• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PERUSAHAAN SEBAGAI OBYEK MODEL KOMPETENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PERUSAHAAN SEBAGAI OBYEK MODEL KOMPETENSI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

41

PERUSAHAAN SEBAGAI OBYEK MODEL

KOMPETENSI

4.1 Gambaran Umum kondisi PT Bank Internasional

Indonesia Tbk

Didirikan sebagai bank komersial dengan nama PT Bank Internasional Indonesia pada tahun 1959, dan ditetapkan menjadi bank umum devisa pada tahun 1988. BII kemudian melakukan Penawaran Umum Saham di tahun 1989, dan terus melebarkan sayap hingga menjadi salah satu bank swasta nasional terkemuka di Indonesia. Hal ini diwujudkan dengan berbagai penghargaan yang diterima BII, dari berbagai institusi dalam maupun luar negeri, baik di bidang layanan maupun dalam implementasi teknologi.

Menyusul krisis moneter yang menyerang Asia di tahun 1997, BII mendapat kepercayaan dari pemerintah Indonesia untuk mengikuti program rekapitalisasi perbankan nasional. Konsolidasi merupakan langkah strategis yang dilakukan BII di tahun 2002. Perbaikan struktur permodalan melalui mekanisme right issue telah dilakukan. Selain memperbaiki struktur permodalan, tugas berat yang telah diselesaikan manajemen BII adalah mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat. Melalui tema perpaduan, manajemen menyampaikan pentingnya menyatukan segala

(2)

kehandalan yang dimiliki insan BII, untuk menyediakan layanan dan produk perbankan kepada nasabah yang beragam.

Tahun 2002 ditutup dengan peningkatan kinerja yang menggembirakan, yang terlihat dari angka-angka indikator awal seperti jumlah simpanan sebesar Rp. 29,5 trilyun yang sebelumnya di bulan Mei sebesar Rp. 23,3 triliun, melebihi jumlah pada saat krisis. Rasio NPL pada 31 Desember 2002 sebesar 9,02% menurun drastis dibandingkan dengan 31 Desember 2001 yang mencapai 60,98%.

Saat ini, Bank Internasional Indonesia merupakan salah satu bank yang masuk kedalam jajaran 6 besar bank dengan total asset terbesar di Indonesia, yaitu Rp. 34,5 Trilyun pada Juni 2003. Dengan jumlah nasabah lebih dari dua juta rekening di 250 lebih kantor cabang (4 diantaranya di luar negeri). Jaringan perbankan online di seluruh Indonesia, yang didukung dengan ATM sebanyak 700 unit, dan terhubung ke 3000 ATM ALTO yang tersebar di seluruh Indonesia, serta 8000 ATM Cirrus di seluruh dunia. Juga debit card yang dapat digunakan di 5,6 juta merchant yang tersebar di seluruh dunia. BII juga merupakan satu-satunya bank di Indonesia yang menyediakan ATM dalam mata uang dollar Amerika. Selain juga dikenal sebagai salah satu pendahulu pada layanan virtual banking, termasuk didalamnya fasilitas

Internet Banking, Corporate Online Banking (CoolBanking), dan Phone Banking.

Selain menyediakan layanan untuk pribadi istimewa yakni Platinum baik untuk nasabah regular dan maupun nasabah yang ingin menikmati layanan berbasis syariah.

BII memiliki baik wahana maupun wacana yang diperlukan guna memainkan peran kunci di sektor perbankan nasional. Dengan berbagai pembaharuan yang telah

(3)

dan sedang dilakukan oleh manajemen baru, dan dengan didukung oleh 8000 orang karyawan, BII siap untuk melayani nasabahnya dengan lebih baik dan peduli.

Setelah melaksanakan berbagai kegiatan transformasi dan restrukturisasi sepanjang tahun 2002, kini BII dengan bangga memperkenalkan identitasnya yang baru, yang mencerminkan semangat baru dan keinginan yang lebih kuat untuk memberikan rangkaian produk dan layanan berkualitas dan berstandar internasional kepada para nasabahnya,namun tetap mempertahankan sentuhan lokal.

