• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLE"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas M

A

KALA

H

K

ELO

MPOK

P

ROSES

P

ENGAMBILAN

K

EPUTUSAN OLEH

P

IMPINAN

Mata Kuliah : Etika & Prilaku Organisasi Publik

: M A R N I 051 423 067

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK PROGRAM PASCASARJANA

STISIPOL CANDRADIMUKA PALEMBANG

2015

BAB I

PENDAHULUAN

(2)

Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah organisasi baik organisasi dalam skala besar maupun kecil. Pada organisasi berskala besar, sumber daya manusia dipandang sebagai unsur yang sangat menentukan dalam proses pengembangan usaha, peran sumber daya manusia menjadi semakin penting. Perkembangan pemerintahan akan terealisasi apabila ditunjang oleh aparatur negara yang berkualitas.

Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik untuk diperbincangkan hingga dewasa ini. Media massa, baik elektronik maupun cetak, seringkali menampilkan opini dan pembicaraan yang membahas seputar kepemimpinan. Peran kepemimpinan yang sangat strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu organisasi, merupakan salah satu motif yang mendorong manusia untuk selalu menyelidiki seluk-beluk yang terkait dengan kepemimpinan.

Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan, mengarahkan semua potensi karyawan dilingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap karyawan agar dapat menimbulkan kepuasan dan komitmen organisasi sehinga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja yang tinggi.

(3)

tugas-tugas yang menjadi volume dan beban kerja unit masing-masing. Hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap pimpinan berkewajiban memberikan perhatian yang sungguh-sungguh untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya agar terwujud volume dan beban kerja yang terarah pada tujuan. Pimpinan perlu melakukan pembinaan yang sungguh-sungguh terhadap pegawai di lingkungannya agar dapat meningkatkan kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja yang tinggi.

Setiap pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan semua potensi pegawai di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang berbeda-beda pula dari setiap pemimpin. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi tujuan organisasi.

(4)

organisasi melalui program-program yang terencana dan berkesinambungan sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.

Krisis kepemimpinan disebabkan karena makin langkanya kepedulian pada kepentingan orang banyak dan lingkungan kerja, masalah mendasar yang menandai kekurangan ini. karena adanya krisis komitmen. Kebanyakan pemimpin tidak merasa mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan dan mencari pemecahan masalah organisasi bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan masalah kemajuan dalam kebersamaan.

(5)

tentang pelayanan publik dan administrasi publik, etika merupakan salah satu elemenyang sangat menentukan kepuasan publik yang dilayani sekaligus keberhasilan organisasipelayanan publik itu sendiri.

Elemen ini harus diperhatikan dalam setiap fase pelayanan publik mulai dari penyusunan kebijakan pelayanan, desain struktur organisasi pelayanan, sampai padamanajemen pelayanan untuk mencapai tujuan akhir dari pelayanan tersebut. Dalam konteksini, pusat perhatian ditujukan kepada aktor yang terlibat dalam setiap fase, termasuk kepentingan aktor-aktor tersebut – apakah para aktor telah benar-benar mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan-kepentingan yang lain. Misalnya, denganmenggunakan nilai-nilai moral yang berlaku umum (six great ideas) seperti nilai kebenaran(truth), kebaikan (goodness), kebebasan (liberty), kesetaraan (equality), dan keadilan(justice), kita dapat menilai apakah para aktor tersebut jujur atau tidak dalam penyusunankebijakan, adil atau tidak adil dalam menempatkan orang dalam unit dan jabatan yangtersedia, dan bohong atau tidak dalam melaporkan hasil manajemen pelayanan.

(6)

karena penuh dengan dilema. Karena itu, dapat dipastikan bahwa pelanggaran moral atau etika dalam pelayanan publik akan terusmeningkat.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah: “Bagaimanakah Gaya Kepemimpinan dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai

C. Tujuan Makalah

Untuk memberikan tambahan wawasan dan masukan pengetahuan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam meningkatkan kinerja pegawaiuntuk generasi penerus.

