BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
Terdapat beberapa teori yang dapat menginterpretasikan hubungan antara
nilai persediaan dengan nilai perusahaan.
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Tahun 1976 Jensen dan Meckling dalam penelitiannya yang berjudul Theory
of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure
menyebutkan hubungan Keagenan sebagai berikut:
“... agency relationship as a contract under which one or more persons (the
principal(s)) engage another person (the agent) to perform some service on their
behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”.
Hubungan agen terjadi ketika satu individu atau lebih sebagai pemilik
(principal) yang memberikan delegasi otoritas kepada individu lain (agent) untuk
mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesejahteraan principal (Jensen dan
Meckling, 1976). Ketika pemilik perusahaan menunjuk manajer (orang yang
digaji oleh pemilik perusahaan) sebagai pengelola perusahaan maka saat itu pula
tindakan – tindakan manajemen bisa saja mengarah untuk kepentingannya sendiri.
Manajer mungkin lebih tertarik untuk memaksimalkan kekayaan mereka sendiri
daripada kekayaan pemegang sahamnya sehingga mereka mendapat gaji lebih
(Brigham dan Houston, 2012). Para pemilik perusahaan dapat saja mencegah
manajemen. Namun hal itu sangat sulit dilakukan oleh pemilik perusahaan
sehingga dibutuhkan biaya (agency cost) untuk memaksa manajer agar mau
melakukan tindakan sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Lubis dan
Putra, 2012).
Ada 3 kategori dari agency cost antara lain (Lubis dan Putra, 2012) :
1. Biaya auditor untuk memonitor tindakan
manajer.
2. Biaya untuk menggaji manajer dari luar
sehubungan dengan biaya struktur organisasi.
3. Opportunity Cost, misalnya merupakan
persyaratan agar pemegang saham terpaksa memilih isu tertentu, yang merupakan batasan dari manajer untuk mengambil tindakan yang ada hubungannya dengan harta pemegang saham.
Salah satu dana perusahaan diperoleh dari investasi modal para pemegang
saham dan sudah sewajarnya para pemegang saham menginginkan pengembalian
setara dengan dana yang ditanamkannya. Pengambilan keputusan manajer untuk
dana yang diinvestasikan pada persediaan bisa menjadi jalan lintas para manajer
untuk mencapai keinginan-keinginan bersifat pribadi. Kebijakan perusahaan yang
memberikan intensif atau bonus kepada manajer berdasarkan persentasi dari
jumlah laba dapat menjadikan seorang manejer berkeinginan untuk meningkatkan
laba perusahaan. Berbagai cara dapat dilaksanakan seperti pengefisiensian biaya
serta peningkatan volume penjualan melalui diferensiasi produk. Namun, apabila
adanya ketidaksesuaian dari apa yang diharapkan manajer, hal ini dapat
menjadikan manajer mencari cara yang tidak sesuai dari pendelegasian pemilik
perusahaan yaitu mengatur jumlah nilai akhir persediaan. Apabila nilai persediaan
overstatment. Dalam hal ini, telah terjadi gap antara pemilik perusahaan sebagai
principal dengan manajer perusahaan selaku agency.
2.1.2 Teori Informasi Tidak Simetris (Asymmetric Information)
Awal dekade 1960-an profesor Harvard University, Gordon Donaldson
mengajukan sebuah teori tentang informasi yang tidak simetris atau disebut
sebagai asymmetric information. Teori informasi tidak simetris adalah kondisi
dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain
(Atmaja, 1994). Dalam kaitannya terhadap informasi pada manajemen perusahaan
yang mengetahui lebih banyak tentang kondisi kemampuan perusahaan
dibandingkan dengan para investor di pasar modal. Pengertian lain tentang
informasi tidak simetris adalah yang dikemukakan oleh Boujelbene dan Besbes
(2012) yaitu informasi tidak simetris merupakan suatu kejadian atau kasus di
mana kelompok tertentu menyimpan informasi dan mereka tidak mengirimkan ke
kelompok lain.
Penyajian nilai persediaan tidak luput hubungannya dari teori informasi
tidak simetris. Sebagaimana terjadi pada nilai persediaan di suatu perusahaan,
pihak manajemen akan lebih memiliki informasi yang kompleks dan prediktif
hubungannya dengan mengatur persediaan perusahaan jika dibandingkan dengan
pihak investor. Sartono (1997) mengatakan bahwa manajer keuangan sangat
berkepentingan dengan persediaan sebagai bagian dari siklus aliran kas secara
keseluruhan. Apabila perusahaan dapat memeroleh kepercayaan dari investor
investor dalam memerediksi laporan keuangan investee. Hal ini sangat penting
karena jumlah investasi dalam persediaan biasanya merupakan aset lancar paling
besar dari perusahaan manufaktur dan ritel (Kieso et al, 2008).
