoleh berupa skor atau data interval.

Uji coba instrumen dilakukan pada tes hasil belajar dan kuesioner motivasi berprestasi untuk mendapatkan gambaran secara empirik tentang layak atau tidaknya instrumen tersebut digunakan sebagai instrumen penelitian. Uji coba instrumen dilakukan dengan menentukan validitas item, daya pembeda, tingkat kesukaran dan reliabilitas item tes untuk tes hasil belajar IPA serta validitas item kuesioner dan reliabilitas untuk kuesioner motivasi berprestasi. Selain validitas item, sebelumnya dilakukan uji validitas isi pada kedua instrumen tersebut. Pengujian validitas isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen.Untuk menguji validitas isi dapat digunakan pendapat dari ahli (judgment experts) dengan mengkonsultasikan instrumen dengan para ahli yang dalam hal ini dosen mata kuliah IPA dan dosen yang ahli dalam penyusunan instrument.

Data penelitian ini dianalisis menggunakan dua cara yaitu analisis deskriptif dan uji hipotesis. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data hasil belajar IPA siswa.Untuk uji hipotesis penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis statistik parametrik yaitu Analisis Varian (ANAVA) dua jalur.Sebelum uji hipotesis dilakukan uji prasyarat karena ANAVA dua jalur merupakan salah satu bentuk analisis statistik parametrik.Sebelum analisis statistik parametrik dilakukan, perlu adanya pemenuhan beberapa asumsi antara lain data berdistribusi normal dan memiliki sebaran data yang homogen, sehingga uji prasyarat yang dilakukan terdiri dari Uji Normalitas Sebaran Data dan Uji Homogenitas Varian.

Setelah uji ANAVA dua jalur, dilanjutkan dengan uji lanjut (post hoc) atau perbandingan berganda (multiple comparisons).Uji lanjut ini diperlukan karena analisis varian hanya mampu mengungkapkan ada atau tidaknya perbedaan dari tiga atau lebih kelompok data.Analisis varian tidak dapat menentukan rata-rata antar sel yang

(6)

sebenarnya yang berbeda secara signifikan. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Scheffe (karena n tidak sama).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil deskripsi data diperoleh hasil sebagai berikut. (1) Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving yang memperoleh hasil belajar IPA

dengan rata-rata hitung (mean) = 78,80, modus = 86,72, median = 78,81 dan simpangan baku (SD) = 10,42. (2) Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) yang memperoleh hasil belajar IPA dengan rata-rata hitung (mean) = 75,22, modus = 75,31, median = 75,17 dan simpangan baku (SD) = 8,48. (3)Kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yang memperoleh hasil belajar IPA dengan rata-rata hitung (mean) = 83,04, modus = 82,55, median = 83,80 dan simpangan baku (SD) = 7,41. (4) Kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah yang memperoleh hasil belajar IPA dengan rata-rata hitung (mean) = 70,38, modus = 73,50, median = 71,65 dan simpangan baku (SD) = 7,18. (5) Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving serta memiliki motivasi berprestasi tinggi yang memperoleh hasil belajar IPA dengan rata-rata hitung (mean) = 86,32, modus = 84,70, median = 85,14 dan simpangan baku (SD) = 6,05.(6) Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving serta memiliki motivasi berprestasi rendah yang memperoleh hasil belajar IPA dengan rata-rata hitung (mean) =70, modus = 73, median = 71,20 dan simpangan baku (SD) = 6,67.(7) Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran

Direct Instruction (DI) serta memiliki motivasi berprestasi tinggi yang memperoleh hasil belajar IPA dengan rata-rata hitung (mean) = 79,79, modus = 83,13, median = 80 dan simpangan baku (SD) = 7,01.(8)Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) serta memiliki motivasi

berprestasi rendah yang memperoleh hasil belajar IPA dengan rata-rata hitung (mean)

=70,80, modus = 73,50, median = 71,10 dan simpangan baku (SD) = 7,81.

Sebelum dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan statistik parametrik yaitu analisis varian (ANAVA) dua jalur, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varian.

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui sebaran data pada setiap kelompok terdiri dari sebaran data yang normal atau tidak.Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Chi-Kuadrat (X2) pada kedelapan kelompok data yaitu: (1) kelompok A1 = data kelompok siswa yang dibelajarkanmelalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving; (2) kelompok A2 = data kelompok siswa yang dibelajarkanmelaluimodel pembelajaran

Direct Instruction (DI); (3) kelompok B1 =

data kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi; (4) kelompok B2 = data kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah; (5) kelompok A1B1 = data kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL

Problem Solving dan memiliki motivasi

berprestasi tinggi; (6) kelompok A2B1 = data kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) dan memiliki motivasi

berprestasi tinggi; (7) kelompok A1B2 = data kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL

Problem Solving dan memiliki motivasi

berprestasi rendah; dan (8) kelompok A2B2 = data kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) dan memiliki motivasi

berprestasi rendah.

Berdasarkan kurva normal, kelas interval, frekuensi observasi (fo) dan

frekuensi empirik (fe) data hasil belajar IPA

siswa pada kedelapan kelompok tersebut diperoleh hasil analisis uji Chi-Kuadrat (X2) menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05) dan dk = 5, diperoleh X2

hitung<

X2tabel. Hal ini berarti H0 ditolak, sehingga

kedelapan kelompok data berdistribusi normal.

Setelah uji normalitas sebaran data, selanjutnya dilakukan uji homogenitas varian.Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui homogenitas varian dari

(7)

keempat kelompok sampel dengan menggunakan uji Bartlett(Test Bartlett).Keempat kelompok sampel yang

diuji homogenitasnya yaitu kelompok A1B1, kelompok A2B1, kelompok A1B2 dan kelompok A2B2. Hasil analisis menggunakan Uji Bartlett, diperoleh nilai X2 = 1,77 sedangkan nilai X2tabelpada taraf

signifikansi 5% (α = 0,05; dk = 3) = 7,81. Hal ini menunjukkan bahwa nilai X2hitung =

1,77< X2tabel=7,81.Hal ini berarti H0ditolak,

sehingga varian keempat kelompok dinyatakan memiliki sebaran data yang homogen.

Berdasarkan hasil uji normalitas sebaran data dan homogenitas varian tersebut, dapat disimpulkan bahwa persyaratan untuk pengujian hipotesis dapat dipenuhi. Dengan demikian, pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik parametrik yaitu analisis varian (ANAVA) dua jalur dapat dilanjutkan.

Tabel 1.Tabel Ringkasan Analisis Varian (ANAVA) Dua Jalur

SV JK db RJK Fh Ftabel Ket. 5% 1% JKA 210,81 1 210,81 4,43 3,96 6,96 Signifikan JKB 3272,47 1 3272,47 68,75 3,96 6,96 Signifikan JKAB 370,27 1 370,27 7,78 3,96 6,96 Signifikan JKdal 3909,35 82 47,60 - Total 7762,9 - - -

Dari hasil analisis yang tercantum dalam tabel ringkasan ANAVA dua jalur tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut. 1) FA = 4,43> 3,96, sehingga hipotesis nol

(H0) ditolak. Hal ini berarti terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL

Problem Solving dengan kelompok siswa

yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI). 2) FB =

68,75> 3,96, sehingga hipotesis nol (H0)

ditolak.. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara

kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dengan kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah. 3) FAB = 7,78> 3,96, sehingga hipotesis nol

(H0) ditolak.Hal ini berarti terdapat pengaruh

interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dengan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA siswa.

Berdasarkan simpulan tersebut, FAB

memiliki pengaruh interaksi yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji lanjut untuk menentukan rata-rata antar sel. Uji lanjut yang digunakan Uji Scheffe (n tidak sama).

Tabel 2. Tabel Ringkasan Analisis Uji Lanjut Scheffe

No Rata-rata Kelompok yang Diuji Fhit F’ Keterangan

1. A1B1 – A1B2 59,48 8,16 Signifikan 2. A2B1 – A1B2 19,69 8,16 Signifikan 3. A1B2 – A2B2 0,12 8,16 Tidak Signifikan 4. A1B1 – A2B2 54,16 8,16 Signifikan 5. A1B1 – A2B1 12,16 8,16 Signifikan 6. A2B1 – A2B2 16,64 8,16 Signifikan

Berdasarkan hasil analisis yang tercantum dalam tabel ringkasan uji lanjut

Scheffe tersebut dengan taraf signifikansi

5% (α = 0,05; dk1 = 3, dk2 = 82) didapatkan hasil sebagai berikut. 1) Uji F (A1B1

-A1B2)hitung = 59,48 >8,16,sehingga hipotesis

nol (H0) ditolak. Hal ini berarti terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah pada siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving. 2) Uji F (A2B1-A1B2) hitung = 19,69> 8,16,

(8)

sehingga hipotesis nol (H0) ditolak. Hal ini

berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran

Direct Instruction (DI) pada siswa yang

memiliki motivasi berprestasi tinggi dengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving pada siswa yang memiliki motivasi

rendah. 3) Uji F (A1B2–A2B2) hitung = 0,12<

8,16, sehingga hipotesis nol (H0)diterima.

Hal ini berarti pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melaluimodel pembelajaran IDEAL Problem

Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran

Direct Instruction (DI). 4) Uji F (A1B1–A2B2) hitung = 54,16> 8,16,sehingga hipotesis nol

(H0) ditolak. Hal ini berarti terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving pada siswa yang memiliki motivasi

berprestasi tinggi dengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) pada siswa yang memiliki motivasi rendah. 5) Uji F (A1B1 – A2B1) hitung = 12,16> 8,16,

sehingga hipotesis nol (H0) ditolak. Hal ini

berarti pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving dengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI). 6) Uji F (A2B1 – A2B2) hitung =

16,64> 8,16, sehingga hipotesis nol (H0)

ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah pada siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran

Direct Instruction (DI).

Pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini telah menghasilkan rincian hasil uji hipotesis sebagai berikut.

Pertama, FA = 4,43> F tabel(α = 0,05; 1,82)) =

3,96, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak.

Hal ini berarti secara keseluruhan terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA

antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL

Problem Solvingdengan kelompok siswa

yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI). Dengan kata lain, model pembelajaran IDEAL Problem Solvingberpengaruh

terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014.

Hasil temuan tersebut dapat dilihat juga dari perbedaan nilai rata-rata hasil belajar masing-masing kelompok.Pada kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving memiliki nilai rata-rata hasil belajar

IPA 78,52. Sedangkan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) memiliki nilai rata-rata hasil belajar IPA 75,43.

Perbedaan ini disebabkan karena model pembelajaran Direct Instruction(DI) bersifat teacher center, yakni masih mengandalkan kemampuan serta kecakapan guru dalam menyajikan pelajaran, serta keaktifan guru lebih dominan dalam pembelajaran di kelas (Slameto, 2003:19).Hal ini berarti pada proses pembelajaran dalam model Direct

Instruction(DI) ini, guru yang mentransfer

serta mendemonstrasikan pengetahuan atau pelajaran yang hendak sampaikan kepada siswa. Lain halnya dengan model pembelajaran IDEAL Problem Solving. Pada proses pembelajaran, menerapkan model pembelajaran IDEAL Problem Solving di kelas ternyata lebih mengaktifkan

siswa dalam proses pembelajaran dengan mengembangkan rasa ingin tahu siswa dan membimbing siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan. Melalui proses pemecahan masalah pada tahapan IDEAL

Problem Solving dapat memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mengalami dan membangun sendiri pengetahuannya serta memberikan hasil yang lebih baik. Melalui proses pemecahan masalah pada tahapan IDEAL Problem

Solving dapat memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengalami dan membangun sendiri pengetahuannya serta memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini

(9)

sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik (dalam Muchayat, 2011) yaitu , “belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami”. Jadi yang dimaksudkan dalam pernyataan tersebut adalah proses belajar yang baik harus melibatkan siswa secara penuh. Siswa bukanlah objek yang belajar, melainkan subjek yang aktif mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuannya.Hal ini sesuai dengan tujuan IPA sebagai mata pelajaran yang dibelajarkan di SD (BSNP, 2011:13-14).

Kedua, berdasarkan perhitungan uji

lanjut diperoleh F (A1B1 – A2B1) hitung = 12,16>

F’(4-1)(2,72)(α=0,05) = 8,16, sehingga hipotesis

nol (H0) ditolak. Hal ini berarti kombinasi

model pembelajaran IDEAL Problem Solving dan motivasi berprestasi tinggi

(A1B1) bersama kombinasi model

pembelajaran Direct Instruction (DI) dan motivasi berprestasi tinggi (A2B1)

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa.

Perbedaan yang signifikan ini dapat dilihat pada rata-rata hasil belajar masing-masing kelompok.Pada kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving dan motivasi berprestasi tinggi memiliki nilai rata-rata hasil belajar IPA 86,40. Kombinasi model pembelajaran Direct

Instruction (DI) dan motivasi berprestasi

tinggi juga menunjukkan hasil yang cukup baik. Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) dan motivasi berprestasi

tinggi memiliki nilai rata-rata hasil belajar IPA 79,30.

Motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor internal yang menentukan hasil belajar seorang siswa.Motivasi berprestasi menjadi daya penggerak bagi siswa untuk melakukan suatu perbuatan dalam mencapai suatu tujuan atau hasil yang lebih baik, sehingga seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi biasanya hasil belajar yang diperoleh lebih baik daripada individu yang tidak memiliki motivasi atau memiliki motivasi berprestasi yang rendah.Penerapan model pembelajaran IDEAL Problem Solving pada mata

pelajaran IPA yang disertai dengan motivasi berprestasi tinggi, terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa.Kajian Keller, Kelly dan Dodge (Degeng, 2000:3) mengemukakan salah satu ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah lebih menyukai terlibat dalam situasi yang memiliki resiko gagal (lebih menantang).Melalui penerapan model pembelajaran IDEAL Problem Solving siswa diberikan kesempatan untuk mencari dan memecahkan suatu permasalahan sendiri.Penyebab lain dari perbedaan hasil belajar antara kedua kelompok siswa ini yaitu tahapan atau sintaks pada kedua model pembelajaran yang sangat berbeda. Tahapan-tahapan model pembelajaran IDEAL Problem Solvingmenyebabkan siswa menjadi aktif, sehingga pembelajaran menjadi berpusat kepada siswa(student

center).Tahapan-tahapan model

pembelajaran Direct Instruction (DI) lebih menekankan keaktifan guru yang lebih dominan dalam pembelajaran, sehingga lebih berpusat pada guru (teacher center).

Ketiga, berdasarkan perhitungan uji

lanjut diperoleh F (A1B2 – A2B2) hitung = 0,12<

F’(4-1)(2,72)(α=0,05) = 8,16, sehingga hipotesis

nol (H0) diterima. Hal ini berarti kombinasi

model pembelajaran IDEAL Problem Solving dan motivasi berprestasi rendah

(A1B2) menunjukkan hasil belajar IPA yang

tidak berbeda secara signifikan dengan kombinasi model pembelajaran Direct Instruction (DI) dan motivasi berprestasi

rendah (A2B2).Pada kelompok siswa yang

dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving dan motivasi berprestasi rendah memiliki nilai rata-rata 70. Sedangkan pada kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran

Direct Instruction (DI) dan motivasi berprestasi rendah memiliki nilai rata-rata 70,75.

Penyebab utama kecilnya perbedaan nilai rata-rata dan persentase hasil belajar IPA dari kedua kombinasi kelompok ini karena kedua kelompok ini merupakan kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah.Jika siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akanmembuat dirinya menjadi lebih giat dari biasanya dalam melakukan atau mengerjakan

(10)

sesuatu yang menjadi tujuannya, maka bagi siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah cenderung tidak peduli dengan hasil yang akan dicapainya di masa yang akan datang. Sehingga usaha yang dikeluarkannya pun tidak optimal. Hal ini terbukti pada saat proses pembelajaran di kelas. Sebagian besar siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah lebih pasif daripada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Hal ini terjadi karena kurangnya dorongan dalam diri siswa untuk aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.

Penyebab kedua yaitu keefektifan penerapan model pembelajaran IDEAL

Problem Solving dan model pembelajaran Direct Instruction (DI) pada siswa yang

memiliki motivasi berprestasi rendah.Penerapan model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdi kelas siswa dibimbing untuk dapat memecahkan sendiri masalah yang diberikan oleh guru.Ini akan menjadi hal yang sulit bagi siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Dikatakan demikian, karena siswa dengan motivasi berprestasi rendah cenderung memiliki karakteristik pasif.Selain itu, ada kemungkinan masalah yang diberikan kepada siswa kurang dapat membangkitkan minat dan semangat siswa untuk bisa memecahkan sendiri masalah tersebut.Di sisi lain, jika dalam proses pembelajaran di kelas siswa dibelajarkan dengan model pembelajaran Direct Instruction (DI) maka akan membuat siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah jauh lebih pasif dari sebelumnya. Karena siswa hanyalah menjadi objek belajar yang hanya duduk dan mendengarkan atau mencatat segala informasi yang disampaikan guru.

Perbedaan besar motivasi berprestasi dalam diri siswa yang ada dalam satu kelas merupakan hal yang wajar. Setiap siswa memiliki karakter masing-masing, maka antara satu dan yang lain belum tentu terdapat persamaan. Begitu pula dalam penerapan model pembelajaran IDEAL

Problem Solving dan model pembelajaran Direct Instruction (DI). Siswa dengan

motivasi berprestasi berbeda akan menerima dengan cara berbeda dan memberikan hasil akhir yang berbeda pula. Peran guru sebagai motivator dan fasilitator bagi siswanya sangatlah penting demi

memperbaiki kualitas pembelajaran siswa.Selain itu, guru juga harus lebih teliti, kreatif, variatif dan inovatif dalam memilih model pembelajaran yang diterapkan di kelas, sehingga semua karakteristik siswa dapat menunjukkan hasil belajar yang baik.

Keempat, FAB = 7,78> F tabel(α = 0,05; 1,82))

= 3,96 hipotesis nol (H0) ditolak. Hal ini

berarti secara keseluruhan terdapat pengaruh interaksi model pembelajaran IDEAL Problem Solving dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014.

Perbedaan ini dapat dilihat pada rata-rata hasil belajar masing-masing kelompok.Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui IDEAL Problem Solving dan motivasi berprestasi yang tinggi

memiliki nilai rata-rata 86,40. Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui IDEAL

ProblemSolving dan motivasi berprestasi

yang rendah memiliki nilai rata-rata 70.Hal ini berarti interaksi model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdan motivasi berprestasi dapat memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa.Artinya model pembelajaran IDEAL

Problem Solving dan motivasi berprestasi

yang tinggi dapat memperbaiki serta memberikan hasil belajar yang lebih tinggi dan baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving tetapi memiliki motivasi berprestasi rendah.

SIMPULAN DAN SARAN

Sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1) Berdasarkan perhitungan FAhitung = 4,43> F tabel(α = 0,05; 1,82) = 3,96, sehingga hipotesis nol

(H0) ditolak. Hal ini berarti “Terdapat

perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran

Direct Instruction (DI) pada siswa kelas V

SDN Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014.” Dilihat dari nlai rata-ratanya, tampak bahwa hasil belajar IPA kelompok

(11)

siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving rata-rata = 78,57>rata-rata-rata-rata = 75,43 kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran IDEAL Problem

Solving berpengaruh terhadap hasil belajar

IPA siswa.2) Berdasarkan perhitungan uji F (A1B1 – A2B1) hitung = 12,16> F’(4-1)(2,72)(α=0,05) =

8,16, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak.

Hal ini berarti “Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran

Direct Instruction (DI) pada kelompok siswa

yang memiliki motivasi berprestasi tinggi pada siswa kelas V SDN Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014.” Dilihat dari rata-ratanya, tampak bahwa hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solving dan memiliki motivasi berprestasi

tinggirata-rata = 86,40>rata-rata = 79,30kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) dan memiliki motivasi

berprestasi tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, model pembelajaran IDEAL Problem Solving berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. 3) Berdasarkan perhitungan uji F

(A1B2 – A2B2) hitung = 0,12< F’(4-1)(2,72)(α=0,05) =

8,16, sehingga hipotesis nol (H0) ditolak.

Hal ini berarti “Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran IDEAL Problem Solvingdengan kelompok siswa yang dibelajarkan melaluimodel pembelajaran

Direct Instruction (DI) pada kelompok siswa

yang memiliki motivasi berprestasi rendah pada siswa kelas V SDN Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014.” Dilihat dari nilai rata-ratanya, tampak bahwa hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Direct Instruction (DI) dan memiliki motivasi berprestasi rendah(rata-rata = 70,75) memiliki

perbedaan yang kecil walaupun lebih besar daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran IDEAL

Problem Solving dan memiliki motivasi

berprestasi rendah (rata-rata = 70). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah, model pembelajaran Direct Instruction (DI) dan model pembelajaran

IDEAL Problem Solvingtidak berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. 4) Berdasarkan perhitungan FABhitung = 7,78> F tabel(α = 0,05; 1,82) = 3,96, sehingga hipotesis nol

(H0) ditolak. Hal ini berarti “Terdapat

pengaruh interaksi antara model pembelajaran IDEAL Problem Solving dan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas V SDN Gugus Kolonel I Gusti Ngurah Rai Denpasar Utara Tahun Pelajaran 2013/2014.

Berdasarkan simpulan di tersebut, terdapat beberapa saran yang dikemukakan yaitu bagi guru, model pembelajaran IDEAL Problem Solving dapat digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan model pembelajaran yang inovatif, yaitu pembelajaran yang dapat membantu siswa belajar bermakna dan lebih berpikir secara kritis melalui pemecahan masalah IDEAL. Guru juga harus meningkatkan perannya sebagai motivator dan fasilitator. Selain itu, guru juga harus lebih teliti, kreatif, variatif dan inovatif dalam memilih model pembelajaran yang akan diterapkan di kelas, sehingga masing-masing siswa yang memiliki karakteristik berbedadapat menunjukkan hasil belajar yang baik.Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran penggunaan model pembelajaran dan karakteristik motivasi berprestasi siswa serta sebagai pedoman untuk mengukur tingkat pencapaian pembelajaran di kelas.Bagi peneliti lain, yaitu materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada materi Cahaya. Untuk mengetahui kemungkinan hasil yang berbeda pada pokok bahasan lainnya, maka disarankan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang sejenis pada pokok bahasan yang lainnya.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

BSNP.2011. Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar Sekolah

Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta:

Kemendiknas.

Degeng, I Nyoman Sudana. 2000. Applied

Approach. Malang: LP3 Universitas

Negeri Malang.

Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan

Pengajaran Berdasarkan

Pendekatan Sistem. Jakarta: PT.

Bumi Aksara.

Jonassen, D.H. 1997. Instructional Design Models for Well-Structured and Ill-structured Problem Solving learning Outcomes. Educational Technology

Research and Development 45 (1):

65-94. New York. Sringer.

Muchayat. 2011.Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Matematika dengan Strategi IDEAL Problem Solving Bermuatan Pendidikan Karakter Materi Turunan Fungsi Kelas XI.

Tesis (tidak diterbitkan). Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor yang

Mempengaruhi. Jakarta: PT Asli

Mahasatya.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran

Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran

Inovatif Kontemporer (Suatu

Tinjauan Konseptual Operasional).

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kegiatan periklanan merupakan media utama bagi perusahaan untuk menunjang kegiatan promosi di mana promosi memiliki tujuan utama untuk menarik konsumen agar mau

Teknik analisis data dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga langkah, yakni (1) teknik skoring guna mengkaji persebaran dan kualitas ruang terbuka hijau di Kota

Jika tingkat signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05, maka koefisien regresi variabel adalah signifikan, dan menyatakan bahwa variabel independen tersebut

Implementations shall support graph patterns involving terms from an RDFS/OWL class hierarchy of geometry types consistent with the one in the specified version of Simple

2OO7 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 6 Tahun 2OO7), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi

beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang

Surat Pernyataan Telah Melakukan Pengujian Aplikasi Dari SMA Kristen Satya Wacana Salatiga..