Logo baru BII menggunakan jenis huruf kecil dengan tampilan desain “muda” dan progresif. Dua titik merah yang terhubung, melambangkan interaksi manusia yang saling berkomunikasi dan bertatap muka. Melalui interaksi dan komunikasi ini, BII mengenal nasabahnya dengan baik, menjalin kemitraan, dan kerjasama bisnis yang menguntungkan. Hubungan antar sesama insan BII, maupun antara insan BII dengan nasabah dan stakeholder lainnya, terjalin dalam teamwork yang profesional.

Begitu juga dengan visi, nilai- nilai perusahaan, kepribadian karyawan BII dan

positioning yang diusung bank BII dengan identitas barunya mencerminkan semangat

perubahan menuju bank yang sehat dan professional. Ada pun visi BII “Menjadi bank lokal terbaik yang diakui memiliki kualitas, pelayanan dan inovasi produk berstandar internasional.”, nilai- nilai perusahaan yang menjiwai semangat Transparansi (terus terang, terbuka, komunikasi yang jelas); Integritas (taat terhadap prinsip, jujur dan bertanggung jawab); Profesionalisme (sikap kehati- hatian, berorientasi pada prestasi, memiliki motivasi serta komitmen tinggi terhadap kepuasan nasabah); Cerdas (kreatif, berpikir ke depan, antisipatif, pandai); Mumpuni (ahli, berpendidikan, terlatih, menjadi yang terbaik dibidangnya untuk menghasilkan sesuatu yang melebihi

(4)

harapan), kepribadian karyawan BII yang tercermin dalam 5C (Creative - Kreatif,

Clever – Pintar, Committed - Sungguh-sungguh, Caring - Peduli, dan Cutting Edge -

Unggul) serta positioning BII sebagai bank yang mampu memberikan layanan serta produk perbankan berstandar internasional kepada nasabah perorangan maupun perusahaan di Indonesia dan mampu menjadi mitra usaha untuk membina hubungan jangka panjang yang menguntungkan, yang memberikan kemudahan serta kenyamanan layanan perbankan.

Perubahaan identitas perusahaan yang baru dengan kepemimpinan manajemen baru BII membawa angin segar menuju bank yang dapat berkompetisi baik secara lokal maupun internasional. Dengan mengusung motto “True Local Bank,

World Class Standard” menunjukkan keseriusan bank BII untuk mengenal, mengerti

dan memahami kebutuhan serta keinginan nasabah melalui produk-produk inovatif yang dikeluarkan demi memberikan kemudahan, kecepatan dan ketepatan pelayanan yang berkualitas dengan standar internasional bagi setiap nasabahnya.

Divestasi PT Bank Internasional Indonesia Tbk yang dilakukan oleh BPPN telah berjalan dengan baik sehingga kepemilikan saham Pemerintah sebesar 92,06% telah beralih 51% nya ke Temasek Holding yang berpusat di Singapura dengan mengandeng Bank KookMin dari Korea dengan penanda tanganan Sales Purchase

Agreement (SPA) pada tanggal 20 November 2003. Kemudian dilakukan Rapat

Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk melakukan pergantian manajemen pada tanggal 16 Desember 2003. Dengan pergantian pucuk pimpinan di PT Bank Internasional Indonesia Tbk, mereka menunjukkan perhatian khusus

(5)

terhadap Sumber Daya Manusia di BII yang merupakan bagian dari Strategi Manajemen.

Dibawah ini merupakan peta perjalanan dari PT Bank Internasional Indonesia Tbk dari awal berdiri sampai masa transformasi yang sedang dijalankan saat ini

Gambar 4.1 Peta Perjalanan BII

Dan berikut merupakan peta perjalanan Divisi Sumber Daya Manusia PT Bank Internasional Indonesia Tbk dimana model kompetensi merupakan salah satu proyek yang akan diimplementasikan di tahun 2004.

(6)

Gambar 4.2 Peta Perjalanan Divisi SDM BII

4.2 Kondisi BII tanpa Model Kompetensi.

PT. BII sebelum tahun 2002 belumlah menggunakan model kompetensi di dalam divisi Sumber Daya Manusianya. Semua kegiatan SDM masih menggunakan metode - metode lama baik itu di dalam performance management, leadership

development, succession planning, grading or job evaluation, training and Career Development, compensation system, recruitment and staffing dan multi-rater assessment. Berikut ini akan dibahas sekilas mengenai hal- hal tersebut di atas.

