• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DAN PERILAKU PEMBELIAN IMPULSIF PADA MAHASISWI PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DAN PERILAKU PEMBELIAN IMPULSIF PADA MAHASISWI PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

KRISTEN SATYA WACANA

OLEH :

MEIGA YOSINANDA WIDODO 802010058

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DAN PERILAKU PEMBELIAN IMPULSIF PADA MAHASISWI PSIKOLOGI UNIVERSITAS

KRISTEN SATYA WACANA

Meiga Yosinanda Widodo Sutarto Wijono Berta Esti Ari Prasetya

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(7)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Gaya Hidup Brand Minded dan Perilaku Pembelian Impulsif pada mahasiswi Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah korelasi yang signifikan antara Gaya Hidup Brand Minded dan Perilaku Pembelian Impulsif pada mahasisiwi.

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Subjek penelitian secara keseluruhan berjumlah 85 orang. Pengambilan sampel menggunakan metode incidental sampling.

Hasil pengujian korelasi menggunakan Korelasi Pearson Product Moment menunjukkan korelasi antara Gaya Hidup Brand Minded dan Perilaku Pembelian Impulsif diperoleh hasil r = 0,586 dengan sig = 0,000 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Gaya Hidup Brand Minded dan Perilaku Pembelian Impulsif. Hal tersebut membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara Gaya Hidup Brand Minded dan Perilaku Pembelian Impulsif pada mahasiswi Psikologi dapat diterima.

(8)

Abstract

This researh is intend to find out relation between Lifestyle on Brand and Impulse Buying Behaviour.The hypothesis is there is significant relation between Lifestyle on Brand and Impulse Buying Behaviour on female student.

The subject of this research are female students of Psychology Faculty at Satya Wacana Christian University Salatiga. The subject of this research are 85 female students. Sampling using Incidental Sampling method.

Hypothesis result which using corelation person product moment shows relation between Lifestyle on Brand and Impulse Buying Behaviour alasysis is r = 0.586 with sig = 0.000 which mean there is significant relation between Lifestyle on Brand and Impulse Buying Behaviour. By that result the hypothesis which tell there is significant relation between Lifestyle on Brand and Impulse Buying Behaviour on student is acceptable.

(9)

Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi saat ini. Sebagai salah satu faktor utama terhadap terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, kreatif, dan bertanggung jawab, pendidikan di Indonesia seharusnya menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Gustian (2002) mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan guna membentuk pola pikir sehingga dapat menciptakan individu yang kreatif dan bertanggung jawab. Pertumbuhan, perkembangan, serta perubahan tersebut harus terorganisasi dan diarahkan sedemikian rupa untuk menuju pada tujuan akhir pendidikan sebagaimana yang telah ditetapkan.

Universitas, salah satunya UKSW sebagai salah satu lembaga pendidikan di Indonesia memiliki fungsi menyiapkan manusia muda yang berkualitas dan menyiapkan warga negara yang baik (Siswoyo, 2007). Suatu lembaga Universitas juga memiliki beberapa fakultas di dalamnya yang terdiri dari beberapa jurusan. Program studi didalam Universitas, salah satunya fakultas psikologi sendiri terdapat berbagai macam karakter mahasiswa dimana selain untuk menuntut ilmu, mahasiswa yang tergolong didalam remaja akhir juga mencari identitas diri dan berusaha untuk mencapai pola diri yang ideal.

Sejalan dengan itu, Loudon & Bitta (1984) menyatakan bahwa remaja adalah kelompok yang berorientasi konsumtif, karena kelompok ini suka mencoba hal-hal yang dianggap baru. Jatman (dalam Rosyid & Salim, 1997) juga mengatakan bahwa remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat, tidak lepas dari pengaruh konsumtivisme ini, sehingga tidak aneh jika remaja menjadi salah satu sasaran berbagai produk perusahaan. Salah satu yang mempengaruhi perilaku membeli remaja ini adalah munculnya berbagai macam penawaran produk baik secara langsung maupun melalui media massa. Di kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi menengah keatas, terutama bagi

(10)

2 mereka yang hidup di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua bagi mereka. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti tren/mode yang sedang beredar (Tambunan, 2001).

Dalam pengamatan yang dilakukan, hal tersebut juga terjadi pada mahasiswi psikologi Universitas Kristen Satya Wacana yang cenderung melakukan pembelian produk seperti pakaian, kosmetik, assesoris, tas, dan sepatu yang dilakukan bukan berdasarkan pertimbangan akan kebutuhan yang harus dipenuhi tetapi lebih kepada perilaku spontan dan bersifat emosional ketika melihat suatu produk. Fenomena tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Reynold (dalam Rosandi, 2004) bahwa remaja putri lebih banyak membelanjakan uang dibandingkan dengan remaja pria untuk kepentingan penampilan seperti pakaian, kosmetik, assesoris, tas, sepatu, dan lain sebagainya.

Pada suatu sisi strategi pemasaran lebih ditujukan untuk mempengaruhi konsumen agar melakukan pembelian. Pada proses pembelian yang sifatnya rasional, konsumen melakukan pertimbangan yang cermat dan mengevaluasi sifat produk secara fungsional. Namun tidak selamanya konsumen melakukan pembelian rasional, terkadang muncul pembelian yang lebih didasari faktor emosi. Seperti yang diungkapkan oleh Hirschman & Holbrook (dalam Engel, Blackwell, & Miniard, 1995) pembelian ini biasanya bersifat hedonis, objek konsumsi dipandang secara simbolis dan berhubungan dengan respon emosi. Banyaknya stimulus dalam suatu toko seperti display barang, informasi menarik yang ada di setiap produk, potongan harga, promosi dan iklan produk akan mempengaruhi suatu keputusan pembelian, termasuk di dalamnya yaitu pembelian impulsif. Pembelian impulsif merupakan pembelian yang terjadi secara spontan karena adanya dorongan yang kuat untuk membeli dengan segera (Engel, et al 1995). Sementara itu, Rook (1987) mengatakan bahwa perilaku pembelian implusif merupakan perilaku pembelian yang didasari pertimbangan emosional, dan cenderung mengabaikan dampak buruk yang

(11)

mungkin terjadi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswandari (2005) terhadap mahasiswi psikologi yang menyimpulkan bahwa 40-50% mahasiswi psikologi melakukan pembelian secara impulsif terhadap produk pakaian dan aksesoris yang disebabkan karena model dan warna pakaian serta faktor persepsi diri yang kurang ideal dalam penampilan.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa mahasiswi dalam hal ini remaja putri cenderung lebih sering melakukan pembelian impulsif tanpa melakukan pertimbangan terlebih dahulu. Pernyataan ini ditunjang oleh penelitian yang dilakukan oleh Henrietta (2012) tentang impulsive buying pada dewasa awal di Yogyakarta yang menyatakan bahwa berdasarkan perbandingan kecenderungan pembelian impulsif antara pria dan wanita, ditemukan bahwa wanita lebih impulsif daripada pria.

