Permasalahan Pangan di Jawa Barat ; antara peningkatan produksi dan masalah kerawanan pangan (sebuah Ironi)
Berdasarkan data yang dirilis Kementan, pencapaian produksi padi tahun 2010 Propinsi Jawa Barat menempati posisi pertama dengan jumlah produksi padi 11,65 juta ton, naik 2,89% dibanding tahun 2009 yang mencapai 11,32 juta ton. Dengan luas areal panen kurang lebih seluas 2 juta hektar. Pencapaian produksi padi Propinsi Jawa Barat hanya mampu di dekati oleh Jawa Timur yakni sebanyak 11,37 juta ton. Namun pencapaian produksi yang tinggi belum sepenuhnya menjamin mengatasi permasalahan kesediaan pangan khususnya beras bagi warga Jawa Barat. Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD) Propinsi Jawa Barat, bahwa ternyata masih terdapat beberapa daerah kab/kota yang masih berstatus rawan pangan bahkan sangat rawan.
Tabel.Luas panen, produksi dan produktivitas padi Jawa Barat 4 tahun terakhir
Tahun Luas Panen (ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ku/ha)
2006
1,798,260
9,418,572 52.38 2007 1,829,085 9,914,019 54.20 2008 1,803,628 10,111,069 56.06 2009 1,950,203 11,322,681 58.06 2010 2,008,573 11,650,160 58.00 Sumber : www.deptan.go.id
Meskipun secara umum wilayah Jawa Barat tergolong dalam katagori tahan dan sangat tahan (katagori 5 dan 6). Tetapi dibeberapa daerah kabupaten masih menyisakan lokasi‐lokasi yang tergolong cukup rawan (katagori 4), dan agak rawan (katagori 3). Bahkan ada 4 lokasi kabupaten yang yang memiliki kantong‐kantong daerah yang berada pada status rawan (katagori 2) dan sangat rawan (katagori 1). Berdasarkan peta kerawanan pangan yang dikeluarkan BKPD Prop. Jawa Barat tahun 2010, dari 25 kab/kota , ternyata 4 kabupaten masih menyisakan daerah‐daerah (kecamatan) yang tergolong rawan dan sangat rawan. Keempat kabupaten tersebut diantaranya ; kab.sukabumi, Kab.Cianjur, Kab.Cirebon dan Kab.Indramayu (lihat peta). Padahal kalau dilihat dari potensi SDA khususnya lahan pertanian sawah, keempat daerah kabupaten tersebut adalah daerah yang mempunyai tradisi sebagai daerah lumbung padi Jawa Barat. Terutama sekali Kab.Cianjur dan Cirebon, yang merupakan dua kabupaten yang mempunyai budaya pertanian padi yang baik.
Pertanyaannya apakah jumlah produksi yang 11,65 juta ton tidak mencukupi kebutuhan 38 juta warga Jawa Barat? Menurut hemat penulis hal ini bukan masalah produksi. Karena jika dihitung dengan angka produksi sebesar itu, setiap warga Jawa Barat akan memperoleh sekitar 307 kg gabah setara dengan 183 kg beras. Faktor lainnya yang dapat kita amati yaitu penyerapan alokasi raskin. Untuk tahun 2010 Jawa Barat telah menyalurkan 475,5 juta kilogram beras miskin, sementara itu untuk tahun 2011 alokasi raskin untuk Jawa Barat bertambah 5,56% menjadi 511,29 juta kilogram (Pikiran Rakyat/1 feb 2011). Mengapa jumlah produksi padi meningkat sedangkan disisi lain penyerapan raskin juga meningkat. Kemana sebenarnya angka produksi yang 11,65 juta ton tersebut. Masalah sebenarnya menyangkut aspek distribusi dan kemampuan pendapatan rumah tangga petani yang masih kurang memadai. Hal ini menjadi isyarat bahwa ternyata hasil panen yang dihasilkan oleh daerah (kabupaten) produsen gabah di Jawa Barat diangkut ke luar daerah. Dan digantikan dengan pengiriman raskin. Sehingga memunculkan gambaran bahwa lokasi daerah yang kurang lahan sawahnya khususnya perkotaan menjadi tahan pangan, sebaliknya daerah yang pedesaan menjadi rawan pangan. Kuat dugaan dalam hal ini adalah menyangkut aspek daya beli, masyarakat perkotaan mempunyai kemampuan lebih dalam memenuhi kebutuhan pangannya dibandingkan masyarakat pedesaan. Dengan kata lain peningkatan produksi padi hanya menjadi sebagian kecil bagian dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani. Peningkatan produksi padi belum menjadi senjata ampuh bagi petani untuk keluar dari lingkaran pemiskinan.
Penulis : Dandan Hendayana,SP (PPL Kec.Cijati‐Cianjur)
Sumber Referensi :
http://www.deptan.go.id
http://www.bkpd‐jabarprov.go.id