ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN IMPAKSI FEKAL
Dosen Pengampu : Eka Mishbahatul M.yHas, S.Kep. Ns., M. Kep
Disusun Oleh : AJ 1 / B 20
1. Dismalyansa 131711123066
2. Abraham Steven Yotlely 131711123067 3. Vinda Kuswana Murti 131711123068 4. Muhammad Fatur Rizal 131711123069 5. Ribka Putri Sholecha 131711123070
PROGRAM ALIH JENIS S1 PENDIDIKAN NERS UNIVERSITAS NEGERI AIRLANGGA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT serta junjungan Nabi Besar Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Gerontik II tentang Asuhan Keperawatan Gerontik pada Lansia dengan Impaksi Fekal.
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada bu Eka Mishbahatul M.yHas, S.Kep. Ns., M. Kep selaku dosen mata kuliah keperawatan Gerontik II yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...ii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2. Rumusan Masalah...1
1.3. Tujuan...2
1.4. Manfaat...2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...3
2.1 Definisi Impaksi Fekal...3
2.2 Epidemiologi...3
2.3 Etiologi...3
2.4 Patofisiologi...4
2.5 Manifestasi Klinis...5
2.6 Penatalaksanaan...6
BAB III KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN NJAUAN KASUS...10
3.1 Studi Kasus...10
3.2 Pengkajian...10
1. Kemampuan ADL...19
2. Tes Keseimbangan...21
3. GDS...23
4. Status Nutrisi...23
5. Fungsi sosial lansia...24
3.3 Analisa data...26
3.4 Diagnosa Keperawatan...26
3.5 Intervensi...27
BAB IV PENUTUP...30
PENUTUP...30
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Impaksi fekal merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut; terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30 – 40 % orang di atas usia 65 tahun mengeluh impaksi fekal. Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 60 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar . Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh menderita impaksi fekal dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita impaksi fekal terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas.
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya impaksi fekal pada lansia seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada impaksi fekal, kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
Anamnesis merupakan hal yang terpenting untuk mengungkapkan etiologi dan factor-faktor risiko penyebab impaksi fekal, sedangkan pemeriksaan fisik pada umumnya tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan banyak informasi yang berguna. Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3 sampai 6 bulan pengobatan impaksi fekal kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan impaksi fekal tertentu.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan masalah impaksi fekal.
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui definisi impaksi fekal.
2. Mengetahui epidemiologi lansia dengan impaksi fekal. 3. Mengetahui etiologi impaksi fekal.
4. Mengetahui patofisiologi impaksi fekal.
5. Mengetahui manifestasi klinis dari impaksi fekal.
6. Mengetahui penatalaksanaan lansia dengan impaksi fekal. 7. Mengetahui WOC dari lansia dengan impaksi fekal.
1.4. Manfaat
1. Mengetahui perjalanan penyakit yang terjadi sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
2. Menambah pengetahuan khususnya di bidang keperawatan gerontik sebagai referensi dalam memberikan asuhan keperawatan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Impaksi Fekal
1. Impaksi fekal (Fecal Impaction) merupakan massa feses yang keras di lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat dan kelemahan tonus otot (Hidayat,2006).
2. Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum yang tidak dapat di keluarkan akibat konstipasi yang tidak diatasi.
2.2 Epidemiologi
Sekitar 80% manusia pernah menderita impaksi fekal dalam hidupnya dan impaksi fekal yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita impaksi fekal terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5 juta kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan pencahar (NIDDK, 2000).
2.3 Etiologi
Banyak lansia mengalami impaksi fekal sebagai akibat dari penumpukan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi. Impaksi fekal merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot. Klien yang menderita kelemahan, kebingungan, atau tidak sadar adalah klien yang paling berisiko mengalami impaksi.
Faktor-faktor risiko impaksi fekal pada usia lanjut:
1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik, golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar. 2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis,
neuropati diabetic.
3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme. 4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk
BAB, mengabaikan dorongan BAB, impaksi fekal imajiner.
