VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Aspek Non Finansial
Analisis mengenai aspek non finansial, dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha peternakan sapi perah yang memanfaatkan kotoran ternak sebagai penghasil biogas di KUD Giri Tani, Kecamatan Cisarua dan Megamendung layak untuk dilaksanakan. Aspek non finansial yang akan dikaji lebih dalam antara lain adalah aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budaya, serta lingkungan.
6.1.1. Aspek Pasar
Aspek pasar memegang peranan penting dalam menentukan kelayakan suatu usaha. Hal ini disebabkan, aspek pasar menganalisis pemasaran dari output yang dihasilkan. Berikut ini adalah analisis lebih lanjut mengenai komponen-komponen dari aspek pasar :
1. Permintaan dan penawaran
Konsumen tunggal dari produk yang dihasilkan oleh peternak adalah Cimory. Permintaan susu segar dari Cimory, mencapai 10 ton per hari atau jika dikonversi ke dalam satuan liter maka kebutuhan Cimory mencapai 9866,79 liter per hari. Untuk memenuhi keseluruhan permintaan tersebut, Cimory memasok susu dari KUD Giri Tani, dimana terdapat kesepakatan antara Cimory dan KUD Giri Tani bahwa seluruh susu yang dihasilkan oleh KUD Giri Tani akan diserap oleh Cimory. Namun, kebutuhan susu sebanyak 10 ton/hari tersebut tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh KUD Giri Tani, yang rata-rata hanya dapat memenuhi 60 % dari kebutuhan. Sehingga, Cimory memenuhi 40 % kebutuhan lainnya dari para peternak yang berada di kawasan Cipanas dan Sukabumi yang masing-masing mampu memenuhi 20 % dari kebutuhan susu.
Penawaran rata-rata yang mampu dihasilkan oleh KUD Giri Tani adalah sebanyak 6 ton/hari atau 6000 kg susu segar. Sedangkan peternak skala besar yang ada, rata-rata hanya mampu menghasilkan 805 L/hari atau sama dengan 815,87 kg/hari. Sehingga, para peternak skala besar mampu menawarkan sebanyak 13 % susu segar kepada Cimory dari keseluruhan permintaan susu yang ada setiap
harinya. Dengan mengetahui jumlah permintaan dan penawaran tersebut, dapat diketahui pula market share dari peternak serta KUD Giri Tani.
Market share menunjukkan proporsi penjualan suatu usaha terhadap penjualan industri secara keseluruhan (Solihin, 2007), yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
∑ Sales Revenue output usaha pada tahun t ∑ Sales Revenue output industri pada tahun t
Berdasarkan perumusan tersebut, market share dari KUD Giri tani, dengan asumsi harga jual susu per kilogram Rp 3.900,00, dan diasumsikan konstan selama tahun 2010 maka :
KUD Giri Tani 6.000 kg X Rp. 3.900 X 30 hariX 12 bulan 10.000 kg X Rp. 3.900 X30 hari X 12 bulan
Rp 8.424.000.000,00 Rp 14.040.000.000,00 60 %
Dalam satu tahun, proporsi penjualan susu segar dari KUD Giri Tani ke Cimory mencapai 60 % dari total industri. Sedangkan, market share dari peternak skala besar adalah :
Peternak 815,87 kg X Rp. 3.900 X 30 hari X 12 bulan 10.000 kg X Rp. 3.900 X30 hari X12 bulan Rp 1.161.387.386,00
Rp 14.040.000.000,00 8,27%
Market share yang diterima peternak skala besar setiap tahunnya adalah sebesar 8,27 % dari keseluruhan industri.
Untuk produk sampingan berupa biogas, permintaan dan penawaran utama berasal dari rumah tangga peternak. Hal ini disebabkan, biogas yang dihasilkan diperuntukkan untuk skala rumah tangga. Dalam satu bulan jumlah biogas yang dapat dihasilkan setara dengan 96,6 kilogram gas elpiji. Jumlah tersebut mampu memenuhi kebutuhan peternak dalam hal kebutuhan akan energi, khususnya
energi berupa gas. Sebelum melakukan pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas, para peternak menggunakan gas elpiji ukuran 3 kg. Namun, saat ini penggunaan gas elpiji dapat digantikan oleh biogas. Oleh karena itu, dengan pemanfaatan biogas ini, penerimaan yang diterima oleh peternak dalam menjalankan usahanya mengalami peningkatan.
Produk sampingan lain yang dihasilkan oleh usaha peternakan sapi perah berupa limbah biogas (sludge). Dalam satu harinya limbah yang dihasilkan dari proses produksi biogas mencapai 70 % dari total keseluruhan kotoran ternak yang digunakan sebagai input biogas. Jumlah kotoran yang digunakan sebagai input adalah sebesar 450 kg, Sehingga jumlah limbah biogas yang dihasilkan adalah sebanyak 315 kg per harinya. Limbah biogas yang dihasilkan ini tidak mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Proses pemasaran dilakukan ke masyarakat sekitar yang datang langsung ke usaha peternakan, dan juga ke perkebunan bunga yang juga terdapat di Kecamatan Cisarua, dengan harga jual rata-rata sebesar Rp 175,00 per kilogram. Limbah ini dijual dengan menggunakan karung yang berkapasitas 35-40 kilogram. Jumlah limbah yang dijual ke perkebunan dan ke masyarakat sekitar setiap harinya, rata-rata sebanyak tujuh dan satu karung.
2. Pemasaran output
Output yang dihasilkan oleh usaha peternakan sapi perah terdiri dua bagian utama, yaitu output utama dan output sampingan. Output utama berupa susu segar, sedangkan output sampingan berupa biogas dan limbah biogas. Pada pemasaran output utama, para peternak menyalurkan susu segar melalui dua saluran, yaitu KUD Giri Tani dan pemasaran secara langsung kepada konsumen. Gambar 7 merupakan saluran pemasaran susu segar ke KUD Giri Tani serta konsumen secara langsung.
Pada saluran pertama, susu segar yang dihasilkan, dipasarkan peternak melalui KUD Giri Tani. Selanjutnya, seluruh susu yang telah terkumpul di KUD, di pasarkan ke PT. Cisarua Mountain Dairy (Cimory). Susu yang diterima KUD dan dipasarkan ke Cimory adalah keseluruhan susu yang dapat diproduksi oleh setiap peternak yang menjadi anggota KUD. Namun, susu yang diterima harus memenuhi kriteria kualitas awal yang telah ditetapkan oleh Cimory, yakni susu tidak dalam keadaan pecah.
Gambar 7. Saluran Pemasaran Susu Segar
Uji kualitas awal dilakukan oleh petugas dari KUD yang bertugas mengantarkan susu ke Cimory, pengujian ini menggunakan alat uji susu yang berbentuk seperti pistol dan terbuat dari besi (Gambar 8).
Gambar 8. Alat Uji Susu
Susu dari masing-masing peternak yang lolos uji kualitas kemudian dicatat jumlahnya oleh petugas KUD dan kemudian di pasarkan ke Cimory (Gambar 9). Susu yang di terima Cimory, dibagi berdasarkan kelompok ternak masing-masing, kemudian dilakukan uji kualitas yang dilihat berdasarkan kriteria jumlah bakteri yang terkandung di dalam susu (grade), berat jenis serta nilai total solid-nya.
Gambar 9. Pengiriman Susu ke Cimory
Peternak KUD Giri Tani Konsumen Cimory Saluran 1 Saluran 2
Uji kualitas tersebut akan membagi susu kedalam grade yang berbedabeda, serta tingkat harga yang berbeda pula. Kualitas susu segar terbagi kedalam -enam grade (Tabel 6) :
Tabel 6. Grade Susu Segar
Sumber : Cimory, 2008
Harga susu yang diberikan oleh Cimory dihitung berdasarkan satuan kilogram susu yang diterima, bukan dengan satuan liter. Sehingga, terjadi pengonversian satuan dari liter ke kilogram dengan asumsi berat jenis rata-rata 1,0135 Kg/L maka 1 liter susu segar sama dengan 1,0135 kg susu. Tingkat harga yang diterima oleh peternak skala besar berbeda-beda, yakni antara Rp 3.450,00 – Rp 4.725,00 per kilogram nya. Sementara itu, grade yang diterima pun bervariasi, yakni antara grade terendah hingga grade tertinggi. Namun, rata-rata grade yang yang paling sering diterima peternak adalah grade tiga dan empat.
Susu yang telah diuji secara lebih lanjut oleh Cimory, kemudian dikemas atau diolah lebih lanjut menjadi yoghurt dan panganan lainnya. Susu kemasan dan yoghurt dipasarkan ke berbagai wilayah seperti Jabodetabek ataupun dijual secara langsung di Cimory Resto yang juga berada di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Sedangkan untuk produk olahan lain berupa panganan, hanya dijual di Cimory Resto.
Untuk saluran kedua, susu yang dihasilkan oleh peternak, dijual secara langsung kepada konsumen, yaitu kepada para wisatawan yang sedang berlibur ataupun menginap di villa yang terletak di sekitar kawasan peternakan. Namun, penjualan langsung ini tidak dilakukan secara kontinu, melainkan dalam waktu dan jumlah pembelian yang tidak menentu. Para wisatawan tersebut, biasanya membeli pada hari libur, seperti sabtu dan minggu. Dalam satu bulan jumlah susu
Grade Jumlah Bakteri (X)
1 ≤ 0,25 juta 2 0,25 < X≤ 0,5 juta 3 0,5 < X ≤ 1 juta 4 1 < X≤ 3 juta 5 3 < X ≤ 5 juta 6 5 < X ≤ 10 juta
yang dapat dijual melalui saluran dua dapat mencapai 50 L dengan harga jual berkisar antara Rp 3.500,00 – Rp 7.000,00 per liter.
Output sampingan usaha peternakan skala besar yakni biogas tidak dikomersilkan. Biogas yang dihasilkan hanya digunakan untuk keperluan rumah tangga peternak. Sementara, output berupa limbah biogas dipasarkan kepada para pemilik usaha perkebunan yang berada di sekitar lokasi usaha peternakan. Selain itu, pemasaran juga dilakukan secara langsung dengan menjual limbah sebagai pupuk kepada masyarakat yang datang secara langsung ke lokasi usaha peternakan sapi perah.
