• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Tari Piring (Studi Etnografi Mengenai Komodifikasi Tari Piring di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Tari Piring (Studi Etnografi Mengenai Komodifikasi Tari Piring di Kota Medan)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tulisan ini mendeskripsikan mengenai Komodifikasi pada Tari Piring dan bagaimana pengaruh globalisasi terhadap tari piring, serta bagaimana fungsi dan penggunaan tari piring pada masyarakat Minangkabau di Kota Medan pada era globalisasi saat sekarang ini. Komodifikasi yang dimaksud ialah cara-cara yang dilakukan oleh penari dalam menciptakan gerakan-gerakan pada tari piring untuk dipasarkan, dikembangkan dan dikemas secara apik dan lebih komersial agar menarik minat para penikmatnya (konsumen). Proses komodifikasi dilihat melalui sanggar sebagai sarana pembentuknya.

(2)

sekaligus sebagai jati diri mereka.

Tari Piring merupakan salah satu kesenian yang menunjukkan identitas masyarakat Minangkabau. Di tengah kuatnya arus globalisasi agar bisa tetap bertahan tari piring mengalami banyak perubahan-perubahan yakni, dalam gerakan, pakaian, musik serta penggunaannya. Tari piring merupakan tarian tradisi yang berakar pada kebudayaan Minangkabau. Sekilas tari piring juga menggambarkan penggunaan material piring sebagai bagian dari gerakan dalam tarian. Dalam perkembangan saat ini, tari piring telah mengalami perubahan bentuk dan fungsi yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Perubahan dalam bentuk penyesuaian maupun perubahan secara keseluruhan yang bertujuan memberikan ruang bagi tari piring dalam kehidupan saat ini.

Untuk dapat menjelaskan tari piring secara menyeluruh, maka perlu kiranya penjelasan mengenai tari piring dalam konteks sejarah dan bentuk serta kebudayaan yang menaunginya. Dalam hal ini penjelasan akan dimulai dengan sejarah tari piring yang disertai dengan bentuk dan nilai-nilai kebudayaan Minangkabau yang terangkum dalam pertunjukan tari piring.

(3)

Menurut wikipedia secara sejarah, tari piring dipengaruhi oleh kejayaan kerajaan Pagaruyung, yang berkuasa di wilayah Minangkabau pada abad ke 14. Tari ini merupakan bentuk ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa yang dipengaruhi oleh bentuk kepercayaan lama atas hasil panen yang melimpah. Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan di dalam piring dan melangkah membawa piring tersebut dengan gerakan-gerakan tertentu1

Setelah masuknya pengaruh agama Islam ke daerah Minangkabau, tradisi tari piring tidak lagi digunakan sebagai bentuk ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada bentuk acara-acara yang bersifat hiburan. Hal ini disebabkan pengaruh agama Islam yang kuat dan menghindari bentuk ritual yang dianggap tidak sesuai dengan nilai ajaran Islam

.

2

“In addition to the pre-Muslim and Muslim strata, a third musical layer is found in the Minangkabau area, especially along the coast; it incorporates the partially Westernized Malay songs called lagu Minang moderen ("modern Minangkabau songs"), set to poetic texts and generally accompanied by biola (violins), guitars, rabana, and drums. They are frequently used to accompany dances, such as the happy tari lilin, the gay tari piring ("plate" or "saucer

.

Keterkaitan antara tari piring dalam kebudayaan Minangkabau dengan masuknya pengaruh agama Islam merupakan catatan penting tersendiri. Hal ini terdapat dalam pendapat Kartomi ( 1983 :116) yang menuliskan bahwa :

(4)

dance," sometimes with candles attached to the plates), and the sad love dance tari slendang ("scarf dance").” (Selain strata pra-Muslim dan pra-Muslim, lapisan musik ketiga ditemukan di daerah Minangkabau, terutama di sepanjang pantai; menggabungkan lagu-lagu Melayu sebagian kebarat-baratan yang disebut moderen lagu-lagu Minang ("Minangkabau lagu yang modern"), set ke teks puitis dan umumnya disertai oleh Biola (biola), gitar, Rabana, dan drum. Mereka sering digunakan untuk mengiringi tarian, seperti tari lilin bahagia, gay tari Piring ("piring" atau "tari piring," kadang-kadang dengan lilin yang melekat pada piring), dan sedih tari tarian cinta slendang ("syal tari").

