• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Kritis Sebagai Tawaran Alternatif (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teori Kritis Sebagai Tawaran Alternatif (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Teori Kritis Sebagai Tawaran Alternatif dalam Ilmu

Hubungan Internasional

Oleh: Budi Hartono

Pendahuluan: Asal Usul Teori Kritis dalam Hubungan internasional Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menunjukkan teori dan praktik dari perspektif alternatif dalam ilmu HI yaitu teori kritis. Adapun pembahasan dari tulisan ini meliputi asal usul dari teori kritis, problematisasi yang diangkat oleh teori kritis dalam ilmu pengetahuan di dalam HI, dan tawaran dari teori kritis dalam ilmu HI.

Setelah Perang Dunia I, disiplin ilmu hubungan internasional telah menjaga identitas dan batasannya dengan sangat waspada. Terdapat beberapa perdebatan misal mengenai tujuan HI (realisme vs idealisme) dan metodologi (tradisional vs positivis), akan tetapi tidak satu pun dari perdebatan tersebut menyentuh landasan fundamental dari disiplin HI. Namun, pada tahun 1980-an HI dihadapkan dengan kritik yang radikal. Pertanyaan mengenai tujuan dan metodologi sekali lagi dibahas kembali, tetapi pertanyaan lebih jauh mengenai epistemologis dan ontologis juga turut diajukan. Asumsi yang sebelumnya tidak dipertanyakan mengenai klaim ilmu pengetahuan dan tatanan dalam HI merasakan dampak dari teori kritis. Teori kritis memiliki keyakinan bahwa HI dapat menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya dalam tingkat teoritis maupun praktek (J. Maclean, 1981, hal. 103).

(2)

kritis identik dengan kelompok pemikiran yang dikenal dengan Mazhab Frankfurt. Pemikir seperti Max Horkheimer, Theodore Adorno, Walter Benjamin, Herbert Marcuse, Erich Fromm, Leo Lowenthal, dan Jurgen Habermas telah memperbaharui teori kritis, sehingga teori kritis memperoleh posisi dalam filsafat sebagai teori yang mempertanyakan tatanan modernitas sosial dan politik yang berlaku melalui sebuah metode kritik (Scott Burchill & Andrew Linklater, 1996, hal. 196). Teori kritis bertujuan untuk memperbaiki kekuatan kritis yang telah tertutupi oleh pemikiran, intelektual, sosial, kultural, ekonomi, dan teknologi yang telah mapan.

Hal yang terpenting dalam teori kritis dari Mazhab Frankfurt adalah pemikirannya dalam memahami sifat utama masyarakat kontemporer dengan memahami perkembangan sejarah dan sosial, serta merunut kontradiksi dan bentuk-bentuk dominasi. Teori kritis dimaksudkan untuk menganalisis struktur sosial yang ada untuk melihat “kebobrokan” sistem yang ada dan mengatasi semua itu (H. Horkheimer, 1972, hal. 206). Apabila melihat dari tujuan dari teori kritis dapat terlihat kemiripan dari pernyataan Marx yaitu, “para filsuf hanya menafsirkan dunia dengan cara bermacam-macam; padahal intinya adalah mengubahnya” (K. Marx, 1977, hal. 158). Semangat perubahan sosial merupakan karakter dari pemikiran teori kritis yang didasarkan pada pemikiran Kant, Marx, hingga Habermas.

(3)

politik, sehingga anti-tesis dari teori kritis adalah situasi tersebut dapat ditekan proses pembentukannya. Seperti yang dinyatakan Horkheimer (1972, hal. 215) teori kritis tidak hanya menghadirkan suatu ekspresi keadaan historis yang konkret, melainkan juga suatu kekuatan yang ada di dalam untuk merangsang adanya perubahan.

Meski teori kritis tidak menyatakan langsung atas tingkat internasional, namun bukan berarti lingkungan ini merupakan diluar batas perhatiannya. Kant, Marx, dan Hegel menunjukkan apa yang terjadi pada tingkat internasional sangat signifikan bagi terciptanya emansipasi universal. Hal ini merupakan proyek lanjutan dari teori kritis. Akan tetapi, Mazhab Frankfurt tidak menyebutkan hal ini (internasional) dalam kritiknya terhadap dunia modern, dan pemikir seperti Habermas hanya menyinggung sedikit mengenai masalah ini. Telaah dari teori kritis yang berfokus pada masyarakat telah mengabaikan dimensi hubungan internasional (Scott Burchill & Andrew Linklater, 1996, hal. 198).