5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia, volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia kolon.
6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang olahraga, bepergian jauh, paska tindakan bedah parut.
2.4 Patofisiologi
Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadran yang baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB.
oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam proses ini.
Patogenesis impaksi fekal bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh dengan bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan respon motorik sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus myenterikus, sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar plasma beta- endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Ini dibuktikan dengan efek impaksi fekalf sediaan opiat karena dapat menyebabkan relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia khususnya pada wanita. Pada penderita impaksi fekal mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut.
2.5 Manifestasi Klinis
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan impaksi fekal adalah: (ASCRS, 2002)
1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB 2. Mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar 4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rectum saat BAB 6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Tatalaksana non farmakologik a) Cairan
Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan impaksi fekal. Kecuali ada kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk mencegah dehidrasi. Asupan cairan dapat dicapai bila tersedia cairan/minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula cairan yang berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan cairan perlu lebih banyak bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi jantungnya stabil. b) Serat
Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu transit (transit time). Pada orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari. Ada juga yang menyarankan agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per hari. Serat berasal dari biji-bijian, sereal, beras merah, buah, sayur, kacang-kacangan. Serat akan memfasilitasi gerakan usus dengan meningkatkan masa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga menyediakan substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi gas dan asam lemak rantai pendek yang meningkatkan gumpalan tinja. Perlu diingat serat tidaklah efektif tanpa cairan yang cukup, dan dikontraindikasikan pada pasien dengan impaksi tinja (skibala) atau dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat menyebabkan gejala kembung, banyak gas, dan buang besar tidak teratur terutama pada 2-3 minggu pertama, yang seringkali menimbulkan ketidakpatuhan obat.
c) Bowel training
buang air besar pada waktu yang teratur, dianjurkan meneruskan kebiasaan teresebut. Sedangkan pada pasien yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air besar, waktu yang baik untuk buang air besar adalah setelah sarapan dan makan malam.
d) Latihan jasmani
Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana tetapi bermanfat bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan kaki satu setengah jam setelah makan cukup membantu. Bagi mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan atau didudukkan atau diberdirikan disekitar tempat tidur. Positioning bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat bergerak, meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali dengan interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk mencegah ulkus dekubitus. Tentu saja pasien yang mengalami tirah baring dapat dibantu dengan menyediakan toilet atau komod dengan tempat tidur, jangan diberi bed pan. Mengurut perut dengan hati-hati mungkin dapat pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus.
e) Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu dilakukan untuk mengeliminasi, mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan menimbulkan impaksi fekal. Obat antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang potensial menimbulkan impaksi fekal. Obat yang mengandung zat besi juga cenderung menimbulkan impaksi fekal, demikian obat anti hipertensi (antagonis kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan obat-obatan yang sering pula menyebabkan impaksi fekal.
2.6.2 Tatalaksana farmakologik
a) Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)
kalsium pada orang usia lanjut, tidak seperti bran yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti menurunkan impaksi fekal pada orang usia lanjut dan nyeri defekai pada hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus diimbangi dengan asupan cairan.
b) Pelembut tinja
Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut usia sebagai pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate sodium bertindak sebagaisurfaktan, menurunkan tegangan permukaan feses untuk membiarakan air masuk dam memperlunak feses. Docusate sebenarnya tidak dapat menolong impaksi fekal yang kronik, penggunaannya sebaiknya dibatasi pada situasi dimana mangedan harus dicegah.
c) Pencahar stimulant
Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut. Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan menstimulasi peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20 mg senna per hari selama 6 bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun tidak menyebabkan kehilangan protein atau elektrolit. Senna umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam setelah pemberian. Orang usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama yakni sampai dengan 10 minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang teratur. Pemberian sebelum tidur malam mengurangi risiko inkontininsia fekal malam hari dan dosis juga harus ditritasi berdasarkan respon individu. Terapi dengan Bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik minimal dan sangat menolong untuk mengatasi diskezia rectal pada usia lanjut. Sebaiknya diberikan segera setelah makan pagi secara supositoria untuk mendapatka efek refleks gastrokolik. Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar pada rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali seminggu.
