PENYELESAIAN MASALAH INFILTRASI
SALURAN IRIGASI ALUR DENGAN ROOT
WATER UPTAKE MENGGUNAKAN DUAL
RECIPROCITY BOUNDARY ELEMENT METHOD
DENGAN SKEMA PREDIKTOR-KOREKTOR
SKRIPSI
Vika Dwi Samudra
11150940000022
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENYELESAIAN MASALAH INFILTRASI
SALURAN IRIGASI ALUR DENGAN ROOT
WATER UPTAKE MENGGUNAKAN DUAL
RECIPROCITY BOUNDARY ELEMENT METHOD
DENGAN SKEMA PREDIKTOR-KOREKTOR
Skripsi
Diajukan kepada
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Sains dan Teknologi
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Matematika (S.Mat)
Oleh: Vika Dwi Samudra
11150940000022
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini berjudul “Penyelesaian Masalah Infiltrasi Saluran Irigasi Alur
dengan Root Water Uptake Menggunakan Dual Reciprocity Boundary Element
Method dengan Skema Prediktor Korektor” yang ditulis oleh Vika Dwi
Samudra NIM. 11150940000022 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang
Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, 28 Januari 2021. Skripsi ini telah diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program Studi Matematika.
Menyetujui, Pembimbing I Dr. Suma'inna, M.Si NIP. 19791208 200701 2 015 Pembimbing II Muhammad Manaqib, M.Sc NIP. 19910605 202012 1 013 Penguji I Yanne Irene, M. Si NIP. 19741231 200501 2 018 Penguji II Mahmudi, M.Si NIDN. 202904881 Mengetahui, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud. NIP. 19690404 200501 2 005
Ketua Program Studi Matematika
Suma'inna, M.Si.
PERSEMBAHAN DAN MOTTO
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang tersayang, Ibu dan Bapak serta kakak.
MOTTO
”Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT karena atas limpahan nikmat dan karunia dari-Nya, baik itu berupa sehat fisik mauupun akal pikiran sehingga penulis mampu me-nyelesaikan skripsi ini dengan judul Penyelesaian Masalah Infiltrasi Saluran Iri-gasi Alur dengan Root Water Uptake Menggunakan Dual Reciprocity Boundary Element Method dengan Skema Prediktor Korektor. Shalawat dan salam semo-ga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah dinanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Dalam menyelesaikan skripsi ini tentu tak lepas dari dukungan serta bimbing-an dari berbagai pihak. Maka penulis mengucapkbimbing-an rasa hormat dbimbing-an terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Suma’inna, M.Si., selaku Ketua Program Studi Matematika dan Ibu Irma Fauziah, M.Sc., selaku Sekretaris Program Studi Matematika.
3. Ibu Dr. Suma’inna, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Muham-mad Manaqib, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan waktunya untuk memberikan nasehat, pengarahan, serta saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Yanne Irene, M.Si., selaku Dosen Penguji I dan Bapak Mahmudi M.Si., selaku Dosen Penguji II yang senantiasa memberikan kritik serta saran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Matematika yang telah mem-berikan ilmu-ilmunya serta pengalaman yang bermanfaat selama masa per-kuliahan.
6. Kedua orangtua penulis, Bapak Narto dan Mama Nuhyati yang tidak pernah berhenti memberikan doa, kasih sayang, serta dukungan moril maupun ma-teril sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Seluruh teman-teman Matematika 2015 yang telah berjuang bersama penulis selama masa perkuliahan serta memberikan semangat dan dukungan sehing-ga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu tanpa mengurangi rasa hormat.
Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan yang kurang berkenan, penulis me-nyadari banyak kekurangan di dalamnya. Sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kebaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini da-pat bermanfaat dan menambah wawasan untuk kita semua. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, Januari 2021
ABSTRAK
Vika Dwi Samudra, Penyelesaian Masalah Infiltrasi Saluran Irigasi Alur dengan
Root Water UptakeMenggunakan Dual Reciprocity Boundary Element Method
de-ngan Skema Prediktor Korektor, dibawah bimbide-ngan Dr. Suma’inna, M.Si dan Muhammad Manaqib, M.Sc.
Penelitian ini membahas tentang Infltrasi saluran irigasi alur berbentuk tra-pesium disertai root water uptake pada jenis tanah homogen. Model Matematika untuk masalah infiltrasi adalah Persamaan Richard. Persamaan Richard ini kemu-dian ditransformasikan dengan menggunakan transformasi Kirchhoff, variabel tak berdimensi dan konstanta tak berdimensi menjadi persamaan Helmholtz termodi-fikasi. Selanjutnya dengan menggunakan Dual Reciprocity Boundary Element
Me-thod(DRBEM) serta skema prediktor korektor, solusi numerik dari Persamaan
Hel-mholtz termodifikasi diperoleh. Menggunakan solusi yang diperoleh, nilai numerik potensi hisap, kandungan air dan fungsi serapan air akar dapat dihitung. Selain itu, jumlah air yang diserap oleh tiap akar berbeda-beda. Distribusi dari tiap akar ta-naman juga dapat dihitung dan dibandingkan.
Kata kunci: infiltrasi, root water uptake, Persamaan Richard, Persamaan Helmholtz termodifikasi, DRBEM.
ABSTRACT
Vika Dwi Samudra, Analysis of Infiltration in Irrigation Channels with Root Water Uptake using Dual Reciprocity Boundary Element Method with a Predictor Correc-tor Scheme, under the guidance of Dr. Suma’inna, M.Si and Muhammad Man-aqib, M.Sc.
This research discusses infiltration problems from trapezoidal furrow with the root water uptake in homogeneous soil types. The Mathematical model for the in-filtration problem is the Richard’s Equation. Richard’s equation is then transformed using the Kirchhoff transformation, a dimensionless variable and a dimensionless constant, into the Helmholtz term equation. Furthermore, using the Dual Reci-procity Boundary Element Method (DRBEM) and the corrector predictor scheme, the numerical solution of the modified Helmholtz Equation is obtained. Using the solution obtained, the numerical values of the suction potential, water content and root water uptake function can be calculated. In addition, the amount of air absorbed by each root varies. The distribution of each plant root can also be calculated and compared.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . . . i
PERNYATAAN . . . ii
LEMBAR PENGESAHAN . . . iii
PERSEMBAHAN DAN MOTTO . . . iv
KATA PENGANTAR . . . v
LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN . . . vii
ABSTRAK . . . viii
ABSTRACT . . . ix
DAFTAR ISI . . . x
DAFTAR TABEL . . . xii
DAFTAR GAMBAR . . . xiii
DAFTAR LAMBANG . . . xv
I PENDAHULUAN . . . 1
1.1. Latar Belakang Masalah . . . 1
1.2. Rumusan Masalah . . . 4 1.3. Batasan Masalah . . . 5 1.4. Tujuan Peneitian . . . 5 1.5. Manfaat Penelitian . . . 5 II DASAR TEORI . . . 6 2.1. Irigasi . . . 6
2.2. Bentuk Saluran Irigasi . . . 8
2.3. Root-Water Uptake . . . 9
2.4. Pima Clay Loam . . . 11
2.5. Almond . . . 12
2.6. Metode Elemen Batas . . . 13
2.6.1. Teorema Gauss-Green . . . 14
2.6.2. Identitas Kedua Green . . . 17
2.6.3. Persamaan Laplace . . . 18
2.7. Solusi Persamaan Laplace dengan Metode Elemen Batas . . . 26
2.7.1. Relasi Reciprocal . . . 27
2.7.2. Solusi Integral Batas . . . 28
2.7.3. Solusi Elemen Batas dengan Elemen Konstan . . . 35
III METODE PENELITIAN . . . 47
3.1. Solusi Persaman Helmholtz dengan Dual Reciprocity Boundary Ele-ment Method(DRBEM) . . . 47
3.1.1. Formulasi Integral . . . 47
3.1.2. Pendekatan Integral Domain . . . 51
3.1.3. Prosedur Dual Reciprocity Boundary Element Method . . . 56
3.2. Skema Prediktor-Korektor . . . 64
IV INFILTRASI SALURAN IRIGASI ALUR DENGAN ROOT WATER UPTAKE . . . 66
4.1. Formulasi Masalah . . . 66
4.2. Model Matematika Infiltrasi dengan Root Water Uptake . . . 69
4.2.1. Persamaan Pengaturan . . . 69
4.2.2. Syarat Batas . . . 78
4.3. Penyelesaian Masalah Infiltrasi Irigasi Alur dengan DRBEM . . . . 83
4.4. Skema Prediktor Korektor . . . 87
4.5. Hasil dan Pembahasan . . . 89
V PENUTUP . . . 105
5.1. Kesimpulan . . . 105
5.2. Saran . . . 105
REFERENSI . . . 106
DAFTAR TABEL
4.1 Nilai parameter distribusi akar tanaman yang diteliti . . . 68
4.2 Nilai minimum dan maksimum suction potential dan water content
dipengaruhi empat jenis akar yang diteliti . . . 101
4.3 Nilai root water uptake dibeberapa titik maksimum dari
masing-masing akar . . . 103
DAFTAR GAMBAR
2.1 Sistem Irigasi Permukaan . . . 7
2.2 Sistem Irigasi Curah . . . 7
2.3 Sistem Irigasi Tetes . . . 8
2.4 Sistem Irigasi Bawah Permukaan . . . 8
2.5 Bentuk-bentuk Saluran Irigasi Alur [24] . . . 9
2.6 Saluran Berbentuk Persegi Panjang dengan Tanaman . . . 10
2.7 Akar tanaman almond . . . 12
2.8 DomainR Tertutup dan Terbatas oleh Kurva C [9] . . . 15
2.9 Koordinat Kutub . . . 20
2.10 Domain Lingkaran R . . . 24
2.11 Modifikasi Domain (ξ, η) ∈ R . . . 28
2.12 Lingkaran C . . . 29
2.13 Koordinat Polar ds . . . 31
2.14 Modifikasi Domain (ξ, η) pada Smooth C . . . 33
2.15 Diskritisasi Batas Domain . . . 35
2.16 Contoh Diskritisasi Empat Ruas Garis . . . 37
2.17 Ruas-Ruas Garis pada Diskritisasi Domain . . . 41
3.1 Titik Kolokasi DRBEM . . . 58
3.2 Contoh Titik-Titik Kolokasi pada DRBEM . . . 60
4.1 Penampang Melintang Sistem Irigasi Alur [14] . . . 67
4.2 Bentuk Geometris Saluran Irigasi Trapesium [25] . . . 67
4.3 Domain Infiltrasi Saluran Irigasi Alur Trapesium [13] . . . 68
