• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan

hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul dosa-dosa terbesar

ke tiga yaitu “ Zina “. Pada makalah ini kami banyak mengambil dari berbagai sumber dan

refrensi dan pengarahan dari berbagai pihak .oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami

mengucapkan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan makalah ini.

Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk

itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan

laporan ini.

Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat

bermanfaat untuk semua pihak yang membaca…

Mataram, April 2010

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... 1

KATA PENGANTAR... 2

DAFTAR ISI... 3

BAB I PENDAHULUAN

A.

Sepuluh Dosa-dosa terbesar dalam Islam ... 4

B.

Penegasan Islam Tentang Zina... 5

BAB II PEMBAHASAN

(2)

3.

Hukuman Bagi Orang Yang Melakukan zina... 8

4.

Permasalahan zina di sekitar kita... 9

5. Penyebab maraknya perzinahan... 10

6. Solusi permasalahan zina... ... 11

BAB III KESIMPULAN

………. 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Sepuluh Dosa-Dosa Terbesar Dalam Islam

Agama Islam adalah suatu sistem nilai yang paling mapan dalam sejarah agama di dunia.

Dalam menjalani kandungan ajaran tersebut maka Allah SWT telah menjanjikan dua hal sebagai

balasan atas apapun yang menjadi tindakan umat manusia. Pahala (balasan baik) adalah bagi

mereka yang beramal shalih. Dan dosa (balasan buruk) akan berbuah siksa bagi mereka yang

melakukan tindak kemaksiatan. Kedua konsekuensi tersebut adalah bukti bagi ke-Maha Adilan

Allah

SWT

.

Bagi umat Islam setidaknya terdapat sepuluh aktivitas yang menjadi larangan utama. Adapun

balasan bagi semua dosa hanyalah satu, yaitu siksa yang sangat pedih. Neraka adalah suatu

lembah isolasi bagi mereka yang berdosa di dalam hidupnya. Neraka adalah mimpi buruk bagi

setiap manusia yang berlumuran dosa. Dan mereka abadi didalamnya.

Syaikh Imam Hafizh Syamsudin al-Dzahabi rahimahullah di dalam kitabnya

Al-Kabaa’ir telah menyebutkan rating dosa-dosa di dalam agama Islam. Beliau memetakan urutan

dosa-dosa yang utama tersebut sebagaimana deskripsi berikut ini:

(3)

4. Meninggalkan Shalat.

5. Menahan Penunaian Zakat.

6. Tidak Berpuasa Ramadhan Tanpa Adanya Udzur.

7. Tidak Melakukan Haji dalam Kecukupan Harta.

8. Durhaka kepada Kedua Orang Tua.

9. Bersengketa dengan Kerabat.

10. Berzina.

B.

Penegasan Islam Tentang Zina

Ayat-ayat Al-Qur’an dibawah ini merupakan hukum yang menyatakan

secara tegas bahwa islam mengharamkan zina.

1.

“(Ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum

yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu selalu

mengingatinya”.(QS. An-Nur : 1)

2.

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari

keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu

untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akherat, dan

hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang

yang beriman”.(QS. An-Nur : 2)

3.

“Laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan

yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang

berzina, atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang

mu’min” .(QS. An-Nur : 3)

4.

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak

(4)

5.

“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi

beriman (berbuat zina), mereka kena la’nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang

besar”(QS. AN-Nur : 23)

6.

“Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak

baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah

untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).

Mereka (yang di tuduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka

ampunan dan rezki yang mulia (yaitu surga)” .(QS. An-Nur : 26)

7.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.

Dan suatu jalan yang buruk”.(QS. Al-Isra : 32)

BAB II

PEMBAHASAN

A.

PENGERTIAN

Zina (

انزلا

) adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan seorang

perempuan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syarak (bukan pasangan suami isteri) dan

kedua-duanya orang yang mukallaf, dan persetubuhan itu tidak termasuk dalam takrif

(persetubuhan yang meragukan). Jika seorang lelaki melakukan persetubuhan dengan

seorang perempuan, dan lelaki itu menyangka bahawa perempuan yang disetubuhinya itu

ialah isterinya, sedangkan perempuan itu bukan isterinya atau lelaki tadi menyangka bahawa

perkahwinannya dengan perempuan yang disetubuhinya itu sah mengikut hukum syarak,

sedangkan sebenarnya perkahwinan mereka itu tidak sah, maka dalam kasus ini kedua-dua

orang itu tidak boleh didakwa dibawah kes zina dan tidak boleh dikenakan hukuman hudud,

kerana persetubuhan mereka itu adalah termasuk dalam wati’ subhah iaitu persetubuhan

yang

meragukan.

