• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh: (1) Tsu : A, a kibun onsenyado da ne korya. (CMCJ. Tsa Wah, nikmatnya scpcrti scdang berlibur ke pemandian air paiias saja (CMCI5:42)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Contoh: (1) Tsu : A, a kibun onsenyado da ne korya. (CMCJ. Tsa Wah, nikmatnya scpcrti scdang berlibur ke pemandian air paiias saja (CMCI5:42)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa menurut Koentjaraningrat merapakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal. Unsur-unsur yang lainnya adalah sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian. Unsur-unsur tersebut dapat ditemukan pada semua bangsa (Koentjaraningrat, 1990: 203-204).

Pada era informasi saat ini, globalisasi merupakan suatu yang tidak dapat ditolak. Dengan pesatnya kemajuan sistem komunikasi membuat batas-batas negara menjadi semu. Ini membawa implikasi bahwa tingginya frekuensi persentuhan dengan dunia luar menjadi suatu keharusan, dan bahasa merupakan bagian yang paling penting dalam proses tersebut.

Penerjemahan karya-karya asing ke dalam bahasa Indonesia adalah salah satu cara untuk mengenal kebudayaan suatu bangsa. Dengan maraknya komik-komik terjemahan dari Jepang, orang Indonesia mulai mengenal kebiasaan-kebiasaan orang Jepang, bentuk rumah, makanan, kesenian, sejarah, dan iain-lain. Akan tetapi sering muncul kata-kata yang sulit diterjemahkan sehingga ada bagian-bagian yang sulit dimengerti bagi pembaca yang awam tentang Jepang. Biasanya permasalahan muncul dalam menerjemahkan istilah-istilah yang berkaitan dengan kebudayaan Jepang yang memang tidak ditemukan padanan satu banding satu dalam bahasa Indonesia.

(2)

Contoh: (1) Tsu :

5: 42) A, a kibun onsenyado da ne korya. (CMCJ

Tsa Wah, nikmatnya scpcrti scdang

berlibur ke pemandian

air paiias saja (CMCI5:42)

(2) Tsu : 'ranahala. (MN il

2001: 79)

Tsa : Festival Rintana. (MNTT

2001:79)

Dalam contoh (1) onsenyado mendapat padanan pemandian air panas. Berdasarkan KBJI maknanya adalah penginapan bermata air panas (KB.)I 1994: 769). Sedangkan berdasarkan kamus Koojien maknanya adalah penginapan di tempat pemandian air hangat (Koojien: 402). Kata onsenyado terdiri dari tiga buah huruf kanji on rfi (hangat), sen ^ (tempat yang mengeluarkan air dari dalam tanah), dan yado ^ (penginapan). Bila dilihat dari pembentukan katanya terdiri dari onsen (tcmpat pemandian air hangat) dan yado (penginapan). Berdasarkan uraian di atas ada pergeseran makna. Tidak hanya itu, juga terjadi pergeseran bentuk dari kata menjadi Dalam conloh (2) lanahaia mendapal padanan festival binlang. Perayaan lanabala yang dirayakan pada tanggal 7 Juli didasarkan pada sebuah legenda Cina. Pada malam tanggal 7 Juli adalah satu malam dalam sctahun saat pcngcmbala sapi (bintang Altair) diperbolehkan menyeberangi milky way (galaksi Bima Sakti) untuk bertemu dengan kekasihnya, putri penenun (bintang Vega) (LJS: 101). Bila dilihat ' Gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, misalnya gunung tinggi. (Kridalaksana

1993: 59). frase .

(3)

dari huruf kanjinya tanabata terdiri dari tana -t (tujuh) dan bata ^ (menjelang malam). Pada contoh dua ini juga terjadi pergeseran bentuk dari kata menjadi frase. Dalam budaya bahasa sasaran (selanjutnya disebut Bsa) tidak dikenal istilah festival bintang, sehingga bila tidak tahu latar belakang seperti itu, pembaca teks sasaran (selanjutnya disebut Tsa) akan sulit memahaminya.