d) Pencahar hyperosmolar
dengan berat molekul rendah ini secara osmotic meningkatkan cairan intraluminal dan menurunkan pH feses. Laktulosa sebagai pencahar hiperosmolar terbukti memperpendek waktu transit pada sejumlah kecil penghni panti rawat jompo yang mengalami impaksi fekal. Laktulosa dan sorbitol juga sama-sama menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati impaksi fekal pada orang usia lanjut yang berobat jalan. Sorbitol sebaiknya diberikan 20-30 selama empat kali sehari. Glikol polietelin merupakan pencahar hiperosmolar yang potensial yang mengalirkan cairan ke lumen dan merupakan zat pembersih usus yang efektif. Gliserin adalah pencahar hiperomolar yang dugunakan hanya dalam bentuk supositoria. e) Enema
BAB III KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN NJAUAN KASUS KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Studi Kasus
Tn. A berusia 65 tahun tinggal di panti wredha. Saat ini klien mengeluh tidak bisa buang air besar (BAB) selama seminggu, mengeluh selama 3 bulan terakhir. Setelah 1 minggu Tn. A bisa BAB namun mengalami nyeri saat defekasi dan kesulitan mengeluarkan feses (konsistensi keras). Tn. A merasa nyeri dan penuh perjuangan dalam mengejan. Saat dikaji, klien mengatakan bentuk fesesnya keras dalam minggu ini sampai sekarang. Klien tampak pucat. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 150/90 mmHg, HR : 106 x/menit, RR : 22x/menit, S : 36,2 oC, TB : 158 cm, bising usus 2x/menit. Tn A bercerita bahwa sehari minum air kurang lebih 1000 cc saja. Tn A jarang berolahraga karena berpen dapat olahraga itu tidak penting, serta jarang melakukan aktivitas pekerjaan rumah .
3.2 Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN LANSIA
ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER
Nama wisma : Wisma Bahagia Sejahtera Tanggal Pengkajian : 10-11-2017
1. IDENTITAS
Alamat asal : Jl. Mawar Gang III Surabaya Tanggal
datang
: 8 November 2012, Lama Tinggal di Panti 5 tahun
2
Hubungan : Anak kandung Pekerjaan : Wiraswasta
.
Keluhan utama: Tn. A mengatakan sudah 1 minggu belum buang air besar.
Pengetahuan, usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan: bertanya pada petugas panti tentang kondisi yang dialaminya.
Obatobatan:
-4 .
AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES MENUA) :
Perubahan nafsu makan : √
Masalah tidur : √
Kemampuan ADL : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada kondisi
Perubahan pigmen : √
Memar : √
Pola penyembuhan lesi : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada sistem integumen
3. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal : √
Pembengkakan kel limfe
: √
Anemia : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada sistem hematopoetic `
4. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : √
Pusing : √
Gatal pada kulit kepala : √
5. Mata
Ya Tidak
Perubahan penglihatan
: √
Pakai kacamata : √
Kekeringan mata : √
Nyeri : √
Gatal : √
Photobobia : √
Diplopia : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Tn. A merasa bagian matanya tidak nyaman saat berada pada cahaya yang terang
6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran : √
Discharge : √
Tinitus : √
Vertigo : √
Alat bantu dengar : √
