• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Makalah Prof. Purwo Santoso Pasca

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tugas Makalah Prof. Purwo Santoso Pasca"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

SISTEM POLITIK INDONESIA

PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIAL MELALUI PENYEDERHANAAN PARTAI POLITIK

Dosen Pengampu : Prof. Drs. Purwo Santoso, M.A., Ph.D.

Disusun Oleh :

NAMA : Roy Al Minfa, S.H NIM : 12912053

BKU : HTN / HAN

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM

(2)

Penguatan Sistem Presidensial Melalui Penyederhanaan Partai Politik Oleh : Roy Al Minfa, S.H1

A. Latar Belakang

Negara yang manganut sistem presidensial akan menempatkan Presiden

sebagai Kepala Nagara sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan, dengan demikian

kedudukan Presiden merupakan kedudukan yang kuat didalam menjalankan sistem

permerintahan. Akan tetapi dalam konteks Negara Indonesia kedudukan Presiden

yang sangat strategis tersebut justru bertolak belakang dimana Presiden tidak dapat

bertindak cepat dalam mengambil keputusan hal ini diakibatkan perhitungan politik

dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), jika presiden tidak

memperhitungkan dinamika politik yang ada dalam keanggotaan DPR maka dapat

berakibat terjadinya kesenjangan antar partai koalisi yang ada di DPR. Mengingat

didalam koalisi terdapat banyak partai politik yang memiliki kepenntingan satu sama

lain berbeda beda, sehingga keputusan yang diambil oleh presiden harus

memperhatikan kepentingan partai-partai koalisi tersebut.

Selain itu, dengan banyaknya partai politik dalam suatu koalisi akan

mempengaruhi Kabinet Presiden, dalam konteks ini Presiden harus menempatkan

perwakilan anggota partai koalisi dalam susunan kabinet. Suatu susunan kabinet yang

semestinya memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat diandalkan di dalam

menjalankan tugas presiden namun dimungkinkan terdapat anggota kabinet yang

memiliki SDM yang tidak memadahi, hal ini terjadi akibat perhitungan politik yang

menempatkan beberapa anggota partai politik koalisi untuk dimasukkan dalam jajaran

kabinet. Apabila koalisi terdiri dari banyak partai politik tentu akan menempatkan

setiap anggota partai tersebut didalam kabinet, jika tidak dilakukan penempatan tentu

partai politik akan keluar dari koalisi sehingga presiden akan semakin melemah.

Dalam implementasi sistem pemerintahan presidensial yang terdapat sistem

multipartai, tentu proses koalisi adalah suatu hal yang harus dilakukan dan tidak bisa

ditawar-tawar lagi dengan tujuan untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Pada

pasarnya koalisi adalah untuk membentuk pemerintahan yang lebih kuat (Strong),

mandiri (autonomous), dan tahan lama (durable) didalam menjalankan pemerintahan.

1

(3)

Menurut penulis, sistem pemerintahan Indonesia saat ini belum bisa dikatakan sebagai

sistem presidensial murni karena masih adanya pada ranah pelaksanaannya masih

memberikan ruang gerak pada sistem parlementer (MPR).

Pasca dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945, dapat dilihat bahwa

pelaksanaan pemerintahan mengarah pada penguatan sistem presidensial, termasuk

dilakukannya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. dimana pada masa

sebelum amandemen proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR

(Majelis Permusyawarayan Rakyat) kemudian pasca amandemen Presiden dan Wakil

Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum (Pemilu).

Dipilihnya Presiden dan Wakil Presiden secara langsung berdampak pada

pertanggungjawaban Presiden itu sendiri yaitu kepada rakyat yang telah memilih

bukan kepada anggota MPR seperti orde lama maupun orde baru.

Penguatan sistem Presidensial dimana presiden bertanggungjawab tidak lagi

kepada parlemen melainkan kepada rangyat, tentu akan memposisikan Presiden lebih

kuat yang tidak bisa diberhentikan oleh parlemen dengan alasan pertanggungjawaban

ditolak oleh parlemen. Namun yang terjadi dalam pelaksanaanya Presiden tidak kuat

karena terjadi pergeseran, yakni dari eksekutif heavy menjadi legislatif heavy.