4.4 Ilustrasi distribusi root water uptake [27] . . . 69
4.5 Domain Masalah Infiltrasi Saluran Irigasi Alur [13] . . . 79
4.6 MSB Infiltrasi Saluran Irigasi Alur dalam MFP . . . 80
4.7 Masalah Syarat Batas dengan Domain R yang Tertutup dan Terbatas oleh Kurva C [13] . . . 83
4.8 Saluran Irigasi Berbentuk Trapesium dengan Zona Akar . . . 89
4.9 Skema Program untuk Implementasi DRBEM [11] . . . 90
4.10 Skema Prediktor Korektor . . . 92
4.11 Matric Flux Potential Pada Root A . . . 94
4.13 Matric Flux Potential Pada Root C . . . 94
4.14 Matric Flux Potential Pada Root D . . . 95
4.15 Suction Potential dan Water Content X = 10 cm . . . 96
4.16 Suction Potential dan Water Content X = 30 cm . . . 96
4.17 Suction Potential dan Water Content X = 50 cm . . . 97
4.18 Suction Potential dan Water Content X = 70 cm . . . 98
4.19 Suction Potential dan Water Content X = 90 cm . . . 98
4.20 Suction Potential dan Water Content pada Root A . . . 99
4.21 Suction Potential dan Water Content pada Root B . . . 99
4.22 Suction Potential dan Water Content pada Root C . . . 100
4.23 Suction Potential dan Water Content pada Root D . . . 100
4.24 Root Water Uptake Untuk Root A dan Root B . . . 102
DAFTAR LAMBANG
R : Daerah domain C : Kurva batas domain
n : Vektor normal berarah keluar domain (nx.ny) : Komponen absis dan ordinat vektor normal
ϕ : Solusi fundamental Laplace
φ : Suction potentialvariabel berdimensi N : Jumlah segmen garis pada batas domain L : jumlah titik kolokasi interior
ρ : Fungsi basis radial
Φ : Solusi fundamental laplace S : Fungsi root water uptake
ψ : Suction potentialvariabel tak berdimensi β : Distribusi akar spasial
γ : Fungsi respon tekanan air tak berdimensi
pz, danpx : Parameter empiris konstanta berdimensi untuk akar tanaman (X∗,Z∗) : Koordinat absis dan ordinat posisi akar tanaman
Θ : Matric Flux Potentialvariabel berdimensi v0 : Fluks awal masuk saluran
pz, danpx : Parameter empiris konstanta tak berdimensi untuk akar tanaman
(x∗,z∗) : Koordinat absis dan ordinat posisi akar tanaman tak berdimensi θ : Kandungan air (water content)
θs : saturated water content
θr : residual water content
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sebagian besar permukaan bumi tertutup oleh air. Sekitar 70%permukaan bu-mi ditutupi oleh air. Sebanyak 97,5%air diseluruh bumi adalah lautan, yang berarti hanya 2,5%air yang tidak mengandung garam [1]. Artinya air yang dapat digunak-an mdigunak-anusia sdigunak-angat terbatas. Air memegdigunak-ang perdigunak-andigunak-an penting bagi keberldigunak-angsungdigunak-an hidup makhluk hidup, namun pengolahan dan pemanfaatan air yang baik menjadi bagian penting bagi kehidupan.
Bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan kebutuhan ak-an pak-angak-an juga bertambah. Sektor pertak-aniak-an menjadi salah satu yak-ang menunjak-ang kebutuhan pangan tersebut. Akibatnya air yang dibutuhkan pada sektor ini juga bertambah. Menurut data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada peri-ode 2013-2017 menyebutkakan bahwa pengolahan dan pemanfaatan air pada sektor pertanian adalah yang paling banyak. Pertanian menggunakan lebih dari 70% per-sediaan air yang tersedia. Sektor industri sebesar 20% dan 10% untuk konsumsi domestik [7]. Allah berfirman dalam surat Az-zumar ayat 21:
”Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menja-di kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemumenja-dian menja-dijamenja-dikan-Nya han-cur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”
Air adalah kebutuhan penting yang tak terpisahkan bagi tumbuhnya tanaman. Curah hujan alami tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, terlebih untuk beberapa wilayah yang curah hujannya sedikit. Irigasi adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk memasok air di pertanian untuk tujuan meningkatkan tanaman. Namun, sistem irigasi haruslah efisien dalam penggunaan air, terutama untuk daerah yang kekurangan air.
Terdapat empat metode dasar dari irigasi, diantaranya irigasi permukaan (sur-face irrigation), irigasi pancaran (sprinkle irrigation), irigasi bawah permukaan (subsurface irrigation), irigasi tetes (drip irrigation). Sebanyak 95%dari total da-erah irigasi di dunia menggunakan metode irigasi permukaan [4]. Metode irigasi permukaan dapat digunakan untuk sebagian besar tanaman, tetapi tidak direkomen-dasikan untuk tanah yang sangat berpori atau lereng yang curam.
Irigasi permukaan yang cukup efisien adalah irigasi alur. Irigasi alur dilakuk-an dengdilakuk-an mengalirkdilakuk-an air melalui alur-alur dimdilakuk-ana ada kemiringdilakuk-an melintdilakuk-ang di tanah [4]. Terdapat berbagai macam bentuk penampang saluran irigasi alur dian-taranya bentuk datar, persegi panjang, setengah lingkaran dan trapesium. Bentuk trapesium adalah bentuk saluran yang lazim digunakan, dikarenakan pembuatan-nya yang mudah,ekonomis dan efisien.
Dalam sistem irigasi alur yang harus diperhatikan adalah bahwa air tidak ter-distribusi secara merata. Daerah dekat alur seringkali lebih jenuh daripada yang lebih jauh dari alur. Selain itu, tanah dalam sistem irigasi ini tidak jenuh, dan pro-ses aliran di tanah tidak jenuh umumnya rumit. Propro-sesnya melibatkan perubahan status dan kandungan air dalam tanah. Permasalahan yang kompleks ini membuat analisis tentang proses aliran sulit dilakukan secara ekperimen. Selain itu, mem-butuhkan banyak waktu usaha dan biaya yang mahal. Sebab, peralatan eksperimen harus disiapkan, dan data harus dikumpulkan secara reguler. Cara analternatif untuk menangani masalah dalam aliran di tanah tak jenuh adalah melalui pemodelan ma-tematika [22]. Salah satu pendekatan dalam menyelesaian masalah yang terjadi di
dunia nyata adalah dengan pemodelan matematika. Setelah model matematika di-peroleh maka dapat diselesaikan secara matematis dan dapat diaplikasikan kembali dalam masalah nyata [15].
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, telah banyak penelitian meng-enai model matematika yang berkaitan dengan infiltrasi di saluran irigasi. Diantara-nya, V. Batu (1978) meneliti tentang proses infiltrasi pada saluran irigrasi berbentuk flat [3]. Lobo M, Clements D.L, dan Widana N (2005) dalam penelitiannya memba-has tentang pengaruh kedap air pada infiltrasi air dari saluran irigasi di tanah yang homogen [10]. Kemudian I. Solekhudin dan K.C. Ang (2012) yaitu meneliti ten-tang proses infiltrasi pada saluran irigrasi dengan pengaruh root water uptake pada beberapa bentuk saluran [23].
Perbedaan penelitian ini dari sebelumnya, pada penelitian ini akan melibatkan empat jenis akar. Keempat jenis akar ini memiliki distribusi akar yang berbeda-beda di dalam zona akar. Dari keempat jenis akar akan dilihat pengaruhnya terhadap suction potentialdan water content serta seperti apa daerah serapannya dan berapa banyaknya air yang diserap. Keempat Jenis akar ini dinamai dengan Root A, Root B, Root C, dan Root D.
Dalam penelitian ini, menyelidiki solusi untuk masalah yang melibatkan infil-trasi pada saluran irigasi dengan root water uptake. Seperangkat transformasi di-gunakan untuk mengubah persamaan yang mengatur masalah menjadi persamaan Helmholtz termodifikasi. Salah satu pendekatan penyelesaian masalah ini, dapat menggunakan metode numerik Dual Reciprocity Boundary Element Method (DR-BEM) dan skema prediktor-korektor [23].
DRBEM adalah pengembangan dari Boundary Element Method (BEM) atau biasa disebut Metode Elemen Batas (MEB). MEB adalah metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial yang ditemui pada fisika matematis, dan teknik. Seperti Persamaan Laplace, Persamaan Helmhotz, Persamaan Konveksi Difusi, Persamaan Potensial dan Aliran Viskos, Persamaan Elektrostatik dan Elektromagnetik, serta Persamaan Linear Elastostatik dan Elesto-dynamik [20].
Beberapa kelebihan Metode Elemen Batas (MEB) dibandingkan metode nu-merik yang lainnya, seperti Finite Element Method (FEM) dan Finite Difference Method (FDM). Berikut beberapa kelebihan tersebut [9].
1. Diskritisasi hanya dilakukan pada batas domain, sehingga membuat pemo-delan numerik dengan MEB lebih sederhana dan mereduksi jumlah titik ko-lokasi yang diperlukan.
2. MEB yang termodifikasi dapat menyelesaikan masalah dengan domain tak terbatas.
3. MEB terbukti efektik pada perhitungan turunan seperti flux, tegangan, te-kanan, dan momen. MEB juga dapat menyelesaikan konsentrasi gaya dan momen pada interior domain dan batas domain
4. Menggunakan satu himpunan titik kolokasi yang terletak pada batas-batas domain dapat digunakan untuk mencari solusi di semua titik pada domain. Berbeda dengan FEM dan FDM yang solusinya diperoleh hanya di titik ko-lokasi.
5. MEB juga dapat menyelesaikan masalah dengan domain yang rumit, seperti sebuah retakan
Dalam menyelesaikan masalah infiltrasi dengan root water uptake nantinya, saat DRBEM digunakan akan ada fungsi yang tidak diketahui. Maka digunakannya skema prediktor korektor untuk menemukan nilai fungsi yang tidak diketahui yang memenuhi persamaan diferensial tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan pada pe-nelititan ini, antara lain:
1. Bagaimana menyelesaikan model matematika infiltrasi pada saluran irigasi dengan root-water uptake menggunkan Dual Reciprocity Boundary Element Method(DRBEM) dengan skema prediktor-korektor?
