• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Karakter Berbasi Dan Pendidikan Karakter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pendidikan Karakter Berbasi Dan Pendidikan Karakter "

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KARAKTER MODEL SUKU SAMIN SUKOLILO

PATI

Abdulloh hamid

Abdulloh Hamid, Lahir di Pati, 28 Agustus 1985. Pendidikan D2 (2006) Wisudawan

Terbaik Program Diploma Dua Fakultas Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang; S1 (2009) Cumlaude

Fakultas Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus; Sekarang sedang menempuh S2 Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK) Konsentrasi ICT (Information Technology

and Communication) Universitas Negeri Yogyakarta; Aktif diberbagai konferensi baik

tingkat Regional, Nasional maupun Internasional, seperti The Second International

Conference on Islamic Media yang diselenggarakan oleh Muslim World League dan

Kementrian Agama Republik Indonesia di Jakarta, International Conference

Contemporary Islamic Ethics; Key Issues, Concerns and Challenges oleh ICRS (Indonesian Consotium for Religious Studies) Universitas Gajah Mada (UGM) dan

Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta; International Interfaith

Young Meeeting oleh Kementerian Pariwisata dan Indonesian Young Forum (IYF), International Islamic Youth Seminar oleh Arus Damai Singapura bekerjasama dengan

Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Menulis tentang :

Pendidikan Agama Islam dalam Tradisi Meron Sukolilo, STAIN Kudus. 2009. Pendidikan Kearifan Lingkungan Samin Sukolilo Pati. LPIR 2011. aktif sebagai tenaga

pendidik di SMP Negeri 1 Sukolilo Pati, dan bisa di hubungi di E-mail:

(2)

Abstrak

Ditengah globalisasi yang menghegemoni Suku Samin yang berada di Dukuh Bombong Desa Baturejo Kecamantan Sukolilo Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah mempunyai sesuatu yang unik dan menarik untuk diteliti dalam hal pendidikan karakter. Suku Samin ternyata memiliki nilai - nilai etika dan moral serta pendidikan tersendiri di dalam kehidupannya. Penelitian ini berusaha memahami serta menggali bentuk kearifan lokal sebuah karakter warga Samin dalam pendidikan. Selain itu penelitian ini juga

ingin meneliti kenapa sampai sekarang Suku Samin didaerah Bombong Baturejo Sukolilo Pati Jateng belum mau mengikuti pendidikan formal? Bagaimana ajaran-ajaran Suku Samin? Dan bagaimana pendidikan karakter model Suku Samin?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat field research dengan studi etnometodologi. Etnometodologi merupakan penelitian empirik tentang metode yang digunakan seseorang untuk memaknai dan sekaligus melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti berkomunikasi, mengambil keputusan dan penalaran, Kajian dalam etnometodologi fokus kajiannya menyempit sehingga tidak diperlukan kajian yang menyeluruh tentang obyek penelitian. Adapun teknik pengumpulan data melalui Observasi, Interview dan Dokumentasi.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter model Samin yaitu sikap jujur, Ojo dengki (jangan iri hati), Srei (menyakiti hati orang lain),

Panesten (gampang menuduh orang lain), Dahwe (membesar-besarkan persoalan), Kemeren (mudah iri dengan milik orang lain), Bedog – Colong - Petil - Jumput

(mencuri, korupsi), Nemu wae emoh (Menemukan sesuatu yang ada dijalan).

Kata Kunci : Pendidikan Karakter, Samin, kearifan lokal.

A. Pendahuluan

(3)

manusia membutuhkan pendidikan, dengan kata lain pendidikan adalah upaya humanisasi. Karena kekhasan manusia terletak pada adanya perasaan akal, hati nurani dan kemampuan beriman pada dirinya, maka pendidikan atau humanisasi haruslah menyentuh segi-segi yang khas pada manusia itu. Pendidikan tidaklah bermanfaat bila tidak meningkatkan kemampuan-kemampuan yang khas pada manusia tersebut (Al.Purwa Hadiwardoyo, 2000:81)

Dalam Undang – undang sistem pendidikan nasional (UU SISDIKNAS) Nomor 20 tahun 2003, juga membagi pendidikan menjadi tiga kategori, yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal, pendidikan Formal mencakup pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, sedangkan

pendidikan nonformal sebagai layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal. Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (UU Sisdiknas, 2007: 9-14)

(4)

mempunyai tanggung jawab atas pendidikan dasar warga Samin di Bombong Baturejo Sukolilo Pati Jawa Tengah.

Penelitian ini berusaha menggali kenapa sampai saat ini Suku Samin di Bombong Sukolilo Pati belum bisa menerima pendidikan formal (sekolah)? Padahal di sisi lain pemerintah mempunyai tanggung jawab atas pendidikan dasar mereka. Penelitian ini ingin menggali nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) Suku

Samin di Bombong Sukolilo Pati? Misalnya dalam menjaga, memelihara dan melestarikan lingkungan, Serta Bagaimana pendidikan karakter model suku Samin di Bombong Sukolilo Pati?