Artinya telah terjadi pergeseran kekuatan dalam pelaksanaan pemerintahan dari

eksekutif ke legislatif. Pergeseran ini dikarenakan Presiden didalam mengambil suatu

kebijakan mengharuskan melibatkan dan memperhatikan peran DPR sebagaimana

yang dimaksud didalam peraturan perundang-undangan, dengan demikian Presiden

harus memperkuat koalisi agar dapat mengambil kebijakan sesuai dengan konsep

yang telah dirumuskan Presiden.

Didalam koalisi tentunya tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan partai

politik yang ada didalam koalisi tersebut, jika dalam koalisi terdapat banyak partai

(multi partai) tentu Presiden harus berkoalisi dengan beberapa partai yang dominan.

Jika koalisi dengan banyak partai tentu akan memperkuat dalam konteks persetujuan

apabila koalisi memiliki satu ide, gagasan, visi dan misi, akan tetapi sebaliknya

koalisi dengan multii partai justru dapat melemahkan Presiden karena didalam

pengambilan keputusan tersebut Presiden harus mempertimbangkan

kepentingan-kepentingan partai koalisi yang ada, sehingga hal ini justru akan mempersulit dalam

pengambilan keputusan. Selain itu koalisi bisa menjadi ancaman jika beralih menjadi

(4)

Persoalan yang sangat rumit yang dihadapi oleh Presiden didalam

menjalankan pemerintahan adalah dengan berkoalisi banyak partai. Sehingga

berakibat pada sikap Presiden didalam menentukan sikap atau kebijakan akan lamban,

lemah dan bahkan tidak sesuai dengan konsep yang dibentuk. Hal ini dikarenakan

Presiden harus memikirkan kepentingan-kepantingan partai koalisi yang terdiri dari

banyak partai dan memiliki perbedaan kepentingan. Sehingga hal ini tidak efektif

didalam menjalankan sistem pemerintahan dan bahkan membatasi sistem presidensial.

Dalam mengatasi persoalan tersebut langkah-langkah yang dapat dilakukan

adalah dengan melakukan penyederhadaan sistem multi partai atau bahkan mengubah

sistem multi partai menuju sistem dwi partai. Sebagai partai yang kalah dalam

pemilihan umu, partai ini melakukan kontrol atas partai yang menang dalam

pemilihan umum tetapi partai yang kalah tetap loyal terhadap sistem politik.

Walaupun berupaya keras mengalahkan partai yang berkuasa, partai tersebut tidak

berupaya mengganti sistem politik yang berlaku.2

Pada umumnya dianggap bahwa sistem dwi-partai lebih kondusif untuk

terpeliharanya stabilitas karena perbedaann yang jelas antara partai pemerintah dan

partai oposisi.3 Penyederhaan dari multi partai menuju dwi partai, dilakukan untuk

memperkuat sistem presidensial, dimana partai presiden didalam pengambilan

keputusan dapat bertindak secara cepat dan tepat tanpa mempertimbangkan

kepentingan partai politik lain mengingat hanya ada dua partai yang ada didalam

parlemen. Sehingga pelaksanaan sistem presidensial dapat diterapkan secara murni,

tentu akan dapat menciptakan pemerintahan yang kuat didalam menjalankan

pemerintahan serta bertindak cepat dan tepat dalam pengambilan kebijakan

mensejahterahkan rakyat, terlepas dari kepentingan partai politik yang sedikit.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut maka penulis melakukan spesifikasi dalam

hal melakukan kajian dengan melakukan analisis terhadap Penguatan Sistem

Presidensial Melalui Penyederhanaan Partai Politik ?