(7)

4.2.1 Performance Management.

Sebelum menggunakan model kompetensi, Divisi SDM BII di dalam menentukan manajemen kinerja (performance management) seorang karyawan menggunakan data-data kuantitatif di dalam pengambilan keputusannya. Misalnya kinerja seorang sales diukur berdasarkan tingkat penjualan yang telah dilakukannya, berapa banyak calon pelanggan yang dapat ditarik, dan sebagainya. Begitu juga dengan seorang teller, kinerjanya diukur misalnya berdasarkan berapa kali orang tersebut absen / tidak masuk kerja dalam setahun, berapa kali ia mengambil cuti, berapa kali ia datang terlambat, dan sebagainya.

Sedangkan dengan adanya model kompetensi selain data-data kuantitatif yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan mengenai kinerja seseorang, data-data kualitatif juga digunakan. Misalnya dalam periode tertentu, apakah seorang teller sudah dapat meningkatkan kemampuannya atau kompetensinya di dalam hal kemampuannya mengatur stress.

4.2.2 Leadership Development

Pengembangan kepemimpinan (Leadership Development) dulu tidak menjadi perhatian utama karena diharapkan seorang pemimpin dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri. Alasan mengapa seorang pemimpin diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya sendiri karena dipercaya bahwa untuk menjadi seorang pemimpin biasanya seorang individu harus melewati tahap-tahap di dalam hirarki organisasi dan diharapkan dengan melewati tahapan-tahapan tersebut individu tersebut mengerti secara keseluruha n

(8)

kerja organisasi sehingga pada saat memimpin individu tersebut sudah mengetahui apa yang menjadi tugasnya dan pengembangan cara kerjanya tergantung dari bagaimana kreatifitas individu yang menjadi pemimpin tersebut.

Kedua, kalaupun seorang pemimpin tersebut ingin mengembangkan diri biasanya ia akan mengikuti banyak sekali modul- modul pelatihan yang menurutnya perlu bagi dirinya. Biasanya modul- modul pelatihan yang digunakan dalam mengembangkan kemampuan seorang pemimpin misalnya seorang manager biasanya bukanlah modul- modul pelatihan yang umum. Kebanyakkan dari pelatihan dari modul- modul tersebut harus diperoleh dari pendidikan pada suatu organisasi atau lembaga pelatihan tertentu yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup banyak untuk mengikuti banyak sekali modul- modul pelatihan.

Dengan adanya model kompetensi ini diharapkan seorang pemimpin menjadi tahu apa yang menjadi kekuatan dan apa yang menjadi kelemahan bagi dirinya. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya, pemimpin tersebut tahu kemampuan atau kompetensi apa yang diperlukan bagi dirinya untuk menambah kelebihan dirinya dan menutupi kelemahannya sehingga ia akan tahu modul- modul pelatihan apa yang memang benar-benar berguna bagi dirinya tanpa perlu ia mengikuti banyak pelatihan yang tentunya akan sangat membantunya baik dalam hal perencanaan anggaran maupun perencanaan waktunya.

(9)

4.2.3 Succession Planning

Di dalam hal perencanaan penerus (Succession Planning) hal ini dulunya juga diputuskan dengan menggunakan data-data kuantitatif misalnya berapa lama pengalaman yang dimiliki calon penerus tersebut, berapa banyak keuntungan yang sudah diberikan bagi organisasi atau perusahaan, berapa banyak suara yang mendukung individu tersebut, dan sebagainya. Sangat jarang bagi perusahaan secara khusus menyiapkan beberapa orang individu yang memang sangat berprestasi dan membekali mereka dengan berbagai macam kemampuan khususnya kemampuan dalam hal manajerial untuk menjadi calon-calon pemimpin di masa mendatang karena adanya kesulitan perusahaan untuk menentukan para calon penerus secara dini dan adanya ketakukan bahwa individu- individu tersebut setiap saat dapat meninggalkan perusahaan sehingga anggaran yang sudah dikeluarkan akan menjadi sia-sia apalagi anggaran yang sudah dikeluarkan tidaklah sedikit.

