BENTUK DAN JENIS SASTRA ANAK
BATAK KARO
Adelina Ginting
FKIP UNIKA SANTO THOMAS
ABSTRACT
Children's literature is a literary work in particular can be understood by children, contains the story of the world which familiar with the children. Batak Karo tribe has a good children's literature in prose and poetry. Types of literary prose Batak Karo children include legends, fables, myths, and fairy tales. Type of poetry includes rhyme, proverb, riddle, parable and games. Batak Karo children's literature is an oral tradition that told of mouth from generation to generation.
Pendahuluan
Sastra merupakan gambaran hidup yang dituangkan dalam bentuk cerita yang dipoles sedemikian rupa sehingga menarik perhatian. Berbicara tentang sastra yang berasal dari bahasa Sansakerta yaitu Sas yang berarti mengarahkan mengajarkan atau memberi petunjuk dan tra yang berarti menunjukkan alat atau sarana. Jadi sastra berarti alat atau sarana yang digunakan untuk mengajar. Secara konseptual sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan sastra orang dewasa. Keduanya sama berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan. Kehidupan yang membedakannya hanyalah dalam hal fokus pemberian gambaran kehidupan yang bermakna bagi anak yang diurai dalam karya tersebut.
Sastra anak adalah bentuk kreasi imajinatif dengan papuran bahasa tertentu yang
menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman pengalaman tertentu dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang dewasa maupun anak-anak (Hwek:1987)
mempunyai jenis sastra anak. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa orang tua suku Karo sering memberikan nasihat atau pengajaran kepada anak-anak mereka melalui cerita atau dongeng.
Untuk memetakan atau membedakan anak-anak dari dewasa atau remaja, maka dapat
dipergunakan teori perkembangan psiokologi menurut Jean Piaget. Dalam teori perkembangan psikologi J. Piaget terdapat 4 tahap perkembangan psikologi. Pertama, tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun). Kedua, tahap Preopersional (usia 2-7/8 tahun). Ketiga tahap operasional Konkre (usia 7/8-11/12 tahun). Keempat tahap Operasional Formal (usia 11/12-18 tahun)
KESUSASTERAAN BATAK KARO
Keusasteraan Karo memiliki dua bentuk, yakni lisan dan tulisan. Namun, sastra bentuk lisan lebih dikenal dibandingkan tulisan.
BENTUK- BENTUK SASTRA LISAN
Bentuk-Bentuk Sastra Lisan yang Terkenal Pada Masyarakat Karo antara lain:
1. Ndungdungen : Dapat disamakan dengan pantun Melayu, biasanya terdiri dari 4 baris bersajak
abab. Dua baris bertama berisi sampiran dua baris terakhir merupakan isi
2. Bilang-bilang : Ya g erupa de da g duka , iasa ya dide da gka de ga ratapa oleh orang-orang yang pernah mengalami duka nestapa, seperti ibu yang telah meninggal dunia, meratapi idaman hati yang telah direbut orang lain atau pergi mengembara ke rantau orang. 3. Cakap Lumat : Atau ahasa halus ya g pe uh de ga ahasa kias, pepatah pepitih,
4. Turin-turin : Atau cerita berbentuk prosa, misalnya mengenai asal usul marga, asal-usul kampung, cerita bintang, cerita orang sakti, cerita jenaka dan lain-lain. Biasanya diceritakan oleh orangtua pada malam hari menjelang tidur
5. Tabas-tabas : Atau mantra-mantra yang pada umumnya hanya para dukun saja yang mengetahuinya. Konon kabarnya kalau para mantra sudah diketahui orang banyak maka keampuhannya akan hilang
6. Kuning-kuningen: Atau teka-teki ya g dipergu aka oleh a ak-anak, pemuda-pemudi, orang dewasa diwaktu senggang sebagai permainan disamping mengasah otak
BENTUK SASTRA TULIS
Bentuk Sastra Tulis Yang Terkenal Pada Masyarakat Karo, antara Lain:
Sastra tulis juga dikenal oleh masyarakat Karo. Sastra tulis itu pada masa dulu dituliskan pada laklak atau kulit kayu dan bambu de ga surat Karo Aksara Karo’ yang berupa huruf silabis ( semua huruf atau silabe dasar berbunyi a ) yang biasa disebut: haka bapa nawa yang merupakan enam silabe pertama aksara Karo :
Pada tahun 1961 G.Smit menerbitkan sebuah buku yang ditulis dalam aksara Karo, di Leiden Negeri Belanda. Buku tersebut dimaksudkan oleh penyusunnya sebagai bahan bacaan bagi masyarakat Karo, terlebih lebih untuk anak-a ak sekolah. Buku a aa ya g sete al hala a itu erjudul “urat Oge a gu a ura g Karo ipake surat Karo ji e atau kita a aa u tuk kepe ti ga ora g Karo de ga e akai aksara Karo Voorgoe e, 19 :
Buku bacaan G.Smit itu adalah buku bacaan pertama yang mempergunakan aksara Karo. Kiranya setengah abad setelah terbitnya buku Smit tersebut barulah ada usaha dari putra Karo untuk menyusun bahan bacaan untuk anak-anak sekolah di Tanah Karo, termasuk bahan bacaan yang mempergunakan aksara Karo.