Informasi tidak simetris dapat menjadi kendala potensial untuk
mengungkapkan nilai modal sebenarnya dalam perusahaan dan diatasi sesegera
mungkin agar pihak luar yang berkeinginan berinvestasi mengetahui kondisi
perusahaan investee. Informasi asimetris merupakan faktor potensial yang
membuat penyajian modal perusahaan terlihat bias di pasar keuangan domestik
dan internasional (Bellalah dan Aboura, 2006). Manfaat lainnya dari tidak adanya
ditemukan Asymmetric Information pada investee adalah investor juga mampu
menyerap tujuan sebenarnya dari perusahaan investee.
2.1.3 Teori Sinyal (Signaling Theory)
Informasi yang diketahui oleh pihak manajemen perusahaan selalu lebih
baik dari pihak eksternal. Informasi keuangan yang disampaikan perusahaan
bertujuan untuk mengurangi information asymmetry antara perusahaan dengan
pihak eksternal perusahaan (Wolk, 2001 dalam Thiono, 2006). Adanya
information asymmetry ini menjadikan pihak manajemen perusahaan
mengeluarkan sinyal-sinyal terhadap para investor tentang pencapaian manajemen
selama ini dalam memenuhi kesejahteraan pemegang sahamnya melalui laporan
keuangan. Informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka
melindungi diri dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan (Ilat
Menurut Saerang dan Pontoh (2011) perusahaan dapat meningkatkan nilai
perusahaan, dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk
mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar.
Penyajian laporan keuangan yang dapat dipercaya dapat menurunkan
kekhawatiran investor mengenai prospek perusahaan dimasa akan datang. Teori
sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan
sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai
apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan
pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa
perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain
Pengungkapan yang dilakukan oleh suatu perusahaan terhadap nilai
persediaannya bisa memberikan sinyal baik bagi investor. Jumlah nilai persediaan
yang sesuai akan mendukung validitas suatu penjualan pada tahun berjalan
perusahaan. Secara rasional investor akan memperhitungkan apabila nilai
persediaan yang melimpah namun perusahaan tetap mampu melakukan
peningkatan penjualan yang tajam bisa memberikan sinyal buruk kepada investor
tentang adanya penyelewengan tersembunyi dalam persediaan.
Informasi-informasi yang diungkapkan perusahaan melalui laporan keuangannya sangat
memengaruhi daya tarik pihak eksternal. Berdasarkan signaling theory, sinyal
positif yang ditangkap oleh investor tersebut bisa meningkatkan nilai perusahaan
(Setijawan, 2011).
Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi kepada pihak eksternal
mempunyai nilai lebih/keunggulan kompetitif dari perusahaan lain (Purwanto,
2012). Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah
perusahaan memberikan sinyal kepada pihak eksternal sebagai pengguna laporan
keuangan.
2.1.4 Teori Stakeholder (Stakeholder Theory)
Stakeholder Theory yang mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan
ditentukan oleh para stakeholders. (Yuliana et al, 2008). Berjalannya suatu
perusahaan tidak hanya bertujuan untuk kepentingan sendiri, namun harus
memberikan manfaat bagi para stakeholder. Hubungan perusahaan terhadap para
stakeholder yang baik merupakan target utama manajemen yang harus dicapai.