2. Bagaimana pengaruh root-water uptake pada infiltrasi air pada saluran irigasi ?
1.3. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, agar pembahasan tidak meluas maka penulis membatasi objek kajian pada:
1. Bentuk saluran irigasi yang diamati berbentuk trapesium.
2. Jenis dan sifat tanah yang mempengaruhi proses infiltrasi adalah homogen.
3. Empat akar tanaman yang diamati dengan berbagai distribusi akar yang ber-beda.
1.4. Tujuan Peneitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, antara lain:
1. Menyelesaikan model matematika infiltrasi pada saluran irigasi dengan ro-ot water uptake menggunkan Dual Reciprocity Boundary Element Method (DRBEM) dengan skema prediktor-korektor.
2. Maengetahui pengaruh root-water uptake pada infiltrasi air pada saluran iri-gasi.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Secara umum diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap perkem-bangan ilmu pengetahuan tentang infiltrasi air pada saluran irigasi alur serta untuk menambah wawasan dalam bidang matematika terapan.
2. Secara khusus diharapkan dapat memberikan gambaran tentang tentang pe-nyelesaian model matematika infiltrasi dengan root water uptake pada salur-an irigasi alur menggunaksalur-an pendekatsalur-an DRBEM dengsalur-an skema prediktor-korektor. Selanjutnya pendekatan solusi yang diperoleh dapat menjadi per-timbangan pengaturan air dalam irigasi alur diberbagai jenis akar tanaman.
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. [26]. Sistem irigasi dapat dike-lompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu sistem irigasi permukaan (surface irrigation system), sistem irigasi curah (sprinkler irrigation system), dan sistem irigasi tetes (drip irrigation system), sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation system)
Sistem irigasi permukaan (surface irrigation system) adalah metode pengairan dengan membiarkan air mengalir dipermukaan lahan pertanian. Cara pemberian air-nya dengan memanfaatkan saluran atau pipa dimana ketinggian muka airair-nya lebih tinggi dari ketinggian lahan. Kemudian, air akan mengalir pada permukaan tanah dari pangkal ke ujung lahan dan meresap pada tanah membasahi perakaran. Sistem irigasi ini adalah yang paling tua dan yang paling banyak digunakan. Keuntungan utama dari metode irigasi permukaan adalah bahwa persiapan lahan, peroperasian dan pemelihaannya yang relatif mudah, serta tidak terpengaruh oleh kondisi angin, dan biaya yang rendah [22].
Salah satu irigasi yang menerapkan metode sistem irigasi permukaan, adalah irigasi alur. irigasi alur ini yang paling umum untuk mengairi tanaman berbaris seperti jagung, kentang, bunga matahari, sayuran, kebun dan kebun anggur. Dalam metode ini air mengalir ke bawah atau melintasi kemiringan bidang dan menyerap ke tanah. Irigasi alur dapat dipraktikkan di mana ada kemiringan melintang di tanah. Metode ini berlaku untuk sebagian besar jenis tanah, kecuali yang sangat berpori atau mudah erosi [4].
Gambar 2.1 Sistem Irigasi Permukaan
Sistem irigasi curah (sprinkler irrigation system) adalah sistem irigasi yang ca-ra pengaica-rannya mirip dengan cuca-rah hujan yang alami. Air didistribusikan melalui pipa dan disemprotkan ke udara melalui alat pencurah sehingga memecah menjadi tetesan air kecil yang jatuh ke tanah. Sistem irigasi ini dapat disesuaikan dengan sebagian besar jenis tanah. Kelemahannya adalah biaya peralatan dan biaya energi yang diperlukan untuk pemompaan, serta tidak berfungsi dengan baik di saat kon-disi yang berangin. Sistem irigasi ini dapat juga digunakan untuk pemberian pupuk dan pestisida.
Gambar 2.2 Sistem Irigasi Curah
Sistem irigasi tetes (drip irrigation system) adalah sistem irigasi yang paling jarang digunakan, hanya sekitar 0,1%dari lahan irigas di dunia. Seperti namanya, sistem irigasi ini meneteskan sejumlah air yang kecil dari pipa ke permukaan tanah. Dengan cara mendistribusikan air langsung ke daerah yang dekat dengan tanaman, sehingga hanya tanah tempat akar tumbuhan yang disiram.
Gambar 2.3 Sistem Irigasi Tetes
Sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation system) adalah sistem irigasi dengan metode pemberian air ke tanaman dari bawah permukaan tanah. air mencapai tanaman melalui pipa atau saluran air yang terkubur, atau rembesan dari saluran drainase. sistem irigasi ini menghemat air dengan menghilangkan pengu-apan permukaan. Penggunaan sistem irigasi ini kurang cocok di daerah di daerah kering, karena dapat menyebabkan masalah kadar garam pada air yang serius.
Gambar 2.4 Sistem Irigasi Bawah Permukaan
2.2. Bentuk Saluran Irigasi
Terdapat berberapa bentuk saluran irigasi alur diantaranya bentuk datar (Flat Channel), persegi panjang (Rectangular Channel), setengah lingkaran (Semi-circular Channel), dan trapesium (Trapezoidal Channel). Saluran persegi panjang (Recta-ngular Channel)berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar. Saluran setengah lingkaran (Semi-circular Channel) ber-fungsi untuk menyalurkan limpasan air hujan untuk debit yang kecil. Saluran trape-sium (Trapezoidal Channel) berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpas-an air hujlimpas-an denglimpas-an debit ylimpas-ang besar [18]. Salurlimpas-an trapesium (Trapezoidal Chlimpas-annel) ini adalah jenis saluran yang paling umum digunakan oleh petani di negara-negara berkembang dikarenakan pembuatannya yang mudah.
Gambar 2.5 Bentuk-bentuk Saluran Irigasi Alur [24]
2.3. Root-Water Uptake
Irigasi memiliki pengaruh besar pada tanaman. Sebab kebutuhan air untuk ta-naman disediakan oleh sistem irigasi. Selama proses ini tata-naman menyerap air. Proses inilah yang disebut dengan root-water uptake. Proses ini terjadi tepat di ba-wah permukaan tanah, karena dapat mengendalikan fluks air yang lebih besar ke atmosfer dan air tanah [5].
Sudah banyak peneliti yang membuat model mengenai proses root-water up-take. salah satunya adalah Raats, merumuskan model sebagai berikut [21],
β(Z) = 1
λe
−Z
λ, Z ≥ 0 (2.1)
dimanaβ(Z) distribusi spasial root-water uptake dengan kedalaman Z.Zadalah ke-dalaman tanah.λbernilai positif, sehingga saatZ =λjumlah serapan air oleh akar berjumlah 63% dari total serapan di semua zona akar. Untuk menghitung jumlah serapan air oleh akar antara permukaan tanah dan kedalaman Z [21]
Z Z 0 β(Z) dZ = Z Z 0 1 λe −Zλ dZ
Model 2.1 menjadi dasar model root-water uptake. Vrugt [27] mengembangk-an model tersebut β(Z) = 1 − Z Zm eZmpz |Z ∗−Z| , Z ≥ 0 (2.2)
dimana β(Z) adalah distribusi akar spasial tak berdimensi dengan kedalaman Z. ZM adalah kedalaman akar maksimum.pzdanZ∗ adalah parameter empiris.
Untuk karakterisasi intensitas penyerapan sepanjang arah radial, Vrugt [27] mengebangkan model sebagai berikut
β(r) = r rm ermpr|r ∗−r| , r ≥ 0 (2.3)
dimanaβ(r)adalah distribusi spasial tak berdimensi dalam arahr,rm adalah
pan-jang akar maksimum dalam arah radial,radalah jarak radial dari asal tanaman, dan prdanr∗adalah parameter empiris.
Vrug [27] menengambangkan kembali model root-water uptake tiga dimensi, dirumuskan sebagai berikut
β(X, Y, Z) = 1 − X Xm 1 − Y Ym 1 − Z Zm e[xmpx|x ∗−x|+py ym|y ∗−y|+pz zm|z ∗−z|] (2.4)
dimanaXm,Ym,Zm adalah panjang akar maksimum dalam arahX,Y, danZ.X,
Y, dan Z adalah jarak tanaman ke arah X,Y, danZ.px,py,pz,X∗,Y∗ danZ∗ adalah parameter empiris. Sedangkan β(X, Y, Z) menunjukkan distribusi spasial root-water uptaketiga dimensi.
Menurut Vrug [27] model untuk root-water uptake dua dimensi dirumuskan sebagai berikut β(X, Y ) = 1 −L + D − X Xm 1 − Z Zm e−(Zmpz |Z ∗−Z|+px xm|x ∗−(L+D−X)|) , L + D − Xm ≥ X ≥ L + D, 0 ≥ Z ≥ Zm (2.5)
dimanaβ(X, Z)dsitribusi akar spasial dua dimensi.Ladalah lebar setengah salur-an,Dlebar setengah permukaan tanah diluar saluran,XmdanZm adalah lebar dan
kedalaman zona akar.pz,px,X∗, danZ∗ adalah parameter empiris.
Misal, potensial transpirasi adalah (Tpot), maka distribusi root-water uptake
yang dinormalisasi (Sm) menjadi [28].
Sm(X, Z) = Ltβ(X, Z)Tpot L+D R L Zm R 0 β(X, Z)dXdZ (2.6)
dimanaLtadalah lebar permukaan tanah yang terkait dengan proses transpirasi
Selain tekanan air, root-water uptake juga berkurang ketika konsentrasi ga-ram terlarut melebihi nilai ambang batas spesifik tanaman, maka model root-water uptakemenjadi
S(X, Z, ψ,eπ) = γ(ψ,π)Se m(X, Z) (2.7)
dimanaγ adalah fungsi tekanan air dan salinitas tak berdimensi, yang mengambil nilai dari nol hingga satu.ψ adalah suction potential, daneπadalah osmotic head.
Jika tekanan salinitas diabaikan, maka root-water uptake hanya bergantung pada suction potential dan tingkat penyerapan air akar normal. Seperti yang dimo-delkan oleh Feddes
S(X, Z, ψ) = γ(ψ)Sm(X, Z) (2.8)
2.4. Pima Clay Loam
Departemen Pertanian Amerika Serikat (U.S. Department of Agriculture) meng-klarifikasikan jenis tanah berdasarkan susunan butir, terdiri dari pasir (sand), debu (silt), dan lempung (clay) [8]. Berdasarkan klasifikasi menurut susunan butir, Pima
Clay Loamtermasuk dalam klasifkasi jenis tanah lempung berliat. Biasa digunakan untuk saluran irigasi dan menanam alfalfa, kapas, serta biji-bijian dan gandum.