Menjadi tugas dari teori kritis untuk memperluas cakupan hingga internasional, atau lebih tepatnya global. Hal ini menjadi problem bagi teori politik global atau dunia yang terkait dengan emansipasi (A. Linklater, 1990, hal. 8). Seperti liberal yang meningkatkan cakupan nilai neo-liberal dengan mengenalkan nilai-nilainya, teori kritis pada perkembangannya tidak lagi dibatasi pada individu, tetapi juga menilai hubungan diantara mereka yang menyampaikan organisasi politik emansipatoris kepada seluruh umat manusia.

(4)

juga mempermasalahkan dan berusaha membongkar bentuk kehidupan sosial yang menghambat kebebasan manusia.

Ilmu Pengetahuan dan Nilai dalam Teori Hubungan Internasional Pendekatan tradisional (mainstream) dalam hubungan internasional jarang mempertanyakan hubungan penting antara ilmu pengetahuan dan nilai. Para pemikir aliran kritis melihat bahwa teori-teori hubungan tradisional mengabaikan epistemologis secara serius (Scott Burchill & Andrew Linklater, 1996, hal. 199). Ilmu pengetahuan, pembenaran klaim ilmu pengetahuan, lingkup serta tujuan telah diabaikan di dalam HI. Meskipun perdebatan mengenai metodologi pernah terjadi pada era perdebatan kedua di dalam HI, namun menurut aliran teori kritis perdebatan tersebut merupakan perdebatan ringan yang tidak berkembang tentang permasalahan mendasar mengenai metodologi dan epistemologi. Baru pada tahun 1980-an HI mulai menyikapi dengan serius permasalahan-permasalahan tersebut.

Tahun 1980-an menjadi saksi mata dari perdebatan besar ketiga, dan teori kritis yang membuat perdebatan besar tersebut dapat terjadi. Dimana kontribusi besar teori kritis di dalam HI? Kontribusi teori kritis dalam HI adalah memperluas objek wilayah kajian HI; meliputi kajian epistemologi. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Maclean yaitu obyek penelitian HI seharusnya bisa sesuatu yang lain dibandingkan dengan hanya menjelaskan fenomena-fenomena yang bisa ditinjau secara empiris (Maclean, 1981, hal. 113).

Pendekatan Tradisional vs Kritis Mengenai Teori Hubungan Internasional

(5)

konsep Waltz sama dengan yang dilakukan dalam ilmu pengetahuan alam. Waltz memulai dengan pemisahan obyek-subyek kemudian mengindentifikasikan ketentuan yang obyektif dalam kaitannya dengan hubungan internasional dengan menghapuskan nilai subyektif dengan inter-subyektif seperti nilai dan norma (M. Fischer, 1992, hal. 429).

Dapat dikatakan bahwa satu hal yang paling fundamental dari pendekatan Waltz adalah dengan menghilangkan komitmen normatif. Adapun tujuan Waltz menggunakan ilmu pengetahuan alam adalah untuk menjelaskan pola-pola tertentu tetap konsisten di dalam politik internasional. Waltz menilai tugas teori adalah tidak lahir dari rasa penasaran, melainkan teori digunakan untuk mengendalikan, atau setidaknya mencari tahu apakah pengendalian tersebut dapat dilakukan (K. Waltz, 1979, hal. 10).

Konsep ini sama dengan apa yang dikatakan Cox sebagai ‘teori pemecahan masalah’ (Scott Burchill & Andrew Linklater, 1996, hal. 196). Teori pemecahan masalah memandang dunia seperti yang didapati, dengan hubungan sosial dan kekuatan yang berlaku dan lembaga di mana mereka diatur, sebagai kerangka yang dihasilkan dalam tindakan (R. W. Cox, 1981, hal. 128). Dengan kecenderungan mempertahankan struktur internasional di dalam hubungan internasional ia (teori positivis) memiliki dampak menstabilkan struktur yang ada. Misal neoliberalisme yang menempatkan diri antara sistem negara dan ekonomi global, ia memastikan bahwa kedua sistem tersebut berjalan secara berdampingan.