Menurut Clarkson (1994) dalam Octavia (2012) mendefinisikan stakeholder
menjadi stakeholder primer dan stakeholder sekunder. Stakeholder primer adalah
pihak-pihak yang memiliki peranan sangat penting bagi organisasi sehingga
apabila tidak ada partisipasi pihak tersebut, maka keberlanjutan organisasi tidak
akan bertahan. Contoh dari stakeholder primer yaitu investor, pekerja, pelanggan,
dan pemasok. Sedangkan stakeholder sekunder didefinisikan sebagai pihak yang
memengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tetapi mereka tidak terlibat
dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu berarti untuk kelangsungan
hidup perusahaan. Contoh dari stakeholder sekunder yaitu pemerintah dan media
massa. Manajer berperan penting untuk menjaga dukungan dari semua kelompok
ini, menyelaraskan kepentingan mereka agar organisasi tempat di mana para
pemangku kepentingan dapat dimaksimalkan dari waktu ke waktu (Freeman dan
Fokus utama dalam teori ini yaitu bagaimana perusahaan memonitor dan
merespon kebutuhan para stakeholders-nya. Perusahaan juga harus memahami
kelemahan dan kebaikan dari stakeholder agar menjadikan perusahaan tanggap
dalam kendala-kendala yang ditemui dari stakeholdernya (Yuliana, et al, 2008)
Ketika entitas perusahaan menginginkan sejumlah persediaan untuk
memenuhi kegiatan operasionalnya maka perusahaan akan membutuhkan partner
yang bersedia mempersiapkan kebutuhan-kebutuhan perusahaan yang bukan dari
entitas perusahaan, yakni perusahaan pemasok. Apabila perusahaan memiliki
hubungan yang tidak baik terhadap pemasok sebagai stakeholder maka
penyediaan persediaan akan terlambat. Keterlambatan ini karena perusahaan
membutuhkan waktu untuk pemecahan solusi berupa, pengalihan ke pemasok lain
atau tetap memerbaiki hubungan terhadap pemasok yang saat ini. Kendala ini
akan menjadikan operasional perusahaan terhambat sehingga akan
memungkinkan pengiriman barang ke konsumen yang terlambat pula. Efek
domino ini akan membuat hubungan perusahaan terhadap pelanggan (stakeholder)
yang sebelumnya tidak bermasalah terhadap perusahaan, menjadi bermasalah,
dikarenakan hubungan perusahaan terhadappemasok (stakholder) yang buruk.
Penurunan laba perusahaan akan dapat terjadi apabila perusahaan
bermasalah dengan para stakeholdernya. Laba perusahaan yang turun dapat
berakibat ekspektasi investor berkurang keyakinannya terhadap perusahaan
sehingga nilai perusahaan juga akan mengalami penurunan melalui penurunan
harga saham di pasar. Ide sentral dari kesuksesan organisasi tergantung pada
seperti pelanggan, pemasok, karyawan, pemodal, dan lain-lain yang dapat
memengaruhi realisasi tujuan suatu perusahaan (Freeman dan Phillips, 2002).
2.1.5 Nilai Persediaan
Investasi dalam persediaan biasanya merupakan aktiva lancar paling besar
dari perusahaan dagang dan manufaktur (kieso et al, 2008). Jumlah yang sangat
material apabila perusahaan keliru dalam penilaiannya. Persediaan membutuhkan
prinsip kehati-hatian dalam penilaiannya. Persediaan adalah aktiva lancar yang
sangat erat kaitannya dengan penjualan perusahaan. Menurut Brigham (2006)
seeperti halnya piutang usahan, tingkat persediaan pun sangat tergantung pada
penjualan. Dengan demikian, sesuai dengan pendapat Brigham maka hubungan
penjualan terhadap persediaan saling terkait.
Terdapat berbagai pandangan mengenai istilah persediaan. Untuk
memperoleh gambaran yang jelas mengenai persediaan adalah seperti kutipan
berikut, Kieso, et al (2008) mengatakan bahwa “persediaan (inventory) adalah
pos-pos aktiva yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang
yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan
dijual”. Warren, et al (2008) menyatakan bahwa persediaan adalah “barang
dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis perusahaan,
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa persediaan
tersebut meliputi barang dagang, bahan baku, barang dalam proses danbarang
jadi. Ada perbedaan dari jenis persediaan antara perusahaan dagang dengan
perusahaan manufaktur jika dilihat dari persediaan yang digunakan. Di dalam
perusahaan dagang hanya terdapat barang jadi saja dan tidak merubah wujud dari
barang itu dan fungsinya, sedangkan di dalam perusahaan manufaktur meliputi
bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi. Pada
persediaan perusahaan manufaktur adanya ditemukan proses metamorphosis,
yaitu perubahan bahan baku menjadi bahan dalam proses, lalu diproses lagi
menjadi barang jadi yang siap dijual. Persediaan bahan pembantu sebagai
persediaan untuk kelancaran proses produksi. Pendapat yang lebih terperinci
disebutkan oleh Munandar (1996) bahwa persediaan adalah semua persediaan
barang-barang yang dipergunakan untuk menjalankan usaha (operasi) perusahaan.
