• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Caring - Perilaku Caring Perawat dan Kepuasan Pasien Rawat Inap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Caring - Perilaku Caring Perawat dan Kepuasan Pasien Rawat Inap"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Caring

Teori keperawatan yang diterbitkan oleh Watson (1979), The Phylosophy and Science of Caring, menyatakan caring adalah suatu karakteristik interpersonal yang tidak diturunkan melalui genetika, tetapi dipelajari melalui pendidikan sebagai budaya profesi. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam konteks keperawatan caring bukan merupakan suatu hal yang unik tetapi caring merupakan suatu bentuk pendekatan seni dan ilmu dalam merawat klien yang merupakan sentral praktik perawat (Watson, 1979).

Caring adalah sentral praktik keperawatan, yang merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meingkatkan kepeduliannya terhadap pasien. Hal ini adalah esensi dari keperawatan yang berarti juga pertanggungjawaban hubungan antara perawat-pasien, dimana perawat harus mampu mengetahui dan memahami tentang kebiasaan manusia dan respon manusia terhadap masalah kesehatan yang sudah ada atau bepotensi akan timbul (Watson, 1979). Caring didefenisikan sebagai suatu cara pemeliharaan yang berhubungan dengan menghargai orang lain, disertai perasaan memiliki tanggung jawab (Potter & Perry, 2009).

(2)

kemampuan untuk berkomunikasi dengan sesama dan perhatian terhadap sesama, serta mau memberi dan menerima bantuan (Chinn & Kramer, 2004 dalam Potter & Perry, 2009). Perawat perlu mengetahui kebutuhan individu, bagaimana responnya terhadap sesamanya, kekuatan serta keterbatasan pasien dan keluarganya. Selain itu, perawat membantu serta memberikan perhatian serta empati kepada pasien dan keluarganya. Caring mewakili semua faktor yang digunakan perawat untuk memberikan pelayanan kepada pasien (Watson, 1987, dalam Potter & Perry, 2009).

Caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara manusia berfikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Caring memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenali klien, membuat perawat mengetahui masalah klien dan mencari serta melaksanakan solusinya, juga sebagai bentuk dasar dari praktek keperawatan dan juga sebagai struktur mempunyai implikasi praktis untuk mengubah praktek keperawatan (Potter & Perry, 2009). Selain itu Watson (1979) juga mengungkapkan caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh. Caring melibatkan keterbukaan, komitmen, dan hubunan perawat dengan pasien (Potter & perry, 2009).

2.2. Perilaku Caring

(3)

manusia yang menekankan pada aktivitas yang sehat dan memampukan individu serta kelompok berdasarkan budaya (Watson, 1979). Perilaku Caring yang diharapkan dalam keperawatan adalah perilaku yang didasari oleh 10 faktor yaitu : 1. Pembentukan sistem nilai humanistic - altruistic.

Pembentukan sistem nilai humanistic - altruistic mulai berkembang di usia dini dengan nilai-nilai yang berasal dari orang tuanya. Sistem nilai ini menjembatani pengalaman hidup seseorang dan mengantarkan ke arah kemanusiaan. Perawatan yang berdasarkan nilai-nilai humanistik dan altruistik dapat dikembangkan melalui penilaian terhadap pandangan diri seseorang, kepercayaan, interaksi dengan berbagai kebudayaan dari pengalaman pribadi. Hal ini dianggap penting untuk pendewasaan diri perawat yang kemudian akan meningkatkan sikap altruistik. Melalui sistem nilai humanistik dan altruistik ini perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien (Watson, 1979).

2. Menanamkan sikap kepercayaan dan penuh harapan.

Kepercayaan dan pengharapan sangat penting bagi proses karatif maupun kuratif. Perawat perlu memberikan alternatif-alternatif bagi pasien jika pengobatan modern tidak berhasil; berupa meditasi, penyembuhan sendiri, dan spiritual. Dengan menggunakan faktor karatif ini akan tercipta perasaan lebih baik melalui kepercayaan dan atau keyakinan yang sangat berarti bagi seseorang secara individu (Watson, 1979). Perawat memberikan kepercayaan dengan cara

(4)

harapan, dan kepercayaan. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan (Kozier & Erb, 1985).

3. Sensitif terhadap diri sendiri dan orang lain.

Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif dan , murni dan bersikap wajar pada orang lain. Pengembangan perasaan ini akan membawa pada aktualisasi diri melalui penerimaan diri antara perawat dan klien. Perawat yang mampu untuk mengenali dan mengekspresikan perasaannya akan lebih mampu untuk membuat orang lain mengekspresikan perasaan mereka (Watson, 1979).

Pengembangan kepekaan terhadap diri dan orang lain, mengeksplorasi kebutuhan perawat untuk mulai merasakan suatu emosi yang muncul dengan sendirinya. Hal itu hanya dapat berkembang melalui perasaan diri seseorang yang peka dalam berinteraksi dengan orang lain. Jika perawat berusaha meningkatkan kepekaan dirinya, maka ia akan lebih autentik (tampil apa adanya). Autentik akan menambah pertumbuhan diri dan aktualisasi diri baik bagi perawat sendiri maupun bagi orang-orang yang berinteraksi dengan perawat itu (Watson, 1979). 4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu.

(5)

tidak menyembunyikan kesalahan. Perawat bertindak dengan cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien. Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah dan lain-lain (Watson, 1979).

5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.

Perawat menyediakan dan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien. Berbagi perasaan merupakan pengalaman yang cukup beresiko baik bagi perawat maupun klien. Perawat harus siap untuk ekspresi perasaan positif maupun negatif bagi klien. Perawat harus menggunakan pemahaman intelektual maupun emosional pada keadaan yang berbeda (Watson, 1979).

6. Menggunakan problem-solving yang sistematik dalam mengambil keputusan. Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien, sehingga akan mengubah gambaran tradisional perawat sebagai “pembantu” dokter. Proses keperawatan adalah proses yang sistemati, dan terstruktur seperti halnya proses penelitian (Watson, 1979).

7. Meningkatan belajar-mengajar secara interpersonal.

(6)

8. Menciptakan lingkungan fisik, mental,sosiokultural, spiritual yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien. Konsep yang relevan terhadap lingkungan internal yang mencakup kesejahteraan mental dan spiritual, dan kepercayaan sosiokultural bagi seorang individu. Sedangkan lingkungan eksternal mencakup variabel epidemiologi, kenyamanan, privasi, keselamatan, kebersihan dan lingkungan yang astetik. Karena klien bisa saja mengalami perubahan baik dari lingkungan internal maupun eksternal, maka perawat harus mengkaji dan memfasilitasi kemampuan klien untuk beradaptasi dengan perubahan fisik, mental, dan emosional (Watson, 1979).

9. Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.

Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan biofisik, psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya. Nutrisi, eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan biofisik yang paling rendah. Pencapaian dan hubungan merupakan kebutuhan psikososial yang tinggi, dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan interpersonal yang paling tinggi (Watson, 1979).

10. Terbuka pada eksistensial fenomenologikal

(7)

keperawatan membantu perawat untuk memahami jalan hidup seseorang dalam menemukan arti kesulitan hidup. Karena adanya dasar yang irrasional tentang kehidupan, penyakit dan kematian, perawat menggunakan faktor karatif ini untuk membantu memperoleh kekuatan atau daya untuk menghadapi kehidupan atau kematian (Watson, 1979).

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Wolf, et al (1994) membuat konsep 5 faktor caring yang didasari dari 10 faktor caring Watson (1979). Konsep tersebut menggambarkan dimensi perilaku caring dalam studi pengembangan instrumennya. Pengembangan instrument tersebut menggunakan skala likert. Tes reliabilitas terhadap sampel diperoleh koefisien α kuesioner 0.83 dengan jumlah

pasien 263 orang dilengkapi dengan Caring Behaviour Inventory (CBI). Mereka membuat konsep 5 faktor dalam perilaku caring tersebut tergambar sebagai berikut: 5 faktor caring Wolf, et al (1994) yang didasari dari 10 faktor caring Watson (1979).

1. Pembentukan sistem nilai humanistic - altruistic.

2. Menanamkan sikap kepercayaan dan penuh harapan.

3. Sensitif terhadap diri sendiri dan orang lain.

4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu.

(8)

III

ekspresi perasaan positif dan negatif. 6. Menggunakan problem-solving yang

sistematik dalam mengambil

9. Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.

10.Terbuka pada eksistensial fenomenologikal.

Faktor 1) mengakui keberadaan manusia, kategori ini merupakan kombinasi dari tiga faktor karatif yaitu : pembentukan sistem nilai humanistic - altruistik, menanamkan sikap kepercayaan dan penuh harapan, serta menumbuhkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain. Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti mendengarkan klien, mengajari atau memberikan informasi kepada

klien, berbicara dengan klien, menghargai klien sebagai manusia, memberikan dukungan kepada klien, memanggil nama klien dengan tepat, jujur, dan memberikan kenyamanan.

(9)

negatif klien. Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti bersikap peka terhadap klien, membantu klien, berbicara dengan klien, memenuhi kebutuhan klien, menanggapi secara cepat panggilan klien, menghargai, dan peduli kepada klien.

Faktor 3) pengetahuan dan ketrampilan profesional, kategori ini merupakan kombinasi dari dua faktor karatif yaitu, Menggunakan problem-solving yang sistematik dalam mengambil keputusan. dan meningkatkan belajar - mengajar interpersonal. Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti melakukan tindakan keperawatan dengan baik kepada klien, bersikap percaya diri, menggunakan gaya bahasa yang lembut kepada klien, memperhatikan klien, menunjukkan sikap ceria kepada klien, memberikan obat klien tepat waktu, mempercayai klien dan memberikan perhatian khusus pada saat kunjungan klien pertama kali.

Faktor 4) menciptakan hubungan yang positif , kategori ini hanya terdiri dari satu faktor karatif yaitu Menciptakan lingkungan fisik, mental,sosiokultural, spiritual yang mendukung. Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti meluangkan waktu dengan klien, memberi harapan kepada klien,mempercayai klien, memiliki sikap empati terhadap klien, sabar, mengelola peralatan secara terampil, dan membiarkan klien mengekspresikan perasaannya.

(10)

aktivitas membebaskan klien dari gejala-gejala, mengutamakan kepentingan klien, dan melakukan perawatan klien dengan baik.

Swanson (1991) mempelajari tentang klien dan profesi pemberi layanan dalam usahanya untuk membuat teori tentang caring dalam praktik keperawatan yang bermanfaat dalam memberikan petunjuk bagaimana membangun strategi caring yang berguna dan efektif. Pandangannya tentang keperawatan adalah siapa yang kita layani, bagaimana kita memberikan pelayanan dan kenapa kita terus untuk melayani merupakan keharusan bagi perawat untuk dapat mengintegrasikan ilmu pengetahuan, diri sendiri, fokus pada kemanusian dan caring. Yang kemudian disempurnakan dengan adanya transaksi antara keperawatan, setiap perawat dan klien bahwa perawat adalah profesi yang memiliki komitmen caring, pemeliharan akan martabat manusia dan meningkatkan kesehatan.

Teori caring Swanson (1991) ini juga menyajikan permulaan yang baik untuk memahami kebiasaan dan proses karakteristik pelayanan yang berisi lima kategori atau proses. Menurut Swanson (1991) ada lima dimensi yang mendasari konsep caring yaitu; Knowing, Being With, Doing For, Enablings, Maintaining Belief.

(11)

persepsi antara perawat dan klien. Knowing adalah penghubung dari keyakinan keperawatan terhadap realita kehidupan. Subdimensinya yaitu; a) Avoiding assumptions (menghindari asumsi-asumsi), b) Assessing thoroughly (melakukan

pengkajian menyeluruh), c) Seeking clues (perawat menggali informasi-informasi secara mendalam), d) Centering on the cared for (perawat befokus pada klien dalam melakukan asuhan keperawatan), e) Engaging the self of both (melibatkan diri sebagai perawat secara utuh dan bekerja sama dengan klien dalam melakukan asuhan keperawatan yang efektif).

Dimensi kedua, Being with maksudnya tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga komunikasi, berbagi perasaan tanpa beban dan secara emosional bersama – sama klien dengan maksud menawarkan kepada klien dukungan, kenyamanan, pemantauan dan mengurangi intensitas perasaan yang tidak diinginkan. Subdimensinya yaitu; a) Non-burdening (perawat bekerjasama dengan klien tanpa

memaksa kehendak kepada klien dalam melakukan tindakan keperawatan), b) Convering availability (menunjukan kesediaan perawat dalam membantu klien

dan memfasilitasi klien untuk mencapai tahap kesejahteraan / well being), c) Enduring with (bersama-sama berkomitmen dengan klien berusaha dalam

meningkatkan kesehatan klien), d) Sharing feelings (berbagi pengalaman bersama klien yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesehatan klien). Dengan being with perawat dapat menunjukkan dengan cara kontak mata, bahasa tubuh, nada

(12)

Dimensi ketiga, Doing for berarti bersama – sama melakukan sesuatu tindakan yang bisa dilakukan, mengantisipasi kebutuhan yang diperlukan, kenyamanan, menjaga privasi dan martabat klien. Subdimensinya yaitu; a) Comforting (

memberikan kenyamanan), dalam melakukan tindakan keperawatan dilakukan dengan memberikan kenyamanan pada klien dan menjaga privasi klien, b) Performing competently ( menunjukkan ketrampilan), tidak hanya berkomunikasi

dan memberikan kenyaman dalam tindakannya, perawat juga menunjukkan kompetensi atau skill sebagai perawat professional, c) Preserving dignity

(menjaga martabat klien), menjaga martabat klien sebagai individu atau memanusiakan manusia, d) Anticipating ( mengatisipasi ), perawat dalam melakukan tindakan selalu meminta persetujuan klien dan keluarga, e) Protecting (melindungi), melindungi hak-hak pasien dalam memberikan asuhan keperawatan dan tindakan medis.

(13)

( memberikan informasi), memberikan informasi yang berkaitan dengan

peningkatan kesehatan klien dalam rangka memberdayakan klien dan keluarga klien, c) Supporting (mendukung), memberikan dukungan kepada klien dalam mencapai kesejahteraan / well being sesuai kapasitas sebagai perawat, d)

Feedback (memberikan umpan balik), memberikan umpan balik terhadap apa

yang dilakukan oleh klien dalam usahanya mencapai kesembuhan / well being,

e) Helping patients to focus generate alternatives (membantu pasien untuk focus

dan membuat alternative), menolong pasien untuk selalu fokus dan terlibat dalam program peningkatan kesehatannya baik tindakan keperawatan maupun tindakan medis.

(14)

terhadap masalah yang dialami dengan sikap tubuh, kontak mata dan intonasi bicara perawat, c) Maintaining realistic optimism yaitu menjaga dan menunjukan optimisme perawat dan harapan terhadap apa yang menimpa klien secara realistis dan berusaha mempengaruhi agar klien mempunyai optimisme dan harapan yang sama, d) Helping to find meaning yaitu membantu klien menemukan makna akan masalah yang terjadi sehingga klien perlahan - lahan menerima bahwa setiap orang dapat mengalami apa yang dialami klien, e)Going the distance (menjaga jarak), semakin jauh menjalin/menyelami hubungan dengan tetap menjaga hubungan sebagai perawat-klien yang tujuan akhir dalam tahap ini adalah kepercayaan klien sepenuhnya terhadap perawat dan responsibility serta caring secara total oleh perawat kepada klien.

Dengan demikian dapat disimpulkan caring bukanlah sesuatu yang baru dan

unik karena sudah ada sejak jaman Florence Nightingale dan tidak diturunkan melalui genetic tetapi dapat dipelajari melalui budaya profesi. Caring merupakan perilaku profesional perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan kemampuan intelektual, teknikal yang diberikan kepada klien, keluarga dan masyarakat dengan penuh perhatian, peduli, ramah, santun, komunikasi terapeutik serta selalu siap sedia untuk memberikan yang terbaik untuk klien.

(15)

perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien (r=0.78, p < 0.001, R2=61.46%). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=335).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wolf, et al (2003) mendapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 237.84 (SD=15.11), dengan ketentuan rentang skor 42 - 252. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah caring behavior inventory (CBI), dan patient satisfaction instrument (PSI). Pada

penelitian ini juga didapatkan korelasi yang positif antara caring perawat dengan kepuasan pasien (r=0.53, p=0.01, R2=26.3%). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=73).

Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Palese, et al (2011) didapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 4.9 (SD=0.8), dengan ketentuan rentang skor 1 - 6. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah caring behavior inventory (CBI), dan patient satisfaction scale (PSS). Pada penelitian ini

juga didapatkan korelasi yang positif antara caring perawat dengan kepuasan pasien di enam negara di Eropa (Czech Republic r=0.27, Cyprus r=0.76, Finland r=0.71, Greece r=0.85, Hungary r=0.63, dan Italy r=0.45 (p<0.01) ). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=1565).

Berdasarkan penelitian Rafii, et al (2007) didapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 184.14 (SD=46.90), dengan ketentuan rentang skor 42 - 252. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah caring behavior inventory (CBI) dan patient satisfaction instrument (PSI). Pada penelitian ini juga

(16)

(r=0.72, p<0.001). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=250). Penelitian yang dilakukan oleh Prompahakul, et al (2011) mendapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 2.12 (SD=0.43), dengan ketentuan rentang skor 1 - 3. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nurse’s caring behavior for dying patient questionnaire (NCBDPQ Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perawat

(n=360).

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Becker, Blazovich, Schug, Daniels, Neal, Pearson, Preston, et al (2008) mendapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 2.36 (SD=0.50), dengan ketentuan rentang skor 1 – 3. Instrumen

yang digunakan dalam penelitian ini adalah caring behavior during blood pressure measurement instrument. Adapun yang menjadi sampel dalam

penelitian ini adalah mahasiswa perawat (n=59). Pada penelitian ini juga dijelaskan bahwa dengan melakukan intervensi pemberian pendidikan tentang perilaku caring dapat mengembangkan perilaku caring perawat selama melakukan tindakan keperawatan.

2.3.Kepuasan Pasien

Kepuasan pasien adalah persepsi, sikap pasien terhadap pelayanan keperawatan, dan merupakan kriteria hasil evaluasi dari kualitas pelayanan keperawatan (Risser, 1975).

(17)

a. Praktik profesional (Technical-professional) yaitu perilaku perawat yang mampu mencapai tujuan sesuai dengan perannya, sebagai contoh pengetahuan perawat dalam pemeriksaan fisik kepada pasien, dan keahlian dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.

b. Hubungan saling percaya (Trusting relationship) yaitu kemampuan berkomunikasi secara langsung maupun tidak langsung dengan baik, misalnya perhatian kepada pasien, mendengarkan keluhan-keluhan pasien, dan rasa sensitif kepada pasien.

(18)

Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan pelayanan pasien dari persepsi pasien/ keluarga terdekat. Keadaan ini akan tercapai, apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien atau keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan memprioritaskan kebutuhan pasien, sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik-baiknyaantara tingkat rasa puas atau hasil dan derita-derita serta jerih payah yang telah dialami guna memperoleh hasil tersebut (Soejadi, 1996).

Dimensi kepuasan yang dirasakan seseorang sangat bervariasi sekali, namun secara umum dimensi dari kepuasan mencakup hal-hal berikut (Azwar, 1996): a. Kemampuan yang mengacu hanya pada penerapan standar kode etik profesi. Pelayanan kesehatan dikatakan memenuhi kebutuhan kepuasan pasien apabila pelayanan yang diberikan mengikuti standar serta kode etik yang disepakati dalam suatu profesi, atau dengan kata lain yaitu bila suatu pelayanan kesehatan yang diberikan telah mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh profesi yang berkompeten serta tidak menyimpang dari kode etik yang berlaku bagi profesi tersebut. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk menilai pemikiran seseorang terhadap kepuasan yang diperolehnya mencakup hubungan petugas pasien (relationship), kenyamanan pelayanan (amenities), kebebasan melakukan pilihan (choice), pengetahuan dan kompetensi teknis (scientific knowledge and technical skill), efektifitas pelayanan (effectivess) dan keamanan tindakan (safety).

(19)

pelaksanaan pelayanan yang diajukan atau ditetapkan, yang didalamnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai ketersediaan pelayanan kesehatan (available), kewajaran pelayanan kesehatan (appropriate), kesinambungan pelayanan kesehatan (continue), penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable), ketercapaian pelayanan kesehatan (accessible), keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable), efisiensi pelayanan kesehatan (efficient) dan mutu pelayanan kesehatan (quality).