2

Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, Cetakan Ketujuh (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), hlm 160

3

(5)

C. Pembahasan

1. Sistem Presidensial Indonesia

Pemerintahan dengan sistem presidensial merupakan suatu pemerintahan

yang menempatkan eksekutif bertanggung jawab kepada rakyat yang memilih.

Berbeda halnya dengan sistem parlementer dimana eksekutif bertanggung jawab

kepada parlemen (DPR), dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada diluar

pengawasan secara langsung parlemen. Dalam sistem presidensial, presiden

memiliki kekuasaan yang kuat, karena selain sebagai kepala negara juga sebagai

kepala pemerintahan.

Ciri-ciri yang mendasari dari sistem Presidensial adalah adanya pemisahan

kekuasaan yang meliputi cabang-cabang eksekutif, legislatif dan yudikatif, di

Indonesia pemisahan kekuasaan tidak dilakukan secara murni melainkan

menerapkan sistem pembagian kekuasaan antara eksekutif dengan legislatif hal

ini, dapat dilihat dari pembentukan peraturan perundang-undangan eksekutif dan

legislatif bersama-sama membentuk undang-undang. sedangkan sistem

parlementer yang dicirikan oleh lembaga legislatif sebagai penyusunan

undang-undang secara mutlak sedangkan eksekutif memiliki hak veto untuk menolak

diberlakukannya undang-undang yang bersangkutan.

Sebelum amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945, Presiden memiliki kekuasaan yang sangat kuat (executive heavy) karena

disamping mempunyai kekuasaan legislatif untuk membentuk undang-undang

juga menguasai cabang-cabang kekuasaan yudikatif hal ini dapat dilihat dalam

pemberian amesti, abolisi dan grasi. Sehingga kekuasaan yang begitu besar pada

pemerintah menimbulkan tindakan yang otoriter, yang mengabaikan kepentingan

rakyat, artinya UUD 1945 dipandang memiliki celah untuk disalahgunakan

dimana memiliki sifat yang multi tafsir.

Sedangkan secara substantif, UUD 1945 banyak sekali mengandung

kelemahan. Hal itu dapat diketahui antara lain; pertama kekuasaan eksekutif

terlalu besar tanpa disertai oleh prinsip check and balances yang memadai,

sehingga UUD 1945 biasa disebut executive heavy, dan itu menguntungkan bagi

siapa saja yang menduduki jabatan presiden, kedua, rumusan ketentuan UUD

1945 sebagian besar bersifat sangat sederhana, umum, bahkan tidak jelas (vague),

sehingga banyak pasal yang menimbulkan multi tafsir; ketiga, unsur-unsur

(6)

UUD 1945 terlalu menekankan pada semangat penyelenggara negara; kelima,

UUD 1945 memberikan atribusi kewenangan yang terlalu besar kepada presiden

untuk mengatur pelbagai hal penting dengan UU. Akibatnya, banyak UU yang

substansinya hanya menguntungkan Presiden dan DPR selaku pembuatnya

ataupun saling bertentangan satu sama lain. Keenam, banyak materi muatan yang

penting justru diatur di dalam penjelasan UUD, tetapi tercantum di dalam

pasal-pasal UUD 1945. Ketujuh, status dan materi penjelasan UUD 1945. Persoalan ini

sering menjadi objek perdebatan tentang status penjelasan, karena banyak materi

penjelasan yang tidak diatur di dalam pasal-pasal UUD 1945, misalnya materi

negara hukum, istilah kepala negara dan kepala pemerintahan, istilah mandataris

MPR, pertanggung jawaban Presiden dan seterusnya.4

Pascra reformasi tahun 1998, pemerintah Indonesia melakukan upaya

perubahan dalam konsep sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia selama

ini. Perubahan tersebut antara lain dengan mengurangi kuasa yang cenderung

koruptif pada lembaga kepresidenan (eksekutif), serta memberi porsi yang lebih

banyak pada parlemen (legislatif) untuk melakukan fungsi kontrol terhadap

kekuasaan presiden dan untuk menghindari pemerintah yang otoriter seperti

pemerintahan orde baru.

Perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dari eksecutif heavy

menuju legislative heavy tersebut menimbulkan masalah tersendiri, dimana

kekuasaan presiden menjadi dilematis karena sistem politik yang ‘legislative heavy’ tersebut menimbulkan keharusan bagi Presiden untuk melakukan

kompromi-kompromi politik dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Akibatnya, selama penyelenggaran sistem pemerintahan pasca reformasi dinilai

telah terjadi tarik-menarik kepentingan antara presiden dan parlemen dalam

berbagai hal terutama dalam pengambilan keputusan.

Tarik-menarik kepentingan tersebut dipetakan menjadi dua basis yaitu

kompromi internal dan eksternal. Posisi presiden yang akomodatif dan posisi

partai politik di parlemen yang intervensif menjadikan kompromi tersebut

mereduksi kewenangan-kewenangan yang seyogianya dimiliki oleh presiden

dalam sistem presidensial. Implikasi negatifnya, terjadi kerapuhan struktur politik

dan beragam ancaman dari parlemen kepada presiden dalam berbagai kebijakan.

4 Ni’matul Huda,

(7)

2. Partai Politik Di Indonesia

Partai politik menjadi keharusan dalam sistem demokrasi, partai politik

tidak dapat dilepaskan dari peran dan fungsinya sebagai wadah bagi aspirasi

rakyat. Partai politik merupakan sarana bagi orang-orang dalam mendapatkan

legitimasi rakyat untuk menduduki jabatan-jabatan politis tertentu. Sehingga,

kehadiran partai politik juga perlu diletakkan dalam kerangka yang lebih luas dan

tidak terbatas pada sistem pemerintahan. Baik buruknya kaderisasi dan rekrukmen

atau regenerasi dalam tumbuh organisasi partai politik akan menentukan kualitas

calon-calon pemimpin bangsa yang akan mendatang.

Di Indonesia Partai politik merupakan sarana bagi rakyat untuk turut serta

atau berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan negara. Sebagai organisasi

politik, partai bukan sesuatu yang dengan sendirinya ada melainkan adanya proses

pembentukan partai politik. Kelahirannya mempunyai sejarah cukup panjang.

Namun di Indonesia partai politik, bisa dikatakan partai politik yang masih muda

atau lebih muda dibandingkan dengan organisasi partai politik yang ada di

berbagai negara belahan dunia ini

Menurut Undang-undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik, Pasal

1ayat (1) “Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan

kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik

anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok

terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan

cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik

dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk

melaksankan programnya.5

Partai politik adalah sekelompok orang-orang satu ide dan memiliki

cita-cita yang sama dalam suatu level negara, yang terorganisasi dengan rapi terutama

dalam orientasi terhadap nilai-nilai kehidupan, oleh karena itu mereka mempunyai

sasaran merebut kedudukan politik tertentu sehingga memperjuangkan kekuasaan,

5

(8)

agar secara konstitusional, absah dilegitinasi serta kebijaksanaannya diterima

kemudian ikut dalam pengambilan keputusan pemerintahan.6

Indonesia mempunyai sejarah yang panjang dalam berbagai jenis sistem

multi-partai. Sistem ini telah melalui beberapa tahapan dengan bobot kompetitif

yang berbeda-beda. Mulai 1989 Indonesia berupaya untuk mendirikan suatu

sistem multi-partai yang mengambil unsur-unsur positif dari pengalaman masa

lalu. Sambil menghindari unsur negatifnya.7 Salah satu dampak sistem

multi-partai yang kaku seperti yang dikenal dalam era Orde Baru ialah banyaknya

dinamika politik under-currents yang tak bisa tercermin dalam sistem kepartaian

yang ada. Masalah perwakilan politik bagi berbagai segmen masyarakat

nonpower.8

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem multi partai,

sistem multi-partai merupakan sistem yang dianggap tepat mengingat di Indonesia

memiliki perbedaan yang cukup tajam dalam hal pengaturan ras, agama, budaya

dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, sehingga dengan sistem multi partai

akan dapat mengakomodir semua kepentingan dengan idiologi yang di anut oleh

masing-masing partai yang ada.