Untuk perusahaan perdagangan yang usahanya membeli dan kemudian menjual
barang-barang tanpa mengadakan perubahan-perubahan yang prinsipal terhadap
barang-barang yang diperjualbelikan tersebut (misalnya tanpa mengubah bentuk
atau sifat barang-barang tersebut secara prinsipil, sehingga barang yang dibeli
tetap sama dengan yang dijual), maka persediaan barang-barang untuk
menjalankan usahanya berupa Inventory of merchendise (persediaan barang
dagang). Bagi perusahaan industri (Manufacturing) yang mengadakan
perubahan-perubahan prinsipiil terhadap barang-barang yang dibeli (proses produksi),
sebelum nantinya dijual kembali, maka persediaan barang-barang untuk
1) Inventory of Direct Materials (persediaan bahan baku)
Persediaan dari bahan-bahan yang langsung (direct) dikerjakan dalam proses produksi akhir sesudah selesai diproses dalam proses produksi. (misalnya: kapas sebagai direct material dari perusahaan pemintalan benang; mori sebagai direct material dari perusahaan batik, dan sebagainya)
2) Inventory of Indirect Material (Persediaan Bahan Pembantu)
Persediaan dari bahan-bahan yang tidak langsung (indirect) dikerjakan dalam proses produksi, tetapi hanya bersifat membantu kelancaran jalannya proses produksi tersebut. Misalnya: bahan bakar, minyak pelumas dan sebagainya).
3) Inventory of Work in Process (Persediaan Barang Dalam Proses)
Persediaan barang-barang yang belum selesai dikerjakan dalam proses produksi sehingga menjadi “barang jadi” yang siap untuk dijual. Sering pula dinamakan “Persediaan barang setengah jadi”
4) Inventory of Finished Goods (Persediaan Barang Jadi)
Persediaan barang-barang yang sudah selesai dikerjakan dalam proses prouksi, dan siap untuk dijual. Sering pula dinamakan “Inventory of Final Goods”.
Persediaaan perlu untuk dimanajemen untuk mendapatkan hasil yang
optimal bagi perusahaan. Manajemen persediaan mencakup seluruh kegiatan
merencanakan, mengkordinasikan, menyimpan dan memelihara persediaan
sebelum sampai ke tangan pihak lain (distributor/agen atau konsumen) atau jika
dilihat dalam neraca perusahaan berada dalam posisi aktiva sub “persediaan”
sebelum berubah menjadi piutang dagang atau kas (Sitanggang, 2012).
Pengaturan persediaan didasari pada berbagai pendekatan dan teori, yakni
hipotesis Ricardian (Hipotesis Pajak) dan Political cost.
2.1.5.1 Hipotesis Ricardian (Hipotesis Pajak)
Classical Ricardian menyatakan bahwa manejer bertujuan tunggal
untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan biaya pajak
serta tetap respek pada kendala hukum pajak dan kesempatan produksi
pada asumsi bahwa faktor yang paling memengaruhi perusahaan adalah
peraturan perpajakan, dengan disajikannya nilai persediaan akhir yang
sedikit membuat biaya pajak lebih kecil. Perubahan nilai persediaan
diakibatkan dari pemilihan metode akuntansi persediaan karena metode
yang berbeda akan menghasilkan pelaporan persediaan, laba dan harga
pokok penjualan yang berbeda (Mukhlasin, 2001). Apabila perusahaan
menggunakan metode FIFO, maka perusahaan akan menghasilkan laba yang
lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode rata-rata sehingga
perusahaan tidak dapat melakukan penghematan pajak. Sebaliknya, apabila
perusahaan menggunakan metode rata-rata, maka perusahaan akan
menghasilkan laba yang lebih kecil dan dapat melakukan penghematan
biaya pajak.
Pertimbangan memilih metode akuntansi persediaan didasarakan pada
alasan yang rasional bahwa manajer dituntut untuk dapat menghasilkan laba
yang besar dan meningkatakan nilai perusahaan (kieso, 2008). Lee dan
Hsieh dalam Mukhlasin (2001) berkesimpulan bahwa nilai persediaan akhir
dalam sebuah perusahaan tidak sama dan variatif sekali, variasi ini
menggambarkan operasional perusahaan yang mencerminkan teknik
persediaan dan akuntansi persediaan serta pergerakan persediaan itu sendiri.
2.1.5.2 Political cost
Bahwa semua orang sama, biaya politik yang lebih besar dihadapai
oleh manajer lebih menyukai memilih prosedur (metode) akuntansi yang
akan datang (Mukhlasin, 2001). Perbedaan jumlah akuntansi dari perbedaan
metode akuntansi akan memicu tindakan politik. Dengan demikian dalam
kaitannya dengan pemilihan metode akuntansi persediaan, manajemen akan
memilih metode yang memberikan political cost yang rendah. Apabila
Profitabilitas perusahaan tinggi maka akan menarik perhatian media dan
konsumen sehingga political costnya menjadi besar. Political cost
mengurangi dana perusahaan dalam hal investasi, namun dapat pula menjadi
insentif bagi perusahaan karena memberikan sinyal bahwa perusahaan
berkemampuan tinggi dan kemudian meningkatkan profiatbilitas perusahaan
(Bonfigliolo dan Gancia 2010).