Menurut bentuknya sastra anak dalam suku batak karo dapat dibedakan atas 3 bentuk yaitu: 1. Bentuk puisi
2. Bentuk prosa liris dan 3. Bentuk prosa
Yang termasuk ke dalam bentuk puisi ialah 1. Ndungndungen
2. Cakap lumat 3. Ragat-agat
Yang termasuk ke dalam bentuk prosa liris yaitu : bilang-bilang Yang termasuk ke dalam bentuk prosa ialah turin-turin
1. BENTUK PUISI
Di muka telah dijelaskan bahwa yang termasuk ke dalam bentuk puisi ada tiga yaitu: 1. Ndungndungen
2. Cakap lumat 3. Ragat-agat
Berikut ini akan diterangkan masing-masing contohnya:
1.1 NDUNGNDUNGEN (PANTUN) - Cimen si molah-olah
(*) Timun bergelantungan Palu-palu di Kuta Buluh Kalau kita sudah sekolah Sangat malu bila tidak pintar
Gundera salah gundera : Bawang salak bawang Buluh belin kubenteri : Bambu besar kulempari Kutera kalak kutera : Bagaimana orang bagaimana Beltekku mbelin kubesuri : Perutku besar kukenyangi
Mejile tuhu bunga ndapdap : Sungguh cantik bunga ndapndap Rupa Megara la erbau : Warna merah tak berbau
Mejile tuhu rupandu itatap: Sungguh cantik wajahmu dipandang Tapi pacik kena erlagu : Tetapi busuk tingkah lakumu
Rirang-rirang gumpari : Nama tumbuh-tumbuhan Rirang meruah-ruah : Rirang tercabut-cabut Sirang gia kita pagi : Berpisahpun kita nanti
Gelah sirang mejuah-juah : Asal dalam keadaan sehat-sehat
1.2 CAKAP LUMAT
Cakap lumat (bahasa halus) ini dapat dibedakan atas: 1. Bahasa kias
2. Pepatah-pepitih 3. Perumpamaan 4. Pantun
5. Teka-teki (sikuning-kuningan) 6. Ragat-agat (permainan)
a. Bahasa Kias
Contoh : biang nangko beltu-beltu, kambing ipekpeki Artinya : Anjing yang mencuri daging, kambing yang dipukuli
Dikiaskan kepada orang yang menghukum orang yang tidak bersalah, lain yang bersalah, lain yang mendapat hukuman
Contoh : Pengindo sikaciwer, adi udan erkubang-kubang adi lego rabu-abu Artinya : Nasib kencur, bila hujan berkubang-kubang, bila kemaru berabu-abu
b. Pepatah-pepitih
Contoh : Adi pang ridi ula mbiar litap
Artinya : Kalau berani mandi jangan takut basah
Maksudnya : kalau berani melakukan sesuatu perbuatan harus berani pula menanggung resikonya
Contoh : Siksik lebe maka tindes
Artinya : Dicari terlebih dahulu baru dibunuh
Maksudnya : pikirkan terlebih dahulu baru diambil keputusan
c. Perumpamaan
Contoh : Bagi nimai buah parimbalang, erbunga pe lang apai ka erbuah.
Artinya : Seperti menanti buah parimbalang, berbunga pun tidak konon pula berbuah
Diumpamakan kepada orang yang mengharapkan sesuatu yang tak mungkin diperoleh
Diumpamakan kepada yang susah penghidupannya, mungkin disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, badan sudah kurus, harta sudah habis, tetapi ia tak mati-mati
d. Pantun
Contoh : Tak kurung tah labang Tah surung tah lahang
Artinya : Entah jangkrik tanah Entah jangkrik ilalang Entah jadi entah tidak
Contoh : Sere-sere sala gundi Siarah lebe arah pudi Artinya : Sere-sere sala gundi
Yang didepan menjadi ke belakang.
e. Teka-teki (sikuning-kuningen)
Contoh : Tulihken reh dohna. Kai?