Jenis tanah ini memiliki pH sekitar 7,7 serta nilaiα= 0.014 cm−1,K0= 1.115
x 10−4cm/s,θr = 0.095,θs = 0.41,n = 1.31 .K0 adalah konduktifitas hidraulik
serta, θr dan θs berturut-turut adalah residual water content dan saturated water
content. [19],[2] dan [29].
Solekhudin dan K.C Ang (2012) dalam penelitiannya membandingkan tiga jenis tanah,antara Pima Clay Loam, Touchet Silt Loam, Geulph Loam dengan pe-ngaruh akar tanaman [25]. Pada penelitian tersebut dilihat nilai root water uptake. Didapat bahwa akar tanaman dengan jenis tanah Pima Clay Loam dapat menye-rap air lebih banyak, kemudian Touchet Silt Loam dan yang paling sedikit adalah Geulph Loam.
2.5. Almond
Pohon almond ini memiliki nama ilmiah Prunus dulcis. Pohon almond banyak dibudidayakan di wilayah yang mengalami musim panas yang panjang, seperti Ca-lifornia, Persia, Spanyol, Italia, Maroko, Australia,Kashmir, India, Afghanistan, Ar-menia, dan Pakistan.
Pohon almond dapat tumbuh setinggi 4-10 m dengan diameter batang 30 cm. Lebar 3-5 cm, serta panjangnya 4-13 cm. Sebagian besar akar almond menyebar secara horizontal dan tidak terlalu dalam. Pohon almond bisa tumbuh subur ditanah yang dikeringkan dengan baik dengan tekstur ringan sampai sedang [17].
2.6. Metode Elemen Batas
Metode Elemen Batas adalah metode numerik yang digunakan untuk menye-lesaikan Persamaan Laplace, Persamaan Helmholtz, Persamaan Konveksi Difusi, Persamaan Potensial dan Aliran Viskos. Persamaan Elektrostatik dan Elektromag-netik, serta Persamaan Linear Elastosatik dan Elestodynamik [20]. Pemodelan nu-merik dapat digunakan untuk mempelajari berbagai struktur geometri dan untuk menentukan solusi desain yang optimal, sebelum melanjutkan ke konstruksi.
Ide utama metode elemen batas adalah solusi dari persamaan diferensial parsi-al (PDP) diekspresikan dparsi-alam persamaan integrparsi-al batas yang menggandung solusi fundamental dari PDP, oleh karena itu Teorema Gauss-Green dan Identitas Kedua Green berperan penting dalam metode ini. Metode ini dinamakan metode elemen batas kerena diskritisasi di lakukan pada batas domain dengan membagi menjadi ruas-ruas/segmen garis yang berhingga yang selanjutnya digunakan untuk menge-valuasi persamaan integral batasnya [12].
Metode analisis numerik yang sama halnya denga Metode Elemen Batas ada-lahahFinite Element Method (FEM). Namun, pemodelan dengan elemen hingga dapat menjadi tidak efektif dan melelahkan untuk beberapa masalah tertentu. Kele-bihan lainya Metode Elemen Batas di bandingkan dengan Metode Elemen Hingga adalah [9].
1. Diskritisasi hanya dilakukan pada batas domain, sehingga membuat pemo-delan numerik dengan MEB lebih sederhana dan mereduksi jumlah titik ko-lokasi yang diperlukan.
2. MEB yang termodifikasi dapat menyelesaikan masalah dengan domain tak terbatas.
3. MEB terbukti efektik pada perhitungan turunan seperti flux, tegangan, te-kanan, dan momen. MEB juga dapat menyelesaikan konsentrasi gaya dan momen pada interior domain dan batas domain
domain dapat digunakan untuk mencari solusi di semua titik pada domain. Berbeda dengan FEM dan FDM yang solusinya diperoleh hanya di titik ko-lokasi.
5. MEB juga dapat menyelesaikan masalah dengan domain yang rumit, seperti sebuah retakan
Ide utama metode elemen batas adalah solusi dari PDP tersebut diekspresik-an dalam persamadiekspresik-an integral batas ydiekspresik-ang mengdiekspresik-andung solusi fundamental dari PDP. Metode ini dinamakan metode elemen batas karena diskritisasi dilakukan pada ba-tas domain dengan membagi menjadi ruas-ruas garis yang berhingga yang selanjut-nya digunakan untuk mengevaluasi persamaan integral batasselanjut-nya [11].
Metode Elemen Batas mulai berkembang pada abad ke-19, yang pada awalnya dikenal dengan istilah Boundary Integral Equation Method (BIEM), sebagai me-tode untuk menyelesaikan masalah fisika matematis. Pertamakali dikerjakan oleh G.Green pada tahun 1828 yaitu masalah syarat batas direchlet dan neuman dari Persamaan Laplace dibentuk dalam integral solusinya, sehingga bentuk seperti ini disebut sebagai Fungsi Green [9]. Semenjak penemuan fungsi Green tersebutlah banyak para peneliti yang mengembangkan Metode Elemen Batas.
2.6.1. Teorema Gauss-Green
Teorema 2.6.1 Diberikan fungsi f :R2 →R dan g :R2 →R yang kontinu dan terdiferensial pada domainD ⊆R2. Misalkan R ⊆ Dsuatu daerah yang dibatasi
oleh kurva tertutup sederhanaC, maka berlaku
Z Z R g∂f ∂xdxdy = − Z Z R f∂g ∂xdxdy + Z C f gnxds. Z Z R g∂f ∂y, dxdy = − Z Z R f∂g ∂ydxdy + Z C f gnyds Bukti.
Kurva C dapat dibagi menjadi kurva C1 dengan arah berlawanan arah jarum
jam dan kurvaC2searah jarum jam. Perhatikan gambar berikut
Gambar 2.8 Domain R Tertutup dan Terbatas oleh Kurva C [9]
dengann = (nx, ny)adalah vektor normal terhadapC, yang mengarah keluar
domainR. Berdasarkan gambar (2.8) diperoleh,
dy
ds = cos α = nx → dy = nxds (2.9)
−dx
ds = sin α = ny → dx = −nyds (2.10)
Persamaan (2.10) bertanda negatif karenadxmemiliki tanda negatif ketikaα dihi-tung berlawanan arah jarum jam terhadap sumbu-xpositif.
Selanjutnya perhatikan bahwa,
Z Z R ∂f (x, y) ∂x dR = Z Z R ∂f (x, y) ∂x dxdy = Z y2 y1 Z x2 x1 ∂f (x, y) ∂x dx dy = Z y2 y1 (f (x2, y) − f (x1, y))dy = Z y2 y1 f (x2, y)dy − Z y2 y1 f (x1, y)dy = Z C1 f (x2, y)nxds − Z C2 f (x1, y)nxds (2.11)
Kurva C2 searah jarum jam, sehingga integral pada C2 bernilai negatif ketika y
dua bentuk integral padaC1danC2pada Persamaan (2.11) dapat digabung menjadi
ekspresi tunggal integral terhadapC.
Z Z R ∂f (x, y) ∂x dxdy = Z C f (x, y)nxds (2.12)
Menggunakan cara yang sama maka diperoleh,
Z Z R ∂f (x, y) ∂x dxdy = Z C f (x, y)nyds (2.13)
Untuk suatu fungsig(x, y)berdasarkan Persamaan (2.12) dan (2.13) diperoleh
Z Z R ∂f g ∂x dxdy = Z C f gnxds (2.14) Z Z R ∂f g ∂y dxdy = Z C f gnyds (2.15)
Dengan menggunakan aturan turunan perkalian diperoleh
Z Z R ∂f g ∂x dxdy = Z Z R g∂f ∂x + f ∂g ∂x dxdy = Z Z R g∂f ∂xdxdy + Z Z R f∂g ∂xdxdy (2.16) Z Z R ∂f g ∂y dxdy = Z Z R g∂f ∂y + f ∂g ∂y dxdy = Z Z R g∂f ∂ydxdy + Z Z R f∂g ∂ydxdy (2.17)
Sehingga dari Persamaan (2.14) dan (2.16) diperoleh
Z C f gnxds = Z Z R g∂f ∂xdxdy + Z Z R f∂g ∂xdxdy ⇔ Z Z R f∂g ∂xdxdy = Z C f gnxds − Z Z R g∂f ∂xdxdy
dan dari Persamaan (2.15) dan (2.17) diperoleh Z C f gnyds = Z Z R g∂f ∂ydxdy + Z Z R f∂g ∂ydxdy ⇔ Z Z R f∂g ∂ydxdy = Z C f gnyds − Z Z R g∂f ∂ydxdy
2.6.2. Identitas Kedua Green
Teorema 2.6.2 Identitas Kedua Green [9]
Diberikan fungsif : R2 →
R dang :R2 →R yang terdiferensial sampai ting-kat kedua dan diferensiable tingting-kat keduanya kontinu pada domain D ⊆R2.