6

Inu Kencana Syafiie, Teori dan Analisis Politik Pemerintahan (Dari Orde Lama, Orde Baru sampai Reformasi), (Jakarta: PT Perca, 2003), hlm 27.

7

Miriam Budiardjo, Dasar ... op. cit., hlm 429.

8

(9)

3. Analisis Penguatan Sistem Presidensial Melalui Penyederhanaan Partai Politik

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan aktualisasi nyata demokrasi dalam

praktek bernegara saat ini, pemilu menjadi sarana utama bagi rakyat untuk

menyatakan kedaulatan rakyat atas negara dan pemerintahan. Kedaulatan rakyat

diwujudkan dalam proses partisipasi rakyat untuk menentukan pilihannya

terhadap siapa yang akan menjadi pemimpin. Rakayat memilih pemimpin yang

dipercaya rakyat untuk menjalankan kekuasaan politik untuk mencapai

tujuan-tujuan hidup rakyat.

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 mengatakan bahwa kedaulatan di tangan rakyat

dan dilaksanakan menurut UUD, Negara Indonesia adalah negara hukum, jika

kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum yang dimaksud dengan dilaksanakannya

pemilu dimana pemilu ini dilakukan untuk memilih legislatif dan eksekutif,

dimana salah satu fungsi pemilu adalah sebagai mekanisme rotasi pemindahan

kekuasaan secara patut dan realistis.

Pasal 2E ayat (2) UUD 1945, menegaskan bahwa pemilihan umum

diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah. Dalam parlemen tersebut maka wakil-wakil tersebut akan melebur

menjadi satu. Dilema yang terjadi dengan sistem multi partai dalam pemilu adalah

terkait dengan pengaturan bagaimana dengan partai politik yang hanya

mendapatkan minoritas suara dalam pemilu? Sehingga dalam mengatasipasi hal

tersebut, pilihan koalisi yang dapat dilakukan. Selain itu koalisi juga diperlukan

dalam sistem presidensial agar mendapat dukungan dari parlemen untuk

membentuk peraturan.

Pada negara yang menganut sistem multipartai, koalisi telah menjadi

keharusan sebagai hal yang wajib dilakukan bagi partai pemenang pemilu. Hal ini

didasari bahwa jumlah masa akan terpecah pada banyak partai yang ada di

parlemen. Negara yang menganut sistem Presidensial multipartai seperti Indonesia

harus dilakukan koalisi agar pemerintah dapat menajalankan pemerintah dengan

tepat, cepat dan tepat atas dukungan anggota parlemen yang tergabung atas

(10)

Tabel Jumlah Kursi DPR Peserta Pemilihan Umum Tahun 2009

Partai Kursi Koalisi Oposisi

Partai Demokrat 148 kursi 148 kursi

Partai Golongan Karya 108 kursi 108 kursi

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 93 kursi 93 kursi

Partai Keadilan Sejahtera 59 kursi 59 kursi

Partai Amanat Nasional 42 kursi 42 kursi

Partai Persatuan Pembangunan 39 kursi 39 kursi

Partai Kebangkitan Bangsa 26 kursi 26 kursi

Partai Gerakan Indonesia Raya 30 kursi 30 kursi

Partai Hati Nurani Rakyat 15 kursi 15 kursi

Jumlah 560 Kursi 422 Kursi 138 Kursi

Sumber : www.kpu.go.id di akses pada tanggal 20 Juli 2013

Peta politik hasil Pemilu tahun 2009, menghasilkan dua pembagian dalam

lembaga Dewan Perwakilan Rakyat, yaitu koalisi dan oposisi. Partai koalisi

berjumlah 422 kursi sedangkan partai oposisi berjumlah 138 kursi. Berdasarkan tabel

tersebut, presidenmemiliki legitimasi politik yang kuat karena dipilih secara langsung

melalui dan didukung mayoritas partai politik di parlemen. Dengan demikian

kebijakan dan langkah pemerintah pun teramankan oleh koalisi besar dalam legislatif.