(5)

Subhanahu

Wa

Ta’ala

yang

bermaksud:

“ Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, hendaklah kamu sebat tiap-tiap

seorang dari kedua-duanya 100 kali sebat, dan janganlah kamu dipengaruhi oleh perasaan

belas kasihan terhadap keduanya dalam menjalankan hukum Agama Allah, jika benar kamu

beriman kepada Allah dan hari Akhirat, dan hendaklah disaksikan hukuman siksa yang

dikenakan kepada mereka itu oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”. (Surah

An- Nur ayat 2)

B.

PENGGOLONGAN

ZINA TERBAGI MENJADI DUA :

1. ZINA MUHSAN

Yaitu lelaki atau perempuan yang telah pernah melakukan persetubuhan

yang halal (sudah pernah menikah) .

Perzinaan yang boleh dituduh dan didakwa dibawah kesalahan Zina Muhsan

ialah lelaki atau perempuan yang telah baligh, berakal, merdeka dan telah

pernah berkahwin, iaitu telah merasai kenikmatan persetubuhan secara

halal.

2. ZINA BUKAN MUHSAN

Yaitu lelaki atau perempuan yang belum pernah melakukan persetubuhan

yang halal (belum pernah menikah).

(6)

C.

HUKUMAN BAGI ORANG YANG MELAKUKAN ZINA

1.

Seseorang yang melakukan zina Muhsan, sama ada lelaki atau perempuan wajib

dikenakan keatas mereka hukuman had (rejam) Yaitu dibaling dengan batu yang

sederhana besarnya hingga mati. Sebagaimana yang dinyatakan di dalam kitab I’anah

Al- Thalibin juzuk 2 muka surat 146 yang bermaksud :

”Lelaki atau perempuan yang melakukan zina muhsan wajib dikenakan keatas mereka

had (rejam), iaitu dibaling dengan batu yang sederhana besarnya sehingga mati ””.

2. Seseorang yang melakukan zina bukan muhsan sama ada lelaki atau perempuan wajib

dikenakan ke atas mereka hukuman sebat 100 kali sebat/cambuk dan di buang keluar

negeri/diasingkan selama setahun sebagaimana terdapat di dalam kitab Kifayatul Ahyar

juzuk 2 muka surat 178 yang bermaksud :

”Lelaki atau perempuan yang melakukan zina bukan muhsin wajib dikenakan keatas

mereka sebat 100 kali sebat dan buang negeri selama setahun””.

3. Perempuan-perempuan yang dirogol atau diperkosa oleh lelaki yang melakukan perzinaan

dan telah dukung dengan bukti –bukti yang diperlukan oleh hakim dan tidak

menimbulkan sebarang keraguan dipihak hakim bahawa perempuan itu dirogol dan

diperkosa, maka dalam kasus ini perempuan itu tidak boleh dijatuhkan dan dikenakan

hukuman hudud,dan ia tidak berdosa dengan sebab perzinaan itu.

4.

Lelaki yang merogol atau memperkosa perempuan melakukan perzinaan dan telah

ditetapkan kesalahannya dengan bukti – bukti dan keterangan yang dikehendaki oleh

hakim tanpa menimbulkan keraguan dipihak hakim, maka hakim hendaklah

menjatuhkan hukuman hudud keatas lelaki yang merogol perempuan itu, iaitu wajib

dijatuhkan dan dikenakan ke atas lelaki itu hukuman rejam dan sebat.

(7)

D.

PERMASALAHAN ZINA DI SEKITAR KITA

Media elektronik seperti televisi, internet, CD player, komputer dan sebagainya termasuk

menjadi sebab utama krisis moral bangsa ini. Teknologi telah disalah gunakan. Pornografi

dan pornoaksi sangat mudah diakses di internet. Tontonan film dan sinetron yang tidak

syar’i dan tidak mendidik menghiasi chanel televisi kita. VCD/DVD porno beredar

dimana-mana.

Menjamurnya buku dan bacaan cabul sangat efektif menghancurkan moral pembacanya,

baik novel, komik, maupun majalah yang mengandung pornografi dan pornoaksi. Semua

sarana ini menjurus terjadinya zina.

Pergaulan bebas di sepanjang jalan protokol ibu kota negeri syariat dengan dalih makan

burger ikut mewarnai maksiat malam di lingkungan kita. Kafe-kafe yang menjamur tanpa

ada pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan yang non muhrim. Sementara

Pemerintah hanya diam saja menjadi penonton budiman tanpa ada tindakan tegas, seakan

“mengamini” kondisi maksiat ini.

Tidak peduli, baik pelaku zina itu berstatus suami atau istri, mahasiswa, pejabat, dan

sebagainya. Perbuatan zina nekad dilakukan hanya untuk memuaskan nafsu birahi sesaat.

Anehnya, pelaku maksiat ini masih berkeliaran di sekitar kita dengan tenang tanpa ada

sanksi yang tegas terhadap mereka. Dengan dalih suka sama suka, merekapun terbebas dari

jeratan hukum KUHP yang merupakan produk hukum kolonial Belanda.