BAB II

(7)

A. KONSEP ETIKA PELAYANAN PUBLIK

Etika. Bertens (2000) menggambarkan konsep etika dengan beberapa arti, salah satudiantaranya dan biasa digunakan orang adalah kebiasaan, adat atau akhlak dan watak. Filsufbesar Aristoteles, kata Bertens, telah menggunakan kata etika ini dalam menggambarkanfilsafat moral, yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dengan memperhatikan beberapa sumber diatas, Bertens berkesimpulan bahwa ada tiga arti penting etika, yaitu etika (1) sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma moral yangmenjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, ataudisebut dengan “sistim nilai”; (2) sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering dikenaldengan “kode etik”; dan (3) sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk, yang acapkali disebut“filsafat moral”. Pendapat seperti ini mirip dengan pendapat yang ditulis dalam TheEncyclopedia of Philosophy yang menggunakan etika sebagai (1) way of life; (2) moral codeatau rules of conduct; dan (3) penelitian tentang unsur pertama dan kedua diatas (lihatDenhardt, 1988: 28).

Etika Pelayanan Publik. Dalam arti yang sempit, pelayanan publik adalah suatu tindakan pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh pemerintah dalam rangka tanggung jawabnya kepada publik, baik diberikan secara langsung maupun melalui kemitraan dengan swasta dan masyarakat, berdasarkan jenis dan intensitas kebutuhan masyarakat,kemampuan masyarakat dan pasar. Konsep ini lebih menekankan bagaimana pelayanan publik berhasil diberikan melalui suatu

(8)

telekomunikasi, transportasi, bank, dsb.Tujuan pelayanan publik adalah menyediakan barang dan jasa yang terbaik bagi masyarakat. Barang dan jasa yang terbaik adalah yang memenuhi apa yang dijanjikan atau apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian pelayanan publik yang terbaik adalah yang memberikan kepuasan terhadap publik, kalau perlu melebihi harapan publik.

Dalam dunia administrasi publik atau pelayanan publik, etika diartikan sebagaifilsafat dan profesional standards (kode etik), atau moral atau right rules of conduct (aturanberperilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atauadministrator publik (lihat Denhardt, 1988).

Berdasarkan konsep etika dan pelayanan publik diatas maka yang dimaksudkandengan etika pelayanan publik adalah suatu praktek administrasi publik dan atau pemberianpelayanan publik (delivery system) yang didasarkan atas serangkaian tuntunan perilaku (rulesof conduct) atau kode etik yang mengatur hal-hal yang “baik” yang harus dilakukan atausebaliknya yang “tidak baik” agar dihindarkan.

(9)

Menurut buku Kamus Administrasi Publik, Chandler dan Plano, 1988: 107 (dalam Keban, 2004: 56), “Kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.”

Suatu kebijakan publik tidak hanya mencakup keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai suatu hal, tetapi juga keputusan-keputusan beserta pelaksanaannya. Kebijakan sangat penting karena kedudukannya sebagai penentu tentang apa yang hendak dikerjakan berdasarkan atas masalah, kebutuhan atau aspirasi tertentu.

Kebijakan publik merupakan konsep yang sangat kompleks, hal ini bisa dilihat dari banyaknya definisi mengenai kebijakan publik. Secara umum kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah yang nyata dan mempunyai tujuan tertentu. Dibawah ini merupakan definisi-definisi kebijakan publik yang mempunyai persamaan.

Menurut Dye (dalam Islamy, 1997: 18) mendefinisikan kebijakan publik adalah :

Wahetver government Choose to do or not to do” (“ Apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan”). Selanjutnya Dye mengatakan bahwa pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuannya (obyektifnya) dan kebijakan negara itu harus meliputi semua ”tindakan” pemerintah bukan semata-mata merupakan keinginan pemerintah atau pejabat-pejabat pemerintah saja. Disamping itu sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijakan negara. Hal ini disebabkan karena “ sesuatu yang tidak dilakukan “ oleh pemerintah akan mempunyai (dampak) yang sama besarnya dengan “ sesuatu yang dilakukan“ oleh pemerintah.

(10)

….is Whats Goverments say and do, or not do. It is the goals or puposes of gevrement programs…” (“adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atau tujuan programa-programa pemerintah…”). Edwards dan Sharkansky kemudian mengatakan itu ditetapkan secara jelas dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam bentuk pidato-pidato pejabat teras pemerintah atau programa-programa dan tindakan-tindakan yang dilakukanpemerintah”.

