BAB3
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
SEBAGAI ARAHAN SPASIAL
RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA
Rencana Tata Ruang Wilayah memuat arahan struktur ruang dan pola ruang.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hirarkis memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang adalah distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Pembangunan bidang Cipta Karya harus
memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW, selain untuk
mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan juga dapat mewujudkan tujuan
dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta pelindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
3.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
yang dijadikan sebagai pedoman untuk:
a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional,
c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional,
d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah
provinsi, serta keserasian antarsektor,
e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, f. Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan g. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.
Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPI2-JM
kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
a. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kriteria:
i. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan
ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional,
ii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
iii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama
transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi. b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
Kriteria:
i. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan
ekspor-impor yang mendukung PKN,
ii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri
dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau
iii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang
melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten. c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)
Kriteria:
i. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan
negara tetangga,
ii. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang
menghubungkan dengan negara tetangga,
iii. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan
wilayah sekitarnya, dan/atau
iv. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat
mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya. d. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan: i. Pertahanan dan keamanan,
a) diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan
negara berdasarkan geostrategi nasional,
b) diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan
amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba
sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau
c) merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang
berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas. ii. Pertumbuhan ekonomi,
a) memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,
b) memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi
nasional,
c) memiliki potensi ekspor,
d) didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi, e) memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,
f) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional,
g) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi nasional, atau
h) ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal. iii. Sosial dan budaya
a) merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional,
b) merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri
c) merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan
dilestarikan,
d) merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional, e) memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau f) memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional. iv. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi
a) diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu
b) pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis
nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir c) memiliki sumber daya alam strategis nasional
d) berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa e) berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau f) berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. v. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
a) merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati, b) merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang
c) ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir
punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan, d) memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun
berpeluang menimbulkan kerugian negara,
e) memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro f) menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup g) rawan bencana alam nasional
h) sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas
terhadap kelangsungan kehidupan.
Tabel 3.1 Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
3.2. RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN)
Beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW KSN dalam penyusunan
RPI2-JM Cipta Karya Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:
a. Cakupan delineasi wilayah yang ditetapkan dalam KSN. b. Arahan kepentingan penetapan KSN, yang dapat berupa:
i. Ekonomi
ii. Lingkungan Hidup iii. Sosial Budaya
iv. Pendayagunaan Sumberdaya alam dan Teknologi Tinggi v. Pertahanan dan Keamanan
c. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup: i. Arahan pengembangan pola ruang:
a) Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya
b) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti
ii. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan
prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase
iii. Indikasi program sebagai operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang
khususnya untuk bidang Cipta Karya.
Adapun RTRW KSN yang telah ditetapkan sampai saat ini adalah sebagai berikut: a. Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;
b. Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan;
c. Perpres No. 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar;
d. Perpres No. 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan,
Binjai, Deli Serdang, dan Karo;
e. Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan
Infrastruktur Selat Sunda;
f. Perpres No. 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan
Karimun.
3.3. Arahan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau
Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau merupakan rencana rinci dan operasionalisasi
dari RTRWN. Adapun arahan yang harus diperhatikan dari RTR Pulau untuk penyusunan
RPI2-JM Kabupaten/Kota adalah:
a. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang antara lain mencakup arahan
pengembangan kawasan lindung dan budidaya, serta arahan pengembangan pola
ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH.
b. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang memberikan arahan batasan wilayah
mana yang dapat dikembangkan dan yang harus dikendalikan.
c. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk
bidang Cipta Karya seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah,
persampahan, drainase, RTH, rusunawa, agropolitan, dll. Hingga saat ini RTRW Pulau yang telah ditetapkan adalah:
a. Perpres No. 88 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi; b. Perpres No. 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan; c. Perpres No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera; d. Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali.
3.4. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi ditetapkan melalui Peraturan Daerah
Provinsi, dan beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW Provinsi untuk
penyusunan RPI2-JM Kabupaten/Kota adalah:
a. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup:
i. Arahan pengembangan pola ruang:
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
b) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti
pengembangan RTH.
ii. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan
prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase
b. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk
bidang Cipta Karya.
Hingga saat ini, RTRW Provinsi yang telah memiliki Perda adalah sebagai berikut:
a. Perda No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali;
b. Perda No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten;
c. Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu;
d. Perda No. 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta;
e. Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta;
f. Perda No. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo;
g. Perda 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat;
h. Perda No. 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah;
i. Perda No. 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur;
j. Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung;
k. Perda No. 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Barat;
l. Perda No. 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Timur;
m. Perda No. 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan;
n. Perda No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera
Barat.
3.4.1. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur
3.4.1.1. Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung Dan Budidaya
A. Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melidungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai
sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan
pertimbangan kondisi fisik wilayah meliputi kelerengan, ketinggian, curah hujan, jenis tanah,
a. Penambahan kawasan lindung baru yang berfungsi sebagai kawasan resapan air
(perlindungan bawahan) seluas 447.824,5 Ha.
Kawasan dengan fungsi perlindungan bawahan ini dapat juga berfungsi sebagai
budidaya khusus tanaman keras/tahunan sehingga tetap produktif tetapi tidak
mengganggu tanaman dan fungsinya sebagai kawasan lindung khususnya menjaga
kestabilan tata air. Jenis tanaman disesuaikan dengan potensi wilayah masing-masing
kabupaten/kota terutama yang membentuk ciri produk wilayah.
b. Untuk kawasan yang memiliki fungsi sebagai kawasan lindung terbatas atau kawasan
yang berada pada kelerengan 25 - 40 % juga merupakan kawasan penyangga yang
dapat dibudidayakan khusus untuk perkebunan tanaman tahunan yang berarti juga
memiliki fungsi sebagai kawasan lindung. Hal ini untuk melindungi fungsi perlindungan
bawahan sebagai kawasan resapan air, sehingga meskipun dibudidayakan tetapi tidak
mengurangi fungsinya sebagai kawasan lindung. Jenis tanaman yang diarahkan adalah
tanaman buah-buahan, yang disesuaikan dengan karakter masing-masing wilayah.
c. Di Propinsi Jawa Timur diperlukan alih fungsi hutan produksi menjadi hutan lindung
seluas 251.618,03 Ha, karena hutan produksi ini terletak pada wilayah yang memiliki
kelerengan lebih dari 40 % dan secara teknis berada pada kawasan lindung. Untuk
menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah berulangnya kerusakan lingkungan
khususnya tanah longsor dan banjir akibat berkurangnya tutupan tanah yang memiliki
kemampuan meresapkan air maka alih fungsi ini harus dilakukan secara bertahap.
