• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ada beberapa factor pendorong pelemahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ada beberapa factor pendorong pelemahan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Ada beberapa factor pendorong pelemahan rupiah baik dari luar negeri maupun dalam negeri, menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution antara lain:

a. Faktor eksternal yakni ketidakpastian ekonomi di Eropa. Isu bakal keluarnya Yunani dari Uni Eropa menyebabkan investor memilih menempatkan dana dalam save haven seperti dollar. Pilihan investor itu ditempuh juga eksportir yang ikutan menahan dollar dalam simpanan valas.

b. Jatuh temponya utang luar negeri swasta yang cukup besar, sehingga terjadi peningkatan permintaan terhadap dollar AS.

c. Repatriasi dividen. Perusahaan swasta yang dimiliki investor asing mulai mengirimkan dividen ke negara asal investor.

d. Naiknya permintaan dolar AS di setiap pertengahan tahun. Faktor keempat ini disampaikan oleh Direktur Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, Difi A Johansyah.

Tetapi faktor utama tetap menguatnya dolar di seluruh dunia. Ada ekspektasi dolar menguat maka banyak yang memborong dolar dan yang punya dolar tak mau lepas,"

Pada dasarnya kebutuhan dolar baik untuk impor maupun untuk membayar utang adalah kebutuhan dari dalam negeri, tetapi pengadaan dolar dari investor maupun donor asing dari luar negeri. Karena kebutuhan dolar yang meningkat tetapi pengadaan dolar menurun. Maka harga dolarpun naik sedangkan harga nilai rupiah merosot. C. Dampak penurunan nilai tukar rupiah

Banyak sekali dampak yang di ciptakan dari penurunan nilai tukar rupiah baik yang positif maupun negative. Dampak negatif penurunan nilai tukar adalah secara efektif akan menurunkan daya beli (permintaan) konsumen terutama masyarakat berpendapatan menengah dan rendah (miskin). Dampak penurunan permintaan ini akan mendorong menurunnya produksi barang dan jasa.

Dari sudut produsen, krisis penurunan nilai tukar dan naiknnya bunga uang dan kandungan input impor cukup besar akan mendorong biaya produksi, sehingga harga barang naik. Besar kemungkinan tekanan inflasi terutama cost push inflation adalah bahaya yang datang menyelinap ke dalam ekonomi Indonesia. Apabila daya beli menurun serta harga barang dan jasa meningkat, maka kemungkinan besar perusahaan akan memotong jumlah produksi (output) yang dapat berdampak terhadap PHK tenaga kerja. Kalau ini terjadi maka urban and rural unemployed labor akan semakin meningkat. Ujung-ujungnya adalah keresahan sosial, dengan istilah yang lebih mengerikan lagi, setelah terjadi krisis finansial maka akan terjadi chaos (baca: keyos).

Kalau perusahaan mengurangi output, maka jumlah pajak yang dikumpulkan pasti berkurang sehingga total penerimaan (anggaran belanja) yang bersumber dari pajak akan berkurang. Di sisi penawaran (supply) faktor pemotong anggaran belanja ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Ujungnya target pertumbuhan ekonomi yang tinggi (7-8% per tahun) akan sangat sukar dipertahankan. Krisis finansial 1997 telah menjungkirbalikkan prediksi yang optimis dari pengamat pada awal dan pertengahan tahun 1997. Faktor ini membuktikan bahwa sesungguhnya pertumbuhan ekonomi Indonesia senantiasa sukar diperkirakan (unpredictable) karena sifat ketidakpastian telah built-up dalam stuktur ekonomi Indonesia.

Bahaya lain yang datang setelah depresiasi rupiah (devaluasi) melalui mekanisme pasar adalah bahaya inflasi. Indonesia masih banyak mengimpor bahan baku dan barang modal yang cukup besar. Karena harga dollar yang relatif lebih mahal dibading dengan rupiah, maka merosotnya nilai rupiah di satu pihak mendorong ekspor, akan tetapi melalui time-lag tertentu (2-3 tahun) akan bersifat inflatoar kerena sifat cost-push inlfation tersebut. Kalau Indonesia tidak mampu mengurangi impor serta meningkatkan pruduktifitas ekonomi dan ekspor maka bahaya inflasi akan segera dihadapi karena sifat cost-push inflation tersebut. Faktor musim kemarau panjang, kebakaran hutan, bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir bandang, serta faktor alam lain akan dapat memperburuk keadaan ekonomi terutama meningkatnya harga barang konsumsi yang berakhir pada peningkatan inflasi..