Hal yang sama juga dikemukakan Anderson (dalam Islamy, 1997: 19) mengatakan kebijakan publik adalah: “ Public policies are thoese policies developed by govermental bodies and officials” (kebijakan negara adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat-pejabat pemerintah). Menurut Anderson implikasi dari pengertian kebijakan negara tersebut adalah :

1) Bahwa kebijakan negara itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2) Bahwa kebijkana negara berisi tindakan-tindakan atau pola tindakan pejabat pemerintah.

3) Bahwa kebijakan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan pemerintah apa yang mereka bermaksud akan melakukan sesuatu atau menyatakan akan melakukan sesuatu.

(11)

5) Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif-di dasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan-peraturan perundangan dan bersifat memaksa (dalam Islamy, 1997: 19)

Kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah yang mempunyai tujuan, disamping itu terdapat cara pencapaian dari tujuan tersebut. Hal ini dilihat dari definisi kebijakan publik menurut Nakamura dan Smallwood (dalam Wahab, 1990: 32) sebagai berikut :

“memandang kebijakan negara dalam tiga aspek, yakni perumusan kebijaksanaan, pelaksanaan kebijaksanaan, dan evaluasi kebijakan. Dalam hal ini mereka berpendapat bahwa kebijakan negara adalah serentetan instruksi/perintah dari para pembuat kebijakan yang ditujukan kepada para pelaksanaan kebijaksanaan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut”.

Menurut Wilson (dalam Keban, 2004: 57) yang dikutip Peterson (2003) tipe kebijakan terdiri atas :

1) Majoritarian cenderung mendristibusikan biaya dan juga menerima benefit / keuntungan.

2) Client membebani masyarakat luas melalui subsidi, yang kemudian dinikmati oleh segelintir orang saja.

3) Entrepreneurial cenderung mengonsentrasikan atau membebani biaya pada sekelompok orang saja, tetapi kegunaan atau benefit dinikmati secara luas.

4) Interest group mengupayakan biaya / hasil keuntungan pada kelompok tertentu saja.

Kebijaksanaan Negara mungkin bentuk positif dapat pula berbentuk negatif. Selanjutnya menurut Isworo (1996 : 229), bahwa proses kebijakan publik terdiri dari langkah–langkah sebagai berikut :

a. Identifikasi masalah yang akan mengarah pada permintaan untuk mengatasai masalah tersebut.

b. Formulasi kebijakan berupa langkah yang dilakukan setelah pemilihan alternatif.

(12)

d. Implementasi

e. Evaluasi melalui berbagai sumber untuk melihat sejauh mana usaha pencapaian tujuan.

Beberapa konsep tersebut memberikan gambaran bahwa kebijakan publik terjadi karena tindakan-tindakan pemerintah dalam mengatasi masalah yang timbul dalam masyarakat sehingga melahirkan keputusan-keputusan tersebut.

Menyimpulkan beragam pengertian mengenai kebijakan publik tersebut Islamy (1994) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mepunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat, implikasi pengertian tersebut adalah :

a. Bahwa kebijakan publik itu bentu perdananya adalah penetapan tindakan-tindakan pemerintah

b. Bahwa Kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tapi juga dilaksanakan dalam bentuk nyata

c. Setiap kebijakan publik dilandasi denganmaksud dan tujuan tertentu

d. Kebijakan publik pada hakekatnya ditujukan untuk kepentingan seluruh masyarakat.

B. Konsep Kepemimpinan

(13)

Kepemimpinan sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang agar bekerja bersama-sama menuju suatu tujuan tertentu yang mereka inginkan bersama. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan kelompok tersebut. Dari berbagai pendapat yang dirumuskan para ahli dapat diketahui bahwa konsepsi kepemimpinan itu sendiri hampir sebanyak dengan jumlah orang yang ingin mendefinisikannya, sehingga hal itu lebih merupakan konsep berdasarkan pengalaman.

Hampir sebagian besar pendefinisian kepemimpinan memiliki titik kesamaan kata kunci yakni “suatu proses mempengaruhi”. Akan tetapi kita menemukan bahwa konseptualisasi kepemimpinan dalam banyak hal berbeda. Perbedaan dalam hal “siapa yang mempergunakan pengaruh, tujuan dari upaya mempengaruhi, cara-cara menggunakan pengaruh tersebut”.