Penerjemahan adalah pengungkapan kembali di dalam Bsa padanan yang secara wajar paling dekat dengan pesan dalam bahasa sumber (selanjutnya disebut Bsu), yaitu dalam hal makna dan gaya (Nida dan Taber 1974:12). Larson (1998: 3) menjelaskan bahwa penerjemahan pada dasamya adalah perubahan bentuk. Dalam penerjemahan, makna dalam Bsu dialihkan ke dalam Bsa. Proses ini dilakukan dengan mengubah bentuk bahasa pertama (Bsu) ke dalam bentuk bahasa kedua (Bsa). Dalam hal ini yang akan dialihkan adalah makna sehingga makna haruslah tetap, sedangkan bentuk dapat saja berubah.

Menurut Newmark suatu hasil terjemahan dipengaruhi oleh 10 faktor, yaitu: (1) gaya penulisan atau idiolek (ciri-ciri bahasa seseorang) penulis Bsu; (2) konvensi atau norma dalam Bsu, baik dalam penggunaan tata bahasa maupun leksikal untuk berbagai teks, sangat tergantung topik dan situasi; (3) masalah kebudayaan yang melatari Bsu. Isi dan rinciannya mengacu secara khusus kepada Bsu atau budaya bahasa ketiga (bukan Bsu atau Bsa); (4) tipe format atau setting teks dalam Bsu dipengaruhi oleh tradisi pada waktu teks bersangkutan ditulis; (5) perkiraan-perkiraan pembaca yang menduga-duga berdasarkan pengetahuarmya tentang topik bersangkutan dan gaya bahasa yang mereka gunakan; (6) konvensi Bsa atau pembaca berbeda dengan Bsu; (7) kebudayaan Bsa berbeda dengan budaya Bsa;

(4)

(8) format atau setting Bsa berbeda dan juga sangat dipengaruhi kebiasaan pada waktu penerjemahan dilakukan; (9) apa yang dijelaskan atau dibicarakan, dipastikan atau dibuktikan tergantung pada referensi penerjemah yang boleh jadi bebas dari teks sumber dan dugaan-dugaan pembaca; (10) pandangan-pandangan dan prasangka-prasangka penerjemah yang mungkin bersifat pribadi, subjektif atau asumsi-asumsi penerjemah. Selain itu juga mungkin dipengaruhi oleh sosial dan budaya, politik, etnis, kepercayaan atau agama, kelas sosial, gender, dan Iain-lain (Newmark 1988: 5).

Kesepuluh faktor tersebut hams selalu dipertimbangkan dalam proses penerjemahan termasuk penerjemahan kosakata budaya. Faktor-faktor tersebut akan berakibat pada perlunya audience design (menetapkan atau merancang siapa calon pembaca terjemahan dan apa tujuan menerjemahkan teks bersangkutan), pemilihan metode dan teknik, serta pengambilan keputusan. Benar tidaknya suatu terjemahan tergantung dari untuk siapa terjemahan tersebut dan untuk tujuan apa terjemahan tersebut. Dengan demikian misalnya, suatu terjemahan yang ditujukan untuk umum akan berbeda dengan terjemahan untuk para ahli.

Bahasa sebagai objek penerjemahan merupakan bagian dari budaya dan oleh karena itu penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain tidak dapat dilakukan secara memadai, tanpa memiliki pengetahuan yang baik mengenai budaya dan struktur kedua bahasa tersebut (Larson 1998; 470).

Setiap masyarakat akan memandang sesuatu menurut perspektif budaya yang dimilikinya (Larson 1998: 149). Dalam penerjemahan, salah satu masalah yang paling sulit yang mungkin akan dihadapi oleh penerjemah adalah bagaimana menemukan

(5)

padanan leksikal untuk objek dan kejadian yang tidak ditemui dalam budaya Bsa. Seorang penerjemah tidak hanya harus menguasai dua bahasa (Bsu dan Bsa) tetapi juga harus mengenal dua kebudayaan yang bersangkutan, sebab perbedaan

kebudayaan menyebabkan beberapa konsep dalam Bsu tidak mempunyai padanan leksikal dalam Bsa. Faktor-faktor yang berkaitan dengan hal tersebut antara lain adalah perbedaan geografis, adat istiadat, kepercayaan, gambaran terhadap dunia, dan Iain-lain (Larson 1998: 179).

