• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi 2.1.1. Definisi Hipertensi - Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipertensi 2.1.1. Definisi Hipertensi - Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi Tahun 2014"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi

2.1.1. Definisi Hipertensi

Hipertensi menurut WHO (2011) adalah peningkatan tekanan darah sistolik

sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih

besar 90 mmHg. Hipertensi adalah tekanan darah yang kuat dan konstan memompa

darah melalui pembuluh darah. Hipertensi sering kali dijumpai tanpa gejala, relatif

mudah diobati dan sering menimbulkan komplikasi seperti stroke, kelemahan

jantung, penyakit jantung koroner,dan gangguan ginjal (Palmer, 2007). Hipertensi

adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut

ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk

pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel kanan (untuk otot jantung).

Hipertensi menyerang target organ di otak yang berupa stroke, hipertensi menjadi

penyebab utama stroke yang membawa kematian yang tinggi (Bustan, 2007).

Menurut WHO (2011) batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau

120 mmHg tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik.

Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90

mmHg.

(2)

Joint National Commite on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure ( JNC VIII), yaitu:

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi untuk Usia ≥ 18 Tahun

Kategori Tekanan sistolik

(mmHg) Tekanan diastolic (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Sedang 140 – 159 Atau 90 – 99

Berat > 160 Atau > 100

Adapun jenis hipertensi yaitu :

a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)

Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan persisten

tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik

normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi esensial meliputi lebih kurang

95% dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi

sekunder. Hipertensi esensial dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, jenis

kelamin, ras, faktor genetik atau keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi

obesitas, stres, konsumsi garam berlebih dan sebagainya.

b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial)

Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat

di ketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi kurang lebih 5% dari total

penderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari

(3)

menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu atau kombinasi

dari hal-hal berikut :

a. Akibat stres yang parah,

b. Penyakit atau gangguan ginjal,

c. Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan,

d. Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya,

e. Cidera di kepala atau pendarahan di otak yang berat,

f. Tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan (Astawan, 2009)

2.1.2. Patofisiologi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil perkalian cardiac output (curah jantung) dengan total tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan denyut jantung. Pengaturan tahanan perifer

dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol

yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor

arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi

vaskular. Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, diuresis tapi juga

dalam aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan

arteri. Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui

mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulus parasimpatis) dan

vasodilatasi dengan penurunan tonus simpatis. Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh mengalami kelebihan garam dan air,

(4)

aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan penurunan tekanan darah. Kondisi

patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam

dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik (Udjianti, 2010).

2.1.3. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala tersebut mulai bisa dirasakan oleh para penderita hipertensi

dengan tekanan darah lebih besar dari 140/90 mmHg. Gejala-gejala yang dirasakan

penderita hipertensi adalah pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur,

sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan,

muka pucat, suhu tubuh rendah (Shadine, 2010).

Biasanya tanpa gejala atau tanda-tanda peringatan untuk hipertensi dan sering

disebut (silent killer). Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami klien antara lain : sakit kepala (rasa berat ditengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, vomiting,

ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur

atau ganda, tinnitus (telinga berdenging), serta kesulitan tidur (Udjianti, 2010).

2.1.4. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul jika hipertensi tidak di tangani dengan tepat

adalah:

a. Stroke

Dapat timbul, akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang

(5)

b. Infark miokardium

Apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen

ke miokardim atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah

melalui pembuluh tersebut.

c. Gagal ginjal

Kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal,

glomerolus.

d. Enselopati (kerusakan otak)

Tekanan yang sangat tinggi dapat menyebabkan peningkatan kapiler dan

dorongan cairan ke dalam ruang interstisium di seluruh susunan saraf pusat

(Shadine, 2010).

Alat tubuh yang sering terserang hipertensi adalah mata, ginjal, jantung dan

otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan

kebutaan. Payah jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi

berat disamping kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi pendarahan

akibat pecahnya mikroaneurisma yang mengakibatkan kematian. Kelainan lain yang

dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara

(transient ischaemic attack) (Riyadina, 2002).

Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat

embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke

dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami

(6)

berkurang. Arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Corwin, 2009)

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak

dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang

menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan

hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardum mungkin tidak dapat dipenuhi dan

dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit

fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksi

dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui

urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema,

yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.

Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna

(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada

kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke

ruang interstisial diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolaps

dan terjadi koma serta kematian (Corwin, 2009).

2.1.5. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas

akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan

(7)

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

a. Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan

sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Sedangkan terapi tanpa

obat meliputi

a. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

1. Kurangi konsumsi garam secara moderat dari 10 gram perhari menjadi 5 gram

perhari

2. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

3. Penurunan berat badan

b. Menghentikan merokok

c. Mengurangi minuman beralkohol dan kafein

d. Menghindari stres

e. Diet tinggi kalium

f. Makanan dengan jumlah kalori yang tidak berlebihan

b. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja

tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita

dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup

penderita. Pengobatan standar yang diajukan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi

(8)

Pressure, USA, 1998) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama

dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita

(JNC, 2003).

2.1.6. Epidemiologi Hipertensi

Distribusi dan Frekuensi Hipertensi

a. Orang

Pada negara yang sudah maju, hipertensi merupakan masalah kesehatan yang

memerlukan penanganan yang baik karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang

tinggi. Hipertensi lebih sering ditemukan pada pria terjadi setelah usia 31 tahun

sedangkan pada wanita terjadi setelah umur 45 ( setelah menopause). Di Jawa Barat

prevalensi hipertensi pada laki-laki sekitar 23,1% sedangkan pada wanita sekitar

6,5%. Pada usia 50-59 tahun prevalensi hipertensi pada lak-laki sekitar 53,8%

sedangkan pada wanita sekitar 29% dan pada usia lebih dari 60 tahun prevalensi

hipertensi sekitar 64,5% (Suryati, 2005).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007

menunjukan prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas secara

nasional mencapai 31,7%. Berdasarkan kelompok umur yang paling tinggi terdapat

pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 63,5% dan pada kelompok umur diatas 75

tahun yaitu 67,3%. Berdasarkan jenis kelamin prevalensi hipertensi pada laki-laki

(9)

b.Tempat

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi

di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Provinsi Jawa

Timur (37,4%), Bangka Belitung (37,2%), Jawa Tengah (37,0%), Sulawesi

Tengah(36,6%), DI Yogyakarta (35,8%), Riau (34,0%), Sulawesi Barat (33,9%),

Kalimantan Tengah (33,6%), dan Nusa Tenggara Barat (32,4%), merupakan provinsi

yang mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional (31,7%).

c. Waktu

Penderita hipertensi berdasarkan waktu berbeda pada setiap tahunnya. Studi

morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), 2001 menunjukkan bahwa

prevalensi hipertensi mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk pada tahun

1995 naik menjadi 110 per 1000 penduduk tahun 2001. Sedangkan hasil SKRT 2004

menunjukkan proporsi hipertensi pada pria sebesar 12,2% dan wanita 15,5%

(Corwin, 2009). Berdasarkan laporan riskesdas tahun 2007 prevalensi hipertensi di

Indonesia mencapai 31,7% dari total penduduk dewasa.

2.1.7. Faktor Risiko Hipertensi

a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

1. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar

risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena

(10)

prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan

kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Dengan bertambahnya umur, risiko

terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia,

namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih (Nurkhalida,

2003).

2. Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka

yang cukup bervariasi. Dari penelitian yang dilakukan Sugiri di Jawa Tengah

didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di

Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di

Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Pria lebih banyak

yang menderita hipertensi dibanding wanita, hal ini disebabkan karena terdapatnya

hormon estrogen pada wanita (Marliani, 2007).

3. Riwayat Keluarga

Orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering

menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor

keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi

primer (Nurkhalida, 2003). Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung

meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika seorang dari orang tua kita

mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan

mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi,

(11)

b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

1. Konsumsi Garam

Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya

hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume

plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan

ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem

pendarahan) yang normal (Sheps, 2005). Garam merupakan faktor yang sangat

penting dalam pathogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan

pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3

gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika

asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi

15-20%. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan

110 mmol natrium atau 2400 mg/hari (Hull, 1996).

