• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS TELUR AYAM YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL FERMENTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KUALITAS TELUR AYAM YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL FERMENTASI"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS TELUR AYAM YANG DIBERI PAKAN

MENGANDUNG BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.) HASIL FERMENTASI

SKRIPSI LANJARSIH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(2)

RINGKASAN

Lanjarsih. D14086017. 2013. Kualitas Telur Ayam yang Diberi Pakan Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Hasil Fermentasi. Skripsi. Program Alih Jenis, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,M.Sc. Agr Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc

Sub sektor peternakan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat, meningkatkan kesejahteraan penduduk dengan perbaikan gizi masyarakat dan meningkatkan pendapatan peternak. Salah satu usaha peternakan yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah usaha peternakan ayam petelur. Ayam petelur merupakan salah satu komoditas yang banyak diminati konsumen dan menghasilkan produk protein hewani yang murah dan terjangkau lapisan masyarakat. Peningkatan produksi peternakan harus didukung dengan pengadaan pakan ternak yang berkualitas tinggi, tersedia dalam jumlah yang cukup, memiliki kontinuitas dan harga yang relatif murah serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Bungkil biji jarak pagar yang difermentasi dengan Rhizhopus oligosporus diharapkan sebagai suplementasi bungkil kedelai.

Penelitian dilaksanakan selama 12 minggu dari bulan Juni sampai September 2011 di Laboratorium Nutrisi Unggas dan Kandang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 200 ekor ayam petelur. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Perlakuan terdiri dari ransum yang tidak mengandung bungkil biji jarak (R0); Ransum mengandung bungkil biji jarak pagar fermentasi 7,5% (R1); Ransum mengandung bungkil biji jarak pagar terfermentasi 7,5% + selulase 200 g/ton pakan (R2); Ransum mengandung bungkil biji jarak pagar terfermentasi 7,5% + fitase 200 g/ton pakan (R3); Ransum mengandung bungkil biji jarak pagar terfermentasi 7,5% + selulase selulase 200 g/ton pakan + fitase 200 g/ton pakan (R4).

Pemberian BBJp fermentasi atau yang ditambahkan dengan fitase dan selulase (R1, R2, R3 dan R4) tidak menunjukkan pengaruh berbeda nyata terhadapseluruh kualitas telur yang diukur dibandingkan dengan ransum perlakuan kontrol (R0). Nilai bobot telur, bobot kuning telur, persentase bobot kuning telur, bobot putih telur, persentase bobot putih telur, bobot kerabang telur, persentase bobot kerabang telur, tebal kerabang telur, skor warna kuning telur dan nilai Haugh Unit tidak berbeda diantara seluruh perlakuan. Penggunaan BBJP fermentasi dalam ransum tidak mempengaruhi kualitas telur ayam dan dapat diberikan dengan aman hingga level 7,5%.

(3)

ABSTRACT

QUALITY OF CHIKEN EGG FED WITH MEAL CONTAIN ( JATROPHA CURCAS L.) OF FERMENTATION

Lanjarsih, R. Afnan and Sumiati

Livestock subsector products play important role in providing protein for human need and increasing income of the famers. Laying hens farming produces animal based protein such as meat and eggs. Eggs are commonly consumed by the people as they are rich in protein, cheap and easily found in the market. Improving of livestock production must be surported by provision of high feed quality, available in sufficient quantities, cheap in price, easily found and do not compete with human needs. Fermented Jatropha curcas (castor) seed cakes with Rhizopus oligosporus and addition of phytase and celullase is applied to replace soy bean meal in the ration. A completely randomized design was applied to test used of castor seed cake in ration. This experiment accomplished of 5 treatments, namely R0 (control ration eithout castor seed cake), R1 (7.5% fermented castor seed cake), R2 (7.5% fermented castor seed cake + 200 g cellulase/ton), R3 (7.5% fermented castor seed cake + 200 g phytase/ton) and R4 (7.5% fermented castor seed cake + 200 g cellulase/ton + 200 g phytase/ton). The resuls showed no significant different between treatments. Treatments with fermenteds castor seed cake without or with fermented castor seed cake until level 7.5% in ration was relatively save to use in ration.

(4)

KUALITAS TELUR AYAM YANG DIBERI PAKAN

MENGANDUNG BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.) HASIL FERMENTASI

SKRIPSI LANJARSIH

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(5)

Judul : Kualitas Telur Ayam Yang Diberi Pakan Mengandung Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) hasil Fermentasi

Nama : Lanjarsih NIM : D14086017

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,M.Sc. Agr) (Dr. Ir. Sumiati, M.Sc) NIP 19680625 200801 1 001 NIP 19611017 198603 2 001

Mengetahui; Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Juli 1970 di Yogyakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hardjosutrisno (Alm) dan Ibu Suminah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1983 di SD Muhammadiyah Serut, Kelurahan Palbapang, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, Propinsi Yogyakarta. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1986 di SLTP N 1 Bantul, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 1989 di SMA IKIP Veteran II, Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program politeknik Pertanian Program Studi Teknisi Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1989 dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang strata satu di Program Alih Jenis Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Semakin mahalnya harga pakan ternak di pasaran merupakan salah satu alasan untuk mengolah bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) yang merupakan limbah industri pertanian hasil pengolahan minyak jarak pagar menjadi biodiesel sebagai pengganti bungkil kedelai. Pengolahan biji jarak menjadi biodiesel minyak jarak menghasilkan hasil samping berupa protein kasar sebesar 58%-60%, namun beberapa zat antinutrisi dan racun yang terkandung dalam bungkil biji jarak dapat menghambat proses pencernaan jika diberikan pada ternak. Untuk mengurangi zat antinutrisi dan racun yang terkandung dalam bungkil biji jarak perlu dilakukan detoksifikasi bungkil biji jarak. Dalam penelitian ini detoksifikasi dilakukan secara biologis yaitu dengan fermentasi menggunakan kapang Rhizopus oligosporus yang bertujuan untuk menurunkan kadar lemak dan antitripsin, rendahnya kadar lemak diharapkan sejalan dengan rendahnya kandungan phorbolester dalam bungkil biji jarak. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian bungkil biji jarak pagar difermentasi Rhizopus oligosporus pada kualitas telur ayam petelur.

Penulis menyadari banyak terjadi kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai sumber informasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Bogor, April 2013

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i 

ABSTRACT ... ii 

RIWAYAT HIDUP ... iii 

KATA PENGANTAR ... iv 

DAFTAR ISI ... v 

DAFTAR TABEL ... vii 

DAFTAR GAMBAR ... viii 

DAFTAR LAMPIRAN ... ix 

LEMBAR PERNYATAAN ... x 

LEMBAR PENGESAHAN ... xi 

PENDAHULUAN ... 1  Latar Belakang ... 1  Tujuan ... 2  TINJAUAN PUSTAKA ... 3  Telur Ayam ... 3  Jarak pagar ... 5  Fermentasi ... 12  Rhizophus Oligosporus ... 12  Enzim ... 13 

MATERI DAN METODE ... 15 

Lokasi dan Waktu ... 16 

Materi ... 16

Prosedur ... 18

Rancangan Percobaan ... 19 

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21 

Bungkil Biji Jarak Pagar Hasil Fermentasi ... 21 

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kualitas Telur ... 22 

Berat Kuning Telur ... 22

Berat Putih Telur ... 24

Berat Kerabang Telur ... 24

Warna Kuning Telur ... 25

Haugh Unit ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27 

Kesimpulan ... 27

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH ... 28  DAFTAR PUSTAKA ... 29  LAMPIRAN ... 32 

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Bungkil Biji Jarak dengan Pengolahan dan Tanpa Pengolahan ... 7 2. Komposisi Kimia Bungkil Ekstraksi Jatropha curcas Varietas

Beracun dan Non-Racun (% Bahan Kering) ... 8 3. Komposisi Kimia Bungkil Biji Jarak Tanpa Pengolahan dan Melalui Fermentasi dengan Rhizopus oryzae ... 8 4. Kandungan Zat Antinutrisi Penting dalam Bungkil Biji Jarak

dari Varietas Beracun dan Non-Racun ... 9 5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Ayam

Petelur Umur 18 Minggu ... 17 6. Antinutrisi Bungkil Biji Jarak Pagar Sebelum dan Sesudah

Fermentasi ... 20 7. Kualitas Telur Penelitian ... 21 8. Ratan Konsumsi Ransum Ayam Petelur

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Jatropha curcas L ... 5 2. Manfaat Tanaman Jarak Pagar ... 7 

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Bobot Telur... 32

2. Bobot Kuning Telur ... 32

3. Persen Bobot Kuning Telur ... 32

4. Bobot Putih Telur ... 32

5. Persen Bobot Putih Telur ... 33

6. Bobot Kerabang Telur ... 33

7. Persen Bobot Kerabang Telur ... 33

8. Tebal Kerabang Telur ... 33

9. Skor Kuning Telur ... 33

(13)
(14)

1  

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pakan, kualitas dan kuantitas DOC (Day Old Chick) serta manajemen pemeliharaan merupakan faktor penting dalam produksi unggas. Biaya pakan merupakan komponen terbesar (sekitar 70%) dalam budidaya ayam petelur, karenanya pakan sangat menentukan efisiensi produksi dan mutu hasil ternak.