Mi-salkanR ⊆ Dsuatu daerah yang dibatasi oleh kurva tertutup sederhanaC, maka berlaku Z Z R (g∇2f − f ∇2g)dxdy = Z C g∂f ∂n − f ∂g ∂n ds dengan ∇2 = ∂ 2 ∂x2i + ∂2 ∂y2j ∂f ∂n = ∂f ∂xnx+ ∂f ∂yny Bukti. Perhatikan bahwa : Z Z R (g∇2f )dxdy = Z Z R g ∂2f ∂x2 + ∂2f ∂y2 dxdy = Z Z R g ∂ ∂x ∂f ∂x + ∂ ∂y ∂f ∂y dxdy = Z Z R g ∂ ∂x ∂f ∂xdxdy + Z Z R g ∂ ∂y ∂f ∂ydxdy
Selanjutnya gunakan Teorema Gauss-Green, maka diperoleh Z Z R g∇2f dxdy = − Z Z R ∂f ∂x ∂g ∂xdxdy + Z C ∂f ∂xgnxds − Z Z R ∂f ∂y ∂g ∂ydxdy + Z C ∂f ∂ygnyds = − Z Z R ∂f ∂x ∂g ∂x + ∂f ∂y ∂g ∂y dxdy + Z C g∂f ∂xnx+ ∂f ∂ynyds = − Z Z R ∂f ∂x ∂g ∂x + ∂f ∂y ∂g ∂y dxdy + Z C g∂f ∂nds (2.18) Perhatikan bahwa Z Z R (f ∇2g)dxdy = Z Z R f ∂2g ∂x2 + ∂2g ∂y2 dxdy = Z Z R f ∂ ∂x ∂g ∂x + ∂ ∂y ∂g ∂y dxdy = Z Z R f ∂ ∂x ∂g ∂xdxdy + Z Z R f ∂ ∂y ∂g ∂ydxdy
Selanjutnya gunakan Teorema Gauss-Green, maka diperoleh
Z Z R f ∇2gdxdy = − Z Z R ∂g ∂x ∂f ∂xdxdy + Z C ∂g ∂xf nxds − Z Z R ∂g ∂y ∂f ∂ydxdy + Z C ∂g ∂ygnyds = − Z Z R ∂g ∂x ∂f ∂x + ∂g ∂y ∂f ∂y dxdy + Z C f ∂g ∂xnx+ ∂g ∂yny ds = − Z Z R ∂g ∂x ∂f ∂x + ∂g ∂y ∂f ∂y dxdy + Z C f∂g ∂nds (2.19)
Dengan mengurangkan Persamaan (2.18) dan Persamaan (2.19) diperoleh
Z Z R (g∇2f − f ∇2g)dxdy = Z C g∂f ∂n− f ∂g ∂n ds (2.20) 2.6.3. Persamaan Laplace
Persamaan Laplace adalah persamaan diferensial parsial (PDP) tingkat dua yang berbentuk,
∇2φ(x, y) = 0, (x, y) ∈ R (2.21) dengan ∇2 = ∂2 ∂x2i + ∂2 ∂y2j
Domain dari Persamaan Laplace (2.21) adalah daerahRdan dimisalkanRsuatu da-erah tertutup dan terbatas oleh kurva sederhanaC. Solusi dari Persamaan Laplace sangat banyak, misalkan φ = x + y, φ = x2 + y2. Sehingga untuk solusi Persa-maan Laplace yang tunggal, PersaPersa-maan Laplace dilengkapi dengan syarat batas. Persamaan diferensial parsial yang dilengkapi dengan syarat batas dalam matema-tika dikenal dengan istilah Masalah Syarat Batas (MSB). MSB Persamaan Laplace diklasifikasikan sebagai berikut
1. Masalah Direchlet ∇2φ = 0, padaR φ = φ,¯ padaC 2. Masalah Neumann ∇2φ = 0,padaR ∂φ ∂n = ¯ φn,padaC 3. Masalah Campuran ∇2φ = 0,padaR φ = φ,¯ padaC1 ∂φ ∂n = ¯ φn,padaC2 dimanaC1∪ C2 = CdanC1∩ C2 = {∅} 4. Masalah Robin ∇2Φ = 0,padaR φ + k(s)∂φ ∂n = 0,padaC
denganφ, ¯¯ φn,dank(s)adalah fungsi yang telah diketahui dan terdefinisi pada kurva
C.
MSB Persamaan Laplace banyak digunakan untuk memodelkan masalah da-lam kehidupan nyata. Seperti permasalahan menentukan temperatur dada-lam keadaan steady dari suatu penghantar tanpa adanya sumber panas dalam penghantar terse-but. Contoh lainnya adalah permasalahan menentukan potensial dari medan listrik dalam suatu daerah yang bebas muatan listrik.
Diketahui titikp0(ξ, η) ∈R2 , ditinjau persamaan
∇2φ(x − ξ, y − η) = δ(p − p0) (2.22)
Solusi khusus Persamaan (2.22) disebut solusi fundamental Persamaan Laplace [9]. Solusi Persamaan (2.22) dapat dicari dengan terlebih dahulu mentransformasikan-nya kedalam koordianat kutubr danθ yang berpusat di (ξ, η). Transformasi Per-samaan Laplace (2.21) ke koordinat kutubr danθ yang berpusat di(0, 0), seperti terlihat pada Gambar berikut
Gambar 2.9 Koordinat Kutub
Berdasarkan Gambar (2.9) dapat diperoleh :
r =px2+ y2, x = r cos θ,dany = r sin θ.
Selanjutnya cari turunan parsialxdanyterhadaprdanθ
∂x ∂r = cos θ, ∂x ∂θ = −r sin θ ∂y ∂r = sin θ, ∂y ∂θ = r cos θ
Digunakan aturan rantai untuk mencari ∂φ
∂r dan
∂φ
∂θ, karena φ adalah fungsi dalam(x, y), sebagai berikut :
∂φ ∂r = ∂φ ∂x ∂x ∂r + ∂φ ∂y ∂y ∂r = ∂φ ∂xcosθ + ∂φ ∂ysinθ, (2.23) ∂φ ∂θ = ∂φ ∂x ∂x ∂θ + ∂φ ∂y ∂y ∂θ = − ∂φ ∂xrsinθ + ∂φ ∂yrcosθ, (2.24)
Gunakan aturan rantai untuk mencari ∂
2φ
∂2r dan
∂2φ
∂2θ dari Persamaan (2.23) dan
(2.24) ∂2φ ∂2r = ∂ ∂r ∂φ ∂r = ∂ ∂r ∂φ ∂xcos θ + ∂φ ∂y sin θ = cos θ ∂ ∂r ∂φ ∂x + sin θ ∂ ∂r ∂φ ∂y = cos θ ∂ ∂x ∂φ ∂x ∂x ∂r + ∂ ∂y ∂φ ∂x ∂y ∂r + sin θ ∂ ∂x ∂φ ∂y ∂x ∂r + ∂ ∂y ∂φ ∂y ∂y ∂r = cos θ ∂2φ ∂x2 cos θ + ∂2φ ∂y∂xsin θ + sin θ ∂2φ ∂x∂ycos θ + ∂2φ ∂y2 sin θ = ∂ 2φ ∂x2 cos 2 θ + 2 ∂ 2φ
∂y∂xsin θ cos θ +
∂2φ
∂y2 sin
2
∂2φ ∂2θ = ∂ ∂θ ∂φ ∂θ = ∂ ∂θ −∂φ ∂xr sin θ + ∂φ ∂yr cos θ = −r ∂ ∂θ ∂φ ∂xsin θ + r ∂ ∂θ ∂φ ∂y cos θ = −r ∂ ∂x ∂φ ∂x ∂x ∂θ + ∂ ∂y ∂φ ∂x ∂y ∂θ sin θ − r cos θ ∂φ ∂x +r ∂ ∂x ∂φ ∂y ∂x ∂θ + ∂ ∂y ∂φ ∂y ∂y ∂θ cos θ − r sin θ ∂φ ∂y = −r sin θ ∂2φ ∂x2(−r sin θ) + ∂2φ ∂y∂xr cos θ + −r∂φ ∂xcos θ +r cos θ ∂2φ ∂x∂y(−r sin θ) + ∂2φ ∂y2r cos θ − r∂φ ∂y sin θ = r2∂ 2φ ∂x2 sin 2θ − r2 ∂2φ
∂y∂xsin θ cos θ − r
∂φ
∂xcos θ − r
2 ∂2φ
∂x∂y cos θsinθ
+r2∂ 2φ ∂y2 cos 2θ − r∂φ ∂ysin θ = −r ∂φ ∂xcos θ + ∂φ ∂y sin θ +r2 ∂2φ ∂x2 sin 2 θ − 2 ∂ 2φ
∂y∂xsin θ cos θ +
∂2φ ∂y2 cos 2 θ (2.26)
Kedua ruas Persamaan (2.26) dibagi dengan r2, kemudian substitusikan kedalam
Persamaan (2.23) 1 r2 ∂2φ ∂2θ = − 1 r ∂φ ∂x cos θ + ∂φ ∂y sin θ + ∂2φ ∂x2 sin 2θ − 2 ∂2φ
∂y∂xsin θ cos θ +
∂2φ ∂y2 cos 2θ = −1 r ∂φ ∂r + ∂2φ ∂x2 sin 2θ − 2 ∂ 2φ
∂y∂xsin θ cos θ +
∂2φ
∂y2 cos
2θ
(2.27)
tri-gonometrisin2θ + cos2θ = 1 ∂2φ ∂2r + 1 r2 ∂2φ ∂2θ = ∂2φ ∂x2 cos 2θ + 2 ∂ 2φ
∂y∂xsin θ cos θ +
∂2φ ∂y2 sin 2θ − 1 r ∂φ ∂r + ∂2φ ∂x2 sin 2θ − 2 ∂ 2φ
∂y∂xsin θ cos θ +
∂2φ ∂y2 cos 2θ = −1 r ∂φ ∂r + ∂2φ ∂x2(sin 2θ + cos2θ) + ∂2φ ∂y2(sin 2θ + cos2θ) = −1 r ∂φ ∂r + ∂2φ ∂x2 + ∂2φ ∂y2 ⇔ ∂ 2φ ∂x2 + ∂2φ ∂y2 = ∂2φ ∂2r + 1 r2 ∂2φ ∂2θ + 1 r ∂φ ∂r = 1 r ∂2φ ∂2rr + ∂φ ∂r + 1 r2 ∂2φ ∂2θ = 1 r ∂ ∂r r∂φ ∂r + 1 r2 ∂2φ ∂2θ
Jadi hasil transformasi Persamaan Laplace (2.21) ke koordinat kutub yang berpusat
di(0, 0)adalah 1 r ∂ ∂r r∂φ ∂r + 1 r2 ∂2φ ∂2θ = 0 (2.28) dengan r =px2+ y2
Selanjutnya berdasarkan Persamaan (2.28) maka diperoleh hasil transformasi Per-samaan Laplace (2.22) dalam koordinat kutub di(ξ, η)
1 r ∂ ∂r r∂φ ∂r + 1 r2 ∂2φ ∂2θ = δ(r) (2.29) dengan r =p(x − ξ)2+ (y − η)2
Diinginkan solusi yang simetris terhadap p0, maka φ tidak bergantung pada
besarnya sudut θ melainkan hanya bergantung pada panjang r, sehingga φ dapat dinyatakan fungsi dalamr. Persamaan (2.29) menjadi
1 r d dr rdφ(r) dr = δ(r) (2.30)
jika p0 6= p maka r 6= 0. Berdasarkan sifat fungsi Dirac Delta maka δ(r) = 0.