1. Pengukuran Persediaan
Exopure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.14 (Revisi Tahun
2008) tentang persediaan paragraf ke 8 menyatakan bahwa (ED PSAK 14 par,
IAI, 2009).
“Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana
yang lebih rendah.”
Dalam PSAK No.14 (Revisi tahun 2008) disebutkan pula bahwa ada beberapa
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh persediaan tersebut. Biaya tersebut
meliputi biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
Biaya Pembelian
dan jasa. Diskon dagang, rabat dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.
Biaya Konversi
Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi, misalnya biaya tenaga kerja langsung. Termasuk juga alokasi sistematis overhead produksi tetap dan variabel yang timbul dalam mengonversi bahan menjadi barang jadi. Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Misalnya, dalam keadaan tertentu diperkenankan untuk memasukkan overhead nonproduksi atau biaya perancangan produk untuk pelanggan tertentu sebagai biaya persediaan.
Biaya Lain-lain
Biaya yang terjadi hingga persediaan siap digunakan. Dalam situasi tertentu, biaya pinjaman akan diakui sebagai bagian dari harga pokok persediaan ( IAS 23) Metode biaya standar ( standard cost method ) atau metode eceran boleh digunakan untuk menaksir harga pokok persediaan. Standard mengijinkan untuk menggunakan first in first out (FIFO).
2. Penilaian Persediaan
Roberts, et al (2005) menyebutkan bahwa key issues dari IAS 2 adalah
penilaian persediaan merupakan aspek penting dalam menentukan sebuah laba
bersih sebuah perusahaan. Standar menyatakan bahwa laba akan diakui pada saat
terbentuknya (earned) yaitu pada saat persediaan dijual. Harga perolehan
persediaan adalah semua biaya yang terjadi hingga persediaan tersebut siap dijual.
IAS 2 berisi aturan untuk penilaian persediaan.
1. persediaan diukur dengan nilai terendah lower of antara nilai realisasi bersih (net realizable value) dan harga pokoknya.
2. harga pokok meliputi harga beli, biaya konversi, biaya kirim dan biaya-biaya lain-lain yang terjadi hingga persediaan siap dijual.
3. Harga pokok termasuk biaya yang dialokasikan secara sistematis dari biaya overhead tetap dan variabel yang didasarkan pada kapasitas normal dari fasilitas pabrik yang ada; biaya overhead biaya lain-lain yang terjadi hingga persediaan siap untuk digunakan.
5. Metode biaya standar ( standard cost method ) atau metode eceran boleh digunakan untuk menaksir harga pokok persediaan.
6. Standard mengijinkan untuk menggunakan first in first out (FIFO)
3. Pengakuan sebagai Beban
Exosure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.14 (Revisi
Tahun 2008) tentang persediaan paragraf ke 32 menyatakan bahwa (ED PSAK 14
par, IAI, 2009)
“Jika persediaan dijual, maka nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut. Setiap penurunan nilai persediaan di bawah biaya menjadi nilai realisasi neto dan seluruh kerugian persediaan harus diakui sebagai beban pada periode terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Setiap pemulihan kembali penurunan nilai persediaan karena peningkatan kembali nilai realisasi neto, harus diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban persediaan pada periode terjadinya pemulihan tersebut”.
2.1.6 Nilai Perusahaan
Dalam jangka panjang, tujuan perusahaan adalah mengoptimalkan nilai
perusahaan (Gunawan dan Utami, 2008). Nilai perussahaan pada penelitian ini
didefinisikan sebagai nilai pasar. Semakin tinggi nilai perusahaan maka semakin
besar kemakmuran yang akan diterima oleh pemegang saham. Bagi perushaan
yang menerbitkan saham di pasar modal, harga saham yang diperjualbelikan di
bursa merupakan indikator nilai perusahaan.
Pengertian nilai perusahaan sendiri berbeda-beda dalam penilaiannya yaitu :
Menurut Christiawan dan Tarigan (2007) definisi dari nilai perusahaan memiliki lebih dari satu konsep, yakni :
1. Nilai nominal
2. Nilai pasar
Nilai pasar, dapat disebut juga kurs. Nilai ini diperoleh dari harga tawar-menawar pasar sehingga nilai pasar dapat diperoleh apabila perusahaan menjual saham kepublik.
3. Nilai intrinsik
Konsep nilai intrinsik mengandung sifat yang lebih kaku dari lainnya karena mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekadar harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari.
4. Nilai buku
Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara sederhana dihitung dengan membagi selisih antara total aktiva dan total utang dengan jumlah saham yang beredar.