Penelitian ini juga berusaha mengisi celah kosong tentang hasil kajian dan

literatur yang membahas tentang pendidikan model Samin dan kehidupannya. Beberapa penelitian terdahulu tentang gerakan Samin, seperti karya Harri J. Benda-Lance Castles dalam bukunya The Samin Movement menjelaskan tentang sebab-sebab terjadinya gerakan perlawanan yang di pimpin oleh Samin Surosentiko sebagai perlawanan petani melawan kolonial Belanda, perlawanan ini dilakukan dengan cara menolak membayar pajak. Perlawanan yang di mulai dari daerah Blora pada 4 Februari 1907 dalam waktu yang relative singkat namun memiliki pengikut yang banyak, antara lain : Rembang, Tuban, Bojonegoro, Ngawi, Grobogan, Pati dan Kudus (Harry J. Benda, 1969:207-216).

Selain itu, Justus M. Van der Kroef dalam The Messiah in Indonesia and

Melanesia, menulis tentang perlawanan kaum Samin melawan kolonial Belanda

dengan imajinasi sosok Ratu Adil atau messiah dalam diri Samin Surasentika. (der Kroef, Justus M. Van, 1952:161-162), Viktor T. King dalam Same Observations on

the Samin Movement of Nort-Central Java : Suggestions for The Theoretical Analysis of The Dynamics of Rural Unrest. Dalam kajiannya membahas tentang

gerakan kaum Samin di Jawa Tengah bagian utara, untuk menganalisis perkembangan gerakan dengan pondasi ekonomi pada masyarakat bukan wilayah hutan. (Viktor T. King, 1973;457-481). A. Pieter E. Korver dalam bukunya The

Samin Movement and Millenarism Reviewed, mengkaji Samin dalam gerakan

millenarisme, sebagai identitas gerakan. (A. Pieter E. Korver, 1976;249-266). Takashi Shiraishi juga dalam Dangir’s Testimony: Saminism Reconsidered,

(5)

Genengmulyo, Juwana untuk membaca pengaruh Saminisme dibeberapa daerah di pesisir utara jawa. (Takashi Shiraishi, 1990;95-120). Bannedict Anderson (1996) dalam Gerakan Millenarialisme dan Saminis, dan Widodo (1997) dalam Samin in

The Order : The Politics of Encounter and Isolation. lebih menekankan kajian pada

kaum Samin pasca kemerdekaan. Serta bagaimana pergulatan kuasa-adat yang terjadi, seperti tampak juga dalam kajian tentang hak-hak minoritas yang dilakukan Uzair Ahmad (2007) dalam Politik Representasi dan Wacana Multikulturalisme

dalam Praktik Program Komunitas Adat Terpencil (KAT) Kasus Sedulur Sikep Bombong-Bacem.

Suripan Sadi Hutomo (1996) dalam Tradisi dari Blora, menulis tentang

tradisi yang ada di Blora, sebagian membahas tentang kehidupan warga Samin di Klopoduwur, Blora. Suripan menggambarkan secara jelas hasil penelitian dan pengamatannya terhadap penerus Samin Surasentika yang masih ada dikampung asalnya, selain itu, Suripan juga membahas tentang pola ucap, pola komunikasi dan permainan simbol yang ada di kaum Samin, serta analisis terhadap teks-teks penting yang menjadi pedoman kearifan warga Samin.

Selain itu, Moh Rosyid (2008) dalam Samin Kudus : Bersahaja di Tengah

Asketisme Lokal, melakukan riset terhadap kaum Samin di Undaan Kudus, Rosyid

berpendapat bahwa, masyarakat Samin dapat bergaul ramah dengan warga di sekitar lokasi tempat tinggalnya, akan tetapi masih memegang nilai-nilai prinsip dasar yang menjadi warisan dari leluhur, seperti agama adam dan pola komunikasi dengan anggota kelompok maupun di luar kelompok.

Dari beberapa penelitian tentang Samin yang terdahulu, sebagian besar berada pada domain historiografi, agama, budaya hingga politik penguasa atas komunitas adat, penelitian ini berusaha mengisi ruang kosong kejian tentang Samin dalam bidang pendidikannya, penelitian ini beda dengan penelitian yang sebelumnya, karena penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa sistem pendidikan Samin termasuk sistem informal, sedangkan penelitian ini lebih mendalam lagi tentang nilai-nilai kearifan lokal tentang pendidikan karakter model Samin Sukolilo Pati.