Dari beberapa penelitian yang ada terdapat hasil yang menunjukkan bahwa ada remaja yang bisa mengontrol pembelian dengan tidak menjadi impulsif namun ada juga yang impulsif. Hal ini tergantung pada bagaimana individu menanggapi respon dan stimuli yang muncul ketika berada didalam situasi tertentu. Seperti yang diungkapkan oleh Park & Lennon (2006), bahwa kecenderungan pembelian impulsif merupakan sifat perseorangan yang muncul sebagai respon atas stimuli lingkungan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Rook & Fisher (1995), menyatakan bahwa konsumen yang memiliki reaksi impulsif yang tinggi biasanya akan membeli produk secara impulsif.

Adapun pricilia (2010) menambahkan pentingnya melakukan pembelian impulsif dikarenakan perilaku pembelian dari setiap konsumen tidaklah sama atau dengan kata lain perilaku konsumen merupakan hal yang statis, sehingga penelitian tentang perilaku pembelian impulsif menjadi sangat penting dilakukan untuk mengetahui perilaku konsumen pada wilayah yang menjadi tempat penelitian.

(12)

4 Pembelian impulsif merupakan suatu fenomena psikoekonomik yang banyak melanda kehidupan masyarakat. Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat pembelian impulsif juga melanda kehidupan remaja yang sebenarnya belum memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya. Seperti yang diungkapkan oleh Johnstone (dikutip Santoso, 1998), bahwa konsumen remaja mempunyai ciri-ciri mudah terpengaruh oleh rayuan penjual, mudah terbujuk iklan, terutama pada penampilan produk, kurang berpikir hemat dan kurang realistis, romantis dan impulsif.

Dari data di atas maka muncul beberapa dampak positif yang terjadi dari perilaku impulsif bagi perusahaan atau produsen yaitu pembelian secara impulsif dapat meningkatkan penjualan, pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Semuel (2006) yang mengatakan bahwa, 65% keputusan pembelian diseluruh supermarket dilakukan didalam toko, dan lebih dari 50% merupakan pembelian yang tidak direncanakan. Sementara dampak negatif pada individu yang melakukan pembelian secara impulsif adalah pengeluaran yang meningkat yang disertai penyesalan serta kualitas produk yang rendah (Semuel, 2007). Hal ini dapat terjadi karena individu dengan perilaku pembelian impulsif mengalami konflik kognitif, seperti tidak mempertimbangkan harga maupun kegunaan barang, tidak melakukan evaluasi terhadap suatu pembelian, tidak melakukan perbandingan antara produk yang diinginkan dengan produk yang dibutuhkan, serta berada dalam situasi emosional seperti timbulnya dorongan untuk melakukan pembelian, dan timbul perasaan senang dan puas ketika melakukan pembelian (Verplanken & Herabadi, 2001).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian secara impulsif. Loundon & Bitta (1993) mengatakan bahwa faktor yang dapat memicu pembelian secara impulsif yaitu faktor produk, faktor pemasaran, dan karakter konsumen. Selain itu menurut Engel, et al (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif terbagi menjadi faktor personal dan faktor lingkungan. Faktor personal

(13)

terdiri dari perilaku pembelajaran, motivasi, kepribadian, kepercayaan, usia, sumber daya konsumen, dan gaya hidup. Faktor lingkungan terdiri dari situasi, kelompok dan budaya.

Gaya hidup sendiri merupakan pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan melalui aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup juga menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi terhadap lingkungan (Kotler, 2002). Gaya hidup seringkali dikembangkan sendiri oleh beberapa kalangan di dalam masyarakat untuk mencapaitujuannya di dalam lingkungan. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Krishnan (2011) tentang Lifestyle-A Tool for Understanding Buyer Behavior menunjukkan bahwa karakteristik pada gaya hidup konsumen memiliki pengaruh pada saat melakukan keputusan dalam suatu pembelian. Sejalan dengan itu Setiadi (2003) mengatakan bahwa pentingnya melakukan penelitian tentang gaya hidup terkait keputusan pembelian karena menurut Setiadi (2003) gaya hidup lebih bersifat dinamis atau relative permanen sehingga gaya hidup mempunyai dampak yang besar terkait dengan pengambilan keputusan.

Seperti yang kita ketahui bahwa dalam pengambilan keputusan pembelian, pertama-tama konsumen membentuk kepercayaan tentang sebuah produk, mengembangkan afeksi terhadap produk tersebut dan kemudian melakukan perilaku relatif terhadap produk tersebut (Mowen & Minor, 2002). Dalam membentuk kepercayaan konsumen terhadap suatu produk, merek merupakan indikator yang digunakan oleh konsumen sebagai pertimbangan dalam melakukan pembelian. Seperti halnya yang dikatakan oleh Chernatony (2001) bahwa merek yang kuat adalah merek yang dapat memiliki penilaian positif dibenak konsumen serta mampu memanfaatkan aspek rasional dan irasional dalam benak konsumen. Pola pikir seseorang terhadap produk-produk komersil yang berorientasi pada merek tertentu atau pada merek yang ekslusif inilah yang disebut dengan perilaku brand minded atau gaya hidup brand minded (Mc Neal, 2007).