(20)

b. Reliability (keandalan) adalah pelayanan yang disajikan dengan segera dan memuaskan dan merupakan aspek – aspek keandalan system pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana, kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang diberikan keakuratan penanganan.

c. Responsiveness (tanggung jawab) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hal ini meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat.

d. Assurance (jaminan) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan karyawan,

kesabaran karyawan, dukungan pimpinan terhadap staf.

e. Empathy (empati) adalah berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan konsumen, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen.

(21)

didapatkan korelasi yang positif antara perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=335).

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Wolf, et al (2003) mendapatkan data bahwa rata-rata kepuasan pasien 105,67 (SD=2,26), dengan ketentuan rentang skor 25 - 125. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah patient satisfaction instrument (PSI). Pada penelitian ini juga didapatkan korelasi yang

positif antara caring perawat dengan kepuasan pasien. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=73).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Palese, et al (2011) didapatkan data bahwa rata-rata kepuasan pasien 3,3 (SD=0.58), dengan ketentuan rentang skor 1 – 4. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah patient satisfaction scale (PSS). Pada penelitian ini juga didapatkan korelasi yang positif antara

caring perawat dengan kepuasan pasien di enam negara di Eropa (Czech Republic

r=0.27, Cyprus r=0.76, Finland r=0.71, Greece r=0.85, Hungary r=0.63, dan Italy r=0.45 (p<0.01) ). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=1565).

Berdasarkan penelitian Rafii, et al (2007) didapatkan data bahwa rata-rata kepuasan pasien 84,76 (SD=15,65), dengan ketentuan rentang skor 25 - 125. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah patient satisfaction instrument (PSI). Pada penelitian ini juga didapatkan korelasi yang positif antara

caring perawat dengan kepuasan pasien (r=0.72, p<0.001). Adapun yang menjadi

(22)

2.4. Landasan Teori

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien merupakan nilai subyektif pasien terhadap pelayanan yang diberikan setelah membandingkan dari hasil pelayanan yang diberikan dengan harapannya. Kepuasan pasien pada penelitian ini didasari teori yang dikembangkan oleh Risser (1975). Perawat merupakan ujung tombak dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, dan merupakan orang yang paling lama berinteraksi dengan pasien, sehingga dalam menjalankan praktik keperawatan perlu lebih memperhatikan perilaku caring perawat sebagai salah satu upaya untuk memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas yang pada akhirnya akan memberikan kepuasan kepada pasien. Perilaku Caring yang diharapkan dalam keperawatan adalah sebuah perilaku yang didasari oleh beberapa aspek diantaranya : pengetahuan, kepedulian, keterampilan, ketulusan hati, tanggung jawab, kepercayaan, mendengarkan, jujur, tepat waktu, spiritual. Perilaku caring yang diteliti pada penelitian ini adalah suatu tindakan yang didasari oleh kepedulian, kasih sayang, keterampilan, empati, tanggung jawab, sensitive, dan dukungan yang didasari oleh teori caring yang dikembangkan oleh Watson (1979).

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan tiga macam metode pengumpulan data, yaitu: (1) metode observasi dilakukan untuk mengetahui kelengkapan sarana dan prasarana di sekolah

Data primer diperoleh dari angggota Gapoktan penerima pinjaman dana BLM-PUAP dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Data sekunder diperoleh dari lembaga

Setelah melihat bahwa Negara terbukti masih lemah dalam penanganan hukum kasus tindak pidana perdagangan orang, maka kemungkinan besar yang terjadi, menjadi

Penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut: melakukan sosialiasi terhadap pihak-pihak yang terkait dalam penggunaan lapangan penumpukan container yaitu

internet maupun pendapat-pendapat terkait dengan materi yang akan diteliti. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang. perolehan

S : Jika Anda SERING melakukan hal seperti yang ada pada pernyataan.. J : Jika Anda JARANG melakukan hal seperti yang ada

Selanjutnya, untuk 51 pernyataan yang berkategori B (baik), peneliti hanya membahas untuk nilai indeks kepuasan mahasiswa yan berada pada indeks terendah 0.045 -

Skripsi ini bertujuan untuk memaparkan fungsi dan peran Taman Kebun Bunga dalam memperkenalkan sosok Tjong Yong Hian yang adalah Tokoh Masyarakat Tionghoa di