• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR. Badan Restorasi Gambut. Pusat Studi Bencana Universitas Riau. Kerjasama. dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR. Badan Restorasi Gambut. Pusat Studi Bencana Universitas Riau. Kerjasama. dengan"

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

ANALISIS SUMBER PENGHIDUPAN

DAN STRATEGI PENINGKATAN

PENDAPATAN MASYARAKAT PADA LAHAN GAMBUT: STUDI

KASUS KHG TEBINGTINGGI KABUPATEN KEPULAUAN

MERANTI PROVINSI RIAU

Badan Restorasi Gambut

Pusat Studi Bencana

Universitas Riau

dengan

Kerjasama

(2)

i

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirabiil’alamin, bersyukur kehadirat Allah SWT, karena dengan anugerahnya maka Tim Analisis Sumber Penghidupan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pada Lahan Gambut: Studi Kasus KHG Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau dapat menyelesaikan laporan akhir ini. Kajian ini dilakukan dilakukan berkat kerjasama Badan Restorasi Gambut dengan Pusat Studi Bencana Universitas Riau.

Ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada tim enumerator beserta seluruh pihak yang telah bekerja dengan ikhlas membantu penyusunan laporan ini. Segala masukan baik secara langsung maupun tertulis sangat berarti dalam perbaikan materi dan finalisasi tahap selanjutnya.

Wassalammu’alaikum Wr.Wb

(3)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . ... ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 2 C. Tujuan... ... 3 D. Lingkup riset.... ... 3 E. Luaran... ... ..4

BAB II METODE KAJIAN 1. Lokasi wilayah sasaran...5

2. Pengumpulan data...5

a. Pengumpulan data primer...5

b. Pengumpulan data sekunder...7

3. Analisis data BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN DALAM KESATUAN HIDROLOGIS GAMBUT 3.1. Desa Lukun ...9

3.1.1. Geografi ...10

3.1.2. Pemerintahan ...10

3.1.3. Ekonomi dan infrastruktur...10

3.1.4. Kependudukan...11

3.1.5. Pendidikan dan kesehatan...11

3.1.6. Pertanian dan tataguna lahan...12

3.1.7. Sosial budaya...13

3.2. Desa Sungai Tohor...14

(4)

iii

3.2.2. Pemerintahan ... 15

3.2.3. Ekonomi dan infrastruktur ... 16

3.2.4. Kependudukan... 16

3.2.5. Pendidikan dan kesehatan ... 17

3.2.6. Pertanian dan tataguna lahan ... 18

3.2.7. Sosial budaya ... 19

3.3. Desa Sendanu Darul Ihsan ... 19

3.2.1. Geografi ... 19

3.2.2. Pemerintahan ... 19

3.2.3. Ekonomi dan infrastruktur ... 20

3.2.4. Kependudukan... 20

3.2.5. Pendidikan dan kesehatan ... 20

3.2.6. Pertanian dan tataguna lahan ... 21

3.2.7. Sosial budaya ... 23

3.4. Desa Sungai Tohor Barat ... 23

3.2.1. Geografi ... 23

3.2.2. Pemerintahan ... 23

3.2.3. Ekonomi dan infrastruktur ... 24

3.2.4. Kependudukan... 25

3.2.5. Pendidikan dan kesehatan ... 25

3.2.6. Pertanian dan tataguna lahan ... 26

3.2.7. Sosial budaya ... 27

3.5. Desa Tanjungsari ... 28

3.2.1. Geografi ... 28

3.2.2. Pemerintahan ... 28

3.2.3. Ekonomi dan infrastruktur ... 29

3.2.4. Kependudukan... 30

3.2.5. Pendidikan dan kesehatan ... 31

3.2.6. Pertanian dan tataguna lahan ... 31

3.2.7. Sosial budaya ... 32

3.6. Desa Tanjung Gadai ... 32

3.2.1. Geografi ... 32

3.2.2. Pemerintahan ... 32

(5)

iv

3.2.4. Kependudukan... 36

3.2.5. Pendidikan dan kesehatan ... 36

3.2.6. Pertanian dan tataguna lahan ... 37

3.2.7. Sosial budaya ... 37

BAB IV IDENTIFIKASI JENIS MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT 4.1. Jenis matapencaharian masyarakat berbasis lahan ... 38

4.1.1. Petani sagu ... 38 4.1.2. Petani kelapa ... 47 4.1.3. Petani karet ... 56 4.1.4. Petani kopi ... 62 4.1.5. Petani hortikultura ... 69 4.1.6. Petani pinang ... 76

4.2. Jenis mata pencaharian masyarakat berbasis ekosistem... 83

4.2.1. Nelayan ... 83

4.2.2. Pembalak ... 90

4.2.3. Pencari kulit medang ... 98

4.3. Jenis mata pencaharian masyarakat berbasis jasa lingkungan ... 105

4.3.1. Buruh panen kelapa ... 105

4.3.2. buruh kilang sagu ... 112

4.3.3. Buruh panen sagu ... 120

4.3.4. Pedagang ... 125

4.3.5. Tenaga Kerja Indonesia ... 133

4.3.6. Agroindustri kelapa ... 138

BAB V ANALISIS PENGHIDUPAN DAN STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA 5.1. Analisis penghidupan masyarakat ... 146

5.1.1. Sebaran rumah tangga menurut aktivitas ekonomi utama ... 146 5.1.2. Ketergantungan ekonomi rumah tangga ... 148

5.1.2.1. Ketergantugan ekonomi rumahtangga petani sagu ... 149

5.1.2.2. Ketergantungan ekonomi rumahtangga petani kelapa ... 151 5.1.2.3. Ketergantungan ekonomi rumahtangga petani karet ... 152

(6)

v 5.1.2.4. Ketergantungan ekonomi rumahtangga petani berbasis lahan

lainnya ... 153

5.1.2.5. Ketergantungan ekonomi rumahtangga petani berbasis ekosistem ... 154

5.1.2.6. Ketergantungan ekonomi rumahtangga berbasis industri pengolahan ... 156

5.2. Analisis dan strategi peningkatan pendapatan masyarakat ... 157

5.2.1. Identifikasi faktor internal ... 158

5.2.1.1. Komponen Kekuatan ... 159

5.2.1.2. Komponen Kelemahan ... 159

5.2.2. Identifikasi faktor eksternal ... 162

5.2.2.1. Komponen Peluang ... 162

5.2.2.2. Komponen Ancaman ... 163

5.2.3. Straategi peningkatan kehidupan rumahtangga petani... 168

5.3. Rencana aksi peningkatan kehidupan rumah tangga ... 174

DAFTAR PUSTAKA ... 209 LAMPIRAN

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Aparatur pemerintahan Desa Lukun... 10

Tabel 3.2. Aparatur pemerintahan Desa Sungai Tohor ... 15

Tabel 3.2. Sebaran jumlah penduduk berdasar usia... 17

Tabel 3.3. Perangkat Desa Sungai Tohor Barat... 24

Tabel 3.4. Tingkat pendidikan penduduk Desa Sungai Tohor Barat... 25

Tabel 3.5. Perangkat Desa Tanjungsari... 29

Tabel 3.6. Perangkat Desa Tanjung Gadai... 33

Tabel 3.7. Jenis ternak di Desa Tanjung Gadai... 34

Tabel 4.1. Sebaran Rumah Tangga Menurut Aktivitas Ekonomi ... 81

Tabel 5.1. Sebaran Rumah Tangga Menurut Aktivitas Ekonomi ... 147

Tabel 5.2. Tingkat Ketergantungan RT Petani Sagu terhadap Usaha dan Komoditas ... 149

Tabel 5.3. Tingkat Ketergantungan RT Petani Sagu terhadap Usaha dan Komoditas ... 150

Tabel 5.4. Tingkat Ketergantungan RT Petani Kelapa terhadap Usaha dan Komoditas ... 151

Tabel 5.5. Tingkat Ketergantungan RT Petani Karet terhadap Usaha dan Komoditas ... 152

Tabel 5.6. Tingkat Ketergantungan RT Petani berbasis Lahan terhadap Usaha dan Komoditas ... 153

Tabel 5.7. Tingkat Ketergantungan RT Petani berbasis ekosistem terhadap Usaha dan Komoditas ... 155

Tabel 5.8. Tingkat Ketergantungan RT Petani Berbasis Industri Pengolahan terhadap Usaha dan Komoditas ... 157

Tabel 5.9. Matriks SWOT Peningkatan Pendapatan Masyarakat di KHG Tebing Tinggi ... 165

Tabel 5.10. Sistem Urutan Ranking) Saaty ... 169

(8)

vii Tabel 5.12. Strategi prioritas peningkatan pendapatan masyarakat... ... 171 Tabel 5.13. Rencana aksi peningkatan pendapatan masyarakat

di sekitar kawasan hutan gambut Kecamatan Tebing Tinggi

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi hipotetik kedalaman gambut ... 6

Gambar 3.1 Peta KHG Tebingtinggi Timur dan Lokasi Penelitian... 8 Gambar 3.2 Peta Kondisi Lahan Gambut dalam KHG Pulau Tebingtinggi ... 9 Gambar 3.3 Bentuk Karakteristik Pengelolaan Lahan untuk Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Lukun ... 13 Gambar 3.4 Karakter Penggunaan Lahan dan Jasa untuk Mata Pencaharian di Desa Sungai Tohor ... 19 Gambar 3.5 Karakteristik penggunaan lahan di Desa Sendanu Darul Ikhsan dan kegiatan ekonomi rumah tangga ... 22 Gambar 3.6 Pembuatan galangan kapal yang berasal dari kayu tempatan ... 27 Gambar 3.7 Pembuatan galangan kapal di Desa Sungai Tohor Barat 28 Gambar 3.8 Penggunaan lahan dan pekerjaan berbasis jasa di Desa Tanjung Sari ... 30 Gambar 3.9 Karakter penggunaan lahan dan jasa di Tanjung Gadai 34 Gambar 3.10 Jenis ikan yang ditangkap di Desa Tanjung Gadai ... 35