(14)

6 Seperti yang diungkapkan oleh Munandar (2001), gaya hidup brand minded dapat mempengaruhi dua aspek penting bagi konsumen. Pertama, gaya hidup brand minded menjadikan merek sebagai pendorong atau atau motivator untuk membeli dan yang kedua gaya hidup brand minded dapat menjadikan merek sebagai pertimbangan utama dalam setiap pengambilan keputusan. Sejalan dengan itu, studi yang dilakukan oleh Anggraini (2012) tentang pengalaman komunikasi konsumen wanita dengan gaya hidup brand minded menyimpulkan bahwa sebagian besar wanita menjadikan brand minded sebagai gaya hidup menjadikan merek sebagai jati diri dan sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Lalu penelitian lain yang dilakukan oleh Bashir (2013) tentang Impact of Cultural Values and Life Style on Impulse Buying Behavior: A case study of Pakistan menyatakan bahwa nilai-nilai budaya dan gaya hidup (kepuasan hidup, keuangan, kepuasan, gaya hidup, kontak kelompok, peran dan kesamanan gender) memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku pembelian impulsif konsumen Pakistan. Berbeda dengan Bashir (2013), penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (2014) dengan judul penelitian Impact Of Sales Promotion, Personal Selling, Lifestyle And Perception Of Suggestion Impulse Buying menunjukan bahwa variabel gaya hidup tidak memiliki hubungan dan pengaruh terhadap pembelian secara impulsif.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas dan beberapa hasil penelitan terdahulu yang memiliki hasil berbeda kepada masing-masing pasrtisipan maka sangat penting untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup brand minded terhadap perilaku pembelian impulsif pada mahasiswa fakultas Psikologi Universitas Krsiten Satya Wacana. Sehingga, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara gaya hidup brand minded terhadap perilaku pembelian impulsif pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara gaya hidup brand minded dan

(15)

perilaku pembelian impulsif sehingga memiliki manfaat bagi mahasiswa psikologi dalam pengambilan keputusan dan juga secara teoritis dapat menjadi referensi pada penelitian berikutnya.

Tinjauan Pustaka

A. Perilaku Pembelian Impulsif (Impulse Buying Behavior)

1. Pengertian Perilaku Pembelian Impulsif

Pemahaman tentang konsep pembelian impulsif dan pembelian tidak direncanakan (unplanned purchase) oleh beberapa peneliti tidak dibedakan. Seperti yang diungkapkan oleh Philipps & Bradshow (dalam semuel, 2006), tidak ada perbedaan antara pembelian tidak direncakanan dan pembelian impulsif. Engel & Blackwell (dalam Semuel, 2006) mendefinisikan unplanned buying adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan terlebih dahulu atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko.

Pada suatu kesempatan, Cobb & Hayer (dalam Semuel (2006), mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko. Ini berarti bahwa pembelian impulsif merupakan salah satu jenis perilaku konsumen, dimana hal tersebut terlihat dari pembelian konsumen yang tidak terencana secara rinci.

Thomson (dalam Semuel, 2006), mengemukakan bahwa ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih dari pada rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan irasional dibanding rasional. Beberapa penelitian lain menganggap bahwa pembelian impulsif adalah suatu proses yang tidak rasional yang dipaksakan untuk

(16)

8 memuaskan keberhasilan pembelian yang tidak direncanakan diatas pemikiran yang rasional (Loundon & Bitta, 1993, h.567).

Berdasarkan definisi dari pada ahli dapat disimpulkan bahwa perilaku pembelian impulsif adalah pengambilan keputusan pembelian konsumen sebagai respon dari stimulus lingkungan tanpa melakukan pertimbangan harga, kualitas, dan manfaat produk.

1.1 Aspek Pembelian Impulsif

Pada suatu kesempatan, Rook & Fisher (1995) mengungkapkan bahwa pembelian impulsif memiliki beberapa aspek-aspek, yaitu sebagai berikut :

1. Spontanitas

Tidak diharapkan sebelumnya dan memotivasi konsumen untuk membeli saat itu juga, serta secara langsung merespon point of sale yang terangsang secara visual. 2. Kekuatan, paksaan, dan perasaan yang hebat

Konsumen termotivasi untuk melakukan pembelian dan bertindak dengan segera. 3. Kegairahan dan stimulasi

Desakan mendadak untuk membeli sering disertai emosi yang dicirikan sebagai perasaan “gairah”,”sensasi” atau “tidak terkendali”.

4. Mengabaikan konsekuensi

Desakan untuk membeli dapat menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan yang disebabkan oleh pengaruh stimuli seperti potongan harga serta bentuk ukuran barang.

1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian impulsif

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian impulsif menurut Engel, et al (1995) adalah sebagai berikut :

(17)

1. Usia dan Tahap Daur Hidup

Orang berubah-ubah selama hidupnya dalam membeli barang dan jasa yang sesuai usianya. Individu seringkali menentukan sasaran pasar dalam bentuk daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai dengan usianya.

2. Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan yang terjadi pada diri individu yang memaksa untuk melakukan sesuatu yang disebabkan karena keinginan untuk mendapatkan suatu produk.

3. Perilaku pembelajaran

Perilaku pembelajaran konsumen dalam memahami suatu produk seringkali mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian. Perilaku pembelajaran merupakan suatu informasi mengenai suatu produk yang diingat di dalam ingatan.

4. Kepribadian dan Konsep Diri

Kepribadian adalah organisasi dari faktor biologis dan sosiologis yang mempengaruhi individu. Kepribadian dapat menjadi variabel yang bermanfaat untuk menganalisis perilaku membeli seseorang dan berdasarkan hal itu kepribadian dapat di klasifikasi, dianalisis kuat lemahnya korelasi antara tipe kepribadian dengan pilihan produk atau merek tertentu.

5. Sumber daya konsumen

Faktor-faktor yang memberikan kemampuan konsumen dalam mengkonsumsi atau membeli suatu produk.

6. Gaya hidup

Gaya hidup dapat diartikan sebagai pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam psikografiknya. Orang yang berasal dari sub budaya, kelas

(18)

10 sosial dan pekerjaan yang sama mungkin memiliki gaya hidup yang berbeda. Contoh perilaku gaya hidup dapat dilihat pada perilaku kelmpok masyarakat tertentu yang senang belanja barang bermerek sebagai simbol citra diri.