Hal ini dapat berefek negatif terhadap imej orang luar tentang penerapan syariat itu sendiri,

dan membuka celah bagi orang “anti syariat” untuk menyerang syariat. Padahal yang salah

adalah oknum (orang)nya, bukan sistem syariat yang berorientasi mendatangkan

kemaslahatan bagi manusia dan menghilangkan kemudharatan dalam konteks individu

maupun sosial.

(8)

Banyak faktor yang menyebabkan maksiat ini “tumbuh subur” di negeri kita ini. Faktor

yang utama adalah lemahnya Iman masyarakat saat ini. Krisis iman ini disebabkan kita telah

jauh dari pendidikan dan pengamalan nilai-nilai Islam. Pendidikan kita selama ini, sejak usia

dini sampai tingkat universitas telah membentuk paradigma bahwa dunia adalah

segala-galanya, tanpa ada prioritas terhadap agama (iman) dan moral (akhlak). Kita dididik untuk

berlomba-lomba mengejar kemewahan dunia (harta, pangkat dan jabatan). Padahal Allah

Swt telah mengingatkan kita:

“Dan apa saja (kekayaan, jabatan dan keturunan) yang diberikan kepadamu, maka itu

adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya, sedang apa yang di sisi Allah adalah

lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti? (QS. Al-Qashah: 60).

Selain itu, faktor media elektronik seperti televisi, internet, CD player, komputer dan

sebagainya termasuk menjadi sebab utama krisis moral bangsa ini. Teknologi telah disalah

gunakan. Pornografi dan pornoaksi sangat mudah diakses di internet. Tontonan film dan

sinetron yang tidak syar’i dan tidak mendidik menghiasi chanel televisi kita. Begitu juga

VCD/DVD porno beredar dimana-mana. Media cetakpun memberi andil yang besar

terhadap pemikiran dan moral pembaca. Menjamurnya buku dan bacaan cabul sangat efektif

menghancurkan moral pembacanya, baik novel, komik, maupun majalah yang mengandung

pornografi dan pornoaksi. Semua sarana ini menjurus terjadinya zina.

Selain itu, kita sendiri telah memberikan peluang untuk maksiat ini. Kita membiarkan

remaja kita (yang belum menikah) berkhalwat dengan pacaran, jalan dua-duaan, dan

berboncengan motor. Pergaulan bebas di sepanjang jalan protokol ibu kota negeri syariat

dengan dalih makan burger ikut mewarnai maksiat malam di negeri ini. Kafe-kafe yang

menjamur tanpa ada pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan yang non

muhrim. Pakaian para wanita pun mengundang birahi lawan jenisnya (ketat, tipis dan

nampak aurat). Sementara Pemerintah hanya diam saja menjadi penonton budiman tanpa

ada tindakan tegas, seakan “mengamini” kondisi maksiat ini.

(9)

Islam adalah agama fitrah yang mengakui keberadaan naluri seksual. Di dalam Islam,

pernikahan merupakan bentuk penyaluran naluri seks yang dapat membentengi seorang

muslim dari jurang kenistaan. Maka, dalam masalah ini nikah adalah solusi jitu yang

ditawarkan oleh Rasulullah saw sejak 14 abad yang lampau bagi gadis/perjaka.

Selain itu, penerapan syariat Islam merupakan solusi terhadap berbagai problematika moral

ini dan penyakit sosial lainnya. Karena seandainya syariat ini diterapkan secara kaffah

(menyeluruh dalam segala aspek kehidupan manusia) dan sungguh-sungguh, maka sudah

dapat dipastikan tingkat maksiat khalwat, zina, pemerkosaan dan kriminal lainnya akan

berkurang drastic, seperti halnya di Arab Saudi. Survei membuktikan, kasus kriminal di

Arab Saudi paling sedikit di dunia.

Orang tua pun sangat berperan dalam pembentukan moral anaknya dengan memberi

pemahaman dan pendidikan islami terhadap mereka. Orang tua hendaknya menutup peluang

dan ruang gerak untuk maksiat ini dengan menyuruh anak gadisnya untuk berpakaian syar’i

(tidak ketat, tipis, nampak aurat dan menyerupai lawan jenis). Memberi pemahaman akan

bahaya pacaran dan pergaulan bebas. Dalam konteks kehidupan masyarakat, tokoh

masyarakat dapat memberikan sanksi tegas terhadap pelaku zina sebagai preventif

(pencegahan). Jangan terlalu cepat menempuh jalur damai “nikah”, sebelum ada sanksi

secara adat, seperti menggiring pelaku zina ke seluruh kampung untuk dipertontonkan dan

sebagainya. Selain itu, majelis ta’lim dan ceramah pula sangat berperan dalam mendidik

moral masyarakat dan membimbing mereka.