(6)

Teori kritis berpijak pada dasar pemikiran bahwa teori selalu terkondisikan dalam waktu dan tempat tertentu. Teori kritis melihat ilmu pengetahuan selalu dikondisikan oleh pengaruh sosial, budaya, dan ideologis sehingga tugas utama teori kritis adalah menunjukkan situasi pengkondisian itu. Teori selalu dilihat sebagai “kepentingan” dari sudut pandang kesadaran laten, atau nilai yang berakibat pada timbulnya orientasi terhadap teori apapun. Sikap refleksi-diri dari teori kritis mengemukakan poin awal landasannya dalam hubungan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai. Intinya adalah pendekatan teori kritis mengedepankan usaha meta-teoretis dalam mempelajari bagaimana teori terkondisi dalam suatu tatanan sosial dan politik yang ada, bagaimana pengkondisian ini berdampak pada pembentukan teori, dan akhirnya bagaimana teori tersebut membentuk ketidakadilan dan kesenjangan dalam tatanan dunia yang berlaku.

Teori kritis memiliki sifat tidak hanya berkaitan dengan pemberian penjelasan atas realita dalam politik internasional, tetapi juga bertujuan untuk merubahnya (Scott Burchill & Andrew Linklater, 1996, hal. 203). Ini merupakan usaha teori kritis untuk memahami proses sosial yang penting untuk tujuan melakukan perubahan, atau setidaknya mengetahui apakah mungkin untuk melakukan perubahan. Ilmu pengetahuan yang menjadi fokus teori kritis tidak netral; ilmu pengetahuan tersebut secara politis dan etis menuntut kepentingan dalam tranformasi sosial dan politik.

(7)

Emansipasi dan Rekonstruksi Global: Tawaran Teori Kritis di HI

Cox menyatakan, “untuk mengubah dunia, kita harus mulai dengan

memahami dunia sebagaimana adanya” (R. W. Cox, 1986, hal. 242). Menjadi

kewajiban bagi teori kritis untuk melakukan penilaian kritis, historis, asal-usul perubahan tatanan yang berlaku pada suatu waktu apabila teori ini hendak memberikan sebuah penilaian yang logis akan suatu perubahan. Dasar historis ini yang mencegah kepentingan normatif teori kritis untuk tidak jatuh ke dalam fantasi belaka. Sebab, utopianisme-nya (teori kritis) terhalangi oleh pemahaman proses historis (Cox, 1981, hal. 129).

Penggunaan praktis dari teori kritis adalah dengan mempertimbangkan kekuatan sosial dan politik yang harus digerakkan untuk menghasilkan satu hasil yang mungkin. Hal ini mirip dengan gagasan Booth mengenai ‘realisme utopia’ yang menggabungkan dimensi normatif dan empiris. Dimensi normatif mengacu pada pertimbangan universal yang berdasar pada alasan mengenai prinsip tatanan dunia yang bermacam-macam, sedangkan untuk empiris menawarkan sebuah pemahamanan mengenai kekuatan yang membentuk – siapa yang memperoleh apa, kapan, dan bagaimana (K. Booth, 1991, hal. 534). Dimensi empiris menjadi sangat penting bagi teori kritis untuk melakukan identifikasi kecenderungan yang tetap ada dalam tatanan saat ini yang dapat mendukung perubahan.

(8)

Untuk bergerak melampaui realisme dan marxisme, Cox memberikan usul sebuah fokus pada rangka hubungan kekuasaan global modernitas (R. W. Cox, 1981, hal. 128). Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana memberikan penjelasan historis dan struktural mengenai hubungan kekuasaan yang menyusun tatanan yang berlaku. Dengan kata lain, fokus Cox adalah mengarahkan perhatian terhadap hubungan dominasi dan dan subordinasi yang melintasi dunia.