Berdasarkan kajian penetapan kawasan lindung yang dilakukan dan sinkronisasi
secara keseluruhan dengan kab/kota, maka penambahan kawasan resapan air sekaligus
dapat dibudidayakan perkebunan tanaman tahunan/tanaman keras dapat dilakukan secara
bertahap. Adapun wilayah yang memerlukan pengembangan hutan atau perkebunan ini
meliputi: Kabupaten Pacitan bagian Selatan, Kabupaten Blitar bagian Selatan dan utara,
Kabupaten Malang bagian Utara dan Selatan, Kabupaten Tulungagung bagian Utara,
Kabupaten Kediri bagian Barat dan Timur, Kabupaten Mojokerto bagian Barat, dan
Kabupaten Banyuwangi bagian timur dan Utara. Pada kawasan ini dilarang melakukan
perubahan fungsi lindung mengingat perubahan ini rawan menimbulkan erosi, banjir dan
bencana alam lainnya. Kawasan lindung ini vegerasi yang terbaik adalah berupa hutan,
akan tetapi pada beberapa kondisi karena sudah cukup berkembang, maka dapat
digunakan perkebunan tanaman tahunan yang memiliki kemampuan sebagai kawasan
lindung.
Luas hutan di Jawa Timur adalah 1.361.575,8 Ha (29 % dari luas Jawa Timur) yang
terdiri dari kawasan hutan lindung 1.616.351,5 ha (12 %) dan hutan produksi 812.953,40
Ha (17 %). Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Salah satu penyebabnya
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
luasnya perubahan fungsi lindung menjadi kawasan budidaya pada tahun 2003 sebesar
49.144 Ha. Pencegahan terjadinya alih fungsi hutan ini serta upaya penyelamatan dan
rehabilitasi kawasan lindung mengingat kondisi kawasan konservasi semakin hari semakin
memprihatinkan, bencana kekeringan saat kemarau dan banjir serta longsor saat musim
hujan terus terjadi.
Arahan pengelolaan kawasan lindung meliputi semua upaya perlindungan,
pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna
mendukung kehidupan secara serasi yang berkelanjutan. Maka tidak dapat dialihfungsikan
menjadi kawasan budidaya, dan kawasan lindung meliputi kawasan suaka alam, kawasan
pelestarian alam, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Arahan pengelolaan dalam upaya melestarikan kawasan lindung secara umum
adalah sebagai berikut:
a. Pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan hutan
lindung.
b. Penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan hasil alih fungsi hutan produksi
menjadi hutan lindung.
c. Pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.
d. Pengembangan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan lindung.
e. Percepatan rehabilitasi lahan milik masyarakat yang termasuk kriteria kawasan lindung
dengan melakukan penanaman pohon lindung yang dapat di gunakan sebagai
perlindungan kawasan bawahannya yang dapat diambil hasil hutan non-kayunya.
f. Membuka jalur wisata jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa memiliki terhadap
alam.
g. Pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana pendidikan penelitian dan pengembangan
kecintaan terhadap alam.
h. Percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi hutan lindung dengan tanaman yang sesuai
dengan fungsi lindung.
B. Arahan Pengelolaan Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya memiliki beberapa jenis pemanfaatan antara lain sebagai
kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, perindustrian, permukiman, hutan
produksi, pariwisata, pertambangan, perikanan, dan sebagainya. Kegiatan ini pada
umumnya dilakukan dengan motivasi pembangunan di bidang perekonomian dan harus
tetap memperhatikan pemeliharaan kualitas lingkungan. Pengembangan kawasan budidaya
disini adalah segala usaha untuk meningkatkan pendayagunaan lahan yang dilakukan di
luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya dianggap potensial untuk
dimanfaatkan, tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem.
kegiatan usaha yang memanfaatkan lahan berdasarkan potensi dan fungsi kawasan
budidaya tersebut. Secara makro untuk memacu pertumbuhan di Propinsi Jawa Timur
diperlukan adanya penetapan kawasan yang dapat dikembangkan.
Arahan pengelolaan kawasan budidaya meliputi segala usaha untuk meningkatkan
pendayagunaan lahan yang dilakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan
sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu
keseimbangan dan kelestarian ekosistem.
1. Kawasan Hutan Produksi
Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang dikelola untuk peningkatan
kesejahteraan penduduk, dalam arti keberadaan hutan produksi dapat difungsikan
sebagai lahan produktif dengan tidak mengganggu tegakan dan yang diambil hanya
hasil dari tanaman tersebut. Dengan demikian hutan produksi dibagi menjadi hutan
produksi terbatas dan hutan produksi tetap. Adapun luas rencana hutan produksi
561.335,37 Ha, yang terdiri dari:
a. Hutan Produksi Terbatas
Hutan produksi terbatas, ciri-ciri pokok kawasan hutan tetap terpelihara, pengolahan
hutan ini perlu mengindahkan prinsip-prinsip kelestariannya. Artinya kawasan hutan
produksi terbatas tidak boleh dilakukan alih fungsi penggunaannya, ini disebabkan
hutan produksi terbatas di dasarkan atas kondisi fisik lahan yang masuk dalam
kategori kawasan konservasi. Rencana penanganan kawasan hutan produksi
terbatas adalah sebagai :
Apabila melakukan penebangan, digunakan pola tebang pilih (stripcroping) agar
hutan yang ada dapat dikelola secara selektif, sehingga keutuhan hutannya
sejauh mungkin terpelihara. Kondisi tersebut dilakukan untuk menghindari
adanya bencana alam terutama longsor yang sekarang banyak terjadi di wilayah
kabupaten kota, mengingat berada pada kelerengan 25 – 40 % serta berada
pada lokasi dengan erodibilitas yang sangat tinggi.
Pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan hutan serta gangguan
keamanan hutan lainnya
Bila pada kawasan ini terdapat kawasan budidaya maka harus dibatasi dan tidak
boleh dikembangkan lebih lanjut.
Kawasan hutan produksi yang mempunyai tingkat kerapatan tegakan rendah
harus dilakukan percepatan reboisasi, serta percepatan pembangunan hutan
rakyat
Mengarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota mewujudkan hutan kota
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
Pada hutan produksi tetap pada dasarnya hasil hutan dapat dikelola seoptimal
mungkin, tetapi tetap memberlakukan prinsip dasarnya yakni “apa yang diambil dari
alam harus diganti dengan hal yang serupa kepada alam“ sehingga pengambilan
hasil hutan harus dilaksanakan secara bergilir dan dilakukan penanaman kembali
sebagai bagian dari upaya pelestarian sekaligus mempertahankan kualitas alam.
Rencana penanganan kawasan hutan produksi tetap, adalah :
Pengusahaan hutan produksi melalui pemberian ijin HPH dengan menerapkan
pola tebang pilih (stripcroping)
Reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan HPH, dan tidak dapat
dialih fungsikan ke budidaya lainnya kecuali mengganti tanaman dengan
tegakan yang dapat memberikan fungsi perlindungan.
Pengembangan zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan dengan hutan lindung.
Upaya pengembalian kondisi hutan bekas tebangan melalui reboisasi dan
rehabilitasi lahan kritis.
Bila pada kawasan ini terdapat kawasan budidaya maka harus dibatasi dan tidak boleh dikembangkan lebih lanjut.
2. Kawasan Pertanian
Lahan pertanian di Jawa Timur meliputi persawahan dan pertanian tanah kering.
