• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Gambaran Psychological Well-Being Pada Dewasa Madya yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Gambaran Psychological Well-Being Pada Dewasa Madya yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Memasuki masa dewasa madya layaknya berada dipertengahan jalan kehidupan. Tanggung jawab menjadi bertambah berat jika dibandingkan ketika masih muda, namun belum dapat menikmati waktu santai di masa tua . Perubahan yang dialami masa dewasa madya bukanlah sebuah tahapan tersendiri, melainkan penyesuaian diri terhadap situasi-situasi dalam kehidupan seperti melihat anak-anak bertumbuh, mencapai puncak karir dan mempersiapkan diri untuk pensiun (McCrae & Costa dalam Berk, 2007). Sebagai individu dewasa madya , terdapat tugas perkembangan sebagai lanjutan dari tugas yang dijalani di dewasa dini, termasuk didalamnya mengurus keluarga dan bekerja (Papalia, Olds & Feldman, 2007).

(2)

(Kartono, 1989). Hal ini diungkapkan melalui komunikasi personal berikut ini.

"Bekerja itu adalah mengaplikasikan ilmu yang kita miliki. Juga untuk mengaktualisasikan diri dan pendapatan juga"

(Komunikasi Personal, 19 Agustus 2013, A, 50 tahun, mantan karyawan bank)

(3)

"Enaklah. Puas kerja disitu. Pendapatannya tinggi, trus kerjaan sesuai dengan disiplin ilmu kita. Selain itu bisa ketemu dengan orang-orang dan bisa jalan-jalan ke tiap-tiap cabang di seluruh Sumatera Utara." produktif dibandingkan yang muda. Walaupun melambat, tetapi hasilnya lebih akurat. Bahkan menurut penelitian 84 % pekerja yang sudah memasuki dewasa madya memiliki keinginan untuk tetap bekerja walaupun mereka sudah memiliki jaminan finansial untuk kehidupannya di masa tua (Montenegro et al, dalam Schaie & Willis, 2011). Sepeti yang terjadi pada komunikasi personal berikut ini

"Banyak sekali yang bisa saya dapatkan dari situ. Makanya pengennya sih bisa kerja terus. Bisa untuk tabungan pendidikan anak-anak. Keperluan rumah tangga juga. Apalagi saya kan kepala keluarga"

(Komunikasi Personal, 20 Juni 2013, P, 51 tahun, mantan karyawan Bank)

(4)

menjadi momok menakutkan bagi para pekerja. Menurut penelitian yang dilakukan kepada para pekerja yang memiliki gelar sarjana dan berusia 45 - 65 tahun, PHK merupakan sumber ketakutan utama bagi pekerja disamping minimnya tabungan pensiun(Cohen & Janicki-Deverts, 2012).

PHK merupakan situasi yang tidak mengenal usia atau lamanya seseorang mengabdi dalam sebuah perusahaan ataupun dengan pekerjaannya. PHK bisa terjadi pada siapa saja, seperti yang dialami Michael Gates Gill, seorang direktur di perusahaan iklan terkemuka di Amerika. Ketika menginjak umur 50 tahun, ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia dipecat dari perusahaannya dengan alasan efisiensi dan restrukturisasi dan digantikan oleh pekerja yang lebih muda. Awalnya ia menangis setelah mendapatkan kabar pemecatan tersebut. Ia merasa terkejut bahwa semua yang telah ia bangun harus berakhir begitu saja.(Oggunnaikke, 2009).

(5)

PHK merupakan salah satu kejadian dalam kehidupan seseorang yang paling membahayakan jika tidak dihadapi dengan baik (Sucher, 2013). PHK berbahaya bagi psikologis individu, terutama bagi individu dewasa madya. PHK termasuk ke dalam krisis paruh baya. Hal ini terjadi karena ekspektasi individu untuk terus bekerja hingga memasuki masa pensiun tidak sesuai dengan kenyataan bahwa individu tersebut harus berhenti dari pekerjaannya (Papalia, 2007). Efek dari kehilangan pekerjaan bertahan lebih lama pada dewasa madya Pemutusan hubungan kerja sama dengan kehilangan pekerjaan. Walaupun individu tersebut kembali memiliki pekerjaan, ia tetap memiliki perasaan tidak dapat mengontrol lingkungan pekerjaannya (Sucher,2013). Individu juga merasa tidak dapat mengembalikan kepercayaan dirinya seperti ketika ia bekerja dahulu, seperti yang diungkapkan dalam komunikasi personal berikut ini

"Gak mungkin bisa setinggi kemarin (kepercayaan diri) ya. Sudah sulit mencapai setinggi itu. Sekarang sih Cuma bisa berusaha biar mencapai standarnya aja dulu."

(Komunikasi Personal, 15 Januari 2014, A, 50 tahun, mantan karyawan bank)

(6)

"Fisik paling jadi cepat capek, trus perut sering bermasalah. Tapi dari segi pemikiran ya yang paling itu. Pikiran menjadi lebih komplekslah ya. Karena berhubungan dengan pendapatan. CV yang dibangun juga gak berhasil."

(Komunikasi Personal, 19 Agustus 2013, A, 50 tahun, mantan karyawan bank)

Beberapa orang mengekspresikan stressnya dengan cara yang berbeda-beda, seperti tidak mampu mengingat kenangan bersama rekan kerja, tidak mampu mengurus keluarga, mencari kambing hitam, dan khawatir dengan status PHK yang disandang. Beban terberat yang paling dirasakan adalah hilangnya kelangsungan finansial (Davis, 2009). Hal ini diungkapkan dalam komunikasi personal berikut ini.