Maclean (1981, hal. 103) mengusulkan hal yang sama, dimana ia melihat tugas teori kritis adalah memberikan penjelasan historis dan kritis mengenai stratifikasi dan ketidaksetaraan global. Oleh sebab itu, teori kritis tidak boleh hanya membatasi pada analisis hubungan antar negara, melainkan harus meluaskan lingkup untuk mempertimbangkan dampak utuh dari modernitas, terutama struktur yang dibentuk dan dipertahankan dalam proses globalisasi. Selain itu, fokus empiris dari teori kritis adalah perhatian pada bentuk dominasi dan ketidaksamaan atau kekangan yang membatasi atau mengekang manusia untuk mencapai kebebasan dan otonom. Jadi, analisis bercabang (normatif dan empiris) dari teori kritis dimaksudkan untuk memberikan penjelasan kritis dan historis mengenai tatatan dan kecenderungan dalam menghilangkan kekangan yang terbentuk dari struktur yang ada.

Pemahaman teori kritis terhadap emansipasi berkaitan dengan pemikiran ulang dan rekonstruksi dalam kehidupan modern. Teori kritis berasumsi bahwa usaha pencapaian sebuah organisasi politik global yang rasional, adil, dan demokratis tidak akan mengalami kemajuan apabila tidak mempertimbangkan prosedur yang dilalui untuk membentuk prinsip politik, norma sosial, dan institusi. Teori kritis melihat bahwa etika diskursus hanya memberikan suatu prosedur singkat yang dibutuhkan untuk pencapaian emansipasi.

Kesimpulan

(9)

awal tahun 1980-an. Adapun kontribusi signifikan teori kritis dalam HI seperti analisis sosiologis-historis terhadap struktur politik dunia modern, kritik filosofis terhadap partikularisme dan ekslusi, penyelidikan filosofis ke dalam suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya emansipasi dalam politik global.

Teori kritis melihat negara berdaulat sebagai penghambat emansipasi, sebab negara berdaulat bersifat partikularistik dan ekslusioner yang membuat pertanyaan atau kritik mengenai negara berdaulat menjadi dianggap sebuah hal yang tabu. Tujuan teori kritis untuk mencapai teori alternatif dalam HI adalah untuk menanggulangi negara berdaulat dan menfokuskan pada dunia pasca kedaulatan. Fokus kritis inilah (kedaulatan negara) yang menjadikan objek sentral dari teori kritis dalam ilmu HI.

Daftar Pustaka

Ashley, R. K. 1981. Political Realism and Human Interest. International Studies Quarterly.

Booth, K. 1991. Security in Anarchy: Utopian Realism in Theory and Practice. International Affairs.

Burchill, Scott & Linklater, Andrew. 1996. Theories of International Relations. New York: ST Martin’s Press.

Cox, Robert E,. 1981. Social Forces, States, and World Orders: Beyond International Relations Theory. Millenium.

Fischer, M. 1992. Communal Discourse and Conflictual Practices. International Organization.

(10)

Linklater, A. 1990. Beyond Realism and Marxism: Critical Theory and International Relations. London.

Marx, Karl. 1977. Selected Writings. Oxford.

Waltz, Kenneth. 1979. Theory of International Politics. New York.

Referensi

Dokumen terkait

Numeerisen tarkastelun perusteella turpeen käyttö kasvoi hiilen varjohinnan funktiona niissä ketjuissa, joissa tehollinen päästökerroin oli alhaisempi kuin kivihiilen polton

[r]

Berdasarkan pengertian dari para pakar dapat disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh guru

Dengan adanya Media Pembelajaran Interaktif Bahasa Inggris Untuk Siswa Kelas II Sekolah Dasar berbasis multimedia yang menggabungkan berbagai unsur media seperti suara,

Default: when x is of class wavTransform then levels is set to 1:n.level, otherwise levels is set to 1:J, where J is the maximum wavelet transform level in which there exists at

Biomonitoring (pemantauan biologi) adl suatu metode yang digunakan untuk mempelajari kandungan bahan kimia di dalam tubuh manusia dan efek biologi dari bahan

Nilai Rf Kromatogram Fraksi Hasil Isolasi KLT Preparatif Ekstrak n-Butanol Daun Sawo Manila (Achras zapota Linn.) dari Fraksi II pada Kromatografi Kolom.. Tabel Nilai Rf

Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang membuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat, hukum dan