5. Nilai likuidasi
Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi.
Pengertian lainnya dari nilai perusahaan, apabila seorang investor yang
ingin menanamkan modalnya pada suatu perusahaan maka ia akan membayar
sebesar nilai perusahaan yang diperhitungkan olehnya. Penelitian Assih, et al
(2005) mengungkapkan bahwa sewaktu investor ingin menanamkan uangnya
kepada investee-nya yang sedang dalam keadaan IPO maka nilai perusahaan
dihitung saat IPO dan pada akhir tahun terjadinya IPO.
Berbeda pula apabila dilihat dari sudut pandang investee ketika ingin
menentukan nilai perusahaan. Perusahaan yang berkeinginan melakukan
penjualan saham perdana akan menentukan sendiri terlebih dahulu nilai
perusahaannya baik melalui corporate Value Model atau Price Ratio Models agar
harga saham per lembar yang dijual sesuai dengan kinerja perusahaan (Mello,
2006)
Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya
memiliki prospek pertumbuhan yang baik dan memiliki intangible asset yang
semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan,
maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang
lebih untuk memiliki perusahaan tersebut. Perusahaan dengan nilai Tobin’s q
yang tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat,
sedangkan perusahaan yang memiliki nilai Tobin’s q yang rendah umumnya
berada pada industry yang sangat kompetitif atau industri yang mulai melemah.
Secara umum Tobin’s Q hampir sama dengan market-to-book-ratio, namun
menurut Sukamulja (2004), Tobin’s Q memiliki karakteristik yang berbeda antara
lain:
1. Replacement Cost vs Book Value Tobin’s Q menggunakan (estimated)
replacement cost sebagai denominator, sedangkan market-to-book-ratio
menggunakan book value to total equity. Penggunaan replacement cost membuat nilai yang digunakan untuk menentukan Tobin’s Q memasukkan berbagai faktor, sehingga nilai yang digunakan mencerminkan nilai pasar dari asset yang sebenarnya di masa kini, salah satu factor tersebut misalnya inflasi.
2. Total Assets vs Total Equity Market-to-book-ratio hanya menggunakan factor ekuitas (saham biasa dan saham preferen) dalam pengukuran. Penggunaan factor ekuitas ini menunjukkan bahwa market-to-book-ratio hanya memperhatikan satu tipe investor saja, yaitu investor dalam bentuk saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Sedangkan Tobins’Q memberikan wawasan yang lebih luas terhadap investor. Perusahaan sebagai entitas ekonomi, tidak hanya mennggunakan ekuitas dalam mendanai kegiatan operasionalnya, namun juga dari sumber lain seperti hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2.1.7 Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio kemampuan memperoleh laba perusahaan
tergantung dari laba dan modal mana yang diperhitungkan (Sitanggang, 2012).
modal, seperti modal usaha/opersional seperti modal utang, modal sendiri, atau
modal keseluruhan yang membuat rasio dengan laba dan modal harus disesuaikan
dengan darimana laba dan untuk apa modal tersebut ditujukan. Menurut Shaw
(2003) dalam Bukit (2012) laba yang tinggi memberikan indikasi prospek
perusahaan yang baik sehingga dapat mendorong investor untuk meningkatkan
permintaan saham. Permintaan saham yang meningkat menyebabkan nilai
perusahaan meningkat. Berdasarkan pembahasan diatas profitabilitas juga
memengaruhi nilai perusahaan (Bukit, 2012).
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai hubungan
antara nilai persediaan terhadap nilai perusahaan. Daljono dan Puspitaningtyas
(2005) melakukan pengujian untuk melihat pengaruh metode arus biaya
persediaan, nilai persediaan, dan gros margin terhadap Market Value. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta dengan perioda penelitian tahun 2001 sampai dengan tahun 2002,
berjumlah 152 perusahaan. Sampel dipilih dengan menggunakan metoda
purposive sampling berjumlah 97 perusahaan. Teknik pengujian data adalah
dengan menggunakan regresi linier sederhana untuk menguji secara parsial dan
regresi linier berganda untuk menguji secara simultan, dengan tingkat signifikansi
alpha 5%. Hasil penelitian membuktikan bahwa Nilai persediaan berpengaruh
signifikan positif terhadap market value. Secara parsial metode arus biaya
Secara simultan membuktikan metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan
profit margin berpengaruh signifikan terhadap market value.