Gambar 3.11 Industri Rumah Tangga Gula Merah dari Kelapa Puyu 36 Gambar 4.1 Kisaran usia petani sagu ... 38

Gambar 4.2 Tingkat pendidikan petani sagu ... 39

Gambar 4.3 Pengalaman usaha tani petani sagu ... 40

Gambar 4.4 Jumlah tanggungan petani sagu ... 41

Gambar 4.5 Jenis perkerjaan sampingan petani sagu ... 42

Gambar 4.6 Tingkat pendidikan petani sagu ... 43

Gambar 4.7 Kepemilikan aset rumah tangga petani sagu ... 44

Gambar 4.8 Penguasaan dan kepemilikan lahan petani sagu ... 45

(10)

ix

Gambar 4.10 Pola pengeluaran petani sagu ... 47

Gambar 4.11 Kisaran usia petani kelapa ... 48

Gambar 4.12 Tingkat pendidikan petani kelapa ... 49

Gambar 4.13 Pengalaman usaha tani petani kelapa ... 50

Gambar 4.14 Jumlah tanggungan petani kelapa ... 51

Gambar 4.15 Jenis pekerjaan sampingan petani kelapa ... 51

Gambar 4.16 Tingkat pendidikan istri petani kelapa ... 52

Gambar 4.17 Kepemilikan aset rumah tangga petani kelapa ... 53

Gambar 4.18 Penguasaan dan kepemilikan lahan petani kelapa ... 54

Gambar 4.19 Jenis tanah pada tanaman kelapa ... 54

Gambar 4.20 Pola pengeluaran rumah tangga petani kelapa ... 55

Gambar 4.21 Kisaran usia petani karet ... ... 56

Gambar 4.22 Tingkat pendidikan petani karet ... 57

Gambar 4.23 Jumlah tanggungan petani karet ... 57

Gambar 4.24 Pengalaman usaha tani petani karet ... 58

Gambar 4.25 Tingkat pendidikan istri petani karet ... 59

Gambar 4.26 Jenis pekerjaan sampingan petani karet ... 59

Gambar 4.27 Aset petani karet ... 60

Gambar 4.28 Kepemilikan dan penguasaan lahan petani karet ... 60

Gambar 4.29 Jenis tanah tanaman karet ... 61

Gambar 4.30 Pola pengeluaran petani karet ... 62

Gambar 4.31 Kisaran usia petani kopi ... 62

Gambar 4.32 Tingkat pendidikan petani kopi ... 63

Gambar 4.33 Jumlah tanggungan petani kopi ... 64

Gambar 4.34 Pengalaman usaha tani petani kopi ... 65

Gambar 4.35 Pekerjaan sampingan petani kopi ... 65

Gambar 4.36 Tingkat pendidikan istri petani kopi ... 66

Gambar 4.37 Kepemilikan rumah petani kopi ... 67

(11)

x

Gambar 4.39 Jenis lahan tanaman kopi ... 68

Gambar 4.40 Pola pengeluaran rumah tangga petani kopi ... 69

Gambar 4.41 Usia petani hortikultura ... 70

Gambar 4.42 Tingkat pendidikan petani hortikultura ... 71

Gambar 4.43 Jumlah tanggungan petani hortikultura ... 72

Gambar 4.44 Pengalaman usaha tani petani hortikultura ... 72

Gambar 4.45 Tingkat pendidikan istri petani hortikultura ... 73

Gambar 4.46 Jenis pekerjaan sampingan petani hortikultura ... 74

Gambar 4.47 Kepemilikan aset rumah tangga petani tanaman hortikultur ... 74 Gambar 4.48 Pola Pengeluaran Petani Tanaman Hortikultura ... 75

Gambar 4.49 Kisaran usia petani pinang ... 76

Gambar 4.50 Tingkat pendidikan petani pinang ... 77

Gambar 4.51 Jumlah tanggungan petani pinang ... 78

Gambar 4.52 Pengalaman usaha tani petani pinang ... 78

Gambar 4.53 Tingkat pendidikan istri petani pinang ... 79

Gambar 4.54 Jenis pekerjaan sampingan petani pinang ... 80

Gambar 4.55 Kepemilikan aset rumah tangga petani pinang ... 80

Gambar 4.56 Jenis tanah yang ditanami pinang ... 82

Gambar 4.57 Pola pengeluaran rumah tangga petani pinang ... 83

Gambar 4.58 Kisaran usia nelayan ... 84

Gambar 4.59 Tingkat pendidikan nelayan ... 85

Gambar 4.60 Jumlah tanggungan keluarga nelayan ... 86

Gambar 4.61 Pengalaman usaha tani nelayan ... 86

Gambar 4.62 Tingkat pendidikan istri nelayan ... 87

Gambar 4.63 Jenis pekerjaan sampingan nelayan ... 88

Gambar 4.64 Kepemilikan aset pada rumah tangga nelayan ... 89

Gambar 4.65 Pola pengeluaran rumah tangga nelayan ... 90

(12)

xi

Gambar 4.67 Tingkat pendidikan pembalak ... 92

Gambar 4.68 Jumlah tanggungan keluarga pembalak ... 93

Gambar 4.69 Pengalaman usaha tani pembalak ... 94

Gambar 4.70 Tingkat pendidikan istri pembalak ... 95

Gambar 4.71 Jenis pekerjaan sampingan pembalak ... 96

Gambar 4.72 Kepemilikan aset rumah tangga pembalak... 97

Gambar 4.73 Pola pengeluaran keluarga pembalak... 98

Gambar 4.74 Kisaran usia pengumpul kulit medang ... 99

Gambar 4.75 Tingkat pendidikan pengumpul kulit medang ... 100

Gambar 4.76 Jumlah tanggungan pencari kulit medang ... 101

Gambar 4.77 Pengalaman usaha tani pencari kulit medang ... 102

Gambar 4.78 Tingkat pendidikan istri pencari kulit medang ... 102

Gambar 4.79 Jenis pekerjaan sampingan pencari kulit medang ... 103

Gambar 4.80 Kepemilikan aset rumah tangga pencari kulit medang .... 104

Gambar 4.81 Pola pengeluaran rumah tangga pengumpul kulit medang 104 Gambar 4.82 Kumpulan kelapa di kebun ... 106

Gambar 4.83 Usia buruh panen kelapa ... 106

Gambar 4.84 Distribusi tingkat pendidikan buruh kelapa ... 107

Gambar 4.85 Jumlah tanggungan buruh panen kelapa ... ... 107

Gambar 4.86 Pengalaman usaha tani buruh panen kelapa ... 108

Gambar 4.87 Tingkat pendidikan istri buruh panen kelapa ... 109 Gambar 4.88 Jenis pekerjaan sampingan buruh panen kelapa... 109

Gambar 4.89 Kepemilikan aset buruh panen kelapa ... 110

Gambar 4.90 Penguasaan dan kepemilikan lahan buruh panen kelapa 110 Gambar 4.91 Jenis tanah yang dimiliki buruh panen kelapa ... 111

Gambar 4.92 Pola pengeluaran rumah tangga buruh panen kelapa 112 Gambar 4.93 Kilang sagu di Desa Sungai Tohor ... 112

(13)

xii

Gambar 4.95 Kisaran usia buruh kilang sagu ... 114

Gambar 4.96 Pendidikan terakhir buruh kilang sagu ... 115

Gambar 4.97 Jumlah tanggungan rumah tangga buruh kilang sagu .. 116

Gambar 4.98 Pengalaman usaha tani buruh kilang sagu ... 117

Gambar 4.99 Tingkat pendidikan istri buruh kilang sagu ... 117

Gambar 4.100 Jenis pekerjaan sampingan buruh kilang sagu ... 118

Gambar 4.101 Kepemilikan aset rumah tangga buruh kilang sagu ... 119

Gambar 4.102 Pola pengeluaran rumah tangga buruh kilang sagu... 119

Gambar 4.103 Kisaran usia buruh panen sagu ... 120

Gambar 4.104 Tingkat pendidikan buruh panen sagu ... 121

Gambar 4.105 Jumlah tanggungan buruh panen sagu ... 121

Gambar 4.106 Pengalaman usaha tani buruh panen sagu ... 122

Gambar 4.107 Tingkat pendidikan istri buruh panen sagu ... 123

Gambar 4.108 Jenis pekerjaan sampingan buruh panen sagu ... 124

Gambar 4.109 Kepemilikan aset buruh panen sagu ... 124

Gambar 4.110 Pola pengeluaran buruh panen sagu ... 125

Gambar 4.111 Kisaran usia pedagang ... 126

Gambar 4.112 Tingkat pendidikan pedagang ... 127

Gambar 4.113 Jumlah tanggungan pedagang ... 128

Gambar 4.114 Lama usaha tani pedagang ... 129

Gambar 4.115 Tingkat pendidikan istri pedagang ... 130

Gambar 4.116 Jenis pekerjaan sampingan pedagang ... 131

Gambar 4.117 Kepemilikan aset pedagang ... 131

Gambar 4.118 Pola pengeluaran rumah tangga pedagang... 132

Gambar 4.119 Kisaran usia masyarakat didaerah kajian yang menjadi TKI di Malaysia... 133 Gambar 4.120 Tingkat pendidikan responden yang menjadi TKI... 134

Gambar 4.121 Jumlah tanggungan responden yang menjadi TKI... 134

(14)

xiii Gambar 4.123 Tingkat pendidikan istri TKI... 135 Gambar 4.124 Jenis pekerjaan sampingan responden yang menjadi TKI 136 Gambar 4.125 Kepemilikan aset TKI... 136 Gambar 4.126 Pola pengeluaran rumah tangga TKI... 137 Gambar 4.127 Proses pengambilan nira dari kelapa puyuh dan cara

pembuatan gula merah secara sederhana di rumah industri...