2. Konsumsi Lemak Jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat

badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan

risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan

konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan

dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak

sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat

(12)

3. Penggunaan Jelantah

Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk

menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan

dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung

dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kandungannya sebetulnya tidak

jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak

tidak jenuh (ALTJ) (Yundini, 2006). Dianjurkan oleh Ali Komsan, bagi yang tidak

menginginkan menderita hiperkolesterolemi dianjurkan untuk membatasi penggunaan

minyak goreng terutama jelantah karena akan meningkatkan pembentukan kolesterol

yang berlebihan yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu

terjadinya penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, darah tinggi dan lain-lain.

4. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat

cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui

secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak

memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum

sedikit (Hull, 1996). Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai

karena survei menunjukkan bahwa 10% kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi

alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.

Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah

serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Diperkirakan

(13)

hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol per hari

meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali.

5. Obesitas

Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh >

25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu

faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi (Suyono, 2001). Obesitas merupakan ciri

dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah

penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak

obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas

saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Melalui olah raga

yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-60 menit/hari) dapat

menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Obesitas erat

kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi

lemak.

Menurut Alison Hull dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan

antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal

maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan

bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Dibuktikan juga

bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi

dikemudian hari. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obesitas 5 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada

(14)

6. Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena

olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan

menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada

hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya

obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya

hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena

meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung

mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya

harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung

harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sheps, 2005).

7. Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres

menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi

(Nurkhalida, 2003). Menurut Smet, stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan

emosi, fisik atau lingkungan tidak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan

kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah

pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Apabila stres berlangsung lama dapat

mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Stres dapat meningkatkan

(15)

normal kembali. Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan

darah.

8. Penggunaan Estrogen

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda.

Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita

hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormone

estrogen setelah menopause (Marliani, 2007). Peran hormon estrogen adalah meningkatkan kadar HDL yang merupakan faktor pelindung dalam pencegahan

terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan hormone estrogen dianggap

sebagai adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause, wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormone estrogen yang selama ini melindungi

pembuluh darah dari kerusakan. Umumnya, proses ini mulai terjadi pada wanita umur

45-55 tahun (Kumar, 2005).

Hipertensi timbul akibat interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh

faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan terhadap

timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu maka

pencegahan hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya

(16)

2.1.8. Pencegahan Hipertensi

a. Pencegahan Primer

1. Pencegahan primordial: meningkatkan derajat kesehatan dengan gizi dan gaya

hidup sehat misalnya mengkonsumsi gizi yang seimbang dan menjaga pola

makan yang baik.

2. Promotif: promosi kesehatan, misalnya dengan melaksanakan dan mengikuti

penyuluhan gizi dan pola makan untuk menghindari faktor resiko hipertensi

3. Proteksi spesifik: turunkan atau hindari faktor resiko dengan menjaga pola

makan, tidak merokok, istirahat yang cukup dan rajin berolahraga.

b. Pencegahan Sekunder

1. Diagnosa awal: screening, pemeriksaan check-up

2. Pengobatan yang tepat: segera mendapatkan pengobatan komprehensif dan kausal

awal keluhan.

c. Pencegahan Tersier

Rehabilitasi: upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati

untuk menghindari komplikasi daripada hipertensi. Pada umumnya orang akan

berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau keluarganya sakit keras atau

meninggal dunia akibat hipertensi. Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita

hipertensi agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah, tentunya harus disertai

(17)

2.2. Gaya Hidup

2.2.1. Pengertian Gaya Hidup

Menurut Kotler (2002), Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia

yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan

keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Minor

dan Mowen gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana

orang membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu (Tamher,

2009).

Menurut Belloc dan Breslow (1972), yang termasuk gaya hidup adalah:

a. Pola makanan yang baik

b. Aktifitas fisik

c. Olahraga

d. Istirahat/tidur 7-8 jam perhari

e. Tidak merokok

f. Tidak minum-minuman keras

g. Tidak mengonsumsi obat-obatan (Watson, 2003).

2.2.2. Aktifitas Fisik

Melakukan aktivitas fisik yang cukup merupakan salah satu dari sekian

banyak hal yang dikategorikan ke dalam pengobatan non farmakologis. Aktivitas

fisik yang cukup dan teratur terbukti dapat membantu menurunkan tekanan darah.

Pada zaman sekarang, dengan berbagai kemudahan membuat orang enggan

(18)

mengapa hipertensi lebih banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan daripada

masyarakat di lingkungan pedesaan. Banyaknya sarana transportasi dan berbagai

fasilitas lain bagi masyarakat perkotaan menyebabkan penurunan aktivitas fisik

mereka. Padahal, aktivitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah.

Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu menguatkan jantung. Jantung yang lebih

kuat tentu dapat memompa lebih banyak darah dengan hanya sedikit usaha. Semakin

ringan kerja jantung, semakin sedikit tekanan pada pembuluh darah arteri sehingga

tekanan darah akan menurun (Marliani, 2007)

Aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat mengurangi risiko terhadap

penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah selain dapat membantu mengurangi

berat badan pada penderita obesitas. Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita

hipertensi adalah aktivitas sedang selama 30-60 menit setiap hari. Kalori yang

terbakar sedikitnya 150 kalori perhari. Salah satu yang bisa dilakukan adalah aerobik.

Suatu aktivitas, baik itu kegiatan sehari-hari ataupun olahraga, dikatakan aerobik jika

dapat meningkatkan kemampuan kerja jantung, paru-paru, dan otot-otot (Marliani,

2007).

Perubahan gaya hidup “sedentary” merupakan gaya hidup dimana gerak fisik yang dilakukan minimal sedang beban kerja mental maksimal. Keadaan ini besar

pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan termasuk keadaan gizi seseorang dan

selanjutnya berakibat sebagai penyebab dari berbagai penyakit. Latihan fisik secara

teratur ke dalam kegiatan sehari-hari adalah penting untuk mencegah hipertensi dan

(19)

Gaya hidup juga bisa memengaruhi kerentanan fisik terutama karena

kurangnya aktifitas fisik akibatnya timbul penyakit yang sering diderita antara lain

diabetes mellitus atau kencing manis, penyakit jantung, hipertensi, kanker atau

keganasan dan lain-lain. Gaya hidup pada jaman modern ini telah mendorong orang

mengubah gaya hidupnya seperti jarang bergerak karena segala sesuatu atau

pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya teknologi yang modern

seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot debu,

bepergian dengan kendaraan walaupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan dengan

jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk kesehatan karena tubuh kita

menjadi manja, karena kurang bergerak, sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan

penyakit (Marliani, 2007).

Untuk menciptakan hidup yang sehat, segala sesuatu yang kita lakukan tidak

boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik tetapi

sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah sesuatu hal

itu sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2008).

2.2.3. Pola Makan

Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan

mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologi,

budaya dan sosial. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang

berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Sediaoetama, 2006).

Menurut pendapat Khumaidi dan Suhardjo menyatakan bahwa pola konsumsi

(20)

kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan.

Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang dapat

memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekwensi bahan makanan yang

dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok

masyarakat tertentu (Supariasa dkk, 2001).

Pola makan individu meliputi bahan makanan pokok (sumber karbohidrat),

lauk pauk (sumber protein hewani dan nabati), sayur dan buah. Pola makanan yang

tidak baik akan menimbulkan beberapa gangguan seperti kolesterol tinggi, tekanan

darah meningkat dan kadar gula yang meningkat (Sediaoetama, 2006). Diet kaya

buah-buahan, sayuran, mengurangi asupan natrium, rendah lemak dan kolesterol

dapat menurunkan tekanan darah ( Lawrence, 2002).

Kebutuhan akan serat yang dapat larut dalam air seperti apel, jeruk, pir,

kacang merah dan kedelai juga perlu untuk tubuh. Selain sebagai sumber serat, buah

dan sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Mengonsumsi serat dan

buah sangat penting untuk tubuh untuk mencegah sulit buang air besar. Selain itu

konsumsi susu dapat menambah kebutuhan air yang kurang pada tubuh. Beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan adalah: porsi makan jangan

terlalu kenyang akan lebih baik jika porsi makannya sedikit tapi sering, banyak

minum air putih sekitar 7-8 gelas/hari dan batasi minum kopi dan teh, kurangi garam,

makanan hendaknya mudah dicerna, lembek tidak keras, hindari makanan yang

terlalu manis, terlalu asin dan yang terlalu gurih/gorengan (Rimbana 2004; Sunita,

(21)

Pola makanan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik

jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang

mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi

kebutuhan tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan (Supariasa, 2001).