Namun realita yang terjadi berbeda, pemerintahan SBY-Budiono saat ini,

dinilai sangat lamban, ragu-ragu dan seakan-akan tidak memiiliki ketegasan. Hal ini

terjadi karena adanya keraguan sistem gabungan partai politik (koalisi) yang ada

dalam parlemen. Pemerintahan SBY cenderung memikirkan kepentingan koalisi agar

tetap terjaga dan tidak terpecah. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dibentuk oleh

pemerintahan SBY memiliki kepentingan-kepentingan politik yang harus diakomodir

(11)

Hal ini diperburuk lagi saat-saat menjelang Pemilu, keretakan atau pergeseran

dalam koalisi mungkin saja terjadi mengingat para politisi dalam pemerintahan pun

pada saat-saat ini kembali ke partai untuk melakukan pencitraan partai politik.

Indonesia, menjadi salah satu arena terbuka bagi krisis koalisi yang berulang karena

tidak adanya pengaturan yang baku mengenai pelembagaan koalisi yang dibangun

baik sebelum pemilihan presiden maupun sesudah pemilihan presiden, terlebih

dengan sistem multi partai, sehingga kesepakatan koalisi tidak efektif dalam

menjalankan sistem pemerintahan.

Dengan sistem multi partai tentu pemerintahan harus memberikan ruang

politik kepada partai politik gabungan koalisi tersebut. Dengan banyaknya partai

politik pemerintah harus melakukan lobi-lobi yang dapat mengakomodir semua

kepentingan partai tersebut. Sehingga kebijakan yang dibuat tidak efektif dan bahkan

tidak berpihak kepada rakyat melainkan keberpihakan kepada golongan tertentu yang

ada di parlemen.

Berbeda halnya jika dalam pemerintahan hanya memiliki sedikit partai politik

anggota koalisi, tentu kepentingan yang adapun sangat terbatas. Sehingga

pemerintahan akan dapat berjalan dengan baik, efektif dan lebih cepat di realisasikan.

Untuk negara Indonesai dengan pemerintahan yang Presidesial dengan peserta Pemilu

yang multi partai tentu sangat tidak efektif dan pemerintah cenderung lemah. Untuk

itu dalam upaya melakukan pengauatan sistem presidensial hal yang dilakukan adalah

dengan penyederhanaan partai politik yang ada, dengan metode piramid terbalik. Dari

tahun ke tahun pemilu adanya pembatasan suara untuk ikut pemilu selanjutnya

dengan jumlah suara tertentu, jika jumlah suara yang dibatasi tersebut tidak tercapai

maka tidak mendapatkan legalitas untuk ikut pemilu selanjutnya. Dengan demikian,

partai politik peserta pemilu dari tahun ke tahun akan mengalami pengurangan

(penyederhanaa), sehingga partai-partai yang memiliki kemampuan dan regenerasi

yang baiklah yang akan tetap bertahan untuk mengikuti pemilihan umum selanjutnya.

Penyederhaaan partai politik dalam pemilu tentu akan melahirkan

penyederhaaan partai yang ada di parlemen, sehinggadalam membangun koalisi

pemerintahan tentu sangat efektif. Kepentingan-kepentingan partai politik yang

dominan dapat di minimalisir, sehingga akan melahirkan sistem presidesial yang kuat

dan dapat menjalankan pemerintahan dengan baik dan lebih tepat, tanpa ragu-ragu

(12)

D. Penutup

Dengan dominannya koalisi di parlemen, tentu akan memperkuat kedudukan

presiden, hal ini dikarenakan presiden memiliki legitimasi politik yang kuat karena

dipilih secara langsung melalui dan didukung mayoritas partai politik di parlemen.

Dengan demikian kebijakan dan langkah pemerintah pun teramankan oleh koalisi

besar dalam legislatif.