138

Gambar 4.128 Kisaran usia pengusaha agroindustri kelapa... 139 Gambar 4.129 Tingkat pendidikan pengusaha agroindustri kelapa... 140 Gambar 4.130 Jumlah tanggungan pengusaha agroindustri kelapa... 141 Gambar 4.131 Persentase pengalaman usaha tani pada pengusaha

agroindustri kelapa...

141 Gambar 4.132 Tingkat pendidikan istri... 142 Gambar 4.133 Sebaran jenis pekerjaan sampingan pengusaha

agroindustri kelapa...

143 Gambar 4.134 Aset pengusaha agroindustri kelapa ... 143 Gambar 4.135 Pola pengeluaran rumah tangga pengusaha agroindustri

gula kelapa...

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Degradasi lahan gambut hampir selalu dipicu oleh aktifitas manusia, terutama sekali dalam rangka memanfaatkan sumberdaya tertentu. Aktifitas manusia yang sering menimbulkan dampak terbesar adalah deforestasi dan konversi lahan gambut, apalagi apabila konversi ini disertai dengan drainasi atau pengatusan air. Hal inilah yang memicu kekeringan lahan gambut dan menjadikannya sangat rentan kebakaran di musim kemarau.

Masyarakat yang hidup pada lahan gambut biasanya memiliki peranan yang signifikan dalam proses degradasi lahan gambut, meskipun skalanya sangat relatif. Dampak yang paling signifikan umumnya berkaitan dengan penggunaan lahan.Sebagaimana disinggung di atas, cara masyarakat menggunakan lahan untuk budidaya sering sulit dipisahkan dengan kegiatan pengatusan yang berupa pembangunan kanal-kanal atau parit-parit. Hal ini sering dilatarbelakangi oleh kepentingan membudidayakan tanaman-tanaman yang sebenarnya lebih sesuai dibudidayakan pada lahan kering.

Pulau Tebing Tinggi adalah salah satu pulau terbesar yang menyusun wilayah daratan Kabupaten Kepulauan Meranti. Lebih dari 80% daratan pulau ini merupakan lahan gambut yang sebagian besar diantaranya adalah gambut dalam (>3 m). Pulau yang oleh Badan Restorasi Gambut (BRG) dipandang sebagai sebuah kesatuan hidrologi gambut (KHG) ini berpenduduk sekitar 83.000 jiwa yang diduga sebagian besar diantaranya memiliki sumber penghidupan yang berbasis lahan, yaitu dengan bertani

(16)

2 dan berkebun. Peristiwa-peristiwa kebakaran yang melanda wilayah ini pada tahun 2013, 2014 dan 2015 lalu diduga cukup berkaitan erat dengan kegiatan ini.

Strategi restorasi lahan gambut dengan demikian sangat perlu memperhatikan perikehidupan masyarakat yang memiliki mata pencaharian, teristimewa yang secara langsung berkaitan dengan lahan gambut. Hal ini mengingat cara-cara budidaya lahan gambut yang diterapkan oleh masyarakat sangat beragam demikian pula dampak yang ditimbulkan terhadap lahan gambut atau lingkungan secara umum. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat guna meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada umumnya memiliki mata pencaharian berbasis lahan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah keanekaragaman mata pencaharian masyarakat dalam wilayah KHG PTT dan bagaimanakah karaktersitik dari masing-masing ragam?

2. Seberapa besarkah tingkat ketergantungan masyarakat terhadap lahan dan/atau ekosistem gambut sebagai sumber kehidupan?

3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh masyarakat dalam pemanfaatan lahan gambut /atau ekosistem gambut secara efektif dan efisien?

4. Potensi apa sajakah yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat berbasis lahan dan/atau ekosistem gambut?

(17)

3 5. Strategi manakah yang sesuai untuk meningkatkan pendapatan masyarakat berbasis lahan/ekosistem gambut, terutama sekali yang bersinergi dengan restorasi gambut?

C. TUJUAN

1. Mendapatkan gambaran selengkap mungkin tentang jenis mata pencaharian masyarakat

berbasis lahan dan /atau ekosistem gambut.

2. Mengetahui tingkat ketergantungan masyarakat terhadap lahan dan/atau ekosistem

gambut sebagai sumber kehidupan.

3. Menganalisis berbagai kendala dalam pemanfaatan lahan gambut secara produktif dan

efisien oleh mayarakat berbasis lahan dan/atau ekosistem gambut. 4. Menganalisis potensi peningkatan pendapatan masyarakat berbasis lahan dan/atau

ekosistem gambut.

5. Merumuskan strategi peningkatan pendapatan masyarakat berbasis lahan dan/ atau

ekosistem gambut.

D. LINGKUP RISET

1. Pengumpulan data baseline aspek sosial-budaya dan ekonomi terutama pada yang berkaitan dengan penggunaan lahan dan/ atau ekosistem

(18)

4 gambut di KHG Pulau Tebingtinggi, yaitu di sejumlah desa yang akan dipilih di Kecamatan Tebing Tinggi Timur dan Tebing Tinggi Barat. 2. Analisis ketergantungan masyarakat terhadap lahan dan kendala dalam

pemanfaatan lahan secara produktif.

3. Identifikasi potensi peningkatan pendapatan masyarakat dan perumusan strategi dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat.

D. LUARAN

1. Gambaran yang cukup lengkap tentang jenis mata pencaharian masyarakat berbasis lahan dan /atau ekosistem gambut.

2. Peta ketergantungan masyarakat terhadap lahan dan/atau ekosistem gambut sebagai sumber kehidupan.

3. Teridentifikasinya berbagai kendala dalam pemanfaatan lahan gambut secara produktif dan efisien oleh mayarakat berbasis lahan dan/atau ekosistem gambut.

4. Teridentifikasinya potensi peningkatan pendapatan masyarakat berbasis lahan dan/atau ekosistem gambut.

5. Terumuskannya strategi peningkatan pendapatan masyarakat berbasis lahan dan/ atau ekosistem gambut.

6. Alternatif peningkatan pendapatan masyarakat yang bersinergi dengan upaya penanggulangan masalah yang berkaitan dengan mata pencaharian khas di wilayah sasaran.

(19)

5

BAB II METODE KAJIAN 1. Lokasi/Wilayah sasaran

Penelitian ini akan dilaksanakan di enam desa yang berada di Kec. Tebingtinggi Timur yang berada di Pulau Tebingtinggi, Kab. Kepulauan Meranti, Prov. Riau.

2. Pengumpulan data

a. Pengumpulan data primer

Desa yang disurvei dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbahan sebagai berikut:

– Kedekatan desa dengan kubah (lihat gambar) – Karakteristik dan komposisi etnis penduduk desa

– Jenis dan karakteristik mata pencaharian berbasis lahan

(20)

6 Narasumber di masing-masing desa akan dipilih berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki tentang mata pencaharian masyarakat berbasis lahan dan ekosistem yang ada dalam wilayah KHG PTT.

Pemilihan responden akan dilakukan secara purposive dengan pertimbangan keterwakilan desa (dikelompokkan berdasarkan jarak relatif dari kubah gambut) dan keterwakilan jenis mata pencaharian.

Pengumpulan data primer akan dilaksanakan melalui, wawancara, FGD dan pengamatan langsung. Wawancara mendalam (depth interview) akan dilakukan untuk menggali informasi dari para narasumber yang dipilih. Wawancara berbasis kuisioner akan dilakukan dengan para responden yang dipilih dengan pertanyaan-pertanyaan yang meliputi:

– Karakteristik rumah-tangga – Kepemilikan lahan dan aset lain

– Jenis mata pencaharian dan pendapatan – Jejaring terkait mata pencaharian

– Kebutuhan finansial rumah tangga

– Berbagai bentuk kelembagaan terkait mata pencaharian

Gambar 2.1. Ilustrasi hipotetik yang menunjukkan tiga klaster desa yang wilayahnya berada pada tiga kelas kedalaman gambut, yaitu “cukup dalam” (1,2 & 3), “dalam” (4, 5 & 6), dan “sangat dalam” (7,8 & 9) sebagai pedoman dalam pemilihan desa sasaran.

(21)

7 Dalam riset ini akan diujicobakan sebuah alternatif peningkatan pendapatan melalui penerapan teknologi tepat guna yang bersinergi dengan pemecahan masalah terkait mata pencaharian khas di wilayah sasaran. Wilayah ini dikenal sabagai salah satu sentra produksi sagu dan pengolahan sagu menghasilkan banyak limbah organik yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai medium budidaya jamur merang yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Limbah budidaya jamur ini sendiri dapat dimanfaatkan untuk budidaya cacing dan larva lalat yang dapat digunakan sebagai pakan ikan.

b. Pengumpulan data sekunder

Data/informasi sekunder yang relevan dalam penelitian ini akan ditelusuri dan dikumpulkan dari dokumen-dokumen yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan, yang berupa laporan-laporan penelitian, koran, majalah dan berbagai websites.

3. Analisis data

Hasil wawancara mendalam dengan para narasumber akan dianalisis dengan metode triangulasi atau “cross-cheking” antara informasi-informasi

yang diberikan para narasumber. Sebagian hasil wawancara berbasis kuisioner dengan para responden akan dirangkum sebagai tabel, grafik maupun bagan yang kemudian diungkapkan secara deskriptif.

(22)

8

BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN DALAM KESATUAN HIDROLOGI GAMBUT

Kecamatan Tebing Tinggi Timur merupakan kecamatan termuda dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Meranti. Kecamatan Tebing Tinggi Timur didirikan pada tanggal 26 Januari 2011 dan merupakan salah satu kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Tebing Tinggi. Secara geografis Kecamatan Tebing Tinggi Timur berada di daratan rendah pesisir timur P. Tebing Tinggi dan secara ekologis berada dalam suatu kawasan hidrologi gambut Pulau Tebing Tinggi. Kecamatan Tebing Tinggi Timur terdiri dari 10 desa, yaitu : Batin Suir, Lukun, Sungai Tohor Barat, Sungai Tohor, Sendanu Darul Ihsan, Nipah Sendanu, Tanjung Sari, Tanjung Gadai, Teluk Buntal, dan Kepau Baru.