Melemahnya nilai rupiah terhadap dollar dipastikan berdampak terhadap sektor pertanian dan agribisnis. Bagi perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan bakunya dari dalam negeri, gejolak keuangan mungkin tidak berpengaruh demikian besar, dan apabila sebagian besar output diekspor, maka akan memiliki dampak positif. Namun, apabila perusahaan menggunakan bahan baku yang diimpor dari luar negeri, maka implikasi gejolak keuangan akan berpengaruh terhadap struktur biaya (meningkatkan biaya per unit input dan output) yang lebih besar. Apabila pasarnya dalam negeri, maka akan semakin suram. Dalam kondisi ini, gejolak keuangan berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan yang bersangkutan.

D. cara menstabilkan nilai tukar rupiah an Negatif Menguatnya Nilai Tukar Rupiah

Inilah Dampak Positif dan Negatif Menguatnya Nilai Tukar Rupiah

(2)

Berita | Tahukah kamu - Rupiah menjadi mata uang berkinerja paling bagus dalam tiga tahun terakhir ini. Pada periode Januari 2008-April 2011, rupiah terapresiasi (menguat) 28 persen, paling tinggi dibanding dengan won Korea 22 persen, ringgit Malaysia 17 persen, dollar Singapura 16 persen, peso Filipina 10 persen, atau pun yuan China 4 persen.

Terdapat beberapa faktor, baik eksternal atau pun internal yang mendorong terjadinya apresiasi rupiah. Pertama, pemulihan perekonomian AS dipandang masih sangat volatile, sebagaimana terindikasi dari lambatnya penurunan penganggguran dari 9,8 persen (Januari 2010) menjadi 8,8 persen (April 2011).Hal ini memaksa the Fed (Bank Sentral AS) mematok dan menahan suku bunga rendah pada level 0,25 persen. Selain itu, the Fed memberikan sinyal untuk tetap menerapkan kebijakan stimulus dalam skema quantitative easing senilai 600 miliar dollar AS. Dua kebijakan itu membuat suplai USD di pasar bertambah banyak dan nilainya terhadap rupiah (dan beberapa mata uang lainnya) mengalami penurunan.

Kedua, proses pemulihan perekonomian AS membuat permintaan di negara itu terhadap produk-produk yang dihasilkan negara lain mengalami peningkatan cukup signifikan.

Ketiga, suku bunga acuan yang ditetapkan BI (BI Rate) sebesar 6,75 persen lebih tinggi dibanding dengan suku bunga di beberapa negara kompetitor, seperti Malaysia (2,75 persen), Thailand (2,75 persen), dan China (3,25 persen). Hal ini membuat pasar keuangan Indonesia relatif lebih menarik daripada pasar keuangan di beberapa negara tersebut. Menariknya, pasar keuangan membuat arus dana asing (capital inflow) yang meminta rupiah mengalir deras ke negeri ini.

Keempat, agresifnya pemerintah dan perusahaan menerbitkan obligasi membuat permintaan USD terhadap rupiah mengalami peningkatan.Tingginya permintaan terhadap obligasi ini membuat nilai rupiah terkerek naik ke atas. Berkah dan Masalah

Penguatan rupiah bisa menimbulkan berkah dan masalah bagi perekonomian Indonesia. Dalam kaitan dengan berkah, beberapa hal yang kemungkinan bisa dinikmati perekonomian Indonesia adalah. Pertama, dalam APBN 2011, pemerintah mengalokasikan 38,6 persen dari belanjanya (301,2 triliun rupiah) untuk bayar utang (dalam dan luar negeri) dan subsidi. Beberapa komoditas yang disubsidi (BBM) harus diimpor dari luar negeri. Karena itu, penguatan rupiah akan membuat kewajiban bayar utang (dari luar negeri) dan anggaran subsidi mengalami

penurunan.Tidak mengherankan bila muncul prediksi bahwa setiap rupiah menguat 100 rupiah, maka belanja negara akan bisa dihemat sebesar 400 miliar rupiah.