Larson juga menambahkan bahwa perbedaan budaya mempunyai perbedaan fokus. Misalnya budaya masyarakat Papua Nugini yang terfokus pada perkebunan, perikanan, tumbuh-tumbuhan, makanan, dan upacara-upacara, akan berbeda dengan budaya masyarakat Amerika yang lebih terfokus pada pekerjaan untuk memperoleh uang, olahraga, menuntut ilmu, pemikahan, dan Iain-lain. Contoh lain misalnya perbedaan kelompok masyarakat yang mengenal teknologi dengan masyarakat lain yang belum mengenal teknologi. Perbedaan-perbedaan tersebut tercermin dalam jiunlah kosakata yang ada untuk menyatakan topik-topik tertentu (Larson 1988: 150).

Menurut Hoed, walaupun terdapat perbedaan struktur antara bahasa yang satu dengan bahasa lainnya, dan juga perbedaan fokus yang disebabkan oleh perbedaan budaya, tetapi karena setiap bahasa (sebagaimana halnya setiap kebudayaan) memiliki aspek-aspek yang semesta {universal), maka penerjemahan masih memungkinkan untuk dilakukan (Hoed via Machali 2000: x).

Secara geografis dan historis, Jepang dan Indonesia mempunyai banyak perbedaan. Hal itu tidak hanya menyebabkan berbedanya bahasa kedua negara, tetapi juga menyebabkan adanya perbedaan adat istiadat, kepercayaan, gambaran terhadap

(6)

lingkungannya, dan Iain-lain. Karena perbedaan tersebut, seringkali ditemukan kendala dalam menerjemahkan kosakata budaya bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Misalnya dalam budaya Jepang dikenal kosakata budaya seperti happP, hanamf, koto', tokonoma, dan lain sebagainya. Kata-kata tersebut secara leksikal sulit ditemukan padanan yang pas dalam bahasa Indonesia.

Dalam skripsi ini penulis akan meneliti hasil terjemahan kosakata budaya dari teks bahasa Jepang ke dalam teks bahasa Indonesia. Metode dan prosedur penerjemahan yang disampaikan Newmark digunakan sebagai alat analisis untuk mengetahui sejauh mana padanan tersebut memiliki kesepadanan yang wajar.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini merupakan sebuah kritik terjemahan berdasarkan teori Newmark dan analisis terjemahan dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia pada kasus kosakata budaya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah, apakah kosakata budaya Bsu yang diterjemahkan ke dalam Bsa dapat mencapai kesepadanan yang wajar menurut metode dan prosedur yang disampaikan oleh Newmark?

1.3 Batasan Masalah

Kosakata budaya oleh Newmark diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu (1) hal yang berkaitan dengan ekologi, (2) kebudayaan material, (3) kebudayaan sosial, (4) organisasi sosial, politik dan administrasi, istilah keagamaan, dan (5) gerak

(7)

tubuh dan kebiasaan Newmark (1988: 94-95). Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada kosakata budaya yang berkaitan dengan kebudayaan material dan kebudayaan sosial.

Saat ini ada beberapa karya sastra Jepang yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tetapi umumnya tidak diterjemahkan dari teks asli bahasa Jepang. Oleh karena minimnya karya sastra yang langsung diterjemahkan dari teks asli bahasa Jepang, penulis memilih komik yang pada umumnya diterjemahkan langsung dari teks aslinya. Judul yang dipilih adalah komik Chibi Maruko-chan (selanjutnya disebut CMC). Komik tersebut merupakan karya komikus Sakura Momoko^ yang diterjemahkan oleh Natasha Ihza dan Ulfa Rawina. Data-data penelitian diambil dari komik CMC bahasa Jepang dan bahasa Indonesia jilid 1-5.