Gaya hidup merupakan pendorong dasar yang mempengaruhi kebutuhan dan sikap individu, juga mempengaruhi aktivitas pembelian dan penggunaan produk. Dengan demikian gaya hidup merupakan aspek utama yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan seseorang dalam membeli produk. Salah satu tipe gaya hidup ini adalah gaya hidup yang berorientasi pada merek atau dikenal dengan sebutan gaya hidup brand-minded.

B. Gaya Hidup

1. Pengertian Gaya Hidup Brand Minded

Kotler (2006) mendefinisikan gaya hidup sebagai pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opini. Pengertian ini sejalan dengan Setiadi (2003) mengatakan gaya hidup secara luas diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapat). Engel, et al (1995) yang mendefinisikan gaya hidup sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Hawkins (2007) menyatakan gaya hidup sebagai bagaimana individu menjalankan proses kehidupan. Gaya hidup merupakan fungsi dari ciri-ciri dalam diri individu yang terbentuk melalui interaksi sosial sewaktu individu bergerak melalui daur hidupnya. Gaya hidup merupakan dasar motivasi yang mempengaruhi sikap dan kebutuhan individu, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keputusan pembelian. Brand Minded sendiri didefinisikan sebagai pola pikir seseorang terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek eksklusif atau terkenal (McNeal, 2007).

(19)

Berdasarkan definsi tentang gaya hidup brand minded oleh para ahli maka dapat disimpulkan bahwa gaya hidup brand minded merupakan gaya hidup individu yang berorientasi pada penggunaan produk-produk yang memiliki merek eksklusif atau terkenal sebagai suatu standar yang dipakai oleh individu sebagai standar kehidupan pribadi dan sosial. Gaya hidup brand minded juga dapat disimpulkan sebagai gaya hidup yang menaruh kepercayaan atau nilai serta prestise individu yang bergantung pada barang dengan merek eksklusif atau terkenal.

2.1 Dimensi pengukuran gaya hidup Brand Minded

Gaya hidup brand minded memiliki beberapa dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur gaya hidup konsumen atau disebut sebagai psikografik (Hawkins, 2007), yaitu :

1. Aktivitas

Dimensi aktivitas ini meliputi apa yang dilakukan oleh konsumen, apa yang dibeli oleh konsumen dan bagaimana konsumen menghabiskan waktunya.

2. Minat

Dimensi minat ini mencakup preferensi dan prioritas konsumen dalam memilih produk yang akan dibeli.

3. Opini

Dimensi opini ini terdiri dari pandangan dan perasaan konsumen terhadap produk-produk yang ada di kehidupannya, baik yang lokal maupun internasional. 4. Nilai

Nilai secara luas mencakup keyakinan mengenai apa yang diterima atau diinginkan.

5. Demografi

Demografi mencakup usia, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, struktur keluarga, latar belakang, budaya, dan gender.

(20)

12 C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Hurlock (1997) mengatakan bahwa masa remaja memiliki beberapa ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain masa remaja sebagai periode yang penting, periode peralihan, periode perubahan, masa remaja juga sebagai usia bermasalah, usia yang menimbulkan ketakutan, sebagai masa mencari identitas, tidak realistik, dan sebagai ambang masa dewasa.

Pada masa remaja ini terdapat beberapa minat termasuk minat-minat pribadi, salah satunya adalah minat pada penampilan diri adalah pakaian, perhiasan pribadi, kerapihan, daya tarik dan bentuk tubuh yang sesuai dengan seksnya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Cross &Cross (dalam Hurlock, 1997) bahwa kecantikan dan daya tarik fisik sangat penting bagi manusia.

Dari pernyataan diatas tampak bahwa remaja putri sangat memperhatikan penampilan fisik mereka. Mereka mencari atribut-atribut penampilan yang dapat menonjolkan identitas diri mereka dalam lingkungan sosial. Mereka berupaya untuk terus mengikuti mode terutama untuk barang dengan merek-merek yang eksklusif sehingga hal tersebut dapat mendorong mereka untuk berperilaku impulsif.

D. Hubungan antara perilaku pembelian impulsif dan gaya hidup brand minded Brand Minded didefinisikan sebagai pola pikir seseorang terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek eksklusif atau terkenal (McNeal, 2007). Hasibuan (2010) mengatakan bahwa individu dengan dengan gaya hidup brand minded sangat memperhatikan mode atau tren yang sedang berlangsung sehingga cenderung berperilaku impulsif, hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0.606 antara kedua variabel. Selanjutnya Brandon & Forney (dalam Hasibuan, 2010) mengatakan bahwa

(21)

gaya hidup brand minded berasal dari nilai-nilai dasar individu yang mendasari perilaku konsumen yang merefleksikan suatu tren gaya berpakaian dengan menggunakan produk-produk yang memiliki merek eksklusif dan mahal. Simamora (2003) mengatakan bahwa merek memiliki nilai-nilai dimana salah satunya adalah nilai ekspresi diri, nilai ekspresi diri dapat menjadi tolak ukur bagaimana penilaian individu terhadap dirinya maupun orang lain. Selanjutnya, merek sebagai suatu nilai dari ekspresi diri dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Astasari dan Sahrah (2009) yang mengatakan bahwa pembelian yang dilakukan oleh remaja khususnya remaja putri lebih banyak dilakukan untuk pembelian barang atau produk yang berkaitan dengan penampilan fisik yang didasari pada keinginan dibanding kebutuhan.

Sebagaimana pembelian impulsif dapat terjadi karena didasari pada keinginan daripada kebutuhan, maka konsumen dengan gaya hidup brand minded memiliki kecenderungan dalam melakukan pembelian secara impulsif. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Dittmar, Beattie & Friesse (2005) yang menyimpulkan bahwa produk yang dibeli oleh remaja, khususnya putri adalah produk yang berkaitan dengan penampilan seperti pakaian, aksesoris, dan kosmetik yang dilakukan secara impulsif ketika berada dalam pusat perbelanjaan.