(14)

dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Sedangkan dalam pengertian yang terbatas pemimpin ialah seseorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.

Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.

Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.

Seorang pemimpin (leader) dalam penerapannya mengandung konsekuensi terhadap dirinya, antara lain; harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision making), harus berani menerima resiko sendiri; dan harus berani menerima tanggung jawab sendiri (the principle of absoluteness of responsibility).

Dari beberapa definisi tersebut diatas, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pemimpin merupakan pribadi yang spesial, terpilih, berwibawa dan memiliki kelebihan, sehingga mampu memotivasi serta mempengaruhi individu atau kelompok untuk hal-hal tertentu.

(15)

Kepemimpinan mungkin hanya terbentuk dalam suatu lingkungan yang secara dinamis melibatkan hubungan di antara sejumlah orang. Kongkritnya, seorang hanya biasa mengklaim dirinya sebagai seorang pemimpin jika ia memiliki sejumlah pengikut. Selanjutnya antara para pemimpin dan pengikutnya terjalin ikatan emosional dan rasional menyangkut kesamaan nilai yang ingin disebar dan ditanam serta kesamaan tujuan yang ingin dicapai. Walupun dalam realitasnya sang pemimpinlah yang biasanya memperkenalkan atau bahkan merumuskan nilai dan tujuan.

(16)

1. Inisiatif. Seorang pemimpin akan mengambil inisiatif apabila ia melakukan suatu aktivitas tertentu, memulai sesuatu yang baru atau menghentikan sesuatu yang dikerjakan.

2. Inquiry (menyelidiki). Pemimpin membutuhkan yang komprehensif mengenai bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia perlu mempelajari latar belakang dari suatu masalah, prosedur-prosedur yang harus ditempuh, dan tentang orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan yang dibidanginya.

3. Advocacy (Dukungan atau Dorongan). Aspek memberi dorongan dan dukungan sangat penting bagi kepemimpinan seseorang karena sering timbul keraguan atau kesulitan mengambil keputusan di antar para eksekutif dalam organisasi atau karena adanya ide yang baik tetapi yang bersangkutan kurang mampu untuk mempertahankannya.

4. Cinflict Solving (memecahkan Masalah). Apabila timbul masalah atu konflik dalam organisasi, maka sudah menjadi kewajiban pemimpin untuk menyelesaikannya. Ia perlu mencari sumber dari konflik tersebut, dan menyelesaikannya dengan musyawarah untuk mufakat. 5. Decision Making (Pengambilan Keputusan). Keputusan yang dibuat

(17)

6. Critique (Kritik). Kritik disini sebagai proses mengevaluasi, menilai dan jika sesuatu yang telah diperbuat itu baik adanya maka tindakan serupa untuk masa-masa mendatang mungkin sebaiknya tetap dijalankan. Dalam Ryaas Rasyid (2000:37) dijelaskan beberapa karakter kepemimpinan yang berbeda satu sama lain, yaitu sebagai berikut :

1. Kepemimpinan yang Sensitif

Kepemimpinan ini ditandai dengan adanya kemampuan untuk secara dini memahami dinamika perkembangan masyarakat, mengenai apa yang mereka butuhkan, mengusahakan agar ia menjadi pihak pertama yang memberi perhatian terhadap kebutuhan tersebut. Dalam karakter kepemimpinan tersebut, kemampuan berkomunikasi daripada pemimpin pemerintahan yang disertai pada penerapan transformasi di dalam proses pengambilan keputusan merupakan prasyarat bagi pemerintah dalam mengemban segala tugas-tugasnya.

2. Kepemimpinan yang Responsif

(18)

keluhan, memperhatikan setiap tuntutan dan memanfaatkan setiap dukungan masyarakat tentang suatu kepentingan umum.