B. Metode Penelitian

(6)

research dengan studi etnometodologi. Etnometodologi merupakan penelitian

empirik tentang metode yang digunakan seseorang untuk memaknai dan sekaligus melaksanakan kegiatan sehari-hari seperti berkomunikasi, mengambil keputusan dan penalaran. (Alain Couloun, 2004:28)

Etnometodolog berusaha memahami bagaimana orang-orang melihat, menerangkan dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup. Kajian dalam etnometodologi fokus kajiannya menyempit sehingga tidak diperlukan kajian yang menyeluruh tentang obyek penelitian.(Lexy J. Moleong, 2007:24)

1. Penetapan Lokasi Penelitian

Pengikut ajaran Samin Surontiko yang ada di Desa Baturejo merupakan

yang paling banyak dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Pati, dan sebagai “pusat” komunitas Samin di Kabupaten Pati.

Untuk melakukan penelitian ini, penulis menetapkan 3 (tiga) keluarga sebagai informan, yaitu keluarga Gunarti (40 tahun), Gunretno (43), dan Mbah To (47), Suami Gunarti bernama Kukoh, dari perkawinannya ia mempunyai dua anak perempuan yaitu Heni (20 tahun) dan Niken (9tahun). Sedangkan Istri Gunretno bernama Tatik dan mempunyai 4 anak yaitu : Widianti (20 tahun), Widianto (12 tahun), Widianingrum (8 tahun) dan Widiarti 5 tahun).

Alasan memlilih keluarga ini sebagai informan karena mereka ini, telah terbiasa bergaul dengan masyarakat luas sehingga penelitian lebih mudah dilakukan. Untuk lebih melengkapi data penelitian, penulis menggunakan informan yang tidak menjadi anggota komunitas Samin, yaitu Kepala Desa, N u r y a n t o (49 tahun), Carik Desa, Suhardi (50 tahun), Tokoh Masyarakat, Ah. Yusuf (42 tahun), dan Kepala SD Negeri Baturejo 1, H. Ali Nazuli, S.Ag. sebagai orang yang tinggal dengan jarak terdekat dengan komunitas Samin. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang kehidupan masyarakat Samin dan untuk mengecek apakah informasi yang disampaikan oleh orang-orang Samin itu apakah sesuai atau tidak dengan kenyataan yang ada.

2. Pengumpulan Data

(7)

menggunakan beberapa teknik. Dengan demikian diharapkan data yang terkumpul akan saling melengkapi satu sama lain, tehnik tersebut antara lain: a. Observasi

Dalam obeservasi ini, penulis sebagai pengamat terhadap kegiatan yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari – hari di Dukuh

Bombong Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo Kab. Pati, karena rumah penulis hanya berjarak sekitar 3 kilometer dari lokasi penelitian, yaitu di Desa Kedungwinong Kec. Sukolilo Kab. Pati (Sebelah barat Desa Baturejo), Pengamatan dilakukan pada pagi sampai sore hari.

b. Wawancara

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang mendalam (indept interview) dan tidak terstruktur. Dalam proses ini penulis menggunakan alat bantu perekam guna memastikan akurasi data. Namun hal ini dilakukan dengan memerhatikan kenyamanan dan menjaga keterbukaan informan.

Untuk itu diperlukan verifikasi terhadap data yang telah diperoleh

dengan cara mengadakan wawancara dengan informan non-Samin. Informan ini menjawab pertanyaan dengan menggunakan bahasa Jawa Krama, hal ini biasa dilakukan kepada orang yang belum dikenal akrab meskipun umurnya lebih muda. Hasil wawancara dijadikan verbatim dan menjadi salah satu sumber primer dalam penelitian ini.

3. Sumber Data

Sumber data primer dalam penulisan ini diperoleh dari wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan dengan informan yang berasal dari orang Samin dan non-samin. Untuk menentukan informan sebagai sumber data (khusus informan Samin) dipilih orang yang sudah terbiasa bertemu dan bergaul dengan “orang-orang luar”, karena tidak semua

orang Samin dapat berkomunikasi dengan leluasa apabila berbicara dengan orang luar, mereka selalu waspada terhadap “tamu”, meskipun demikian mereka tetap ramah dalam menerima tamu.

Sedangkan untuk melengkapi penulisan penelitian, digunakan

(8)

sumber-sumber yang relevan sesuai dengan bahasan sebagai pendukung dalam analisis data.

C. Hasil dan Pembahasan

Dalam struktur social-keagamaan warga Sukolilo, khususnya di Desa Baturejo, sangat unik dan menarik, Islam merupakan agama terbesar, adapun organisasi masyarakat, Nahdhatul Ulama (NU) merupakan mayoritas, disusul oleh Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Rifaiyah juga beberapa penganut Islam-Kejawen. Selain itu ada juga pengikut Katolik, Kristen, Hindu dan Budha. Sebagian Tionghoa hidup di daerah ini, meski lebih banyak tinggal di kota

Pati, untuk menjalankan bisnisnya.