Namun realita yang terjadi berbeda, pemerintahan SBY-Budiono saat ini,

dinilai sangat lamban, ragu-ragu dan seakan-akan tidak memiiliki ketegasan. Hal ini

terjadi karena adanya keraguan sistem gabungan partai politik (koalisi) yang ada

dalam parlemen. Pemerintahan SBY cenderung memikirkan kepentingan koalisi agar

tetap terjaga dan tidak terpecah. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dibentuk oleh

pemerintahan SBY memiliki kepentingan-kepentingan politik yang harus diakomodir

oleh semua partai koalisi.

Dengan sistem multi partai tentu pemerintahan harus memberikan ruang

politik kepada partai politik gabungan koalisi tersebut. Dengan banyaknya partai

politik pemerintah harus melakukan lobi-lobi yang dapat mengakomodir semua

kepentingan partai tersebut. Sehingga kebijakan yang dibuat tidak efektif dan bahkan

tidak berpihak kepada rakyat melainkan keberpihakan kepada golongan tertentu yang

ada di parlemen.

Untuk itu dalam upaya melakukan pengauatan sistem presidensial hal yang

dilakukan adalah dengan penyederhanaan partai politik yang ada, dengan metode

piramid terbalik. Dari tahun ke tahun pemilu adanya pembatasan suara untuk ikut

pemilu selanjutnya dengan jumlah suara tertentu, jika jumlah suara yang dibatasi

tersebut tidak tercapai maka tidak mendapatkan legalitas untuk ikut pemilu

selanjutnya. Dengan demikian, partai politik peserta pemilu dari tahun ke tahun akan

mengalami pengurangan (penyederhanaa), sehingga partai-partai yang memiliki

kemampuan dan regenerasi yang baiklah yang akan tetap bertahan untuk mengikuti

pemilihan umum selanjutnya. Penyederhaaan partai politik dalam pemilu tentu akan

melahirkan penyederhaaan partai yang ada di parlemen, sehinggadalam membangun

(13)

Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, 2008.

Huda, Ni’matul. Politik Ketatanegaraan Indonesia (Kajian terhadap Dinamika Perubahan UUD 1945). Yogyakarta: UUI Press, 2001.

Kencana Syafiie, Inu. Teori dan Analisis Politik Pemerintahan (Dari Orde Lama, Orde Baru sampai Reformasi). Jakarta: PT Perca, 2003.

Subakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik, Cetakan Ketujuh. Jakarta: Kompas Gramedia, 2010

Gambar

Tabel Jumlah Kursi DPR

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan kegiatan bermain congklak memiliki pengaruh yang positif terhadap kemampuan berhitung anak usia 5-6 tahun di TK Bina Asuhan Mayang Pongkai

〔下級審民訴事例研究 六〕 一 株式会社の負担する債務の担保として

SMA Islamic Centre Kota Tangerang belum memiliki video promosi dan informasi, hanya memiliki media desain promosi belum akurat untuk mempromosikan sekolah SMA Islamic Centre

Pene- litian ini dilakukan untuk membentuk portofolio yang optimal pada nilai tukar mata uang agar investasi yang dilakukan memberikan resiko yang minimal dan return yang

5. /iketahui garis l dan titik P tidak pada l 9gambar 3.6>, maka akan ditunjukkan bah%a hanya ada satu garis melalui P yang tidak pada l . diketahui bah%a ada garis melalui P

• Menyedari kepentingan dan manfaat dari kajian seperti ini, topik ini diutarakan bagi mengaitkan P&P dan teknologi, iaitu; aplikasi atas talian khas untuk P&P bahasa yang

Karena sebuah bujursangkar (persegi) mempunyai 4 sudut siku-siku yang sama besar maka bujursangkar adalah sebuah empat-persegi panjang.. Oleh karena itu, S Q (S subhimpunan

Data pada Tabel 16 menunjukkan bahwa minat usaha angkatan kerja perempuan di beberapa Kabupaten, Kota dan di Propinsi Sumatera Barat pada umurnnya adalah