Gerakan tari piring secara umum adalah dengan meletakkan dua buah piring di atas dua telapak tangan yang kemudian diayun dan diikuti oleh gerakan-gerakan tangan dan kaki yang cepat, dan diselingi dentingan piring atau dentingan dua cincin di jari penari terhadap piring yang dibawanya. Pada akhir tarian, biasanya piring-piring yang dibawakan oleh para penari dilemparkan ke lantai dan kemudian para penari akan menari di atas pecahan-pecahan piring tersebut. Tarian ini diiringi oleh kelompok musik yang memainkan alat musik ritmis Talempong dan alat musik melodis Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang terdiri dari tiga sampai tujuh orang.

Tari piring juga merupakan bentuk yang merepresentasikan kebudayaan Minangkabau secara luas dan juga bentuk interkoneksi dalam tubuh manusia, setidaknya hal ini merunut pada pendapat Mason (2008:191) yang mengatakan bahwa :

(5)

budaya dan lingkungan).

Tari Piring merupakan sebuah simbol masyarakat Minangkabau. Gerak dalam tari piring didasarkan pada langkah-langkah yang terdapat pada gerakan Silat atau Silek. Silek adalah seni bela diri yang dilatih oleh masyarakat Minangkabau. Langkah-langkah itu dikembangkan dengan menghiasi gerakan tangan menggunakan piring. Menurut masyarakat Minangkabau, berlatih keseimbangan tari piring sama dengan melatih tenaga dalam yang terdapat dalam Silat atau Silek.

Tari piring dalam lintasan sejarah perkembangannya memiliki gerakan-gerakan yang bersifat tidak terbuka dalam artian gerakan-gerakan tari piring tertutup bagi individu di luar Minangkabau. Hal ini dipengaruhi oleh gerakan tari piring yang berdasar pada gerak bela diri Silek. Sekarang ini tari piring sudah berkembang dalam beberapa jenis pertunjukan, sehingga gerakan-gerakan tari piring lebih terbuka. Gerakan-gerakan yang lebih terbuka ini juga bernilai sebagai aspek yang menarik dan hiburan bagi masyarakat. Selain itu, proses perubahan dalam tari piring juga terjadi pada musik yang mengiringinya, setidaknya hal ini semakin menambah kuat nilai hiburan yang terdapat dalam tari piring. Perubahan yang terjadi pada tari piring memberikan gambaran bahwa kedekatan secara hiburan telah membawa pengaruh yang besar dalam pertunjukan tari piring yang dipengaruhi gerak tari piring yang mengalami perubahan dan menjauh dari gerak dasar Silek3

Perubahan dalam konteks tari piring tidak hanya terjadi dalam bentuk .

3

(6)

hiburan lokal, melainkan juga bentuk perubahan yang disebabkan oleh perpindahan tempat, proses migrasi atau perpindahan masyarakat Minangkabau ke daerah lain turut serta membawa nilai adat budaya Minangkabau dan pada proses selanjutnya, migrasi tersebut juga merubah nilai adat budaya Minangkabau yang menyesuaikan bentuk dan fungsinya pada keadaan lingkungan setempat.

Proses perubahan adalah bentuk yang umum terjadi pada kehidupan. Perubahan juga dapat dianggap sebagai bentuk dinamis dalam suatu kebudayaan. Dalam hal ini tari piring juga merupakan bentuk dinamis yang menyesuaikan bentuknya dalam kehidupan masyarakat Minangkabau di Kota Medan.

Penelitian menjelaskan bagaimana proses komodifikasi yang dilakukan pada Tari Piring di Kota Medan agar tari piring yang merupakan kesenian bagi masyarakat Minangkabau dapat tetap bertahan di era globalisasi ini, serta bagaimana perubahan fungsi dan penggunaan tari piring pada masyarakat Minangkabau di Kota Medan.