Di Desa Baturejo organisasi masyarakat yang dianut mempunyai masjid masing-masing, hingga tidak heran kalau dalam satu desa terdapat enam (6) masjid. Mereka hidup saling berdampingan karena sudah mempunyai wilayah masing-masing. Dalam suasana keagamaan yang seperti itu terdapat sekelompok komunitas Samin yang mengaku menganut agama Adam, hal tersebutlah yang menjadi salah satu alasan pentingnya penelitian tentang masyarakat Samin. Di Sukolilo, warga Samin bermukim di Dukuh Bombong, Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, mencapai ratusan kepala keluarga, jumlah terbesar dari kaum Samin pasca Samin Surasentika, yang bermigrasi dari Klopoduwur, Blora menuju Bojonegoro, Tuban, Rembang, Grobogan, Sukolilo (Pati), hingga Undaan (Kudus).

Desa Baturejo merupakan salah satu desa dari 16 desa yang berada di wilayah kecamatan Sukolilo. Sukolilo termasuk wilayah Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Wilayah kabupaten Pati memiliki luas 149.478 ha, terdiri dari 21 kecamatan, 5 kelurahan, dan 400 desa. Wilayah Pati sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Rembang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Blora dan Purwodadi, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Jepara.

Dalam sejarah Pati, wilayah Sukolilo merupakan tempat yang penting dalam pemberontakan Adipati Pragola Pati terhadap kerajaan Mataram Islam, hal itu

(9)

para prajurit Mataram yang dinamakan Talang Tumenggung dan Upacara Meron. Di kerajaan Mataram ada tradisi seba (menghadap) pada hari-hari yang telah ditentukan antara bupati-bupati dengan Raja Mataram. Seba merupakan tanda kesetiaan bawahan (abdi) untuk selalu setia melayani raja dan merupakan sesuatu yang penting dalam hubungan formal dengan antara atasan dan bawahan. Dalam salah satu paseban pasowanan Garebeg puasa pada tanggal 26 Juni 1927, Adipati Pati tidak hadir, ketidakhadirannya ini diartikan sebagai bentuk pembangkangan terhadap Mataram. (Soemarsaid Moertono, 1985:114-115)

Tindakan Adipati Pati tersebut menyebabkan Raja Mataram mengirimkan pasukan untuk memerangi Pati, peristiwa ini terjadi pada bulan

Rabiul Awal yang bertepatan dengan upacara tradisi Grebeg maulud (sekaten) dan pasukan tersebut sedang beristirahat di Sukolilo. Pada saat itulah mereka menyelenggarakan upacara grebeg di Sukolilo, yang sekarang dikenal dengan Tradisi Meron (Rame Teron). Dan upacara ini masih terus berlangsung hingga kini yang dilaksanakan pada tanggal 12 Rabiul Awal menurut kalender tahun jawa islam. Dan menjadi salah satu tujuan wisata budaya di Kabupaten Pati.

Sebagian besar wilayah Sukolilo merupakan pegunungan, Kecamatan Sukolilo terdiri dari 16 Desa yaitu: Desa Sukolilo, Kedungwinong, Wegil, Baleadi, Prawoto, Cengkal Sewu, Kasiyan, Kedumulyo, Gadudero, Pakem, Kuwawur, Sumbersoko, Tompe Gunung, Porang paring, Wotan dan Baturejo. (Badan Pusat Statistik (BPS) Pati, 2009:1) Untuk sampai di Desa Baturejo, transportasi yang digunakan adalah jasa tukang ojek, karena letaknya bukan di jalur utama Pati-Sukolilo, dan tidak ada alat transportasi umum yang masuk ke Desa tersebut yang letaknya kurang lebih 1 km dari jalur utama Pati-Sukolilo.

(10)

Agar dapat memahami Samin secara komprehensif, maka tidak ada salahnya mengetahui tentang asal usul Samin.

a) Sekilas Sejarah Samin

Gerakan Samin yang pada awalnya adalah gerakan melawan kolonial Belanda, setelah Belanda keluar dari Indonesia, gerakan ini terus berlanjut dan berkembang menjadi sebuah komunitas tersendiri, yang mempunyai ciri dan sikap hidup berbeda dengan masyarakat Jawa pada umumnya. Nama Samin diambil dari nama pemimpinnya yaitu Samin Surosentiko.

Orang-orang penganut ajaran Samin menggunakan bahasa jawa ngoko

Bagi mereka menghormati orang lain tidak dari bahasa yang di gunakan, melainkan sikap dan perbuatan yang ditunjukkan sedang bahasa mereka sering disertai sanepo (perumpamaan). Untuk memahami bahasa orang Samin diperlukan sikap hati-hati agar tidak terjadi salah tafsir.