Riwayat infeksi : √
Kebiasaan membersihkan telinga : √
Dampak pada ADL : Saat Tn. A tidak menggunakan alat bantu dengar, Tn. A tidak bisa mendengar
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan pada hidung sinus
8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : √
Kesulitan menelan : √
Lesi : √
Perdarahan gusi : √
Caries : √
Gigi palsu : √
Riwayat Infeksi : √
Pola sikat gigi : Tn. A menggosok giginya 2x sehari saat mandi KETERANGAN : Tn. A kurang dapat membedakan rasa makanan
sehingga Tn. A tidak pernah menghabiskan
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada leher
10. Pernafasan
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada sistem pernafasan
11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : √
Palpitasi : √
Dipsnoe : √
Paroximal nocturnal : √
Orthopnea : √ Perubahan nafsu makan : √
Massa : √
Jaundice : √
Perubahan pola BAB : √
Melena : √
Hemorrhoid : √
Pola BAB : Tn. A sudah 1 minggu tidak bisa buang air besar
13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : √
Frekuensi : 4-5 x sehari
Hesitancy : √
Urgency : √
Hematuria : √
Poliuria : √
Oliguria : √
Nocturia : √
Inkontinensia : √
Nyeri berkemih : √
Pola BAK : Normal, dengan warna kuning jernih
14. Reproduksi (laki-laki)
Ya Tidak
Lesi : √
Disharge : √
Testiculer pain : √ Testiculer massa : √ Perubahan gairah sex : √
Impotensi : √
Kelemahan otot : √
Masalah gaya berjalan : √
Nyeri punggung : √
Pola latihan : Tn. A kurang aktifdalam beraktivitas akibat kelemahan otot yang dialami Dampak ADL : Tn. A menjadi kurang gerak
KETERANGAN : Tn. A sering duduk-duduk saja, jarang mau melakukan latihan fisik bersama penghunni panti yang lain
16. Persyarafan
Masalah memori : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada sistem persyarafan
5. POTENSI PERTUMBUHAN PSIKOSOSIAL DAN SPIRITUAL :
Psikososial YA Tidak
Cemas : √
Depresi : √
Ketakutan : √
Insomnia : √
Kesulitan dalam mengambil keputusan
: √
Kesulitan konsentrasi : √
Persepsi tentang kematian : Tn. A menganggap bahwa kematian adalah hal yang wajar terjadi pada semua orang, Tn. A mempersiapkan diri dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dampak pada ADL
:-Spiritual
Aktivitas ibadah : Tn. A rajin sholat berjamaah dengan penghuni panti jompo yang lain
Hambatan :
-KETERANGAN :Tn. A mampu menjalankan fungsi spiritual dengan baik tanpa adanya hambatan
6. LINGKUNGAN :
Kamar: Kamar Tn. A terlihat bersih dan rapi
Kamar mandi : sudah sesuai dengan kondisi lansia. Lantainya
tidak licin, penerangan cukup dan ada pegangan di kamar mandi.
Dalam rumah.wisma : Wisma terlihat bersih, rajin dibersihkan oleh petugas wisma, penerangan cukup.
Luar rumah : Terlihat asri karena banyak pepohonan yang ditanam di luar wisma
7. ADDITIONAL RISK FACTOR
Riwayat perilaku (kebiasaan, pekerjaan, aktivitas) yang mempengaruhi kondisi saat ini :
Sejak muda, Tn. A kurang mau beraktivitas fisik seperti olahraga. Tn. A banyak menghabiskan waktu untuk menjalankan hobi membaca.
8. NEGATIVE FUNCTIONAL CONSEQUENCES
1. Kemampuan ADL : mampu menjalankan ADL dengan bantuan minimal.
3. Tes Keseimbangan :16 detik (risiko tinggi jatuh) 4. GDS :4 (tidak diindikasikan depresi) 5. Status Nutrisi :4 (moderate nutritional risk)