Sehingga Persamaan (2.30) dapat ditulis
1 r d dr rdφ(r) dr = 0 (2.31)
Selanjutnya akan dicari solusi dari Persamaan (2.31) dengan mengintegralkan dua kali terhadapr d dr rdφ(r) dr = 0 ⇔ Z d rdφ(r) dr = Z 0dr ⇔ rdφ(r) dr = A ⇔ dφ(r) dr = A r ⇔ Z dφ(r) = Z A rdr ⇔ φ(r) = Aln(r) + B
Pilih konstantaB = 0, sehingga solusi Persamaan (2.31) adalah
φ(r) = Aln(r) (2.32)
Akan dicari nilai konstanta A, dengan dibentuk kurvaClingkaran seperti gam-bar berikut
Gambar 2.10 Domain Lingkaran R
Berdasarkan Gambar (2.10) diketahui bahwa
ds
dθ =
2πr
Perhatikan bahwa ∇2φ = δ(r) ⇔ Z Z R ∇2φdxdy = Z Z R δ(r) ⇔ Z Z R ∇2φdxdy = 1
Berdasarkan Identitas Kedua Green (2.6.2.) dan Persamaan (2.33) maka, Z Z R ∇2φdxdy = 1 ⇔ Z C ∂φ ∂nds = 1 ⇔ Z 2π 0 ∂φ ∂xnx+ ∂φ ∂yny rdθ = 1 Sehingga dari persamaan (2.9), (2.10), (2.23) dan (2.32) diperoleh
⇔ Z 2π 0 ∂φ ∂xcos θ + ∂φ ∂y sin θ rdθ = 1 ⇔ Z 2π 0 ∂φ ∂rrdθ = 1 ⇔ Z 2π 0 A rrdθ = 1 ⇔ A(2π − 0) = 1 ⇔ A = 1 2π
Jadi solusi khusus Persamaan (2.30) adalah
φ = 1
2πln r (2.34)
Persamaan (2.34) adalah solusi dari fundamental Persamaan Laplace dalam koordinat kutub, sehingga dengan mengubah persamaan tersebut dalam koordinat kartesius diperoleh solusi Persamaan Laplace dalam koordinat kartesius,
φ(x, y) = 1 2πln p (x − ξ)2+ (y − η)2 atauφ(x, y) = 1 4πln (x − ξ) 2+ (y − η)2 (2.35) denganx 6= ξdany 6= η
Persamaan (2.35) disebut dengan solusi fundamental Persamaan Laplace dimensi dua. Solusi fundamental Persamaan Laplace (2.35) dikenal sebagai fungsi Green dari operator Laplace pada domain keseluruhan R2, sehingga solusi ini tidak
ber-gantung pada syarat batas.
Perhatikan bahwa Persamaan (2.35) adalah solusi dari Persamaan (2.22). Akan dibuktikan bahwa Persamaan (2.35) merupakan solusi Persamaan Laplace (2.21). Perhatikan bahwa ∂φ ∂x = 1 4π 2(x − ξ) (x − ξ)2+ (y − η)2 ∂2φ ∂x2 = 1 4π 2((x − ξ)2+ (y − η)2) − 2(x − ξ)2(x − ξ) ((x − ξ)2+ (y − η)2)2 = 1 2π (y − η)2− (x − ξ)2 ((x − ξ)2+ (y − η)2)2 (2.36) ∂φ ∂y = 1 4π 2(y − η) (x − ξ)2+ (y − η)2 ∂2φ ∂y2 = 1 4π 2((x − ξ)2+ (y − η)2) − 2(y − η)2(y − η) ((x − ξ)2+ (y − η)2)2 = 1 2π (x − ξ)2− (y − η)2 ((x − ξ)2+ (y − η)2)2 (2.37)
Dengan menjumlahkan Persamaan (2.36) dan (2.37) diperoleh
∂2φ
∂x2 +
∂2φ
∂y2 = 0
Jadi terbukti bahwa Persamaan (2.35) adalah salah satu solusi Persamaan Laplace (2.21).
2.7. Solusi Persamaan Laplace dengan Metode Elemen Batas
Subbab ini akan membahas tentang bagaimana menyelesaikan Persamaan La-place dua dimensi dengan syarat batas yang diketahui. Persamaan LaLa-place tersebut memiliki domain R, suatu daerah tertutup dan terbatas oleh kurva sederhana C. Persamaan Laplace dua dimensi dengan syarat batas campuran.
∂2φ(x, y)
∂x2 +
∂2φ(x, y)
dengan syarat batas
φ = f1(x, y) untuk (x, y) ∈ C1 (2.39)
∂φ
∂n = f2(x, y) untuk (x, y) ∈ C2 (2.40)
dimanaC1 danC2 adalah dua buah kurva yang tidak berpotongan sedemikian
se-hinggaC1∪ C2 = C.
2.7.1. Relasi Reciprocal
Teorema 2.7.1 Relasi Reciprocal
Jikaφ1 danφ2 adalah sebarang solusi Persamaan Laplace pada domain
dae-rahRdanCadalah himpunan semua titik batas domainR, maka
Z C φ2 ∂φ1 ∂n − φ1 ∂φ2 ∂n ds(x, y) = 0 (2.41) Bukti.
Karenaφ1danφ2 adalah solusi Persamaan Laplace maka memenuhi
Persama-an (2.38), sehingga φ2 ∂2φ 1 ∂x2 + ∂2φ 1 ∂y2 = 0 (2.42) φ1 ∂2φ2 ∂x2 + ∂2φ2 ∂y2 = 0 (2.43)
Kurangkan Persamaan (2.42) dan (2.43), sehingga diperoleh
φ2 ∂2φ 1 ∂x2 + ∂2φ 1 ∂y2 − φ1 ∂2φ 2 ∂x2 + ∂2φ 2 ∂y2 = 0 ⇔ φ2∇2φ1− φ1∇2φ2 = 0
Selanjutnya integralkan kedua ruas pada domain R dan gunakan Identitas Kedua Green (2.6.2.) Z Z R φ2∇2φ1− φ1∇2φ2dxdy = Z Z R 0 dxdy ⇔ Z C φ2 ∂φ1 ∂n − φ1 ∂φ2 ∂n ds = 0
Persamaan (2.41) disebut sebagai hubungan timbal balik atau relasi reciprocal antara dua Persamaan Laplace dengan domain daerahR yang dibatasi oleh kurva C.
2.7.2. Solusi Integral Batas
Misalkan dalam relasi reciprocal Persamaan (2.41) pilih φ1 = Φ(x, y; ξ, η)
dan φ2 = φ(x, y) dengan Φ(x, y; ξ, η) adalah solusi fundamental Persamaan
La-place yang diberikan oleh Persamaan (2.35) dan φ(x, y) adalah solusi Persamaan Laplace yang akan dicari pada domainR. Diperoleh relasi reciprocal
Z C φ(x, y)∂Φ(x, y; ξ, η) ∂n − Φ(x, y; ξ, η) ∂φ(x, y) ∂n ds(x, y) = 0 (2.44) dengan(ξ, η) 6= (x, y)
Φ(x, y; ξ, η)tidak terdefinisi pada titik(ξ, η), sehingga Relasi Reciprocal (2.44)
benar untukφ1 = Φ(x, y; ξ, η)danφ2 = φ(x, y), jika(ξ, η)tidak terletak pada
do-mainR ∪ C, atau dapat ditulis
Z C φ(x, y)∂Φ(x, y; ξ, η) ∂n − Φ(x, y; ξ, η) ∂φ(ξ, η) ∂n ds(x, y) = 0 (2.45) jika(ξ, η) /∈ R ∪ C
Tujuan akhir adalah mencari solusi Persamaan Laplace pada domainnya, yaitu
R ∪ C. Sedangkan Persamaan (2.44) hanya terdefinisi untuk(ξ, η) /∈ R ∪ C, maka
lakukan modifikasi domain jika(ξ, η) ∈ Rdan(ξ, η) ∈ C.