Kedua, penguatan rupiah mengurangi tekanan infl asi yang berasal dari imported infl ation. Penurunan infl asi year-on-year dari 6,65 persen (Maret 2011) menjadi 6,16 persen (April 2011) sedikit banyak dipengaruhi apresiasi rupiah. Karena itu, BI memunyai sedikit ruang untuk tidak menaikkan BI Rate yang bisa bersifat kontraproduktif terhadap bunga kredit yang dibutuhkan sektor riil.

Ketiga, apresiasi rupiah juga memberikan keuntungan bagi importir. Jika barang-barang yang diimpor itu merupakan barang modal (mesin dan peralatan) dan bahan baku (gandum), maka kapasitas produksi perekonomian bisa ditingkatkan karena biaya produksi yang harus dikeluarkan secara relatif akan menjadi lebih murah.

Namun demikian, apresiasi rupiah juga berpotensi membawa masalah bagi perekonomian, utamanya pada sisi neraca perdagangan.Artinya, di satu sisi, industri dengan orientasi ekspor, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu, dan elektronik, adalah mereka yang akan mendapatkan masalah dari terjadinya penguatan rupiah. Secara relatif, produk-produk mereka di pasar ekspor akan menjadi lebih mahal sehingga berpotensi menekan pendapatan (dalam rupiah) mereka.

Selain itu, produk-produk ekspor Indonesia akan mendapatkan persaingan (dari sisi harga) yang lebih ketat dari produk yang berasal dari negara dengan apresiasi mata uang lebih rendah dari rupiah, seperti Malaysia, Thailand, dan China.Untuk itu, dibutuhkan kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan kualitas produk. Tanpa adanya peningkatan kualitas, dengan harga yang relatif menjadi lebih mahal, boleh jadi produk-produk ekspor Indonesia tidak akan mampu mempertahankan posisinya di beberapa negara tujuan ekspor.

(3)

miliar dollar AS pada Maret 2011 boleh jadi merupakan akibat dari semakin kuatnya nilai tukar rupiah.

Beranjak dari analisis bahwa apresiasi rupiah membawa berkah sekaligus masalah, BI tampaknya perlu lebih proaktif memonitor dan mengawal penguatan rupiah. Dalam kaitan ini, ada baiknya BI memiliki batas toleransi sampai pada level berapa rupiah boleh mengalami apresiasi.

Pada kondisi ketika batas toleransi itu sudah terlewati, BI perlu melakukan intervensi, meskipun dengan konsekuensi mengeluarkan biaya moneter yang tidak murah. Secara psikologis, intervensi yang dilakukan BI ini akan menambah keyakinan pelaku usaha bahwa mereka tidak dibiarkan berjuang sendirian, sesuatu yang sudah sangat jarang dirasakan pelaku usaha akhir-akhir ini.

Pelemahan Rupiah: Sebab dan Solusinya

Oleh : M. Ishak (Lajnah Maslahiyyah DPP HTI)

Nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan mengalami depresiasi yang cukup tajam terhadap dollar hingga mendekati Rp 12 ribu per dollar. Pelemahan tersebut juga dialami oleh beberapa mata uang Asia seperti Rupee India, Ringgit Malaysia dan Peso Filipina dengan tingkat pelemahan yang bervariasi. Sebagaimana dimaklumi, nilai mata uang akan mata uang suatu negara terhadap dollar akan merosot jika penawaran (penjualan) mata uang tersebut meningkat. Sebaliknya, permintaan yang tinggi terhadap mata uang tersebut membuat nilainya meningkat. Dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan harga barang-barang impor menjadi lebih mahal. Barang konsumsi seperti pangan dan elektronik misalnya, mengalami kenaikan harga yang signifikan. Beban industri yang bergantung pada bahan baku dan barang modal impor seperti industri farmasi dan tekstil, juga semakin berat. Agar tetap untung mereka terpaksa menaikkan harga jual produk mereka. Inilah yang disebut dengan imported inflation, inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga barang impor.