Pada awalnya Belanda tidak memerhatikan gerakan Saminisme ini, namun lama kelamaan Belanda merasa terancam. Pada tahun 1905 pengikut ajaran Samin mulai mengubah cara hidupnya. Mereka menolak membayar pajak dan menolak mengandangkan sapi di kandang umum bersama-sama dengan orang desa lainnya, Cara hidup yang demikian membingungkan pamong desa. (Deden Fathurrahman, 1996:16)

(11)

Setelah Samin Surontiko ditangkap, ternyata tidak menyurutkan semangat pengikutnya. Justru dengan tertangkapnya Samin Surontiko, menjadi penyemangat bagi kelangsungan perjuangan mereka, seakan ajarannya tidak pernah mati. Bahkan pengikutnya tidak hanya di sekitar pegunungan Kendeng Utara dan Selatan, tetapi menyebar sampai ke Tuban, Lamongan, Madiun, Jember, Banyuwangi, Purwodadi, Pati, Rembang, Kudus, Brebes dan beberapa daerah lain. (Saroni Asikin, Suara Merdeka:17/3/04)

b) Ajaran-ajaran Samin

Pasca meninnggalnya Samin Surosentika, ternyata Ki Samin meninggalkan beberapa kitab diantaranya Serat Jamus Kalimosodo yang

terdiri atas beberapa buku, antara lain: Serat punjer kawitan, Serat pikukuh

kasajaten, Serat uri-uri pambudi, Serat jati sawit,Serat lampahing urip.

Dalam tradisi lisan masyarakat Samin, ada ucapan-ucapan yang sering dimunculkan dalam kehidupan yang ternyata memiliki ajaran nilai-nilai dari ajaran Saminisme yang dipegang teguh antara lain:

Agama iku gaman, adam pangucape, man gaman lanang,( Agama adam merupakan senjata hidup, agama itu sebuah pegangan untuk hidup di dunia).

Aja drengki, tukar padu, dahpen, kemeren, Aja Kutil jumput, bedhog, colong. (Janganlah mengganggu orang lain, jangan suka bertengkar, jangan iri hati, jangan suka mengambil hak orang lain).

Sabar lan trokal empun jrengki srei empun ngantos riya sapada, empun nganti pek pinek kutil jumput bedhog, colong. Nopo malih bedhog colong, nopo maleh milik barang, nemu barang teng dalan mawon kulo simpangi. (Berbuatlah sabar dan tawakal, janganlah mengganggu orang lain, janganlah sombong dengan sesama orang, janganlah mengambil barang milik orang tanpa seizin pemiliknya. Apalagi mencuri, apalagi mengambil barang, sedangkan menemukan barang yang tercecerpun harus dijahui.)

Wong urip kudu ngerti uripe, sebab siji digowo selawase.( Manusia hidup di dunia haruslah memahami kehidupannya, sebab hidup (sukma, roh) itu hanya sebuah dan dia pun akan abadi selamanya).

Wong enom mati uripe titip sing urip. Bayi uda nangis niku sukmo ketemu rogo. Dadi mulane wong iku mboten mati. Nek ninggal sandhang niku yo, kudu sabar lan trokal sing diarah turun temurun. Dadi ora mati nanging kumpul sing urip. Apik wong selawase sepisan dadi wong selawase dadi wong.

(Bila anak muda meninggal dunia, maka hidup (sukma, roh)-nya dititipkan pada sukma (roh) yang hidup, sewaktu bayi lahir (telanjang) dan menangis nger, hal itu pertanda bahwa sukma itu bertemu dengan raga (tubuh)-menanggalkan pakaiannya (salin sandhangan adalah istilah untuk kematian; Sandhangan. Bermakna tubuh atau badan manusia). Manusia hidup haruslah mengejar kesabaran atau tawakal terus menerus (walaupun berkali-kali berganti pakaian). Jadi sukma (roh) itu tak mati, melainkan berkumpul dengan sukma (roh) lainnya yang masih hidup. Sekali orang berbuat kebaikan, selamanya dia akan menjadi baik).

(12)

Pengucap saka lima bundhelane ana pitu lan pangucap saka sanga bundhalane ana pitu. (Pada zaman kolonial Belanda pembayaran pajak bukan di dasarkan pada kesukarelaan, tapi atas dasar paksaan ditentukan besarnya, sehingga orang-orang Samin tak mau membayarnya. Mereka tak senang. Memperbaiki jalan tak mau, mereka juga tak senang, Dikenai ronda malam juga ditolaknya. Lebih baik menjaga rumahnya sendiri. Berselisih pendapat dengan pemerintah kolonial Belanda dikenai kerja paksa. Dalam berbicara kita harus menjaga mulut kita. Hal ini diibaratkan bagi orang berbicara dengan angka lima yang berhenti pada angka tujuh dan dari angka sembilan berhenti pada angka tujuh juga. Jadi angka tujuh memegang peranan penting dalam pegangan, sebab angka ini terletak di tengah-tengah angka lima dan Sembilan).

Wit jeng Nabi kula lanang damel kula rabi tata-tata jeneng wedok pengaran sukini kukuhdemen janji buk bikah wes tak lakoni. Turun pangaran, sedulur lanang, sedulur wedok, salin sandhangan.

(Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin, (kali ini) mengawini seorang perempuan bernama Sukini, saya berjanji setia padanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua, Turun istilah anak: pengaran, istilah untuk nama orang, sedulur lanang artinya saudara laki-laki, sedulur wedok artinya saudara perempuan (mereka yang sudah diakui sebagai “sedulur” berarti mereka telah diakui sebagai warga seperguruan, salin sandhangan, istilah untuk kematian. (Suripan Hadi Hutomo, 1985:7)

Dari ajaran-ajaran yang telah disebutkan di atas, pada dasarnya pokok-pokok ajaran Samin adalah sebagai berikut. Pertama, agama adalah senjata

atau pegangan hidup. Kedua, jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati dan jangan suka mengambil milik orang. Ketiga, bersikap

sabar dan jangan suka mengambil milik orang. Keempat, bersifat sabar dan

jangan sombong. Kelima, manusia hidup itu harus mampu memahami

kehidupannya, sebab apa tujuan hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu dibawa abadi selamanya. Karena menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya menanggalkan pakaiannya. Yakni raga atau tubuhnya Keenam, bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur dan

saling menghormati.

Ciri-ciri orang Samin adalah tidak mau bersekolah, tidak memakai peci tapi iket, tidak memakai celana panjang tapi hanya celana selutut, tidak

berdagang dan menolak semua yang mengeksploitasi alam, karena alam adalah nafas hidup mereka, serta menolak kapitalisme.

Di dukuh Bombong Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo setelah penulis melakukan observasi, wawancara dan mencari data-data dokumen, memang tidak ada dalam catatan bahwa orang Samin Sukolilo (Sedulur Sikep) sampai sekarang melakukan hal-hal seperti yang bertentangan dengan ajaran di atas, hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh Bapak Nuryanto selaku Kepala Desa Baturejo. Hal senada di amini oleh Pak Yusuf selaku tokoh masyarakat.

(13)

Dalam masyarakat Samin di Bombong Sukolilo, masih banyak masyarakat Samin yang enggan bersekolah di pendidikan formal, walaupun ada hanya satu dua yang mau bersekolah. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Drs. H. Ali Nazuli selaku Kepala Sekolah SD Negeri Baturejo 01, hanya dua orang yang berasal dari Samin, walaupun di desa Baturejo terdapat tiga Sekolah Dasar Negeri dan satu Madrasah Ibtidaiyah, namun masyarakat samin masih enggan bersekolah.

Pendidikan model Samin menurut Gunarti Pendidikan bukanlah pendidikan yang berorientasi kepada dunia sekolah formal. Namun lebih kepada proses pembelajaran yang dialami anak dalam keluarga masyarakat

Samin (proses pendidikan dalam keluarga) atau bisa disebut dengan pendidikan informal, dalam upaya memperoleh pendidikan yang diberikan oleh bapak dan ibunya sendiri, dimana rumah tempat tinggal mereka berfungsi sebagai “gedung sekolah” dan orang tuanya berfungsi sebagai “guru”, sedangkan anak-anak dalam keluarga tersebut sebagai “anak didik” Dengan demikian proses pembelajaran yang diterima oleh “anak didik” tidak terikat oleh waktu dan dapat berlangsung sepanjang hari bahkan sepanjang malam.

Namun dalam pandangan masyarakat Samin tidak ada pembagian khusus antara suami istri dalam masalah pengasuhan anak, bagi mereka anak adalah tanggung jawab bersama, sehingga tidak ada pembagian yang jelas antar keduanya. Mereka bahu-membahu dalam mengasuh anak. Ketika anak itu masih kecil dan masih perlu Air Susu Ibu (ASI), maka yang dominan adalah ibu, namun demikian tidak menutup kemungkinan seorang bapak untuk ikut membantu mengasuh anak-anaknya yang masih kecil. hal ini terlihat dalam keluarga Gunretno yang bahu membahu dalam mengasuh anaknya yang masik kecil, Widiarti. Ketika sang istri sibuk di dapur maka sang istri meminta suami untuk menjaga anaknya yang masih kecil sampai pekerjaannya selesai.

Demikian pula dalam pekerjaan di sawah yang membutuhkan tenaga perempuan seperti matun, maka anggota keluarga yang perempuan akan

(14)

berhari-hari. Tanggung jawab orang tua terhadap anak dimulai sejak anak masih dalam kandungan hingga seorang anak sudah kawin (duwe rukunan).