Berikut gambar modifikasi domain jika(ξ, η) ∈ R
Modifikasi domain yang dilakukan adalah dengan mengisolasi titik(ξ, η) meng-gunakan lingkaranCseperti pada gambar (2.11) dan mengambil → 0+, sehingga
Relasi Reciprocal(2.44) dapat terdefinisi untuk(ξ, η) ∈ R. Diperoleh
lim →0+ Z C∪C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = 0 ⇔ Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds + lim →0+ Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = 0 ⇔ Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = − lim →0+ Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds (2.46)
Selanjutnya, akan dievaluasi nilai dari
lim →0+ Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds, (ξ, η) ∈ R
dengan mentranformasikan kedalam koordinat kutub. Perhatikan gambar lingkaran Cberikut,
Gambar 2.12 Lingkaran C
Berdasarkan Gambar (2.12) dapat diperoleh
x − ξ = cos θ, nx= − cos θ
Diketahui Φ = 1 2πln p (x − ξ)2+ (y − η)2, maka Φ = 1 2πln (2.47) ∂Φ ∂n = ∂Φ ∂xnx+ ∂Φ ∂yny, maka ∂Φ ∂n = 1 2π 1 p (x − ξ)2+ (y − η)2 2(x − ξ) p (x − ξ)2+ (y − η)2 1 2 ! nx + 1 2π 1 p (x − ξ)2+ (y − η)2 2(y − η) p (x − ξ)2+ (y − η)2 1 2 ! ny = 1 2π (x − ξ)nx+ (y − η)ny (x − ξ)2+ (y − η)2 = 1 2π
cos θ(− cos θ) + sin θ(− sin θ) 2 = 1 2π −(sin2θ + cos2θ) 2 = − 1 2π (2.48)
Diketahui φ analitik disekitar (ξ, η), maka deret Taylor φ dan ∂φ
∂n disekitar (ξ, η)ada, yaitu φ(x, y) = ∞ X n=0 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) (x − ξ)k(y − η)n−k k!(n − k)! = ∞ X n=0 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ( cos θ)k( sin θ)n−k k!(n − k)! = ∞ X n=0 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! (2.49) ∂φ ∂n = ∞ X n=0 n X k=0 ∂n ∂xk∂yn−k ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) (x − ξ)k(y − η)n−k k!(n − k)! = ∞ X n=0 n X k=0 ∂n ∂xk∂yn−k ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) ( cos θ)k( sin θ)n−k k!(n − k)! = ∞ X n=0 n X k=0 ∂n ∂xk∂yn−k ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! (2.50)
Gambar 2.13 Koordinat Polar ds
Berdasarkan Gambar (2.13) dapat diperoleh
s1 = θ1 2π2π = θ1 s2 = θ2 2π2π = θ2 ∆s = s2 − s1 = (θ2 − θ1) = ∆θ untuk∆s → 0, maka ds = dθ (2.51)
Berdasarkan Persamaan (2.48), (2.49), dan (2.51) diperoleh
Z C φ∂Φ ∂nds = − 1 2π Z 2π 0 ∞ X n=0 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ = − 1 2π Z 2π 0 ∞ X n=0 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ = − 1 2π Z 2π 0 φ(ξ, η)dθ − 1 2π Z 2π 0 ∞ X n=1 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ untuk → 0+, diperoleh lim →0+ Z C φ∂Φ ∂nds = − 1 2π Z 2π 0 φ(ξ, η)dθ + 0 = − 1 2πφ(ξ, η)(2π − 0) = −φ(ξ, η) (2.52)
Berdasarkan Persamaan (2.47), (2.50), dan (2.51) Z C Φ∂φ ∂nds = 1 2πln Z 2π 0 ∞ X n=0 n X k=0 ∂n ∂xk∂yn−k ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ = 1 2πln Z 2π 0 ∞ X n=0 n X k=0 ∂n ∂xk∂yn−k ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ = 1 2πln + 1 2πln Z 2π 0 ∞ X n=1 n X k=0 ∂n ∂xk∂yn−k ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ untuk → 0+, diperoleh lim →0+ Z C Φ∂φ ∂nds = →0lim+ ln 1 1 2π Z 2π 0 ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) dθ + 0 = lim →0+− ln 1 2 1 2π ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) Z 2π 0 1dθ = − lim →0+ 1 2π ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) (2π − 0) = 0 (2.53)
Selanjutnya, berdasarkan Persamaan (2.46),(2.52) dan (2.53) dapat diperoleh
Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = − lim →0+ Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = φ(ξ, η) + 0 = φ(ξ, η) Jadi Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = φ(ξ, η), (ξ, η) ∈ R (2.54)
Selanjutnya jika(ξ, η) ∈ C, lebih khususnya pada bagian smooth C. Modifi-kasi domain yang dilakukan terlihat pada gambar berikut,
Gambar 2.14 Modifikasi Domain (ξ, η) pada Smooth C
Modifikasi domain yang dilakukan adalah dengan mengisolasi titik(ξ, η) meng-gunakan lingkaranC seperti terlihat pada Gambar (2.14) dan mengambil → 0+
maka Relasi Reciprocal (2.44) akan terdefinisi untuk(ξ, η)pada bagian smoothC. Diperoleh lim →0+ Z D∪D φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = 0 ⇔ lim →0+ Z D φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds + lim →0+ Z D φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = 0 ⇔ Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = − lim →0+ Z D φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds (2.55)
Selanjutnya akan dievaluasi nilai dari
lim →0+ Z D φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds
dengan mentransformasikan ke dalam koordinat kutub. Berdasarkan (2.48), (2.49), dan (2.51), diperoleh Z D φ∂Φ ∂nds = − 1 2π Z π 0 ∞ X n=0 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ = − 1 2π Z π 0 ∞ X n=0 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ = − 1 2π Z π 0 φ(ξ, η)dθ − 1 2π Z π 0 ∞ X n=1 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ
untuk → 0+, diperoleh lim →0+ Z D φ∂Φ ∂nds = − 1 2π Z π 0 φ(ξ, η)dθ + 0 = − 1 2πφ(ξ, η)(π − 0) = −1 2φ(ξ, η) (2.56)
Berdasarkan Persamaan (2.47), (2.50), dan (2.51) diperoleh
Z D Φ∂φ ∂nds = 1 2πln Z π 0 ∞ X n=0 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ = 1 2πln Z π 0 ∞ X n=0 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ = 1 2πln Z π 0 ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η)dθ + 1 2πln Z π 0 ∞ X n=1 n X k=0 ∂nφ ∂xk∂yn−k (x,y)=(ξ,η) ncoskθ sinn−kθ k!(n − k)! dθ untuk → 0+, diperoleh lim →0+ Z D Φ∂φ ∂nds = →0lim+ ln 1 1 2π Z π 0 ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η)dθ + 0 = lim →0+− 1 1 2 1 2π ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) Z π 0 1dθ = − lim →0+ 1 2π ∂φ ∂n (x,y)=(ξ,η) (π − 0) = 0 (2.57)
Berdasarkan (2.55), (2.56) dan (2.57) diperoleh Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = − lim →0+ Z D φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = 1 2φ(ξ, η) + 0 = 1 2φ(ξ, η)
Jadi Z C φ∂Φ ∂n − Φ ∂φ ∂n ds = 1
2φ(ξ, η), (ξ, η)pada bagian Smooth C (2.58)
Akhirnya, berdasarkan Persamaan (2.45),(2.54), dan (2.58) diperoleh
λ(ξ, η)φ(ξ, η) = Z C φ(x, y)∂Φ(x, y; ξ, η) ∂n − Φ(x, y; ξ, η) ∂φ(x, y) ∂n ds (2.59) dengan λ(ξ, η) = 0, jika(ξ, η) /∈ R ∪ C 1
2, jika(ξ, η)pada bagian Smooth C
1, jika(ξ, η) ∈ R
Persamaan (2.59) disebut dengan persamaan integral batas Persamaan Laplace.
2.7.3. Solusi Elemen Batas dengan Elemen Konstan
Persamaan Laplace (2.38) telah dibentuk persamaan integral batasnya yaitu Persamaan (2.59). Selanjutnya, dari Persamaan (2.59) akan dicari nilaiφ(x, y), yai-tu solusi dari Persamaan Laplace (2.38). Tetapi penyelesaian Persamaan (2.59) sulit diselesaikan secara analitik, sehingga diperlukan suatu metode numerik yang akan diturunkan sebagai berikut.
Pertama Diskritisasi batas domain C menggunakan ruas-ruas garis yang ber-hubungan satu sama lain, dengan ujung-ujungnya terletak pada kurva C, seper-ti terlihat pada Gambar (2.15). Misalkan jumlah ruas garisnya N dan diberikan
nama C(1), C(2), ..., C(N ) dengan urutan berlawanan arah jarum jam. Pada setiap
C(k), k = 1, 2, ...N, dipilih titik tengahnya sebagai titik kolokasi (Collocation
po-int)dan dinamakan(a(k), b(k)).
Untuk pendekatan sederhana dariφ(x, y) dan ∂φ
∂n(x, y)pada batas C.
Asum-sikan bahwa fungsi- fungsi ini adalah konstan pada tiap ruas garis
φ(x, y) ≈ φ(k) dan ∂φ
∂n(x, y) ≈ p
(k)
untuk C(k), k = 1, 2, ..., N
denganφkdanp(k)masing-masing adalah nilaiφdan ∂φ
∂n di titik tengah dariC
(k)
Selanjutnya, dengan diskritisasi batas domain dan asumsi konstan tersebut Per-samaan (2.59) dapat diubah menjadi,
λ(ξ, η)φ(ξ, η) ≈ N X k=1 Z C(k) φ(k)∂Φ ∂n(x, y; ξ, η) − Φ(x, y; ξ, η)p (k) ds = N X k=1 φ(k) Z C(k) ∂Φ ∂n(x, y; ξ, η)ds − p (k) Z C(k) Φ(x, y; ξ, η)ds = N X k=1 h φ(k)F2(k)(ξ, η) − p(k)F1(k)(ξ, η)i (2.60) dengan F1(k) = Z C(k) Φ(x, y; ξ, η)ds = 1 4π Z C(k) ln((x − ξ)2+ (y − η)2)ds F2(k) = Z C(k) ∂Φ ∂n(x, y; ξ, η)ds = 1 4π Z C(k) ∂ ∂n[ln((x − ξ) 2+ (y − η)2)]ds substitusikan(ξ, η) = (a(m), b(m)), m = 1, 2, ..., N, diperoleh λ(a(m), b(m))φ(a(m), b(m)) ≈ N X k=1 h φ(k)F2(k)(a(m), b(m)) − p(k)F1(k)(a(m), b(m))i m = 1, 2, ..., N
dimana(a(m), b(m))adalah titik tengah dariC(m). pilihλ((a(m), b(m))) = 1
2 karena (a(m), b(m))adalah titik tengah dariC(m)teletak pada bagian smooth dari garis batas
perkiraanC(1)∪ C(2)∪ ... ∪ C(N ), sehingga diperoleh
1 2φ(a (m) , b(m)) ≈ N X k=1 h φ(k)F2(k)(a(m), b(m)) − p(k)F1(k)(a(m), b(m)) i m = 1, 2, ..., N (2.61)
Misalkan
F1,m(k) = F1(k)(a(m), b(m)) φ(m) = φ(a(m), b(m))
F2,m(k) = F2(k)(a(m), b(m))
sehingga Persamaan (2.61) dapat ditulis,
1 2φ (m) ≈ N X k=1 h φ(k)F2,m(k) − p(k)F1,m(k) i , m = 1, 2, ..., N (2.62) dengan, F1,m(k) = 1 4π Z C(k) ln (x − a(m))2+ (y − b(m))2ds F2,m(k) = 1 4π Z C(k) ∂ ∂n ln (x − a(m))2+ (y − b(m))2ds
Selanjutnya karena batas domain C didekati dengan poligon N sisi (C ≈
C(1) ∪ C(2)∪ ... ∪ C(N ))maka untuk setiapC(k), k = 1, 2, ..., N elemen dari C
1
atauC2. Berdasarkan syarat batas Persamaan (3.2), jikaC(k) ∈ C1 maka nilaiφ(k)
diketahui dan nilaip(k) tidak diketahui. Sedangkan berdasarkan syarat batas
Persa-maan (3.3), jikaC(k) ∈ C
2 maka nilaiφ(k)tidak diketahui dan nilai p(k)diketahui.
Sehingga, dari Persamaan (2.62) diperoleh sistem persamaan linear (SPL)N per-samaan danN variabel.
Sebagai ilustrasi SPL yang diperoleh, berikut diberikan contoh sederhana.
Berdasarkan Persamaan (2.62) diperoleh, untukm = 1 1 2φ (1) = 4 X k=1 h φ(k)F2,1(k)− p(k)F(k) 1,1 i = φ(1)F2,1(1)− p(1)F(1) 1,1 + φ (2)F(2) 2,1 − p (2)F(2) 1,1 + φ (3)F(3) 2,1 − p (3)F(3) 1,1 + φ(4)F2,1(4)− p(4)F(4) 1,1 ⇔ φ(1) F2,1(1)− 1 2 + φ(2)F2,1(2)+ p(3)−F1,1(3)+ p(4)−F1,1(4)= p(1)F1,1(1)+ p(2)F1,1(2)+ φ(3) −F2,1(3)+ φ(4) −F2,1(4) (2.63) untukm = 2 1 2φ (2) = 4 X k=1 h φ(k)F2,2(k)− p(k)F(k) 1,2 i = φ(1)F2,2(1)− p(1)F(1) 1,2 + φ(2)F (2) 2,2 − p(2)F (2) 1,2 + φ(3)F (3) 2,2 − p(3)F (3) 1,2 + φ(4)F2,2(4)− p(4)F(4) 1,2 ⇔ φ(1)F2,2(1)+ φ(2) F2,2(2)−1 2 + p(3) −F1,2(3)+ p(4) −F1,2(4)= p(1)F1,2(1)+ p(2)F1,2(2)+ φ(3)−F2,2(3)+ φ(4)−F2,2(4) (2.64) untukm = 3 1 2φ (3) = 4 X k=1 h φ(k)F2,3(k)− p(k)F1,3(k) i = φ(1)F2,3(1)− p(1)F1,3(1)+ φ(2)F2,3(2)− p(2)F1,3(2)+ φ(3)F2,3(3)− p(3)F1,3(3)+ φ(4)F2,3(4)− p(4)F1,3(4) ⇔ φ(1)F2,3(1)+ φ(2)F2,3(2)+ p(3) −F1,3(3)+ p(4) −F1,3(4)= p(1)F1,3(1)+ p(2)F1,3(2)+ φ(3) 1 2− F (3) 2,3 + φ(4)−F2,3(4) (2.65)
untukm = 4 1 2φ (4) = 4 X k=1 h φ(k)F2,4(k)− p(k)F1,4(k) i = φ(1)F2,4(1)− p(1)F1,4(1)+ φ(2)F2,4(2)− p(2)F1,4(2)+ φ(3)F2,4(3)− p(3)F1,4(3)+ φ(4)F2,4(4)− p(4)F1,4(4) ⇔ φ(1)F2,4(1)+ φ(2)F2,4(2)+ p(3) −F1,4(3)+ p(4) −F1,4(4)= p(1)F1,4(1)+ p(2)F1,4(2)+ φ(3)−F2,4(3)+ φ(4) 1 2 − F (4) 2,4 . (2.66)
Diperoleh SPL empat persamaan dan empat variabel yaituφ(1), φ(2), p(3), dan p(4).
Contoh tersebut dapat memberikan ilustrasi tentang SPL yang diperoleh, se-hingga dapat memberi gambaran Persamaan (2.62) dapat diubah menjadi bentuk berikut, N X k=1 a(mk)z(k) = N X k=1 b(mk) , m = 1, 2, ..., N (2.67) dengan, a(mk) = F2,m(k) − 1 2δ (mk), jika∂φ ∂ndiketahui pada C (k)
−F1,m(k) , jika φ diketahui pada C(k)
z(k) = φ(k) , jika∂φ ∂ndiketahui pada C (k)
p(k) , jika φ diketahui pada C(k)
b(mk) = p(k)F1,m(k) , jika∂φ ∂ndiketahui pada C (k) φ(k) −F2,m(k) +1 2δ (mk)
, jika φ diketahui pada C(k)
δ(mk) = 1 , jika m = k 0 , jika m 6= k.
Diasumsikan bahwa penyelesaikan SPL (2.67) ada dan tunggal, sehingga dapat diperoleh nilaiφ(k)jikaC(k) ∈ C
2danp(k)jikaC(k) ∈ C1. Akhirnya, diperolehφ(k)
danp(k)untuk setiapk = 1, 2, ..., N . Selanjutnya, menggunakan Persamaan (2.60)
φ (a, b) , (a, b) ∈ C ∪ R, menggunakan rumus λ(a, b)φ (a, b) ≈ N X k=1 h φ(k)F2(k)(a, b) − p(k)F1(k)(a, b)i (2.68) dengan F1,m(k) = 1 4π Z C(k) ln (x − a)2+ (y − b)2ds F2,m(k) = 1 4π Z C(k) ∂ ∂n ln (x − a)2+ (y − b)2 ds.
Secara garis besar langkah-langkah penyelesaian persamaan diferensial parsial dengan syarat batas menggunakan MEB adalah sebagai berikut:
1. Tentukan solusi fundamental dari persamaan diferensial parsial.
2. Bentuk relasi reciprocal antara solusi yang akan dicari dengan solusi funda-mental.
3. Bentuk persamaan integral batas, yang diperoleh dari relasi reciprocal dan modifikasi domain.
4. Selesaikan persamaan integral batas dengan mensubstitusikan titik-titik ko-lokasi ke persamaan integral batas, sehingga diperoleh SPL.
5. Selesaikan SPL. Selanjutnya dengan mensubstitusikan solusi SPL ke persa-maan integral batas, diperoleh suatu persapersa-maan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi solusi persamaan diferensial parsial di semua titik pada doma-in.
2.7.4. Rumus untuk Integral Elemen Konstan
Penyelesaian dengan DRBEM memerlukan evaluasi dari kedua fungsi F1(k) dan F2(k) dengan melibatkan kedua fungsi tersebut ke dalam bentuk integral pa-da ruas garisC(k). Sehingga, integral garis tersebut dapat diselesaikan secara ana-litik. Titik-titik yang berada di ujung-ujung ruas garis C(k) telah diketahui yaitu
Gambar 2.17 Ruas-Ruas Garis pada Diskritisasi Domain
Dari titik-titik diujung garis C(k) yang telah diketahui dicari F(k) 1 dan F (k) 2 , dengan F1(k) = 1 4π Z C(k) ln((x − ξ)2+ (z − η)2)ds(x, z). (2.69) F2(k) = 1 4π Z C(k) ∂ ∂n[ln((x − ξ) 2+ (z − η)2)]ds(x, z). (2.70) Langkah-langkah penyelesaian
1. Mencari vektor normal (n(k)x , n(k)z )
Vektor normal (n(k)x , n (k)
z ) dapat diperoleh dengan merotasikan vektor (x(k+1)−
x(k), z(k+1)− z(k)) dengan pusatO sejauh−900 yang selanjutnya dibagi
de-ngan panjang vektor (x(k+1)− x(k), z(k+1) − z(k)). Misalkan panjang vektor
(x(k+1)− x(k), z(k+1)− z(k)) adalahl(k), sehingga l(k) = q (x(k+1)− x(k))2+ (z(k+1)− z(k)). Selanjutnya diperoleh n(k)x n(k)z = 0 1 −1 0 x(k+1)− x(k) z(k+1)− z(k) l(k) = 1 l(k) z(k+1)− z(k) x(k)− x(k+1) .
2. Mengubah ruas garisC(k)dalam fungsi parameter
Untuk setiap titik(x, z) ∈ C(k)dapat dideskripsikan dalam fungsi parameter. Perhatikan bahwa vektor normal (n(k)x , n(k)z ) dapat diperoleh dengan
merota-sikan vektor (x − x(k), z − z(k)) dengan pusatOsejauh−900yang selanjutnya
dibagi dengan panjang vektor (x−x(k), z −z(k)). Panjang Vektor (x−x(k), z −
z(k)) kurang dari sama dengan panjang vektor (x(k+1)− x(k), z(k+1) − z(k)),
maka dapat dimisalkan panjang vektor (x − x(k), z − z(k)) adalah t kali l(k),
dengan0 ≤ t ≤ 1, sehingga n(k)x n(k)z = 0 1 −1 0 x − x(k) z − z(k) tl(k) ⇔ tl(k) n(k)x n(k)z = z − z(k) x(k)− x ⇔ tl(k)n(k) x tl(k)n(k)z = z − z(k) x(k)− x . Diperoleh x = x(k)− tl(k)n(k) z . (2.71) z = z(k)− tl(k)n(k) x . (2.72) dengan0 ≤ t ≤ 1. 3. Mencarids(x, z)dan(x − ξ)2+ (z − η)2
Untuk setiap(x, z) ∈ C(k)diperoleh bahwa
Subtitusi Persamaan (2.71) - (2.72) ke Persamaan (2.73), maka diperoleh (x − ξ)2+ (z − η)2 = (x(k)− tl(k)n(k) z − ξ) 2+ (z(k)+ tl(k)n(k) z − η) 2 = (x(k))2+ (tl(k)n(k)z )2+ ξ2− 2x(k)tl(k)n(k) z − 2ξx (k)+ 2ξtl(k)n(k) z (x(k))2+ (tl(k)n(k)x )2+ η2+ 2z(k)tl(k)n(k)x − 2ηz(k)+ 2ηtl(k)n(k) x = ((n(k)x )2+ (n(k)z )2)(l(k))2t2+ (−n(k)z (x(k)− ξ) + n(k) x (z (k)− η))2l(k)t + (x(k)− ξ)2+ (z(k)− η)2.
Karena (n(k)x , n(k)z ) adalah vektor normal, maka panjang sama dengan satu,
sehingga q (n(k)x )2+ (n(k)z )2 = 1 ⇔ (n(k)x )2+ (n(k)z )2 = 1. Diperoleh (x − ξ)2+ (z − η)2 = (lk(k))2t2+ (−n(k)z (x(k)− ξ) + n(k) x (z (k)− η))2l(k)t + (x(k)− ξ)2+ (z(k)− η)2. (2.74) Misalkan A(k) = (l(k))2 B(k)(ξ, η) = (−n(k)z (x(k)− ξ) + n(k) x (z (k)− η))2l(k) E(k)(ξ, η) = (x(k)− ξ)2+ (z(k)− η)2. (2.75)
Sehingga Persamaan (2.74) menjadi
(x(k)− ξ)2+ (z(k)− η)2 = A(k)t2+ B(k)(ξ, η)t + E(k)(ξ, η). (2.76)
4. MenentukanF1(k)(ξ, η)danF2(k)(ξ, η)
Perhatikan bahwa untuk setiap titik(ξ, η), parameter pada Persamaan (2.75) memenuhi