Berdasarkan uraian tersebut, pada aspek pasar usaha peternakan skala besar layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan, masih terbukanya peluang untuk memasarkan susu kepada Cimory dalam kapasitas yang lebih besar. Karena adanya kesepakatan antara Cimory dan KUD Giri Tani untuk menerima seluruh produksi susu yang dihasilkan oleh peternak yang menjadi anggota koperasi tersebut.
6.1.2. Aspek Teknis
Aspek teknis yang dikaji berkaitan dengan sumber daya produksi yang digunakan oleh usaha peternakan baik untuk menghasilkan susu atau biogas, teknik produksi yang dilakukan, lokasi usaha peternakan dan reaktor biogas, produksi susu, biogas, dan limbah biogas yang dihasilkan serta bentuk pengawasan kualitas produk yang dilakukan oleh pihak atau lembaga yang terkait dengan usaha peternakan.
1. Sumber Daya Produksi
Sumber daya produksi yang digunakan pada usaha peternakan dapat terbagi kedalam empat bagian yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya modal, dan bahan baku. Sumber daya yang pertama yaitu manusia (tenaga kerja), merupakan salah satu faktor produksi utama dari usaha peternakan sapi perah. Tenaga kerja yang dipakai berasal dari tenaga kerja keluarga dan non keluarga yang berasal dari lingkungan masyarakat sekitar. Rata-rata tenaga kerja keluarga yang dipakai berjumlah satu orang yaitu pemilik usaha. Sedangkan,
tenaga non keluarga berasal dari masyarakat sekitar lokasi usaha dengan jumlah rata-rata empat orang dan berjenis kelamin laki-laki dengan umur diatas 20 tahun.
Sumber daya yang kedua adalah sumberdaya alam. Sumberdaya alam yang digunakan dalam usaha peternakan sapi perah adalah lahan dan sumber mata air. Luas lahan yang digunakan untuk peternakan sapi perah di Desa Cibeureum sebesar 169,12 Ha atau 15 % dari keseluruhan wilayah yang dimiliki. Sedangkan, di Desa Tugu Selatan lahan yang digunakan mencapai 425,606 Ha atau sebesar 25 % dari total wilayah. Namun, luas lahan yang digunakan di Desa Cipayung masih sangat minim, yaitu hanya seluas 0,007 Ha, dan presentase dari keseluruhan wilayah dibawah 0,01 %. Hal ini disebabkan, banyak lahan di ketiga wilayah tersebut yang digunakan sebagai lahan sawah, perkebunan dan bahkan pemukiman baru yang digunakan sebagai villa oleh warga diluar desa tersebut. Dengan luas lahan tersebut, para peternak mampu menjalankan usaha peternakan sapi perah dengan luas rata-rata kepemilikan lahan sebesar 400 m2. Lahan yang digunakan oleh para peternak merupakan lahan milik pribadi. Harga lahan di lokasi penelitian sebesar Rp 100.000,00 per meter.
Sumber daya alam lainnya yang digunakan dalam usaha ini adalah mata air. sumber mata air yang digunakan berasal dari air Gunung Pangrango yang mengaliri sungai-sungai. Para peternak kemudian mengalirkan air tersebut melalui pipa-pipa yang dipasangkan di sungai terdekat kemudian disambungkan hingga ke kandang peternakan sapi perah atau ditampung kedalam bak. Untuk mendapatkan air tersebut, para peternak tidak mengeluarkan biaya. Mereka hanya perlu menyiapkan pipa yang digunakan untuk mengalirkan air dari sumber mata air hingga ke kandang peternakan sapi perah yang dimiliki oleh masing-masing peternak. Untuk mengalirkan air tersebut para peternak rata-rata memerlukan 35 batang pipa paralon. Selain sumber mata air dari pegunungan, para peternak juga memenuhi kecukupan air dengan memanfaatkan tenaga mesin, yaitu jet pump, untuk mempermudah proses pengambilan air melalui sumber mata air yang berasal dari air tanah.
Modal yang digunakan dalam pelaksanaan usaha, berasal dari modal sendiri, para peternak tidak melakukan peminjaman modal ke pihak lain ataupun lembaga keuangan, seperti bank. Modal awal peternak digunakan untuk membeli sapi
perah berupa laktasi ataupun dara, sapi jantan, lahan, membangun kandang dan membeli peralatan serta perlengkapan yang dibutuhkan, seperti ember stainless, milk can, sikat, dan sapu.
Jenis sapi perah yang dimiliki adalah Fries Holand (FH) (Gambar 10). Sapi jenis ini berasal dari daerah beriklim sedang atau sub tropis. Sehingga sesuai untuk dikembangkan di Kecamatan Cisarua dan Megamendung yang memiliki suhu relatif sejuk dan terletak di daerah pegunungan. Sapi ini biasanya memiliki warna belang hitam putih dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan tempat dimana mereka dikembangkan.
Gambar 10. Sapi Perah Jenis Fries Holand
Rata-rata jumlah sapi perah yang dimiliki setiap peternak adalah sebanyak 22 ekor, dengan perincian 17 ekor laktasi, 4 ekor dara serta 1 ekor sapi jantan. Sapi laktasi dibeli pada umur kurang lebih dua tahun dimana sebelumnya sapi tersebut pernah melahirkan atau telah mengalami laktasi pertama. Sedangkan, sapi dara dibeli pada umur satu tahun dan belum pernah melahirkan atau laktasi. Setelah dibeli sapi dara akan dikawinkan dengan sapi jantan atau di inseminasi, agar segera bunting dan melahirkan, sehingga jumlah produksi susu yang dihasilkan akan mengalami peningkatan. Sementara itu, sapi jantan juga dibeli pada umur satu tahun dan belum pernah kawin.
Rata-rata peternak memiliki dua buah kandang dan satu buah gudang untuk menyimpan pakan dan perlengkapan lain yang dibutuhkan usaha peternakan sapi
perah. Kandang dan gudang dibangun di awal tahun usaha, dan membutuhkan waktu pembangunan selama kurang lebih tiga bulan. Pembangunan kandang dan gudang ini masing-masing menghabiskan biaya sebesar Rp 20.875.000,00 dan Rp 4.600.000,00 per unit nya.
Bahan baku yang digunakan dalam usaha peternakan sapi perah adalah pakan dan mentega. Pakan ini terdiri dari rerumputan sebagai pakan utama yang dapat berupa rumput gajah ataupun tanaman jagung. Rerumputan ini rata-rata didapatkan dengan cara membeli dari pedagang yang khusus menjual rumput ataupun mengambilnya secara langsung dari lahan kosong atau dari gunung yang berada di sekitar lokasi usaha. Harga satu kilogram rumput segar adalah Rp 165,00.
Sumber daya yang dibutuhkan untuk pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas, terbagi kedalam empat bagian. Sumber daya yang pertama adalah manusia atau tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan dalam pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sama dengan tenaga kerja yang dipekerjakan pada usaha peternakan sapi perah. Selain mengurus peternakan, tenaga kerja tersebut memiliki pekerjaan tambahan yaitu memasukkan kotoran ternak ke dalam reaktor biogas, yang dilakukan setelah membersihkan kandang, serta melakukan perawatan reaktor biogas.
Sumberdaya yang kedua adalah reaktor biogas. Reaktor biogas merupakan sumber daya modal utama untuk menghasilkan biogas (gas bio), yang didapatkan melalui bantuan langsung dari Kementerian Lingkungan Hidup. Bantuan modal ini bersifat hibah, dimana peternak tidak mengeluarkan biaya selama proses pembangunan. Bantuan yang diberikan kepada para peternak anggota KUD Giri Tani ini dimulai pada tahun 2007 hingga saat ini. Namun, khusus untuk reaktor skala 7 m3 (Gambar 11) yang diberikan kepada para peternak skala besar dilakukan pada tahun 2008 dan 2009. Reaktor yang diberikan berupa reaktor model Fixed Dome atau yang juga dikenal dengan model kubah tetap. Dengan model tersebut, para peternak dapat mengisi bahan baku secara kontinu.
Reaktor biogas skala 7 m3 dibangun dengan menggunakan bahan fiber glass dengan diameter 2,6 m, tinggi 2,5 m serta ketebalan 8-10 m. Proses pembangunan biogas ini tidak memakan waktu yang cukup lama, yakni kurang dari tiga bulan.
Selain mendapatkan hibah berupa pembangunan reaktor biogas, para peternak juga mendapatkan kompor gas sebanyak satu unit dengan rata-rata satu tungku pembakaran, selang gas untuk mengalirkan gas yang dihasilkan dari reaktor ke kompor biogas yang terletak di dapur rumah peternak, stop keran untuk mengatur aliran dan jumlah gas yang dihasilkan, serta dibangun pula lubang pemasukan serta lubang penampung limbah biogas sludge.
Gambar 11. Reaktor Biogas Skala 7 m3 di Kecamatan Megamendung
Sumberdaya yang ketiga adalah bahan baku. Bahan baku utama yang digunakan untuk reaktor biogas adalah kotoran ternak berupa feses dan urine serta air dengan perbandingan 1:2. Feses dihasilkan dari kotoran ternak sapi perah. Sedangkan, air di dapatkan dari urine sapi serta air gunung yang di alirkan ke kandang ataupun air sisa cucian setelah proses pembersihan kandang dan ternak sapi perah selesai dilakukan. Bahan baku yang dimasukkan kedalam reaktor, dilakukan secara kontinu, pada waktu pagi dan sore hari, ketika proses pembersihan kandang dilakukan. Sehingga produksi biogas yang dihasilkan dapat bersifat kontinu. Dalam satu hari satu ekor ternak dewasa dapat menghasilkan kotoran 30 kg, sehingga apabila dijumlahkan, dengan total ternak 22 ekor, jumlah kotoran ternak yang dihasilkan adalah sebesar 660 kilogram. Namun, tidak seluruh kotoran ternak digunakan sebagai input dalam menghasilkan biogas. Hal ini disebabkan keterbatasan volume reaktor biogas yang hanya mampu menampung secara maksimal seluruh kotoran yang berasal dari 15 ekor sapi perah dewasa.