"Stress, bingung. Kehidupan jalan terus, sedangkan uang yang didapat terpakai sedikit demi sedikit. Mesti nutupin utang, hidupin anak istri sedangkan pendapatan istri gak bisa nutupin semuanya. Beratlah pokoknya”

(Komunikasi Personal, 20 Juni 2013, P, 51 tahun, mantan karyawan Bank)

"Anak-anak butuh uang sekolah. Suami kerjaannya juga butuh modal tinggi. Pas tahu udah gak ada pemasukan lagi, stresslah udah. Terpaksa gali lobang tutup lobang.

(Komunikasi Personal, 15 Januari 2014, A, 50 tahun, mantan karyawan bank)

(7)

sosial seperti perubahan tingkat pendidikan, urbanisasi, tekanan politik dan perubahan pola pekerjaan mampu mempengaruhi kepuasan hidup (life satisfaction) seseorang dan berimbas ke psychological well-being yang individu tersebut miliki (Bradburn dalam Ryff, 1989).

Psychological well-being sendiri menurut Ryff (1989) adalah dimana

individu memiliki pandangan dan sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain serta mampu mengambil keputusan sendiri, mampu mengatur tingkah laku sendiri dan dapat menciptakan dan mengatur lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup menjadi lebih bermakna dengan cara mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya. Psychological well-being tidak hanya sekedar menjadi bahagia namun juga mengembangkan potensi yang ada dalam diri individu (Ryff dalam Strauser, Lustig, & Ciftci, 2008). Psychological well-being berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk tetap berfungsi efektif dalam kehidupan sehari-hari bahkan ketika harus menghadapi pengalaman dan emosi yang negatif. Berfungsi efektif berarti mampu mengembangkan potensi yang dimiliki, memiliki kontrol terhadap diri sendiri, memiliki tujuan hidup dan memiliki hubungan positif dengan yang lain (Huppert, 2009)

Psychological well-being dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

usia, jenis kelamin, status ekonomi dan banyak lainnya. Jika ditinjau dari segi usia, di beberapa area dimensi, individu dewasa madya memiliki psychological well-being yang lebih baik dibandingkan individu yang lebih

(8)

dewasa madya, seseorang memiliki kesehatan mental yang positif . Dewasa madya lebih memiliki otonomi namun tidak fokus dengan perkembangan diri sendiri. Kontrol terhadap lingkungan juga meningkat dan penerimaa diri cenderung stabil. (Papalia, 2007) Hubungan dengan orang lain juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan (Ryff, 1989).

Psychological Well-being juga dipengaruhi oleh life event change

(perubahan dalam kehidupan). Secara teori, PHK merupakan salah satu perubahan dalam kehidupan yang bisa mempengaruhi kepuasan hidup dan menyebabkan absennya kesejahteraan psikologis seseorang (Huppert, 2009). Kehilangan pekerjaan akibat PHK dapat menyebabkan kehilangan status, kehilangan tujuan hidup dan kemampuan untuk mengatur waktu (Creed & Macintyre dalam Papalia, 2007). Mereka juga kehilangan salah satu bagian dari diri mereka, harga diri dan merasa tidak mampu untuk mengontrol hidupnya lagi. (Chope dalam Dance, 2011). Jika PHK terjadi pada masa dewasa madya, maka terjadi perbedaan perkembangan kesejahteraan hidup pada dewasa madya tersebut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat bagaimanakah gambaran psychological well-being individu dewasa madya yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja. (PHK).

B. RUMUSAN MASALAH

(9)

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran psychological well-being individu dewasa madya yang mengalami Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK) dilihat dari dimensi – dimensi psychological well-beingnya

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

memberi masukan bagi disiplin ilmu psikologi terutama psikologi perkembangan berkaitan dengan psychological well-being dewasa madya yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja

 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti

lain yang tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai psychological well-being pada individu dewasa madya yang mengalami Pemutusan

Hubungan Kerja 2. Manfaat Praktis

 Memberikan informasi kepada individu dewasa madya yang

mengalami PHK bahwa psychological well-being penting untuk meningkatkan potensi yang dimiliki oleh individu

 Memberikan informasi kepada pekerja yang mengalami PHK bahwa

(10)

 Menjadi informasi untuk masyarakat untuk dapat memberikan

dukungan kepada pekerja yang mengalami PHK untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis individu

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini akan menyajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah penelitian rumusan permasalahan atau pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis, serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Pada bab ini akan diuraikan tinjauan teoritis mengenai studi ini. Adapun teori yang digunakan adalah teori psychological well-being yang mencakup definisi dan dimensi psychological well-being, faktor – faktor yang mempengaruhi psychological well-being. serta definisi dan penyebab seseorang terkena PHK dan teori mengenai individu dewasa madya.

Bab III : Metode Penelitian

(11)

Bab IV : Analisa dan Interpretasi Data Penelitian

Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan juga pembahasan data-data penelitian dari teori yang relevan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial Pada

(1) wajib Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi tidak dapat membayar Retribusi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Wajib

1) Peneliti melakukan analisis standar isi pada kurikulum pembelajaran untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa di kelas dengan

Maka hipotesis kesepuluh yang menyatakan bahwa ROA secara persial memiliki pengaruh positive yang signifikan terhadap CAR pada Bank Umum Swasta Nasional Non

Intisari: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jus buah sirsak terhadap kadar asam urat pada penderita hiperurisemia di Dusun Semarangan, Sidokarto,

untuk mengumpulkan data sesuai dengan jadwal penelitian yang

“ Disini guru PAI kami Metode yang digunakan dalam menanamkan nilai akhlak yang pertama keteladanan mengenai sopan santun kepada orangtua/Guru, kenapa kok begitu karena

Metode pengukuran arah kiblat dengan alat bantu Google Earth di tanah kosong, yaitu: (1) Pengukuran arah kiblat dengan menghubungkan show ruler dari Kakbah