Penggunaan minyak biji jarak pagar sebagai bahan bakar alternatif menghasilkan bungkil dalam jumlah yang cukup besar. Bungkil biji jarak pagar (BBJP) memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik, tetapi mempunyai kelemahan dengan adanya kandungan racun seperti curcin dan phorbolesther. Beragam upaya baik secara fisik, kimia, maupun biologi perlu dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan racun tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan fermentasi BBJP menggunakan Rhizopus oligosphorus, yaitu kapang yang menghasilkan enzim protease yang dapat merombak senyawa protein menjadi asam amino, sehingga dapat meningkatkan nilai nutrisi BBJP.

Kandungan protein kasar BBJP berkulit yang ada di Indonesia sekitar 19%-21%, sedangkan BBJP tanpa kulit berkisar 45%-50%. Komposisi asam amino, persentase asam amino esensial, dan kandungan mineral BBJP hampir sama dengan biji-bijian lain. Kandungan nutrisi yang sangat potensial dapat dijadikan bahan pakan lokal ternak pengganti sebagian bungkil kedele yang masih diimpor atau pengganti 100% dedak padi.

Fermentasi BBJP menggunakan Rhizopus oryzae sangat efektif menurunkan kadar lemak, sehingga diduga menurunkan kadar phorbolester dan sangat efektif menurunkan kadar antitripsin BBJP, tetapi BBJP fermentasi tersebut masih mengandung serat kasar dan asam fitat tinggi (Sumiati et al., 2008a). Suplementasi enzim selulase dan fitase ke dalam ransum yang mengandung BBJP fermentasi dengan Rhizopus oligosporus diharapkan dapat menanggulangi permasalahan kandungan serat dan asam fitat tersebut. Suplementasi ini diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi dan pengguan penggunaan BBJP sebagai pakan ternak, khususnya ternak unggas, untuk menghasilkan performa dan kualitas telur yang optimal.

(15)

2  

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memplajari kualitas telur ayam (ISA Brown) yang diberi ransum mengandung bungkil biji jarak pagar (BBJP) yang difermentasi dengan Rhizopus oligosphorus.

(16)

3  

TINJAUAN PUSTAKA Telur Ayam Kompoisi Telur

Telur ayam pada umumnya memiliki berat sekitar 50-57 g per butir, yang terdiri atas 11% bagian kulit telur, 50% bagian putih telur, 31% bagian kuning telur (Anung, 2010). Telur adalah sumber protein bermutu tinggi yang kaya akan vitamin dan mineral. Protein telur termasuk sempurna, karena mengandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah cukup dan seimbang.

Secara kimiawi, telur terdiri atas 13% protein, dan 12% lemak. Telur mengandung asam lemak esensial, vitamin A, vitamin B Kompleks, vitamin D, dan mineral seperti zat besi, fosfor, kalsium, sodium dan magnesium dalam jumlah yang cukup. Nilai nutrisi tertinggi telur terdapat pada bagian kuning telur (50% protein) dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang berjumlah sekitar 60% dari seluruh telur mengandung 5 jenis protein dengan sedikit karbohidrat (Tri et al., 1993). Komposisi zat makanan dalam 100 gram telur ayam adalah : energi 162 kal; protein 12,8 g; lemak 11,5 g; karbohidrat 0,7 g; kalsium 54 g; fosfor 180 g; besi 2,7 mg; vitamin A 900 IU; vitamin B 0,1; dan air 72 g (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1979).

Kualitas Telur

North dan Bell (1990) berpendapat bahwa untuk menentukan kualitas telur yaitu dengan melihat telur secara eksterior dan interior. Secara eksterior adalah dengan melihat bentuk telur, bobot dan tebal kerabang, sedangkan secara interior adalah dengan mengukur bagian dalam telur seperti kuning telur, putih telur, Haugh Unit dan ada atau tidaknya cacat pada kuning telur. Kualitas bagian luar telur (kerabang) tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas bagian dalam telur, jika telur tersebut langsung dikonsumsi. Kualitas kerabang telur yang rendah sangat berpengaruh terhadap kualitas internal telur jika telur disimpan atau diawetkan. Kualitas internal telur tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama tanpa perlakuan khusus.

Pada suhu yang tidak sesuai, telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu yang ditandai dengan penurunan kualitas bagian

(17)

4  

dalam telur (isinya tidak mengumpul lagi) saat dipecah. Putih telur menjadi encer dan warna putih berubah kecoklatan (North dan Bell, 1990).

Menurut Wahju (1997), kualitas telur meliputi kualitas kulit telur, derajat kekentalan atau kualitas albumen, kualitas atau nilai gizi yang ditujukan untuk kepentingan konsumen, bebas kerusakan-kerusakan misalnya bintik darah dan kualitas kuning telur. Faktor-faktor yang mempengarui kualitas telur tersebut diantaranya adalah kandungan zat makanan, penyakit, temperatur, genetik dan umur ayam. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas telur adalah lama dan suhu penyimpanan (Silversides dan Scott, 2001).

Kerusakan Telur

Telur memiliki sifat mudah rusak meliputi kerusakan yang nampak dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan telur terjadi secara alami, fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam. Telur yang telah dipecah akan mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga lebih mudah rusak dibandingkan dengan telur yang masih utuh (Hartoko, 2010).

Kerusakan dapat terjadi secara mekanis, yaitu kerabang retak atau pecah. Proses pembersihan kerabang dari kotoran yang menempel pada kerabang menggunakan air (pencucian) atau menggunakan ampelas menjadikan kerabang tipis dan pori-pori bertambah besar. Kondisi demikian menyebabkan terjadinya kehilangan udara dari kantung udara, penguapan air dari putih telur, dan introduksi mikroorganisme ke dalam telur. Kehilangan CO2 dan O2 mengakibatkan peningkatan derajat keasaman dalam telur. Penguapan air dari dalam telur menyebabkan konsentrasi putih telur menjadi rendah (encer) sehingga menurunkan berat telur. Invasi mikroorganisme ke dalam telur dapat mengakibatkan kebusukan. Umumnya telur yang kotor akan lebih awet daripada yang telah dicuci (Haryoto, 1996; Rasyaf, 1991; Riyanto, 2001).

(18)

5  

Jarak Pagar Tanaman Jarak Pagar

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tumbuhan semak berkayu yang banyak ditemukan di daerah Tropis. Tanaman ini dikenal sangat tahan kekeringan dan telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun. Tanaman ini dikenal dengan berbagai nama di Indonesia: jarak kosta, jarak budeg (Sunda); jarak gundul, jarak pager (Jawa); kalekhe paghar (Madura); jarak pager (Bali); lulu mau, paku kase, jarak pageh (Nusa Tenggara); kuman nema (Alor); jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, tondo utomene (Sulawesi); ai huwa kamala, balacai, dan kadoto (Maluku). Tanaman ini semakin mendapat perhatian sebagai sumber bahan bakar hayati untuk mesin diesel karena kandungan minyak bijinya (Haryadi, 2005).

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi memiliki drainase yang baik dan tidak tergenang air. Tanaman jarak tumbuh optimal pada suhu sekitar 18-30 ºC dengan ketinggian 0-2.000 m di atas permukaan laut serta curah hujan antara 300-1200 mm (Haryadi, 2005).

Tanaman Jarak Pagar disajikan pada Gambar 1. .

(19)

6  

Pemanfaatan Pohon Jarak Pagar

Secara ekonomi, tanaman jarak pagar dapat dimanfaatkan mulai dari daun, buah,kulit dan batangnya. Menurut Guibitz et al. (1998), kegunaan pohon jarak diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Manfaat Tanaman Jarak Pagar Sumber: Guibitz et al.1998

Potensi Bungkil Biji Jarak sebagai Pakan Ternak

Potensi terbesar Jarak Pagar ada pada buah yang terdiri dari biji (inti biji dan kulit biji) dan cangkang (kulit). Bagian inti biji dijadikan bahan pembuatan biodiesel ebagai sumber energi pengganti solar. Hasil eksktraksi inti biji akan menghasilkan minyak jarak pagar dan bungkil ekstraksi. Bungkil ekstraksi menghasilkan pupuk dan sebagai bahan pembangkit biogas. Bungkil ekstraksi setelah proses detoksifikasi dapat digunakan sebagai pakan ternak (Departemen Teknik Kimia ITB, 2005).