Hubungan antara perilaku pembelian impulsif dan gaya hidup brand minded di atas juga sejalan dengan Susianto (1993) yang mengatakan bahwa dalam perkembangannya, remaja mulai menciptakan suatu standar dalam pergaulan baik dengan menampilkan maupun mengembangkan gaya hidup tertentu sebagai bentuk kompensasi kesadaran dengan menggunakan atau memiliki barang-barang yang memiliki merek bergengsi. Sehingga, sebagai suatu standar yang harus dipenuhi remaja cenderung melakukan pembelian impulsif terhadap barang dengan merek-merek terkenal. Senada dengan Simamora (2003), Susianto (1993) juga mengatakan bahwa pembelian impulsif yang terjadi pada remaja juga terjadi

(22)

14 sebagai akibat dari gaya hidup remaja yang menjadikan barang dengan merek terkenal atau eksklusif sebagai nilai jati diri mereka di mata orang lain.

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan kajian teori diatas maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara Gaya Hidup Brand Minded dan Perilaku Pembelian Impulsif.

Metode penelitian Partisipan

Penelitian ini dilakukan di Universitas Kristen Satya Wacana. Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswi aktif Fakultas Psikologi. Populasi yang digunakan didalam penelitian ini adalah 558 mahasiswi Psikologi mahasiswi aktif menurut data yang didapat dari Biro Administrasi. Dan dalam penelitian ini dari hasil perhitungan jumlah sampel berdasarkan rumus Slovin adalah sebanyak 85 orang mahasiswi Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Dengan pengambilan sampel menggunakan metode incidental sampling yaitu dengan membagikan data kepada partisipan yang ditemui peneliti dan dipandang cocok sebagai sumber data, salah satunya yaitu dengan cara melihat penampilan calon sumber data.

Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini, sebelum dilakukan pemngambilan data, dilakukan survei awal untuk memperleh informasi tentang data mahasiswi Fakultas Psikologi yang melakukan registrasi pada semester genap tahun 2015. Data diperoleh dari Biro Administrasi Universitas Kristen Satya Wacana pada tanggal 11 Januari 2015. Pengumpulan data dengan menyebarkan angket dilakukan pada tanggal 6 Februari – 13 Februari 2015, peneliti

(23)

membagikan angket atau kuesioner kepada responden yang sesuai dengan kriteria dalam hal ini subjek yang memiliki penampilan keren/modis.

Pengukuran

Dalam penelitian ini, metode pengukuran yang digunakan untuk memperoleh data informasi adalah angket. Angket dalam penelitian ini berdasarkan skala yang telah disusun oleh peneliti sebagai berikut :

1. Skala Gaya Hidup Brand Minded

Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan skala Gaya Hidup Brand Minded yang dikembangkan oleh Hawkins (2007) yang telah dibuat sendiri oleh penulis. Skala ini terdiri dari 30 item yang terbagi ke dalam 5 dimensi Gaya Hidup Brand Minded yaitu, aktivitas, minat, opini, nilai dan demografi. Partisipan akan diminta untuk menjawab berdasarkan 4 pilihan jawaban yang tersedia, yaitu: “Sangat Setuju”, “Setuju”, “Tidak Setuju”, dan “Sangat Tidak Setuju”.

Pada uji daya diskriminasi item angket gaya hidup brand minded putaran pertama, korelasi antar butir skor bergerak antara 0,164 sampai 0,755, dari 30 item terdapat 29 item yang memiliki daya beda ≥ 0,30 (Azwar, 1999) dan 1 item yang memiliki daya beda < 0,30. Pada uji diskriminasi item putaran kedua, setelah item gugur dibuang, korelasi antar butir skor bergerak antara 0,522 sampai 0,761, terdapat 29 item yang memiliki daya beda ≥ 0,30.

Hasil uji reliabilitas diperoleh nilai alpha sebesar 0,959 (≥ 0,60). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua item pada variabel gaya hidup brand minded ini dikatakan reliabel atau konsisten.

2. Skala Perilaku Pembelian Impulsif

Skala untuk variabel Perilaku Pembelian Impulsif yang dikembangkan oleh Rook & Fisher (1998) yang telah dibuat sendiri oleh penulis. Skala ini terdiri dari 30 item total yang terbagi ke dalam 4 aspek Perilaku Impulsif. Partisipan diminta untuk menjawab berdasarkan

(24)

16 4 pilihan jawaban yang tersedia, yaitu: “Sangat Setuju”, “Setuju”, “Tidak Setuju”, dan “Sangat Tidak Setuju”.

Pada uji daya diskriminasi item angket perilaku pembelian impulsif putaran pertama, korelasi antar butir skor bergerak antara -0,472 sampai 0,672, dari 30 item terdapat 22 item yang memiliki daya beda ≥ 0,30 (Azwar, 1999) dan 8 item yang memiliki daya beda < 0,30. Pada uji diskriminasi item putaran kedua, setelah item gugur dibuang, korelasi antar butir skor bergerak antara 0,273 sampai 0,736, dari 22 item terdapat 21 item yang memiliki daya beda ≥ 0,30 dan 1 item yang memiliki daya beda < 0,30. Selanjutnya pada uji daya diskriminasi item putaran ketiga, setelah item yang gugur dibuang, korelasi antar butir skor bergerak antara 0,355 sampai 0,739, dari 21 item terdapat 21 item yang memiliki daya beda ≥ 0,30.

Hasil uji reliabilitas diperoleh nilai alpha sebesar 0,889 (≥ 0,60). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua item pada variabel perilaku pembelian impulsif ini dikatakan reliabel atau konsisten.

Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisa data uji korelasi Pearson Product Moment. Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang telah memenuhi asumsi analisis sebagai syarat untuk melakukan analisis dengan uji korelasi Pearson Product Moment. Uji Normalitas yang digunakan adalah uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan Anova. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment. HASIL PENELITIAN

Pengambilan Data

Dalam penelitian ini digunakan sampel sebanyak 85 responden mahasiswi Psikologi. Penelitian ini dilakukan dengan cara membagi angket pada responden yaitu mahasiswi

(25)

fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Angket yang digunakan untuk olah data dalam penelitian ini yaitu sebanyak 85.