Purwanto (2007) menguji pengaruh metode arus biaya persediaan, nilai
persediaan, dan gross profit margin terhadap Market Value pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dengan perioda penelitian tahun 2007. Sampel dipilih dengan menggunakan
metoda purposive sampling berjumlah 33 perusahaan. Teknik pengujian data
adalah dengan menggunakan regresi linier sederhana untuk menguji secara parsial
dan regresi linier berganda untuk menguji secara simultan, dengan tingkat
signifikansi alpha 5%. Secara simultan metode arus biaya persediaan, nilai
persediaan dan gross profit margin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
market value perusahaan. Secara parsial metode arus biaya persediaan dan gross
profit margin tidak berpengaruh secara signifikan tehadap market value. Nilai
persediaan memiliki pengaruh yang signifikan tehadap market value.
Situmorang (2011) memperoleh hasil penelitiannya yang menyebutkan
bahwa pengaruh signifikan antara nilai persediaan terhadap nilai perusahaan
adalah. Meneliti tentang pengaruh metode arus biaya persediaan, nilai persediaan
dan profit margin terhadap nilai perusahaan, dengan sampel seluruh perusahaan
food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun
2007-2009. Metode pengambilan sampel dilakukan berdasarkan tehnik Purposive
sampling dengan pertimbangan (judgement sampling). Jumlah 14 perusahaan food
kriteria-kriteria purposive sampling, dari populasi tersebut didapatkan 109 emiten yang
memenuhi syarat-syarat sebagai sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Secara simultan, tidak ada pengaruh yang signifikan dari metode arus biaya
persediaan, nilai persediaan, dan profit margin terhadap nilai perusahaan. Secara
parsial, nilai persediaan menunjukkan pengaruh signifikan terhadap nilai
perusahaan. Sedangkan, metode arus biaya persediaan dan profit margin tidak
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Somara (2011) memperoleh hasil penelitiannya yang menyebutkan bahwa
pengaruh signifikan antara nilai persediaan terhadap nilai perusahaan adalah.
Meneliti tentang pengaruh metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan
profit margin terhadap nilai perusahaan, dengan sampel seluruh perusahaan
barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun
2009-2011. Metode pengambilan sampel dilakukan berdasarkan tehnik Purposive
sampling dengan pertimbangan (judgement sampling. Jumlah 11 perusahaan
berdasarkan kriteria-kriteria purposive sampling. Secara simultan, tidak ada
pengaruh yang signifikan dari metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan
profit margin terhadap nilai perusahaan. Secara parsial, nilai persediaan
menunjukkan pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan metode
arus biaya persediaan dan profit margin tidak berpengaruh signifikan terhadap
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu No Nama
Penelitian
Judul Penelitian Variabel penelitian Persediaan dan Profit Margin terhadap Market Value Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Jakarta.
Secara simultan Metode arus biaya persediaan, nilai persediaan, dan profit margin
berpengaruh signifikan terhadap market value.
Secara parsial metode arus biaya
persediaan dan Profit
margin tidak
berpengaruh signifikan terhadap market value.
Nilai persediaan berpengaruh signifikan positif terhadap market value. Persediaan dan Gros Profit Margin Terhadap Market Value
Perusahaan(Studi Empiris : Perusahaan Aneka Industri Di
Variabel
Secara simultan metode arus biaya persediaan, nilai persediaan dan
gross profit margin tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap market value perusahaan.
Variabel
memiliki pengaruh yang signifikan tehadap market value.
(Lanjutan)
Ringkasan Penelitian Terdahulu
3 and Beverages yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Variabel independen adalah metode arus biaya
Secara simultan, tidak ada pengaruh yang signifikan dari metode arus biaya
persediaan, nilai persediaan, dan profit
margin terhadap nilai
perusahaan.
Secara parsial, nilai persediaan menunjukkan pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan, metode arus biaya persediaan dan
profit margin tidak
berpengaruh signifikan adalah metode arus biaya persediaan, nilai
persediaan dan
profit margin.
Secara simultan, tidak ada pengaruh yang signifikan dari metode arus biaya
persediaan, nilai persediaan, dan profit
margin terhadap nilai
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dependen adalah nilai perusahaan
persediaan dan profit
margin menunjukkan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan, metode arus biaya persediaan tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitan 2.3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian ini tertera seperti gambar 2.3 berikut :
H1 (+)
H2 (+)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan selain untuk mengetahui
pengaruh pengungkapan lingkungan terhadap nilai perusahaan, juga untuk
menguji apakah profitabilitas sebagai variabel moderasi dapat memperkuat
hubungan antara nilai persediaan dengan nilai perusahaan pada saat profitabilitas
perusahaan tinggi. Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan sebelumnya Nilai Perusahaan
(Y) Nilai Persediaan
(X1)
Profitabilitas
dan tinjauan penelitian terdahulu, maka variabel yang terkait dalam penelitian ini
dapat dirumuskan melalui satu kerangka konseptual tersebut.