Dengan adanya model kompetensi, organisasi maupun perusahaan dibantu untuk menentukan siapa saja yang memang cocok untuk ditunjuk menjadi para calon penerus dan apa saja yang perlu dipersiapkan bagi masing- masing individu ya ng berprestasi tersebut untuk menjadi bekal pada saatnya.

4.2.4 Grading or Job Evaluation

Di dalam penilaian atau evaluasi pekerjaan (Grading / Job Evaluation) lagi- lagi hanya data-data kuantitatif sajalah yang paling dominan dipakai di dalam menentukan berapa besar reward yang akan diberikan ataupun promosi jabatan

(10)

Yang biasanya menjadi bahan pertimbangan di dalam Grading atau Job

Evaluation tersebut adalah bersarnya tingkat penjualan, banyaknya jumlah

absensi, dan sebagainya.

Dengan adanya model kompetensi penentuan penilaian atau evaluasi pekerjaan tidak hanya diperhatikan dari sudut pandang data-data kuantitatif saja tetapi juga melihat sudut pandang dari kemampuan atau kompetensi individu tersebut sehingga hasil evaluasi lebih obyektif, tidak hanya berupa keharusan untuk meningkatkan penjualan semata tetapi suatu keputusan yang perlu diambil untuk meningkatkan kompetensi individu tersebut sehingga kualitas kerjanya menjadi semakin meningkat yang pada akhirnya akan menguntungkan perusahaan misalnya penjualan yang meningkat, motivasi kerja yang meningkat, dan sebagainya.

4.2.5 Training and Career Development

Sama seperti halnya dengan pengembangan kepemimpinan (Leadership Development), dengan tidak adanya model kompetensi, pelatihan dan pengembangan karir pekerja di suatu organisasi atau perusahaan akan sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang juga tidak sedikit, walaupun modul- modul untuk pelatihan maupun pengembangan karir tidaklah sejarang modul pada pengembangan kepemimpinan. Namun dengan jumlah pekerja yang tidak sedikit dan setiap pekerja harus mengikuti keseluruhan modul-modul pelatihan maka organisasi atau perusahaan menjadi tidak efektif di dalam mengeluarkan anggaran untuk pelatihan dan pengembangan.

(11)

Dengan adanya model kompetensi, organisasi atau perusahaan dibantu untuk menentukan modul- modul apa saja yang berguna bagi masing- masing pekerjaan sehingga tidak semua individu haruslah mengikuti seluruh modul-modul pelatihan yang ada yang memang tidak semua modul-modul- modul-modul tersebut berguna bagi individu untuk mengerjakan tugasnya. Misalnya seorang teller tidaklah perlu untuk mengikuti modul- modul pelatihan untuk mempersiapkan bahan-bahan presentasi.

4.2.6 Compensation System

Tanpa model kompetensi, di dalam menentukan sistem kompensasi (Compensation System) pihak perusahaan atau organisasi kebanyakkan hanya menyamakan kompensasi yang diberikan untuk posisi yang sama. Hal ini terkadang menimbulkan banyak protes di kalangan pekerja karena pekerja yang bahkan menduduki suatu posisi yang sama pun mempunyai tugas yang berlainan yang juga membutuhkan keahlian atau kemampuan yang berbeda sehingga kompensasi yang diberikan pun seharusnya sesuai dengan porsi pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan keahlian atau kemampuan tertentu.

Dengan adanya model kompetensi, pihak perusahaan terbantu untuk menyusun suatu sistem kompensasi yang tidak hanya memperhatikan tingkatan suatu posisi atau jabatan namun juga jangkauan, kedalaman dan tipe keahlian atau kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas di posisi atau jabatan tertentu.

(12)

4.2.7 Recruitment and Staffing

Tanpa model kompetensi, proses penerimaan karyawan baru (recruitment) sangat tergantung pada tes-tes psikologi yang kadang-kadang sangat sulit untuk menentukan apakah seorang individu memang cocok untuk jabatan tertentu karena kebanyakkan tes psikologi lebih memperhatikan apakah seorang individu dapat bekerja keras atau tidak tanpa memperhatikan kecocokkan individu tersebut dengan pekerjaan atau jabatan yang akan ditempatinya.