Sumberdaya keempat dan terakhir adalah alam, yakni air. Air merupakan salah satu komponen yang juga merupakan bahan baku dalam pembuatan biogas. Air yang dibutuhkan tidak hanya berasal dari urine ternak, namun juga yang berasal dari air gunung, dimana air tersebut didapatkan dengan cara mengalirkan air gunung melalui pipa menuju kandang dan kemudian dialirkan melalui selang-selang yang terdapat di kandang ternak. Jika kebutuhan air tersebut tidak dapat terpenuhi seluruhnya, peternak menggunakan sumber mata air lain, yakni yang berasal dari air tanah.
2. Penyediaan input
Input yang dibutuhkan oleh usaha peternakan skala besar terdiri dari sapi laktasi, dara, jantan, dan pakan. Sapi laktasi, dara, dan jantan didapatkan melalui pembelian secara langsung di usaha peternakan lain, dengan harga laktasi yang digunakan rata-rata dibeli dengan harga Rp 15.000.000,00, dara dibeli dengan harga Rp 11.000.000,00, dan jantan dibeli dengan harga Rp 10.000.000,00.
Pakan berupa dedak atau konsentrat, mineral, dan ampas tahu diperoleh dengan cara membeli secara langsung dari KUD Giri Tani. Konsentrat yang digunakan adalah merek GT, sementara untuk mineral dan ampas tahu tidak terdapat merek dagang. Satu kilogram konsentrat dibeli dengan harga Rp 1.815,00, sedangkan harga satu kilogram ampas tahu sebesar Rp 270,00 dan mineral dibeli dengan harga Rp 17.600,00 per bungkusnya. Mentega digunakan sebagai bahan pendukung dalam proses pemerahan, agar sapi yang diperah tidak merasa sakit ketika proses pemerahan dilakukan. Mentega ini didapatkan dari toko atau warung yang berada disekitar lokasi usaha. Ketersediaan akan pakan ini, cukup baik, karena KUD selalu menyediakan pakan yang dibutuhkan oleh peternak. Proses pembayaran untuk pakan, dapat dilakukan secara tunai atau melalui pinjaman, yaitu pakan yang dibeli saat ini, akan dibayarkan oleh peternak saat pembayaran susu yang dilakukan setiap awal bulan, yakni dipotong dari jumlah harga yang diterima peternak.
Sedangkan, untuk kebutuhan pakan berupa rumput, peternak memenuhinya dengan cara mencari secara langsung dari lahan-lahan kosong yang ada di sekitar lokasi peternakan ataupun dari gunung, tanpa mengeluarkan biaya pembelian. Ketersediaan rumput ini, selalu ada di lokasi-lokasi tersebut. Namun,
selain mengambil secara langsung, para peternak juga membeli rumput dari penjual rumput yang ada di sekitar peternakan, dengan harga Rp 165,00/kg.
3. Proses Produksi
Proses produksi usaha peternakan sapi perah dibagi menjadi beberapa tahapan, yang dimulai dari proses budidaya atau perkembangbiakan sapi perah hingga proses pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas (Gambar 12). Tahapan pertama dimulai dari perkembangbiakan sapi perah. Teknik perkembangbiakan dapat dilakukan melalui dua metode utama, yaitu secara alamiah ataupun inseminasi buatan. Teknik secara alamiah dilakukan dengan mengawinkan sapi dara/laktasi dengan sapi jantan yang sudah dewasa. Sapi jantan dewasa yang telah siap kawin minimal berumur 18 bulan, sedangkan sapi dara yang siap kawin minimal berumur 15 bulan.
Gambar 12. Proses Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah
Sapi jantan dan dara/laktasi siap dikawinkan ketika sapi dara/laktasi telah menunjukkan tanda-tanda birahi, seperti alat kelamin berwarna merah dan hangat, sapi terlihat gelisah dan mulai menaiki tubuh sapi lain atau bersedia dinaiki sapi lain, sering mengibaskan ekornya, nafsu makan menurun, dan untuk sapi laktasi produksi susunya menurun. Setelah tanda-tanda birahi tersebut muncul maka selanjutnya peternak memasukkan sapi jantan dan dara/laktasi kedalam satu
Pembersihan sapi
Pemberian pakan
Pembersihan kandang
Pemerahan
kandang. Setelah itu, proses perkawinan antara sapi jantan dan betina pun terjadi. Proses perkembang-biakan secara alamiah ini jarang dilakukan oleh peternak di tempat penelitian. Hal ini disebabkan oleh minimnya jumlah sapi jantan yang dimiliki, yakni rata-rata hanya satu ekor.
Teknik perkembangbiakan yang biasa dilakukan oleh para peternak adalah teknik kedua, yaitu proses inseminasi buatan. Proses perkembangbiakan melalui inseminasi buatan dilakukan dengan cara memasukkan sperma atau semen kedalam rahim ketika sapi dara/laktasi menunjukkan tanda-tanda birahi. Proses inseminasi buatan ini dilakukan oleh petugas bagian kesehatan hewan (Keswan) yang dimiliki KUD Giri Tani.
Setelah proses kawin alami atau inseminasi buatan berhasil dilakukan, sapi dara/laktasi akan mengalami masa bunting selama kurang lebih sembilan bulan. Selama masa bunting tersebut, sapi laktasi tetap dapat diperah hingga usia kebuntingan tujuh bulan, atau dua bulan sebelum masa melahirkan tiba. Setelah tujuh bulan, jumlah produksi susu yang dihasilkan akan menurun dan bahkan habis. Ketika proses melahirkan tiba, peternak menggunakan bantuan dokter atau keswan. Namun, ada juga peternak yang melakukan proses tersebut secara mandiri, tanpa bantuan dokter tetapi dibantu oleh anggota keluarga atau tenaga kerja yang ada.
Anak sapi yang baru dilahirkan (pedet) diberi susu segar selama empat bulan pertama. Pedet tersebut tidak meminum susu secara langsung dari induknya, melainkan peternak menyediakan susu di wadah tertentu, seperti ember. Hal ini dilakukan, agar pedet tidak menghabiskan seluruh kapasitas susu yang mampu dihasilkan oleh induk sapi. Pada bulan pertama, jumlah susu yang diberikan sebanyak lima liter per hari, pada bulan kedua hingga keempat, jumlah susu yang diberikan tersebut berkurang setiap bulannya sampai pedet tidak menyusui lagi. Pedet yang dimiliki para peternak, tidak dikembangkan lebih lanjut hingga dewasa. Namun, pada umur dua bulan pedet tersebut dijual kepada peternak lain dengan harga Rp 5.000.000,00 per ekor.
Tahapan kedua adalah proses pembersihan sapi. Rata-rata peternak melakukan pembersihan sapi pada awal kegiatannya, yaitu pada pukul setengah lima pagi. Sapi dibersihkan dengan cara dimandikan, di siram dengan air
kemudian ketiga, ya konsentrat bulan, tida berupa su diberikan memberik peternak m berjumlah Tahap menyiram yang ada, berupa fe kandang, kotoran pa Se kandang tahapan p dengan m diperah ter Pro perah yakn di sikat sel akni pember t, mineral, ak diberi pa usu segar sebesar 5,9 kan 45,49 kg menghabisk h 22 ekor. pan keempa m lantai den seperti kot eses yang dimasukka ada reaktor Ga telah proses selesai dila pemerahan, menggunakan rjaga keber oses pemer ni dengan t luruh tubuh rian pakan. dan ampas akan dengan serta rump 8 kg per ek g per ekorn kan delapan at adalah pe ngan air kem
oran sisa pa telah berca an kedalam biogas (Gam ambar 13. s pembersih akukan, ta peternak m n air hanga sihannya. ahan dilaku tenaga manu hnya hingga Pakan yan tahu. Khus n jenis terse put. Dalam kornya, seda nya. Sement n bungkus embersihan mudian men akan denga ampur den m saluran y mbar 13). Saluran Pe han sapi, pe hapan keli melakukan at. Hal ini d ukan secara usia. Sebelu a bersih. Set ng diberikan sus pedet y ebut, melain m satu hari angkan untu tara itu, unt mineral ke kandang y nyikatnya a n sapu lidi. gan urine yang menu emasukan K emberian pa ima adalah pengompre dilakukan a tradisional um pemerah telah itu, di n kepada sa yang umurn nkan hanya i, jumlah k uk ampas ta tuk mineral pada seluru yang dilakuk atau membe Sedangkan dan air si uju ke lub Kotoran akan awal, d h proses pe esan pada a gar ambing l tanpa men han dilakuk ilakukan tah api perah b nya dibawah diberikan p konsentrat hu para pet l setiap bula uh sapinya kan dengan ersihkan ko n, kotoran t isa pember bang pemas dan pember emerahan. ambing (pu g sapi yang nggunakan m kan (Gamba hapan erupa h dua pakan yang ernak annya yang n cara otoran ernak rsihan sukan rsihan Pada uting) akan mesin r 14),
peternak melumuri kedua tangannya serta ambing sapi dengan mentega. Hal ini dilakukan untuk mencegah rasa sakit yang dialami oleh sapi ketika proses pemerahan berlangsung dan juga untuk memudahkan proses tersebut. Sapi-sapi tertentu yang tidak jinak, saat proses pemerahan dilakukan, kedua kaki belakang sapi diikat sementara dengan menggunakan tali atau kain, untuk mencegah sapi menendang peternak. Susu hasil perahan ditampung didalam ember yang sebelumnya telah dibersihkan. Ketika proses pemerahan telah selesai, yang ditandai oleh sedikitnya susu yang keluar dari ambing, susu disaring untuk menghilangkan kotoran yang mungkin terbawa saat proses pemerahan dan selanjutnya dipindahkan kedalam milk can untuk di pasarkan melalui KUD Giri Tani. Milk can yang biasanya digunakan oleh peternak berukuran 10, 20, dan 40 liter. Walaupun dilakukan secara tradisional, proses pemerahan dapat menghasilkan rata-rata 10 liter/sapi/hari. Jumlah tersebut mampu memberikan keuntungan bagi peternakan skala besar.
Gambar 14. Proses Pemerahan Susu Sapi di Kecamatan Cisarua
Tahapan keenam adalah pemberian pakan berupa rumput, yang dilakukan setelah seluruh proses pemerahan selesai. Dalam satu hari jumlah rumput yang dihabiskan oleh satu ekor sapi rata-rata sebanyak 19,54 kilogram. Sedangkan, untuk pedet, jumlah rumput yang diberikan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah rumput yang diberikan kepada sapi dewasa. Pemberian rumput ke pedet dilakukan setelah pedet berumur dua minggu dan maksimal pemberian rumput tersebut adalah lima kilogram saat umur pedet dibawah enam bulan.
Selain pembersihan kandang dan sapi, pemberian pakan, serta pemerahan, pemberian minum untuk sapi penting untuk diperhatikan. Air minum untuk sapi berupa air segar yang berasal dari aliran air gunung, yang ditampung di dalam kandang dan mudah untuk dijangkau sapi. Ketersediaan air harus kontinu dan melimpah, karena kebutuhan minum ternak sapi cukup tinggi.
Rata-rata tahapan pertama hingga keenam yang dimulai pukul empat atau lima subuh dapat diselesaikan oleh peternak pada pukul delapan pagi. Tahapan pencarian rumput ataupun pembelian rumput dilakukan pada pukul sebelas siang hingga pukul satu siang. Pemerahan yang dilakukan oleh peternak dilakukan dua kali dalam satu hari, yakni pagi dan sore hari. Sehingga, seluruh tahapan yang dilaksanakan pada pagi hari juga dilaksanakan pada sore hari, yang dimulai pada pukul setengah tiga sore hingga pukul lima sore.
Proses produksi susu segar dilakukan secara kontinu setiap hari. Hal ini disebabkan, permintaan akan susu segar yang berasal dari Cimory diterima peternak setiap hari. Produksi secara kontinu dapat mengurangi risiko produksi yang diakibatkan oleh penurunan jumlah produksi sehingga mengurangi kerugian yang diterima oleh peternak. Apabila proses produksi tidak dilakukan secara kontinu dapat menimbulkan kelangkaan susu segar.
Sementara itu, tahapan ketujuh berupa produksi biogas dimulai dengan memasukkan input ke dalam reaktor (Gambar 15). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, input berupa kotoran ternak (feses) dan urine yang dihasilkan oleh ternak beserta air sisa dari proses pembersihan kandang dan sapi dialirkan melalui saluran yang terdapat pada kandang menuju lubang pemasukan (Gambar 16). Lubang pemasukan tersebut terletak di depan atau samping kandang yang berada di dekat lokasi reaktor biogas.
Reaktor biogas skala 7 m3 memiliki keterbatasan dalam pemasukkan input. Hal ini dikarenakan adanya kapasitas maksimal dari volume reaktor. Menurut PT. Swen Inovasi Transfer (2009), sebagai perusahaan yang memproduksi reaktor biogas yang digunakan di Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung, reaktor biogas skala 7 m3 mampu menampung kotoran yang dihasilkan oleh 15 ekor sapi perah dewasa. Dengan kapasitas tersebut jumlah kotoran yang dapat digunakan sebagai input dalam menghasilkan biogas secara maksimal hanya
berasal dari kotoran yang dihasilkan oleh 15 ekor ternak sapi perah, yakni 30 kg per hari per ekor atau sebanyak 450 kg kotoran untuk 15 ekor ternak dewasa dalam satu harinya. Selanjutnya, dari lubang pemasukan tersebut, secara otomatis kotoran ternak dan air akan mengalir ke dalam reaktor biogas. Ketika memasukkan input ke dalam reaktor, perlu diperhatikan agar tidak ada rerumputan atau kotoran lain yang ikut masuk ke dalam saluran. Karena hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya penyumbatan, yang menyebabkan input yang tertampung di dalam lubang tidak dapat mengalir secara langsung ke dalam reaktor.
Gambar 15. Proses Produksi Biogas pada Reaktor Skala 7 m3
Apabila terjadi penyumbatan pada lubang pemasukan, maka peternak mendorong input yang berada di dalam lubang penampung dengan menggunakan batang bambu agar alirannya lebih lancar. Jumlah antara air dan kotoran yang masuk ke dalam reaktor harus seimbang, dengan perbandingan 1:2 (1 kotoran : 2 air). Karena apabila jumlah kotoran yang masuk lebih banyak dibandingkan air,
Kotoran Ternak (450 kg) dan air urine (perbandingan 1 : 2)
Lubang Pemasukan
Reaktor Biogas Skala 7 m3
Biogas (setara dengan 3,22 kg gas elpiji ) Proses Biologis CH4 + CO2 Methanogenesis Acetonegenis Fermentasi Hidrolisis Limbah Biogas 70 % dari input yang digunakan
Kompor Biogas Lubang
akan menyebabkan kotoran sulit mengalir ke dalam reaktor, sehingga lubang penampung tersumbat serta jumlah biogas yang dihasilkan tidak dapat optimal.
Setelah seluruh input yang diperlukan masuk ke dalam reaktor, maka akan terjadi pembentukkan gas bio yang merupakan proses secara biologis. Input yang digunakan berfungsi sebagai sumber karbon yang juga merupakan sumber kegiatan dan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang berpengaruh dalam pembuatan gas bio terdiri dari dua macam yaitu bakteri pembentuk asam dan pembentuk gas metana. Bakteri pembentuk asam yaitu pseudomonas, flavobakterium, alcaligenesis, escherichia, dan aerobakter yang akan merombak bahan organik dan menghasilkan asam-asam lemak. Selanjutnya asam-asam lemak yang terbentuk akan dirombak oleh bakteri pembentuk gas metana, yaitu Methanobacterium, Methanosarcina, serta Methanococcus dan akan menghasilkan gas bio, yang sebagian besar terdiri dari gas metana dan juga gas ammonia (NH3) serta Karbondioksida (CO2). Selain itu, terdapat pula jenis bakteri lain yang memanfaatkan unsur Sulfur (S) dan membentuk gas H2S, yakni bakteri Desulvobrio.
Gambar 16. Lubang Pemasukan Kotoran
Dari proses tersebut output yang dihasilkan tidak hanya berupa gas bio (biogas) namun juga sisa dari proses biologis yang berupa berupa limbah berbentuk lumpur (sludge). Output berupa biogas dialirkan melalui pipa yang berada di atas kubah reaktor yang disambungkan melalui selang gas hingga ke
kompor k reaktor me Lim kotoran te secara ko ternak ser 40 hari. 1. Pip Pada kedalam r waktu, sek pada awal khusus untu enuju bak p mbah bioga ernak dimas ontinu setia rta penyimp pa Reaktor saat pertam reaktor tida kitar 5 -14 h l pengguna uk biogas. penampung s Gambar 1 as akan dih sukkan keda ap harinya. panan kotor 2. Sal Gambar 1 ma kali rea ak dapat me hari untuk m aan reaktor, Sedangkan sludge (Gam 17. Bak Pen hasilkan set alam reakto Hal ini d ran tersebut luran Pipa 18. Tahapa aktor bioga enghasilkan menghasilka mayoritas n untuk slu mbar 17). nampung S telah 40 ha or. Setelah, disebabkan, t di dalam r 3. S an Aliran B as digunaka n biogas se an biogas p gas yang t udge, dialir Sludge ari sejak pe 40 hari lim masa peng reaktor berl Selang Gas Biogas an, input ya ecara langsu pertama. Ha terbentuk a rkan keluar rtama kali mbah akan k golahan ko langsung se 4.Kom ang dimasu ung. Dibutu al ini diseba adalah CO2 r dari input keluar otoran elama mpor ukkan uhkan abkan, . Gas
awal ini perlu dikeluarkan lebih dahulu dari biogas pada dua minggu pertama. Namun, setelah itu gas yang terbentuk adalah gas metan yaitu CH4 yang dapat digunakan sebagai biogas. Tahapan selanjutnya, gas yang dihasilkan akan kontinu seiring dengan pemasukan input kedalam reaktor. Tahapan aliran biogas dapat dilihat pada Gambar 18.
4. Lokasi Usaha
Peternakan sapi perah penerima bantuan reaktor skala 7 m3 terdapat di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, Kabupaten Bogor. Para peternak memiliki berbagai alasan untuk mendirikan usaha di lokasi tersebut, diantaranya adalah :
a) Lokasi usaha peternakan
Lokasi usaha peternakan turut mempengaruhi jumlah produksi susu yang dihasilkan. Apabila lingkungan fisik dan iklim suatu daerah sesuai dengan habitat asalnya dan sapi diberi pakan berkualitas, maka sapi tersebut akan menampilkan semua sifat yang dimiliki secara maksimal. Suhu lingkungan yang tinggi akan menurunkan nafsu makan dan mengurangi konsumsi pakan seekor sapi perah sehingga menghambat produksi susu. Sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1-15,5ºC tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5-21ºC apabila suhu melebihi 5-21ºC, sapi akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23ºC, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah asalnya9.
Kecamatan Cisarua dan Megamendung memiliki suhu rata 22 ºC, suhu ini relatif lebih tinggi dibandingkan suhu tempat sapi FH berasal. Sehingga, jumlah produksi susu yang dihasilkan tidak mencapai titik maksimal. Jumlah produksi susu yang dapat dicapai di negara asal rata-rata mencapai 21,4 liter per ekor per hari, sementara jumlah susu yang mampu dihasilkan peternak sapi perah skala besar rata-rata sebesar 10 liter per ekor per hari. Namun, dikarenakan sapi FH merupakan jenis sapi yang mampu beradaptasi, jumlah
9
Tawaf R. 2010. Sapi Perah Fries Holland http://duniasapi.com/ [7 April 2010]
produksi tersebut dapat ditingkatkan peternak dengan meningkatkan kualitas pakan.
b) Akses menuju lokasi
Para peternak memilih lokasi di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, dikarenakan akses menuju ke lokasi tersebut mudah dijangkau. Dengan jalan utama yang telah beraspal dan akses kendaraan umum yang mudah didapat, seperti ojek untuk jalur yang lebih sempit dan angkutan umum untuk melalui jalur yang lebih lebar, memudahkan para peternak atau pihak terkait untuk menuju lokasi peternakan atau melakukan mobilisasi ke berbagai wilayah lainnya.
Selain itu, Kecamatan Cisarua dan Megamendung merupakan kawasan peternakan, sehingga para peternak dapat secara langsung berinteraksi dengan para peternak lainnya, baik secara personal ataupun melalui kelompok ternak yang ada di wilayah tersebut, untuk saling bertukar pikiran dan informasi mengenai usaha peternakan mereka. Berada di suatu kawasan peternakan pun, menjadikan para peternak dapat terhindar ataupun mengurangi protes warga yang berada di lingkungan perumahan atau pemukiman lain diluar kawasan peternakan yang biasanya diakibatkan oleh pencemaran yang berasal dari limbah peternakan.
Lokasi peternakan yang berada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, berada di dekat tempat tinggal para peternak, yang jaraknya kurang lebih 100 meter, sehingga memudahkan peternak untuk melakukan aktivitas di kandang ternak.
c) Letak pasar yang dituju
Pasar dari susu yang dihasilkan usaha peternakan anggota KUD Giri Tani adalah PT. Cisarua Mountain Dairy (Cimory) yang letaknya kurang lebih 5 Km dari KUD Giri Tani. Susu yang dihasilkan tiap peternakan dikumpulkan di KUD Giri Tani yang berjarak kurang lebih 200-300 meter dari lokasi peternakan. Namun, khusus untuk peternakan yang letaknya jauh dari KUD Giri Tani, pengumpulan susu dilakukan dengan cara penjemputan yang dilakukan oleh KUD dengan menggunakan mobil bak terbuka, setelah itu baru lah susu yang terkumpul di bawa ke Cimory.
Khusus untuk peternak yang berada di Desa Tugu Selatan dan Desa Cipayung susu yang dihasilkan pada awalnya dikumpulkan terlebih dahulu di masing-masing kelompok peternak yang berada di wilayahnya, yaitu Kelompok Peternak Tirta Kencana yang berada di Desa Tugu Selatan dan Kelompok Peternak Mekar Jaya yang berada di Desa Cipayung. Rata-rata jarak antara lokasi usaha peternakan dengan masing-masing kelompok ternak adalah 200-300 meter. Setelah itu, mobil bak lain dari KUD Giri Tani akan mengambil susu dari Kelompok Tirta Kencana untuk langsung di antarkan ke Cimory yang jaraknya kurang lebih 7 Km. Sedangkan, untuk Kelompok Mekar Jaya pengantaran susu ke Cimory dilakukan secara langsung dengan menggunakan mobil bak terbuka yang dimiliki oleh kelompok tersebut. Jarak antara Kelompok Mekar Jaya ke Cimory tergolong lebih dekat dibandingkan dengan kelompok lainnya, yaitu sekitar 2-3 kilometer.
Letak pasar tersebut dapat dijangkau dengan mudah oleh KUD Giri Tani dan jaraknya relatif dekat, sehingga proses pemasaran dapat dilakukan dengan lancar. Namun, hal ini menjadi berbeda ketika hari libur nasional atau hari sabtu dan minggu. Kecamatan Cisarua dan Megamendung merupakan jalan utama menuju kawasan wisata Gunung Mas, Cibodas, Puncak dan sebagainya. Sehingga, pada hari-hari tersebut, jalur utama untuk memasarkan susu menjadi padat, timbul kemacetan lalu lintas dan buka tutup jalan, yang mengakibatkan pemasaran susu terhambat hingga dua jam. Dengan adanya hambatan tersebut timbul kerugian di tingkat peternak. Karena terjadi penurunan dari kualitas susu yang dipasarkan.
d) Letak sumber bahan baku
Sumber bahan baku utama yang digunakan pada usaha peternakan seperti, pakan berupa mineral, ampas tahu, dan konsentrat, relatif mudah untuk didapatkan. Rata-rata peternak membeli bahan baku tersebut dari KUD Giri Tani. Bagi peternak yang memiliki lokasi peternakan dengan jarak yang dekat dengan KUD, pembelian bahan baku dilakukan secara langsung di kantor KUD. Namun, peternak yang lokasinya relatif jauh dari kantor KUD, pembelian bahan baku dilakukan dengan cara memesan bahan baku yang dibutuhkan melalui kelompok peternak di wilayah masing-masing. Kemudian
masing-masing kelompok peternak tersebut yang akan mengambil bahan baku ke KUD Giri Tani. Sedangkan, untuk pakan berupa rumput, rata-rata peternak membeli kepada pedagang rumput yang berada di dekat lokasi usaha peternakan ataupun mengambilnya secara langsung dari gunung atau lahan yang tidak terpakai. Jarak dari sumber pakan ini bervariasi dari dua hingga lima kilometer.
e) Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang ada, dimiliki peternak untuk mendukung kelancaran usaha peternakan yang dijalankan, sarana dan prasarana tersebut antara lain adalah:
1) Layout kandang
Kandang sapi perah terletak di samping rumah peternak yang memiliki jarak kurang lebih 100 m. Pemilihan lokasi kandang tersebut, disebabkan lahan yang dimiliki oleh peternak adalah lahan pekarangan rumah yang belum termanfaatkan ataupun lahan yang sejak awal memang telah digunakan untuk peternakan.
Layout kandang (Gambar 19) yang dimiliki peternak adalah kandang model ganda berlawanan dengan luas rata-rata 200 m. Kandang model ini memiliki atap yang menutup yang terbuat dari genteng untuk menimbulkan rasa sejuk bagi ternak. Tempat makanan terdiri dari dua blok yang berada di masing-masing sisi yang saling berlawanan, sehingga di bagian tengahnya terdapat jalan keluar masuk untuk sapi atau peternak. Antara tempat makan dan jalan tersebut terdapat parit yang digunakan sebagai saluran air.
Tipe kandang dari peternakan sapi perah skala besar rata-rata adalah kandang dengan jenis terbuka, dimana di bagian sisi samping setiap sudut kandang tidak dibangun secara menyeluruh, melainkan hanya dibangun sepertiganya. Sehingga, sirkulasi udara yang keluar dan masuk peternakan menjadi lebih lancar, sinar matahari mampu masuk secara langsung kedalam kandang serta suhu kandang menjadi lebih rendah dan sejuk.
Gambar 19. Kandang
2) Layout reaktor
Reaktor biogas terletak di bagian samping atau belakang kandang, dengan jarak 50-100 meter dari kandang. Penempatan reaktor di lokasi tersebut, bertujuan untuk memudahkan dalam pemasukan input ke dalam reaktor, berupa kotoran ternak, yang berasal dari kandang. Gambar 20 merupakan layout reaktor biogas skala 7 m3.
Gambar 20. Layout Reaktor Biogas Skala 7 m3
Sumber : www.agribisnis.deptan.go.id
Reaktor dengan skala 7 m3 dibangun dengan cara membuat sumur digester (Gambar 21) yang digunakan sebagai tempat fermentasi bahan-bahan organik. Sumur ini ditimbun di dalam tanah, dan sisi yang terlihat di atas permukaan tanah adalah bagian sisi atas kubah nya saja. Posisi reaktor biogas dibuat dengan posisi lebih rendah dari kandang yang bertujuan untuk memudahkan aliran kotoran ternak masuk kedalam reaktor.
Gambar 21. Sumur Digester
Diameter dari reaktor skala 7 m3 adalah 200 cm dengan tinggi 250 cm. Sedangkan ketebalan dari reaktor ini mencapai 5-8 mm. Reaktor ini terbuat dari bahan fiber glass yucalak type 235 berwarna biru langit. Selain sumur digester untuk menghasilkan biogas, reaktor ini juga dilengkapi dengan saluran pemasukan yang terbuat dari bata yang diplester, dengan lebar antara 20-30 centimeter. Kedalaman dari saluran pemasukan ini disesuaikan dengan kemiringan kotoran ternak yang akan masuk kedalam sumur digester, sehingga kotoran tersebut dapat mengalir dengan lancar masuk kedalam sumur digester.
Saluran bak penampung limbah (sludge) juga dibuat untuk menampung limbah berupa lumpur yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerobik kotoran ternak menjadi biogas. Limbah ini berada diantara fase cair dan padat. Bak penampung limbah ini berukuran 1x1x1 meter dan dibuat dengan bahan dasar batu bata yang diplester dengan jarak sekitar 20 cm dari sumur digester.
Pada bagian atas kubah reaktor terpasang kran gas kontrol di salah satu pipa paralonnya, yang berfungsi untuk mengatur volume biogas yang akan dialirkan. Sedangkan pipa kedua disambungkan dengan pipa lainnya dan diarahkan menuju tempat kompor biogas, untuk mengalirkan biogas yang
diproduksi. Sementara itu, pada bagian ujung pipa yang terletak di kompor dipasangkan kran gas dan klem (Gambar 22).
Pipa Sambungan Kran Pengontrol Gas
Gambar 22. Pipa pada Kubah Reaktor
3) Tenaga listrik dan air
Tenaga listrik yang dibutuhkan untuk kegiatan usaha peternakan, seperti penerangan kandang didapatkan dari sambungan listrik rumah peternak yang letaknya dekat dengan kandang. Sedangkan, kebutuhan akan air didapatkan peternak dari sumber mata air pegunungan yang didapatkan dengan cara mengalirkan air tersebut melalui pipa-pipa yang dipasangkan tiap peternak dari aliran mata air menuju sungai hingga ke kandang ternak. Penggunaan air gunung ini tidak mengeluarkan biaya, sehingga dapat mengurangi penggunaan biaya operasional. Selain dari aliran mata air, sumber air dipenuhi dari sumber air tanah dengan menggunakan bantuan pompa jet pump. Dimana pompa ini juga membutuhkan tenaga listrik yang dipenuhi dari suplai listrik rumah tangga setiap peternak.
4) Suplai tenaga kerja
Suplai tenaga kerja berasal dari masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi peternakan, yakni yang terdapat di Kecamatan Cisarua ataupun Megamendung. Kemudahan untuk memperoleh suplai tenaga kerja tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi para peternak, karena dapat mengurangi biaya tambahan untuk melakukan pencarian tenaga kerja.
5) Transportasi
Transportasi yang dibutuhkan oleh peternak adalah untuk pemasaran susu, pengadaan pakan seperti pencarian rumput ataupun pembelian mineral, ampas tahu, serta konsentrat disediakan oleh KUD Giri Tani, sehingga para peternak dalam memasarkan susu hanya membayar biaya pengiriman sebesar Rp 250,00 per kilogram yang dibayarkan langsung ke KUD Giri Tani setiap bulannya setelah produksi susu yang dihasilkan oleh setiap peternak dibayarkan oleh Cimory melalui KUD Giri Tani. Sementara itu, transportasi dalam penyediaan pakan, termasuk kedalam harga jual yang telah ditetapkan oleh KUD.
5. Produksi & Pengawasan Kualitas produk
Produksi susu yang dihasilkan tiap peternakan berbeda, tergantung kepada jumlah ternak laktasi yang dimiliki. Rata-rata dalam sehari satu ekor sapi mampu menghasilkan 10 L susu segar, dan jika dijumlahkan rata-rata peternak yang memiliki 21 ekor sapi betina yang telah laktasi, mampu menghasilkan 210 L susu segar setiap harinya. Jumlah susu serta kualitas dari susu yang dihasilkan setiap laktasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1) Kualitas Pakan
Kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ternak mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Apabila pakan yang dikonsumsi merupakan pakan yang memiliki kualitas baik, maka susu yang akan dihasilkan juga memiliki kualitas yang baik. Sebaliknya, apabila pakan yang diberikan memiliki kualitas yang rendah, seperti ampas tahu yang busuk ataupun konsentrat yang tercampur dengan pasir, akan menurunkan kualitas dari susu yang dihasilkan.
Pakan yang digunakan oleh para peternak merupakan pakan dengan kualitas yang relatif baik. Peternak hanya memilih pakan yang sesuai kualitasnya untuk tiap ternak. Namun, terdapat pula situasi dimana pakan konsentrat yang dibeli oleh peternak memiliki kandungan pasir didalamnya. Apabila itu terjadi, peternak akan menukar dan memilih pakan yang tidak memiliki kandungan pasir di dalamnya, agar penurunan kualitas dari susu yang dihasilkan dapat dihindari.
2) Cuaca
Keadaan cuaca mempengaruhi jumlah susu yang dihasilkan tiap ternak. produksi susu paling banyak terjadi antara perpindahan musim panas ke musim dingin, yakni rata-rata susu yang dihasilkan mencapai lebih 10 L per hari. Namun, pada kondisi musim dingin tiba dengan curah hujan tinggi, jumlah produksi susu yang dihasilkan oleh tiap ternak mengalami penurunan, yakni kurang dari 10 L per hari. Sementara itu, pada musim panas jumlah produksi susu yang dihasilkan relatif stabil, yakni rata-rata sebesar 10 L per hari per ternak.
3) Kebersihan
Kebersihan akan sapi dan kandang sangat mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Sebelum pemerahan dilakukan, kondisi kandang dan sapi harus dalam keadaan bersih, yakni kandang dibersihkan dari kotoran ternak yang ada dan ambing sapi harus dibersihkan terlebih dahulu dengan air hangat. Hal ini bertujuan untuk menghindari masuknya kotoran atau bakteri lainnya ke dalam susu, karena adanya kotoran yang ikut tercampur di dalam susu segar yang diproduksi akan mempengaruhi kualitas dari susu yang dihasilkan.
4) Penyakit
Kondisi sapi yang sedang sakit, seperti demam dan diare, juga mempengaruhi kualitas susu dan jumlah produksi susu yang dihasilkan. Ketika keadaan tersebut terjadi maka jumlah produksi susu mengalami penurunan, hingga 2-3 liter per ekor per hari. Penurunan jumlah susu yang diproduksi ini akan mempengaruhi keseluruhan produksi susu yang akan dipasarkan sehingga akan ikut menurunkan jumlah penerimaan yang akan diterima peternak. Untuk mencegah hal tersebut, perlu adanya perawatan terhadap sapi, yakni dengan memperhatikan kualitas pakan yang akan diberikan ke ternak setiap harinya serta memperhatikan kebersihan kandang untuk mencegah penyakit demam dan juga diare yang disebabkan oleh kuman dan bakteri yang terdapat pada kotoran.
Selain menghasilkan produk utama berupa susu segar, usaha peternakan sapi perah juga menghasilkan produk sampingan berupa biogas. Produksi biogas yang dapat dihasilkan oleh setiap 1 m3 reaktor adalah setara dengan 0,46 kg gas
elpiji perharinya. Maka, peternak skala besar yang memiliki reaktor biogas dengan skala 7 m3 mampu menghasilkan sekitar 3,22 kg biogas setiap harinya atau setara dengan penggunaan gas selama kurang lebih sembilan jam. Dalam satu tahun jumlah produksi biogas yang dihasilkan sebesar 1.159 kg.
Tinggi rendahnya jumlah biogas yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
1) Bahan Organik
Jenis bahan organik yang digunakan sebagai bahan baku turut mempengaruhi jumlah biogas yang akan dihasilkan. Bahan organik yang biasa digunakan sebagai bahan baku dalam biogas antara lain berupa limbah pertanian, peternakan dan sampah organik. Berdasarkan ketiga jenis tersebut, limbah peternakan merupakan salah satu komponen yang mampu menghasilkan biogas dengan jumlah tinggi, salah satunya adalah sapi perah. Hal ini disebabkan oleh jumlah kotoran yang dihasilkan dari sapi perah itu sendiri, yang dalam satu harinya mampu menghasilkan rata-rata 30 kg. Sedangkan, untuk limbah yang lain jumlah limbah yang dapat dihasilkan lebih rendah (Tabel 4).
2) Imbangan C/N
Komposisi utama dari biogas salah satunya adalah Carbon dan Nitrogen. Kedua komponen tersebut harus dalam perbandingan yang sesuai agar dapat menghasilkan biogas secara optimal. Imbangan atau perbandingan yang sesuai untuk menghasilkan biogas adalah 25 – 30 %, jika perbadingan keduanya kurang dari atau lebih dari komposisi tersebut, maka biogas yang dihasilkan akan berada pada titik di bawah kondisi optimal rata-rata, yakni menghasilkan 0,46 kg dalam setiap 1 m3.
3) Derajat Keasaman
Derajat keasaman merupakan salah satu faktor penting yang juga mempengaruhi jumlah biogas yang dihasilkan, kondisi ini dipengaruhi dari input yang digunakan. Tingkat keasamaan yang sesuai adalah pada pH netral, yakni kondisi antara 6.5 – 7.5. Dengan pH netral, komposisi biogas yang terbentuk akan berada pada kondisi optimal (Tabel 7).
Tabel 7. Komposisi Biogas dari Proses Biologis
Sumber : Widodo, dkk (2006)
Berdasarkan tabel tersebut, komposisi biogas yang dihasilkan dari proses biologis dengan kondisi pH netral, terdiri dari CH4 sebanyak 77,13 %, CO2 sebanyak 20,88%, H2S sebanyak 1.544,46 mg/m3, serta NH3 dengan total 40,12 mg/m3.
4) Temperatur
Tinggi rendahnya jumlah biogas yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh temperatur yang ada di lokasi reaktor biogas. Temperatur ini harus dalam keadaan stabil atau dalam artian tidak terjadi perubahan temperatur selama proses biologis berlangsung di dalam reaktor.
5) Zat Tosik
Bahan baku yang dimasukkan sebagai imput kedalam reaktor biogas harus bebas dari zat tosik yang mungkin tercampur disaat proses pembersihan kandang berlangsung. Zat tosik ini antara lain berupa pestisida, detergen, dan kaporit. Adanya zat tosik ini akan mempengaruhi kualitas biogas yang dihasilkan.
6) Loading Rate
Untuk menghasilkan biogas dalam jumlah konstan setiap harinya, peternak perlu melakukan pengisian bahan organik secara kontinu setiap hari dengan memperhitungkan waktu tinggal kotoran di dalam reaktor dan volume reaktor.
Volume reaktor Waktu tinggal
Volume reaktor dihitung berdasarkan skala biogas dari setiap peternak. Reaktor biogas skala 7 m3 memiliki volume reaktor setara dengan 15 ekor sapi atau 450 kg kotoran. Waktu tinggal rata-rata kotoran di dalam biogas adalah selama 40
Uraian Jumlah
- CH4, % 77,13
- CO2, % 20,88
- H2S, mg / m3 1544,46
hari hingga dapat menghasilkan limbah. Maka, berdasarkan nilai tersebut, loading rate dari biogas adalah 450 kg/40 hari yaitu sama dengan 11,25 kg/hari. Maka, untuk menghasilkan secara kontinu, kotoran yang harus dimasukkan minimal 11,25 kg/hari setelah pengisian awal secara maksimal dilakukan. Jika kurang dari jumlah tersebut, maka jumlah biogas yang dihasilkan akan tidak kontinu.
7) Pengadukan
Untuk menghomogenkan bahan baku yang masuk ke dalam reaktor untuk selanjutnya diolah melalui proses biologis, perlu dilakukan pengadukan bahan baku sebelum dimasukkan ke dalam reaktor maupun di dalam reaktor. Pengadukan ini akan mengoptimalkan komposisi biogas yang dihasilkan, karema komposisi dari bahan baku yang dibutuhkan telah tercampur secara merata terlebih dahulu. Pada peternakan sapi perah skala besar, pengadukan ini tidak dilakukan secara kontinu. Peternak hanya memasukkan kotoran secara langsung kedalam saluran yang mengalir ke lubang penampung. Pengadukan dilakukan secara tidak langsung ketika kotoran dibersihkan dari kandang peternakan.
8) Starter
Untuk mempercepat proses perombakan atau proses biologis yang terjadi di dalam reaktor biogas, peternak dapat menambahkan starter berupa mikroorganima. Namun, pada peternak skala besar, hal ini tidak dilakukan. Starter yang digunakan secara alami berada di dalam bahan baku yang digunakan, yakni di dalam kotoran ternak yang dihasilkan sapi perah.
9) Waktu Retensi
Kotoran ternak atau bahan baku yang digunakan akan berada didalam reaktor selama waktu tertentu, atau disebut sebagai waktu retensi. Waktu tinggal yang diperlukan di dalam digester berkisar antara 29-60 hari tergantung jenis bahan organik yang digunakan. Untuk bahan organik yang digunakan selama penelitian, yakni kotoran ternak, waktu retensi yang dibutuhkan adalah 40 hari. Dengan waktu yang relatif singkat tersebut, peternak dapat lebih mudah dan lebih cepat dalam menghasilkan biogas.
Usaha peternakan sapi perah, juga menghasilkan limbah biogas (sludge). Jumlah limbah yang dihasilkan ini sebesar 70 % dari total keseluruhan kotoran ternak yang digunakan sebagai input dalam pembentukan biogas. Jenis limbah ini bersifat lumpur, antara cair dan padat. Dalam satu harinya jumlah limbah biogas yang dapat dihasilkan sebanyak 315 kg. Jumlah produksi limbah ini dipengaruhi oleh jumlah kotoran yang dimasukkan sebagai input. Semakin tinggi jumlah kotoran yang digunakan, akan semakin tinggi pula jumlah limbah yang dihasilkan. Berdasarkan analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa secara teknis usaha peternakan sapi perah layak untuk dijalankan. Hampir di setiap kriteria pada aspek teknis, tidak terdapat kendala dan permasalahan yang menghambat jalannya usaha. Permasalahan yang mungkin timbul, seperti kualitas dan jumlah susu yang dihasilkan dapat diatasi oleh para peternak.
6.1.3. Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen dan hukum terkait dengan sistem organisasi dan manajerial tenaga kerja yang digunakan serta badan hukum dan kelembagaan yang dimiliki usaha peternakan skala besar yang terdapat di Kecamatan Cisarua dan Megamendung.
1. Manajemen
Proses perekrutan atau pemilihan tenaga kerja yang berasal dari luar atau non keluarga, dilakukan secara sederhana, yaitu dengan membuka lowongan atau mencari masyarakat yang membutuhkan tenaga kerja. Tenaga kerja yang dipilih minimal memiliki pengalaman mengenai peternakan sapi perah, seperti proses perawatan sapi perah dan pemerahan susu serta bertanggung jawab dalam pekerjaannya. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat yang belum memiliki pengalaman untuk menjadi tenaga kerja dalam usaha peternakan sapi perah, karena mereka pun akan mendapatkan bimbingan lebih lanjut mengenai peternakan sapi perah dari pemilik usaha ataupun tenaga kerja lainnya.
Tenaga kerja yang digunakan pada usaha peternakan sapi perah mayoritas adalah pria. Hal ini disebabkan, pria mampu melakukan pekerjaan yang lebih berat dibandingkan dengan wanita. Jenis pekerjaan yang dilakukan adalah membersihkan kandang, membersihkan sapi, memberi pakan, memerah susu,
mengangkut susu ke koperasi serta mencari rumput. Tidak terdapat pembagian tugas secara khusus dari setiap tenaga kerja, setiap tenaga kerja hanya membagi pekerjaan kedalam jumlah sapi yang dimiliki oleh usaha tersebut, misalnya satu pekerja mengurus empat sapi, dan selanjutnya mereka melakukan seluruh jenis pekerjaan tersebut, kecuali mencari rumput yang biasanya hanya dilakukan oleh satu orang.
Rata-rata jam kerja peternak sapi perah adalah tujuh sampai delapan jam perhari yang dimulai dari pukul lima sampai delapan pagi dengan pekerjaan membersihkan kandang, membersihkan sapi, memberikan pakan, dan memerah. Kemudian dilanjutkan pukul sebelas siang untuk mencari rumput serta pukul setengah tiga sore yang dilakukan pekerja untuk kembali membersihkan kandang, membersihkan sapi, memberikan pakan, dan memerah. Jumlah upah dari tenaga kerja dihitung tidak berdasarkan jam kerja setiap tenaga kerja yang ada, melainkan dihitung berdasarkan upah per bulan yang besarnya Rp 640.000,00 per tenaga kerja.
Usaha peternakan sapi perah tidak memiliki struktur organisasi yang baku. Struktur organisasi usaha peternakan sapi perah skala besar terdiri dari pemilik yang juga berperan sebagai tenaga kerja, serta para pekerja lainnya yang berasal dari non keluarga (masyarakat) (Gambar 23).
Gambar 23. Struktur Organisasi Usaha Peternakan Sapi Perah
2. Hukum
Seluruh usaha peternakan yang ada, belum memiliki badan hukum resmi dari pemerintah setempat. Satu-satunya badan hukum yang dimiliki adalah sebagai anggota dari KUD Giri Tani. KUD Giri Tani merupakan sebuah koperasi berbentuk badan usaha yang beranggotakan para peternak yang tergabung
Pemilik (Tenaga kerja)
Tenaga Kerja
kedalam kelompok peternak di setiap wilayah, dimana koperasi ini berperan sebagai gerakan ekonomi rakyat berdasarkan asas kekeluargaan. Kelompok peternak yang tergabung kedalam KUD Giri Tani adalah Kelompok Mekar Jaya untuk Desa Cipayung, Kelompok Tirta Kencana untuk Desa Tugu Selatan, serta Kelompok Baru Tegal, dan Baru Sireum untuk Desa Cibeureum.
Peternak yang tergabung kedalam kelompok dan KUD Giri Tani akan mendapatkan banyak keuntungan. Peternak mendapatkan kepastian dalam pemasaran susu yang dihasilkan, karena seluruh susu yang dihasilkan oleh anggota KUD Giri Tani akan diserap oleh Cimory. Sehingga, para peternak tidak perlu merasakan kesulitan dalam hal pemasaran susu. Para peternak juga lebih mudah untuk mendapatkan pakan, karena pakan ini telah disediakan oleh KUD Giri Tani atau melalui kelompok ternak masing-masing. Selain itu, para peternak juga dapat memperoleh pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhannya, baik itu kebutuhan rumah tangga atau operasional dari usaha peternakan seperti pinjaman berupa pakan. Pembayaran dari pinjaman tersebut dilakukan setiap bulan, dengan cara dipotong dari hasil penjualan susu. Keuntungan lainnya adalah kemudahan peternakan untuk mendapatkan bantuan kesehatan hewan dan penyediaan obat-obatan ternak, apabila para peternak membutuhkan bantuan medis untuk melakukan proses inseminasi buatan atau proses melahirkan.
Usaha peternakan sapi perah, pada aspek manajemen dan hukum, layak untuk dijalankan. Walaupun tidak memiliki struktur organisasi yang baku serta tidak memiliki badan hukum secara pribadi, namun usaha ini dapat dijalankan dengan baik, dan tidak terdapat pekerjaan yang menyimpang dari tugas masing-masing tenaga kerja. Selain itu, dengan menjadi anggota KUD Giri Tani, tanpa adanya badan hukum bagi masing-masing usaha peternakan yang ada, para peternak tetap memiliki kepastian dalam hal memasarkan susu segar kepada pihak pembeli yakni Cimory.
6.1.4. Aspek Sosial-Ekonomi-Budaya
Kecamatan Cisarua dan Megamendung merupakan salah satu kawasan peternakan terbesar di Kabupaten Bogor (Tabel 8). Dimana sebagian besar masyarakat di daerah tersebut bermata pencaharian sebagai peternak, khususnya
sapi perah, hal ini terlihat dari jumlah peternak yang menjadi anggota KUD Giri Tani mencapai 140 orang. Dengan jumlah tersebut, di Kecamatan Cisarua dan Megamendung secara tidak langsung telah tercipta pola-pola sosial dan budaya sebagai kawasan peternakan. Dimana dalam satu wilayah yang cukup besar, usaha peternakan dan para peternak hidup berdampingan, serta saling berinteraksi dan bantu membantu dalam menjalankan usahanya.
Pola tersebut tercipta dalam waktu yang cukup lama, yakni puluhan tahun. Karena sebelum para peternak yang ada saat ini, yang mayoritas telah memulai usaha selama belasan tahun, wilayah tersebut telah digunakan pula oleh para peternak pendahulu mereka selama puluhan tahun lalu. Pola yang tercipta telah menjadikan pula kehidupan masyarakat di wilayah tersebut menjadi seragam dalam hal pekerjaan dan pola kerja mereka sebagai peternak. Untuk itu, pola sosial dan budaya peternakan yang telah tercipta ini mendukung para peternak untuk menjalankan usaha, tanpa terkendala adanya pola sosial dan budaya yang tidak sesuai.
Tabel 8. Jumlah Populasi Ternak Sapi Perah Kabupaten Bogor Tahun 2008
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Bogor (2009) (Diolah)
Kecamatan Cisarua dan Megamendung merupakan salah satu kawasan potensial untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah. Banyaknya jumlah peternakan yang berada di kawasan ini menimbulkan dampak bagi masyarakat sekitar, yakni terhadap sosial masyarakat serta lingkungannya baik positif maupun
No Kecamatan Sapi Perah (ekor)
1 Pamijahan 1.071 2 Cibungbulang 890 3 Dramaga 38 4 Cijeruk 803 5 Caringin 605 6 Ciawi 165 7 Cisarua 1.152 8 Megamendung 358 9 Sukaraja 150 10 Bbk. Madang 45 11 Sukamakmur 200 12 Cibinong 112 13 Kemang 120
negatif. Secara sosial, usaha peternakan sapi perah yang terdapat di kawasan tersebut memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar, yakni adanya penyerapan tenaga kerja terhadap masyarakat. Usaha peternakan sapi perah rata-rata membutuhkan empat orang tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja tersebut para peternak, memperkerjakan masyarakat di sekitar lokasi usaha peternakan.
Jika dijumlahkan setiap peternak membutuhkan empat orang tenaga kerja non keluarga dan satu orang tenaga kerja keluarga. Pada lokasi penelitian yakni usaha peternakan skala besar yang memiliki reaktor biogas skala 7 m3, berjumlah lima peternakan, maka pada skala tersebut saja, total tenaga kerja yang dibutuhkan adalah sebanyak 25 orang. Sedangkan, jika melihat usaha peternakan secara keseluruhan, total peternak yang menjadi anggota KUD Giri Tani berjumlah 140 orang, dan apabila di rata-rata setiap peternak minimal menggunakan dua orang tenaga kerja, jumlah penyerapan tenaga kerja yang dapat dilakukan adalah sebanyak 280 orang.
Penyerapan tenaga kerja secara ekonomi akan membantu masyarakat dalam hal pengurangan jumlah pengangguran yang berada di daerah tersebut, sehingga terbuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar yang belum memiliki pekerjaan. Selain itu, penyerapan tenaga kerja secara langsung juga ikut meningkatkan jumlah pendapatan yang diterima masyarakat, yakni Rp 640.000,00 per orang dan usaha peternakan skala besar mampu meningkatkan pendapatan masyarakat hingga Rp 16.000.000,00 per bulan dan Rp 192.000.000,00 dalam satu tahun. Selain itu, usaha peternakan sapi perah skala besar secara tidak langsung juga ikut meningkatkan sistem perekonomian di wilayah Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Pemasaran susu segar ke Cimory yang kemudian melalui proses pengolahan dan selanjutnya dipasarkan kepada konsumen, akan memberikan nilai tambah bagi pemerintah, yakni dalam hal pemberlakuan pajak. Pajak yang diberlakukan bagi Cimory antara lain adalah pajak perusahaan, pajak penghasilan hingga pajak pertambahan nilai. Nilai pajak tersebut berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan sebesar 25 % untuk badan usaha tetap.
Berdasarkan analisis tersebut, secara sosial-ekonomi-budaya usaha peternakan sapi perah layak untuk dijalankan. Karena usaha ini telah memberikan manfaat positif bagi ekonomi-sosial-budaya masyarakat sekitar lokasi usaha peternakan, yakni dalam hal pembukaan lapangan pekerjaan serta peningkatan pendapatan.
6.1.5. Aspek Lingkungan
Usaha peternakan sapi perah memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan sekitar usaha yakni menimbulkan pencemaran lingkungan. Apabila dilihat dari segi ilmiah, suatu lingkungan dapat disebut sudah tercemar bila memiliki beberapa unsur, yaitu : (1) Jika suatu zat, organisma, atau unsur-unsur yang lain (seperti gas, cahaya, energi) telah tercampur (terintroduksi) ke dalam sumberdaya/lingkungan tertentu; dan (2) Karenanya menghalangi/menganggu fungsi atau peruntukan dari sumber daya/lingkungan tersebut (Siahaan, 2004).
Pencemaran lingkungan yang terdapat di Kecamatan Cisarua dan Megamendung diakibatkan oleh limbah yang dihasilkan oleh ternak, yaitu kotoran sapi. Rata-rata ternak sapi menghasilkan kotoran sebanyak 30 kg per harinya. Apabila dijumlahkan setiap peternak skala besar memiliki total sapi lebih dari 10 ekor, maka dalam sehari jumlah kotoran yang dihasilkan lebih dari 300 kg. Maka total keseluruhan dari peternakan skala besar saja, dapat menghasilkan minimal 1500 kg kotoran sapi per hari.
Jumlah kotoran yang dihasilkan tersebut, digunakan peternak sebagai pupuk, namun sebagian besar lainnya dialirkan begitu saja melalui sungai, tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Sehingga, hal tersebut menimbulkan pencemaran di sungai yang berada di Kecamatan Cisarua dan Megamendung, yang kemudian mengalir secara langsung ke Sungai Ciliwung yang berada di Ibu Kota Jakarta.
Adanya kotoran ternak yang masuk ke dalam sungai tersebut, menyebabkan penurunan kualitas air sungai, yakni adanya pencemaran dari bakteri fecal coli dan total coli. Padahal Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang telah dipilih sebagai percontohan untuk memperbaiki dan memulihkan kondisi sungai di Indonesia. Sungai tersebut juga berperan sebagai
sungai lintas propinsi yang melalui tiga kabupaten di Propinsi Jawa Barat dan empat kotamadya di wilayah Propinsi DKI Jakarta.
Selain itu, air sungai merupakan salah satu sumber kehidupan masyarakat, banyak masyarakat yang menggunakan sungai sebagai sarana mencuci, mandi atau keperluan lainnya. Selain penurunan kualitas air, pencemaran yang diakibatkan oleh kotoran ternak, dapat menimbulkan berbagai penyakit bagi masyarakat yang menggunakan air sungai, misalnya saja penyakit diare atau penyakit kulit.
Untuk mengatasi permasalahan pencemaran tersebut, pihak Kementrian Lingkungan Hidup berusaha memberikan solusi untuk mengurangi dampak pencemaran yang masuk ke dalam Sungai Ciliwung, yakni melalui bantuan reaktor biogas terhadap usaha peternakan masyarakat yang terdapat di Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Melalui bantuan tersebut, diharapkan limbah yang berasal dari kotoran ternak dapat dikurangi alirannya menuju sungai dan mendapatkan manfaat tambahan berupa biogas.
Sehingga, dengan adanya penurunan jumlah kotoran ternak yang mengalir ke dalam aliran sungai, kualitas air sungai dapat ditingkatkan, dan jumlah bakteri fecal coli dan total coli dapat diturunkan. Selain peningkatan kualitas air sungai, melalui bantuan reaktor biogas, diharapkan masyarakat dapat mandiri dalam menghasilkan energi, sehingga dapat ikut mencegah krisis energi.
Namun, bantuan berupa reaktor tersebut belum dapat mengatasi permasalahan lingkungan yang dihadapi. Kapasitas dari reaktor skala 7 m3 yang digunakan oleh peternak hanya menampung kotoran yang berasal dari 15 ekor peternak, sementara rata-rata ternak yang dimiliki oleh usaha peternakan skala besar adalah 22 ekor. Dengan jumlah tersebut, setiap harinya sebanyak 210 kg kotoran yang berasal dari tujuh ekor sapi, tidak dapat ditampung di dalam reaktor biogas. Sehingga, peternak membuang kotoran tersebut kedalam aliran sungai yang mengalir langsung ke sawah yang dimiliki petani di Kecamatan Cisarua dan Megamendung atau langsung mengalir kedalam sungai.
Berdasarkan analisis tersebut pada aspek lingkungan, usaha peternakan sapi perah belum layak untuk dijalankan. Hal ini disebabkan, jumlah limbah
ternak yang dihasilkan tidak mampu tertampung seluruhnya. Sehingga, masih terdapat 210 kg kotoran yang dibuang ke sungai.
6.2. Analisis Aspek Finansial
6.2.1. Analisis Finansial Usaha Peternakan Sapi Perah
Analisis finansial usaha peternakan sapi perah mengacu pada kondisi usaha peternakan yang memiliki produk utama susu segar dimana tidak terdapat terdapat pemanfaatan dari limbah kotoran ternak yang dihasilkan. Komponen yang terdapat pada analisis ini merupakan komponen yang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan. Komponen pertama yang dianalisis pada aspek ini adalah:
a) Biaya
Komponen biaya yang dikeluarkan oleh usaha peternakan sapi perah skala besar, mencakup biaya investasi, biaya tetap serta biaya operasional. Biaya investasi merupakan biaya awal yang dikeluarkan saat menjalankan usaha yaitu pada tahun pertama usaha, dimana jumlahnya relatif besar dan tidak dapat habis dalam satu kali periode produksi. Biaya investasi ditanamkan atau dikeluarkan pada suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam periode yang akan datang, yakni selama umur usaha, atau selama usaha tersebut dijalankan. Rincian biaya investasi yang dikeluarkan oleh usaha peternakan sapi perah, dapat dilihat pada Tabel 9.
Besarnya biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun pertama sebesar Rp 411.001.000,00 yang terdiri dari biaya pembangunan kandang, pembelian tanah, pembangunan gudang, hingga pembelian peralatan seperti sekop, ember stainless, milk can, pipa paralon, selang, gelas ukur, gaco, dan sapi. Seluruh biaya investasi dikeluarkan secara tunai oleh peternak.
Tabel 9. Biaya Investasi Usaha Peternakan Sapi Perah Skala Besar pada Kondisi Tanpa Risiko
No Biaya Investasi Jumlah Satuan Harga Satuan
(Rp) Total (Rp)
1. Tanah 440 meter 100.000 44.000.000 2. Gudang 1 unit 4.600.000 4.600.000 3. Kandang 2 unit 20.875.000 41.750.000 4. Jet Pump 1 unit 4.555.000 4.555.000 5. Cangkul 3 unit 70.000 210.000 6. Sekop 2 unit 35.000 70.000 7. Ember stainless 2 unit 250.000 600.000 8. Milk Can (10 L) 2 unit 350.000 700.000 9. Milk Can (20L) 1 unit 500.000 500.000 10. Milk Can (40L) 4 unit 1.100.000 4.400.000 11. Pipa Paralon 35 batang 10.000 350.000 12. Selang 21 meter 10.000 206.000 13. Gelas Ukur 1 unit 15.000 15.000 14. Gaco (garpu) 1 unit 45.000 45.000 15. Dara 4 ekor 11.000.000 44.000.000 16. Laktasi 17 ekor 15.000.000 55.000.000 17. Jantan 1 ekor 10.000.000 10.000.000
Total Biaya Investasi 411.001.000
Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama, namun, biaya tersebut mengalami penyusutan setiap tahunnya dengan proporsi yang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh umur teknis dari masing-masing barang yang diinvestasikan. Umur teknis dari setiap barang yang diinvestasikan ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan suatu barang untuk dapat digunakan secara layak dan masih memiliki fungsi yang baik untuk mendukung jalannya usaha peternakan (Tabel 10). Umur teknis dari gudang dan kandang ditentukan selama 15 tahun, hal ini diperhitungkan dari tingkat kelayakan bangunan tersebut. Setelah 15 tahun, gudang dan kandang tidak memiliki fungsi yang optimal untuk dipergunakan, hal ini disebabkan investasi tersebut telah mengalami kerusakan, seperti atap yang berlubang. Umur teknis dari kandang ini ditentukan menjadi umur dari usaha peternakan sapi perah skala besar, karena selain merupakan salah satu komponen penting dalam pelaksanaan usaha, kandang memiliki umur teknis terpanjang dan juga salah satu komponen investasi yang memiliki nilai terbesar diantara investasi lain yang juga memiliki umur teknis 15 tahun.