Profitabilitas dalam penelitian ini diduga sebagai variabel moderasi
yang memperkuat hubungan antara nilai persediaan terhadap nilai perusahaan.
Pada saat profitabilitas tinggi maka hubungan antara nilai persediaan pada nilai
perusahaan semakin kuat. Profitabilitas dipilih sebagai variabel moderasi karena
profitabilitas (kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba) merupakan
indikator yang paling mudah dan cepat untuk mengukur keberhasilan perusahaan
dalam mencapai tujuannya. Investor dan kreditor menggunakan laba untuk
mengukur prediksi laba dimasa yang akan datang dan kinerja manajemen.
Sehingga calon investor dan kreditor dapat dengan mudah melihat kondisi
perusahaan dari laba yang dihasilkan perusahaan. Penanaman modal khususnya
dalam penelitian ini adalah investor, akan tertarik apabila perusahaan memiliki
kemampuan untuk menghasilkan laba karena investor melakukan investasi
diperusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Investor tidak akan
tertarik melakukan investasi di perusahaan apabila mereka tidak mendapatkan
keuntungan meskipun kinerja dan menajemen persediaaan tepat. Dengan adanya
profitabilitas yang tinggi, maka investor akan tertarik menenamkan modalnya
dalam bentuk pembelian saham. Permintaan saham yang tinggi akan menaikkan
harga saham yang berarti juga naiknya nilai perusahaan.
2.3.2 Hipotesis Penelitian
Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai
perusahaan. Manajemen persediaan mencakup seluruh kegiatan
merencanakan, mengkordinasikan, menyimpan dan memelihara
persediaan sebelum sampai ke tangan pihak lain (distributor/agen atau
konsumen) atau jika dilihat dalam neraca perusahaan berada dalam posisi
aktiva sub “persediaan” sebelum berubah menjadi piutang dagang atau kas
(Sitanggang, 2012). Tersedianya persediaan pada waktu jumlah, jenis, dan
kualitas yang sesuai akan berdampak pada kegiatan produksi atau kegiatan
penjualan. Jika manajemen persediaan tidak akurat dibentuk, maka efek
negatifnya berdampak pada keberlangsungan aktivitas perusahaan karena
penyediaan persediaan yang terlalu besar akan mengarah pada kenaikan
biaya dan pengurangan arus kas dan pada bagian lainnya akan menurukan
penjualan perusahaan (Burja dan Burja, 2010). Sebaliknya jumlah
persediaan yang terlalu kecil karena pemesanan dalam jumlah yang kecil,
meskipun dapat mengurangi biaya penyimpanan, tetapi akan berdampak
pada penambahan biaya pemesanan, tidak terpenuhinya permintaan
konsumen atau terganggunya proses lanjut produksi (Sitanggang, 2012).
Perusahaan yang membuat kebijakan persediaan level minimum dapat
membuat operasional perusahaan berjalan lancar, dengan ketentuan, hal
tersebut jangan sampai mengganggu ketepatan waktu penerimaan bahan
(Heinaman, 1955).
Berdasarkan penjelasan diatas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
2.3.2.2 Pengaruh Profitabilitas Sebagai Variabel Moderasi dalam Hubungan antara Nilai Persediaan dengan Nilai Perusahaan.
Rasio profitabilitas adalah rasio kemampuan memperoleh laba
perusahaan tergantung dari laba dan modal mana yang diperhitungkan
(Sitanggang, 2012). ROA menunujukan kinerja perusahaan dan dapat
sebagai acuan dari para pihak eksternal yaitu investor berupa sinyal untuk
arus kas masa depan perusahaan, karena ROA diperoleh dari net profit
after tax, yang dapat menjadi dasar dari kalkulasi arus kas bersih
(Alghifari, et al, 2013). Profitabilitas diduga memiliki pengaruh sebagai
variabel moderasi (dapat memperkuat) hubungan antara nilai persediaan
dengan nilai perusahaan. Nilai persediaan akan berpengaruh terhadap nilai
perusahaan apabila profitabilitas perusahaan tinggi (perusahaan mampu
menghasilkan keuntungan). Dengan kata lain, nilai perusahaan tidak akan
mengalami peningkatan apabila profitabilitas rendah (perusahaan tidak
dapat menghasilkan keuntungan) meskipun nilai persediaan yang
dilakukan oleh perusahaan baik.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H2 : Hubungan antara nilai persediaan terhadap nilai perusahaan semakin
kuat pada saat pofitabilitas tinggi.