Gambar 3.1. Peta KHG Tebingtinggi Timur dan Lokasi Penelitian

Ketinggian wilayah Tebingtinggi Timur antara 0-7 meter di atas permukaan laut yang hampir seluruh daratannya merupakan lahan gambut. Lahan gambut di kecamatan ini memiliki ketebalan >3m berada di

(23)

9

tengah-tengah pulau. Selain itu terdapat beberapa sungai yang membelah pulau dan terbesar bernama Sungai Suir yang berada antara Desa Batin Suir dan Desa Lukun, sedangkan lainnya sungai-sungai kecil seperti Sungai Tohor yang membagi dua desa, yakni Desa Sungai Tohor Barat dan Sungai Tohor atau Tohor Kiri (Pusat). Wilayah kecamatan ini memiliki zona iklim B yaitu selama 7-9 bulan basah berturut-turut dan <3 bulan mengalami kering berturutan dengan 3-4 bulan basah, 2-6 bulan kering (Whitten, 1999). Bulan yang paling basah adalah Oktober-Desember, sedangkan bulan yang paling kering biasanya adalah Februari, Juni, dan Juli.

Gambar 3.2. Peta Kondisi Lahan Gambut dalam KHG Pulau Tebingtinggi

Penelitian “Analisis Sumber Penghidupan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pada Lahan Gambut: Studi Kasus KHG Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau” ini difokuskan pada 6

desa, yaitu, Lukun, Sungai Tohor Barat, Sungai Tohor, Sendanu Darul Ihsan, Tanjung Sari, dan Tanjung Gadai. Enam desa yang dijadikan kasus studi ini mewakili satu KHG di wilayah KHG Pulau Tebing Tinggi.

(24)

10

3.1.1. Geografi

Wilayah Desa Lukun mempunyai karakteristik ekosistem hutan rawa gambut, sedangkan ekosistem perairan memiliki satu Daerah Aliran Sungai (DAS) yakni Sungai Suir. Sungai di Desa Lukun menjadi sumber kehidupan yang memberikan potensi sumberdaya alam yang sangat besar bagi masyarakat di Desa Lukun. Desa Lukun merupakan salah satu desa tua di kecamatan Tebing Tinggi Timur selain Desa Sungai Tohor. Luasnya mencapai 154,6 km2 dan secara administratif terbagi menjadi lima dusun, yaitu Dusun Mawar, Melati, Anggrek, Teratai dan Dusun Kenanga serta terdiri dari 20 RW dan 10 RT. Desa Lukun memiliki batas-batas wilayah dengan:

– Sebelah barat dengan : Batin Suir – Sebelah timur dengan : Sungai Tohor – Sebelah utara dengan : Banglas – Sebelah selatan dengan : Kepau Baru 3.1.2. Pemerintahan

Tabel 3.1. Aparatur pemerintahan Desa Lukun

No Nama Jabatan

1 Lukman Kepala Desa

2 M. Nazir Sekretaris Desa

3 Khairul Kaur Pemerintahan

4 Hendri Saputra Kaur Pembangunan

5 Rosman Kaur Umum dan

Perencanaan

6 Latipah Bendahara

7 Kamarudin Kadus Mawar

8 Sri Artati Kadus Melati

9 Marlina Kadus Anggrek

10 Zainal Kadus Teratai

11 Suyatno Kaus Kenanga

(25)

11

Secara umum perekonomian masyarakat di Desa Lukun mayoritas berasal dari pekebunan karet, perkebunan sagu, dan perikanan (nelayan). Sebagai tanaman khas masyarakat Lukun, sagu merupakan tanaman yang cukup berpotensi, dimana sejak dahulu, pati sagu telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan pokok (Staple food), seperti: mie sagu, kue hatari, sagu lempeng, sempolet, krupuk sagu, sagon serta sagu lemak. Potensi sagu sebagai sumber bahan pangan dan bahan industri ini telah disadari sejak masa penjajahan. Bagi masyarakat lokal pelestarian sagu, bukan hal yang baru. Sejak ratusan tahun leluhur mereka telah melakukan kegiatan tersebut hingga generasi saat ini dengan cara-cara bertani yang tradisional.

Selain bermata pencaharian sebagai petani karet, petani sagu, nelayan tradisional, masyarakat Desa Lukun juga bermata pencaharian sebagai pedagang dan buruh serta berprofesi sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta. Sebagian pemuda desa ada yang bekerja ke negeri seberang seperti Malaysia dengan harapan mendapatkan gaji yang lebih besar daripada dikampung halamannya. Rentang antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin tidak terlalu jauh, karena pemerintah desa menjaga keseimbangan ekonomi masyarakat. Pemerintah desa memberikan bantuan kepada masyarakat miskin berupa beras raskin dan sangat transparan tentang dana yang mengalir ke desa.

3.1.4. Kependudukan

Sesuai data sensus penduduk tahun 2016, jumlah penduduk di Desa Lukun berjumlah 1.888 jiwa dengan jumlah KK mencapai 523. Rasio antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah 1:1,18. Dengan luas wilayah mencapai 154,6 Km2 maka kepadatan penduduk di Desa Lukun adalah 12 orang/Km2.

3.1.5 Pendidikan dan Kesehatan

Taman kanak-kanak 2 dengan jumlah murid 61 orang dan guru 8 orang, sedangkan Sekolah Dasar jumlahnya 1 sekolah dengan jumlah murid 258 orang dan diasuh oleh 14 orang guru. Pada tingkat sekolah

(26)

12

menengah, jumlah SMP yang ada di Desa Lukun adalah 2 sekolah ( 1 negeri dan 1 swasta) dengan jumlah murid 107 orang dan jumlah guru 10 orang. Sekolah Menengah Atas belum ada di Desa Lukun sehingga anak-anak Desa Lukun yang ingin melanjutkan sekolahnya ke SMA harus pergi ke Selat Panjang. untuk pendidikan agama di Desa Lukun terdapat satu madrasah Tsanawiyah dengan jumlah murid 53 orang dan jumlah guru 19 orang.

Fasilitas kesehatan yang ada di Desa Lukun adalah Puskesmas Pembantu, sedangkan Puskesmas belum ada sehingga untuk penanganan penyakit yang lebih intensif masyarakat harus pergi ke Selat Panjang.

3.1.6. Pertanian dan Tata Guna Lahan

Pengelolaan lahan gambut oleh masyarakat Lukun telah dilakukan semenjak zaman nenek moyang mereka. Sekitar tahun 80-an masyarakat desa Lukun telah mengelolah tanah gambut menjadi lahan-lahan pertanian dan perkebunan. Aktivitas pertanian yang diandalkan oleh masyarakat Desa Lukun untuk menggerakkan roda perekonomiannya terutama dari tanaman Karet dan Sagu. Sebagian besar wilayah Desa Lukun merupakan lahan petanian yang ditanami karet seluas 280 ha dan sagu 1200 ha. Selain kedua komoditas tersebut masyarakat Desa Lukun juga menanam pinang dan kelapa di pekarangan rumah.

(27)

13

Gambar 3.3. Bentuk Karakteristik Pengelolaan Lahan untuk Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Lukun

Pemilihan dalam pengelolaan lahan pertanian/perkebunan di desa ini yang mayoritas berkebun sagu dilatarbelakangi oleh etnis yang didominasi oleh Melayu sebesar 90%, diikuti oleh etnis Jawa dan Suku Akit yang masing-masing sebanyak 5%. Suku Akit menurut sejarah merupakan Suku Laut yang dahulu menguasai daerah-daerah laut di Selat Malaka dan Semenanjung Malaka yang kemudian menetap ke darat dan bertempat tinggal di daerah pesisir timur Pulau Sumatera termasuk di wilayah Tebingtinggi Timur. Sedangkan etnis Jawa sudah menetap di kawasan ini minimal telah 3 generasi, sehingga mereka sudah beradaptasi dengan geografi dan sosial budaya masyarakat tempatan. Namun begitu, peminatan masyarakat terhadap perkenbunan sagu dilakukan oleh masyarakat beretnis Melayu, sedangkan etnis Jawa lebih berminat pada perkebunan karet. Hal ini disebabkan pengetahuan masyarakat beretnis Melayu lebih besar dibandingkan etnis lain, meskipun etnis Jawa dan orang Akit sekarang ini sudah mulai berkebun sagu sebagai usaha mereka mengelola lahannya untuk kebutuhan ekonomi disamping memiliki kegiatan ekonomi lain dari pengelolaan lahan, ekosistem, dan jasa.

3.1.7. Sosial Budaya

Masyarakat Desa Lukun merupakan suku Melayu yang masih memegang erat budaya gotong royong. Masyarakat Desa Lukun juga dikenal sebagai masyarakat yang mempunyai ataupun memiliki catatan mengenai silsilah keturunan mereka. Pada saat kenduri atau berkirim

(28)

14

doa dalam rangka wirid yasin silsilah keturunan sering kali disebutkan/dibacakan.

Kebudayaan Melayu bisa ditemui di Desa Lukun yang mayoritas penduduknya adalah suku Melayu. Suku Melayu pada umumnya beragama Islam, adat budayanya tidak lepas dari ajaran agama Islam seperti tercermin dalam ungkapan pepatah, perumpamaan, pantun, syair, dan sebagainya yang menyiratkan norma sopan-santun dan tata pergaulan orang Melayu. Budaya Melayu yang masih dipertahankan sampai saat ini di Desa Lukun antara lain adalah tradisi nikah kawin, tradisi kematian, tradisi berpakaian Melayu dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan di desa dan di hari keagamaan.