1.2. Tinjauan Pustaka

(7)

1.2.1 Kebudayaan

Konsepsi mengenai kebudayaan diperlukan untuk melihat penelitian yang dilakukan merupakan bagian dari penelitian kebudayaan, dengan fokus pada bagian kebudayaan, yaitu kesenian yang secara khusus adalah seni tari.

Kesenian secara sederhana merupakan simbol ekspresi manusia yang lazim disebut kebudayaan. Gambaran umum mengenai suatu kebudayaan selalu dilekatkan terhadap proses kesenian, baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk perilaku.Untuk dapat melihat kesenian dalam lingkup yang luas, diperlukan adanya pemahaman mengenai kebudayaan sebagai akar dari kesenian tersebut. Merunut pada lintasan sejarah yang mengungkapkan mengenai kaitan antara kebudayaan dan kesenian, setidaknya dapat dilihat dari pendapat Malinowski (1944:36) yang mengatakan kebudayaan sebagai :

“It obviously is the integral whole consisting of implements and consumers good, of constitutional charters for the various social groupings, of human ideas and crafts, belief and customs.”(Ini jelas adalah seluruh integral yang terdiri dari alat-alat dan konsumen yang baik, piagam konstitusional untuk berbagai kelompok sosial, ide-ide manusia dan kerajinan, kepercayaan dan adat istiadat).

Pendapat Malinowksi ini secara sederhana memberi pandangan mengenai kebudayaan sebagai suatu kesatuan yang integral dan terdiri dari penerapan serta penggunaan yang terdiri dari kelompok sosial, ide pemikiran, materi atau hasil budaya, kepercayaan dan tradisi. Berdasarkan pendapat Malinowski tersebut dapat dikatakan bahwa kesenian dan seni tari termasuk dalam bentuk ide pemikiran, hasil budaya atau bentuk tari yang menentukan ekspresi kelompok sosial, dalam hal ini masyarakat Minangkabau.

(8)

telah dikemukakan oleh E.B Tylor (1871:1) dan diterjemahkan secara khusus sebagai :

“Culture or civilization, taken in its wide ethnographic sense, is that complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society.” (Budaya atau peradaban, diambil dalam arti etnografis yang luas, adalah bahwa keseluruhan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat, dan lain kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota masyarakat).

Kebudayaan menurut definisi E.B Tylor dipersepsikan sebagai bentuk peradaban kompleks yang didalamnya memuat pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum dan kemampuan lain yang dibutuhkan seorang manusia dalam kehidupannya.

Kutipan dari Hatcher (1999:1-2) mengatakan bahwa budaya lebih berpengaruh dari seni, hal ini disebutkannya sebagai :

“Culture in anthropological sense means much more than the arts; it is conceived as the sum of all the learned, shared behavior of human beings: how they make a living, produce things, organize their societies, and use languange and other symbolic forms. Culture is the distinctively human means of survival. Each and every society has a more or less consistent way of life, a culture.”(Budaya dalam arti antropologis berarti lebih dari seni; itu dipahami sebagai jumlah dari semua dipelajari, berbagi perilaku manusia: bagaimana mereka mencari nafkah, menghasilkan hal-hal, mengatur masyarakat mereka, dan menggunakan bahasa dan bentuk simbolis lainnya. Budaya adalah cara khas manusia untuk bertahan hidup. Masing-masing dan setiap masyarakat memiliki cara yang lebih atau kurang konsisten dari kehidupan, budaya).

(9)

1.2.2. Kesenian

Salah satu bentuk kesenian tradisional adalah tarian, tarian secara sederhana merupakan salah satu bentuk ekspresi manusia yang turut membawa nilai kebudayaan yang melingkupinya, tarian dapat juga dapat diartikan sebagai gerak berkesinambungan yang mewakili suatu nilai tertentu, hal ini juga terdapat dalam tarian piring yang lazim disebut dengan tari piring.