Kejadian penyakit infeksi dan kekurangan gizi dapat diturunkan jika pola

makan seimbang, sebaliknya penyakit degeneratif dan penyakit kanker meningkat jika pola makanan tidak seimbang. Di beberapa daerah masalah penyakit infeksi

masih menonjol sehingga dalam transisi epidemiologi kita menghadapi beban ganda

(Double Burden), peningkatan kemakmuran diikuti oleh perubahan gaya hidup karena pola makan, di kota-kota besar berubah dari pola makan tradisional yang

mengandung banyak karbohidrat, serat dan sayuran, ke pola makanan masyarakat

barat yang komposisinya terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula dan garam

tetapi rendah serat (Depkes RI, 2008).

Sedangkan menurut WHO (2003) meningkatnya industrialisasi, urbanisasi,

mekanisasi yang terjadi di sebagian besar negara di dunia, berhubungan dengan

perubahan makanan dan perilaku, termasuk ke dalamnya makanan yang tinggi lemak

dan tinggi energi serta gaya hidup yang lebih santai, melakukan aktifitas bisa dibantu

dengan peralatan yang tidak banyak mengeluarkan energi. Tingginya kandungan

sukrosa dalam makanan meningkatkan tekanan arteri pada beberapa orang dengan

tensi normal yang kemudian memberikan efek meningkatkan penyerapan NaCl

(natrium klorida) pada orang yang memiliki tekanan darah normal dan hipertensi.

(22)

pada toleransi glukosa. Konsumsi lemak mempunyai pengaruh kuat pada resiko

penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner dan stroke, efek lain pada

lipid darah, trombosis, tekanan darah tinggi (Tamher, 2009).

Gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya

hidup seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman

kaleng, buah dan sayur yang memakai bahan pengawet, makanan kaya lemak,

makanan kaya kolesterol. Gaya hidup seperti ini tidak baik untuk tubuh dan kesehatan

karena tubuh kita menjadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh

menjadi lembek dan rentan penyakit (Depkes RI, 2008).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiarto (2007) di

Kabupaten Karanganya dikatakan bahwa kebiasaan sering mengkonsumsi lemak

jenuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 0,022; OR =

2,01 dan 95% CI = 1,10-3,66

2.2.4. Kebiasaan Istirahat

Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan badan kita. Banyak orang yang tidur

jadi lemas, tidak ada semangat, lekas marah dan stress. Hasil riset terbaru para ahli di

Chicago membuktikan, 3 hari mengalami kurang tidur, kemampuan tubuh dalam

memproses glukosa akan menurun secara drastis, sehingga dapat meningkatkan

resiko mengidap diabetes. Selanjutnya menurut mereka, tidur tidak nyenyak selama 3

hari berturut-turut akan menurunkan toleransi tubuh terhadap glukosa, khususnya

(23)

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini

bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan

penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas

tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh

mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar

dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk

kesehatan (Depkes RI, 2008).

2.2.5. Riwayat Merokok

Merokok bukanlah gaya hidup yang sehat. Merokok dapat mengganggu kerja

paru-paru yang normal, karena Hemoglobin lebih mudah membawa Karbondioksida

daripada membawa Oksigen. Jika terdapat Karbondioksida dalam paru-paru, maka

akan dibawa oleh Hemoglobin sehingga tubuh memperoleh Oksigen yang kurang dari

biasanya. Kandungan Nikotin dalam rokok yang terbawa dalam aliran darah dapat

memengaruhi berbagai bagian tubuh yaitu mempercepat denyut jantung sampai 20

kali lebih cepat dalam satu menit daripada dalam keadaan normal. Menurunkan suhu

kulit sebesar setengah derajat karena penyempitan pembuluh darah kulit dan

menyebabkan hati melepaskan gula ke dalam aliran darah (Bustan, 2007).

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan

peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya,

risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari.

Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari

(24)

dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah

dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses

aterosklerosis dan hipertensi (Nurkhalida, 2003).

Rokok sangat berisiko karena dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Dua batang rokok terbukti dapat meningkatkan tekanan darah sebesar 10 mmHg.

Berbagai penelitian membuktikan, sesudah merokok selama kurang lebih 30 menit,

tekanan darah akan meningkat secara signifikan. Rokok meningkatkan tekanan darah

lewat zat nikotin yang terdapat dalam tembakau. Zat nikotin yang terisap beredar

dalam pembuluh darah sampai ke otak. Otak kemudian bereaksi dengan memberikan

sinyal pada kelenjar adrenalin untuk melepaskan hormon epinefrin/ adrenalin.

Hormon adrenalin ini akan membuat pembuluh darah menyempit dan memaksa

jantung untuk bekerja lebih kuat untuk memompa darah. Hal inilah yang

menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Disamping itu zat-zat yang terdapat dalam rokok dapat mempengaruhi

dinding arteri sehingga lebih peka terhadap penumpukan lemak (plak) dan dapat memicu dilepaskannya natrium yang bersifat menahan air. Volume plasma pun

meningkat sehingga tekanan darah naik. Untuk itulah berhenti merokok sangat

penting untuk menurunkan dan mengendalikan tekanan darah. Menghindari rokok

dapat menjauhkan dari risiko penyakit jantung dan pembuluh darah lain (Marliani,

(25)

a. Kategori Perokok

1. Perokok Pasif

Perokok pasif adalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak

merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada

perokok aktif. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh

perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali

lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Marliani, 2007).

2. Perokok Aktif

Perokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atau asap

utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang merokok dan langsung menghisap

rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun

lingkungan sekitar (Marliani, 2007).

b. Jumlah Rokok yang di Hisap

Jumlah rokok yang di hisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari.

Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :

a. Perokok Ringan: Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang

per hari.

b. Perokok Sedang: Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari.

c. Perokok Berat: Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang

(26)

Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok maka

dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan

mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang

berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya

akan mencapai titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan

(Muttaqin, 2009).

2.3. Landasan Teori

Penyakit tidak menular (PTM) secara umum meliputi penyakit jantung,

stroke, kanker, hipertensi, diabetes melitus, penyakit paru obstruktif kronis, asma

bronkial, penyakit sendi yang sebagian non infeksi, nyeri punggung yang

menyebabkan ketidakmampuan bekerja, cedera berat seperti trauma dan lain

sebagainya. PTM dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor

risiko yang sama (common underlying risk factor) seperti kardiovaskuler, stroke, diabetes melitus, hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik dan kanker. Faktor risiko

tersebut antara lain mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak kurang serat,

kurang aktifitas fisik, alkohol, obesitas, gula darah tinggi, lemak darah tinggi.

Penyakit tidak menular (PTM) telah mempunyai prakondisi sejak dalam kandungan

dan masa pertumbuhan yang diperberat oleh gaya hidup yang tidak sehat. Bila

(27)

Gambar 2.1. Gambar Kerangka Teori Penyakit tidak Menular (Kenneth J.Royhman,1990)

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gaya Hidup

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi untuk Usia ≥ 18 Tahun
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Alur penelitian yang dilakukan ditunjukkan pada Gambar 4. Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahapan segmentasi, tahapan pengukuran fitur dan

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Atas dasar penelitian dan pemeriksaan lanjutan secara seksama terhadap berkas yang diterima Mahkamah Pelayaran dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP)

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa, terdapat korelasi positif antara konformitas dalam pergaulan dengan kepercayaan diri pada remaja di desa Sudimara Kecamatan

Achmad Wardi - Badan Wakaf Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Dompet Dhuafa Republika sebagai pengelola RS - Masyarakat dhuafa (gratis disubsidi dana zakat).

Namun pada neonatus dengan gejala klinis TB dan didukung oleh satu atau lebih pemeriksaan penunjang (foto toraks, patologi anatomi plasenta dan mikrobiologis darah v.umbilikalis)

Tujuan dari penulisan ini adalah membuat aplikasi yang dapat memberikan rekomendasi pemesanan iklan yang optimal, data yang saling terintegrasi, dan kalkulasi