Artinya : Semakin dilihat kebelakang semakin jauh, apakah itu? Jawabnya : Cupi g teli ga
Contoh : Ipake reh baruna. Kai?
Artinya : Dipakai bertambah baru, apakah itu? Jawabnya : Dala Jala
Contoh : Bide kalak i idah bidente lang. kai?
Artinya : Pagar orang kita lihat pagar kita tidak. Apakah itu? Jawabnya : Ipe gigi
Artinya : Selesai makan gantung diri, apakah itu? Jawabnya : Ukat se dok asi
Contoh : Tawa kenca ia naktak ipenna. Kai? Artinya : Bila tertawa jatuh giginya. Apakah itu? Jawabnya : Ja tu g galuh ja tu g pisa g
Contoh : Elah kenca man, kesip beltekna. Kai?
Artinya : Setelah selesai makan kempis perutnya. Apakah itu? Jawabnya : “u pit aka su pit asi
Contoh :Nguda-ngudana erlayam pukul Tua-tuana narsar buk. Kai? Artinya : Pada waktu mudanya bersanggul
Pada waktu tuanya berurai rambut. Apakah itu? Jawabnya : Ersa pakis
Contoh : Nguda-ngudana erbaju ratah Tua-tuana erbaju gara. Kai? Artinya : pada waktu muda berbaju hitam
Pada waktu tuanya berbaju merah. Apakah itu? Jawabnya : La i a a ai
Contoh : Adi siinget la sibaba Adi la siinget sibaba. Kai? Artinya : Kalau kita ingat tidak kita bawa
Kalau tidak ingat kita bawa. Apakah itu?
Jawabnya : Ka ileket seje is ru put ya g iji ya le gket di aju ila dise ggol aju (rumput genit)
Adi itaka tulan jumpa daging Adi itaka daging jumpa lau. Kai? Artinya : Kalau ia dibelah jumpa kulit
Kalau kulit dibelah jumpa tulang
Kalau daging dibelah jumpa air. Apakah itu? Jawabnya : Tualah kelapa
f. Ragat-agat (permainan)
Pada suku Batak Karo dikenal beberapa permainan anak usia 2 – 8 tahun. Permainan ini dilakukan secara berkelompok minimal 2 orang satu kelompok. Ketika permainan dilakukan semua anak ikut bernyanyi dan satu orang sebagai kordinator. Adapun bentuk permainan tersebut adalah:
1. Cit-cit dawan
Permainan ini dapat dilkakukan 2 orang atau lebih dengan cara saling mencubit kulit punggung telapak tangan (seperti injit-injit semut)
Contoh : Cit-cit dawan
dari kaitannya. Demikian seterusnya dilakukan sampai semua kaitannya terlepas. Selama permainan berlangsung semua anak-anak ikut bernyanyi.
Contoh : Burih-burih
Sideng, sidueng, kul Kul si pading dang rak Rak simaloti jut Jut si bunga karleng
3. Sok-sok Male
Permainan ini hanya dilakukan 1 kelompok 2 orang dan pembawa acaranya dapat sekaligus berdua dan selama permainan berlangsung kedua anak bernyanyi. Contoh : Sok-sok male
Male-male tengkode Tenahken nini goro Pang, pantirtah, pong Kecap, kepong
Bandu pongna ( sambil menggelitik temannya )
4. Cit-cit borangin
Permainan ini dilakukan oleh beberapa orang anak 1 orang duduk bersimpuh kemudian anak yang lain meletakkan tangan di atas punggung anak tersebut. Kemudian si
pembawa acara memegang suatu benda kecil untuk diterka oleh anak yang bersimpuh pada tangan siapa benda tersebut diletakkan sambil bernyanyi.