3. Kepemimpinan yang Defensif

Karakter kepemimpinan ini ditandai dengan sikap yang egoistik, merasa paling benar, walaupun pada saat yang sama memiliki kemampuan argumentasi yang tinggi dalam berhadapan dengan masyarakat. Komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat cukup terpelihara, tetapi pada umumnya pemerintah selalu mengambil posisi sebagai pihak yang lebih benar, lebih mengerti. Oleh karena itu, keputusan dan penilaiannya atas sesuatu isu lebih patut diikuti oleh masyarakat. Posisi masyarakat lemah, sekalipun tetap tersedia ruang bagi mereka untuk bertanya , menyampaikan keluhan, aspirasi dan lain sebagainya. Karakter kepemimpinan semacam ini bisa berhasil dalam jangka waktu tertentu. Tetapi ketika berhadapan dengan masyarakat yang semakin berkembang, baik secara sosial-ekonomi maupun secara intelektualitas, karakter defensif ini akan sulit untuk melakukan manuver.

4. Kepemimpinan yang Represif

(19)

represif ini secara total selalu merupakan beban yang berat bagi masyarakat. Ia bukan saja tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah fundamental dalam masyarakat, tetapi bahkan cenderung merusak moralitas masyarakat. Singkatnya kepemimpinan yang represif ini lebih mewakili sifat diktatorial.

BAB III PEMBAHASAN

A. PENTINGNYA ETIKA DALAM PELAYANAN PUBLIK

(20)

kritik bermunculan menentangajaran dikotomi administrasi – politik pada tahun 1930-an, sehingga perhatian mulaiditujukan kepada keterlibatan para administrator dalam keputusan-keputusan publik ataukebijakan publik. Sejak saat ini mata publik mulai memberikan perhatian khusus terhadap“permainan etika” yang dilakukan oleh para birokrat pemerintahan. Penilaian keberhasilanseorang administrator atau aparat pemerintah tidak semata didasarkan pada pencapaiankriteria efisiensi, ekonomi, dan prinsip-prinsip administrasi lainnya, tetapi juga kriteriamoralitas, khususnya terhadap kontribusinya terhadap public interest atau kepentingan umum

(lihat Henry, 1995: 400).

Alasan mendasar mengapa pelayanan publik harus diberikan adalah adanya publicinterest atau kepentingan publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah karena pemerintahlahyang memiliki “tanggung jawab” atau

responsibility. Dalam memberikan pelayanan inipemerintah diharapkan secara profesional melaksanakannya, dan harus mengambil keputusanpolitik secara tepat mengenai siapa mendapat apa, berapa banyak, dimana, kapan, dsb.

(21)

pemerintahan. Birokrat dalam hal ini tidak memiliki “independensi”dalam bertindak etis, atau dengan kata lain, tidak ada “otonomi dalam beretika”.

Alasan lain lebih berkenaan dengan lingkungan didalam birokrasi yang memberikanpelayanan itu sendiri. Desakan untuk memberi perhatian kepada aspek kemanusiaan dalamorganisasi (organizational humanism) telah disampaikan oleh Denhardt. Dalam literaturtentang aliran human relations dan

human resources, telah dianjurkan agar manajer harusbersikap etis, yaitu memperlakukan manusia atau anggota organisasi secara manusiawi.

Alasannnya adalah bahwa perhatian terhadap manusia (concern for people) danpengembangannya sangat relevan dengan upaya peningkatan produktivitas, kepuasan danpengembangan kelembagaan.

Alasan berikut berkenaan dengan karakteristik masyarakat publik yang terkadangbegitu variatif sehingga membutuhkan perlakuan khusus. Mempekerjakan pegawai negeridengan menggunakan prinsip “kesesuaian antara orang dengan pekerjaannya” merupakanprinsip yang perlu dipertanyakan secara etis, karena prinsip itu akan menghasilkan ketidakadilan, dimana calon yang dipekerjakan hanya berasal dari daerah tertentu yang relatif lebihmaju. Kebijakan

(22)

hasilnya memberikan kompensasi keuntungan kepadasetiap orang, dan khususnya terhadap anggota masyarakat yang paling tidak beruntung.Kebijakan mengutamakan “putera daerah” merupakan salah satu contoh yang populer saatini.