Pemilihan komik CMC didasarkan pada dua pertimbangan, pertama, komik tersebut bercerita tentang kehidupan sehari-hari orang Jepang sehingga banyak memuat kosakata budaya, terutama kosakata yang berkaitan dengan kebudayaan material dan kebudayaan sosial. Kedua, contoh kata-kata yang muncul dalam komik tersebut cukup sering muncul dalam komik-komik lain atau majalah yang diterjemahkan dari bahasa Jepang, yang berkaitan dengan kebudayaan Jepang, sehingga dapat diharapkan cukup representatif sebagai data penelitian.

1.4 Tujuan Penelitian

Kesepadanan terjemahan adalah hal yang sangat penting karena hasil terjemahan yang baik akan menyampaikan pesan sesuai dengan teks sumber

V

(8)

(selanjutnya disebut Tsu) tanpa mengubah pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh Tsu. Oleh sebab itu dalam proses menerjemahkan, seorang penerjemah perlu menggunakan prosedur yang tepat untuk menghasilkan terjemahan yang baik. Tujuan penelitian ini adalah membuat sebuah kritik dan analisis terjemahan dalam penerjemahan kosakata budaya, untuk mengetahui sejauh mana kesepadanan dapat dicapai. Selain itu juga untuk mencari solusi bagaimana suatu metode dan prosedur digunakan secara tepat sesuai dengan kasus yang dihadapi penerj emah dalam menerj emahkan kosakata budaya.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis.

Metode yang digunakan dalam tahap pengumpulan data adalah melakukan pemilahan kosakata yang termasuk kategori kosakata budaya dari komik CMC jilid 1 sampai 5. Kategori yang digunakan adalah teori yang dikemukakan Newmark tentang kosakata budaya yaitu kebudayaan material dan kebudayaan sosial. Tahap selanjutnya adalah analisis data yang meliputi analisis singkat Tsu, analisis maksud penerjemah, membandingkan Tsa dan Tsu, dan evaluasi terjemahan. Pada bagian ini data-data yang telah diklasifikasikan tersebut dianalisis berdasarkan metode dan prosedur penerjemahan. Prosedur yang akan digunakan adalah transposisi, modulasi, adaptasi, pemadanan berkonteks, pemadanan bercatatan, transferensi dan pemadanan fungsional. Pada tahap akhir akan dipaparkan kesimpulan-kesimpulan dari hasil analisis.

V

(9)

1.6 Sistematika Penyajian

Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penyajian. Bab 11 akan membahas teori kosakata budaya, teori tentang makna, prosedur terjemahan, dan metode terjemahan yang akan dipakai sebagai landasan analisis data. Analisis data akan dipaparkan dalam Bab III, dan Bab IV merupakan penutup yang berisi hasil analisis dalam bentuk kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini akan menguraikan efektivitas pembelajaran tolak peluru kelas VII menggunakan media bola plastik yang dilakukan pada siswa kelas VII I SMP Negeri 24

Terimakasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada Laboratorium Parasitologi, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional I Medan, beserta staf yang telah

Tidak semua persepsi mengenai dampak buruk kopi itu benar.Karena menurut beberapa penelitian kopi juga mempunyai khasiat yang baik.Tetapi jika tidak membatasi

Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39

Untuk analisis jumlah pelayanan pada pintu kedua di pos kota Terminal Terboyo yaitu jurusan Demak, dapat dilakukan perbaikan sistem antrian dengan menambah saluran

- Aktarmalı yığın teşkili ve şeklini gösteren diyagramlar, - Kompost prosesinde en sık kullanılan maddelerin özellikleri, - İlk kez kompost yapacaklar için özel bir Bölüm,..

Bagi mengelakkan perkara yang tidak diingini berlaku, pengurusan berkaitan hal ehwal ubat- ubatan diserahkan kepada mereka yang arif dalam bidang ini, Mereka dalam golongan ini

Bukan lagi senyum refleks pada saat tidur, tapi senyum yang memancing respon anda untuk membuatnya tersenyum lebih lebar.Pada saat inilah orang tua mengetahui bahwa tiba saatnya