Untuk memahami kesenian, maka definisi atas seni diperlukan agar kesenian yang dimaksudkan dalam penelitian ini sesuai dengan konsepsi kesenian itu sendiri. Pendapat Hatcher (1999:1) mendeskripsikan seni sebagai :

“Art is something that human beings do in a great many ways, for a great many reasons, and if one is curious about art or about people it is natural to ask questions about the whole process and the whole background or context of an art style.” (Seni adalah sesuatu yang manusia lakukan dalam banyak cara yang besar, untuk banyak alasan yang besar, dan jika ada yang ingin tahu tentang seni atau tentang orang-orang adalah wajar untuk bertanya tentang seluruh proses dan seluruh latarbelakang atau konteks gaya seni).

Sebagai proses memahami seni dalam kehidupan masa kini yang melebarkan definisi seni dari seni tradisi hingga seni modern, hal ini didesksripsikan oleh Hatcher (1999:8) sebagai :

(10)

1.2.3. Pertunjukan dan Interpretasi Simbol Tari

Tari piring sering ditampilkan diberbagai pertunjukan yaitu pada acara pernikahan, acara adat Minangkabau, khitanan, serta untuk menyambut tamu-tamu penting. Pertunjukan dalam pembahasan ini mengutip pendapat Erving Goffman, dimana pendapatnya mengenai pertunjukan menjadi rujukan bagi definisi pertunjukan dalam ranah antropologi oleh Victor W. Tuner. Pendapat Goffman (1956:13) mengenai pertunjukan dalam bentuk kehidupan sehari-hari adalah :

“the term 'performance' to refer to all the activity of an individual which occurs during a period marked by his continuous presence before a particular set of observers and which has some influence on the observers.”( pertunjukkan, istilah untuk mengacu pada semua aktivitas individu yang terjadi selama periode yang ditandai oleh kehadirannya terus menerus sebelum set tertentu dari pengamat dan yang memiliki beberapa pengaruh pada pengamat).

Selain bentuk kegiatan pertunjukan dalam kehidupan sehari-hari, pertunjukan secara spesifik dalam bentuk pertunjukan seni tari diartikan oleh Mazzola (2011:14) sebagai :

'”Performance is viewed as an exact expression of a work’s content, as a whole and in parts. Here appears for the first time the idea of an individual and “autonomous” work character, which requires a specific treatment in order to achieve adequate expression of contents.” (Pertunjukkan dipandang sebagai ekspresi yang tepat dari konten pekerjaan ini, secara keseluruhan dan di bagian. Berikut muncul untuk pertama kalinya gagasan individu dan "otonom" karakter kerja, yang membutuhkan perawatan khusus untuk mencapai ekspresi memadai isinya).

Secara khusus, kaitan antara pertunjukan seni dan usaha interpretasi juga diungkapkan oleh Royce (2004:8) sebagai berikut :

(11)

with style and with artistry. Here, we must shift from a codified to a metaphorical vocaboluary. Style implies individual choices about interpretation. We may speak of style in two ways. First, we can identify style in the sense of those choices that make an individual performer immediately recognizable. Second, we can speak of style that tries to carry out the intention of the creator so that the performer become simply the medium, although by no means a passive one.” (Pertunjukan menunjukkan tingkat kompetensi tertentu. Apa yang terjadi antara kompetensi teknis dan interpretasi harus dilakukan dengan gaya dan dengan kesenian. Di sini, kita harus beralih dari kodifikasi ke kosakata penggambaran. gaya menunjukkan pilihan individu tentang interpretasi. Kita mungkin berbicara tentang gaya dalam dua cara. Pertama, kita dapat mengidentifikasi gaya dalam arti dari pilihan-pilihan yang membuat seorang pemain individu segera dikenali. Kedua, kita dapat berbicara tentang gaya yang mencoba untuk melaksanakan niat pencipta sehingga pelaku menjadi hanya media, meskipun tidak berarti pasif).