Hasil Uji Asumsi Hasil Uji Normalitas

Penelitian ini menggunakan uji normalitas Kolmogrov-Smirnov yang bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data penelitian pada masing-masing variabel. Dari hasil uji normalitas yang telah diuji menggunakan SPSS v.21 for windows menunjukkan bahwa variabel gaya hidup brand minded memiliki koefisien Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 1,310 dengan probabilitas p) atau signifikansi sebesar 0,064, sedangkan untuk variabel perilaku pembelian impulsif memiliki koefisien Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 1,139 dengan probabilitas p) atau signifikansi sebesar 0,149. Dengan demikian variabel memiliki distribusi normal yaitu p > 0,05.

Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk menguki integritas hubungan data yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dengan kata lain, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas berhubungan dengan variabel terikat atau tidak. Untuk perhitungannya, uji linearitas dilakukan dengan menggunakan SPSS v.21 for windows yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Berdasasarkan hasil analisis uji linearitas yang menggunakan tabel Anova nilai Deviation from linearity maka dapat diketahui variabel perilaku pembelian impulsif dan gaya hidup brand minded diperoleh nilai F beda sebesar 0,967 dengan signifikansi p = 0,533 (p > 0,05) yang menunjukkan hubungan antara variabel gaya hidup brand minded dengan perilaku pembelian impulsif adalah linier.

(26)

18 Analisis Deskriptif

Gaya Hidup Brand Minded Tabel 4.

Kriteria Skor Gaya Hidup Brand Minded

No Interval Kategori Mean N Presentase (%)

1. 29 ≤ x ≤ 50,75 Sangat Rendah 0 0 2. 50,75≤ x < 72,5 Rendah 18 21,2% 3. 72.5 ≤ x < 94,25 Tinggi 79,13 58 68,2% 4. 94,25 ≤ 116 Sangat Tinggi 0 10,6% Jumlah 85 100% SD = 12,475 Min = 52 Max = 107

Bila dilihat dari data tersebut, menunjukkan nilai terendah (minimum) 52, nilai tertinggi (maksimum) 107, dengan standar deviasi sebesar 12,475. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa rata-rata skor subjek berada dalam kategori tinggi dengan mean sebesar 79,13 .

Perilaku Pembelian Impulsif Tabel 5.

Kriteria Skor Perilaku Pembelian Impulsif

No Interval Kategori Mean N Presentase (%) 1. 21 ≤ x ≤ 36,75 Sangat Rendah 2 4,71% 2. 36,75 ≤ x < 52,5 Rendah 52 3 38,82% 3. 52,5 ≤ x < 68,25 Tinggi 51 56,47% 4. 68,25 ≤ 84 Sangat Tinggi 31 0 Jumlah 85 100% SD = 8,188 Min = 30 Max = 67

Bila dilihat dari data tersebut, menunjukkan nilai terendah (minimum) 30, nilai tertinggi (maksimum) 67, dengan standar deviasi sebesar 8,188. Dari tabel diatas juga dapat dilihat bahwa rata-rata skor subjek berada dalam kategori tinggi dengan mean sebesar 52.

(27)

Hasil Analisis Data

Perhitungan data analisis dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linearitas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS v.21 for windows. Hasil korelasi antara gaya hidup brand minded dengan perilaku pembelian impulsif pada mahasiswi dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 7.

Hasil uji korelasi gaya hidup brand minded dan perilaku pembelian impulsif. Correlations

Perilaku Pembelian Impulsif

Gaya Hidup Brand Minded

Pearson Correlation ,586**

Sig. (2-tailed) ,000

N 85

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara gaya hidup brand minded dan perilaku pembelian impulsif pada mahasiswi sebesar 0,586 dengan sig = 0,000 (p < 0.05) yang berarti korelasi antara gaya hidup brand minded dan perilaku pembelian impulsif berada dalam kategori sedang dengan interval koefisien antara 0,40-0,599 dan korelasi tersebut signifikan karena p < 0,05 (0,000 < 0,05).

Besarnya sumbangan efektif variabel gaya hidup brand minded dan perilaku pembelian impulsif adalah 34,44% yang diperoleh dari r² x 100, sedangkan sisanya 65,57% adalah sumbangan dari variabel lain di luar variabel gaya hidup brand minded.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang gaya hidup brand minded dan perilaku pembelian impulsif menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan dengan tingkat hubungan

(28)

20 pada kategori sedang (r=0,586). Tingkat hubungan koefisien korelasi sedang terletak pada interval antara 0,40-0,599. Nilai signifikansinya 0,000, dimana p atau signifikansinya lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup brand minded dan perilaku pembelian impulsif pada mahasiswi psikologi.

Dengan hasil korelasi positif ini dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi gaya hidup brand minded maka semakin tinggi pula perilaku pembelian impulsif pada mahasiswi. Sebaliknya jika semakin rendah gaya hidup brand minded, maka semakin rendah pula kecenderungan perilaku pembelian impulsif mereka. Dengan demikian, dinyatakan dalam penelitian ini H0 ditolak dan H1 diterima. Karena gaya hidup brand minded memiliki korelasi positif signifikan dengan perilaku pembelian impulsif.

Sebagian besar mahasiswi psikologi menganggap gaya hidup brand minded sebagai salah satu bagian dari diri mereka dan juga menjadikan gaya hidup ini sebagai salah satu faktor untuk meningkatkan citra diri sehingga hal tersebut membuat mahasiswi dalam hal ini remaja putri berperilaku impulsif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khrisnan (2011) tentang Lifestyle-A Tool for Understanding Buyer Behavior yang menunjukkan bahwa karakteristik pada gaya hidup konsumen memiliki pengaruh pada saat melakukan keputusan pembelian. Seperti yang kita ketahui juga mahasiswi seringkali menciptakan dan mengembangkan gaya hidup tersendiri. Mereka menggunakan gaya hidup sebagai sarana untuk mengembangkan diri mereka di dalam lingkungan agar lebih dianggap up to date. Penelitian yang dilakukan oleh Kotler (2002) menunjukkan bahwa gaya hidup merupakan gambaran keseluruhan diri seseorang dalam berintereaksi dan untuk mencapai tujuannya di dalam lingkungan.

Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku pembelian adalah gaya hidup. Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa gaya hidup brand minded mampu memicu seseorang untuk melakukan

(29)

pembelian secara impulsif. Sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Hawkins (2007) yang mengatakan bahwa gaya hidup merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian impulsif, dimana dikatakannya gaya hidup seseorang mempengaruhi kebutuhan, keinginan, serta perilakunya termasuk perilaku membeli. Hawkins (2007) juga mengatakan bahwa gaya hidup seringkali dijadikan motivasi dasar dan pedoman dalam membeli sesuatu. Ini berarti, individu dalam membeli suatu produk mengacu pada gaya hidup yang dianutnya. Sehingga dapat dikatakan gaya hidup brand minded yang dianut oleh mahasiswi memiliki peranan dalam perilaku pembelian mereka.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Sunarto (2003) yang menyatakan perilaku membeli termasuk didalamnya perilaku pembelian impulsif dipengaruhi oleh gaya hidup. Semakin tinggi gaya hidup seseorang maka semakin mudah dipengaruhi untuk melakukan pembelian impulsif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ferrel (2007) menunjukkan bahwa gaya hidup itu berpengaruh pada pola kehidupan, perilaku pembelian, dan juga pemilihan merek yang istimewa. Mereka juga cenderung menganggap gaya hidup sebagai suatu bentuk penyesuaian mereka didalam kelompok yang nantinya akan terus mereka anut. Sutojo (1998) mengatakan bahwa mahasiswi dalam hal ini remaja menyenangi pembelian barang yang memiliki merek bergengsi, mahal, dan eksklusif disebabkan karena merek tersebut dapat memberikan kepuasan pada mereka sebagai suatu bagian dari gaya hidup. Hal ini membuat mereka akan berupaya terus untuk membeli barang-barang bermerek terbaru untuk memenuhi keinginan dan kepuasan mereka.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lamarto (dalam Rosandi, 2004) mengatakan bahwa mahasiswi dalam hal ini remaja putri merupakan pembeli yang potensial untuk produk-produk seperti pakaian, sepatu, asesoris, tas, dan kosmetik. Hal ini didukung oleh teori yang diungkapkan oleh Reynold, Scott, dan Warshaw (1973) bahwa remaja putri membelanjakan uangnya lebih banyak untuk keperluan yang menunjang penampilan diri

(30)

22 seperti : pakaian, sepatu, kosmetik, dan asesoris serta alat-alat yang dapat membantu memelihara kecantikan dirinya.

Berdasarkan penelitian ini maka didapatkan koefisien determinan (r²) sebesar (0,586)² yaitu 34,33%. Artinya kontribusi variabel gaya hidup brand minded terhadap perilaku pembelian impulsif sebesar 34,33% dan ini berarti bahwa masih terdapat 65,67% variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian impulsif selain gaya hidup brand minded seperti yang diungkapkan oleh Engel, et al (1995), yaitu faktor lingkungan (budaya, kelompok referensi/konformitas, situasi), faktor pribadi (usia, motivasi), perilaku pembelajaran, kepribadian dan konsep diri, serta sumber daya konsumen.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara gaya hidup brand minded dan perilaku pembelian impulsif pada mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Satya Wacana. Semakin tinggi gaya hidup brand minded pada mahasiswi maka semakin tinggi pula perilaku pembelian impulsif yang akan dilakukan.

Saran

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang diperoleh penulis maka dikemukan saran sebagai berikut :

1. Bagi Penelitian Mendatang

 Bagi penelitian mendatang dapat dijadikan referensi tambahan untuk topik serupa dan penelitian lain yang tertarik melakukan atau mengembangkan dengan topik perilaku pembelian impulsif disarankan memperhatikan faktor-faktor lain,

(31)

selain gaya hidup brand minded yang mempengaruhi perilaku pembelian impulsif, seperti faktor kepribadian, motivasi, dan juga konformitas/lingkungan.

 Penelitian ini juga bisa dikembangkan dengan meneliti orang-orang yang sudah bekerja dan berada di kota-kota besar seperti Jakarta karena gaya hidup brand minded di kota tersebut lebih terlihat jelas sehingga dapat memberikan pengaruh besar terhadap hasil penelitian.

2. Bagi Mahasiswi

Mahasiswi yang memiliki gaya hidup brand minded dapat melakukan diskusi untuk membahas tentang dampak-dampak negatif yang mungkin akan terjadi jika seseorang terus berperilaku impulsif dan brand minded.

 Mahasiswi juga dapat mencari informasi melalui media sosial atau buku tentang akibat-akibat jika seseorang berperilaku impulsif.

3. Bagi Orang Tua

 Dari penelitian yang telah dilakukan maka saran yang diajukan kepada orang tua yang memiliki anak dengan gaya hidup brand minded adalah agar memperlancar komunikasi dan mengawasi pengeluaran anak supaya tidak melakukan pembelanjaan secara berlebihan dan memberikan pengertian-pengertian tentang bagaimana mempergunakan uang dengan baik dan benar.

(32)

24 DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, E. (2012). Pengalaman Konsumen Wanita dengan Gaya Hidup Brand Minded. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Astasari, A & Sahrah, A. (2009). Hubungan Antara Konformitas Dengan Perilaku Membeli Impulsif Pada Remaja. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana.

Azwar, S. (1999). Dasar-Dasar Psikometri. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Bashir, S, Zeeshan, M, & Sabbar, S. (2013). Impact of Cultural Values and Lifestyle on Impulse Buying Behavior : A Case Study of Pakistan. International Review of Management and Business Research, 2 (1), 193-200.

Brandon, L & Forney, J, C. (2002). Influence of Female purchase motivation and Product Satisfaction: A Comparison of Causal and Formal Lifestyle and Angalo and Hispanic Ethnicity. Journal of Family and Consumer Sciences, 94 (1), 54-63.

Chernatony, D, L. (2001). A Model for Strategically Building Brands. Brand Management Journal, 9 (1), 32-44.

Dittmar, H, Beattie, J & Friesse, S. (2005). Object, Decision Consideration & Self Image in Mens’s and Woman’s Impulse Purchases. USA.

Engel, J, F, Blackwell, R, D, & Miniard P, W. (1995). Perilaku Konsumen : Jilid 1. Alih Bahasa: Budjianto. Jakarta : Binarupa Aksara.