Alasan penting lainnya adalah peluang untuk melakukan tindakan yang bertentangandengan etika yang berlaku dalam pemberian pelayanan publik sangat besar. Pelayanan publiktidak sesederhana sebagaimana dibayangkan, atau dengan kata lain begitu kompleksitassifatnya baik berkenaan dengan nilai pemberian pelayanan itu sendiri maupun mengenai caraterbaik pemberian pelayanan publik itu sendiri. Kompleksitas dan ketidakmenentuan inimendorong pemberi pelayanan publik mengambil langkah-langkah profesional yangdidasarkan kepada “keleluasaan bertindak” (discretion). Dan keleluasaan inilah yang seringmenjerumuskan pemberi pelayanan publik atau aparat pemerintah untuk bertindak tidaksesuai dengan kode etik atau tuntunan perilaku yang ada.

(23)

diungkapkan sebagaisalah satu penyebab melemahnya pemerintahan kita. Alasan utama yang menimbulkantragedi tersebut sangat kompleks, mulai dari kelemahan aturan hukum dan perundangundangankita, sikap mental manusia, nilai-nilai sosial budaya yang kurang mendukung,sejarah dan latarbelakang kenegaraan, globalisasi yang tak terkendali, sistim pemerintahan,kedewasaan dalam berpolitik, dsb. Bagi Palembang, pembenahan moralitas yang terjadiselama ini masih sebatas

lip service tidak menyentuh sungguh-sungguh substansi pemenahanmoral itu sendiri. Karena itu pembenahan moral merupakan “beban besar” di masamendatang dan apabila tidak diperhatikan secara serius maka proses “pembusukan” terusterjadi dan dapat berdampak pada disintegrasi bangsa.

a) Gaya kepemimpinan Otokratis

Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin menentukan sendiri "policy" dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri, namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya. Pemimpin otokratis biasanya merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka inginkan dan cenderung mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahan. Dalam kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya.

(24)

“Dalam Menentukan keputusan–keputusan tugas Pemimpin kadang menentukan sendiri keputusan yang akan di ambil dan terkadang juga berkonsultasi dulu terhadap bawahannya, Sedangkan Dalam memberikan perintah Pemimpin juga tidak pernah membentak atau memaksa apalagi melototkan mata kepada bawahannya dia selalu lembut dan sopan dalam memberikan sebuah perintah.

“Tentang Tingkat kedisiplinan Pemimpin dalam melakukan pengawasan terhadap para pegawai sangatlah cukup disiplin terutama dalam hal tata tertib yang telah di tetapkan, Kalau tentang sikap kepemimpinnan Pemimpin, cukup koordinatif dan sangat dekat dengan bawahannya.”

“Mengenai penyelesaian masalah dalam organisasi Pemimpin tetap mengkoordinasikan terlebih dahulu kepada bawahannya barulah Kepala Dinas mengambil langkah – langkah untuk penyelesaian masalah tersebut.”

Dari beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa Pemimpin juga menerapkan Gaya kepemimpinan Otokratis walaupun Itu tidak dominan.

c) Gaya Kepemimpinan Demokratis

(25)

dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya pada pemimpin demokratis, sering mendorong bawahan untuk ikut ambil bagian dalam hal tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong ide-ide dan saran-saran. Disini pemimpin mencoba mengutamakan "human relation" (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar.

d) Gaya Kepemimpinan Laises Faire.

yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi bahwa suatu tugas disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan kebiiakan organisasi. Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhadap bawahannya. Pada tipe ini pemimpin akan meletakkan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan. Pemimpin ini lebih aktif di luar dari pada di dalam organisasi, Pemimpin pada gaya ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada bawahannya.

BAB IV

PENUTUP

(26)

makalah yang dituliskan serta memberikan saran sebagai langkah terakhir dalam penulisan makalah ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil Penulisan yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat dinyatakan bahwa Pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya menerapkan ketiga gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh White & Lippit, yakni gaya kepemimpinan Otokratis, gaya kepemimpinan Demokratis, dan gaya kepemimpinan Laizzes Faire. Namun intensitas penerapan gaya kepemimpinannya masing-masing berbeda karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Gaya kepemimpinan otokratis hanya sebagian kecil diterapkan. Pemimpin Biasanya Menentukan Sendiri keputusan yang akan di ambil dan cukup disiplin dalam melakukan pengawasan terhadap bawahannya,

B. Saran

Dari hasil Pembahsan dan Kesimpulan, dengan melihat prospek ke depan, maka penulis dapat mengemukakan beberapa hal yang kemudian dijadikan sebagai bahan rekomendasi, yaitu sebagai berikut :

(27)

2. Hendaknya dalam menjalankan tugasnya setiap pemimpin harus lebih terbuka dan transparan terhadap seluruh bawahannya. Selain itu, hendaknya kantor kePemimpinan menambah pegawai yang mempunyai usia produktif maka pelayanan dapat lebih efektif lagi.