Selanjutnya, selain bentuk usaha interpretasi dari pertunjukan seni juga terdapat fungsi dari usaha interpretasi pertunjukan seni yang dikemukakan Royce (2004:9) bahwa :

“All performing arts share this interpretive function. Dances interpret choreographers, musicians interpret composer, actors interpret dramatists, or, in the case of the commedia dell'arte, actors interpret commonly understood plots and stories adding the spice of political satire.” (Semua seni pertunjukan membagi fungsi penafsiran ini. Tarian menginterpretasikan koreografer, musisi menginterpretasikan komposer, aktor menginterpretasikan dramawan, atau, dalam kasus komedi dell'arte, aktor menginterpretasikan plot umum dipahami dan cerita menambahkan bumbu sindiran politik).

(12)

lagi lainnya. Dalam hal ini penulis akan melihat simbol-simbol melalui gerakan-gerakan pada tari piring, pakaian yang digunakan, serta musik yang dilantunkan pada tari piring.

Brunner (1986:23) mengatakan bahwa kegiatan seni memerlukan pertunjukan sebagai suatu bentuk usaha evaluasi terhadap kegiatan tersebut dan juga sebagai bentuk penyampaian atau komunikasi kepada masyarakat lainnya.

1.2.4. Globalisasi dan Perubahan

Globalisasi adalah suatu kata yang lazim dipergunakan saat ini untuk mengatakan bentuk perubahan yang terjadi dalam hal menjadikan suatu budaya menjadi mendunia, atau dengan kata lain globalisasi adalah bentuk budaya yang dapat diterima secara umum didunia.

Proses menuju global atau mendunia, setidaknya harus memenuhi beberapa unsur yang disebutkan oleh Appadurai (1996:33), yaitu :1. ethnoscapes, 2. mediascapes, 3. technoscapes, 4. financescapes dan 5. ideoscapes. Sehingga dalam hal ini suatu hal menjadi bentuk global ketika telah mencapai cakupan etno, media, teknik, keuangan dan ideologi.

Dalam skala yang kecil, proses globalisasi setidaknya dapat ditandai dengan adanya usaha perpindahan masyarakat atau migrasi dari suatu wilayah menuju wilayah lain dan turut membawa serta nilai adat budayanya, proses perpindahan tersebut juga melakukan usaha penyesuaian nilai adat budaya pada daerah setempat.

Rodriguez (2007:4) menyatakan bahwa :

(13)

human displacement and the construction of a new political space where transcultural interaction as a result of global movements operates as a critical tool in regard to both migratory and identitary politics.” (ada hubungan erat antara dimensi simbolik dari perpindahan manusia dan pembangunan ruang politik baru di mana interaksi lintas budaya sebagai akibat dari gerakan global yang beroperasi sebagai alat yang penting dalam hal politik baik bermigrasi dan identitas politik).

Dalam konteks penelitian ini, tari piring merupakan bagian dari usaha global yang membawa dimensi simbolik masyarakat pendukungnya berupa nilai tradisi dan budaya Minangkabau pada daerah perantauannya dan membangun ruang identitas politis atas nilai tradisi budaya Minangkabau sebagai suatu usaha mempertahankan identitas dalam kompleksitas budaya.

Secara lebih mendalam Mosquera (1994) mengatakan bahwa saat ini seluruh indvidu manusia hidup dalam dunia komunikasi dan pertukaran, dimana globalisasi merupakan bentuk imajiner yang menghubungkan antara satu hal dengan hal lain dalam satu kesatuan jaringan.

Berbicara mengenai perubahan juga turut memperbincangkan mengenai otentikasi yang merujuk pada usaha menghadirkan suatu bentuk “keaslian” namun tidak dalam konteks waktu, tempat dan keadaan sesungguhnya, yang pada awalnya bertujuan menghindari benturan antara kegiatan ritual dan seni dengan kondisi sosial, kultural dan agama. Dalam perjalanan waktu, proses otentikasi terhadap nilai budaya tidak dapat menjadi suatu ukuran dalam melihat suatu bentuk kebudayaan yang berada diluar wilayah kebudayaannya, sehingga untuk melihat hal tersebut diperlukan pemahaman mengenai komodifikasi.