Perbedaan mendasar dari keduanya adalah persawahan sepanjang tahun dapat
ditanami padi karena adanya cukup air, baik dari irigasi teknis maupun irigasi
sederhana. Sedangkan pertanian tanaman kering biasanya beragam, saat musim
hujan ditanami padi dan saat kemarau ditanami padi gogo atau palawija, misal : kacang
hijau, kedelai, kacang tanah, ubi kayu. Pertanian tanaman kering dalam rencana land
use juga termasuk tegalan, kebun campur, dan lahan pertanian yang tidak mendapat
layanan irigasi.
a. Luas lahan yang dibudidayakan untuk pertanian di Jawa Timur tahun 2003 adalah:
Sawah Irigasi 991.678 Ha
Sawah tadah hujan 249.805 Ha
Pertanian tanah kering 1.205.455,89 Ha
Dari areal sawah irigasi hanya 728.519 ha yang telah teraliri irigasi teknis sisanya
seluas 263.159 Ha teraliri irigasi semi teknis, sederhan dan irigasi desa.
b. Rencana penggunaan tanah untuk persawahan dan pertanian tanaman kering
dengan memperhatikan daya dukung lahan rencana pengembangan jaringan irigasi
Sawah Irigasi dipertahankan sebesar 991.678 Ha, dengan peningkatan jaringan
irigasi semi teknis atau sederhana menjadi irigasi teknis yang tersebar di
masing-masing wilayah sungai.
Potensi pengembangan lahan pertanian tanaman semusim ini dikembangkan
sesuai dengan kondisi irigasi di masing-masing wilayah Kabupaten/kota, antara
lain di wilayah Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Gresik, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung,
Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso,
Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Sampang, Kabupaten
Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.
Proyeksi lahan pertanian hingga tahun 2020 dilakukan dengan memperhatikan
kecenderungan tingkat konsumsi penduduk terhadap komoditas padi (kebutuhan
beras), tingkat produksi padi, serta kecukupan kebutuhan pangan dengan
membandingkan tingkat produksi dan konsumsi.
Pertanian Tanah Kering direncanakan seluas 568.298,57 Ha, sedangkan lahan
seluas 637.146,95 di arahkan untuk pengembangan budidaya tanaman tahunan.
c. Arahan pengelolaan kawasan pertanian antara lain :
Pengembangan sawah irigasi teknis atau pencetakan sawah baru dilakukan
dengan memprioritaskan perubahan dari sawah tadah hujan menjadi sawah
irigasi sejalan dengan perluasan jaringan irigasi dan pengembangan
waduk/embung.
Perubahan kawasan pertanian menjadi non pertanian harus diikuti oleh
pengembangan kawasan pertanian baru dengan tetap memperhatikan luas
kawasan yang dipertahankan sebagai kawasan pertanian.
Pemanfaatan kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi dan
produktifitas tanaman pangan dengan mengembangkan kawasan cooperative
farming dan holtikultura dengan mengembangkan kawasan good agriculture
practices
3. Kawasan Perikanan
Sumber daya perikanan Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu sumber daya hayati
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
perikanan tersebut belum digali dengan optimal serta mengedepankan prinsip-prinsip
pelestarian sumber daya dan pemanfaatan lestari.
Pada dasarnya rencana pengembangan kawasan perikanan kedepan lebih dititik
beratkan pada pengangkapan ikan laut serta budidaya perikanan mina padi, keramba.
Dalam menunjang pengembangan ekspor komoditi, pengembangan perikanan perlu
didukung dengan pengembangan pengelolaan pasca panennya berserta fasilitas
penunjangnya yang menunjang kualitas.
Pengembangan kawasan perikanan laut di Jawa Timur memiliki prospek yang dapat
diunggulkan, seperti adanya sentra pengembangan ikan laut di bagian pantai utara
Jawa Timur. Pelabuhan perikanan Brondong yang terletak di pantai utara Jawa Timur
memiliki lokasi yang strategis yang dapat dijadikan sebagai pilot project pengembangan
PPI lainya terutama di bagian selatan sebab Kawasan yang layak/fleksibel adalah
Pantai Selatan Jawa Timur (eksploitasi masih kurang dari 10% dari potensi Lestari)
padahal perairan laut di bagian selatan memiliki potensi yang cukup besar. Adapun
arahan pengelolaan kawasan perikanan di Jawa Timur adalah:
a. Mempertahankan tanaman bakau/mangrove sebagai barrier area pertambakan.
b. Pengembangan budidaya perikanan tangkap dan budidaya
c. Menjaga kelestarian sumber daya air terhadap pencemaran limbah industri.
d. Pengendalian melalui sarana kualitas air dan mempertahankan habitat alami ikan
e. Peningkatan produksi dengan memperbaiki sarana dan prasarana perikanan
4. Kawasan Perkebunan
Kawasan perkebunan di Jawa Timur dikembangkan berdasarkan fungsi kawasan dan
potensi yang ada pada daerah masing-masing berdasarkan analisa ekonomi yang telah
dilakukan dalam studi ini. Kawasan perkebunan ini terbagi menjadi perkebunan
tanaman tahunan, perkebunan tanaman semusim dan hortikultura. Adapun luas
kawasan perkebunan di Propinsi Jawa Timur adalah 705.245,66 Ha
Arahan pengelolaan kawasan perkebunan antara lain :
a. Pengembangan kawasan perkebunan hanya di kawasan yang dinyatakan memenuhi
syarat, dan diluar area rawan banjir serta longsor.
b. Dalam penetapan komoditi tanaman tahunan selain mempertimbangkan kesesuaian
lahan, konservasi tanah dan air juga perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi
dan keindahan/estetika.
c. Peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan memalui peningkatan
peran serta masyarakat yang tergabung dalam Kimbun masing-masing.
5. Peternakan
Kawasan agrobisnis berbasis peternakan (Pengembangan Kawasan Agrobisnis
tata ruang wilayah. Selain itu, dibangun dan dikembangkan oleh masyarakat dalam
kawasan itu dan sesuai dengan biofisik dan sosial ekonomi.
Pengembangan ternak berbasis komoditas ternak unggulan dan atau komoditas ternak
strategis, pengembangan kelompok tani menjadi kelompok usaha, sebagian besar
masyarakat tersebut pendapatannya berasal dari usaha agrobisnis peternakan. Juga
harus memiliki prospek pasar yang jelas, didukung oleh ketersediaan teknologi, memiliki
peluang pengembangan produk yang tinggi, serta didukung kelembagaan dan jaringan
kelembagaan yang berakses ke hulu dan hilir.
Pengembangan kawasan agribisnis peternakan sangat terkait dengan lingkungan
sekitarnya khususnya yang berbasis pada lahan pertanian (agroekosistem) seperti
ekosistem perusahaan, perkebunan, perikanan dan ekosistem lainnya. Keterpaduan
peternakan dengan agroekosistem tersebut, maka komoditas ternak dapat menjadi
unggulan atau sebagai penunjang, tergantung pada tingkat potensi serta pendapatan
dari produk pertanian yang dihasilkan dari kawasan tersebut.
Sentra peternakan ternak besar di Propinsi Jawa Timur terdapat di Kabupaten Blitar,
Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten
Jember, Kabupaten Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten
Magetan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Sumenep, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten
Tulungagung, Kabupaten Tuban.
Sentra peternakan tersebut memiliki prospek pengembangan yang cukup kompetitif,
sehingga peningkatan produksi ternak secara alami akan tumbuh dengan membentuk
suatu padang penggembalaan ternak.
Sedangkan sentra produksi ternak kecil dapat dikembangkan diseluruh kabupaten/kota,
dan peternakan unggas memiliki sentra pengembangan di wilayah kabupaten Blitar,
Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Tulungagung.