Contoh : Cit-cit borangin Borangin talu kupang Kupang mandorahim Anak raja nipayungin
Atum tum bolololonang (sambil menggoyang-goyangkan genggaman tangan)
2. BENTUK PROSA LIRIS
Sastra lisan Karo yang berbentuk prosa lisan liris hanya ada satu yang disebut bilang bilang. Bilang-bilang ini berbentuk prosa, tetatpi terikat pada lagu karena bilang0bilang ini biasanya didendangkan dengan ratapan atau ditiup melalui seruling bamboo oleh orang-orang yang pernah mengalami duka nestapa. Apakah ditinggal oleh kekasih idaman hati, atau karena ditinggal oleh ibu yang meninggal dunia, atau karena penderitaan yang dialami di rantau, atau dikucilkan dari masyarakat, yang melanggar adat.
Contoh : Entah nidarami kin pe jelma ibabo taneh mekapal enda ni taruh langit meganjang enda entah di langir nge bagi ajangku enda sera suina nggeluh. Di turina ateku mesui kidah bagi ranting taman ku para nge kidah rusur. Emaka lanai bo kueteh nurikenca de suntuk nari nge kuidak kerina te mesui. Mana ukurenku, onande beru Tariganku. I je makana entah nidarami kal pe jelma perliah si la lit nge bagi turina ajang mama nak Karo-karo mergana endah sera suina. Apai nge dah kam la bage ningku, onande bibingku karina. Enggo kuidah ajangku endah bagi sumpamana jelang kedataren kutera kin nge turinna jelang kedataren aji nindu gia min. o turang beru Sembiringku. Di turinna kedataran sekali kelajangen pe labo lit singembarisa amina sekali penggel pe. Labo kenan tambaren sekali kedabuhen gelap auri pe la lit sipenkarangsa amina sekali bene pe la lit sidaram-daram, o turang. E kal me turina ajang anak karo-karo mergana enda, o enda beru Sembiring. E makana nidarami kin pe jelma perliah si la lit nge bagi ajangku enda sera suina nggeluh. Ngkai maka la bage ningku, enggo kalajangku enda bagi sarintantang ndabuh ku namo, amina ndabuh pe sea tama buena, amina la ndabuh pe sea tama urakna, o me taktak cabal geluahku ras adumku o nandengku kerina. Emakana labo lit gunana turiken ningku.
Sastra lisan Karo yang berbentuk prosa pun hanya ada satu, yang disebut turin-turin. Turin-turin atau cerita ini ada bermacam-macam. Menurut Tarigan (1979:9) Turin-turin atau cerita yang berbentuk prosa ini dibedakan atas:
1. Cerita mengenai asal-usul merga 2. Cerita mengenai asal usul kampong 3. Cerita binatang
4. Cerita orang-orang sakti 5. Cerita jenaka dan lain-lain.
Yang dinamakan sastra lisan karo adalah bentuk penuturan cerita yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Berdasarkan isi cerita, jenis sastra lisan Karo dapat dibedakan atas :
1. Mite 2. Legenda 3. Dongeng
Mite adalah cerita yang benar-benar dianggap terjadi dan dianggap sacral oleh pemilik cerita. Mite mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah dewa. Tempat terjadinya dunia lain, dan masa terjadinya sudah jauh di zaman purba.
Legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri mirip dengan mite, yaitu benar-benar dianggap terjadi, tetapi tidak dianggap sacral. Tokoh legenda adalah manusia biasa yang memiliki sifat-sifat yang luar biasa, sering dibantu oleh makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya legenda di dunia kini waktu terjadinya tidak setua mite.
Dongeng adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi oleh yang menceritakan atau yang mendengarkannya. Dongeng tidak terikat dengan waktu dan tempat.
Dari urian di atas dapatlah diklasifikasikan jenis sastra lisan Karo itu sebagai berikut. 3.1 MITE
peciptaan merga silima, perihal adat istiadat dan kepercayaan masyarakat Karo dapat diikuti dalam :
a. Cerita Ma uk “i a ggur De a . Me gapa asyarakat Karo sangat menghargai padi dan mengapa padi dikaitkan dengan sistem dan nilai-nilai kekerabatan pada masyarakat Karo, dapat pula dilihat pada cerita.
b. Beru Daya g , hal i i dapat diikuti pada erita
c. Pada Pe gi do da juga pada erita Ma uk “i a ggur De a . Me gapa erga Gi ti g Pase le yap dari i duk erga Gi ti g terke al de ga juluka “i ah “ada Gi ti g , dapat diikuti pada erita Beru Gi ti g Pase . “ela jut ya pada erita “i Aji Bo ar .
d. Begu Ga ja g ha tu ter asuk erita ya g asih tetap hidup dan dianggap menyeramkan dan mengakkan bulu tengkuk pendengaran. Apalagi, diperhebat dengan cerita mengenai kematian karena begu ganjang.
3.2 LEGENDA
Masyarakat Karo umumnya mempercayai cerita-cerita yang berhubungan dengan asal usul kejadian suatu tempat, bukit, pelangi, telaga, merga, dan lain-lain. Sebagaimana cerita lainnya, legenda sebagai warisan dari nenek moyang besar pengaruhnya bagi anggota masyarakat, sebab mengandung ajaran moral. Benda-benda peninggalan termasuk tempat dianggap sebagai bukti kebenaran cerita.
Legenda yang tersebar luas dalam masayarakat Karo, antara lain:
a. Turi -turi “i Beru Tole ya g e eritaka hu u ga seks terlara g a tara paa dan kemanakan yang membuahkan keturunan sehingga mereka kena kutuk oleh dewata. Maka mereka berubah menjadi pelangi.
b. Telagah Pitu i “ari e ah
c. Te gku Lau Bahu
Masyarakat Karo juga mendengar cerita-cerita dongeng, baik cerita dongeng mengenai binatang maupun cerita dongeng mengenai manusia. Sebagaimana cerita lainnya, dongeng ini juga tersebar dan diceritakan turun temurun. Dongeng sebagai warisan dari nenek moyang, besar pengaruhnya bagi anggota masyarakat. Sebab cerita dongen itu disamping ada berisi hiburan, ada juga yang berisi pengajaran atau edukatif.
Dongeng yang tersebar luas dalam masyarakat Karo antara lain:
a. Ku i g “i A ak M iri g ya g e eritaka seora g a ak ya g e ari i u sejati b. Ci i g Ga ja g Pa ura diajarka agar a ak-anak jangan terlalu tinggi
angan-angan, jangan lebih besar kemauan dari kemampuan
c. “i etah- etah dikisahka e gapa uru g puyuh tidak erekor, kuda tidak bertanduk, kaki kerbau pecah, kepiting berbentuk gepeng, dan tumbuhan pakis (tenggiang) berbulu seperti warna rambut curia kuda
d. Nipe Sipurih-purih di eritaka e gapa ular lidi hanya bisa menelan binatang kecil seperti jangkrik dan kayu busuk. Ini semua karena kutukan akibat ketamakannya.
e. Pais Ma “ol ih pe de gar diajarka agar saat e gadili suatu perkara, bertindaklah sejujurnya karena bila tidak jujur yang diadili itu akan mengutuknya dan kutukannya itu akan dikabulkan Tuhan seperti apa yang diminta Solmih kepada Tuhan atas putusan pengadilan yang tidak jujur terhadap dirinya. Solmih tetap pada pendiriannya walau apapun hukuman yang diberikan kepadanya. Hanya dia bermohon kepada Tuhan agar menghukum orang yang mengadilinya itu. Doa Solmih dikabulkan Tuhan.
f. kekele ge Na de dikisahka agai a a kisah seora g i u terhadap a ak ya g. “i ji aka erupaka kisah ya g ko ak. “i Ji aka dia ggap ora g odoh. Ia
menceritakan kepada penduduk kampong tentang keadaan saudara-saudaranya yang telah meninggal itu dan membawa segala harta bendanya. Oleh Si Jinaka mereka dibawa melalui jalan yang sukar melalui tepi jurang sudah dipasang talirotan oleh Jinaka. Semua barang mereka Si Jinaka yang membawanya, dan dia yang berjalan paing belakang. Setelah semuanya berpegangan pada tali rotan, dipotong Si Jinaka rotan itu. mereka semua jatuh dan Si Jinaka menjadi kaya raya. Ia kawin dengan putri pamannya.
4. KESIMPULAN
Dari apa yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Menurut bentuknya, sastra lisan Karo dapat dibedakan atas: 1. Puisi
2. Prosa 3. Prosa Liris
Menurut jenisnya, sastra lisan Karo dapat dibedakan atas: 1. Mite
2. Legenda 3. Dongeng
DAFTAR PUSTAKA
Singarimbun,Masri.1975.Seribu Perumpamaan Karo.Medan:Ulih Saber
Tarigan.Hendri Guntur.1965.Nure-Nure di Karo.Ba du g:Perhi pu a “ada Perarih
Tarigan, Henyry Guntur and Djago Tarigan.1979.Bahasa Karo Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan an Kebudayaan