(14)

seperangkat kepercayaan dan bersifat secara organik serta memiliki keterbatasan. Hal ini membuka ruang kebebasan dalam merefleksikan identitas yang disesuaikan dengan kondisi tertentu.

Proses komodikasi terhadap keberadaan tari piring di Kota Medan juga sebagai bentuk usaha yang disebut Auge (1995:45) bahwa bahasa identitas (ekspresi seni) harus dipertahankan dari ancaman dari dalam maupun luar lingkaran etnik untuk menjadikannya tetap berarti dan memiliki nilai bagi masyarakat (etnik) tersebut. Dalam hal ini, penari atau pencipta tari di Kota Medan melakukan komodifikasi dalam bentuk gerakan, pakaian yang digunakan, serta musik yang dilantunkan agar tari piring tetap bertahan dan mengikuti pasar sehingga dapat menarik bagi penikmatnya (konsumen) yang merupakan etnis Minangkabau di Kota Medan sehingga budaya Minangkabau senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan globalisasi. Oleh karena itu saat ini keberadaan kesenian sebagai bagian dari kebudayaan masih tetap bertahan sebagai identitas budaya masyarakat atau suku bangsa Minangkabau di daerah rantau yaitu Kota Medan.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana eksistensi tari piring dalam globalisasi di Kota Medan. Rumusan tersebut diuraikan dalam pertanyaan penelitian berikut :

(15)

2. Bagaimana perubahan bentuk dan penggunaan tari piring saat ini ? 3. Bagaimana proses komodifikasi pada tari piring di kota Medan ?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana pengaruh globalisasi terhadap tari piring serta bagaimana proses komodifikasi pada Tari Piring di Kota Medan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah terbentuknya perhatian yang lebih besar terhadap seni tradisi yang semakin lama semakin di era globalisasi ini.

Secara akademis penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dalam bidang Antropologi, khususnya dalam memperkaya literatur mengenai Komodifikasi pada Tari Piring di Kota Medan

1.5. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan skripsi secara keseluruhan menjadi sitematis, penulis menyusun sedemikian rupa ke dalam sistematika penulisan. Masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penyusunannya sebagai berikut:

• BAB I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian sistematika penilisan dan pengalaman penelitian.

• BAB II berisi gambaran singkat kota Medan, perantauan minangkabau di

(16)

• BAB III berisi jawaban dari rumusan masalah peneliti yakni tentang

sejarah tari piring, makna gerak tari piring, fungsi dan penggunaan pada tari piring serta musik, pakaian dan peralatan pada tari piring.

• BAB IV berisi jawaban dari rumusan masalah peneliti yakni tentang

komodifikasi gerak, pakaian, musik dan pertunjukkan pada tari piring. • BAB V berisi kesimpulan dari hasil semua BAB yang berisi keseluruhan

hasil penelitian dan saran penelitian.

1.6. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Peneliti mengungkapkan native’s point of view4

Dalam kegiatan observasi partisipasi penulis juga ikut serta dalam bagaimana komodifikasi pada tari piring di Kota Medan, bagaimana pengaruh globalisasi terhadap tari piring di Kota Medan, serta bagaimana fungsi dan penggunaan tari piring pada masyarakat Minangkabau di Kota Medan pada era globalisasi saat sekarang ini. Penelitian ini menggunakan teknik observasi dan wawancara.

1.6.1. Teknik Observasi

Observasi yang penulis lakukan ialah obeservasi partisipasi yakni penulis ikut terlibat langsung dilapangan. Proses pengamatan dilakukan dengan cara mengamati ruang dan tempat, siapa pelaku yang terlibat, gerakan-gerakan dalam tari, pakaian dan instrumen yang digunakan dalam tarian, waktu, peristiwa serta aktivitas yang dilakukan oleh penari tari piring di Kota Medan.