Begitu juga dalam hal pengaturan karyawan (Staffing), tanpa adanya model kompetensi biasanya pihak manajemen hanya mencoba-coba apakah memang individu tersebut cocok untuk menempati posisi atau jabatan tertentu dengan lebih memperhatikan pengalaman kerjanya.

Dengan adanya model kompetensi diharapkan proses penerimaan karyawan baru dan pengaturan karyawan tidak hanya memperhatikan kemampuan individu dari segi teknis semata ataupun kemungkinan ia memiliki kemauan untuk bekerja keras atau tidak, namun juga me mperhatikan kecocokkan individu tersebut dengan posisi atau tugas yang akan dikerjakannya karena dengan adanya kecocokkan tersebut motivasi individu untuk mengerjakan tugasnya menjadi lebih meningkat.

4.2.8 Multi-rater Assessment

Penilaian Multi-rater atau banyak tingkat (Multi-rater Assessment) sangat jarang dilakukan kalaupun dilakukan biasanya penilaian seorang bawahan dari atasannya. Kalaupun ada biasanya yang dinilai kebanyakkan adalah hal- hal

(13)

yang bersifat terlihat misalnya apakah seorang teller rajin datang ke kantor atau tidak, apakah teller tersebut sering terlambat atau tidak, dan sebagainya.

Dengan adanya model kompetensi BII diperkenalkan pada suatu penilaian yang bersifat lebih dari satu tingkat maksudnya penilaian tidak hanya dilakukan oleh atasannya namun juga oleh rekan sekerja, bawahannya ataupun bahkan pelanggan. Dengan demikian penilaian tersebut dapat lebih obyektif dan akurat. Dan dengan model kompetensi ini, diharapkan penilaian tidak hanya berupa hal-hal yang terlihat saja, namun juga hal- hal yang tidak dirasakan secara langsung misalnya apakah seorang teller mempunyai kemampuan perencanaan yang baik atau tidak, apakah ia dapat menangani stress yang terjadi pada dirinya atau tidak, dan sebagainya.

Dengan melihat hasil analisa di atas, terlihat bahwa model kompetensi sangatlah berguna bagi PT. BII khususnya di dalam divisi sumber daya manusianya yang mempunyai visi untuk meningkatkan kesejahteraan para karyawan yang bekerja di BII dengan meningkatkan kemampuan atau keahlian masing- masing individu yang bekerja di BII.

Gambar

Gambar 4.1 Peta Perjalanan BII
Gambar 4.2 Peta Perjalanan Divisi SDM BII

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik pelaku usaha mikro agribisnis dalam mengakses KUR Mikro di BRI Unit Baron berdasarkan 5C memiliki “Character” yang baik sebesar 85,97 % dalam hal pembayaran

Pelamar yang namanya tidak tercantum dalam lampiran pengumuman ini dinyatakan TIDAK LOLOS seleksi dan tidak berhak mengikuti tahapan seleksi berikutnya;7. Pelamar yang TIDAK HADIR

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh return on asset (ROA), koneksi politik, ukuran perusahaan, kompensasi kerugian fiskal dan kepemilikan institusional

Pembangunan yang telah dijalankan pada masing-masing blok peruntukan lahan \ang ada di kampus Bina Widya Universitas pada umumnya terdiri dari bangunan bangunan permanen

Penelitian lanjutan diperlukan untuk mendapatkan karakteristik deri- vat phorbol ester 12-O-Acetylphorbol- 13 decanoate dan 12-O-decanoyl phorbol 13-(2-methylbutyrate)

(0274) 550852; (0274) 9531013 website: http://sertifikasiguru.uny.ac.id; e-mail: sertifikasiguru_uny@yahoo.com Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Tenaga Kependidikan dan

Dalam tema tata kelola perusahaan ini butiran-butiran yang terkait dalam penilaian tanggung jawab sosial dalam ISR Indeks yaitu, (1) status kepatuhan terhadap syariah, (2) rincian

Teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan explorasi (penelusuran) melalui informan kunci dengan menggunakan metode wawancara dengan teknik snowballing. Adapun