Salah satu tradisi yang dilakukan masyrakat desa Lukun secara turun temurun yang dikenal “Bele kampung”. ”Bele” dalam bahasa melayu memiliki arti memelihara sedangkan kampung memiliki arti desa jadi tradisi bele kampung memiliki arti ritual untuk memelihara kampungatau desa . Masyarakat desa Lukun menyakini tradisi ini dilakukan untuk menghindari desa mereka dari segala bencana dan hal buruk yang terjadi.

Tradisi bele kampun dilaksanakan setiap setahun sekali pada bulan-bulan yang tidak ditentukan artinya tradisi ini dilakukan ketika kondisi desa sudah tidak harmonis lagi seperti banyak timbul penyakit, hasil panen atau tangkapan berkurang maka prosesi bele kampung harus dilakukan.

3.2. Desa Sungai Tohor

3.2.1. Geografi

Desa Sungai Tohor berada di pesisir timur Pulau Tebingtinggi, berada pada ketinggian dibawah 600 mdpl dengan landscape datar. Luas wilayahnya 68 Km2, dan sebagian besar wilayahnya didominasi oleh lahan gambut.

Batas-batas wilayah Desa Sungai Tohor adalah :

– Sebelah Barat berbatasan dengan : Sungai Tohor Barat dan Lukun

(29)

15

– Sebelah Utara berbatasan dengan : Kepau Baru – Sebelah Selatan berbatasan dengan : Selat Air Hitam 3.2.2. Pemerintahan

Desa Sungai Tohor pada awalnya belum memiliki sistem pemerintahan dan masih termasuk dalam Kepenghuluan Pangkalan Subah, dengan semakin pesatnya perkembangan dibidang pertanian dan perkebunan akhirnya masyarakat yang berada di Pangkalan Subah beserta Penghulunya (kepala kampung) berpindah ke Sungai Tohor (tepatnya di Sungai Tohor kanan yang saat ini dikenal sebagai Desa Sungai Tohor Barat), sementara pusat pemerintahannya berada di Sungai Tohor Kiri atau Sungai Tohor Pusat yang saat ini menjadi desa induk dan sekaligus menjadi ibukota Kecamatan Tebing Tinggi Timur.

Sampai dengan tahun 2008 Desa Sungai Tohor berada dibawah pemerintahan Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Bengkalis. Selanjutnya, pada saat Kabupaten Kepulauan Meranti mengalami pemekaran dari Kabupaten Bengkalis pada tahun 2009, desa Sungaitohor masuk dalam wilayah Kecamatan Tebingtinggi, Kabupaten Kepulauan Meranti. Demi mempercepat pemerataan pembangunan daerah, pada tanggal 26 Januari 2011 berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti No 8 Tahun 2011 yang selanjutnya diubah menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti No 15 Tahun 2012 tentang pemekaran Kecamatan Tebingtinggi, kemudian terbentuklah Kecamatan Tebingtinggi Timur Kabupaten Kepulauan Meranti. Desa Sungai Tohor merupakan salahsatu desa yang dimasukkan dalam wilayah administrasi Kecamatan Tebingtinggi Timur. Desa Sungai Tohor dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang didampingi oleh seorang Sekretaris Desa. Selain itu terdapat beberapa aparatur pemerintahan desa yang membantu kinerja kepala desa.

Tabel 3.2. Aparatur pemerintahan Desa Sungai Tohor

No Nama Jabatan

1 Effendi Kepala Desa

(30)

16

3 Junifalzi Kaur Pemerintahan

4 Jasri Kaur Pembangunan

5 Mutaharah Kaur Umum

6 Syafrizal Bendahara

7 Yunida Kadus Parit Jip

8 Eva Sriyudi Kadus Parit Pusat

9 Hasim Kadus Sentosa

3.2.3. Ekonomi dan infrastruktur

Masyarakat Desa Sungai Tohor menggantungkan hidupnya dari sumberdaya alam yang ada disekitarnya. Secara garis besar pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan melalui beberapa cara, antara lain mengambil hasil alam, memanfaatkan lahan untuk aktivitas pertanian dan perkebunan. Beberapa mata pencaharian masyarakat desa Sungai Tohor adalah : petani (berkebun rumbia/ sagu, karet, pinang), peternak sapi, pengrajin makanan dari bahan baku sagu (Home Industri), industri pengolahan sagu basah, swasta (Karyawan Perusahaan), pegawai negeri sipil, dan pegawai honorer.

Salah satu yang menjadi penghambat dalam perkembangan ekonomi masyarakat Desa Sungai Tohor adalah kurangnya fasilitas infrastruktur yang ada di Desa Sungai Tohor terutama infrastruktur jalan. Dari ibu kota Kabupaten Meranti Desa Sungai Tohor hanya dapat dicapai menggunakan transportasi laut yang jadwalnya sangat terbatas. Kendala transportasi berdampak pada pemasaran hasil produksi masyarakat, tidak bisa menjangkau pasar dengan cepat.

3.2.4. Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Sungai Tohor adalah 1329 jiwa yang terdiri 347 KK. Rasio jumlah penduduk laki-laki (698 jiwa) dan penduduk perempuan (631 jiwa) relatif seimbang. Jumlah penduduk usia produktif lebih dominan dibanding non produktif sehingga dengan jumlah SDM yang cukup banyak geliat perkembangan Desa Sungai Tohor relatif pesat. Regenerasi juga cukup tinggi sehingga proses

(31)

17

pergiliran keturunan dapat dijamin dengan cukup banyaknya anak-anak yang berusia 0 – 17 tahun.

Tabel 3.2. Sebaran jumlah penduduk berdasar usia No Kelompok umur (Tahun) Jumlah penduduk

Laki-laki 1 0 – 5 72 2 5 – 10 76 3 10 – 17 115 4 17 – 36 216 5 Diatas 36 219 Perempuan 1 0 – 5 67 2 5 – 10 61 3 10 – 17 93 4 17 – 36 213 5 Diatas 36 197

3.2.5. Pendidikan dan Kesehatan

Masyarakat Desa Sungai Tohor sudah bebas dari buta huruf, tidak ditemukan penduduk yang tidak sekolah, dan memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi. Sebagian besar penduduk Desa Sungai Tohor hanya lulus pendidikan dasar (SD) dan menengah (SMP/SMA). Hanya sebagian kecil, sekitar 5%, yang lulus dari perguruan tinggi, baik diploma (D3) maupun sarjana (S1) serta pascasarjana (S2). Di Desa Sungai Tohor terdapat berbagai lembaga pendidikan dari PAUD, TK, SD, SMP, sampai SMA, sedangkan jumlah guru yang ada yaitu 42 orang.

Di Desa Sungai Tohor terdapat berbagai lembaga kesehatan, antara lain Pustu, Puskesdes, dan Puskesmas. Selain itu juga terdapat posyandu yang melayani masyarakat secara rutin pada tingkatan RT/RW. Tenaga medis yang ada diberbagai lembaga kesehatan tersebut diatas meliputi dokter umum, perawat, dan bidan. Selain itu masyarakat Desa

(32)

18

Sungai Tohor juga masih mengandalkan tenaga medis tradisional, yaitu dukun beranak untuk membantu proses persalinan.

3.2.6. Pertanian dan Tataguna Lahan

Pada umumnya masyarakat Desa Sungai Tohor bermata pencaharian sebagai petani. Seperti halnya dengan Desa Lukun, Desa Sungai Tohor mayoritas masyarakatnya beretnis Melayu sebanyak 99%, dan 1 % merupakan etnis lain seperti Jawa Lahan pertanian yang ada di Desa Sungai Tohor ditanami dengan tanaman sagu, karet, pinang, dan tanaman pertanian lainnya. Diantara berbagai macam tanaman pertanian sagu merupakan tanaman pertanian yang utama bagi masyarakat Desa Sungai Tohor, terbukti dengan luas lahan sagu sebesar 3776 ha disusul oleh karet sebagai komoditas unggulan kedua. Luas lahan yang ditanami karet mencapai 1.120 ha. Pinang dan kelapa pada umumnya ditanam di pekarangan rumah secara tumpangsari bersama tanaman lainnya dan digunakan untuk menambah pendapatan harian keluarga. Hasil-hasil tanaman pertanian dan kebun di Desa Sungai Tohor pada umumnya dikirim keluar kota dalam bentuk bahan baku (mentah)

(33)

19

Gambar 3.4. Karakter Penggunaan Lahan dan Jasa untuk Mata Pencaharian di Desa Sungai Tohor

Selain digunakan sebagai lahan pertanian, lahan di Desa Sungai Tohor juga digunakan sebagai lahan untuk pemukiman (1500 ha). 3.2.7. Sosial budaya

Masyarakat Desa Sungai Tohor yang berjumlah 1329 jiwa didominasi oleh etnis Melayu pesisir. Budaya Melayu sangat kental mewarnai keseharian masyarakat Desa Sungai Tohor. Sebagaimana halnya masyarakat Melayu pesisir masyarakat Desa Sungai Tohor merupakan masyarakat yang terbuka dan mengedepankan musyawarah untuk mencari kesepakatan. Masyarakat Desa Sungai Tohor masih mempertahankan budaya gotong royong yang dapat dilihat dalam berbagai aktivitas, misalnya gotong royong dalam rangka bersih desa, menyambut ulang tahun kemerdekaan negara Republik Indonesia dll.

3.3. Desa Sendanu Darul Ihsan

3.3.1. Geografi

Desa Sendanu Darul Ihsan berada di pesisir timur Pulau Tebing Tinggi, berada pada ketinggian dibawah 600 mdpl dengan landscape datar. Luas wilayahnya 24,33 Km2 dan berdasarkan survey 30 KM2 (PSB, 2015)1.