4

(17)

melakukan aktivitas yaitu ikut mempelajari gerakan tari pada tari piring, . Tujuan penulis melakukan observasi partisipasi ini adalah untuk dapat mendekatkan diri lebih dalam pada objek penelitian sehingga data yang didapat menjadi lebih detail. Penulis mengamati bagaimana cara koreografer menciptakan gerak tari pada Tari Piring, penulis juga mengamati bagaimana proses belajar mengajar tari di sanggar tari Tri Arga, sanggar tari BM3 dan sanggar Latansa.

1.6.2. Teknik Wawancara

(18)

Wawancara ini dilakukan dengan waktu dan tempat yang disepakati informan dan penulis, biasanya wawancara dilakukan di sanggar tari masing-masing sembari penulis belajar tari piring. Terkadang penulis juga mendatangi rumah informan kunci untuk melakukan wawancara yang lebih mendalam.

Selanjutnya informan biasa, informan biasa adalah orang-orang yang terlibat dalam tari piring yaitu penari yang menarikan tari piring dan pemusik yang memainkan musik tari piring. Penulis juga mewawancari konsumen yang memesan tari piring untuk acaranya.

Wawancara dilakukan secara langsung akan tetapi tidak menutup kemungkinan wawancara dilakukan melalui media elektronik seperti handphone dan e-mail. Untuk menjaga agar wawancara tetap pada fokus penelitian, penulis akan menggunakan interview guide sehingga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tetap terarah dan tidak lari dari fokus penelitian.

Selain menggunakan interview guide, penulis juga menggunakan recorder untuk merekam proses wawancara dengan informan sehingga dapat mencegah kelupaan dalam memperoleh data.

1.6.3. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian merupakan suatu pandangan mengenai penulis untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh dilapangan. Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan tersebut akan diteliti kembali atau diedit ulang, pada akhirnya kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan data lapangan dan hasil wawancara.

(19)

sebagaimana ditulis oleh Emerson (1995:4-5) sebagai :

“Fieldnotes are accounts describing experiences and observations the researcher has made while participating in an intense and involved manner.”(Catatan lapangan yang menggambarkan kumpulan pengalaman dan pengamatan peneliti yang dicatat saat turut berpartisipasi secara intens dan terlibat).

Penelitian antropologis dengan metode etnografi memberikan suatu bentuk analisis data lapangan berupa “ongoing analysis” yang berarti sebagai proses analisa berjalan terhadap kerja lapangan yang berdasarkan pada observasi dan wawancara terhadap informan.

Langkah selanjutnya data-data ini dianalisa secara kualitatif melalui teknik taksonomi data, sehingga data yang diperoleh dapat dikategorikan berdasarkan jenisnya. Keseluruhan data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman akan fokus penelitian atau berdasarkan kategori-kategori yang sesuai dengan tujuan penelitian.

1.7. Lokasi Penelitian

(20)

1.8. Pengalaman Penelitian

Penelitian ini penulis mulai pada 12 September sampai Januari 2013. Pada saat seminar proposal, penguji ujian seminar peneliti menyarankan untuk pergi ke Padang dan melihat bagaimana tari piring yang masih tradisi disana. Akan tetapi penulis tidak bisa pergi ke sana dikarenakan orangtua penulis pergi ke Eropa selama 3 bulan sehingga tidak ada yang menjaga adik-adik penulis di rumah. Jika penulis menunggu orangtua penulis kembali kemudian pergi ke Padang akan memakan waktu yang sangat lama dalam menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu penulis mengambil keputusan untuk mencari tari piring yang masih tradisi di Kota Medan ini saja.

Pertama sekali penulis menjumpai Iskandar Muda yang merupakan ketua dari Sanggar Tari Tri Arga dan juga Dosen Seni Tari dan Musik di UNIMED (Universitas Negeri Medan). Penulis lalu meminta izin untuk belajar tari piring di sanggar tersebut sembari menyerahkan surat izin penelitian kepada Iskandar Muda atau yang biasa disapa dengan ‘Bang Is’. Bang Is pun merespon dengan baik tujuan penulis dan memberikan informasi mengenai sanggar tari Tri Arga.