Bukan itu saja, pelemahan Rupiah juga berimbas pada peningkatan beban utang luar negeri baik swasta maupun pemerintah. Di sisi lain, nilai inflasi yang meningkat pasca penaikan BBM oleh Pemerintah membuat investor khususnya di sektor finansial cenderung khawatir akan kondisi makro ekonomi Indonesia. Tingginya ekspektasi inflasi tersebut membuat suku bunga (yield) obligasi pemerintah naik tajam. untuk obligasi tenor 10 tahun misalnya, naik hingga tiga persen dalam dua bulan terakhir. Akibatnya, beban APBN semakin berat akibat sebagian besar pembiayaan defisit ditutupi dengan utang khususnya melalui penerbitan obligasi.

Faktor lain yang membuat rupiah terus tertekan adalah neraca perdagangan yang terus mengalami defisit dalam beberapa kuartal terakhir. Salah satu penyumbang defisit tersebut, adalah nilai impor minyak mentah dan BBM jauh melampaui ekspor komoditas tersebut. Konsumsi minyak domestik yang terus melejit, tidak diimbagi dengan peningkatan kapasitas produksi baik lifting maupun pengilangan. Kapasitas produksi kilang Pertamina misalnya, dibiarkan stagnan pada level 1,2 juta barel perhari. Padahal Singapura dan Thailand saja yang konsumsi BBM-nya lebih rendah dan bukan penghasil minyak, memiliki kapasitas kilang yang jauh lebih besar dibandingkan Indonesia. Akibatnya sebagian produksi dalam negeri yang tidak diserap oleh Pertamina kemudian diekspor melalui tender oleh SKK Migas yang belakangan ditengarai banyak permainan kotor.

Selain minyak, ketergantungan terhadap impor non migas khususnya bahan baku dan penolong industry juga sangat tinggi. Perkembangan industri konsumsi di Negara ini cukup tinggi.Sayangnya industri pendukung khususnya barang modal dan bahan bakunya lebih banyak diimpor. Sebagai contoh, kebanyakan mesin dan bahan baku industri tekstil Indonesia lebih banyak diimpor dari China. Dengan adanya liberalisasi perdagangan, ketergantungan terhadap barang-barang dari negara yang industrinya telah maju, semakin tinggi.

Di sisi lain, daya saing industri domestic menghadapi berbagai pelemahan internal yang sistematis. Pelemahan tersebut antara lain mahalnya biaya produksi akibat kenaikan biaya energi. Tahun ini saja tiga sumber energy yaitu listrik, BBM dan gas yang harganya dikendalikan pemerintah dinaikkan secara bersamaan. Padahal sejumlah industri sangat sensitif terhadap perubahan harga energi tersebut seperti industri petrokimia dan industri keramik. Rencana kenaikan gas rata-rata 40 persen tahun ini tentu ‘menyayat hati’ kalangan industri. Pasalnya, selain supply untuk mereka selalu kurang akibat lebih dominanya porsi untuk ekspor, kontrak-kontrak penjualan gas bernilai ‘miring’ seperti penjualan gas ke Fujian, hingga kini belum mengalami penyesuaian.

(4)

akan kembali dilancarkan oleh buruh. Sebagaimana diketahui, kenaikan inflasi membuat Komponen Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar penetapan UMP dipastikan akan mengalami kenaikan. Tumpukan beban-beban tersebut akhirnya membuat daya saing ekspor Indonesia tertekan. Padahal bagi Indonesia, selain sebagai sumber devisa, kontribusi ekspor terhadap peningkatan pendapatan nasional dan juga penyerapan tenaga kerja sungguh sangat besar.