Arahan pengelolaan kawasan peternakan, antara lain:
a. Kawasan peternakan diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi
pakan ternak.
b. Mempertahankan ternak plasma nuftah sebagai potensi daerah.
c. Pengembangan kawasan peternakan diarahkan kepada pengembangan komoditas
ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu komoditi ternak yang memiliki
keunggulan komparative dan kompetitive.
d. Kawasan budidaya ternak yang berpotensi untuk dapat menularkan penyakit dari
hewan ke manusia atau sebaliknya pada permukiman padat penduduk, akan
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
memperhatikan kesempatan berusaha dan melindungi daerah permukiman
penduduk dari penularan penyakit hewan menular.
e. Pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakkan serta tata niaga hewan dan
produk bahan asal hewan dikawasan perkotaan dengan tingkat kepadatan lebih dari
300.000 jiwa akan diatur lebih lanjut secara teknis dengan Peraturan Gubernur.
f. Peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil ternak,
seperti pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit, dan sebagainya.
6. Kawasan Pariwisata
Jawa Timur memiliki banyak potensi wisata baik yang sudah dikembangakan maupun
yang belum dikembangkan. Kawasan wisata ini dibedakan menjadi, wisata alam, minat
khusus dan budaya. Pengembangan pariwisata dilakukan melalui pengembangan
kawasan wisata terdiri atas pengembangan obyek/atraksi unggulan, kota pusat
pelayanan pariwisata, dan jalur wisata. Upaya pengembangan wisata Jawa Timur ini
juga tetap dikaitkan dengan Pariwisata yang ada di Jakarta, Jogja, dan Bali sehingga
terdapat satu kesatuan yang kuat dan utuh dalam menarik minat pengunjung.
Dengan keragaman obyek wisata yang cukup banyak sehingga dalam
pengembangannya harus dipertimbangkan aspek kemampuan daerah. Pada sisi lain
Jawa Timur diharapkan akan mampu menjadi salah satu daerah tujuan wisata baik
domestic/mancanegara sehingga pengembangan obyek wisatanya sangat perlu untuk
saling mengkaitkan arahan pengembangan wisata. Berdasarkan hasil indikasi yang
telah dibuat ternyata ditemukan bahwa untuk mendorong dan memacu pertumbuhan
kegiatan wisata di Propinsi Jawa Timur diperlukan prioritas pengembangan, sehingga
diharapkan kunjungan wisatawan ke obyek yang ada akan dapat meningkat dengan
pesat. Dengan demikian maka obyek wisata andalan ini dapat ditingkatkan kondisinya,
baik daya tarik obyek maupun prasarana penunjang kearah obyek terutama jaringan
jalannya serta infrastruktur lainnya.
Rencana yang dapat digunakan sebagai acuan pengembangan setiap obyek khususnya
obyek-obyek yang termasuk dalam prioritas pertama, akan tetapi untuk pengembangan
obyek selanjutnya. Pengembangan setiap obyek andalan akan mampu menarik
investasi jangka panjang, keterlibatan masyarakat juga diharapkan dapat meningkatkan
dan mempertahankan kualitas lingkungan alamnya. Hal ini sangat diperlukan mengingat
pengembangan wisata di Jawa Timur sangat menggantungkan kepada wisata alam dan
budaya.
Terkait dengan pelaksanaan pengembangan pariwisata di Propinsi Jawa Timur ini,
maka beberapa aspek yang terkait dengan perencanaan kawasan wisata perlu
ditindaklanjuti dengan:
b. Tidak melakukan pengerusakan terhadap obyek wisata alam seperti menebang
pohon.
c. Melestarikan perairan pantai, dengan memperkaya tanaman mangrove untuk
mengembangkan ekosistem bawah laut termasuk terumbu karang dan biota laut
yang dapat di jadikan obyek wisata taman laut.
d. Tetap melestarikan tradisi petik laut/larung sesaji sebagai daya tarik wisata.
e. Menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah.
f. Meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk menambah
koleksi budaya.
g. Pada obyek yang tidak memiliki akses yang cukup, perlu ditingkatkan pembangunan
dan pengendalian pembangunan sarana dan prasarana transportasi ke obyek-obyek
wisata alam, budaya dan minat khusus.
h. Meningkatkan daya tarik wisata melalui penetapan jalur wisata, kalender wisata,
informasi dan promosi wisata.
Arahan pengembangan pariwisata difokus dan diprioritaskan pada pengembangan
kawasan, meliputi:
a. Kawasan prioritas utama adalah kawasan yang memiliki nilai daya saing serta
menjadi primadona pengembangan pariwisata di Propinsi Jawa Timur, antara lain
Kawasan Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang,
Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Ijen di Kabupaten Bondowoso dan
Kabupaten Banyuwangi, Plengkung di Kabupaten Banyuwangi, Pengembangan
obyek wisata di Pulau Bawean Kabupaten Gresik, Desa Wisata Trowulan Kabupaten
Mojokerto serta potensi unggulan lainnya.
b. Kawasan pendukung yang merupakan penyangga dari kawasan prioritas utama yang
meliputi wisata budaya reog di Kabupaten Ponorogo; karapan sapi di Kabupaten
Madura dan berbagai sentra kerajinan rakyat di Jawa Timur.
c. Kawasan potensial yang meliputi: Kawasan segitiga emas Ijen yang berada di
Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso; taman laut di Pulau Saor, Saobi dan
Mamburit di Kabupaten Sumenep; Kawasan Wisata Bentar di Kabupaten
Probolinggo; Wisata Pelabuhan Rest Area Suramadu, Wisata Bahari di Kabupaten
Lamongan, Kawasan Prigi di Kabupaten Trenggalek, serta kawasan-kawasan lain
yang potensial.
7. Kawasan Permukiman
Kawasan permukiman merupakan kawasan diluar kawasan lindung yang digunakan
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian masyarakat yang berada di
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
kelestarian lingkungan dan diupayakan tidak melakukan peralihan fungsi terhadap lahan
pertanian teknis.
Berdasarkan perkembangan permukiman diatas diperlukan arahan pengelolaan adalah
sebagai berikut :
a. Untuk permukiman yang berada di area kawasan lindung, diupayakan pengendalian
pemanfaatan ruang permukiman terutama di area konservasi/lindung.
b. Pengendalian kembali wilayah-wilayah yang sudah terbangun dan wilayah dengan
pola tata guna lahan tercampur.
c. Pengembangan permukiman baru diupayakan tidak dialokasikan pada kawasan
lindung/konservasi serta tidak terletak pada lahan pertanian teknis.
d. Untuk pengembangan resletment baru diluar permukiman yang telah ada
diupayakan dekat dengan pusat pelayanan.
e. Pengembangan kawasan budidaya yang secara teknis dapat digunakan untuk
permukiman harus aman dari bahaya bencana alam, sehat, mempunyai akses untuk
kesempatan berusaha dan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan
ketersediaan permukiman, mendayagunakan fasilitas dan utilitas disekitarnya serta
meningkatkan sarana dan prasarana perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang
ada.
f. Pengembangan permukiman perdesaan dilakukan dengan menyediakan fasilitas dan
infrastruktur secara berhirarki sesuai dengan fungsinya sebagai: pusat pelayanan
antar desa, pusat pelayanan setiap desa, dan pusat pelayanan pada setiap dusun
atau kelompok permukiman
g. Menjaga kelestarian permukiman perdesan khususnya kawasan pertanian.