Pada masyarakat Samin orang tua bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pendidikan turunannya, baik yang menyangkut masalah nilai-nilai yang telah menjadi keyakinannya sehingga menjadi anak yang baik dan mampu menjadi penerus keluarganya maupun yang menyangkut masalah ketrampilan sebagai bekal untuk kehidupannya kelak. Menurut Gunretno Pendidikan yang berlaku di masyarakat Samin adalah pendidikan seumur hidup, mereka tidak berhenti belajar meskipun sudah tua. Bagi orang yang sudah dewasa pendidikan dilakukan melalui dirinya sendiri dengan melihat kejadian- kejadian yang

dilaluinya, mereka melakukan instropeksi diri sebagai salah satu bentuk pembelajaran. Mereka memperlakukan turunan mereka dengan baik dan memberikan keleluasaan pada mereka untuk mengembangan dirinya asalkan tidak bertentangan dengan keyakinan yang mereka anut.

Pendidikan seumur hidup merumuskan suatu azas bahwa pendidikan merupakan proses yang kontinyu yang dimulai sejak seseorang itu lahir hingga meninggal dunia. Proses ini mencakup bentuk-bentuk belajar yang bersifat informal maupun formal baik yang berlangsung dalam keluarga, di sekolah, di tempat kerja, dan di masyarakat. (Hasbullah,2006:64)

Dari hasil wawancara dengan Gunarti, Anak-anak orang Samin tidak mempunyai cita-cita yang tinggi, mereka hanya ingin menjadi orang yang baik, tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk menjadi orang yang hebat seperti jadi presiden atau menteri bagi mereka sebuah jabatan adalah tanggung jawab yang harus dijaga secara benar, jika tidak mampu sama saja membohongi diri sendiri dan orang lain.

Adapun waktu dan materi pembelajaran anak-anak Samin adalah tidak terdapat jadwal secara khusus karena pendidikan mereka berlangsung di rumah dan di sawah, mereka dapat belajar kapanpun dan tidak terikat oleh waktu dan sesuai dengan kebutuhan. Dalam mendidik anak-anaknya mereka didasarkan atas pengalaman-pengalaman dari orang tua mereka masing-masing. Mereka menggunakan ilmu titen dan gethok tular dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

(15)

dengan orang lain yang berada diluar komunitasnya mereka akan menjawab ”setiap orang mempunyai kesenangan sendiri-sendiri”. Sekilas tujuan mereka adalah sederhana, namun jika dilihat lebih mendalam sebenarnya itulah hakekat sebuah kehidupan.

Materi pendidikannya dibagi dalam dua macam, pertama pendidikan

dalam keluarga (sosialisasi) yang berhubungan dengan tata cara hidup sebagai anggota komunitas Samin yang menyangkut tentang ajaran-ajarannya, prinsip hidup yang telah menjadi keyakinannya, dan kedua adalah ketrampilan.

Sebagai kurikulum dasar dalam penanaman nilai-nilai ajaran samin

adalah adalah ojo dengki, srei, panesten, dahwen, kemeren, bedhog, colong,

petil, jumput, nemu wae emoh, yang kemudian hal tersebut menjadi pedoman dalam hidupnya. Mereka percaya jika mereka melakukan apa yang telah menjadi keyakinan nenek moyangnya dengan baik, mereka akan dapat mengarungi hidup ini dengan tenteram. Pedoman tersebut mulai dikenalkan kepada anak ketika anak tersebut kira-kira berumur 4 tahun.

Kurikulum tersebut diterjemahkan dalam tindakan sehari-hari dan mengajarkan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Untuk menghindari tindakan pencurian, apabila ada orang menginginkan apapun (harta benda) akan diberikan meskipun orang tersebut bukan anggota komunitasnya, asalkan orang tersebut memberitahukan keinginannya. Dengan demikian masalah pencurian tidak terjadi.

Menurut penuturan Bap ak N u r yan t o s el ak u kepala desa B a t u r e j o , masyarakat Samin tidak pernah terlibat dalam urusan kejahatan atau merugikan orang lain. Hal senada di amini oleh Pak Yusuf selaku tokoh Masyarakat.

D. Simpulan

Masyarakat Samin terbentuk melalui proses yang cukup panjang dalam menghadapi kebijakan-kebijakan Belanda terhadap rakyat pribumi,

(16)

pribumi. Pemberlakuan pajak yang tinggi dan kerja paksa mengakibatkan kesengsaraan.

Latar belakang tersebut mempengaruhi kehidupan pengikutnya, salah satu pengaruh tersebut yang hingga masih berlangsung di Baturejo Sukolilo, adalah mereka tidak bersedia menyekolahkan anaknya di sekolah formal. Masalah pendidikan anak dilakukan di keluarga dan hanya keluarga yang berhak mendidik anak-anaknya. Sistem nilai yang ada tidak menghasilkan bentuk lembaga yang berfungsi sebagai kontrol terhadap prilaku anggota komunitas tersebut. kontrolnya bersifat intern dan bersumber dari hati nurani.