Berbagai cara ditempuh Pemerintah untuk mengembalikan kestabilan rupiah baik melalui kebijakan fiscal dan moneter. Dari sisi fiscal pemerintah telah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan untuk meningkatkan ekspor dan menekan impor. Demikian pula dari sisi moneter, Bank Indonesia juga telah menaikkan BI rate, yang menjadi acuan suku bunga perbankan. Sayangnya solusi-solusi tersebut hanya bersifat temporal dan tidak menyentuh akar masalahya yang sesungguhnya. Adapun akar masalah tersebut yaitu:

Pertama, Indonesia tidak memiliki visi untuk menjadi Negara industri yang tangguh. Bahkan perhatian utama Pemerintah adalah sekedar mendorong surplus perdagangan dengan berupaya meningkatkan ekspor dan mengurangi impor tanpa melihat kualitas barang yang diperdangkan. Sebagian besar ekspor unggulan Indonesia terbatas pada komoditas SDA seperti migas, mineral dan minyak sawit ataupun industri konsumsi seperti tekstil. Di sisi lain, Indonesia amat bergantung pada barang-barang modal yang padat teknologi dan modal. Bahkan akibat gencarnya Pemerintah melakukan liberalisasi perdagangan, Indonesia menjadi pasar yang empuk bagi negara-negara lain termasuk pada barang-barang konsumsi seperti pangan. Akibatnya, devisa yang dikeluarkan untuk memproduksi barang-barang tersebut menjadi sangat besar.

Kedua, kebijakan moneter untuk untuk menstabilkan rupiah dengan menaikkan suku bunga justru semakin

membebani perekonomian dan hanya menguntungkan para pemilik modal. Ini karena pembiayaan kegiatan ekonomi skala besar-menengah di negara ini sebagian besar sumber bersumber dari perbankan ribawi. Dengan menaikkan BI rate, suku bunga kredit juga akan ikut terkerek naik sehingga beban pinjaman kreditor meningkat. Bahkan tidak sedikit dari mereka terpaksa merelakan asetnya, karena tak lagi sanggup membayar cicilan utangnya. Di sisi lain, deposan yang memiliki dana melimpah lebih memilih untuk menyimpan dana mereka di perbankan ketimbang berinvestasi di sector riil. Bahkan perbankan yang mengelola dana-dana tersebut, selain menggelontorkan likuiditas mereka di sektor riil juga diberi keleluasaan untuk berinvestasi di sektor finansial seperti SUN dan SBI yang bunganya dibiayai oleh Pemerintah.

Ketiga, eksistensi pasar modal yang ditopang oleh liberalisasi sector financial membuat aliran dana investasi yang sebagian bersifat spekulatif dengan mudah masuk dan keluar tanpa rintangan berarti. Jika para investor melihat kondisi dan prospek investasi di negara ini menguntungkan maka dengan mudah mereka masuk sehingga nilai tukar menguat dan bursa saham ‘menghijau’ dan demikian pula sebaliknya. Bahkan untuk menarik keuntungan, mereka dapat menggiring situasi di pasar modal khususnya di negara-negara berkembang. Bahkan di negara maju sekalipun, berbagai trik dilancarkan untuk meraup untung besar. Kasus mutakhir misalnya, pengakuan JP Morgan yang memanipulasi harga minyak pasar di pasar berjangka sehingga melambung pada tahun 2011 dan Barclay yang memanipulasi suku bunga LIBOR.

Keempat, mata uang Rupiah termasuk dollar adalah mata uang kertas yang tidak dijamin oleh komoditas yang bernilai (fiat money). Dengan demikian, mata uang ini dengan mudah dapat diproduksi oleh otoritas moneter suatu negara. Inilah yang dilakukan oleh The Fed, bank sentral AS untuk menyelamatkan ekonomi negara terbesar di dunia tersebut dari keruntuhan akibat krisis tahun 2008. Besarnya kendali AS atas pasokan dolar membuat inflasi menjadi tak terkendali dan telah menyebabkan mata uang negara-negara lain khususnya di negara-negara berkembang yang bergantung pada dollar dan menjadi tidak stabil. Padahal, nilai tukar yang tidak stabil sangat merugikan. Sekedar contoh, PLN pada tahun 2012 mengalami rugi selisih sebesar Rp5,9 triliun akibat pelemahan Rupiah sehingga utang-utangnya dalam bentuk dollar mengalami kenaikan.