6. Fungsi social lansia : sering berbincang dengan lansia lain dalam wisma mengenai pengelaman-pengalaman pribadi.
7. Hasil pemeriksaan Diagnostik : No Jenis pemeriksaan
Diagnostik
Tanggal Pemeriksaan
Hasil
1. Kemampuan ADL 10 november 2017 90 (ketergantungan sedang)
2. MMSE 10 november 2017 27 (tidak ada gangguankognitif)
3. Tes keseimbangan (Time Up Go Test)
10 november 2017 14 detik (tidak risiko tinggi jatuh)
Lampiran
1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
No Kriteria Skor Skor
yang didapat 1 Makan 0 = tidak mampu
5 = dengan bantuan (memaotong makanan, mengoleskan selai , dll atau membutuhkan menu makanan tertentu, misal makana cair, bubur)
10 = mandiri (mengancingkan, memakai resleting, menalikan renda/tali)
10
4 Berhias 0 = butuh bantuan dalam perawatan pribadi 5 = mandiri (mencuci wajah. Keramas, gosok
gigi, bercukur)
5
5 Kontrol Bowel (BAB) 0 = inkontiensia/ membutuhkan bantuan enema untuk BAB
5 = sesekali BAB tidak sadar (occasional accident)
10 = Kontrol BAB baik
10
6 Kotrol Bladder (BAK)
0 = inkontiensia atau memakia kateter dan tidak mampu merawat kateter dan baik 5 = sesekali BAK tidak sadar (occasional accident)
10 = Kontrol BAK baik
10
7 Penggunaan toilet (mencuci, menyeka, menyiram)
0 = Tidak mampu
5 = butuh bantuan, tetapi bisa melakukan sesuatu dengan mandiri
10 = mandiri
10
8 Naik turun tangga 0 = Tidak mampu 5 = dengan bantuan 10 = mandiri
5
9 Mobilisasi di permukaan datar
0 = tidak mampu mobilisasi atau
berjalan/kursi roda < 45,72 m (50 yard) 5 = mandiri dengan kursi roda > 45,72 m (50
yard), mampu memosisikan kursi roda di pojok ruangan
10 = berjalan dengan bantuan 1 orang > 45,72 m (50 yard)
15 = berjalan mandiri (mungkin dengan bantuan alat, pegangan) sejauh > 45,72 m (50 yard)
10 Berpindah ( dari kursi ke tempat tidur dan sebaliknya
0 = tidak mampu berpindah, tidak dapat duduk dengan seimbang
5 = dengan bantuan lebih banyak (1 aau 2 orang yang membantu)
10 = dengan bantuan lebih sedikit 15 = mandiri
10
TOTAL SKOR 90
Interpretasi:
0-20 = ketergantungan total 21-60 = Ketergantungan berat 61-90 = ketergantungan sedang 91-99 = ketergantungan ringan 100 = mandiri
(Lewis, Carole & Shaw, Keiba, 2006) Kesimpulan : 90 (ketergantungan sedang)
MMSE (Mini Mental Status Exam)
Nama : Tn. A
Tgl/Jam: 10 november 2017 jam. 08.56 WIB
N
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar : Tahun : ... Hari :... Musim : ... Bulan : ... Tanggal :
2 Orientasi 5 5 Dimanasekarangkitaberada ? Negara: ……… Panti : ………
Propinsi: ………. Wisma/Kamar : …………
Kabupaten/kota :
……… 3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama obyek (misal : kursi,
piring, kertas), kemudian
ditanyakankepadaklien, menjawab : 1) Kursi 2). piring 3).
Kertas 4 Perhatiandankalku
lasi
5 4 Meminta klien berhitung mulai dari 100 kemudia kurangi 7 sampai 5 tingkat. Jawaban :
5 Mengingat 3 3 Mintaklienuntukmengulangiketigaobyekpad apoinke- 2 (tiappoinnilai 1)
1)……….. 2)……… 3) …………..
6 Bahasa 9 7 Menanyakan pada klien tentang benda (sambil menunjukan benda tersebut). 1). ...
2). ...
3). Minta klien untuk mengulangi kata berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi ) Klien menjawab :
Minta klien untuk mengikuti perintah berikut yang terdiri 3 langkah.
4). Ambil kertas ditangan anda 5). Lipat dua
6). Taruh dilantai.
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila aktifitas sesuai perintah yang dituliskan di kertas nilai satu poin.