h. Pengembangan permukiman perkotaan dilakukan dengan tetap menjaga fungsi dan
hirarki kawasan perkotaan.
i. Membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan dan
penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster permukiman disediakan
ruang terbuka hijau
j. Pembentukan perkotaan metropolitan, Surabaya dan Malang dihubungkan dengan
sistem transportasi yang memadai diantaranya mass rapit transport.
k. Pengembangan perkotaan baru mandiri dan perumahan baru skala besar di sekitar
Surabaya, yaitu: Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan
Kabupaten Bangkalan.
l. Pengembangan kawasan sekitar kaki jembatan Suramadu untuk kegiatan yang
memiliki nilai ekonomi tinggi
m. Perkembangan perkotaan menengah dilakukan dengan membentuk pelayanan
n. Permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembentukan pusat pelayanan skala
kabupaten dan perkotaan kecamatan yang ada di kabupaten.
o. Permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan pada
kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat perkembangan
infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan industri, dilakukan dengan
tetap memegang kaidah lingkungan hidup dan bersesuaian dengan RTRW
masing-masing kabupaten/kota.
8. Kawasan Industri
Pengembangan Kawasan Industri di Jawa Timur dikembangkan berdasarkan
ketersediaan bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, permintaan pasar, ketersediaan
infrastruktur dan perkembangan wilayah. Rencana pengembangan kawasan industri di
Jawa Timur didasarkan pada kecenderungan perkembangan lokasi kawasan industri di
Jawa Timur saat ini dan potensi kawasan.
Pengembangan kawasan industri skala besar yang berdampak penting terhadap
perkembangan wilayah dalam arti pengembangannya dapat di ekspor kemancanegara,
seperti industri otomotif, industri perakitan, industri perkapalan, dan sebagainya
dikonsentrasikan di sekitar pantai Utara Jawa, mulai dari Surabaya, Mojokerto, Gresik.
Industri kimia dasar berdampak penting terhadap pembangunan dan perkembangan
wilayah, seperti industri semen, farmasi, bahan makanan, serta petro kimia diarahkan
pengembangannya di wilayah Surabaya, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Tuban, dan
Lamongan.
Arahan pengelolaan kawasan industri adalah sebagai berikut :
a. Pengembangan kawasan industri dilakukan dengan mempertimbangkan aspek
ekologis
b. Pengembangan kawasan industri harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai
penyangga antar fungsi kawasan.
c. Pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang jalan arteri atau kolektor
harus dilengkapi dengan frontage road untuk kelancaran aksesibilitas.
d. Pengembangan kegiatan industri harus didukung oleh sarana dan prasarana industri
pengelolaan kegiatan industri dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan
proses produksi mulai dari industri dasar/hulu dan industri hilir serta industri antara,
yang dibentuk berdasarkan pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya
keseimbangan lingkungan dan biaya aktifitas sosial.
e. Setiap kegiatan industri harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan terhadap
kemungkinan adanya bencana industri.
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
Propinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang kaya akan hasil tambang, terutama:
tambang, bahan galian dan berbagai sumberdaya mineral. Berdasarkan sebaran bahan
galian tambang di Jawa Timur, maka dapat dibagi pertambangan Bahan Galian
Golongan C dan golongan A dan B.
Berdasarkan jenis mineralnya, pertambangan di Indonesia terbagi menjadi tiga kategori,
yaitu:
a. Pertambangan Golongan A, meliputi mineral-mineral strategis seperti: minyak, gas
alam, bitumen, aspal, natural wax, antrasit, batu bara, uranium dan bahan radioaktif
lainnya, nikel dan cobalt.
b. Pertambangan Golongan B, meliputi mineral-mineral vital, seperti: emas, perak,
intan, tembaga, bauksit, timbal, seng dan besi.
c. Pertambangan Golongan C, umumnya mineral-mineral yang dianggap memiliki
tingkat kepentingan lebih rendah daripada kedua golongan pertambangan lainnya.
Antara lain mliputi berbagai jenis batu, limestone, dan lain-lain. Eksploitasi mineral
golongan A dilakukan Perusahaan Negara, sedang perusahaan asing hanya dapat
terlibat sebagai partner. Sementara eksploitasi mineral golongan B dapat dilakukan
baik oleh perusahaan asing maupun Indonesia. Eksploitasi mineral golongan C dapat
dilakukan oleh perusahaan Indonesia maupun perusahaan perorangan.
Arahan pengelolaan kawasan pertambangan antara lain :
a. Pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan
potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan
kelestarian lingkungan.
b. Pengelolaan kawasan bekas penambangan yang telah digunakan harus direhabilitasi
dengan melakukan penimbunan tanah subur sehingga menjadi lahan yang dapat
digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya
dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup.
c. Setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan tanah
atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan.
10. Kawasan Perdagangan
Kawasan perdagangan secara umum merata tersebar di Seluruh wilayah Jawa Timur,
dalam skala besar perdagangan terkonsentrasi pada wilayah dengan kelengkapan
fasilitas dan sarana penunjangnya seperti Surabaya, Malang, Madiun, Kediri, Jember
pengembangan di dalam lingkup regional antar wilayah yang menjadi acuan dasar
adalah adanya pasar induk, dan grosir.
Dengan demikian kawasan perdagangan harus memperhatian kawasan disekitarnya,
sebagai dampak perkembangan kegiatan. Pembangunan fasilitas perdagangan dan
jasa harus memperhatikan kebutuhan luas lahan, jenis-jenis ruang dan fasilitas
pelayanan publik yang harus tersedia. Pada sisi lain sektor informal perlu diberikan
ruang publik, terutama di wilayah perkotaan yang berhubungan dengan adanya
kegiatan perdagangan informal PKL.
Pedagang kaki lima (street trading/street hawker) adalah salah satu usaha dalam
perdagangan dan salah satu wujud sektor informal. Pedagang kaki lima adalah orang
yang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan
barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam
masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis
dalam suasana lingkungan yang informal. Maka disamping mengembangkan
pembangunan fasilitas perdagangan, mall, plaza pada wilayah perkotaan pemerintah
kabupaten/kota diharapkan menyediakan tempat serta memberikan pengarahan terkait
dengan keindahan ruang wilayah dan kota.
Arahan Pengelolaan kawasan perdagangan adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan kawasan perdagangan dilakukan dengan berhirarki sesuai skala
ruang dan fungsi wilayah dan masing-masing
b. Pengembangan kawasan perdagangan dan kegiatan komersial lain yang
berpengaruh bagi pertumbuhan skala wilayah dan atau berpengaruh pada tata ruang
dalam lingkup wilayah perlu memperhatikan kebijakan tata ruang wilayah Pemerintah
Propinsi
c. Pengembangan kawasan perdagangan dilakukan secara bersinergi dengan
perdagangan informal sebagai sebuah aktivitas perdagangan yang saling
melengkapi.
d. Pengembangan kawasan dan atau lokasi perdagangan yang terkait dengan sarana
dan prasarana yang di kelola propinsi memperhatikan rekomendasi propinsi.