Begitu pula sekolah, dayah dan kampus sebagai tempat pendidikan secara formal dan

informal mempunyai peran dalam pembentukan moral pelajar/mahasiwa. Dengan diajarkan

mata pelajaran Tauhid, Al-Quran, Hadits dan Akhlak secara komprehensif dan

berkesinambungan, maka para pelajar/mahasiswa diharapkan tidak hanya menjadi seorang

muslim yang cerdas intelektualnya, namun juga cerdas moralnya (akhlaknya).

(10)

ada tindak pemblokiran situs-situs porno sebagaimana yang diterapkan di Negara Islam

lainnya seperti Arab Saudi, Iran, Malaysia dan sebagainya.

Pemerintah hendaknya bersungguh menegakkan syariat Islam di Bumi Serambi Mekkah ini,

dengan membuat Qanun-Qanun yang islami, khususnya Qanun Jinayat (hukum pidana)

dengan sanksi yang tegas, demi terciptanya keamanan, kenyamanan dan ketentraman di

negeri ini. Di samping itu, konsep pendidikan Islami mesti segera dirumuskan dan

diterapkan. Sebagai solusi atas kegagalan dan kelemahan sistim pendidikan selama ini yang

tidak mendidik moral generasi bangsa. Tidak ada pilihan lain, pendidikan Islami sudah

menjadi pilihan dan priotitas seperti yang diamanatkan dalam renstra Qanun pendidikan

untuk segera diterapkan dan juga merupakan solusi terhadap permasalahan moral generasi

bangsa

BAB III

KESIMPULAN

1.

Dalam agama islam

Allah SWT telah menjanjikan dua hal sebagai balasan atas

apapun yang menjadi tindakan umat manusia. Pahala (balasan baik) adalah bagi

mereka yang beramal shalih. Dan dosa (balasan buruk) akan berbuah siksa bagi

mereka yang melakukan tindak kemaksiatan.

2.

Di dalam al-qur’an Allah SWT banyak berfirman dan menjelaskan tentang larangan

zina.

3.

Zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan seorang

perempuan tanpa nikah yang sah menurut hukum islam. Zina dibagi dua yaitu zina

muhsan dan bukan muhsan.

(11)

5.

Faktor utama maraknya zina adalah lemah iman di Negara kita ini, serta pengaruh

kemajuan teknologi.

6.

Cara mencegah zina yang paling utama adalah menyegrakan menikah bagi yang sudah

mampu,serta dengan mengembangkan syariat islam di negeri ini.

DAFTAR PUSTAKA

http://alislamu.com/content/view/326/22/

http:

//

repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/1673.pdf

http://www.icrawl.org/4319731991-pengertian-dan-hukum-zina

http://www.harian-aceh.com/fokus/1824-maraknya-zina-di-negeri-syariat.html

Prof.Dr.M.Mutawalli Asy-Sya’rawi. 2000.

Dosa Dosa Besar

. gema insane press. Jakarta.

USt. Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz S. 2002.

Fiqih Islam Lengkap pedoman hukum ibadah umat

islam dengan berbagai permasalahannya

. Terbit terang. Surabaya

Diposkan oleh Edho Haqiem di 05.29 Tidak ada komentar:

Fiqh (Pembahasan Zina)

Bab I

PENDAHULUAN

(12)

haram saja susah setengah mati, apalagi yang halal”. Stetemen seperti ini tentunya bukan Cuma asal ada atau muncul begitu saja tetapi ini berdasarkan fakta dilapangan yang faktornya kalau boleh pemakalah sajikan dalam makalah ini adalah karena sultinya lapangan kerja dengan kata lain sulitnya ekonomi. Apa korelasinya stetemen di atas dengan judul makalah? Yaitu satu-satunya jalan untuk memenuhi

kebutuhan kehidupan adalah dengan menjual diri baik dari kaum perempuan maupun laki-laki. Padahal al-Qur’an dan hadits sangat antusias dengan perbuatan ini. Dalam ilmu fikih dikenal “hifdzul nasl”. Sehingga zina (pelacuran) ada di urutan ke dua setelah pembunuhan.

semoga makalah ini bisa sedikit menyumbang keilmuan teman-teman mahasiswa. Dan pemakalah sangat berharap saran dan kritikannya untuk membangun keintelektualan pemekalah karena pemakalah sadar akan kekurangan dan kehilafan.

Bab II

Pokok Masalah

a. Tinjauan Dari Agama

Agama adalah suatu ajaran yang menjadi pedoman bagi pemeluknya untuk menjalankan kehidupan. Dalam gerak gerik pola hidup orang, agama sangat berperan penting untuk membimbing ke jalan yang benar. Agama sudah menyajikan langkah-langkah atau aturan-aturan yang mana seseorang bisa memilihnya. Ada yang bersifat wajib, haram, sunah, makruh, dan mubah. Di sinilah letak pentingnya agama. Manusia tidak akan tentram hidupnya tanpa adanya agama.

Agama sudah memberi rambu-rambu terhadap perbuatan-perbuatan yang di anggap hina. Semisal : pembunuhan, zina, qazf, sariqah, hirabah, al-bagyu (pemberontakan), minum khamr, dan riddah. Dalam kesempatan ini kita fokus pada masalah zina. Yang bahasa populernya adalah pelacuran. Banyak

(13)

pernyataan diatas, kita bisa menarik kesilmpulan bahwa factor utama kenapa mereka berprofesi sebagai pelacur adalah karna minilnya pengetahuan ajaran agama. seandainya agama benar-benar dijadikan satu-satu jalan untuk keluar dari belenggu setan, insyaallah hal yang demikian tiudak akan pernah ada. Suatu contoh yang tidak asing lagi dalam telinga kita adalah pejabat-pejabat, konglomerat-konglomerat bahkan sopir-sopir truk banyak membeli jasa kehormatan. Ini sudah membuktikan bahwa factor utama adalah minimnya pengetahuan tantang ajaran agama.

b. Tinjauan Dari Ekonomi

Ekonomi adalah alat untuk mendapatkan semua apa yang kita inginkan. Meski tidak semua nya dengan ekonomi. Tapi ekonomi sangatlah penting bagi kelangsungan kehidupan. Pengalaman yang tidak pernah kita lupakan sebagai kenangan yang suram yaitu pada tahun 1998. Presedin yang dictator dan otoriter. Tapi bapak ekonomi itu bisa di tumbangkan tidak lain karena krisis ekonomi. Kalau kita lihat zaman sekarang hususnya di Indonesia, sangat sulit dapat pekerjaan, minimnya SDM itu semua karena perekonomian Negara kita sangat rendah. Dan inilah yang menjadi pemicu utama kenapa orang-orang yang tidak segan lagi menjual harga dirinya lebih ironisnya lagi menjual anaknya sendiri. Inilah tugas kita hususnya pemerintah setidaknya meminimalisir kemungkaran (pelacuran, perdagangan manusia). Bahkan Negara kita ini dapat predikat ke tiga setelah Amerika dan Meksiko dalam pelacuran (dolli). Memang profesi sebagai PSK/GIGOLO dapat mendapatkan uang dengan sekejap bahkan samapai ratusan juta dalam semalam, tapi itu sifatnya hanya semantara.

c. Tinjauan dari social.

Social adalah sekumpulan individu-individu yang menjadi satu elemen yang satu dengan yang lain saling membutuhkan. Dalam masyarakat ada aturan yang tertulis dan tidak tertulis. Aturan yang tidak tertulis adalah aturan dari masyarakat yang ada dalam hati nurani merek masing-masing, yang apabila satu di antara mereka melakukan hal yang tidak pantas dalam kehidupan bermasyarakat maka akan dikucilkan dan hidupnya terhina dalam mata masyarakat.

Pelacuran adalah aha yang hina dan sacral dalam kehidupan social. Oleh karenanya masyarakat tidak sudi di tengah-tengah mereka ada yang melakukan hal demikian. Biasanya orang akan melarikan dirinya ke dunia pelacuran tersebut karena dalam kehidupannya di diskriminasi oleh lingukungannya. Tidak mendapat perhatian dalam sebuah kehidupan.

d. Tinjauan Dari Ilmu Kedokteran

(14)

Baba III

PEMBAHASAN ZINA a. Definisi Zina

Zina adalah hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah dan dilakukan dengan sadar serta tanpa adanya unsur subhat. Dalam kitab al bajuri zina adalah hubungan jenis kelamin (masuknya kelamin baik semua maupun hanya helmnya dalam farji) antara perempuan dan laki-laki. Kalau hubungannya sudah nikah maka disebut zina muhshon. Tapi kalau belum nikah maka disebut ghiru muhshon.

Dan masih bayak definisi yang lainnya.

b. Sumber-Sumber Hukumnya

Nash-nash tentang hukuman zina secara tegas dan jelqas dinyatakan dalam al-Qur’an dan As-Sunah. Dalam al-Qur’an :

    

Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk. (QS.Al-Isra’:32)

Dalam hadis disebutkan yang artinya :

Dari Ubadah ibn Ash-Shamit ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw. Ambillah dari padaku, ambillah daripadaku, sesungguhnya allah tealh memberikan jalan keluar (hukuman) untuk mereka (para pezina). Perjaka dan gadis hukumannya hukuman dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun, dan yang janda dan duda hukumannya dera seratus kali dan rajam (HR. Jama’ah kecuali Bukhari dan Nisa’i)

Dalam hokum positif disebutkan pada pasal 281-303 tentang tindak pidana terhadap kesusilaan “(1) di ancam dengan pidana paling lama sembilan bulan :

Ke-1 a. seseorang pria telah menikah yan gmelakukan zina, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya:

b. seorang wanita telah menikah yang melakukan zina:

“barang siapa dengan melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, di ancam karena melakukan perkosaan dengan pidana paling lama dua belas tahun.

c. Macam-Macam Hukuman

Delik perzinaan ditegaskan dalam al-Qur’an dan sunnah. Hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah (ghairu muhsan) didasarkan pada ayat al-Qur’an, yakni didera seratus kali. Sementara bagi pezina muhsan dikenakan sanksi rajam. Rajam dari segi bahasa berarti melempari batu. Sedangkan menurut istilah, rajam adalah melempari pezina muhsan sampai menemui ajalnya. Adapun dasar hukum dera atau cambuk seratus kali adalah firman Allah dalam surat an-Nur ayat 2:

ةةيينناززلاي

(15)

kepada Allah dan hari akhir. Dan hendaklah dalam menjatuhkan sanksi (mencambuk) mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.

Sedangkan dasar penetapan hukum rajam adalah hadis Nabi:

اوذة خة

Terimalah dariku! Terimalah dariku! Sungguh Allah telah memberi jalan kepada mereka. Bujangan yang berzina dengan gadis dijilid seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Dan orang yang telah kawin yang berzina didera seratus kali dan dirajam.

Zina adalah perbuatan yang sangat tercela dan pelakunya dikenakan sanksi yang amat berat, baik itu hukum dera maupun rajam, karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akal. Kenapa zina diancam dengan hukuman berat. Hal ini disebabkan karena perbuatan zina sangat dicela oleh Islam dan pelakunya dihukum dengan hukuman rajam (dilempari batu sampai meninggal dengan disaksikan orang banyak), jika ia muhsan. Jika ia ghairu muhsan, maka dihukum cambuk 100 kali. Adanya perbedaan hukuman tersebut karena muhsan seharusnya bisa lebih menjaga diri untuk melakukan perbuatan tercela itu, apalagi kalau masih dalam ikatan perkawinan yang berarti menyakiti dan

mencemarkan nama baik keluarganya, sementara ghairu muhsan belum pernah menikah sehingga nafsu syahwatnya lebih besar karena didorong rasa keingintahuannya. Namun keduanya tetap sangat dicela oleh Islam dan tidak boleh diberi belas kasihan, sebagaimana firman Allah:

ل

Ancaman keras bagi pelaku zina tersebut karena dalam pandangan Islam zina, merupakan perbuatan tercela yang menurunkan derajat dan harkat kemanusiaan secara umum. Apabila zina tidak diharamkan niscaya martabat manusia akan hilang karena tata aturan perkawinan dalam masyarakat akan rusak. Di samping itu pelaku zina berarti mengingkari nikmat Allah tentang kebolehan dan anjuran Allah untuk menikah.

Hukuman delik perzinaan yang menjadi perdebatan di kalangan umat Islam adalah hukum rajam. Jumhur ulama menganggap tetap eksisnya hukum rajam, sekalipun bersumber pada khabar ahad. Sementara golongan Khawarij, Mu’tazilah dan sebagian fuqaha Syiah menyatakan, sanksi bagi pezina adalah hukum dera (cambuk). Adapun alasan mereka yang menolak hukum rajam adalah:

1. Hukum rajam dianggap paling berat di antara hukum yang ada dalam Islam namun tidak

ditetapkan dalam al-Qur`an. Seandainya Allah melegalkan hukum rajam mestinya ditetapkan secara definitif dalam nas.

2. Hukuman bagi hamba sahaya separoh dari orang merdeka, kalau hukum rajam dianggap sebagai hukuman mati, apa ada hukuman separoh mati. Demikian juga ketentuan hukuman bagi keluarga Nabi dengan sanksi dua kali lipat Apakah ada dua kali hukuman mati. Secara jelas ayat yang menolak adalah surat an-Nisa ayat 25:

...بن اذي ــعيلواني من تن اـنيـصي حو مةلوا ىليعي اــميفة صو ـنن نز هنـيوليعيـفيةدشي ـحنافيــبنانييوــتيأينو إنفينز صن ـحواةاذيإنفي...

… jika para budak yang telah terpelihara melakukan perbuatan keji (zina), maka hukumannya adalah separoh dari wanita merdeka …

Ayat di atas menunjukan bahwa hukum rajam tidak dapat dibagi dua, maka hukum yang logis diterapkan adalah hukum dera 100 kali. Jika pelakunya budak, maka berdasarkan ketentuan surat an-Nisa ayat 25 adalah separoh, yakni lima puluh kali. Demikian halnya dengan ketentuan surat al-Ahzab ayat 30.

(16)

Hai istri-istri Nabi jika di antara kalian terbukti melakukan perbuatan keji (zina), maka dilipatgandakan sanksinya yaitu dua kali lipat…

Ayat di atas menggambarkan bahwa hukum rajam tidak dapat dilipatgandakan, yakni dua kali lipat. Jika diberlakukan hukum dera 100 kali maka dua kali lipatnya adalah 200 kali.

3. Hukum dera yang tertera dalam surat an-Nur ayat 2 berlaku umum, yakni pezina muhsan dan ghairu muhsan. Sementara hadis Nabi yang menyatakan berlakunya hukum rajam adalah lemah. Masih dalam aliran ini, Izzudin bin Abd as-Salam sebagaimana dikutip oleh Fazlur Rahman, menyatakan bahwa hukum rajam dengan argumnetasi seluruh materi yang bersifat tradisional bersifat non reiable, di samping tidak ditegaskan dalam al-Qur`an juga warisan sejarah orang-orang Yahudi.

Sementara Anwar Haryono menyatakan, bahwa hukum rajam pertama kali diterapkan dalam sejarah Islam terhadap orang Yahudi dengan mendasarkan kitab mereka, yakni Taurat. Kejadian itu kemudian menjadi rujukan hukum, artinya siapa saja yang berzina dirajam. Demikian halnya dengan pendapat Hasbi ash-Shiddieqy, hukum rajam ada dan dipraktekan dalam Islam, akan tetapi terjadi sebelum diturunkannya surat an-Nur ayat (2). Maka hukum yang muhkam sampai sekarang adalah hukum dera bagi pezina. Alangkah bijaksananya kalau kita mengatakan hukum had itu tidak boleh dilaksanakan, kecuali telah sempurna perbuatan dosa seseorang, yakni terpenuhinya syarat, rukun dan tanpa adanya unsur subhat.

Tidak ada maksud mengklaim kebenaran pada salah satu pihak yang pro dan kontra tentang sanksi bagi pezina (dera atau rajam). Ada baiknya merujuk pada teks dengan mempertimbangkan realitas

masyarakat kontemporer, seperti Indonesia yang plural. Artinya harus bertolak dari kenyataan bahwa hukum rajam bukan hukum yang hidup dalam sistem negara Islam manapun, kecuali Saudi Arabia. Realitas ini tentunya tidak lepas dari adanya perubahan konstruksi masyarakat sekarang, dengan konstruksi masyarakat muslim pada saat hukum rajam diterapkan. Perubahan masyarakat pada

gilirannya merubah rasa hukum masyarakat, sehingga masyarakat enggan melaksanakan hukum rajam, di sisi lain pezina harus dihukum berdasarkan ketentuan al-Qur`an.

Di sini perlu dipahami, bahwa perintah Rasul untuk menghukum rajam bagi pezina harus diperhitungkan latar belakang historisnya:

1. Hukum rajam pertama kali diterapkan kepada orang Yahudi, dasar hukumnya adalah kitab mereka yakni Taurat.

2. Diterapkannya hukum rajam pada masa Nabi adalah ketika surat an-Nur ayat (2) belum

diturunkan. Sedang hukum yang berlaku setelah diturunkannya surat an-Nur ayat (2) adalah hukum cambuk (dera) 100 kali.

3. Rasululah menghukum rajam di kala itu bukan sebagai hukuman had, melainkan hukuman ta’zir. Dari berbagai bentuk sanksi delik perzinaan dapat ditarik benang merah sebagaimana yang diungkapkan oleh Jalaludin Rahmat, hukum rajam mempunyai fungsi sebagai penjera yang dalam konteks masyarakat modern dapat diganti dengan hukuman lain. Di sisi lain hukum Islam harus diberlakukan secara

(17)

film-film porno, adegan perzinaan terbuka lebar di mana-mana, kondisi seperti ini tidak efektif untuk memberlakukan hukum secara definitif.

Hukum rajam atau dera seratus kali bagi pezina bukanlah suatu kemutlakan. Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Syahrur dengan teorinya halah al-had al-a’la, (batas maksimal ketentuan hukum Allah), bahwa hukum rajam (dera) bisa dipahami sebagai hukum tertinggi dan adanya upaya untuk berijtihad dalam kasus tersebut dapat dibenarkan. Demikian halnya pelaku yang tidak diketahui oleh orang lain, Islam memberikan peluang terhadapnya untuk bertobat. Sebagaimana Nabi menjadikan sarana dialog dalam kasus Ma’iz bin Malik, yang mengaku berzina dan minta disucikan kepada Nabi. Nabi berpaling dan bertanya berulang-ulang agar pengakuan dicabut dan segera bertaubat.

Dari berbagai pendapat tentang eksistensi hukum rajam, dapat disimpulkan bahwa hukum rajam adalah alternatif hukuman yang terberat dalam Islam dan bersifat insidentil. Artinya penerapannya lebih bersifat kasuistik. Karena hukuman mati dalam Islam harus melalui pertimbangan matang kemaslahatan individu maupun masyarakat.

Adapun tindak pidana yang terkait dengan tindakan asusila, seperti pelaku lesbian dan homoseks, kebanyakan ahli hukum menyatakan bahwa si pelaku tidak dihukum hadd melainkan dengan ta’zir. Dalam hal kejahatan perkosaan, hanya orang yang melakukan pemaksaan saja (si pemerkosa) yang dijatuhi hukuman hadd. Namun ada sebagian pendapat yang menyatakan, bahwa hukuman si pemaksa dikategorikan sebagai tindakan yang sadis dan masuk dalam delik hirabah. Hal ini didasarkan pada lafadz wayas `auna fi al-ard fasadan (orang yang membuat kerusakan di muka bumi). Kejahatan pemerkosaan, sabotase, bahkan teroriseme termasuk dalam kategori jarimah perampokan (perampasan) yang

(18)

DAFTAR ISI

Bab I PENDAHULUAN

Bab II POKOK MASALAH a. Zina di tinjau dari segi agama b. Zina di tinjau dari segi ekonomi c. Zina di tinjau dari segi sosial

d. Zina di tinjau dari segi ilmu kedokteran

Bab III PEMBAHASAN a. Definisi

b. Sumber-Sumber Hukum c. Macam-Macam Hukuman

Bab IV PENUTUP

Bab IV PENUTUP

Kesimpulan dari paparan diatas adalah zina haram tidak kenal apapun keadannya. Sudah banyak ayat-ayat al-Qur’an maupun Hadis yang menjelaskan dengan tegas. Zina baik ditinjau dari segi agama, social, ekonomi, maupun dari segi ilmu kedoteran adalah tidak member ruang sedikitpun untuk

memperbolehkannya. Dari segi jenisnya zina ada dua macam : a. Zina Muhshon (sudah nikah)

b. Zina Ghoiru Muhshon (belum nikah) Dan kalau dilihat dari segi hukumannya adalah :

(19)

Dalam hukuman rajam perlu di klarifikasi lagi karena rasulullah menghukum rajam itu pada kaum yahudi

DAFTAR PUSTAKA

1. Abu Zahrah, Al-Jarimah wa al-Uqubah fi al-Fiqh al-Islam, Beirut: Dar al-Fikr, 2. Ash-Shiddieqy Hasbi, Tafsir al-Qur`an al-Majid an-Nur, Jakarta: Bulan Bintang 3. An-Nawawi Imam, Sahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, Beirut: Dar al-Fikr 4. Al-Jurjawi, Hikmah at-Tasyri’ wa Falsafatuhu, Beirut: Dar al-Fikr

5. Abdurahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh Ala Mazahib al-‘Arba’ah, Beirut: Dar al-Fiqh 6. As-Sayyis Ali, Tafsir Ayat al-Ahkam, Beirut: Dar al-Fikr

7. Rahman Fazlur, 1985, Islam dan Modernitas Transformasi Intelektual, alih bahasa Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka

8. Haryono Anwar, 1968, Hukum Islam Keluasan dan Keadialannya, Jakarta: Bulan Bintang 9. Munajat, makhrus, 2009, hukum pidana islam di Indonesia, Yogyakarta : Teras

10. Muslich, Wardi, Ahmad, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, Jakarta : Sinar Grafika

Diposkan oleh ari arka di 16.14

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Referensi

Dokumen terkait

Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa telah terjadi peningkatan jarak antar layer dari grafit ke grafit oksida. Hal ini terjadi disebabkan karena terbentuknya gugus fungsional

Dari hasil analisis 1 1058 sitasi seluruh skripsi tahun 2000 di tlPT Perpustakaan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta didapatkan hasil bahwa mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai palatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

Maka dari itu, kami menyelenggarakan kegiatan penelitian sosial dengan maksud agar siswa dapat lebih memahami dan belajar lebih jauh tentang penelitian sosial.. I.2

Pengelola Resort Mandalawangi TNGGP memiliki persepsi agak setuju terhadap hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan program wisata yaitu cara pengaturan pengunjung

Hukuman dalam bentuk bimbingan jasmani dapat diterapkan dalam proses kependidikan karena di dalam melakukan hukuman tidak didasarkan atas paksaan atau kekerasan

Membawa Dokumen Penawaran Asli dan Foto copy sesuai dengan yang telah diunggah. dalam

Aplikasi penelitian ini dimasa yang akan datang disarankan agar Hotel Grand Duta Syariah Palembang dapat membedakan fungsi penjualan dan fungsi kas agar tidak