Batas-batas wilayah Desa Sendanu Darul Ihsan adalah :

– Sebelah Barat berbatasan dengan : Nipah Sendanu – Sebelah Timur berbatasan dengan : Tanjung Sari – Sebelah Utara berbatasan dengan : Selat Air hitam – Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Teluk Buntal 3.3.2. Pemerintahan

Desa Sendanu Darul Ihsan dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang didampingi oleh seorang Sekretaris Desa. Selain itu terdapat

1 Pusat Studi Bencana Universitas Riau (PSB) pernah melakukan survey kajian sosial di

Kecamatan Tebing Tinggi Timur pada tahun 2015 dengan metode wawancara dan lived in serta pemetaan partisipatoris yang melibatkan masyarakat.

(34)

20

beberapa aparatur pemerintahan desa yang membantu kinerja kepala desa, yang saat ini dijabat oleh Khaidir.

3.3.3. Ekonomi dan infrastruktur

Mata pencaharian masyarakat Desa Sendanu Darul Ihsan sebagian besar adalah bertani, mayoritas merupakan petani kelapa, sebagian lagi merupakan petani karet. Selain bertani, mata pencaharian masyarakat lainnya adalah pedagang, PNS, tukang, guru dan buruh. Adapun jenis penggunaan lahan di desa ini adalah 178 ha diperuntukkan bagi perkebunan kelapa, karet 265 ha, dan 300 ha untuk perkebunan sagu.

Infrastruktur di Sendanu Darul Ihsan seperti halnya desa-desa lain di Kec. Tebing Tinggi Timur masih tergolong kurang memadai. Akses jalan untuk menuju ke desa-desa tetangga merupakan jalan desa yang diperkeras dengan semenisasi dan lebar hanya kurang lebih 1,5 m. Kondisinya saat ini sebagian besar sudah rusak dan memerlukan perbaikan. Transportasi menuju ibukota kabupaten hanya bisa dilakukan menggunakan moda transportasi laut yang frekuensinya terbatas.

3.3.4. Kependudukan

Ada dua suku mayoritas yang bermukim di desa Sendanu Darul Ihsan, yaitu Melayu Kampar dan Melayu, kemudian beberapa orang yang berasal dari suku Jawa. Suku Melayu Kampar sendiri berasal dari daerah Pelalawan, tepatnya berasal dari Kuala Kampar. Jumlah Penduduk desa Sendanu Darul Ihsan yaitu 1024 jiwa dengan komposisi laki-laki 518 jiwa dan perempuan 506 jiwa yang mana 100% penduduknya merupakan pemeluk agam islam. Sebaran penduduk yang beretnis Melayu yakni 97 % dan sisanya beretnis Jawa.

3.3.5. Pendidikan dan Kesehatan

Lembaga pendidikan yang ada di SDI meliputi TK, sekkolah dasar, dan MTs. Sekolah Menengah Atas belum ada, sehingga untuk melanjutkan ke SMA anak-anak desa SDI harus pergi ke desa tetangga, yaitu Nipah Sendanu. Tingkat pendidikan di desa ini masih tergolong

(35)

21

rendah karena didominasi oleh lulusan sekolah dasar (SD) sebanyak 211 orang, berbanding terbalik dengan jumlah kelulusan dari tingkat Sarjana (S1/Diploma) yang hanya 18 orang.

3.3.6. Pertanian dan Tataguna Lahan

Kelapa merupakan salah satu komoditas utama yang dimiliki oleh masyarakat desa SDI. Luas lahan yang ditanami kelapa sebesar 179 ha merupakan komoditas ekonomi yang memengaruhi perekonomian keluarga, disamping sebagai masukan ekonomi per tiga bulanan, maka kelapa merupakan komoditas yang diandalkan oleh masyarakat SDI sebagai penopang perekonomian keluarga. Hasil perkebunan kelapa masyarakat ditampung oleh pengepul atau toke, yang berada di desa untuk kemudian dibawa ke Malaysia, Selat Panjang, dan Tanjung Balai Karimun. Kelapa dijual dengan harga Rp. 2000 per butirnya. Kelapa ini dibawa ke Malaysia untuk kemudian diolah menjadi produk-produk berbahan baku minyak kelapa. Namun begitu, biaya kelapa dari kebun menuju ke pelabuhan desa yang dipotong dengan biaya-biaya memetik, menggolek, dan melangsir ke pelabuhan membutuhkan nilai Rp. 500 tiap butirnya, sehingga petani memiliki pemasukan bersih sebesar Rp. 1500.

(36)

22

Gambar 3.5. Kararkteristik penggunaan lahan di Desa Sendanu Darul Ikhsan dan kegiatan ekonomi rumah tangga

Selain kelapa hasil pertanian lain adalah karet. Luas kebun karet yang ada di SDI mencapai 262 ha, namun sejak 7 tahun terakhir harga karet yang terus menerus merosot tidak bisa mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat SDI karena harganya yang relatif rendah.

Komoditas lain yang ditanam oleh masyarakat SDI adalah pinang dan padi. Pinang banyak ditanam di halaman rumah yang bertumpang sari dengan pohon kelapa atau ditanam di pinggir jalan penghubung desa, sedangkan padi ditanam diluar daerahnya, yaitu di Penyalai, yang berada di wilayah Kab. Pelalawan.

Terdapat beberapa permasalahan di desa yang berhubungan dengan efektivitas penggunaan lahan pekarangannya untuk penanaman sayuran, palawijaya, dan pohon tumbuhan lainnya. Diantaranya hama monyet dan babi yang merusak bibit-bibit palawijaya dan sayuran yang sedang ditanam juga bibit sagu, pisang, dan kelapa, sehingga setiap rumah tangga memerlukan pagar yang mengelilingi pekarangan sebagai pelindung dari hama tersebut. Hal yang sama juga dirasakan oleh masyarakat di Desa Sungai Tohor, Sungai tohor Barat, dan lainnya. Biaya pagar yang mahal menjadikannya permasalahan kurang berhasilnya tingkat efektivitas penggunaan lahan sebagai penambah ekonomi keluarga.

(37)

23

3.3.7. Sosial budaya

Berbeda dengan desa-desa tetangganya, masyarakat SDI mayoritas merupakan etnis Melayu daratan yang berasal dari Kab. Kampar sehingga bahasa yang digunakan relatif mirip dengan bahasa Melayu yang digunakan di Kab. Kampar dan Pelalawan. Meskipun demikian secara umum warga SDI menunjukkan budaya Melayu sama dengan desa-desa lainnya. Perilaku musyawarah untuk mencapai sepakat, gotong royong, dan meminta pendapat pada orang yang dituakan merupakan hal-hal yang selalu dilakukan dalam keseharian masyarakat SDI.

3.4. Desa Sungai Tohor Barat

3.4.1. Geografi

Desa Sungai Tohor Barat berada di pesisir timur Pulau Tebing Tinggi. Wilayah Desa Sungai Tohor merupakan dataran rendah dengan kontur yang datar, tidak ada bukit atau gunung, dengan luas mencapai 24,33 Km2.

Batas-batas wilayah Desa Sungai Tohor Barat adalah :

– Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Banglas – Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Sungai Tohor – Sebelah Utara berbatasan dengan : Selat Air hitam – Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Sungai Tohor 3.4.2. Pemerintahan

Desa Sungai Tohor Barat merupakan hasil pemekaran dari Desa Sungai Tohor pada tahun 2012. Pembentukan Desa Sungai Tohor Barat didasarkan pada aspirasi masyarakat dengan tujuan meningkatkan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelayanan terhadap masyarakat serta menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Desa Sungai Tohor Barat dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang didampingi oleh seorang Sekretaris Desa. Selain sekretaris desa, dalam melaksanakan tugasnya kepala desa juga dibantu oleh aparatur pemerintahan desa.

(38)

24

Tabel 3.3. Perangkat Desa Sungai Tohor Barat

No Nama Jabatan

1 Nordiansor Kepala Desa

2 Taufik, SpdI Sekretaris Desa

3 Tuti Yeni, Amd Kaur Pemerintahan

4 Nurhisyam Kaur Pembangunan

5 Junita Kaur Umum

6 Rano Bendahara

7 Ishak Kadus Manggis

8 Fauzi Rahman, SpdI Kadus Sido Makmur

3.4.3. Ekonomi dan infrastruktur

Sebagian besar masyarakat Desa Sungai Tohor Barat berprofesi sebagai petani, sedangkan sebagian kecil lainnya berprofesi sebagai pedagang, peternak, dan nelayan. Mayoritas petani di Desa Sungai Tohor Barat merupakan petani sagu dan karet, namun selain menanam sagu dan karet para petani juga menanam pinang dan kelapa sebagai alternatif mata pencaharian. Pada umumnya pinang dan kelapa ditanam di pekarangan rumah dengan sistem tumpangsari dengan tanaman ekonomi lainnya.

Infrastruktur di Desa Sungai Tohor Barat masih kurang memadai. Jalan didalam desa serta jalan akses menuju ke desa-desa tetangga merupakan jalan tanah yang diperkeras (3,5 Km) dan jalan semenisasi (10,5 Km). Kondisinya saat ini sebagian besar sudah rusak dan memerlukan perbaikan. Untuk menuju ke desa Sungai Tohor, yang dipisahkan oleh sungai masyarakat harus melewati jembatan kayu darurat karena jembatan besi masih dalam pengerjaan.

Akses jalan menuju ke ibu kota kabupaten lewat darat masih belum ada karena rencana jalan yang menghubungkan Desa Lukun dan Sungai Tohor Barat sepanjang 11,5 Km belum selesai dikerjakan. Transportasi menuju ibukota kabupaten hanya bisa dilakukan menggunakan moda

(39)

25

transportasi laut yang frekuensinya terbatas. Belum adanya dermaga yang layak disandari kapal ferry dan speedboat membuat masyarakat yang akan bepergian menggunakan kapal ferry atau speedboat harus menumpang pompong dari darat untuk naik ke kapal ferry dan speedboat yang berhenti di laut.