3.4.1.2. Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan Dan Perkotaan
A. Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan
Arahan pengembangan pusat permukiman perdesaan adalah penataan struktur
ruang pedesaan sebagai sistem pusat permukiman di pedesaan yang berpotensi menjadi
pusat pertumbuhan di perdesaan. Sistem pusat permukiman di desa pusat pertumbuhan
secara spasial sudah dapat dikembangkan dalam subcluster of services, dengan
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
finansial seperti kantor kas, kegiatan perdagangan dalam bentuk kawasan pertokoan yang
dapat melayani wilayah yang lebih luas. Permukiman disekitar pusat desa dapat
dikembangkan dalam sistem cluster, sehingga tidak mengganggu lahan pertanian yang ada
disekitarnya. Intensitas kegiatan dikelola dalam perpektif pemberdayaan kegiatan ekonomi
lokal yang terintegrasi dengan kawasan produksi di sekitarnya ataupun di desa lain yang
secara struktural menjadi wilayah belakang yang dilayani oleh pusat permukiman desa ini.
Pengelolaan struktur ruang perdesaan merupakan upaya untuk mempercepat efek
pertumbuhan di kawasan perdesaan. Pengelolaan sistem pusat permukiman pedesaan di
Jawa Timur konsisten pada konsep pengembangan desa-desa agropolis. Pengembangan
desa agropolis secara struktural akan tekait pula dengan pengembangan interaksi
desa-kota, dan membuat keterkaitan antar pusat-pusat permukiman tersebut dalam pola sistem
jaringan (network system), sesuai dengan konsep penataan struktur tata ruang wilayah
Jawa Timur dan pola pengembangan kegiatan ekonomi lokal yang diarahkan dapat memicu
perkembangan wilayah yang berbasis pada sektor primer.
Arahan pengembangan struktur ruang pedesaan melalui:
1. Pembentukan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP)
2. Pembentukan Pusat Desa
3. Pembentukan Pusat Permukiman Perdusunan
Pengembangan pusat permukiman pedesaan di bedakan atas tipologi kegiatan yang
akan dikembangkan, yaitu pengembangan sistem pusat permukiman pada :
1. Desa pertanian
2. Desa industri
Desa-desa pertanian secara umum akan berada pada kawasan dengan karakter
rural murni dengan kegiatan murni produksi pertanian (sektor basis). Sehingga pada desa
pertanian sistem pusat permukiman akan berkembang untuk skala unit desa. Pengembanan
pusat permukiman pada desa pertanian diarahkan untuk pelayanan permukiman yang
menyebar di sekitar daerah pertanian (farm village type). Maka pada kawsan tersebut dapat
difungsikan sebagai pusat permukiman pada desa pertanian, berupa pusat pelayanan
pemerintahan, pengembangan pasar/perdagangan skala desa, pelayanan kesehatan setara
puskesmas/puskesmas pembantu.
Desa industri dimungkinkan akan berkembang dengan kegiatan industri berbasis
pertanian. Desa industri ini yang lebih prospektif dikembangkan untuk menjadi desa pusat
pertumbuhan. Sistem pusat permukiman diarahkan dapat melayani untuk skala beberapa
pusat permukiman desa pertanian. Sehingga secara hirarki pusat permukiman desa industri
lebih tinggi dari pusat permukiman di desa pertanian murni.
Pusat –pusat permukiman di desa industri di arahkan terhubung satu dengan yang
di sekitarnya. Pusat permukiman di desa yang dimungkinkan dikembangkan kegiatan
industri pengolahan pertanian, juga diarahkan untuk dikembangkan kegiatan perdagangn
dan sebagai pusat koleksi hasil produksi dari berbegai desa pertanian yang ada
disekitarnya. Setiap pusat pelayanan dikembangkan melalui penyediaan berbagai fasilitas
sosial-ekonomi yang mampu mendorong perkembangan kawasan perdesaan.
Desa pusat pertumbuhan dimungkinkan mempunyai konsentrasi penduduk dan
kegiatan budaya non pertaniannya lebih intensif dari sistem permukiman di desa pertanian.
Pola pengembangan pusat permukiman desa pertanian dengan pusat permukiman.
B. Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perkotaan
Arahan pengembangan sistem pusat permukiman perkotaan meliputi arahan
terhadap fungsi pusat kegiatan dan arahan terhadap penataan struktur ruang pusat-pusat
permukiman perkotaan
Perkotaan merupakan pusat dari distribusi barang dan jasa dari hasil-hasil produksi
di kawasan perdesaan. Perkotaan juga merupakan pusat pelayanan bagi penduduk
perkotaan dan wilayah pengaruhnya. Kegiatan perkotaan selalu lebih intensif dari kawasan
pedesaan. Dalam lingkup perkotaan sendiri sistem pusat permukiman secara struktural
diarahkan untuk dibagi dalam sub-sub cluster pelayanan kegiatan. Sub-sub cluster tersebut
antara lain berupa kawasan perdagangan/pertokoan, kawasan pelayanan pemerintahan,
kawasan industri dan kawasan permukiman itu sendiri. Konsep struktural penataan sistem
pusat permukiman di kawasan perkotaan diarahkan dalam pola pusat kegiatan komersial
dan pelayann pemerintahaan, akan diarahkan pda inti kota. Sedangkan kegiatan industri
juga dikembangkan dalam Sub Urban fringe. Pusat permukiman juga dikembangkan dalam
di daerah batas luar kota yang mempunyai sifat-sifat mirip kota. Pusat permukiman banyak
pada zona-zona tersebut, dimaksudkan agar perkotan dapat berkembang dengan pola
simbang antara pusat kota dan drah pinggir kota. Sistem pusat permukiman yang
dikembangkan tersebut terutama diarahkan pada kota-kota yang berkembang membesar
melibihi batas administrasi. Sistem permukiman tersebut juga diarahkan untuk
mengantisipasi pemanfaatan lahan dipusat kota yang intensif dan cenderung mendorong
munculnya permukiman kumuh di tengah-tengah kota terutama kota-kota yang berkembang
ke arah Metropolis.
Fasilitas suatu kota secara tidak langsung mencerminkan tingkat kekotaan suatu
wilayah. Secara sederhana dengan menggunakan metode pembobotan, dapat diukur
tingkat kekotaan suatu wilayah relatif terhadap wilayah lainnya. Asumsi yang digunakan
adalah bahwa setiap fasilitas mempunyai bobot sama dan kota yang memiliki bobot semakin
banyak maka semakin tinggi pula tingkat kekotaannya. Dalam perhitungan ini, jenis fasilitas
yang diukur adalah fasilitas yang berskala pelayanan regional, yakni fasilitas pendidikan
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
Tabel 3.4
Sistem Pusat Permukiman Perkotaan
KEDUDUKAN
100 – 500 250 - 5000 Universitas/Akademi Rumah Sakit Type A
Sejalan dengan konsentrasi penduduknya, Kota Surabaya menjadi kota yang paling
tinggi jumlah fasilitasnya dan Malang Raya, sebagai satu-satunya Kota Besar kedua setelah
Surabaya, termasuk urutan kedua dalam ketersediaan fasilitas. Kota-kota lain berada pada
urutan ke-5 berdasarkan indikator kelengkapan fasilitasnya.