Kembali Kepada Islam

Krisis nilai tukar Rupiah sebagaimana halnya mata uang lain di dunia, telah menjadi pemandangan biasa dalam sistem keuangan saat ini. Meskipun terbukti banyak dikeluhkan dan merugikan, namun sistem ini tetap

(5)

sistem tersebut. Selain itu, negara berkewajiban untuk menjadi negara industri yang kuat agar tidak dapat dikuasai dan didikte oleh negara lain atau otoritas lainnya.

Adapun riba yang merupakan biang bencana dalam sistem ekonomi kapitalis dan sistem lainnya telah diharamkan oleh Islam secara mutlak, berapa pun persentasenya dan apapun istilahnya. Harta yang diperoleh dari riba adalah harta yang haram untuk dimanfaatkan. Allah SWT bahkan mengumumkan perang terhadap para pemakan riba. Allah SWT berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian (memang) orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian. Dan jika kalian bertaubat (dari pengambilan riba) maka bagi kalian pokok harta kalian. Kalian tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS. Al Baqarah : 278-279)

Sementara itu, pasar modal yang memperdagangkan saham dan derivasinya juga tidak akan ditemukan di dalam Islam. Pasalnya Perseroan Terbatas yang modalnya diperoleh dengna penerbitan saham yang kemudian dapat dijual dipasar Modal juga bertentangan dengan Islam. Ini karena aqad dalam PT sendiri bertentangan dengan aqad syirkah yang telah ditetapkan oleh Islam. hal tersebut antara lain: Islam mengharuskan adanya kesepakatan (ijab dan qabul) dari dua orang atau lebih untuk melakukan kegiatan bisnis, dimana salah satu atau keduanya harus ada yang bertindak sebagai pelaku usaha. Pendapatan dari masing-masing pihak termasuk pelaku usaha adalah berdasarkan persentase dari keuntungan usaha. Ini berbeda dengan pendirian PT, dimana pihak yang terlibat hanyalah pihak pemilik modal yang masing-masing menyetorkan modal mereka. Sementara pihak yang menjalankan usahanya diserahkan kepada direktur yang diangkat dan digaji dengan nominal tertentu dan bukan berdasarkan persentase keuntungan dan kerugian usaha. Ia juga dapat diberhentikan jika mayoritas pemilik modal

menghendakinya yang dilakukan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan demikian, PT telah cacat sejak aqadnya.

Selain itu, Islam menetapkan bahwa pengelola usaha dalam sebuah syirkah merupakan orang pribadi yang terikat pada hukum syara. Dengan demikian, ia bertanggung jawab atas setiap tindakan yang ia lakukan termasuk

kewajiban dalam pembayaran utang. Ini berbeda dengan PT yang berbentuk badan hukum dan hartanya dipisahkan dari harta pemilik modal dan pengelola. Dengan demikian, jika perusahaan mengalami pailit dan meninggalkan hutang dan kewajiban lain seperti pembayaran gaji karyawan, maka utang tersebut hanya dibayarkan dari aset yang tersisa dari perusahaan tersebut cukup atau tidak. Dengan demikian, pemilik modal dan dewan direksi, meski memiliki harta yang berlimpah sekalipun–tidak berkewajiban membayar sisa kewajiban tersebut. Ketentuan ini, jelas bertentangan dengan Islam yang mewajibkan untuk menunaikan hak oran lain tanpa boleh dikurangi sedikit pun. Rasulullah SAW bersabda: “Perbuatan orang kaya menunda-nunda pembayaran utangnya adalah suatu kezhaliman.” (HR. Bukhari). Jika menunda-nunda pembayaran utang saja sudah merupakan kezhaliman, lalu bagaimana pula kalau melalaikan hak dan tidak membayar utang? Jelas kezhalimannya lebih besar dan azabnya lebih keras. Dengan demikian pihak yang berserikat wajib membayar seluruh kewajiban mereka termasuk dari harta pribadi mereka.