Jarak pagar (Jatropha curcas L)

 ‐Pengendalian erosi -Tanaman pagar

-Kayu bakar

-Pelindung tanaman

Daun

- Pengembangan ulat sutra - Obat obatan

- Zat anti radang

Lateks

- Protease penyembuh luka (Kurkina) - Obat - obatan Buah Biji - Insektisida - Pakan ternak Kulit buah - Material bakaran - Pupuk hijau - Produksi biogas Cangkang biji - Material bakaran - Biogas - Pupuk Bungkil biji - Pakan ternak (varietas non toksik)

Minyak biji - Produksi sabun - Bahan bakar - Insektisida - Obat-obatan

(20)

7  

Bungkil ekstraksi setelah proses detoksifikasi dapat digunakan sebagai pakan ternak (Departemen Teknik Kimia ITB, 2005).

Produktivitas tanaman jarak berkisar antara 3,5-4,5 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari satu tahun dan bila dipelihara dengan baik, tanaman pagar dapat berumur 20 tahun. Populasi tanaman antara 2.500-3.300 pohon/ha menghasilkan 8-15 ton biji/ha. Rendemen minyak sebesar 35% tiap hektar lahan dapat menghasilkan 2,5 ton/minyak/ha/tahun (Hariyadi, 2005) dan bungkil biji jarak sekitar 5,2-9,75 ton/ha/tahun. Komposisi kimia BBJP disajikan pada Tabel 2. Komposisi kimia bungkil biji jarak tanpa diolah dan yang telah mengalami beberapa proses pengolahan baik secara kimia dan biologi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 3.

Tabel 1. Komposisi Kimia Bungkil Biji Jarak dengan Pengolahan dan Tanpa Pengolahan

Komponen Jenis Pengolahan

TP*** EMeth Rory Tvir

Bahan Kering (%) 87,44 90,18 94,01 92,00 Abu (%) 5,63 6,87 5,95 5,65 Protein (%) 24,71 31,41 22,39 28,18 Lemak (%) 5,8 4,29 0,39 1,35 Serat Kasar (%) 32,58 39,23 44,22 44,80 Beta-N (%) 18,72 8,38 21,06 12,02 Ca (%) 1,00 0,71 0,68 0,99 P (%) 0,99 0,89 0,35 0,55 Energi Bruto (kkal/kg) 3.893,00 3.852,00 3.948,00 3.952,00 Tanin (%) ** 0,61 0,47 0,38 0,32

Asam Fitat (%) ** 10,18 8,29 7,45 8,29

Sumber : Sumiati et al. (2008a)

* Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB ** Hasil Analisis Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Puslitbang Pertanian, Bogor.

*** TP : Tanpa Pengolahan, Emet : Ekstraksi Metanol, Rory : Fermentasi dengan Rhizopus oryzae, Tvir : Fermentasi dengan Trichoderma viridae.

(21)

8  

Tabel 2. Komposisi Kimia Bungkil Ekstraksi Jatropha curcas Varietas Beracun dan Non-racun (% Bahan Kering)

Komponen Varietas Beracun Varietas Non-racun

Protein Kasar (%) 56,4 63,8

Lemak (%) 1,5 1,0

Abu (%) 9,6 9,8

Energi Bruto (MJ/kg) 4.346,9 4.299,2

NDF (%) 9,0 9,1

Sumber: Makkar et al. (1998)

Tabel 3. Komposisi Kimia Bungkil Biji Jarak Tanpa Pengolahan dan Melalui Fermentasi dengan Rhizopus oryzae

Komponen * J. curcas tanpa diolah J.curcas terfermentasi

Bahan Kering (%) 84,99 94,01 Abu (%) 5,83 5,95 Protein (%) 24,71 22,39 Lemak (%) 5,8 0,39 Serat Kasar (%) 32,58 44,22 Beta-N (%) 16,27 21,06 Ca (%) 1,00 0,68 P (%) 0,99 0,35 Gross Energi (kkal/kg) 3.893,00 3.984,00 Asam Fitat (%) ** 10,18 7,45 Aktivitas Tripsin inhibitor (%) ** 23,75 7,61

Sumber : Sumiati et al. (2009)

* Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB ** Asam Fitat dan Aktivitas Tripsin Hasil Analisis Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor Kandungan Racun dan Antinutrisi pada Bungkil Biji Jarak Pagar

Pengeluaran minyak dengan mesin pengepres menyisakan 16% minyak dan kadar protein bungkil sekitar 35%. Bungkil biji jarak sangat potensial sebagai pengganti bungkil kedelai. Namun, bungkil biji jarak mengandung senyawa antinutrisi dan racun yang merugikan ternak bila digunakan sebagai pakan (Wina, 2008).

(22)

9  

Herrera et al. (2006) menyatakan bahwa, antinutrisi yang terkandung dalam bungkil biji jarak pagar berupa lektin, trypsin inhibitor, saponin, dan asam fitat. Racun utama bungkil biji jarak pagar adalah forbolester (Becker dan Makkar, 1998). Senyawa forbolester dapat mematikan ternak. Oleh karena itu upaya pertama dalam dalam meningkatkan nilai tambah bungkil biji jarak adalah dengan menghilangkan (detoksifikasi) senyawa forbolester baik secara fisik, kimiawi, biologis dan kombinasi fisik dan kimiawi. Detoksifikasi secara biologis dapat melalui fermentasi, meskipun masih sangat terbatas. Pada proses fermentasi, mikroba akan memecah senyawa-senyawa kompleks seperti racun dan antinutrisi (Wina, 2008). Senyawa racun antinutrisi yang terdapat dalam BBJP dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Zat Antinutrisi Penting dalam Bungkil Biji Jarak dari Varietas Beracun dan Non-Racun

Komponen Varietas Beracun Varietas non-racun

Forbolester (mg/g biji)

Total fenol (% asam tannin eq,) Tannin (% asam tannin eq,) Fitat (% bahan kering) Saponin (% diosgenin eq,) Inhibitor tripsin (mg tripsin yang dihambat per g sampel)

Lectin (1 /mg bungkil yang memproduksi Haemaglutinasi per ml medium) 2,79 0,36 0,04 9,40 2,60 21,30 102,00 0,11 0,22 0,02 8,90 3,40 26,50 51,00 Sumber: Francis et al. (2005)

Forbolester

Jarak Pagar mengandung komponen toksik utama phobolester (phorbol-12-myristate 13-acetate) pada bagian biji (Makkar dan Becker, 1997; Becker dan Makkar, 1998) yang bersifat molluscicidal (Inga et al. 2002) dan bisa diperoleh dengan ekstraksi menggunakan pelarut metanol (Rug et al. 2006). Phobolester stabil terhadap pemanasan (Wink, 1993; Martínez-Herrera et al. 2006) pada suhu 160 oC selama 30 menit (Makkar dan Becker, 1997b). Biji dan minyak biji jarak pagar ditemukan bersifat toksik pada tikus (Aregheore et al., 1998), sapi, domba, kambing, manusia, dan ayam (Makkar dan Becker, 1999). Aregheore et al. (2003) melaporkan bahwa terjadi tingkat kematian yang tinggi dan perubahan patologi yang parah pada

(23)

10  

ayam Hisex Brown yang diberi ransum mengandung 0,5% biji Jatropha curcas. Leeson dan Summers (2001) melaporkan bahwa pengaruh racun biji jarak pada ayam terjadi pada pemberian 2% dan 4% tepung biji jarak selama 3 minggu (0-3 minggu). Perlakuan tersebut memperlihatkan pengaruh yang sangat dramatis terhadap pertumbuhan, yaitu rataan bobot badan pada umur 21 hari adalah 677, 240 dan 148 g/ekor untuk masing-masing perlakuan 0%, 3%, dan 4% biji jarak dalam ransum. Selain kandungan racun dan antinutrisi, kandungan fraksi serat yang tinggi juga dapat menjadi faktor pembatas dalam ransum ternak. Pengupasan cangkang dari biji jarak pagar tidak dilakukan dalam proses ekstraksi minyak jarak karena pemisahan cangkang dari biji jarak membutuhkan tenaga dan biaya ekstra yang relatif besar.

Efek Negatif Penggunaan Bungkil Biji Jarak Pagar

Penggunaan bungkil biji jarak dalam ransum dapat memberikan efek negatif pada hewan yang mengkonsumsinya pada taraf pemberian yang tinggi. Sumiati et al, (2007). Penggunaan bungkil biji jarak dalam ransum sebesar 5%-15% sangat nyata menurunkan konsumsi ransum dan pertumbuhan ayam broiler. Angka mortalitas 100% dicapai umur 22 hari (ransum dengan tambahan 5% bungkil biji jarak), 13 hari (ransum dengan tambahan 10% bungkil biji jarak) dan 7 hari (ransum dengan tambahan 15% bungkil biji jarak). Wardoyo (2007) menyatakan bahwa penggunaan 5% bungkil biji jarak tanpa detoksifikasi pada mencit masih mungkin digunakan, sedangkan penggunaan 10% bungkil biji jarak pada mencit dapat menyebabkan kematian sebesar 50% dalam waktu 40 hari dan 15% bungkil biji jarak menyebabkan kematian 100% dalam waktu 29 hari. Lusiana (2007) menyatakan bahwa efektivitas penggunaan bungkil biji jarak terdetoksifikasi dalam ransum dan adanya fase recovery terhadap performa ayam broiler mengalami kematian sebanyak 22 ekor (12,57%) dari 175 ekor total ayam penelitian. Pemberian bungkil biji jarak pada ransum ayam broiler dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan mortalitas yang tinggi (Hidayah, 2007). Hasil penelitian Fajariah (2007) menunjukkan bahwa pemberian bungkil biji jarak yang terdetoksifikasi kepada mencit menyebabkan penurunan bobot badan drastis dan diakhiri dengan kematian. Adam (1974) menyatakan bahwa pemberian Jatropha curcas dalam ransum mengakibatkan terjadinya perubahan patologi pada usus halus, hati, jantung, ginjal dan pembuluh darah.

(24)

11  

Detoksifikasi Bungkil Biji Jarak Pagar

Pemberian BBJP dapat diberikan kepada ternak setelah melalui proses pengolahan. Hal ini disebabkan oleh kandungan racun dan antinutrisi dalam bungkil biji jarak yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan bungkil biji jarak terlebih dahulu sebelum diberikan pada ternak (Aregheore et al., 2003).

Proses Biologis. Komponen racun dalam BBJP dapat dikurangi atau dihilangkan melalui poses biologis seperti fermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus (Sumiati dan Sudarman, 2006; Sumiati et al., 2009) dan menghasilkan performa ayam broiler dan ayam kampung yang lebih baik dibandingkan tanpa pengolahan. Rhizopus oryzae dapat digunakan untuk mendegradasi zat toksik pada bungkil biji jarak (Tabri et al., 1997). Perlakuan biologi dapat memperbaiki kualitas nutrisi BBJP yang ditandai dengan peningkatan kandungan bahan kering, protein kasar, Beta-N, dan fosfor dengan lebih efisien karena persentase kehilangan bobot paling kecil. Pengolahan bungkil biji jarak pagar secara biologis difermentasi dengan Rhizopus oligoporus adalah perlakuan yang terbaik dibandingkan dengan perlakuan yang diolah secara fisika dan kimia (Nurbaeti, 2007).

Proses Fisikawi. Senyawa anti tripsin dan lektin bersifat labil terhadap panas oleh sebab itu pada umumnya pemanasan akan menurunkan kandungan kedua senyawa ini dalam bungkil. Pemanasan dengan cara disangrai tidak mempengaruhi kandungan protein, lemak atau abu, tetapi terjadi penurunan yang cukup drastis terhadap aktivitas lektin dan anti tripsin sedangkan kandungan fitat dan phorbolester tidak mengalami perubahan (Makkar et al., 1998). Proses fisikawi lain melalui radiasi tidak berhasil menurunkan kandungan senyawa antinutrisi dan racun bungkil biji jarak (Herrera et al., 2006).

Proses Kimiawi. Proses detoksifikasi secara kimiawi dapat menggunakan larutan basa seperti natrium hidroksida (NaOH), kalsium hidrosida (Ca(OH)2) atau kombinasi larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan natrium hipoklorit (NaOCl). Penggunaan larutan NaOH 4% atau kombinasi dengan larutan natrium hipoklorit 10%-25% dapat

(25)

12  

menghilangkan aktivitas lektin tetapi tidak mampu menurunkan kadar forbolester (Areghore et al., 2003). Nurhikmawati (2007) menyatakan bahwa perlakuan kimia menurunkan kandungan curcin paling besar yaitu sebesar 77,78%.

Kombinasi Proses Fisik dan Kimiawi. Proses detoksifikasi secara fisik dan kimiawi secara sendiri-sendiri tidak mampu menghilangkan senyawa antinutrisi dan racun dalam BBJP. Kombinasi perlakuan fisik dan kimiawi dapat meningkatkan efektivitas detoksifikasi. Pengolahan secara fisika, kimia, dan biologis meningkatkan efisiensi penggunaan protein, dan energi metabolis, serta mempertahankan kandungan gizi sehingga meningkatkan palatabilitas ransum dibandingkan dengan ransum yang mengandung BBJP tanpa pengolahan. Wina et al. (2008) menyatakan bahwa perlu upayakan teknologi detoksifikasi melalui proses kombinasi fisik, kimiawi, atau biologis yang murah dan mudah diaplikasikan untuk mendetoksifikasi bungkil biji jarak. Perlakuan kombinasi fisika dan kimia mampu memperbaiki performa ayam broiler sampai setara dengan perlakuan kontrol setelah masa recovery selama tujuh hari (Lusiana, 2008).

Fermentasi

Fermentasi adalah proses penguraian unsur organik komplek terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anerob dan diiringi dengan pembebasan gas. Berdasarkan jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi dua, yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat adalah proses fermentasi yang menggunakan medium tidak larut tetapi cukup mengadung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi dalam fase cair (Hardjo et al., 1989).

Rhizophus oligosporus

Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim-enzim protease yang berfungsi merombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana. Fardiaz (1992) mendefinisikan fermentasi sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino. Fermentasi oleh berbagai kapang, khamir dan bakteri dapat terjadi

(26)

13  

secara anaerobik fakultatif. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu. Gandjar (1977) menyatakan bahwa Rhizopus oligosporus bersifat proteolitik yang menghasilkan enzim protease, enzim ini akan merombak senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana, sehingga akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar nitrogen dan asam amino. Jamur dalam pertumbuhannya memperoleh karbon dari substrat untuk merangsang jamur yang optimum dan peningkatan kandungan zat-zat makanan substrat yang lebih dari sebelumnya (Amri, 1998). Rhizopus oligosporus digunakan sebagai mikroba untuk fermentasi karena selain dapat memecah protein dan lemak, juga dapat menguraikan protein sebagai bahan pengemulsi yang terdapat dalam santan dan memecah emulsi santan sehingga terjadi pemisahan fraksi air, minyak dan protein. Rhizopus oligosporus tumbuh pada kisaran 5-37 ºC, dan optimum pada suhu 25 ºC.

Mahajati (2008) menyatakan bahwa penggunaan 5% bungkil biji jarak difermentasi kapang Rhizopus oligosporus dalam ransum masih dapat ditolerir oleh mencit. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurbaeti (2007) bahwa perlakuan biologis dengan penggunaan fermentasi Rhizopus oligosporus dapat menghasilkan respon terbaik dalam meningkatkan efesiensi penggunaan protein dan energi metabolis pada unggas.

Enzim

Enzim merupakan katalis hayati yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia, tanpa enzim itu sendiri berubah atau terkonsumsi setelah reaksi selesai. Enzim merupakan biokatalisator untuk ikut serta dalam reaksi biologi. Reaksi kimia akan berjalan lambat tanpa bantuan enzim. Enzim menurut cara kerjanya menyerang molekul substrat diklasifikasikan menjadi dua enzim yaitu enzim endogenus dan eksogenus. Enzim endogenus menyerang substrat pada ikatan interior sedangkan enzim eksogenus mendekati substrat dari satu atau ujung luar yang lain (Buhler et al., 1998).

(27)

14  

Enzim Fitase

Enzim fitase yang diproduksi secara komersial adalah hasil encoding gen pada Aspergillus niger. Produksi enzim berasal dari Aspergillus niger var. vacuum perlu diteliti lebih lanjut mengenai aktivitasnya. Enzim fitase komersial asal Aspergillus niger itu sendiri sudah digunakan sebagai pakan aditif pada hewan monogastrik di Eropa (Wodzinski dan Ullah, 1996). Asam fitat memiliki sepuluh group fosfat yang dapat dilepaskan oleh fitase pada kecepatan yang berbeda dan di dalam urutan yang berbeda pula. Wyss et al. (1998) meneliti kinetika pelepasan fosfat dan kinetik dari penggabungan kembali reaksi lanjutan, baik pada produk akhir dari degradasi asam fitat oleh berbagai macam enzim fitase. Disimpulkan bahwa hasil penelitian seluruh enzim fitase yang dihasilkan oleh fungi melepaskan lima dari sepuluh group fosfat, dan produk akhirnya berupa mio-inositol 2- monofosfa.

Ravindran et al. (1999) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum ayam broiler menurun dengan tingginya asam fitat dalam ransum, akan tetapi performan tersebut dapat diperbaiki dengan penambahan enzim fitase mikroba (3-fitase). Jacob et al. (2000) melaporkan bahwa suplementasi enzim 3-fitase 0,01% dalam ransum ayam broiler yang berbasis gandum-bungkil kedelai (wheat-soybean meal diet) dapat menurunkan viskositas isi saluran halus dan nyata (P<0,05) meningkatkan abu tulang tibia pada ayam broiler umur 42 hari. Viveros et al. (2002) mengatakan bahwa suplementasi enzim fitase natuphos sebanyak 500 U/kg pada ayam broiler yang mengandung P-tersedia rendah (0,22% untuk umur 1 hari-3 minggu dan 0,14% untuk ayam umur 3-6 minggu) mampu memperbaiki performa dan meningkatkan penggunaan P, Ca, Mg, dan Zn.

Enzim Selulase

Selulase adalah nama bagi semua enzim yang memutuskan ikatan glikosidik beta-1,4 di dalam selulosa, sedodekstrin, selobiosa, dan turunan selulosa lainnya. Selulase tidak dimiliki oleh manusia, karena itu manusia tidak dapat menguraikan selulosa. Hal ini dapat dilakukan oleh beberapa hewan seperti kambing, sapi, dan insekta seperti rayap karena dalam sistem pencernaannya mengandung bakteri dan protozoa yang menghasilkan enzim selulase yang akan menghidrolisis (mengurai) ikatan glikosidik beta-1,4. Sumiati et al. (2009) menyatakan dalam penelitian bungkil biji jarak pagar yang difermentasi kemudian ditambah dengan selulase

(28)

15  

cenderung meningkatkan pertumbuhan 1,7% dibandingkan dengan pakan bungkil biji jarak pagar tidak diberi perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa suplementasi selulase dalam pakan memiliki sedikit efek pada pertumbuhan ayam Kampung. Hal ini bisa disebabkan kandungan dan lignin yang tinggi dalam pakan, dengan demikian selulase dengan konsentrasi 200 ml/ton pakan tidak efektif untuk memecah serat.

(29)

16  

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Pemeliharaan ayam dilakukan di Laboratorium Nutrisi Unggas Blok C Unit Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kualitas telur dilakukan di Laboratorium Nutrisi Unggas lantai 3, Departemen INTP, Gedung Fakultas Peternakan, IPB. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu dari bulan Juni 2011 sampai bulan Agustus 2011.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan 200 ekor ayam petelur strain Lohman umur 17 minggu (pullet) rataan bobot badan 1,27 ± 0,068 kg. Ayam dibagi ke dalam 5 perlakuan dan 4 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari 10 ekor ayam.

Kandang

Kandang yang digunakan adalah 50 unit kandang batere (cage). Setiap cage berisi 4 ekor ayam. Cage dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari bambu. Paranet dipasang di sekeliling kandang supaya cahaya panas matahari di siang hari tidak langsung terkena ternak. Lampu pijar dengan daya 60 watt dipasang di dalam dan luar kandang untuk penerangan di malam hari dan merangsang pembentukan folikel telur. Peralatan lain adalah satu unit kipas angin, timbangan digital kapasitas lima kilogram untuk menimbang pakan, timbangan digital kapasitas 100 g untuk menimbang telur, termometer, dan ember plastik.

Ransum

Bahan pakan yang digunakan terdiri dari jagung kuning, corn gluten meal, dedak padi, tepung ikan, bungkil kedelai, minyak, CaCO3, DCP, NaCl, premix ayam, dan DL-Metheonin. Komposisi dan kandungan zat makanan ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

(30)

17  

Tabel 5. Komposisi dan Kandungan Zat Makanan Ransum Ayam Petelur Umur 18 Minggu

Komposisi R0 R1 R2 R3 R4

--- (%) ---

Jagung kuning 53,00 52,00 52,00 52,00 52,00

Dedak padi 4,00 0 0 0 0

Corn gluten meal 4,00 4, 00 4,00 4,00 4,00

Bungkil kedelai 19,00 15,80 15, 80 15,80 15, 80 BBJ tidak diolah 0 0 0 0 0 BBJ fermentasi 0 7,50 7,50 7, 50 7,50 Tepung ikan 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 Minyak 4,00 5,00 5,00 5,00 5,00 Garam 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 CaCO3 8,50 8,50 8,50 8,50 8,50 Premiks 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 DCP 0,50 0,57 0,57 0,57 0,57 Dl – Methionine 0,10 0,13 0,13 0,13 0,13 Selulase, g/ton 0 0 200 0 200 Fitase, g/ton 0 0 0 200 200

Jumlah Kandungan Zat Makanan

Energi Metabolisme (kkal/kg) 2.902,4 2.904,6 2.904,6 2.904,6 2.904,6

Protein (%) 19,20 19,09 19,09 19,09 19,09 Lemak (%) 6,21 6,94 6,94 6,94 6,94 Serat kasar (%) 1,89 3,85 3,85 3,85 3,85 Ca (%) 3,85 3,93 3,93 3,93 3,93 P tersedia (%) 0,48 0,47 0,47 0,47 0,47 Na (%) 0,17 0,14 0,14 0,14 0,14 Lysin (%) 1,00 0,94 0,94 0,94 0,94 Methionin (%) 0,41 0,43 0,43 0,43 0,43 Meth + sistin (%) 0,73 0,72 0,72 0,72 0,72

Keterangan: R0= ransum tanpa BBJP fermentasi, R1= ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi, R2= ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi + 200 g selulase/ton, R3= ransum mengandung 7,5% fermentasi BBJP + 200 g fitase/ton, dan R4= ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi + 200g selelase/ton + 200 g fitase/ton. 1) aktivitas enzim selulase 8.000 unit/g, 2) aktivitas enzim fitase 10.000 unit/g.

(31)

18  

Prosedur Fermentasi Bungkil Biji Jarak

Pengolahan bungkil biji jarak pagar dilakukan melalui proses fermentasi dengan menggunakan jamur tempe R. Oligosporus. Sebelum fermentasi ditambahkan air ke dalam bungkil biji jarak sampai kadar air bungkil mencapai 60%, diaduk sampai rata. Bungkil biji jarak yang telah mengandung kadar air 60% dimasukkan ke dalam autoclave 121 ºC selama 30 menit. Bungkil dikeluarkan dari autoclave, didinginkan dalam suhu ruang. Setelah dingin bungkil biji jarak pagar dicampur dengan jamur tempe sebanyak 7 g/kg BBJP sampai merata. Bungkil diinkubasi ,disebar merata diatas wadah yang telah dialasi plastik yang dilubangi dengan jarum, ditutup dengan plastik yang telah dilubangi serta ditutup keramik selama 24 jam. Setelah itu keramik diangkat dan bungkil dibiarkan lagi selama 48 jam sampai jamur tumbuh merata dan siap dipanen. Bungkil hasil fermentasi tersebut kemudian dikeringkan dalam open pada suhu 60 ºC selama kurang lebih 24 jam (sampai kering), bungkil digiling dan siap dicampur bahan pakan lain untuk ayam petelur.

Pengukuran Kualitas Telur

Pengukuran kualitas telur bertujuan untuk mengetahui kualitas bobot telur, indeks bentuk telur, keutuhan, kebersihan dan kehalusan telur. Penimbangan telur untuk mengetahui bobot setiap butir telur dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Pengukuran lebar diameter dan panjang diameter telur dilakukan untuk mengetahui besaran indeks bentuk telur. Keutuhan, kebersihan dan kehalusan kerabang telur dilakukan melalui pengamatan terhadap kerabang telur.

Pengukuran kualitas telur juga dilakukan untuk mengetahui bobot kuning telur, bobot putih telur, bobot kerabang telur, Haugh Unit dan skor warna kuning telur. Telur dipecahkan di atas meja kaca kemudian diukur tinggi putih telur dengan mengunakan jangka sorong. Bobot kuning, putih dan kerabang telur ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Persentase bobot kuning, putih dan kerangan telur dihitung berdasarkan perbandingan bobot masing-masing terhadap bobot telur. Kuning telur diamati dan dibandingkan dengan skor yang ada pada yolk colour fan. Keadaan kuning telur dan putih telur diamati dari noda. Satuan kualitas telur dihitung berdasarkan HU (Haugh Unit).

(32)

19  

Rancangan dan Analisis Data Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dengan 4 ulangan, perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut;

R0 : Kontrol (Ransum tanpa BBJPF) R1 : Ransum mengandung BBJPF 7,5%

R2 : Ransum mengandung BBJPF 7,5% + 200 g selulase/ton R3 : Ransum mengandung BBJPF 7,5% + 200 g fitase/ton

R4 : Ransum mengandung BBJPF 7,5% + 200 g selulase/ton + 200 g fitase/ton

Rancangan Percobaan

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri 10 ekor ayam. Model matematis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi + ε ij Keterangan:

Yij : Respon percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : Rataan umum

τi : Efek perlakuan ke-i (i = R0, R1, R2, R3, R4) ε ij : Galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada ayam yang baru masuk awal produksi dan dianalisis menggunakan ragam (ANOVA) dan Uji Duncan dilakukan jika terdapat perbedaan diantara perlakukan.

Peubah yang Diamati:

a) Bobot Telur (g/butir) yang ditimbang setiap hari selama penelitian.

b) Berat Putih Telur dan Persentase Putih Telur (%), dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot putih telur (g) dengan bobot telur (g) kali 100 % (% bobot putih telur = bobot putih telur/bobot telur x 100%)

c) Berat Kuning Telur dan Persentase Kuning Telur (%), dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot kuning telur (g) dengan bobot telur (g) kali 100 % (% bobot kuning telur = bobot kuning telur/bobot telur x 100%)

(33)

20  

d) Persentase Bobot Kerabang (%), dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot kerabang telur (g) dengan bobot telur (g) kali 100 % (% bobot kerabang telur = bobot kerabang telur/bobot telur x 100%)

e) Skor Warna Kuning Telur merupakan warna kuning telur yang ditentukan dengan menggunakan Roche Yolk Colour Fan dengan skala 1-15.

f) Haugh Unit (HU) merupakan hubungan logaritma antara tinggi putih telur (mm) dengan bobot telur (g), dihitung menggunakan rumus Wahju (1997): HU = log 100 (H + 7,57 - 1,7 x W0,37).

Keterangan: H = tinggi putih telur (mm) W= bobot telur (g)

(34)

21  

HASIL DAN PEMBAHASAN Bungkil Biji Jarak Pagar Hasil Fermentasi

Kandungan nutrien dan antinutrien BBJP sebelum dan sesudah fermentasi ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi BBJP Sebelum dan Sesudah Fermentasi

Komponen * Sebelum Fermentasi Setelah fermentasi

Bahan Kering (%) 88,82 95,24 Abu (%) 5,83 5,95 Protein (%) 18,40 19,78 Lemak (%) 20,62 16,96 Serat Kasar (%) 32,81 31,81 Beta-N (%) 4,36 21,60 Ca (%) 1,00 0,68 P (%) 0,99 0,35

Gross Energi (kkal/kg) 3893 3.984

Forboleter (µg/g)** 24,33 15,28 Tanin (%)** 0,13 0,01 Saponin (%)** 1,04 0,39 Antitripsin 6,17 1,85 Asam Fitat (%) ** 9,19 8,45 Aktivitas Tripsin inhibitor (%) ** 23,75 7,61

Sumber : Sumiati et al. (2008b)

* Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB ** Hasil Analisis Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor

Fermentasi BBJP menggunakan Rhizopus oligosporus dapat menaikan bahan kering, protein dan BETN serta menurunkan zat antinutrisi yang ada pada BBJP yaitu, lemak kasar, forbolester, asam fitat dan antitripsin. Bahan BBJP juga dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein pengganti bungkil kedelai.

Jamur tempe merupakan merupakan jamur yang tergolong filum zygomycota, berkembangbiak dengan konjugasi gamet positif dan negatif membentuk zygosporangia melalui plasmogami dan karyagami, maupun berkembangbiak secara aseksual dengan spora. Daur hidup dimulai dengan pertumbuhan spora menjadi benang hifa yang bercabang membentuk miselium dan sporangium yang berisi spora. R. Oligodporus berlangsung melalui dua tahap yaitu pembengkakan dan penonjolan

(35)

22  

keluar tabung kecambah. Kondisi optimal perkecambahan adalah pada suhu 42 ºC dan pH 4,0 (Dinda, 2008). R. oligosporus dapat meningkatkan nilai protein kedelai dengan cara mensintesis enzim protease selama proses fermentasi (Anshori,1989). Selain itu R. oligosporus juga mensintesis enzim lipase, poligalakturonase, endoseslulase, xilanase, arabinase, fitase dan rhizopus karboksil proteinase (Nout dan Rombouts, 1990).

R.oligosporus menghasilkan enzim fitase yang merupakan salah satu enzim yang dapat menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan orthofostat. Enzim fitase merupakan salah satu enzim yang dapat membebaskan fospor organik dan suatu senyawa fosfat. Asam fitat merupakan zat anti gizi, menunjukkan sifat rakhitogenik yaitu sifat membentuk garam yang tidak larut jika berikatan dengan kalsium atau mineral lain, sehingga mineral-mineral tersebut tidak dapat diserap oleh dinding usus (Sopyan, 2003).

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kualitas Telur Ayam

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJPF sebanyak 7,5% baik disuplementasi maupun yang tidak disuplementasi enzim fitase dan enzim selulase tidak mempengaruhi berat telur ayam penelitian. Hasil ini disebabkan kunsumsi ransum yang tidak berbeda nyata. Pada perlakuan R0 ayam mengkonsumsi ransum sebanyak 79,15 g/e/hari, dengan berat telur 54,65±2,12 g dan R1 mengkonsumsi ransum sebanyak 72,90 g/e/hari, dengan berat telur 55,03±0,45 g, konsusi ransum R2 sebanyak 71,57 g/e/hari, dengan berat telur 52,83±3,23 g, dan R3 sebayak 71,20 g/e/hari dengan berat telur 53,04±2,47 g dan R4 70,35 g/e/hari dengan berat telur 53,14±2,42 g menghasilkan kualitas telur yang tidak berbeda nyata secara statistik. Berat telur pada penelitian tersebut dikategorikan ke dalam berat telur sedang yaitu antar 51-55 g (Standard Nasional Indonesia, 1995). Data Kualitas telur hasil penelitian dan konsumsi ransum selama penelitian disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Berat Kuning Telur

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJF sebanyak 7,5% baik disuplementasi maupun yang tidak disuplementasi enzim fitase dan enzim selulase tidak mempengaruhi berat kuning telur ayam penelitian. Kuning telur pada

(36)

23  

penelitian ini antara 12,10-14,20 g/butir atau 22%-24% dari berat telur. Dilihat dari persentase kuning telur, pemberian BBJPF 7,5% sedikit menghambat biosintesis kuning telur, diduga sintesis lemak untuk pembentukan kuning telur terhambat. Menurut Amrullah (2003), telur-telur yang dihasilkan pada awal periode produksi memiliki persentase bobot kuning telur sebesar 22%-25% dari bobot total telur. Kuning telur disusun terutama oleh lemak dan protein, membentuk lipoprotein yang dua pertiga bagiannya adalah fraksi berkepadatan rendah dan diketahui disintesis oleh hati dengan kerja dari estrogen. Ukuran kuning telur lebih erat hubungannya dengan waktu yang diperlukan ova untuk masak (North dan Bell, 1990).

Tabel 7. Kualitas Telur Penelitian

Peubah Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Bobot Telur (g/butir) 54,65±2,12 55,03±0,45 52,83±3,23 53,04±2,47 53,14±2,42 Bobot Kuning Telur (g/butir) 13,20±0,85 14,20±3,80 12,52±0,72 12,85±0,88 12,59±0,49 % Bobot Kuning Telur 24,20±8,08 22,56±0,91 23,90±0,32 23,94±1,22 23,85±1,90 Bobot Putih Telur (g/butir) 34,55±1,79 34,87±2,66 34,60±2,38 34,50±0,74 34,04±2,74 % Bobot Putih Telur 63,22,±2,53 65,46±4,30 64,34±1,59 64,60±4,24 63,90±2,43 Bobot Kerabang Telur (g/butir) 6,11±0,31 5,77±0,17 5,67±0,26 5,91±0,16 5,56±0,27 % Bobot Kerabang telur 11,19±0,21 10,06±0,26 10,82±0,30 11,24±0,72 10,53±0,78 Tebal kerabang Telur(mm) 1,37±0,06 1,32±0,05 1,33±0,14 1,31±0,04 1,35±0,05 Score kuning Telur 10,59±1,28 11,57±0,49 11,21±1,05 11,18±0,33 9,30±0,75 HU 77,12±2,35 84,94±3,99 87,81±2,03 86,17±2,53 84,40±3,91 Keterangan: R0= ransum tanpa BBJP fermentasi, R1= ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi, R2= ransum mengandung

7,5% BBJP fermentasi + 200 g selulase/ton, R3= ransum mengandung 7,5% fermentasi BBJP + 200 g fitase/ton, dan R4= ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi + 200g selulase/ton + 200 g fitase/ton. 1) aktifitas enzim selulase 8.000 unit/g, 2) aktivitas enzim fitase 10.000 unit/g.

(37)

24  

Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Petelur Umur 18-24 Minggu

Peubah (minggu)Umur

Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 Konsumsi (g/ekor/hari) 18 67,26 62,73 65,29 57,11 61,63 19 75,52 64,29 68,19 66,49 60,03 20 81,18 73,73 72,99 71,53 71,10 21 71,91 74,78 68,22 70,76 71,35 22 87,45 90,15 79,83 82,98 80,79 23 87,29 70,32 71,48 77,90 73,21 24 83,42 74,32 74,96 71,61 74,32 Rataan 79,15 72,90 71,57 71,20 70,35 Sumber : Sumiati et al. (2008b)

Berat Putih Telur

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJF sebanyak 7,5% baik disuplementasi maupun yang tidak disuplementasi enzim fitase dan enzim selulase tidak mempengaruhi berat putih telur ayam penelitian. Putih telur pada penelitian ini antara 63%-64%. Putih telur terdiri dari 4 fraksi : lapisan chalaziferous (lapisan kental dalam), lapisan kental encer dalam (inner thin layer), lapisan kental luar (firm gel-like layer) dan lapisan encer luar (outer thin layer). Putih telur biasanya berwarna sedikit kehijauan yang disebabkan oleh riboflavin (vitamin B2).  

Persentase total bobot putih telur dipengauhi oleh strain, umur ayam dan umur simpan telur. Rata-rata persentase bobot putih telur yaitu 56%-61%, sedangkan komponen utama putih telur adalah protein (Stadelman dan Cotteril, 1977). Menurut Yuwanta (2010), putih telur mengandung antitripsin (ovomucoid), aktivitas antibiotin (avidin) dan antibiotik (lisosom).

Putih telur tersusun atas sebagian besar air. Komponen utama bahan organik dalam putih telur adalah protein. Komponen lain yaitu karbohidrat dan mineral, sedangkan lipida sangat sedikit bahkan dapat dianggap tidak ada (Standard Nasional Indonesia, 1995).

Berat Kerabang Telur

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJF sebanyak 7,5% baik disuplementasi maupun yang tidak disuplementasi enzim fitase dan enzim

(38)

25  

selulase tidak mempengaruhi berat kerabang telur ayam penelitian. Persentase bobot kerabang telur hasil penelitian berkisar antara 10,46%-11,24% dengan rataan sebesar 10,61%. Menurut Bell dan Weaver (2002), persentase kerabang telur sekitar 10%-12% dari bobot telur. Menurut Yamamoto et al. (1997), kerabang telur terdiri dari lapisan kristal vertikal, lapisan palisade dan lapisan mamilari. Komponen kerabang telur ayam terdiri dari 95% zat anorganik, 3,3% protein dan 1,6% air. Zat anorganik utama adalah kalsium karbonat dan lainya yaitu fosfor, megnesium, besi dan belerang. Lapisan kristal terdiri dari kalsium dan megnesium karbonat. Menurut Wahju (1997), kerabang telur sebagian besar terdiri dari kalsium karbonat, sehingga kalsium merupakan faktor yang menentukan pembentukkan kerabang telur.

Warna Kuning Telur

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJF sebanyak 7,5% yang disuplementasi enzim fitase dan enzim selulase meningkatkan skor kuning telur ayam penelitian. Warna kuning telur berasal dari pigmen karoten dalam ransum dan setiap ayam memiliki kemampunan yang berbeda untuk mengubah pigmen karoten tersebut menjadi kuning telur (North dan Bell, 1990).

Haugh Unit

Hasil analisis ragam menujukkan bahwa pemberian BBJF sebanyak 7,5% baik disuplementasi maupun yang tidak disuplementasi enzim fitase dan enzim selulase tidak mempengaruhi Haugh Unit telur ayam penelitian. Nilai HU merupakan satuan kualitas telur yang ditentukan berdasarkan hubungan logaritma pengukuran tinggi albumen dalam milimeter dan berat telur dalam gram (Wahju, 1997). Nilai HU tinggi diperoleh pada telur dengan albumin yang kental karena penentuan mutu telur dipengaruhi oleh derajat kekentalan dan struktur gel albumin. Nilai HU yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 77,12-87,81 dengan rataan sebesar 83,60 berarti telur yang dihasilkan termasuk kualitas AA (United State Departemen of Agriculture, 1999).

Analisis Usaha

Biaya pakan setiap perlakuan adalah sebagai berikut. R0= Rp 4.600,-/kg, RI=Rp 4.400,-/kg, R2=Rp 4.425,-/kg, R3=Rp 4.425,-/kg dan R4= Rp 4.450,-/kg.

(39)

26  

Dari segi ekonomi, pakan RI dengan penambahan BBJPF 7,5% lebih ekonomis dibanding pakan perlakuan yang lain, menghemat biaya sampai Rp 200,-/kg dibandingkan pakan jadi dan bisa diterapkan ke peternak. Hal ini akan sangat membantu peternak dalam menekan biaya pakan.

(40)

27  

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) yang difermentasi Rhizopus oligosporus dalam ransum selama pemeliharaan menunjukan perbedaan yang tidak nyata terhadap kualitas telur ayam petelur. Penggunaan bungkil biji jarak pagar yang difermentasi menggunakan Rhizopus oligosporus sampai level 7,5% relatif aman dikonsumsi ayam petelur.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar BBJP bisa digunakan dalam level yang lebih tinggi sehingga mengurangi/menurunkan biaya pakan.

(41)

28  

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “ Kualitas Telur Ayam Petelur yang Diberi Pakan Bungkil Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) Hasil Fermentasi”.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rudi Afnan, S.Pt.,M,Sc. Agr dan Dr.Ir. Sumiati, M,Sc atas segala perhatian, bimbingan dan kesabaran dalam memberikan bimbingan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih kepada Muhammad Baihaqi, S.Pt, M.Sc selaku dosen penguji seminar yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc dan Ir. Lucia Cyrilla, M.Si sebagai dosen penguji skripsi yang telah menguji dan memberikan saran untuk skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Heni Nuraini, MS sebagai pembimbing akademik.

Sembah sujud kepada Alm. ayah dan Ibu yang telah membesarkan dan memberi doa restu yang tulus tiada ternilai. Terima kasih kepada suami tercinta Moediyanto dan Anak-anak saya, Muhammad Yusfan Gofiqi, Fiqanisha Indah Kartika, Muhammad Sefian Firman Setiawan yang tak henti-hentinya memberikan dukungan. Terima kasih kepada orang yang telah memberikan semangat, motivasi dan dorongan Dr. Ir. Yenni Yusriani, M.Si dan Ir. Widya Hermana, M.Si serta teman-teman penelitian (Ade dan Putri). Terima kasih kepada teman-teman kuliah alih jenis peternakan, terima kasih telah menjadi teman yang selalu memberi dukungan, bantuan, kerjasama dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang memerlukan.

(42)

29  

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Seri Beternak Mandiri. Satu Gunungbudi, Bogor.

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan ke-3. Seri Beternak Mandiri. Satu Gunungbudi, Bogor.

Aregheore, E.M., K.Becker, & H.P.S. Makkar. 2003. Detoxification of toxic variety of Jatropha curcas using heat and chemical treament and prelimaryevaluation with rats. South Pac. J. Nat. Sci. 21:50-56.

Aregheore, E. M., H. P. S. Makkar, & K. Becker. 1998. Assessement of lectin activity in a toxic and non-toxic variety of Jatropha curcas using latex agglutination and haemagglutination methods and inactivation of lectin by heat treatments. J. Sci. Food Agric. 77: 349-352.

Departemen Teknik Kimia ITB, 2005. Bungkil biji jarak untuk pakan ternak. http://id.shvoong.com/exactsciences/agronomy-agriculture/2050569-bungkil-biji-jarak-untuk-pakan/ [25 september 2010].

Hardjo, S.N., S. Indrasti, & B. Tajuddin. 1989. Biokonversi: Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor,Bogor Hariyadi. 2005. Budidaya tanaman jarak (Jatropha curcas) sebagai sumber bahan

alternatif. Disampaikan pada Focus Group Diskusi (FGD) tema Prosfektif Sumberdaya Lokal. Deputi Bidang Pengembangan SISTEKNAS, Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Tanggal 14-15 September 2005. Herrera, M. J, P. Siddhuraju, G. Francis, G. Da´vila-Ortı´z, & K. Becker. 2006.

Chemical composition,toxic/antimetabolic constituents, and effects of different treatments on their levels, in four provenances of Jatropha curcas L. from Mexico. Food Chemistry. 96:80-89.

Inga, K, K.J. Siemsa, R.A. Ibarrac,W.G. Berendsohnd, U. Bienzlee, & E. Eicha. 2002. In vitro antiplasmodial investigation of medical plant from El Savador. www.Znaturforsch.com/57c/s57c0277.pdf. [20 Juni 2007].

Leeson, S. & J.D. Summers. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th ed. University Books, Guelph, Ontarion, Canada.

Lin, J., F. Yan, L. Tang, & F. Chen. 2003. Antitumor effect of curcin from seeds of Jatropha curcas. Acta Pharmacol Sin, 24 (3): 241-246.

Lusiana. 2008. Efektivitas penggunaan bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas Linn) terdetoksifikasi dalam ransum dan adanya fase recovery terhadap performan ayam broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Makkar, H. P. S. & K. Becker. 1997. Potential of Jatropha curcas seed meal as a protein supplement to live stock feed, constraints to its utilisation and possible strategies to overcome constraints. symposium “Jatropha 97”. Australian Ministry of Foreign Affairs, Managua.

(43)

30  

Martinez-Herrera, J., P. Siddhuraju, G. Davila-Ortiz, & K. Becker. 2006. Chemical composition, toxic/antimetabolic constituents and effecta of different treatments on their levels, in four provenances of Jatropha curcas L. From Mexico. Food Chem., 96: 80-89.

Mountney, GJ. 1976. Poultry Products Technology. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, U.S.A. National Research Council.

North, O.M. & D.D. Bell. 1990. Comercial Chicken Production. 4th ed. Van Nostrand Reinhold, Conneticut.

Nugroho, A.S. 2010. Sejarah Gallus Ayam Petelur. http://anungsapto nugroho.wordpress.com/category/gallus-ayam-petelur/. [5 Februari 2011]. Nurbaeti. 2007. Efisiensi penggunaan protein dan energi metabolis ransum ayam

broiler yang mengandung bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas) yang diolah secara fisika, kimia, dan biologis. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Nurhikmawati. 2007. Kandungan curcin, komposisi kimia, retensi bahan kering, kalsium dan fosfor bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas) terdektosifikasi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Nys Y, D. Frapin, & A. Pointilart. 1999. Occurence of phytase in plant, animals and microorganism. Di dalam: Coelho MB, Kornegay ET, editor. Phytase in Animal Nutrition and Waste Management. A BASF Reference Manual. Ed ke-2. BASF Corporation. Hlm 213-236.

Silversides, F.G. & T.A. Scott. 2001. Effect of storage and layer age on quality of eggs from two lines of hens. Poultry Sci. 81: 1038-1044.

Rug, M., F. Sporer, M. Wink, S. Y. Liu, R. Henning, & A. Ruppel. 2006. Molluscicidal properties of Jatropha curcas against vector snails of the human parasites Schistosoma mansoni and S. Japonicum. http://jatropha/org/rug1-nic.htm. [2 November 2006]

Sumiati & A. Sudarman. 2006. Toksisitas, prosesing dan nilai hayati energi dan protein bungkil biji jarak (Jatropha curcas L.) untuk Laporan Akhir Hibah Penelitian Program Due-like 1PB. Bogor.

Sumiati, A. Sudarman, L.N. Hidayah, & W.B. Santoso. 2007. Toxicity of Jatropha curcas L. meal toxins on Broilers. Proceeding of Seminar AINI (Indonesian association of Nutrition and Feed Science) VI, july 26-27, 2007, pp.195-201. Sumiati, A.Sudarman, I. Nurhikmawati, & Nurbaeti. 2008a. Detoxification of Jathropha curcas meal as poultry feed. Proceeding of the 2nd International Symposium on Food Security, Agricultural Development and Enviromental Conversation in Southeast and East Asia. Bogor, 4 – 6 th September 2007. Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University.

Sumiati, D.A. Astuti, & S. Suharti. 2008b. Pemanfaatan Limbah Biodiesel (Bungkil dan daun Jarak Pagar) (Jatropha curcas L.) sebagai Pakan Unggas Berikut Kajian Anthelmintik dan Gangguan Metabolisme. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. LPPM IPB. Bogor.

(44)

31  

Sumiati, Y. Yusriani, D.A.Astuti, & S. Suharti. Feeding fermented Jatropha curcas L. meal supplemented with cellulose and phytase to kampong chicken. Proceeding: The first International seminar on animal industry 2009 Sustanaible animal production for food security and safety Bogor. 359. Tanggal 23 – 24 November 2009.

Stadelman, M.J. & O.J. Cotteril. 1977. Egg Science and Technology. The AVI Publishing, Inc. Westport, Connecticut.

Sofyan, I. 2003. Pengaruh suhu inkubasi dan konsentrasi inokulum Rhizopus oligosporus terhadap mutu oncom bungkil kacang tanah.http/www Infomatek, co.id. [22 september 2010].

Tabri, M., G.M. Gubitz, W. Steiner, & N. Foidl. 1997. Toxicity of Jatrophacurcas seeds. In Biofuels and Industrial Products from Jatropha curcas. Gubitz et al. (Eds). Symposium “Jatropha 97”. Nicaragua, Februari 23-2 Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Wina, E. Susana, & I.W.R. Tiurma Pasaribu. 2008. Pemanfaatan Bungkil Biji jarak pagar (Jatropha curcas) dan kendalanya sebagai pakan ternak. Wartazoa.Volume 18.Nomor 1 tahun 2008. Bogor. Hal 1-8.

(45)

32  

Lampiran 1. Bobot Telur

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 385,57 96,3915 1,46 0,2515

Galat 20 1.320,34 66,0169

Total 24 1.705,90

Lampiran 2. Bobot Kuning Telur

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 12,352 3,08810 0,31 0,8676

Galat 20 198,945 9,9472

Total 24 211,297

Lampiran 3. Persen Bobot Kuning Telur

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 104,65 26,1629 0,51 0,7283

Galat 20 1.023,90 51,1949

Total 24 1.128,55

Lampiran 4. Bobot Putih Telur

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 226,501 56,6253 1,98 0,1365

Galat 20 572,007 28,6003

(46)

33  

Lampiran 5. Persen Bobot Putih Telur

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 939,02 234,755 1,21 0,3371

Galat 20 3.876,29 193,814

Total 24 4.815,31

Lampiran 6. Bobot Kerabang Telur

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 25,271 6,31778 1,32 0,2952

Galat 20 95,416 4,77080

Total 24 120,687

Lampiran 7. Persen Bobot Kerabang Telur

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 110,492 27,6229 1,09 0,3888

Galat 20 507,367 25,3684

Total 24 617,859

Lampiran 8. Tebal Kerabang Telur

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 0,01620 0,00405 0,67 0,6215

Galat 20 0,12118 0,00606

Total 24 0,13738

Lampiran 9. Skor Kuning Telur

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 15,9449 3,98623 1,10 0,3826

Galat 20 72,3109 3,61555

(47)

34  

Lampiran 10. HU (Haugh Unit)

Sumber Keragaman db JK KT F hitung Nilai P

Perlakuan 4 215,12 53,779 0,39 0,8118

Galat 20 2.742,52 137,126

(48)

35

Gambar

Gambar 1.  Tanaman dan Bunga Jarak Pagar (Jatropha curcas L)
Gambar 2.  Manfaat  Tanaman  Jarak  Pagar   Sumber:  Guibitz et al.1998
Tabel 1. Komposisi Kimia Bungkil Biji Jarak dengan Pengolahan dan Tanpa    Pengolahan
Tabel 3. Komposisi Kimia Bungkil Biji Jarak Tanpa Pengolahan dan Melalui  Fermentasi dengan Rhizopus oryzae
+6

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan uji statistik Annova dengan nilai p value sebesar 0,79 (0,79 &gt; 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh shift pagi, shift siang dan shift

mengalami peningkatan maka akan terjadi kenaikan pendapatan bunga lebih besar.. dibanding dengan kenaikan biaya

Dari hasil wawancara dengan guru biologi alat peraga tersebut tidak ada dikarenakan sekolah belum menetapkan secara keseluruhan standar sarana dan prasarana yang

Perencanaan dalam model desain sistem instruksional berorientasi pencapaian kompetensi (DSI-PK) adalah desain pembelajaran yang dibuat oleh guru sebelum mengajar, dan

Menjelaskan kembali definisi kedudukan titik, kedudukan titik terhadap garis, jarak titik terhadap titik dan jarak titik terhadap garis dengan menggunakan ilustrasi gambar atau

• Kesukaran dalam mem pertahankan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain.. • Sering tidak meningkuti petunjuk dan gagal

Dampak keseriusan dalam menangani limbah yang berasal dari 3 (tiga) unit pabrik tersebut diputuskan untuk melakukan investasi dalam proyek pembangunan bangunan Incinerator

Selama ini yang menjadi penyebab utama kepergian para perempuan bekerja ke luar negeri adalah faktor ekonomi, tetapi kenyataan di masyarakat suami juga memiliki