(21)

komodifikasi dari tari piring golek yang dulu ia pelajari di ASKI Padang Panjang. Bang Is juga menyarankan penulis untuk datang ke BM3 (Badan Musyawarah Masyarakat Minang) untuk melihat bagaimana bentuk tari piring yang menurutnya masih tradisi.

Selanjutnya penulis pergi ke BM3 untuk melihat bagaimana bentuk tari piring yang diceritakan oleh bang Is. Penulis mendatangi BM3 pada siang hari, akan tetapi keadaan disana sangat sepi dan tidak ada kegiatan tari-menari, yang ada hanya petugas kebersihan yang sedang menyapu halaman BM3. Kemudian penulis bertanya “adakah kegiatan tari menari disini ?”, lalu ia menjawab bahwa ia tidak tahu apa-apa dan menyarankan penulis untuk menghubungi pengelola BM3 dan memberikan nomer handphone pengelola tersebut.

Penulis kemudian menghubungi Pak Mayunas yang merupakan pengelola kelompok tari yang ada di BM3. Melalui Pak Mayunas penulis mendapatkan informasi bahwa kelompok tari di BM3 yang masih aktif ada 2 kelompok, yaitu Tuah Sakato dan IKSA (Ikatan Kesenian Sri Antokan). IKSA latihan menari pada setiap hari Rabu jam 9 malam, sedangkan Tuah Sakato latihan menari pada setiap hari Kamis jam 9 malam.

(22)

persembahan, tari galombang, dan tari rantak. Akan tetapi penulis belum melihat mereka menarikan tari piring, penulis terus menunggu hingga waktu menunjukkan jam setengah 12 malam mereka baru menarikan tari piring diakhir latihan mereka. Setelah latihan penulis mendatangi pelatih tari di IKSA yaitu Henriri. Penulis mulai menanyakan mengenai kelompok tari mereka dan tari piring. Penulis pun menjelaskan maksud penulis datang kesana dan menanyakan izin untuk belajar tari piring disana. Hendri pun menyetujuinya dan mempersilahkan penulis untuk datang pada latihan minggu depannya.

Keesokan harinya pada hari Kamis tepat jam 9 malam penulis datang lagi ke BM3 untuk melihat latihan tari kelompok tari Tuah Sakato. Disana penulis melihat tari-tarian yang ditarikan kelompok Tuah Sakato sama dengan IKSA, bedanya tari piring tidak ditarikan di akhir latihan. Oleh karena itu penulis memutuskan untuk melakukan penelitian pada kelompok tari IKSA saja.

Referensi

Dokumen terkait

Ciri gerakan dan penyajian pertunjukan tari Zapin Betawi ini bisa juga untuk meningkatkan kemampuan para remaja dalam mengkreasikan suatu bentuk tari kreatif yang

Penyajian tari Moncak pada umumnya ditarikan lebih dari empat orang, dikarenakan dalam tari Moncak mempunyai alaur cerita dimana penari Moncak memiliki tugas

Sedangkan perawat yang memiliki komitmen afektif yang lemah dapat tetap bertahan pada rumah sakit, tetapi rasa memilikinya menjadi rendah sehingga akan berdampak buruk terhadap

Proses penciptaan tari kreasi baru, bisa dicirikan dengan kekhasan dari pencipta atau koreografer, sehingga dalam prosesnya akan terdapat sebuah pembelajaran ysng

Untuk tetap bertahan, Guilin Restoran melakukan perubahan strategi, misalnya dengan cara melakukan evaluasi mengenai harga yang ditawarkan oleh pihaknya apakah

Mereka selalu ingin sempurna dan tidak boleh ada yang salah.Fenomena yang terjadi di sanggar tari Taman Budaya Medan dapat dilihat betapa individu yang mengikuti kegiatan tari

Adanya Pusat Perkembangan Kreativitas Anak dalam bidang kesenian seperti seni musik, seni tari, seni rupa, seni teater, dan seni sastra yang memiliki sarana dan

Dalam penelitian ini menguraikan tentang metode pembelajaran pada mata pelajaran seni budaya seperti rumah adat, pakaian adat dan alat musik yang bisa digunakan saat ini yaitu dengan