Adapun mengenai sistem uang kertas (fiat money) yang tidak dijamin oleh emas dan perak, juga tidak akan ditemui dalam sistem Islam. Pasalnya, Rasulullah SAW telah membenarkan umatnya bermuamalah dengan dinar dan dirham –yakni standar logam mulia–dan menetapkannya sebagai satu-satunya standar uang yang dipakai untuk menilai harga barang dan jasa. Bahkan standar emas dan perak merupakan standar mata uang dunia hingga sebelum pecah Perang Dunia I. Setelah itu, standar emas dan perak kembali diberlakukan secara parsial. Kemudian pada tanggal 15 Juli 1971, AS sistem Bretton Woods yang menetapkan bahwa dolar harus ditopang dengan jaminan emas dan mempunyai harga yang tetap. Setelah itu, dolar dan mata uang lainnya tidak lagi dijamin oleh emas dan perak sehingga tidak memiliki kekautan intrinsik. Legitimasi mata uang tersebut sepenuhnya bersandar pada undang-undang belaka. Wallahu a’lam bishawab

Begini Solusi Agar Rupiah Perkasa versi Jusuf Kalla

Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menyarankan pemerintah mengurangi belanja yang tidak penting agar kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat.

(6)

urusan dalam dan luar negeri. Akibat kita defisit anggaran dan perdagangan. Karena itu rupiah melemah," kata dia di di Kantor Pusat PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Rabu (22/1/2014).

Menurut Kall, agara rupiah kembali menguat, pemerintah harus mengurangi defisit dengan mengurangi belanja tidak penting dan meningkatkan ekspor.

"Belanja yang tidak penting dikurangi, selanjutnya perdagangan dan ekspor diperbaiki. Dan kurangi impor. Hanya itu saja," tuturnya.

Hari ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah setelah tak adanya sokongan sentimen untuk kembali menguat.

Pada perdagangan Rabu (22/1/2014), kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) yang dicatat Bank Indonesia (BI) kembali melemah 27 poin ke level 12.149 per dolar AS.

Kurs referensi dolar kemarin bertengger di level 12.122 per dolar AS. Rupiah sepekan ini terus bergerak dalam tren melemah.

Pelemahan juga tercatat dalam data perdagangan kurs Bloomberh. Rupiah dibuka melemah ke level 12.145 per dolar AS, atau melemah 11 poin dari penutupan sebelumnya di level 12.134 per dolar AS.

Meski dibuka melemah, kurs rupiah dalam beberapa jam terakhir justru bergerak menguat. Rupiah kembali menembus level 12.130 per dolar AS, atau naik tipis 3 poin dari penutupan kemarin.

Riset PT Samuel Sekuritas Indonesia mengungkapkan, kurs rupiah non delivered forward satu bulan tercatat sudah kembali ke atas 12 ribu. Pelemahan ini tak terlepas dari koreksi sejumlah mata uang Asia.

Referensi

Dokumen terkait

Langkah ini salah satu strategi untuk mencapai tujuan dari pemilik media yang terkontaminasi pada media nasional sebagai referensinya dimana secara terbuka telah

Baja amutit ukuran penampang 17 mm x 17 mm dengan panjang ± 120 mm dibentuk menggunakan mesin potong, mesin milling dan mesin surface grinding menjadi menjadi balok

Sedangkan pada perancangan Tugas Akhir ini, menggunakan metode markov process dimana data yang diolah menggunakan nilai IRI dalam 2 tahun terakhir, Dengan menggunakan metode ini

Dari jawaban-jawaban yang didapat melalui penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa para informan kunci dalam penelitian ini tergolong kedalam tipe pemilih yang rasional

-Membacakan puisi dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang

Menurut pendapat Setiati dkk, (2014) bahwa Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit yang menyebabkan penurunan dari kinerja ginjal secara bertahap dan

Atmosfer dari planet merkurius terdiri dari gas natrium dan kalium yang sangat tipis sehingga kadang-kadang dikatakan bahwa planet ini tidak memiliki atmosfer.. Jarak

Keterkaitan di antara keduanya juga lantaran makna kebangsaan yang secara fundamental terkait dengan keinginan untuk bersatu atau lepas dalam sebuah unit politik,