Ferrel, O, C. (2007). Marketing Strategy. South Western: Thomson Corporation. Gustian. (2002). Anak Cerdas Berprestasi Rendah. Jakarta: Gunung Mas. Hasibuan, (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hawkins, Dei, L, Roger, J, Best & Kenneth, A, C. (2004). Consumer Behavior : Building Marketing Strategy. Edisi 9. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.

_________________________________________. (2007). Consumer Behavior, Building Marketing Strategy Tenth edition. New York : McGraw Hill International Edition. Henrietta, P. (2012). Impulsive Buying Pada Dewasa Awal di Yogyakarta.

https://www.mysciencework.com/publication/read/9359889/impulsive-buying-pada-dewasa-awal-di-yogyakarta#page-null (diakses pada 20 September, 2014).

Hurlock, E. (1997). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Masa. Jakarta: Erlangga.

(33)

Khrisnan, J. (2011). Lifestyle-A Tool for Understanding Buyer Behavior. Int Journal of Economics and Management, 5 (1), 238-298.

Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. PT. Prehalindo. Jakarta.

Lemme, B, H. (1995). Development in adulthood. United States of America: Allyn & Bacon.

Loundon, D, L & Bitta, D, N. (1984). Consumer Behavior : Concepts and Application. 2nd Edition. New York: McGraw-Hill.

________________________. (1993). Consumer behavior, Concepts and Applications. Fouth edition. Singapore: McGraw-Hill.

Mappiere, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.

McNeal, J, U. (2007). On Becoming a Consumer Behavior Patterns in Childhood. Butterworth-Heinemann.

Mowen, J, C & Minor, M. Alih bahasa: Lina Salim. (2002) Perilaku Konsumen. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Munandar, A, S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta:UI-Press.

Nas & Sande, V, D. (2003). Study Gaya Hidup Sebagai Upaya Mengenali Kebutuhan Anak Muda. Jurnal Psikologi dan Masyarakat. Jakarta : Grasindo.

Park, J, & Lennon, S, J. (2006). Psychological and environmental antecedents of impulse buying tendency in the multi channel shopping context. Journal of Consumer Marketing, 23 (2), 56-68.

Premananto & Candra, G (2007). Proses pengambilan keputusan pembelian impuls dengan pendekatan psikologi lingkungan dan rantai kausalitas. Jurnal Antisipasi, 10 (1), 172-184.

Pricilia, Y, W. (2010). Faktor Psikologis Konsumen yang Memengaruhi Perilaku Pembelian Impulsif (Impulse Buying Tendency) Produk Fashion di Malang Town Square. Skripsi. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Reynold, Scott, & Warshaw. (1973). Introduction to Marketing Management. Revisioned Ed. Ilinois: Hornewood Irvin Inc.

Rosandi, A, F. (2004). Perbedaan Perilaku Konsumtif Antara Mahasiswa Pria dan Wanita di Universitas Katolik Atma Jaya. Skripsi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya.

Rook, D, W. (1987). The Buying Impulse. The Journal of Consumer Research, 14 (2), 189-199.

(34)

26 __________ & Fisher, R, J. (1995). Normative Influences on Impulse Buying Behavior. The

Journal of Consumer Research, 22 (2), 55-56.

Rosyid, H & Salim, L. (1997). Perilaku Konsumtif Berdasarkan Locus of Control Pada Remaja Putri. Psikologika. 4 (2), 5-13.

Santoso, B. (1998). Hubungan Antara Alienasi Diri Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Semuel, H. (2006). Dampak Respon Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian

Impulsif Konsumen Online dengan Sumberdaya yang Dikeluarkan dan Orientasi Belanja Sebagai Variabel Medias. Jurnal Manajemen Kewirausahaan, 8 (2), 101-115.

Setiadi, J. (2003). Perilaku Konsumen. Bogor : Kencana.

Siahaan, M. (2014). Impact Of Sales Promotion, Personal Selling, Lifestyle And Perception Of Suggestion Impulse Buying. Skripsi. Lampung: Fakultas ISIP Universitas Lampung.

Simamora, B. (2003). Membongkar Kotak Hitam Konsumen. Jakarta : PT Gramedia.

Siswandari, A, D. (2005). Perilaku Membeli Impulsif Pada Remaja Mahasiswa Psikologi. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana.

Siswoyo, D. (2007). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press.

Sunarto. (2003). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Yogyakarta : Kampus Kebangsaan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.

Susanto. (2001). Potret-potret Gaya Hidup Metropolis. Jakarta: Elex Media Komputindo. Susianto, H. (1993). Studi Gaya Hidup Sebagai Upaya Mengenali Kebutuhan Anak Muda.

Jurnal Psikologi dan Masyarakat (Vol. 1). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Sutisna. (2000). Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Sutojo, S. (1998). Kerangka Dasar Manajemen Pemasaran. PT. Pustaka Binaman Presindo. Tambunan, R. (2001). Remaja dan Perilaku Konsumtif. Jakarta.

Verplanken, B. & Herabadi, A, G. (2001). Consumption Experience of Impulse Buying in Indonesia : Emotional Arousal and Hedonic Considerations. Asian Journal of Social Psychology, 12 (1), 20-31.

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan uraian di atas maka tidak berlebihan jika penulis akan mencoba untuk meneliti tentang permainan futsal ini, yaitu tentang kekuatan otot

Berdasarkan rata-rata persentase tutupan ka- rang hidup dan Indeks Mortalitas ketiga lokasi (Gambar 9) tampak bahwa Pulau Siruso me- miliki persentase tutupan karang yang lebih ting-

Mengumumkan sebagai pemenang untuk paket pekerjaan Konsultan Perencanaan Gedung Perawatan Paru-Paru (Lelang Ulang) melalui e-Seleksi Umum Metode Evaluasi Prakualifikasi Satu File -

perjanjian kredit bank adalah suatu pinjaman yang diberikan oleh bank

[r]

[r]

Referring to the main characteristic of architectural identity which includes the relationship with the context (environment and natural), material, form and shape, it is

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan yang telah dilakukan maka diperoleh (1) hasil validasi yang dilakukan oleh kedua validator memiliki nilai rata- rata 3,55 dengan