Berdasarkan sistem kota-kota di Jawa Timur, perkotaan di Jawa Timur sebagai pusat
pelayanan dan kegiatan dapat dikelompokkan berdasarkan hirarkinya sebagai berikut :
1. PKN (Pusat Kegiatan Nasional). Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKN
memiliki fungsi pelayanan dalam lingkup nasional. Kota yang diarahkan untuk berfungsi
sebagai pusat perkembangan wilayah yang mempunyai skala pelayanan nasional di
Propinsi Jawa Timur adalah wilayah Gerbangkertosusila Plus
2. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah). Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai
PKW pada hirarki perkotaan berfungsi sebagai pusat pelayanan dalam lingkup wilayah
Propinsi Jawa Timur, yang meliputi Jember, Kediri, Madiun, Malang, Banyuwangi,
daerah-daerah yang potensial atau daerah-daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan
relatif tinggi, yaitu dan Kota Blitar.
3. PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKL
berfungsi sebagai pusat pelayanan pada lingkup lokal, yaitu pada lingkup satu atau
lebih kabupaten. Kota yang tidak termasuk dalam kategori 1 dan 2 diharapkan dapat
berkembang sesuai dengan potensi wilayah masing-masing.
Pengelolaan pusat permukiman perkotaan terkait dengan fungsi pusat kegiatan
nasional, wilayah dan lokal, adalah sebagai berikut :
1. Pusat Kegiatan Nasional adalah Gerbangkertosusila Plus
2. Pusat Kegiatan Wilayah yakni Malang Raya, Perkotaan Jember, Kota Kediri, Kota
Madiun, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Perkotaan Banyuwangi, Perkotaan Pamekasan.
3. Pusat Kegiatan Lokal, yakni Perkotaan Pacitan, Perkotaan Trenggalek, Perkotaan
Tulungagung, Perkotaan Ponorogo, Perkotaan Magetan, Perkotaan Ngawi, Perkotaan
Nganjuk, Perkotaan Bondowoso, Perkotaan Situbondo, Perkotaan Lumajang, Perkotaan
Sampang, Perkotaan Sumenep.
3.4.1.3. Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah
A. Arahan Pengelolaan Sistem Prasarana Sumberdaya Air
Prasarana sumberdaya air adalah prasarana pengembangan sumberdaya air untuk
memenuhi berbagai kepentingan, pengembangan prasarana sumberdaya air untuk air
bersih diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber
air tanah.
Rencana pengembangan prasarana sumber air permukaan untuk air bersih,
dikembangkan di lokasi:
1. Bendungan karet Kali Lamong untuk memenuhi kebutuhan air bersih khususnya di
daerah Gresik.
2. Bengawan Jero di Kabupaten Lamongan
3. Dam Sine di Kabupaten Ngawi
4. Jabung retarding basin – Sembayat barrage dan Flood way Sedayu Lawas di
Kabupaten Lamongan
5. Pemenuhan air baku Floodway Sedayu Lawas – Babat Barrage – Jabung retarding
basin, Sembayat Barrage, Bojonegoro Barrage, Waduk Tawun di Kabupaten
Bojonegoro.
6. Pelayaran di Kabupaten Sidoarjo
7. Penjernihan air Jagir di Wonokromo
8. Singoladri, Lider dan Kedawung di Kabupaten Banyuwangi
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
10. Umbulan di Kabupaten Pasuruan
Pengembangan prasarana sumber air tanah untuk air bersih dengan melakukan
penurapan mata air dan membangun sumur bor, pencegahan pencemaran pada Cekungan
Air Tanah (CAT), meliputi:
1. CAT Brantas;
2. CAT Bulukawang;
3. CAT Besuki;
4. CAT Bondowoso-Situbondo;
5. CAT Banyuwangi;
6. CAT Blambangan;
7. CAT Bangkalan;
8. CAT Jember-Lumajang;
9. CAT Ketapang;
10. CAT Lasem;
11. CAT Ngawi-Ponorogo;
12. CAT Panceng
13. CAT Panceng
14. CAT Pasuruan
15. CAT Probolinggo
16. CAT Randublatung
17. CAT Surabaya-Lamongan
18. CAT Sumberbening
19. CAT Sampang-Pamekasan
20. CAT Sumenep
21. CAT Tuban
22. CAT Toranggo
23. CAT Wonosari
24. CAT Wonorejo
25. Selain itu dapat dikembangkan di waduk dan embung
Arahan pengelolaan sumberdaya air, meliputi:
1. Pembangunan prasarana sumber daya air.
2. Semua sumber air baku dari dam, embung, waduk, telaga, bendungan serta
sungai-sungai klasifikasi I – IV yang airnya dapat dimanfaatkan secara langsung dan
dikembangkan untuk berbagai kepentingan.
3. Zona pemanfaatan DAS dilakukan dengan membagi tipologi DAS berdasarkan
4. Penetapan zona pengelolaan sumber daya air sesuai dengan keberadaan wilayah
sungai tersebut pada zona kawasan lindung tidak diijinkan pemanfaatan sumber daya
air untuk fungsi budidaya, termasuk juga untuk penambangan.
5. Prasarana sumberdaya air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan lintas wilayah
administratif kabupaten/kota, dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi.
6. Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan sawah
irigasi teknis dan non teknis baik untuk irigasi air permukaan maupun air tanah.
Pengembangan waduk, dam dan embung serta pompanisasi terkait dengan
pengelolaan sumber daya air, dengan mempertimbangkan :
1. Daya dukung sumber daya air
2. Kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat
3. Kemampuan pembiayaan
4. Kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air
5. Posisi Jawa Timur sebagai lumbung nasional
Dengan pertimbangan, maka pengembangan waduk, dam dan embung serta
pompanisasi ditetapkan meliputi :
1. Dam Genting I di Kabupaten Blitar
2. Dam Babadan di Kabupaten Nganjuk
3. Dam Tugu di Kabupaten Trenggalek
4. Dam Wonosalam di Kabupaten Jombang
5. Dam Karangnongko di Kabupaten Bojonegoro
6. Embung Dempobarat, Jarin, Bujur Timur dan Embung Sumberwaru di Kabupaten
Pamekasan
7. Embung Pangolangan, Tambak Poncok, Sangkiyah, Dupok, Paselaju, Pangolangan 2,
Maneron, Pakis 3, Manuan, Kombangan 1, Kombangan 2, Kombangan 3 dan Kampak
di Kabupaten Bangkalan
8. Embung Cepret, Wakah II di Kabupaten Ngawi
9. Embung Pacin di Kabupaten Madiun
10. Embung Kertosari di Kabupaten Pasuruan
11. Embung Mojoroto di Kabupaten Mojokerto
12. Embung Dermo, Kabluk di Kabupaten Lamongan
13. Waduk penampung banjir Jabung/Jabung retarding basin di Kali Lamongan
14. Waduk Beng di Kabupaten Jombang
15. Waduk Genting di Kabupaten Malang
16. Waduk Bajulmati di Kabupaten Banyuwangi
17. Waduk Nipah di Kabupaten Sampang
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
19. Waduk Kedung Brubus di Kabupaten Madiun
20. Waduk Gonggang di Kabupaten Magetan
21. Waduk Bendo di Kabupaten Ponorogo
22. Waduk Banjaranyar di Kabupaten Gresik
23. Waduk Tawun, Pejok di Kabupaten Bojonegoro
24. Waduk Antrogan di Kabupaten Jember
Area lahan beririgasi teknis harus dipertahankan agar tidak berubah fungsi menjadi
peruntukan yang lain, jika areal tersebut terpaksa harus berubah fungsi maka disediakan
lahan areal baru yang menggantikannya dengan luasan minimal sama. Prasarana
pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan sawah irigasi teknis. Dalam
revisi tata ruang wilayah Jawa Timur ini tidak direncanakan perluasan sawah, tetapi
peningkatan pengairan dari irigasi non teknis atau setengah teknis menjadi irigasi teknis.