7). “Tutup mata anda”
8). Perintahkan kepada klien untuk menulis kalimat dan
9). Menyalin gambar 2 segi lima yang saling bertumpuk
Total nilai 30 27 Tidak ada gangguan kognitif Interpretasihasil :
24 – 30 : tidakadagangguankognitif 18 – 23 : gangguankognitifsedang 0 - 17 : gangguankognitifberat
Kesimpulan : 27 (tidak ada gangguan kognitif)
2. Tes Keseimbangan Time Up Go Test
No Tanggal Pemeriksaan Hasil TUG (detik)
1. 10 november 2017 jam. 09.00 16
2. 10 november 2017 jam. 09.15 13
3. 10 november 2017 jam. 09.30 12
Rata-rata Waktu TUG 14
Interpretasi hasil Tidak risiko tinggi jatuh
Observasi gaya berjalan Tanpa alat bantu, lurus, namun agak lama
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
≤ 14 detik Tidak risiko jatuh >14 detik Risiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun waktu 6 bulan
3. GDS
Pengkajian Depresi
No Pertanyaan Jawaban
Ya Tdk Hasil 1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0 2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan
kesenangan
1 0 1
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0 8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1 7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0 8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 0 9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar
melakukan sesuatu hal
1 0 1
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan anda
1 0 0
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0 12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0 13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 0 14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0 15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 0
Jumlah 4
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam Gerontological Nursing, 2006)
Interpretasi :Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi Kesimpulan : 4 (tidak diindikasikan depresi)
4. Status Nutrisi
Pengkajian determinan nutrisi pada lansia:
No Indikators score Pemeriksaan
1. Menderita sakit atau kondisi yang
mengakibatkan perubahan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi
2 2
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0
3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 2
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum minuman beralkohol setiap harinya
2 0
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau giginya sehingga tidak dapat makan makanan yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk membeli makanan
4 0
7. Lebih sering makan sendirian 1 0
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi
minum obat 3 kali atau lebih setiap harinya 1 0
9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam enam bulan terakhir
2 0
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik yang cukup untuk belanja, memasak atau makan sendiri
2 2
Total score 4
(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam Introductory Gerontological Nursing, 2001)
Interpretasi:
0 – 2 : Good
3 – 5 : Moderate nutritional risk 6 ≥ : High nutritional risk
Kesimpulan : 4 (moderate nutritional risk)
5. Fungsi sosial lansia
APGAR keluarga dengan lansia
Alat Skrining yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi sosial lansia
NO URAIAN FUNGSI SKORE
1. Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman-teman) saya untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan saya
ADAPTATION 2
2. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman)saya membicarakan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan masalah dengan saya
PARTNERSHIP 2
3. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas / arah baru
GROWTH 1
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya mengekspresikan afek dan berespon terhadap emosi-emosi saya seperti marah, sedih/mencintai
AFFECTION 2
5. Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya meneyediakan waktu bersama-sama
Kategori Skor:
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab: 1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1 3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat 4 - 6 = Disfungsi sedang > 6 = Fungsi baik
TOTAL 8
3.3 Analisa data
No Data Fokus Masalah
1. DS:
- Tn. A sudah 1 minggu tidak bisa buang air besar.
- Tn. A mengalami kejadian seperti ini kurang lebih dalam 3 bulanterakhir - Minum sehari kurang lebih 1.000 cc - Tn. A mengaku Tn. A kurang aktif
dalam beraktivitas akibat kelemahan otot yang dialami.
- Tn. A kurang dapat membedakan rasa makanan sehingga Tn. A tidak pernah menghabiskan makanannya
- Tn. A mengatakan sudah 1 minggu belum buang air besar
DO:
- Klien tampak sedikit pucat
- Tn. A tampak sering duduk-duduk saja, jarang mau melakukan latihan fisik bersama penghunni panti yang lain
Risiko konstipasi fungsional kronis (00236)
2 DS:
- Tn. A kurang aktif dalam beraktivitas akibat kelemahan otot yang dialami - Tn. A mengaku kurang minat pada
aktivitas fisik (jogging, senam lansia, dsb)
- Tn A berpendapat jika olahraga tidak penting, lebih suka membaca koran DO:
- Tn. A tampak sering duduk-duduk saja, jarang mau melakukan latihan fisik bersama penghunni panti yang lain
Gaya hidup kurang gerak (00168)