Jaringan listrik dari PLN belum masuk sehingga kebutuhan akan listrik masih mengandalkan mesin diesel milik desa yang durasinya terbatas, yaitu pukul 18.00 s/d 24.00.

3.4.4. Kependudukan

Jumlah Penduduk desa Sungai Tohor Barat yaitu 1153 jiwa dengan rasio perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan adalah 663 : 490. Kepadatan penduduk per kilometer persegi adalah 47 orang/Km2. Mayoritas penduduk merupakan suku Melayu yang beragama Islam, sebagian kecil yang merupakan etnis Tionghoa beragama Konghucu. 3.4.5. Pendidikan dan kesehatan

Lembaga pendidikan yang ada di Sungai Tohor Barat meliputi TK, sekolah dasar, dan SMP. Sekolah Menengah Atas belum ada, sehingga untuk melanjutkan ke SMA anak-anak desa Sungai Tohor Barat harus pergi ke desa tetangga, yaitu Nipah Sendanu.

Tingkat pendidikan di desa ini masih tergolong rendah karena didominasi oleh lulusan sekolah dasar (SD) dan menengah. Selain itu masih banyak penduduk yang tidak mengecap bangku sekolah, jumlahnya mencapai 261 orang. Penduduk yang berpendidikan sarjana atau D3 berjumlah 64 orang.

Tabel 3.4. Tingkat pendidikan penduduk Desa Sungai Tohor Barat

Tidak bersekolah Tamatan SD Tamatan SMP Tamatan SMA Tamatan PerguruanTinggi 261 134 368 137 64

(40)

26

3.4.6. Pertanian dan tataguna lahan

Sebagian besar masyarakat Desa Sungai Tohor Barat merupakan petani, dengan komoditas utamanya adalah sagu dan karet. Produksi rata-rata sagu masyarakat perbulan mencapai 2500 tual, sedangkan karet mencapai 35 ton. Selain sagu dan karet komoditas pertanian lain meliputi kelapa dan pinang yang ditanam di pekarangan rumah dan rata-rata produksinya mencapai 6000 buah kelapa/bulan dan 25 Kg Pinang/bulan. Sungai Tohor Barat juga terdapat persawahan seluas 50 Ha yang berasal dari bantuan Kementrian Pertanian.

Penggunaan lahan di Sungai Tohor Barat diperuntukkan untuk pemukiman dan lahan pertanian serta hutan. Desa Sungai Tohor Barat bersama enam desa lainnya di Tebing Tinggi Timur mendapatkan hak kelola hutan eks PT. Lestari Unggul Mamur (PT. LUM) dari Kementrian LHK seluas 1.390 Ha. Hutan eks PT. LUM itu akan dikelola oleh desa dan peruntukannya disesuaikan dengan kondisinya. Hutan yang masih alami akan dipertahankan kondisinya sebagai hutan alami, sedangkan hutan yang terbakar akan ditanami agar kembali pada kondisi aslinya. Sebagian lagi akan ditanami tanaman ekonomis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya sagu.

(41)

27

Gambar 3.6. Pembuatan galangan kapal yang berasal dari kayu tempatan

3.4.7. Sosial budaya

Kondisi sosial budaya masyarakat Desa Sungai Tohor Barat mencerminkan budaya Melayu karena mayoritas penduduk merupakan suku Melayu. Selain sukun Melayu jumlah suku Jawa juga cukup banyak didesa Sungai Tohor Barat. Salahsatu hal menarik yang terlihat dalam kehidupan masyarakat adalah dalam pemilihan komoditas pertanian, kebanyakan masyarakat desa yang berasal dari suku Melayu lebih memilih mengembangkan tanaman sagu sedangkan suku Jawa lebih memilih tanaman karet.

Keberadaan mata pencaharian berbasis ekosistem juga terlihat dengan penghasil kayu alam yang banyak dilakukan oleh warga desa. Selain digunakan sebagai mebel dan bahan pembangunan rumah tangga, kayu dari desa ini digunakan untuk membuat galangan kapal. Sehingga memunculkan pekerjaan lain berbasis jasa.

(42)

28

Gambar 3.7. Pembuatan galangan kapal di Desa Sungai Tohor Barat

3.5. Desa Tanjung Sari

3.5.1. Geografi

Kondisi geografis Desa Tanjung Sari yang terletak di pesisir Timur Pulau Tebing Tinggi adalah daratan rendah dengan kontur datar. Luas wilayahnya mencapai 56 Km2 dan sebagian wilayahnya merupakan lahan gambut dengan kedalaman 1 – 3 m. Didaerah pesisir terdapat hutan mangrov.

Batas-batas wilayah Desa Tanjung Sari adalah :

– Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Sendanu Darul Ihsan

– Sebelah Timur berbatasan dengan : Selat Air Hitam

– Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Sendanu Darul Ihsan

– Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Tanjung Gadai dan Teluk Buntal

3.5.2. Pemerintahan

Secara definitif Desa Tanjung Sari dibentuk pada tahun 1982 setelah sebelumnya dimekarkan dari Desa Tanjung Gadai. Aparat pemerintahan desa terdiri dari seorang kepala desa, sekretaris desa, kepala urusan pemerintahan, kepala urusan pembangunan, kepala urusan umum, dan bendahara.

(43)

29

Tabel 3.5. Perangkat Desa Tanjung Sari

No Nama Jabatan

1 Mulyadi Kepala Desa

2 Darmawi Sekretaris Desa

3 Anita Kaur Pemerintahan

4 Maryaza Kaur Pembangunan

5 Nurlaela Kaur Umum/ Tata Usaha

6 Muryani Kasi Kesejahteraan

7 Jefi Kasi Pelayanan

8 Pani Bendahara

9 Sugiman Kadus 1

10 Syahadat Kadus 2

11 Azmi Kadus 3

3.5.3. Ekonomi dan infrastruktur

Perekonomian masyarakat Desa Tanjung Sari bersandar pada bidang pertanian karena sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian utama masyarakat Desa Tanjung Sari meliputi karet, kelapa, dan sagu.

Sehubungan dengan harga karet yang rendah maka hasilnya tidak dapat diandalkan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehingga masyarakat harus mencari tambahan pengghasilan melalui komoditas lain, misalnya kelapa. Kelapa dari Tanjung Sari biasanya sudah ada yang mengepulnya untu selanjutnya dijual keluar desa.

Komoditas sagu biasanya diparut oleh kilang yang ada di Desa Tanjung Sari atau desa tetangga, misalnya Sungai Tohor. Hasil parutannya biasanya akan ditampung oleh tauke dan dijual keluar daerah, misalnya Cirebon atau keluar negeri seperti, Malaysia.

Infrastruktur di Desa Tanjung Sari masih tergolong terbatas, baik infrastruktur perhubungan dan transportasi, kesehatan, maupun pendidikan. Dibidang perhubungan dan transportasi, infrastruktur jalan yang membelah desa dan menghubungkan Desa Tanjung Sari dengan

(44)

30

desa-desa sekitarnya berupa jalan yang disemen dan kondisinya sebagian besar sudah rusak sehingga membutuhkan perbaikan. Satu-satunya cara untuk bepergian ke ibukota Kabupaten Kep. Meranti adalah lewat jalur perairan, dengan menumpang speed boat atau kapal ferry yang jadwalnya terbatas. Terkadang kapal-kapal ferry tidak mau merapat ke dermaga Desa Tanjung Sari sehingga masyarakat harus menumpang pompong ke pelabuhan yang lebih besar, seperti Tanjung Samak untuk bepergian ke Selat Panjang ataupun Batam, dan Tanjung Balai Karimun.

Gambar 3.8. Penggunaan lahan dan pekerjaan berbasis jasa di Desa Tanjung Sari

3.5.4. Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Tanjung Sari adalah 1.122 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 293 KK, sehingga rata-rata jumlah anggota keluarga dalam setiap rumah tangga adalah 4 orang. Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan yaitu 593:528,

(45)

31

sedangkan kepadatan penduduk di Desa Tanjung Sari mencapai 20 orang/Km2.

3.5.5 Pendidikan dan Kesehatan

Dibidang pendidikan Desa Tanjung Sari juga terbilang sangat terbatas, hanya ada 1 PAUD, TK, SD, dan Sekolah Menengah Pertama di desa ini, sehingga untuk bersekolah di tingkat SMA para siswa harus pergi ke desa tetangga. Data yang diperoleh dari relawan RDDSIBU M menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mayarakat Desa Tanjung Sari relatif rendah, hanya 19 orang yang lulus dari perguruan tinggi (D2, D3, dan S1), sedangkan lulusan SMA/sederajat berjumlah 109 orang. Sebagian besar warga Desa Tanjung Sari hanya lulus dari SD, SMP/sederajat atau bahkan tidak lulus SD (620 orang). Bahkan masih relatif banyak warga yang masih buta huruf (53 orang).

Fasilitas kesehatan yang ada di Desa Tanjung Sari sangat kurang sehingga masyarakat harus pegi ke desa tetangga untuk mendapatkan pengobatan yang layak bila mengalami sakit. Satu-satunya fasilitas kesehatan yang ada hanyalah posyandu yang dikelola ibu-ibu warga masyarakat desa dibawah tanggungjawab kepala desa untuk membantu masyarakat dalam pelayanan kesehatan dasar. Meskipun dibantu oleh tenaga kesehatan, posyandu biasanya melayani balita (imunisasi) dan lansia, dan tidak dapat melayani masyarakat yang membutuhkan layanan pengobatan karena keterbatasan sumberdaya manusia dan peralatan.

3.5.6. Pertanian dan tata guna lahan

Tata guna lahan di Desa Tanjung Sari dibagi berdasarkan fungsinya menjadi lahan, pemukiman, lahan pertanian/perkebunan, dan hutan yang kondisinya bervariasi antara yang masih utuh sampai yang sudah rusak akibat kebakaran lahan.