Disamping itiu direncanakan pula beberapa pemindahan sawah yang menempati lahan
dengan fungsi lindung mutlak, dipindah ke lahan dengan fungsi semusim sesuai dengan
daya dukung lingkungannya.
B. Air Bersih
Dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan air bersih juga akan
semakin meningkat selain sebagai kebutuhan dasar untuk penduduk, air bersih juga
dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak sebagai air baku industri. Keterbatasan sistem
distribusi air bersih serta keterbatasan kualitas dan kuantitas air bersih yang terdapat pada
masing-masing kabupaten/kota mengharuskan adanya kerja sama antar wilayah baik dalam
menjamin ketersediaan air (khususnya wilayah hulu dengan hilir) menjaga kualitas air
(masuknya limbah domestik dan non domestik pada badan air yang banyak terjadi di
perkotaan) serta kerjasama dalam distribusi dan pengolahan air bersih.
Rencana pengembangan sarana air bersih diusulkan sesuai satuan wilayah sungai
mengingat saat ini kabupaten/kota di Jawa Timur lebih banyak memanfaatkan sungai untuk
sumber air bersih, serta pertimbangan ekologis untuk menyesuaikan dengan konsep “one
river one plan” sehingga meskipun sumber air di eksploitasi tetap harus disesuaikan dengan
daya dukungnya. Untuk itu upaya konservasi air, tanah untuk melindungi keseimbangan tata
hidrologi serta melindungi sumber-sumber air merupakan upaya yang harus dilakukan terus
menerus. Untuk pemanfaatan sungai sebagai sumber air bersih harus selalu diingat daya
“self purification” atau kemampuan sungai untuk mengadakan pemurnian sendiri terhadap
polutan-polutan yang masuk ke badan sungai. Hal ini harus disadari mengingat yang terjadi
saat ini adalah sungai selain sebagai sumber air baku, air bersih juga menjadi outlet
C. Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan
Pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) hanya akan tercapai
bila kebutuhan manusia dan kapasitas sumber daya alam terbaharui yang akan memenuhi
kebutuhan manusia tersebut dapat seimbang seiring dengan perjalanan waktu. Dengan kata
lain, pembangunan dikatakan terlanjutkan apabila pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam bagi kepentingan manusia pada saat sekarang ini masih menjamin kelangsungan
pemanfaatan sumberdaya alam tersebut bagi anak cucu di masa yang akan datang.
Peningkatan tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup manusia diupayakan dengan
melakukan pembangunan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber
daya alam yang ada, menekan tingkat perkembangan/kelahiran penduduk dan tingkat
kematian. Eksploitasi sumber daya alam secara menerus tanpa diikuti dengan pengelolaan
kualitas lingkungan telah menyebabkan adanya gejala berkurangnya produktivitas sumber
daya alam dan penurunan daya dukung alam. Tentu penurunan produktifitas dan daya
dukung alam pada gilirannya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi dan proses
pembangunan di masa depan.
Pembangunan ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia yang konsisten
dengan peningkatan kualitas lingkungan, dapat dilaksanakan melalui komitmen bersama
para pelaku pembangunan dengan memasukkan pertimbangan lingkungan dalam
kebijaksanaan pembangunan baik ditingkat makro dan sektoral.
Dalam pembangunan berwawasan lingkungan secara berkelanjutan eksploitasi
sumber daya alam secara berlebih dan pembuangan bahan pencemar penyebab penurunan
kualitas lingkungan hidup serta daya dukung alam harus dihindari. Pembuangan secara
langsung emisi pencemar dalam bentuk cair, padat dan gas harus dihindari. Pengelolaan
lingkungan hidup dapat dilakukan dengan mereduksi bahan pencemaran dari sumbernya.
Prasarana lingkungan merupakan arahan pengelolaan prasarana yang digunakan
lintas wilayah administratif, prasarana yang digunakan lintas wilayah secara administratif,
meliputi:
1. Tempat pembuangan akhir (TPA) terpadu yang dikelola bersama untuk kepentingan
antar wilayah.
Dewasa ini, kegiatan sehari-hari masyarakat semakin memperburuk kondisi lingkungan
hidup. Dimana jumlah konsumsi yang berlebihan dan banyaknya pembuangan sampah,
merupakan penyebab utama dari semakin memburuknya kondisi lingkungan hidup.
Untuk itu diperlukan adanya perbaikan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat yang
dikelola secara bersama antar wilayah, dan upaya yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Pemahaman hubungan manusia dan lingkungan hidup, dengan berperan aktif
REVIEW RPI2-JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN MADIUN TAHUN 2016 - 2019
b. Anjuran untuk memilih barang kebutuhan yang dapat di recycle dan sedikit
bebannya terhadap lingkungan hidup.
c. Menggunakan energi secara efektif serta mengurangi jumlah sampah dan
lain-lain.
d. Berperan aktif dalam kegiatan recycle, penghijauan, dan kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi-organisasi masyarakat.
e. Berkerjasama dengan pemerintah dan organisasi masyarakat lainnya.
2. Tempat pengelolaan limbah limbah industri B3 dan non B3.
Kawasan industri di Propinsi Jawa Timur memerlukan suatu pengolah limbah baik B3
dan non B3, maka limbah dalam bentuk cair yang dihasilkan oleh kegiatan Kawasan
Industri yang dibuang ke lingkungan hidup dan diduga dapat menurunkan kualitas
lingkungan hidup. Dengan demikian diperlukan prasarana pengolah limbah terpadu.
Arahan pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan lintas wilayah
secara administratif , adalah :
1. Kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah
terutama di wilayah perkotaan.
2. Pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan persyaratan teknis.
3. Pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah
teknis.
4. Pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung
lingkungan.
5. Setiap kabupaten/kota diwajibkan menyediakan ruang untuk TPA dan/atau TPA terpadu.
Pengelolaan Pencemaran Air
Pencemaran air disebabkan oleh adanya pembuangan limbah cair pada badan air
secara berlebihan sehingga daya dukung atau kemampuan pemurnian diri/self purification
badan air terlampaui. Penurunan daya dukung badan air menimbulkan gangguan ekosistem
perairan dan berakibat pada penurunan sumber daya hayati dari badan air tersebut.
Penurunan sumber daya hayati dapat berupa hilangnya mata rantai produksi ikan dan
tumbuhan air lainnya. Badan air penerima umumnya terdiri dari air permukaan (sungai,
danau) dan air tanah.
Untuk dapat mempertahankan kualitas air perlu ditetapkan baku mutu air. Secara
umum baku mutu air dapat ditentukan berdasar pada dua anutan sistem pembuangan
yaitu :
1. Sistem Effluent standart
Sistem effluent standart merupakan aturan pembuangan limbah cair yang didasarkan
kepada peruntukan badan sungai. Secara umum badan air sungai diklasifikasikan