3.4 Diagnosa Keperawatan
1. Risiko konstipasi fungsional kronis berhubungan dengan gaya hidup tidak aktif.
3.5 Intervensi
1. Risiko konstipasi fungsional kronis berhubungan dengan gaya hidup tidak aktif.
Outcomes:
Menggambarkan tindakan individu dalam meningkatkan atau memperbaiki kesehatan
Kriteria hasil :
1621 perilaku patuh: diet yang sehat
a. 162112 memakan sajian sayuran yang
direkomendasikan per hari b. 162111 memakan sajian
buah yang
direkomendasikan per hari c. 1621114Menyeimbangkan
antara intake output cairan
1632 Perilaku patuh: pada aktivitas yang disarankan
a. 163202 mengidentifikasi manfaat dari aktivitas fisik b. 163210 Berpartisipasi
dalam beraktivitas fisik sehari-hari
c. Memodivikasi aktivitas fisik seperti yang diarahkan oleh kesehatan professional
1633 Partisipasi dalam latihan a. 163307 menyeimbangkan
1. Konseling Nutrisi 2. Bina hubungan
terapeutik berdasarkan rasa percaya diri dan saling menghormati
aktivitas sehari – hari dengan olahraga b. 163308 Melakukan
olahraga secara teratur
lingkungan makan yang
menyenangkan 8. Atur makanan yang
sesuai dengan kesenangan klien
Terapi aktivitas 1. Pertimbangkan
kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas spesifik
2. Bantu klien untuk memilih aktivitas dan pencapaian tujuan melalui aktivitas yang konsisten dengan kemampuan fisik, fisiologis dan sosial 3. Bantu klien untuk
menjadwalkan waktu-waktu spesifik terkait dengan aktivitas harian
anggota panti yang lain)
2. Gaya hidup kurang gerak berhubungan informasi untuk meningkatkan, memlihara dan menjaga
kesehatan
Kriteria hasil :
1855 Pengetahuan gaya hidup sehat
a. 185517 Pentingnya aktif secara fisik
b. 185516 Manfaat olahraga teratur
Pendidikan kesehatan 1. Identivikasi faktor
internal atau kesehatan dan gaya hidup perilaku sehat saat ini
3. Tekankan manfaat kesehatan positif yang langsung (manfaat
berolahraga) bisa diterima oleh klien 4. Tekankan
pentingnya aktivitas fisik sehari – hari (jalan-jalan di pagi hari, menyapu, berkebun) sesuai kemampuan klien
4.1 Kesimpulan
Pada usia lanjut, masalah impaksi fekal merupakan masalah yang berasal dari subjek lansianya sendiri. Impaksi fekal biasanya karena kurang mengonsumsi serat, cairan cukup, dan kurang aktivitas olahraga teratur.
Perawat perlu berkolaborasi antara perawat, lansia itu sendiri dan keluarga untuk mengatasi masalah tersebut. Perawat perlu memperbaiki pola hidup pasien, modifikasi lingkungan, modifikasi aktivitas sehari-hari yang dapat dilakukan oleh lansia.
5.1 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu
Badan Pusat Statistik 2013. Profil Penduduk Lanjut Usia. Jakarta : Komnas Lansia
Herdman, H.T., Kamitsuru, S. 2015. Nanda Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi. Jakarta : EGC
Indriana, Yeniar. 2012. Gerontologi & Progeria : Pustaka Belajar Judith. 2009. Immobilisasi dan Instabilitas. Jakarta : EGC
Lukman dan Nurna Ningsih.2012. Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Maryam, Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Muhith, Abdul S.Y. 2016. Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarts : ANDI
Nugroho. (2008) Keperawatan Gerontologi. Edisi 3. Jakarta : EGC
Suratun, dkk.2008.Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.