3. Walaupun dengan penerapan gaya kepemimpinan demokratis Insatnsi Pemerintah saat ini berjalan dengan baik, namun kebebasan harus ditunjang dengan pengawasan yang baik demi mengembangkan kedisiplinan pegawai tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

(28)

Denhardt, Kathryn G. 1988. The ethics of Public Service. Westport, Connecticut:Greenwood Press.

Dale, Robert D. 1992. Pelayanan sebagai Pemimpin. Gandum Mas: Malang.

Henry, Nicholas. 1995. Public Administration and Public Affairs. Sixth Edition. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall International, Inc.

Handoko, Hani T, dan Reksohadiprodjo Sukanto. 1996. Organisasi Perusahaan. Edisi kedua Yogyakarta : BPFE.

Harbani, Pasolong. 2008. Kepemimpinan Birokrasi, Bandung : CV.Alfabeta.

Heidjrachman, H. Suad. 2002. Manajemen Personalia. Yogyakarta : BPFE. Hersey, Paul. 1994. Kunci Sukses Pemimpin Situasional. Jakarta : Delaprasata. Kartono, Kartini. 2006. Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan

Abnormal Itu?. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta. Kristiadi. 1996. Kepemimpinan. Jakarta: LAN RI

Nawawi, Hadari & Hadari, M. Martini. 2004. Kepemimpinan yang Efektif. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Mangkunegara, A. A. P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Mathis, Robert dan John Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia

Buku 2. Jakarta: PT. Salemba 4.

Pangewa, Maharuddin. 1989. Kepemimpinan Dalam Proses Administrasi. Ujung Pandang: FPIPS IKIP.

Rasyid M Ryaas. 2000. Makna Pemerintahan. Mutiara Sumber Widya : Jakarta Rivai, Veithzal. 2006. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Edisi Kedua. PT.

Raja Grafindo Persada : Jakarta

Robbins, Stephen. P. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Terjemahan Oleh Halida , Dewi Sartika. Erlangga

Salusu. 2006. Pengambilan Keputusan Stratejik. PT. Grasindo : Jakarta.

Sedarmayanti. 2007. Manajemen SDM cetakan 1. PT. Refika Aditama. Bandung.

(29)

Siagian P. Sondang. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan merupakan kegiatan memilih suatu strategi atau tindakan dalam pemecahan masalah tersebut.. Tindakan memilih strategi atau aksi yang diyakini manajer akan memberikan solusi

Pengilmiahan pengambilan keputusan akan menghasilkan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dalam batas-batas yang tidak berbenturan keras dengan

Pengambilan keputusan harus dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu agar keputusan yang diambil dapat bersifat objektif, karena pengambilan keputusan

EYD merupakan serangkaian peraturan dalam penulisan ejaan yang digunakan untuk penulisan tertentu, terutama penulisan yang bersifat ilmiah. Ejaan sendiri memiliki

Berdasarkan sifatnya keputusan pemerintah dibedakan menjadi, pertama, keputusan pemerintah dalam arti eksekutif merupakan keputusan yang bersifat umum, prinsipil,

Ada beberapa definisi tentang pengambilan keputusan, dalam hal ini arti pengambilan keputusan sama dengan pembuatan keputusan, misalnya Terry, definisi pengambilan keputusan

Berdasarkan sifatnya keputusan pemerintah dibedakan menjadi, pertama, keputusan pemerintah dalam arti eksekutif merupakan keputusan yang bersifat umum, prinsipil,

Istilah mineral dalam arti geologi adalah zat atau benda yang terbentuk oleh proses alam, biasanya bersifat padat serta tersusun dari komposisi kimia tertentu dan mempunyai sifat- sifat