Pola pendidikan yang berlangsung di rumah merupakan bentuk pendidikan

informal. Pendidikan ini menitik beratkan pada pengalaman sehari-hari dengan materi disesuaikan dengan kebutuhan anak sebagai generasi yang akan melanjutkan ajaran Samin. Dalam proses ini anak sebagai anak didik dan orang tua sebagai guru atau tutor, disamping itu terdapat pula tutor sebaya (peer teaching). Dengan demikian anak menerima pewarisan nilai dari orang tua. Rumah dan sawah adalah tempat dilaksanakannya pendidikan, dan menggunakan alam sebagai media pembelajaran.

Di dalam pendidikannya Samin membentuk karakter anak turunnya dengan : sikap jujur, Ojo dengki (jangan iri hati), Srei (menyakiti hati orang lain), Panesten

(gampang menuduh orang lain), Dahwe (membesar-besarkan persoalan), Kemeren

(mudah iri dengan milik orang lain), Bedog – Colong - Petil - Jumput (mencuri,

korupsi), Nemu wae emoh (Menemukan sesuatu yang ada dijalan). Ajaran Samin

yang lain yaitu jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, Sabar, jangan sombong, hidup harus memahami kehidupannya, menjaga mulut serta menghormati orang lain.

Alangkah indah serta menarik nilai-nilai luhur yang mereka tanamkan kepada anak cucunya, walaupun mereka tidak bersekolah di pendidikan formal, namun dapat membentuk karakter-karakter luhur kepada generasi penerusnya. Pramoedya Ananta Tour, Penulis, Sastrawan serta sejarahwan besar di era awal kemerdekaan merupakan salah satu pengikut ajaran Saminisme ini. (Koh Young

(17)

Daftar Pustaka

A.Korver. 1976. “The Samin Movement and Millenarism”. Bidjdragen tot de Taal, Land en Volkenkunde 132. No:2/3, Leiden.

Anderson, Bennedict ROG. 1996. “Gerakan Millenarialisme dan Saminis,”

(Millenatialism movement and Saminism) in Bennedict Anderson (ed). Agama dan Etos Sosial di Indonesia. Bandung: Al ma’arif.

Asikin, Saroni, “Orang Samin di Sukolilo Pati (2), Urunan Hasil Panen Sebagai Ganti Pajak” dalam Suara Merdeka, kamis, 18 Maret2004, Http://www.suaramerdeka.com.harian/0403/18/nas7.htm diakses tanggal 10 Maret 2012.

Benda, Harry J. dan Lance Castles. 1969. “The Samin Movement,” Bijdragen tot de Taal-land-en Volkenkunde, (‘sGravenhage-Martinus Nijhoff ), jilid 125.

Coulon, Alain, 2004. Etnometodologi. (terjemahan Jimmy Ph. PAÄT), Mataram:

Yayasan Lengge.

Hasbullah. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hutomo, Suripan Sadi. 1996. Tradisi dari Blora. Semarang: Penerbit Citra Almamater.

Hutomo, Suripan Sadi. 1985. Samin Surontika dan Ajaran-ajarannya. Jakarta: Majalah

Basis Januari.

King, Victor T. 1973. The Samin Movement of North-central Java. Bijdragen Tot de taal; land-en Volkenkunde Deel 129, ‘S-Gravenhage- Maetinus Nijhoff, Koh Young Hun. 2011. Pramoedya Menggugat: Melacak Jejak Indonesia. Jakarta:

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Rosyid, Moh. M.Pd. 2008. Samin Kudus: Bersahaja di Tengah Asketisme Lokal

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sastroatmojo, R.P.A Soerjanto. 2003. Masyarakat Samin Siapakah Mereka? Jogjakarta: Penerbit Narasi.

Shiraishi, Takashi. 1990. Dangir’s Testimony: Saminism Reconsidered. Source: Indonesia, Vol 50. 25th Anniversary Edition.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Uzair Ahmad. 2007. “Politik Representasi dan Wacana Multikulturalime dalam Praktik Program Komunitas Adat Terpencil (KAT) Kasung Komunitas Sedulur Sikep Bombong-Bacem.” In Hak Minoritas Dilema Multikulturalisme di Indonesia. Jakarta: Yayasan Tifa.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,dan dokumentasi dengan cara

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun sistematika data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain dengan

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan

Analisis data dilakukan untuk menganalisis hasil wawancara yang telah dilakukan, data-data hasil observasi dan dokumen atau sumber data pendukung tentang pendidikan karakter

Analisis data kualitatif merupakan upaya untuk mencari dan menata secara sistematis catatan-catatan hasil observasi, wawancara, studi kepustakaan, guna memperdalam pemahaman

Pengumpulan data dilaksanakan dengan teknik angket, observasi, wawancara dan dokumen untuk mendapatkan data tentang pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran pada

dari observasi peneliti dan wawancara dengan orang yang menjadi informan. Sedangkan data non manusia adalah dokumen-dokumen berupa catatan,.. rekaman gambar atau foto

Pada tahap prapenelitian, peneliti melakukan observasi, wawancara, dan mencari data dokumen untuk mendapatkan informasi mengenai pembelajaran khususnya muatan