Lahan pemukiman pada umumnya digunakan untuk membuat tempat tinggal dan tempat usaha, selain itu pekarangan yang ada dilahan pemukiman juga dijadikan lahan untuk menanam tanaman budidaya seperti sayur mayur, pinang dll. Lahan pertanian di Desa

(46)

32

Tanjung Sari digunakan untuk menanam beberapa komoditas pertanian utama, yaitu karet, sagu, dan kelapa. Selain itu terdapat lahan kosong yang disiapkan untuk penanaman padi.

3.5.7. Sosial budaya

Masyarakat Desa Tanjung Sari berasal dari beragam suku, tetapi yang paling mayoritas adalah suku Melayu. Selain Melayu juga terdapat suku Jawa, Bugis, Minang, Batak, serta Tionghoa.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masih memegang kuat azas gotong royong, misalnya pada saat perayaan hari besar masyarakat bergotong royong membersihkan desa. Pada saat ada warga yang kemalangan maka secara bersama-sama akan membantu, demikianpula dalam mengambil keputusan azas musyawarah dan mufakat masih diterapkan.

3.6. Desa Tanjung Gadai

3.6.1. Geografi

Desa Tanjung Gadai terletak di ujung Timur Pulau Tebing Tinggi, luasnya mencapai 90 Km2 dengan lanskap merupakan dataran rendah dan ketinggian 0 – 2,5 mdpl. Didaerah pesisir terdapat hutan mangrov. Batas wilayah Desa Tanjung Gadai :

– Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Teluk Buntal – Sebelah Timur berbatasan dengan : Selat Air Hitam – Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Tanjung Sari – Sebelah Selatan berbatasan dengan : Selat Selat Panjang

Tanah di Desa Tanjung Gadai merupakan gambut dengan kedalaman 1-3 m.

3.6.2. Pemerintahan

Desa Tanjung Gadai dimekarkan dari Desa Sungai Tohor pada tahun 1942. Aparat pemerintahan terdiri dari seorang kepala desa, seorang sekretaris desa, seorang kepala urusan pemerintahan, seorang kepala urusan pembangunan, seorang kepala urusan umum,

(47)

33

dan seorang bendahara. Selain itu setiap dusun dipimpin oleh seorang kepala dusun.

Tabel 3.6. Perangkat Desa Tanjung Gadai

No Nama Jabatan

1 Rasyid Kepala Desa

2 Mean Sekretaris Desa

3 Mutarom Kaur Pemerintahan

4 Sudirman Kaur Pembangunan

5 Suzana Kaur Umum

6 Supriadi Bendahara

7 Zubir Diana Kadus Tanjung Gadai

8 Jembari Kadus Kayu Ara

9 Sopyan Hadi Kadus Tanjung Kebal Barat

10 Masri Harbi Kadus Tanjung Kebal Timur

3.6.3. Ekonomi dan infrastruktur

Masyarakat Desa Tanjung Gadai merupakan masyarakat yang mengandalkan perekonomiannya pada pertanian dan industri kecil skala rumah tangga. Mata pencaharian warga masyarakat antara lain petani dan buruh tani, pedagang, pengrajin, penjahit, dan tukang, dan secara ekonomi masyarakat Desa Tanjung Gadai pada umumnya tidak dapat diakatakan miskin. Hal ini dapat dilihat dari penguasaan atas aset yang berupa tanah dan barang-barang lainnya. Kelapa merupakan hasil ekonomi terbesar di desa ini, terlihat perkebunan kelapa mendominasi lahan-lahan penduduk, baik di lahan pekarangan maupun di perkebunannya.

(48)

34

Gambar 3.9. Karakter penggunaan lahan dan jasa di Tanjung Gadai Pada umumnya warga Tanjung Gadai memiliki tanah lebih dari 0,5 Ha. Kepemilikan atas aset-aset lainnya seperti kendaraan roda dua dan kapal pompong cukup tinggi, demikian pula sebagian kecil masyarakat juga memiliki aset-aset berupa mesin-mesin produksi dibidang pertanian.

Selain bertani masyarakat Desa Tanjung gadai juga memiliki hewan ternak yang pada umumnya digunakan untuk konsumsi sendiri atau dianggap sebagai investasi (bukan mata pencaharian), yang akan dijual bila membutuhkan dana.

Tabel 3.7. Jenis Ternak di Desa Tanjung Gadai

No Jenis Hewan Ternak Jumlah (ekor)

1 Sapi 180

2 Kambing 155

3 Ayam 450

(49)

35

Di bidang perikanan warga Tanjung Gadai juga melakukan budidaya ikan laut dan air tawar. Pada budidaya ikan laut terdapat 20 karamba dan 4 buah kelong yang diupayakan masyarakat, sedangkan pada budidaya ikan air tawar terdapat 4 kolam terpal. Disamping itu, keberadaan desa ini yang berada di ujung pulau Tebingtinggi dan berbatasan dengan pulau Sumatera dan pulau-pulau lain diseberangnya menjadikan kaya akan sumber daya perikanan. Bermacam ikan laut ditemukan di sana seperti ikan pari, senangin, dan lainnya. Sedangkan di darat, ikan lele kampung atau keli banyak dijumpai dan dikonsumsi masyarakat.

Gambar 3.10. Jenis ikan yang ditangkap di Desa Tanjung Gadai Industri skala rumah tangga yang ada di Desa Tanjung Gadai antara lain industri pembuatan gula kelapa, dan anyaman tikar. Produksi kelapa yang begitu besar juga membuat banyaknya kulit kelapa yang dihasilkan, dan biasanya hanya dikumpulkan di kebun atau dibakar.

(50)

36

Gambar 3.11. Industri Rumah Tangga Gula Merah dari Keapa Puyu Infrastruktur yang ada dapat dikelompokkan menjadi sarana transportasi dan perhubungan, kesehatan, dan fasilitas umum lainnya seperti rumah ibadah dan sekolah.

Sarana transportasi yang berupa jalan desa yang menghubungkan tempat-tempat di desa dan antar desa merupakan jalan yang disemen sepanjang 15 Km dan kondisinya sudah banyak yang rusak. Selain jalan semen juga masih ada jalan tanah yang panjangnya mencapai 11 Km. Perjalanan ke ibukota kabupaten hanya dapat dilakukan menggunakan sarana transportasi laut menggunakan kapal ferry dan speedboat yang terjadwal.

Fasilitas listrik dari PLN sudah masuk ke Desa Tanjung Gadai sehingga warga sudah dapat menikmati listrik kendati dalam waktu yang terbatas setiap harinya.

3.6.4. Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Tanjung Gadai adalah 2.025, dengan rasio perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan adalah 1059 dan 966, sedangkan jumlah kepala keluarga adalah 549. Tingkat kepadatan penduduk perkilometer adalah 23 jiwa/Km2.

(51)

37

Tingkat pendidikan penduduk desa Tanjung Gadai relatif rendah, hanya 2% penduduknya yang lulus pergurua tinggi (D1 s/d S1). Sebagian besar merupakan lulusan SD dan SMP (55%), sedangkan lulusan SMA 16%, lainnya putus sekolah, tidak pernah sekolah atau belum sekolah (27%). Fasilitas pendidikan yang ada meliputi PAUD/TK, SD, SMP, dan SMA.

Fasilitas kesehatan yang ada di Desa Tanjung Gadai adalah Polindes, yang layanannya sangat terbatas. Bila ada warga yang sakit keras maka harus dirujuk ke ibu kota kabupaten lewat transportasi laut. 3.6.6. Pertanian dan tata guna lahan

Masyarakat Desa Tanjung Gadai merupakan masyarakat petani dan buruh. Komoditas pertanian yang utama yaitu kelapa, sagu, karet, pinang, dan kopi. Komoditi ekonomi lainnya adalah padi, ubi kayu, cabe. Total luas lahan pertanian yang digunakan untuk menanam tanaman pertanian mencapai 2.519,5 Ha. Selain tanaman pertanian lahan di Desa Tanjung Gadai juga digunakan untuk menanam tanaman obat, luasnya mencapai 2,5 Ha.

Penggunaan lahan dibedakan menjadi pemukiman, lahan pertanian, dan hutan. Sebagian besar warga masyarakat Desa Tanjung Gadai memiliki lahan lebih dari 0,5 Ha yang digunakan untuk pemukiman dan pertanian. Khusus lahan yang masih berupa hutan merupakan lahan miliki adat/desa yang luasnya mencapai 15 Ha, tetapi 5 Ha diantaranya sudah rusak. Selain itu juga terdapat lahan yang digunakan untuk menggembalakan ternak, luasnya mencapai 300 Ha. 3.6.7. Sosial budaya

Warga Desa Tanjung Gadai berasal dari suku-suku yang beragam, antara lain Melayu, Jawa, Minang, Lombok dll. Mayoritas suku-suku tersebut beragama Islam, meskipun ada juga warga yang beragama nasrani dan berasal dari suku Batak dan Flores.

Suku Melayu sebagai suku jumlahnya mayoritas sangat mewarnai kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Tanjung Gadai, hal ini dapat

(52)

38

dilihat dari bahasa yang digunakan dan kegiatan kesenian yang dikembangkan.

Sifat kebersamaan warga terlihat dari tingginya rasa kegotongroyongan warga masyarakat dalam keseharian, contoh dalam membangun rumah, jalan, dan pesta pernikahan.

Gambar

Gambar  2.1.  Ilustrasi  hipotetik  yang  menunjukkan  tiga  klaster  desa  yang  wilayahnya  berada  pada  tiga  kelas  kedalaman  gambut,  yaitu  “cukup  dalam”
Gambar 3.1. Peta KHG Tebingtinggi Timur dan Lokasi Penelitian
Gambar 3.2. Peta Kondisi Lahan Gambut dalam KHG Pulau Tebingtinggi
Tabel 3.1. Aparatur pemerintahan Desa Lukun
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait