Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 47 HUBUNGAN PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN STATUS EKONOMI DENGAN PEMAKAIAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP) DI DESA GANTING DAMAI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SALO TAHUN 2015
Nislawaty
Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia
ABSTRACT
In order development national medium term (RPJMN) 2009-2014, stated that in order to accelerate the fertility control is through the use of contraception, the National Family Planning Program is directed to the use of long-term contraceptive method (LTM) is IUDs, Implants and MOW / MOP. The purpose of this study to determine the relationship of knowledge, education and economic status by the use of MKJPDi Ganting Peace Village Puskesmas Salo Year 2015. Design The design of this study was analytic survey with cross sectional approach. The research sample is 201 acceptors by simple random sampling technique. Data collected by questionnaire. Data analysis was univariate and bivariate, processed using the computerized system and the chi-square test. These results indicate that 93 (46.3%) were less knowledgeable, 84 (41.8%), basic education, and 128 (63.7%) lower Economic. The relationship between variables was found that there is a significant relationship between the knowledge of the value of p = 0.000 (p <0.05), educational value of p = 0.003 (p <0.05), the economic status of the value of p = 0.01 (p <0.05 ) with the use of LTM. Expected results of this study can be used as input for the use of birth control by providing counseling to family planning acceptors in Salo health center as a follow-up to tackle the problem pemersalahan in KB.
Bibliography : 32 (2005-2014)
Keywords : Knowledge, Education, Economic Status and Usage MKJP
PENDAHULUAN
Pertumbuhan penduduk yang
tinggi sudah tentu menimbulkan
masalah yang rumit bagi pemerintah
dalam usaha mengembangkan dan
meningkatkan taraf hidup warga
negaranya. Untuk mengendalikan
jumlah penduduk pemerintah
indonesia menerapkan program
Keluarga Berencana (KB). Program
KB nasional bertujuan ganda yaitu
untuk meningkatkan kesejahteraan
ibu dan anak melalui pengendalian
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 48 pertumbuhan penduduk. Dalam
upaya menjunjung keberhasilan
program KB nasional yaitu
tercapainya pertumbuhan penduduk
yang seimbang. Gerakan KB tahap
kedua sekarang ini sedang berusaha
meningkatkan mutu para pelaksana,
pengelolah dan perserta KB disemua
lini lapangan di perdesaan baik di
kota maupun desa. Begitu juga
dengan para akseptor KB diharapkan
memiliki pengetahuan yang cukup
tentang alat kontrasepsi yang
digunakannya (Hartanto, 2008).
Dalam rangka pembagunan
jangka menengah nasional
(RPJMN) tahun 2009-2014,
tertuang bahwa dalam rangka
mempercepat pengendalian
fertilitas adalah melalui
penggunaan kontrasepsi, Program
Keluarga Berencana Nasional lebih
diarahkan kepada pemakaian
metode kontrasepsi jangka panjang
(MKJP). MKJP adalah kontrasepsi
yang dapat dipakai dalam jangka
waktu lama, efektif dan efisien
untuk bertujuan pemakain
menjarangkan kelahiran lebih dari 3
tahun. Jenis metode yang termasuk
dalam kelompok ini adalah metode
kontrasepsi mantap (MOW/MOP),
intra uterine device (IUD) dan
implant (BKKBN, 2014).
IUD merupakan kontrasepsi
yang dimasukan melalui servik dan
dipasang didalam uterus yang
memiliki benang. IUD mencegah
kehamilan dengan merusak
kemampuan hidup sperma dan
ovum karena adanya perubahan
IUD yang dianggap sebagai benda
asing sehingga menyebabkan
peningkatan leukosit. Jenis-jenis
IUD yaitu: IUD yang berkandungan
tembaga, yaitu copper T (CuT
380A), jangka waktu 8 tahun. Nova
T, jangka 5 tahun. IUD yang
mengandung hormon progesteron,
yaitu mirena, bentuk lipes loop (
terbuat dari plastik). Efektifitasnya
dalam mencegah kehamilan
mencapai 98% hingga 100%
(meilani, 2010).
Implant merupakan alat
kontrasepsi bawah kulit yang
dipasang dibawah kulit pada lengan
sebelah atas, berbentuk seperti
batang yang terbuat dari bahan
silastik lembut. Jenis-jenis implan
yaitu Norplant, dengan lama kerja 5
tahun. Jadena dan indoplant
dengan lama kerja 3 tahun.
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 49 Namun saat ini yang digunakan
adalah indoplant. (Meilani, 2010).
Pemakain MKJP memiliki
banyak keuntungan, baik dari segi
program, maupun dari sisi
pemakain. Disamping mempercepat
penurunan TFR lebih efisiens
karena dapat dipakai dalam waktu
yang lama serta lebih aman dan
efektif. Metode kontrasepsi ini
sangat tepat digunakan pada
kondisi krisis yang dialami
sebagian besar masyarakat
Indonesia terutama pada
masyarakat yang tergolong kurang
mampu/miskin. Angka kegagalan
MKJP relatif lebih rendah
dibanding Non-MKJP, yaitu
sebesar 0-2 per 1000 pengguna.
Dari hal tersebut terlihat bahwa
MKJP lebih efektif untuk
mencegah terjadinya kehamilan
pada penggunaannya.
Dibandingkan dengan Non –MKJP
(BKKBN, 2009).
Dalam pengelolahan pelayanan
kontrasepsi di masyarakat
pemerintah telah menerapakan
kebijakan penggunan kontraspsi
yang rasional, efektif dan efisien.
Pemerintah dituntut untuk
memberikan pelayanan KB dengan
memperhatikan kepuasan klien.
Sementara penggunan MKJP lebih
tepat dan efektif digunakan jika
keluarga sudah tidak menginginkan
anak lagi atau ingin
membatasi/mejarangkan kelahiran
dalam waktu yang cukup lama yang
disesuaikan dengan umur dan
jumlah anak yang dimiliki
(BKKBN, 2009).
Menurut WHO dan American
College of Obstetricians dan
Gynecologist (ACOG) bahwa
Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang merupakan metode
kontrasepsi yang paling efektif.
Bila dilihat dari data justru terdapat
kecenderungan pola pemakaian
kontrasepsi yang dinilai tidak
rasional, dimana dari 57.9 %
Contraceptive Prevalence Rate
(CPR), sebesar 47.3 %
menggunakan Non Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang dan
hanya 10.6 % yang menggunakan
Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang (MKJP). Pola penggunaan
Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang ini bahkan cenderung
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 50 1991 menjadi 10.6 % atau turun 4
% pada tahun 2012. Prevelensi
pemakain MKJP, yakni IUD
(4,2%), Implant (2,8%), MOW
(3%) dan MOP (0,2%). Tingginya
penggunaan Non MKJP juga terjadi
pada akseptor KB baru yaitu
sebesar 82.48 %, sedangkan yang
menggunakan MKJP hanya sebesar
17,52 persen padahal secara
nasional target MKJP adalah 27 %.
(SDKI, 2012).
Berdasarkan data dari BKKBN
(2013) jumlah peserta KB aktif di
provinsi Riau adalah 606,904
(113,2%). Peserta KB baru sampai
bulan oktober 2013 adalah 169.160
peserta (92,6%). Apabila dilihat
dari mix kontrasepsi maka
presentasenya adalah 6.017 peserta
IUD (3,56%), 2.207 peserta MOW
(1,30%), 12.242 peserta Implant
(7,24%), 88.530 peserta suntik
(52,34%), 49.258 peserta Pil
(29,12%), 169 peserta MOP
(0,10%) dan 10.737 peserta
kondom (6,35%). Mayoritas di
dominasi oleh KB yang
menngunakan non MKJP, yaitu
sebesar 81,46%. Peserta KB yang
menggunakan MKJP seperti IUD
3,6% dan implant 7,24%.
Dari tabel 1.2 dapat dilihat
bahwa jumlah Pasangan Usia Subur
Sebanyak 2.480 akseptor, yang
menjadi aksptor KB sebanyak
2.079 akseptor, dari enam Desa
tersebut Desa Ganting Damai yang
memiliki jumlah pemakain MKJP
terendah yaitu sebanyak 28 Orang
(1,34%) dari jumlah pemakain
MKJP sebanyak 327 aksepetor
(14,07%) . Berdasarkan data
akseptor KB lebih banyak memakai
alat kontrasepsi Non MKJP (suntik,
pil dan kondom) Sebanyak 1787
(85.93%).
Pemilihan alat kontrasepsi
dapat dipengaruhi beberapa
karakteristik akseptor KB seperti
pendidikan, tingkat pengetahuan,
perkerjaan, sikap, umur, jumlah
anak (paritas), dukungan suami dan
ekonomi. Pengetahuan responden
yang tinggi dapat menggambarkan
wawasan yang lebih luas sehingga
memudahkan dalam menerima
inovasi baru dan pengambilan
keputusan yang sesuai. Tingkat
pengetahuan seseorang yang tinggi,
juga dipengaruhi oleh keaktifan
seseorang dalam mencari informasi.
Pengatahuan seseorang dapat
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 51 kegiatan-kegiatan, misalnya
penyuluhan rutin mengenai alat
kontrasepsi semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka cara
berfikirnya akan semakin maju.
Berdasarkan survei
pendahuluan yang peneliti lakukan
dengan wawancara terhadap 10
orang responden peserta KB aktif
di Desa Ganting Damai wilayah
kerja Puskesmas Salo diperoleh
bahwa 7 (70%) responden
berpengetahuan rendah tentang
MKJP, hal ini terlihat karena masih
banyak responden yang tidak
mengetahui tentang defenisi MKJP,
jenis-jenis MKJP, cara kerja,
efektifitas, indikasi MKJP. Banyak
faktor penyebab pemilihan MKJP
yaitu Faktor umur, jumlah anak,
tingkat pendidikan, tempat tinggal ,
tujuan dan alasan ber-KB serta
sumber layanan KB mempunyai
hubungan yang erat terhadap
penggunaan MKJP.
Berdasarkan data yang didapat,
sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Pengetahuan, Pendidikan Dan
Status Ekonomi Dengan Pemakain
Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang (MKJP) di Desa Ganting
Damai Wilayah Kerja Puskesmas Salo Tahun 2015”.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah
Survei analitik dengan rancangan
cross sectional, yaitu rancangan
penelitian dengan melakukan
pengukuran atau pengamatan saat
bersamaan.
Penelitian ini dilaksanakan di
Desa Ganting Damai Wilayah
Kerja Puskesmas Salo pada bulan
September Tahun 2015. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh
akseptor KB yang ada di Desa
Ganting Damai yang berjumlah 399
orang. Sedangkan sampel pada
penelitian ini adalah sebagian
akseptor KB yang ada di Desa
Ganting Damai
HASIL PENELITIAN
Penilitian ini dilakukan pada
tanggal 16 sampai 22 September
tahun 2015. Di Desa. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah
dilakukan peneliti tentang
hubungan pengetahuan, pendidikan
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 52 pemakaian Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang di Desa Ganting
Damai Wilayah Kerja Puskesmas
Salo Tahun 2015, setelah
dilakukannya penyebaran
kuesioner, data tersebut dianalisis
secara univariat dan bivariat, maka
diperoleh hasil sebagai berikut :
Analisa Bivariat
Hubungan Pengetahuan dengan dengan pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Di Desa Ganting Damai Wilayah Kerja Puskesmas Salo Tahun 2015
Dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa responden yang
memiliki pengetahuan kurang yaitu
sebanyak 93 responden (46,3%)
yang memakai MKJP sebanyak 19
orang (20,4%), responden yang
memiliki pengetahuan cukup yaitu
80 responden (39,8%) yang
memakai MKJP sebanyak 25 orang
(31,2%), responden yang memiliki
pengetahuan tinggi yaitu 28
responden (13,9%) yang tidak
memakai MKJP sebanyak 10 orang
(35,7%). Berdasarkan uji statistik
diperoleh nilai p value 0,000 < α
0,05, sehingga Ho ditolak. dengan
demikian secara statistik ada
hubungan antara pengetahuan
dengan pemakaian Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang Di
Desa Ganting Damai Wilayah
Kerja Puskesmas Salo Tahun 2015.
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, banyak
akseptor KB menggunakan KB
Non MKJP yaitu KB pil, dan
suntik. Menurut peneliti Hal ini
dikarenakan Mereka memilih alat
kontrasepsi tersebut karena alasan
praktis dan aman, ekonomis atau
bahkan gratis, selain itu ada
beberapa alasan dari mereka untuk
tidak memilih MKJP karena alasan
takut dan malu. Contohnya untuk
memakai IUD mereka merasa malu
sedangkan untuk melakukan MOP
dan MOW mereka merasa takut
karena harus operasi yang menurut
mereka banyak resikonya. Selain
itu kurangnya dukungan suami
dalam memilih alat kontrasepsi,
biasanya suami mendukung untuk
pemakaian alat kontrasepsi yang
non MKJP karena menurut mereka
memakai IUD sangat mengganggu
mereka saat berhubungan,
sedangkan untuk MOW mereka
berpendapat banyak resikonya,
apalagi MOP sangat tidak populer
bagi mereka karena anggapan
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 53 wanita, apabila wanita sudah tidak
bisa ber KB karena alasan tidak
cocok atau sakit maka baru suami
yang akan ber-KB .
Hasil penelitian ini sesuai
dengan apa yang dikatakan
Notoatmojo (2007) faktor yang
sangat penting terbentuknya
tindakan atau perilaku seseorang
ditentukan dari faktor pengetahuan.
Pengetahuan dapat membentuk
keyakinan atau sesuatu yang
menjadi tolak ukur, sehingga
seeorang akan berprilaku sesuai
dengan kayakinan tersebut.
Pengetahuan dapat terjadi setelah
orang melakukan penginderaan
yaitu panca indera terhadap suatu
objek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang.
Dari hasil penelitian dapat
diketahui tingkat pengetahuan
responden lebih banyak memiliki
tingkat pengetahuan yang lebih
rendah dari pada responden yang
memiliki tingkat pengetahuan yang
lebih tinggi tentang pemakain
MKJP. Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Cantrill (2008),
seseorang dengan pengetahuan KB
yang baik akan memilih KB yang
rasional dan tepat. Menurut
Bahiyatun (2009), baik tidaknya
seorang dalam memilih KB
dipengaruhi berbagai hal
diantaranya pengetahuan,
pengalaman dan dukungan untuk
memilih KB. Seseorang dengan
pengetahuan tentang KB akan
memilih KB yang tepat dan
rasional sesuai dengan umur dan
jumlah anak.
Hal ini tersebut juga selaras
dengan pendapat yang dikemukan
oleh matar dalam notoatmojo
(2005), bahwa semakin tinggi
informasi yang diperoleh seseorang
maka akan semakin tinggi pula
pengetahuan yang dimilikinya dan
semakin rendah informasi yang
diperoleh seseorang maka akan
semakin rendah pula pengetahuan
yang dimilikinya termasuk
pengetahuan MKJP.
Hasil penelitian ini sesuai
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 54 oleh Suratno (2011) yang berjudul
hubungan pengetahuan ibu
terhadap pemakaian MKJP,
didapatkan hasil sebagian besar
responden berpengetahuan rendah
tentang MKJP yaitu sebanyak
69,8%.
Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Suratno (2011) yang berjudul
hubungan pengetahuan ibu
terhadap pemakaian MKJP,
didapatkan hasil sebagian besar
responden berpengetahuan rendah
tentang MKJP yaitu sebanyak
69,8%.
Hubungan Pendidikan dengan pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Di Desa Ganting Damai Wilayah Kerja Puskesmas Salo Tahun 2015
Dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa responden yang
berpendidikan dasar yaitu sebanyak
84 responden (41,8%) yang
memakai MKJP sebanyak 15 orang
(17,9). responden yang pendidikan
menengah yaitu 77 responden
(38,3%) yang memakai MKJP
sebanyak 31 orang (40,3%),
responden yang perguruan tinggi
yaitu 40 responden (19,9%) yang
tidak memakai MKJP sebanyak 24
orang (60,0%). Berdasarkan uji
statistik diperoleh nilai p = 0,003
(P value < 0,05), sehingga Ho
ditolak. dengan demikian secara
statistik ada hubungan antara
pendidikan dengan pemakaian
Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang Di Desa Ganting Damai
Wilayah Kerja Puskesmas Salo
Tahun 2015.
Pendidikan adalah suatu proses
belajar yang berarti dalam
pendidikan itu terjadi proses
pertumbuhan, perkembangan atau
perubahan kearah yang lebih
dewasa, lebih baik dan lebih
matang pada individu, kelompok
dan masyarakat (Notoatmodjo,
2007). Penelitian ini didukung oleh
teori yang dikemukakan
Notoatmodjo (2007), menunjukkan
bahwa makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka makin
mudah dalam menerima informasi,
sehingga semakin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki.
Sebaliknya pendidikan yang kurang
akan menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap nilai-nilai
yang baru dikenal. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 55 yang diperoleh hasil bahwa ada
hubungan pendidikan dengan
pemilihan MKJP dengan p value
0,001.
Menurut Riana (2012) keikut
sertaannya dalam program KB
hanya ditujukan untuk mengatur
kelahiran. Sementara itu pada
akseptor KB dengan tingkat
pendidikan tinggi, keikut
sertaannya dalam program KB
selain untuk mengatur kelahiran
juga untuk meningkatkan
kesejahteraan keluarga karena
dengan cukup dua anak dalam satu
keluarga dan laki-laki atau
perempuan sama saja maka
keluarga kecil bahagia dan
sejahtera dapat tercapai dengan
mudah. Hal ini dikarenakan
seseorang dengan tingkat
pendidikan lebih tinggi memiliki
pandangan yang lebih luas tentang
suatu hal dan lebih mudah untuk
menerima ide atau cara kehidupan
baru. Dengan demikian, tingkat
pendidikan memiliki hubungan
dengan pemilihan jenis kontrasepsi
yang akan digunakan.
Menurut asumsi peneliti
pendidikan tinggi akan cenderung
memilih alat kontrasepsi MKJP
karena mereka mempunyai
pengetahuan tentang KB baik
kelemahan maupun kelebihan dari
masing-masing alat kontrasepsi.
Mereka memilih alat kontrasepsi
tersebut karena alasan praktis dan
aman, Sebaliknya wanita PUS yang
berpendidikan menengah ke bawah
akan lebih memilih alat kontrasepsi
non MKJP karena alasan ekonomis
karena alat kontrasepsi tersebut
murah , selain itu ada beberapa
alasan dari mereka untuk tidak
memilih MKJP karena alasan takut
dan malu. Contohnya IUD harus
dimasukkan ke rahim atau
pasangan implant yang dimasukan
ke dalam tubuh, dan lain
sebagainya.. Selain itu pada wanita
PUS yang berpendidikan menengah
kebawah juga sangat tergantung
pada dukungan suami dalam
memilih alat kontrasepsi, biasanya
suami mendukung untuk
pemakaian alat kontrasepsi yang
non MKJP karena menurut mereka
memakai IUD sangat mengganggu
mereka saat berhubungan,
sedangkan untuk MOW mereka
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 56 apalagi MOP sangat tidak populer
bagi mereka karena anggapan
suami, yang harus ber-KB adalah
wanita, apabila wanita sudah tidak
bisa ber KB karena alasan tidak
cocok atau sakit maka baru suami
yang akan ber-KB. Jarak serta
sarana dan prasarana tempat
layanan juga sering mempengaruhi
wanita PUS dalam memilih alat
kontrasepsi MKJP, semakin
lengkap sarana dan prasarana serta
jarak yang terjangkau akan
mempengaruhi mereka untuk
memilih alat kontrasepsi MKJP.
Untuk alat kontrasepsi IUD dan
Implant bisa dilakukan di
Puskesmas, klinik pemerintah,
klinik swasta, tempat praktek
dokter maupun bidan, sedangkan
untuk MOP dan MOW hanya bisa
dilakukan di Rumah Sakit (RS).
Pemasangan alat kontrasepsi untuk
MKJP (IUD dan Implant) di
puskesmas dan klinik pemerintah
tidak dipungut biaya hanya pada
waktu copot alat tersebut dikenai
biaya kurang lebih Rp 30.000.
Sedangkan untuk MOW dan MOP
dilakukan di RS pemerintah atau
RS yang ditunjuk tidak dikenakan
biaya, namun ada beberapa
kabupaten yang menarik biaya.
Hubungan Status Ekonomi dengan dengan pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Di Desa Ganting Damai Wilayah Kerja Puskesmas Salo Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian
dapat diketahui bahwa responden
berstatus ekonomi rendah sebanyak
128 responden (63,7%) yang
memakai MKJP sebanyak 31
orang (24,2%). Sedangkan
responden yang memiliki status
ekonomi tinggi yaitu sebanyak 73
orang (36,3%) yang tidak memakai
MKJP sebanyak 42 orang (57,7%).
Berdasarkan uji statistik diperoleh
nilai p = 0,01 (P value < 0,05),
sehingga Ho ditolak. dengan
demikian secara statistik ada
hubungan antara status ekonomi
dengan pemakaian Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang Di
Desa Ganting Damai Wilayah
Kerja Puskesmas Salo Tahun 2015.
Menurut Handayani (2010)
tingkat ekonomi mempengaruhi
pemilihan jenis kontrasepsi. Hal ini
disebabkan karena untuk
mendapatkan pelayanan kontrasepsi
yang diperlukan akseptor harus
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 57 bahwa sebagian besar masyarakat
menggunakan pertimbangan
ekonomi dalam pemilihan alat KB,
sehingga sebagian besar memilih
alat kontrasepsi yang murah
sebagai metode kontrasepsi yang
diapakai meskipun sebelumnya
sudah dijelaskan efek samping yang
ditimbulkan akibat
pemakaiannya,akan tetapi karena
murah dan mudah diperoleh
sehingga menjadi pilihan
utama.Tinggi rendahnya status
sosial dan keadaan ekonomi
penduduk di Indonesia akan
mempengaruhi perkembangan dan
kemajuan program KB di
Indonesia. Kemajuan program KB
tidak bisa lepas dari tingkat
ekonomi masyarakat karena
berkaitan erat dengan kemampuan
untuk membeli alat kontrasepsi
yang digunakan.
Menurut peneliti bukan saja
pengetahuan yang paling dominan
pengaruhnya terhadap pemilihan
MKJP sebagai alat kontrasepsi
pilihan PUS. Pengetahuan yang
dimaksud bukan hanya menyangkut
jenis, komposisi, efek samping
maupun cara kerja alat kontrasepsi
melainkan juga nilai ekonomis alat
kontrasepsi itu sendiri.
Nilai ekonomis bagi
Pasangan Suami Istri. Disaat
pasangan suami istri memutuskan
menggunakan kontrasepsi IUD
kemudian membayar untuk
penggunaan alat kontrasepsi
tersebut, sebenarnya ada
penghematan selama 5 sampai
dengan7 tahun. Apabila di konversi
dengan penggunaan alat
kontrasepsi pil yang nilai satu pil
berkisar diharga Rp. 7.000, maka
dalam 5 tahun penggunaan pil akan
memerlukan biaya Rp. 210.000.
Beda lagi dengan suntikan yang
sekali suntik seharga Rp. 20.000,
maka penggunaan suntikan per 1
bulan selama 5 tahun membutuhkan
dana sebesar Rp. 600.000,-
sedangkan pemasangan IUD
selama 5 tahun hanya memerlukan
biaya Rp. 300.000, Apalagi bila
yang ber-KB adalah keluarga pra
sejahtera maka tidak ada biaya yang
dikeluarkan namun aman
melakukan hubungan suami-isteri
tanpa terjadi kehamilan selama
minimal 5 tahun. Demikian pula
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 58 panjang yang lainnya bila
diperbandingkan dengan suntik dan
pil KB.
Hanya saja, perhitungan
semacam ini kalah pamor
dibandingkan dengan "kebiasaan"
dan "kenyamanan" yang dirasakan
oleh pasangan suami-isteri terhadap
salah satu alat kontrasepsi non
MKJP sehingga sangat sulituntuk
berpindah ke alat kontrasepsi
MKJP.
Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Aryanti (2010) yang menunjukan
adanya hubungan antara biaya
kontrasepsi dengan pemilihan
kontrasepsi. Hasil penelitian ini
juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fienalia di wilayah
kerja Puskesmas Pancoran mas
Kota Depok tahun 2011 yang
menyatakan bahwa ada hubungan
antara keterjangkauan biaya
kontrasepsi dengan penggunaan
MKJP.
Menurut asusmsi peneliti
status ekonomi Di Desa Ganting
Damai Wilayah Kerja Puskesmas
Salo memiliki status ekonomi
rendah hal ini dikarenkan rata-rata
perkerjaan disana sebagai petani
sawah. Mereka tidak mau
menggunakan KB MKJP
dikarenakan biaya pemasangan
yang mahal serta merasa takut
untuk menggunakannya karena
meraka berkerja sebagai petani
contoh pemasangan implant mereka
takut menggunakan karena mereka
beranggapan bisa
berpindah-pindah, mereka masih percaya
terhadap mitos-mitos. Oleh sebeb
itu banyak masyarkat takut untuk
menggunakan KB MKJP mesikpun
efektifitas KB MKJP lebih tinggi
dari non MKJP meskipun
pemerintah sudah memeberikan
dana gratis untuk pemasangan KB
implant dan IUD jika dilakukan
dipuskemsas tetapi akseptor KB
lebih memilih untuk menggunakan
KB non MKJP dari pada KB
MKJP. Dikarenkan kurangnya
pengetahuan, pendidikan akseptor
kb sehingga akseptor kb kurang
untuk mencari dan mendapatkan
informasi tentang KB.
KESIMPULAN
1. Sebagian besar responden
memiliki pengetahuan yang
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 59 Ganting Damai Wilayah Kerja
Puskesmas Salo Tahun 2015
2. Sebagian besar responden
memiliki status pendidikan
rendah (SD dan SMP) di Desa
Ganting Damai Wilayah Kerja
Puskesmas Salo Tahun 2015
3. Sebagian besar responden
memiliki status ekonomi rendah
di Desa Ganting Damai Wilayah
Kerja Puskesmas Salo Tahun
2015
4. Sebagian besar responden tidak
memakai MKJP di Desa Ganting
Damai Wilayah Kerja Puskesmas
Salo Tahun 2015
5. Terdapat hubungan pengetahuan
dengan pemakaian Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang di
Desa Ganting Damai Wilayah
Kerja Puskesmas Salo Tahun
2015
6. Terdapat hubungan pendidikan
dengan pemakaian Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang di
Desa Ganting Damai Wilayah
Kerja Puskesmas Salo Tahun
2015
7. Terdapat hubungan status
ekonomi dengan pemakaian
Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang di Desa Ganting Damai
Wilayah Kerja Puskesmas Salo
Tahun 2015
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN, (2013). Profil Hasil Pendataan Keluarga tahun 2013. Di ambil dari http://www.bkkbn.go.id. Diperoleh tanggal 20 mei 2015.
(2013). Profil Hasil Pendataan Keluarga tahun 2013.
Di ambil dari
http://www.bkkbn.go.id. Diperoleh
tanggal 20 mei 2015.
(2008). Badan pelayanan kontrasepsi dan pengendalian lapangan program KB nasional tahun 2013. Di ambil dari
http://www.bkkbn.go.id. Diperoleh
tanggal 20 maret 2015.
Ekarini, Sri (2008). Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana Di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Oktober 28, 2011 Program Pasca Sarjana FKM UNDIP
Dewi, Kurnia (2013), Kesehatan Reproduksi Dan Keluarga Berencana. Jakarta : CV Trans Info Media.
Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 60 Febriana. (2012). Beberapa Faktor yang
Berkaitan dengan Penggunaan KB IUD Pada Peserta KB Non IUD di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Hartanto. H (2009). Keluarga berencana dan kontrasepsi. Jakarta: pustaka senir harapan.
Hidayat, A.A. (2014). Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
2007. Metode Penelitian Kebidanan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayati. (2009). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pemilihan Metode
Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2012 (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universiatas Indonesia, Jakarta. Diperoleh pada tanggal 01 Juni 2015.
Melaini, dkk (2010) . Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : fitramaya.
Notoatmodjo, S. (2011). Ilmu perilaku kesehatan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Rhineka Cipta.
(2010). Ilmu perilaku kesehatan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Rhineka Cipta (2014). Ilmu perilaku
kesehatan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Rhineka Cipta
Ningsih. (2010). Faktor faktor yang mempengaruhi pemakaian alat konterasepsi pada isteri PUS di Kecamatan Rabah Samo Kabupaten Rokan Hulu. Thesis. Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan
Pardede. (2002). Peranan Dukungan Suami dalam Pemilihan Alat Kontraepsi Pada Peserta KB di Kelurahan Serasan Jaya, Soak Baru dan Balai Agung Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Tahun 2002. Tesis. FKM UI. Jakarta; 2002. Diperoleh pada tanggal 05 Juni 2015
Saifuddin. (2008). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Pustaka Pustaka
Sarwono, P (2008). Ilmu kandungan. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Siswosudarmo. (2007). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Pustaka Pustaka