1
PROPOSAL
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
DANA BOPTN ITS 2015
SISTEM INFORMASI GOEGRAFIS
UNTUK KETINGGIAN BANGUNAN WILAYAH KKOP JUANDA
DALAM RANGKA MENDUKUNG PELAYANAN IJIN MENDIRIKAN
BANGUNAN (IMB) PEMERINTAH KOTA SURABAYA DAN SIDOARJO
Tim Pengabdi:
Akbar Kurniawan, ST, MT Teknik Geomatika/FTSP
Dr.Ir.M.Taufik Teknik Geomatika/FTSP
Dr. Ira Mutiara A, ST, M.Phil Teknik Geomatika/FTSP
Udiana Wahyu D, ST, MT Teknik Geomatika/FTSP
Husnul Hidayat, ST, MT Teknik Geomatika/FTSP
Cherie Bekti, ST, MT Teknik Geomatika/FTSP
Ridha Rahmawan Teknik Geomatika/FTSP
Muhammad Fikri Pramana Putra Teknik Geomatika/FTSP
Agita Setya Herwanda Teknik Geomatika/FTSP
Andri Arie Rahmad Teknik Geomatika/FTSP
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
3 RINGKASAN
Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung, menyatakan bahwa untuk terwujudnya tertib penyelenggaraan bangunan gedung dan menjamin keandalan teknis bangunan gedung serta terwujudnya kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap pendirian bangunan gedung harus berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB). Dalam Peraturan tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan kebenaran data umum bangunan gedung, termasuk ketinggian bangunan gedung terhadap ketinggian maksimum. IMB merupakan salah satu produk hukum untuk mewujudkan tatanan tertentu sehingga tercipta ketertiban, keamanan, keselamatan, kenyamanan, sekaligus kepastian hukum.Kewajiban setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan memiliki Izin Mendirikan Bangunan terdapat pada Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009. IMB tersebut melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan dan rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat di pertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama. Sehingga jelas bahwa IMB itu penting, karena nilai lebih jika memiliki bangunan yang telah ber-IMB. Selain hal tersebut memiliki bangunan yang telah ber-IMB juga memiliki kelebihan dibandingan dengan bangunan yang tidak ber-IMB, yakni bangunan memiliki nilai jual yang tinggi, jaminan kredit bank, peningkatan Status Tanah serta mengetahui Informasi Peruntukan dan Rencana Jalan.
Bandara Udara Juanda, adalah salah satu bandara internasional di Indonesia, yang memiliki jumlah penerbangan yang padat baik lokal maupun interlokal. Bandara ini terletak di Kecamtan Sedati Sidoarjo, 20 km sebelah selatan kota Surabaya. Dengan padatnya jumlah penerbangan ini, keselamatan sangat diutamakan guna menjaga kelancaran dan kenyamanan penerbangan.(Angkasa Pura1). Oleh karena itu pemerintah telah menetapkan peraturan tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) pada peraturan menteri perhubungan KM 14 Tahun 2010, yang diperkuat oleh Peraturan pemenrintah no 70 tahun 2001 tentang kebandarudaraan, dan UU no 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan hal yang menjadi permasalahan utama dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan khususnya kawasan Keselamatan operasi penerbangan Bandara Juanda adalah masalah ketinggian benda alami atau benda buatan manusia atau yang lebih dikenal dengan sebutan halangan (obstacle). Ketinggian halangan ini dapat dikontrol, dimulai dari penandaaan titik-titik potensi halangan, perencanaan pembangunan yang sesuai, pengawasan ketat untuk halangan yang melebihi yang ditentukan, atau menaikkan ketinggian wilayah bandara karena aturan ketinggian halangan bereferensi pada
4
ARP (Airport Reference Point) yang berada Bandara Juanda. Oleh karenanya, perlu adanya pemantauan atau pengawasan terhadap bangunan-bangunan alami maupun buatan yang ada di wilayah KKOP Bandara Juanda. Dengan banyaknya zona yang memiliki ambang batas ketinggian yang berbeda – beda, penggunaan Sistem Informasi Geografis akan sangat membantu dalam hal analisa dan interface peta. Dengan menggunakan sistem pembobotan dalam SIG disetiap zona, dapat dilakukan analisa titik – titik halangan terhadap batas ketinggian. Sehingga pemerintah daerah dalam hal ini Sidoarjo dan Surabaya dapat lebih mudah dalam proses pembuatan Ijin Mendirikan Bangunan dengan bantuan SIG ini.
Oleh karena itu pada pengabdian masyarakat ini, akan dilakukan pemetaan ketinggian pada KKOP bandara Juanda dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang beracuan pada peraturan pemerintah untuk digunakan sebagai acuan dalam pembangunan kota sehingga tidak mengganggu lalu lintas penerbangan pada bandara Juanda.
Kata kunci : Sistem Informasi Geografis, Obstacle, Ketinggian Bangunan, IMB, Pemerintah Kota Surabaya dan Sidoarjo
5 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negeri yang besar baik dari segi luas wilayah, jumlah penduduk, sumberdaya alam dan budaya. Hal ini didukung pula dengan posisi geografis yang sangat strategis dalam percaturan dunia. Untuk membangun negeri Indonesia yang besar dan strategis tersebut, diperlukan perencanaan yang didukung data dan informasi spasial yang lengkap, up to date, andal serta dapat dipertanggungjawabkan. Undang-Undang Informasi Geospasial (UU IG) bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan akses IG yang dapat dipertanggungjawabkan serta mewujudkan kebergunaan dan keberhasilgunaan IG melalui kerjasama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. UU ini mendorong penggunaan IG dalam pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat dengan menggunakan referensi tunggal (single reference) yang mencakup Informasi Geospasial Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT). Secara umum negara Indonesia dalam pembangunannya tidak lepas dari peraturan dan perundangan di Indonesia yaitu antara lain adalah sebagaimana diamanatkan amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, 4 dan 5, pengelolaan sumberdaya alam memerlukan peta dan informasi geospasial untuk menunjukkan lokasi dan sebaran potensinya. Untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mendukung sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta serta mencegah berbagai kejahatan transnasional diperlukan peta dan informasi geospasial terkini dan akurat tentang wilayah terdepan dan pulau-pulau terluar sepanjang perbatasan. Hal ini untuk menjalankan amanat UUD 1945 Pasal 25A, dan Pasal 30 Ayat 2. Setiap Warga Negara Indonesia berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan peta dan informasi geospasial untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Hal ini diamanatkan pada UUD 45 pasal 28F. Bahwa agar setiap orang berhak mendapatkan manfaat yang optimal dari kemajuan ilmu dan teknologi informasi geospasial serta agar negara dapat maksimal memajukan ilmu dan teknologi informasi geospasial demi kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Hal-hal tersebut diamanatkan pada UUD 45 pasal 28C dan pasal 31 ayat 5. Ketidaksinkronan dalam perencanaan pembangunan yang berbasis spasial antar instansi berakibat pada perencanaan yang tidak efisien, tidak efektif dan tidak transparan. Selain itu, terjadi juga duplikasi kegiatan yang tidak bermanfaat dan mengakibatkan pemborosan anggaran. Hal-hal tersebut terkait dengan UUD 45 pasal 23 ayat 1 dan pasal 23C. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan prima dari pemerintah
(good-governance) diperlukan peta dan informasi geospasial yang akurat dan mutakhir. Hal ini diamanatkan pada
UUD 45 pasal 28F (Pemerintah Indonesia, 2002).
Untuk lebih fokus secara nasional, pembangunan Informasi Geospasial secara kronologis dimulai dari pembangunan Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) saat ini sudah merupakan kebutuhan yang mendasar atas segala kebutuhan pembangunan fisik di segala sektor sendi kehidupan bermasyarakat dan
6
bernegara. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang pada era globalisasi sekarang, mau tidak mau, suka tidak suka harus kita hadapi dan kita ikuti, sehingga pembangunan data spasial harus selalu mengikuti perkembangan teknologi dan informasi tersebut. Sudah cukup banyak data spasial diproduksi setiap tahunnya, tetapi pada kenyataannya tidak mudah didapatkan apalagi untuk digunakan. Hal ini menunjukkan betapa masih sulitnya mengakses data spasial, belum lagi masalah duplikasi data yang pada akhirnya tidak dalam sistem yang sama. Oleh sebab itu melalui pembangunan IDSN mari kita perkecil permasalahan tersebut dengan cara memenuhi Visi IDSN yaitu : “Tersedianya data dan informasi spasial yang berkualitas, mudah diakses dan diintegrasikan untuk pembangunan nasional” (Badan informasi Geospasial, 2011).
Pasca reformasi, pemerintah pusat mulai memberlakukan otonomi daerah yang “sebenarnya” kepada pemerintah daerah. Dikatakan “sebenarnya” karena pada masa orde baru daerah hanya dijadikan perpanjangan tangan pemerintah pusat melalui kepala daerah yang sedang menjabat. Hal ini disebabkan oleh fungsi ganda kepala daerah yang selain sebagai perangkat pemerintah daerah, ia juga sebagai perangkat pemerintah pusat yang bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri dalam negeri (Muluk, 2006). Jadi, meskipun pada masa orde baru terdapat UU Nomor 5 Tahun 1974 yang mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, namun dalam pelaksanaannya UU ini lebih mengarah pada sentralisasi daripada desentralisasi sehingga menimbulkan ketidakpuasan karena berkurangnya derajat demokrasi dan kemandirian daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat bersama DPR yang terbentuk setelah reformasi menerbitkan UU Nomor 22 Tahun 1999 sebagai perbaikan dari UU No 5/1974. Di dalam UU No 22/1999 terjadi beberapa perubahan mendasar. Penyerahan yang semula menggunakan prinsip ultra vires doctrine berubah menjadi menggunakan prinsip general competence. Melalui prinsip ini, kewenangan pemerintah daerah semakin besar karena kewenangan pemerintah pusat didefinisikan terlebih dahulu, sehingga kewenangan yang tidak didefinisikan menjadi milik pemerintah daerah semuanya. Meskipun pada dasarnya sifat kewenangan atau kekuasan pemerintah daerah masih bersifat shared sedangkan kekuasaan pemerintah adalah eksklusif. Selain itu, UU No 22/1999 ini lebih memberdayakan DPRD dengan tiga fungsi, yakni pengaturan, penganggaran, dan pengawasan. Kepala daerah tidak lagi berfungsi ganda melainkan hanya berfungsi sebagai perangkat pemerintah daerah. Ia dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD pun memiliki hak untuk mengusulkan pemberhentian kepala daerah kepada presiden (Muluk, 2006). Implementasi dari UU No 22/1999 yang mulai dilaksanakan mulai 1 Januari 2001 ini terdapat beberapa permasalahan yang harus dicarikan pemecahannya. Sebagian kalangan beranggapan bahwa timbulnya berbagai permasalahan tersebut akibat dari kelemahan yang dimiliki oleh UU ini, sehingga merekapun mengupayakan dilakukannya revisi terhadap UU ini. Revisi UU ini akhirnya terwujud dengan disempurnakannya menjadi UU No 32/2004. Akhirnya UU No 32/2004 inilah yang berlaku sampai sekarang.
7
Perubahan penting yang terdapat dalam UU No 32/2004 ini adalah kembali memasukkan pertimbangan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang partisipatif dan penentuan kepala daerah yang langsung dilakukan oleh masyarakat melalui pemilihan langsung, tidak lagi melalui mekanisme pemilihan oleh DPRD (Muluk, 2006). Dasar pemikiran yang tertuang dalam penjelasan atas UU No 32/2004 ini adalah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Selain itu, daerah juga harus mempertimbangkan bahwa terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent (shared) yang artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah pusat, ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota. Pembagian urusan antarsusunan pemerintahan dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria eksternalitas (dampak), akuntabilitas (pertanggungjawaban), dan efisiensi (berdayaguna/berhasilguna). Daerah otonom pun kini memiliki urusan yang dapat dibagi dua, yakni urusan wajib dan pilihan. Urusan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, dan prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Izin Mendirikan Bangunan atau biasa dikenal dengan IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada pemilik bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung, menyatakan bahwa untuk terwujudnya tertib penyelenggaraan bangunan gedung dan menjamin keandalan teknis bangunan gedung serta terwujudnya kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap pendirian bangunan gedung harus berdasarkan Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB). Dalam Peraturan tersebut disebutkan bahwa pemeriksaan kebenaran data umum bangunan gedung, termasuk ketinggian bangunan gedung terhadap ketinggian maksimum. IMB merupakan salah satu produk hukum untuk mewujudkan tatanan tertentu sehingga tercipta ketertiban,
8
keamanan, keselamatan, kenyamanan, sekaligus kepastian hukum.Kewajiban setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan memiliki Izin Mendirikan Bangunan terdapat pada Pasal 5 ayat 1 Perda 7 Tahun 2009. IMB tersebut melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan dan rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat di pertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama. Sehingga jelas bahwa IMB itu penting, karena nilai lebih jika memiliki bangunan yang telah ber-IMB. Selain hal tersebut memiliki bangunan yang telah ber-IMB juga memiliki kelebihan dibandingan dengan bangunan yang tidak ber-IMB, yakni bangunan memiliki nilai jual yang tinggi, jaminan kredit bank, peningkatan Status Tanah serta mengetahui Informasi Peruntukan dan Rencana Jalan.
Bandara Udara Juanda, adalah salah satu bandara internasional di Indonesia, yang memiliki jumlah penerbangan yang padat baik lokal maupun interlokal. Bandara ini terletak di Kecamtan Sedati Sidoarjo, 20 km sebelah selatan kota Surabaya. Dengan padatnya jumlah penerbangan ini, keselamatan sangat diutamakan guna menjaga kelancaran dan kenyamanan penerbangan.(Angkasa Pura1). Oleh karena itu pemerintah telah menetapkan peraturan tentang Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) pada peraturan menteri perhubungan KM 14 Tahun 2010, yang diperkuat oleh Peraturan pemenrintah no 70 tahun 2001 tentang kebandarudaraan, dan UU no 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.(Kementrian Perhubungan, 2010)
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) merupakan wilayah darat, laut, maupun udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan. Radius kawasan ini mencapai 15 km dan terbagi menjadi beberapa zona yang setiap zonanya memiliki ambang batas ketinggian tertentu berdasarkan kelas bandara yang bersangkutan. Setiap benda baik yang alami maupun buatan tidak boleh melebihi batas ketinggian yang ditentukan kecuali atas persetujuan Menteri.
Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan hal yang menjadi permasalahan utama dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan khususnya kawasan Keselamatan operasi penerbangan Bandara Juanda adalah masalah ketinggian benda alami atau benda buatan manusia atau yang lebih dikenal dengan sebutan halangan (obstacle). Ketinggian halangan ini dapat dikontrol, dimulai dari penandaaan titik-titik potensi halangan, perencanaan pembangunan yang sesuai, pengawasan ketat untuk halangan yang melebihi yang ditentukan, atau menaikkan ketinggian wilayah bandara karena aturan ketinggian halangan bereferensi pada ARP (Airport Reference Point) yang berada Bandara Juanda. Oleh karenanya, perlu adanya pemantauan atau pengawasan terhadap bangunan-bangunan alami maupun buatan yang ada di wilayah KKOP Bandara Juanda. Dengan banyaknya zona yang memiliki ambang batas ketinggian yang berbeda – beda, penggunaan Sistem Informasi Geografis akan sangat membantu dalam hal analisa dan interface peta. Dengan menggunakan sistem pembobotan dalam SIG disetiap zona, dapat dilakukan analisa titik – titik halangan
9
terhadap batas ketinggian. Sehingga pemerintah daerah dalam hal ini Sidoarjo dan Surabaya dapat lebih mudah dalam proses pembuatan Ijin Mendirikan Bangunan dengan bantuan SIG ini.
Oleh karena itu pada pengabdian masyarakat ini, akan dilakukan pemetaan ketinggian pada KKOP bandara Juanda dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang beracuan pada peraturan pemerintah untuk digunakan sebagai acuan dalam pembangunan kota sehingga tidak mengganggu lalu lintas penerbangan pada bandara Juanda,
1.2. Perumusan Konsep dan Strategi Kegiatan
Kegiatan pengabdian masyarakat ini mempunyai konsep untuk mendukung potensi daerah dalam ha ini Sidoarjo dan Surabaya. Dengan dukungan ini, diharapkan pemerintah Sidoarjo dan Surabaya dapat lebih mudah dalam penataatan tata ruang yang berdampak pada penegmbangan kawasan serta peningkatan ekonomi daerah. Dukungan dalam hal ini, yaitu pembuatan suatu SIG tentang ketinggian bangunan, sehingga diharapkan memudahkan kedua pemerintah daerah tersebut dalam menerbitkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di wilayah masing-masing.
Sedangkan strategi dalam kegiatan pengabdian masyarakat yang bertujuan untuk pembuatan SIG tentang ketinggian bangunan dalam rangka mendukung pembuatan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi pemerintah Surabaya dan Sidoarjo, adalah sebagai berikut :
Memberikan pemahaman kepada pemerintah
tentang manfaat SIG
Persiapan
Studi literatur dan studi lapangan
Memperkenalkan ide SIG kepada pemerintah daerah
Pengumpulan data dan peraturan baik di
pemerintah daerah dan KKOP Juanda
Perencanaan kegiatan pemetaan bersama
pemerintah daerah dan KKOP Juanda
Survey pemetaan dengan alat Total Station
Pengukuran ketinggian bangunanwilayahKKOP Juanda
10
Gambar 1. Diagram alir strategi kegiatan pengabdian masyarakat
1.3. Tujuan, Manfaat, dan Dampak Kegiatan yang Diharapkan
Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat pembuatan SIG tentang Ketinggian Bangunan di wilayah KKOP Juanda, adalah sebagai berikut :
Memberikan dukungan kepada pemerintah daerah Surabaya dan Sidoarjo khususnya dalam rangka menerbitkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
Memetakan ketinggian halangan (Obstacle) dengan melakukan pengukuran lapangan pada wilayah KKOP Bandara Juanda
Mengetahui batas maksimal ketinggian halangan KKOP pada setiap zona berdasarkan peraturan pemerintah.
Mengevaluasi ketinggian halangan (Obstacle) pada KKOP Bandara Juanda berdasarkan peraturan pemerintah dengan menggunakan SIG.
Adapun manfaat dari kegiatan pengabdian masyarakat pembuatan SIG tentang Ketinggian Bangunan di wilayah KKOP Juanda, mempunyai manfaat sebagai berikut :
Masyarakat yang akan mendirikan bangunan menjadi lebih mudah untuk checking ketinggian bangunan yang diperbolehkan
Masyarakat menjadi lebih mampu mengidentifikasi dan sekaligus membangun prakarsa untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan menggunakan sumberdaya lokal yang mereka miliki.
Overlay dengan citra satelit
Toponimi wilayah KKOP Juanda
A
Pembuatan SIG
SIG temtang Ketinggian Bangunan Wilayah KKOP Juanda dalam
rangka Mendukung Pemerintah Daerah Surabaya dan Sidoarjo
dalam Pembuatan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
Analisa
11
SIG tentang ketinggian bangunan ini mempermudah pihak luar memahami pengurusan wilayah itu dan sekaligus mempermudah pengakuan dari pihak luar.
Dampak kegiatan yang diharapkan dalam pengabdian masyarakat untuk Pemetaan Partisipatif Potensi Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang dengan Berbasis pada Aset Pariwisata Sejarah dan Agrowisata, sebagai berikut:
memberikan informasi terbaru mengenai kondisi area KKOP Bandara Juanda yang selanjutnya digunakan untuk keselamatan operasi penerbangan.
memberikan informasi mengenai batasan-batasan ketinggian pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandara Juanda kepada pemerintah kota Surabaya dan Sidoarjo Sidoarjo untuk dijadikan sebagai acuan dalam pembangunan kota sehingga tidak mengganggu lalu lintas penerbangan pada Bandara Juanda.Memunculkan kelembagaan lokal, baik yang dulu sudah ada maupun bentuk baru.
Masyarakat menjadi lebih bertanggung-jawab untuk memperbaiki pengaturan, pengelolaan dan pengendalian atas pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah yang sudah dipetakan secara partisipatif.
Masyarakat menjadi lebih mudah untuk merencanakan alokasi ruang dan menentukan bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan sesuai dengan ketersediaan sumberdaya alam di wilayahnya untuk keberlanjutan matapencaharian mereka untuk jangka panjang.
1.4. Target Luaran
Luaran uta ma yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi spasial berupa SIG tentang Ketinggian Bangunan untuk mendukung pemerintah kota Surabaya dan Sidoarejo dalam rangka pengembangan ekonomi lokal dalam bentuk pengabdian pada masyarakat sebagai bentuk partisipasi masyarakat setempat dan pemerintah setempat. Dengan adanya SIG tersebut diharapkan dapat meningkatkan ekonomi penduduk dengan mengembangkan potensi pendukung unggulan lainnya, karena memudahkan dalam pendirian bangunan khususnya untuk investasi dan kegiatan ekonomi lainnya. Dengan SIG ini, masyarakat diharapkan dapat menentukan perencanaan penataan ruang wilayahnya. Berdasarkan SIG ini, diharapkan dapat digunakan oleh berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat umum serta masyarakat setempat untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin demi kesejahteraan bersama. Lebih dari itu, akan menjadi bahan penulisan bagi pengembangan publikasi dalam level nasional / internasional baik dalam forum seminar dan journal. Hasil lain dari kajian ini, sebagai landasan untuk menggait mitra strategis bagi pengembangan wilayah Surabaya dan Sidoarjo, guna meningkatkan ekonomi lokal dan mengembangkan potensi pariwisata. Hasil tersebut akan disampaikan dalam bentuk Workshop, Karya Tulis dalam bentuk seminar baik nasional maupun internasional serta jurnal nasional yang telah terakreditasi.
Luaran berupa :
12
- SIG tentang Ketinggian Bangunan wilayah KKOP Bandara Juanda - Tugas Akhir mahasiswa atas nama Ridha Darmawan
- Seminar nasional/internasional - Jurnal nasional terakreditasi
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Informasi Geografis 2.1.1 Definisi
Definisi SIG selalu berkembang, bertambah dan bervariasi. Hal ini terlihat dari banyaknya definisi SIG yang telah beredar. Berikut adalah beberapa definisi SIG :
a. Sistem Informasi Geografis adalah system berbasis computer yang digunakna untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi. (Paryono, 1994)
b. Sistem Informasi Geografis merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek – objek yang terdapat dipermukaan bumi. (Prahasta, 2002)
c. GIS is an a computer system for capturing, storing, querying, analyzing, and displaying geographic
data. (Chang, 2002)
d. Suatu sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi (Arronoff, 1989)
e. Sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristtik fenomena yang ditemukan di lokasi tersebut, SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukasn yaitu data spasial, perangkat keras, perangkat lunak dan struktur organisasi (Gistut, 1994)
f. Sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan (Burrough, 1986)
2.1.2 Subsistem Sistem Informasi Geografis
Subsistem SIG terdiri dari data input, data output, data manajemen, data manipulasi dan analisis (Prahasta, 2001)
14
Gambar 2.1 : Subsistem SIG
2.1.3 Komponen Sistem Informasi Geografis
Beberapa komponen yang digunakan dalam pembuatan SIG yaitu : (Prahasta, 2001) a. Perangkat Keras
Beberapa perangkat keras yang digunakan dalam pembuatan SIG adalah Digitizer, Scanner,
Computer, Printer dan lain lain).
b. Perangkat Lunak
Perangkat lunak yang digunalan dalam pembuatan SIG adalah (ArcGIS, ArcView, Mapinfo dan lain-lain).
c. Data dan Informasi geografis
Data dan informasi dapat didapatkan dari secara langsung dengan cara melakukan dijitasi spasial dan memberikan atributnya, maupun secara tidak langsung dengan cara mengimportnya.
d. Prosedur
Suatu SIG akan berjalan dengan baik jika memiliki prosedur yang jelas dan baik, sehingga mudah dijalankan oleh pengguna.
e. Sumber Daya Manusia
Kemampuan pengguna SIG untuk menjalankan aplikasinya.
2.1.4 Cara Kerja Sistem Informasi Geografis
SIG bekerja berdasarkan spasial data. Dengan cara menyimpan berbagai informasi deskriptif unsur-unsurnya sebagai atribut-atrbut didalam basisdata. Kemudian, SIG membentuk dan menyimpannya di dalam tabel-tabel (relasional). Setelah itu SIG menghubungkan unsur-unsur tersebut dengan spasial data yang bersangkutan. Dengan demikian atribut-atribut yang dimasukkan di dalam SIG dapat diakses melalui spasial data yang ada dan sebaliknya, spasial data juga dapat diakses melalui atribut-atribut yang ada.(Prahasta, 2001)
15 2.1.5 Model Data/jenis Sistem Informasi Geografis
Secara garis besar model data SIG terbagi menjadi dua jenis yaitu graphic data dan nongraphic data.
Graphic data menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan point, lines, areas, coordinates, Symbols, Pixels dan sebagainya. Sedangkan Nongraphic data menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan Attributes, Alpha, Number, Characters, Spatial Relationship dan lain sebagainya. (Reinhold, 1994).
2.1.6 Kemampuan Sistem Informasi Geografis
Beberapa kemampuan SIG antara lain yaitu : (Prahasta, 2001) a. Memasukkan dan mengumpulkan data geografi (spasial dan atribut) b. Mengintegrasikan data geografi (spasial dan atribut)
c. Memeriksa, meng-update (meng-edit) data geografi (spasial dan atribut) d. Menyimpan dan memanggil kembali data geografi (spasial dan atribut) e. Mempresentasikan atau menampilkan data geografi (spaisal dan atribut) f. Mengelola data geografi (spasial dan atribut)
g. Memanipulasi data geografi (spasial dan atribut) h. Menganalisa data geografi (spasial dan atibut)
i. Menghasilkan output data geografi dalam bentuk-bentuk: peta tematik (view dan layout), tabel,
grafik (chart), laporan (report), dan lainnya.
16
Gambar 2.3. Contoh visualisasi 3D
2.2 Penginderaan Jauh 2.2.1 Definisi
Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan seni dalam memperoleh informasi tentang suatu obyek, area, gejala melalui analisis data yang diperoleh dengan alat tanpa kontak langsung (wahana) dengan obyek atau gejala yang diamati. (Kiefer dalam Danoedoro dalam Istighfarini, 2013).
Dalam sistem penginderaan jauh terdapat empat komponen dasar yaitu target, sumber energi, alur transmisi dan sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Sensor sangatlah terbatas untuk mengindera objek yang sangat kecil. Batas kemampuan sebuah sensor dinamakan resolusi. Resolusi suatu sensor merupakan indikator tentang kemampuan sensor atau kualitas sensor dalam merekam suatu objek (Purwadhi, 2001).
Resolusi atau resolving power adalah kemampuan suatu sistem optik elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral (Swain dan Davies dalam Danoedoro, 1996). Ada beberapa jenis resolusi yang umum diketahui dalam penginderaan jauh yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, resolusi temporal serta resolusi layar, (Danoedoro dalam Istighfarini, 2013) : a. Resolusi Spasial
Ukuran terkecil objek yang masih dapat dideteksi oleh sistem pencitraan. Resolusi spasial menunjukkan level dari detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin kecil ukuran objek yang dapat terdeteksi maka semakin halus atau tinggi resolusi spasialnya, begitu pula sebaliknya. Resolusi citra satelit Landsat memiliki resolusi sebesar 30 meter.
b. Resolusi Spectral
Kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi (objek) berdasarkan pantulan atau pancaran spektralnya. Resolusi spektral menunjukkan lebar kisaran dari masing–masing band spektral yang diukur oleh sensor. Semakin banyak jumlah saluran atau kanal–kanalnya semakin tinggi kemampuannya dalam mengenali objek.
17 c. Resolusi Radiometrik
Kemampuan sensor dalam mencatat respon spektral objek atau kemampuan sensor untuk mendeteksi perbedaan pantulan terkecil. Respon berupa radiansi spektral yang dinyatakan dalam satuan mW cm-2sr -1μm-1
atau Wm-2sr-1μm-1 datang mencapai sensor dengan intensitas yang bervariasi. d. Resolusi Temporal
Kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang daerah yang sama. Satuan resolusi temporal adalah jam atau hari. Satelit Landsat MSS dan TM dapat merekam daerah yang sama setiap 18 hari sekali untuk generasi 1, dan 16 hari sekali untuk generasi 2.
e. Resolusi Layar
Kemampuan layar monitor dalam menyajikan kenampakan objek pada citra secara lebih halus. Semakin tinggi resolusi layar, maka semakin tinggi kemampuannya dalam menyajikan gambar dengan butir butir piksel secara halus.
2.2.2 Perbaikan Citra Satelit
Perbaikan citra dilakukan untuk mengembalikan citra sesuai dengan kenampakan aslinya di muka bumi. Langkah yang dilakukan meliputi koreksi geometrik, koreksi sudut matahari, dan koreksi radiometrik. a. Koreksi Geometrik
Tujuan koreksi geometri adalah untuk melakukan rektifikasi (pembenaran) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinatnya sesuai dengan koordinat geografis. Jenis gangguan yang bersifat geometris dapat berbentuk perubahan ukuran citra dan perubahan orientasi koordinat citra.
Kesalahan geometrik dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Pembelokan arah penyinaran menyebabkan distorsi panoramik (look angle).
Perubahan tinggi wahana dan kecepatan wahana menyebabkan perubahan cakupan (coverage)
Perubahan posisi wahana terhadap objek karena gerakan berputar (roll), berbelok (yow), menggelinding (pith), yang menyebabkan distorsi
Rotasi bumi dari barat ke timur menyebabkan objek di permukaan bumi terekam miring ke arah barat Kelengkungan bumi, menyebabkan ukuran pixel berubah (besar pengaruhnya untuk sensor resolusi
rendah.
Berdasarkan beberapa penyebab kesalahan geometrik di atas maka kesalahan dapat dibedakan menjadi kesalahan sistematis dan non sistematis. Kesalahan sistematis adalah distorsi yang dapat diperkirakan sebelum peluncuran satelit, dikoreksi dengan menerapkan rumus yang diturunkan dengan membuat model sistematik atas sumber distorsi. Distorsi/kesalahan non sistematis adalah distorsi yang tidak dapat diduga sebelum peluncuran satelit. Distorsi ini dikoreksi dengan menggunakan analisis titik kontrol tanah (Ground Control Point/GCP).
18
Ground Control Point/GCP adalah suatu titik pada permukaan bumi yang sudah diketahui
koordinatnya. Syarat pemilihan titik-titik kontrol lapangan/GCP adalah: Tersebar merata di seluruh citra.
Relatif permanen, tidak berubah dalam kurun waktu yang pendek. b. Koreksi Radiometrik
Koreksi radiometrik merupakan penghilangan gangguan (noise) dari sensor atau atmosfer untuk memperoleh data yang lebih akurat dan mempresentasikan kondisi sebenarnya, yaitu: memperbaiki data rusak, menghilangkan gangguan haze, dapat melakukan mozaik dan perbandingan antar data dan waktu.
Koreksi ini bertujuan untuk meningkatkan akurasi dari reflektansi (pantulan) permukaan bumi, emisi dan hamburan (back-scatter) yang diperoleh dari sistem penginderaan jauh. Koreksi kesalahan pada sensor, koreksi sudut dan jarak matahari, koreksi topografi dan koreksi atmosferik. Proses ini mengkoreksi bermacam-macam faktor, seperti scene iluminasi (pencahayaan), sudut azimuth dan elevasi matahari, kondisi atmosfir (gas atau aerosol), viewing geometry dan sensitifitas sensor.
2.3 Bandara 2.3.1 Definisi
Menurut ICAO (International Civil Aviation Organization ) Bandar udara didefinisikan sebagai suatu tempat atau daerah, di darat atau di perairan dengan batas – batas tertentu, termasuk bangunan dan instansi, yang dibangun untuk keperluan pergerakan pesawat terbang lepas landas (take off), pendaratan (landing), atau pergerakan di permukaan (taxing). (Dokumen 4444, ICAO)
Dan menurut PP nomor 70 Tahun 2001 Bandar Udara adalah lapangan terbang yang digunakan mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik/turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi (Peraturan Pemerintah, PP No 70, 2001)
2.3.2 Bandara Juanda
Bandara Juanda adalah bandara internasional terbesar dan tersibuk nomor dua di indonesia setelah bandara Soekarno – Hatta di Jakarta. Bandara ini terletak di Kecamatan Sedati Sidoarjo, 20 km sebelah selatan kota Surabaya. Bandara Juanda dioperasikan oleh PT. Angkasa Pura I yang juga mengoperasikan berbagai bandara yang lain seperti Bandara Ngurah Rai Denpasar, dan Bandara Ahmad Yani Semarang. Nama Juanda diambil dari nama Perdana mentri terakhir Indonesia yang menyarankan pembangunan bandara ini yaitu Djuanda Kartawidjaja (Angkasa Pura I)
19 2.4 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
2.4.1 Dasar Hukum Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
Dalam pembangunan sebuah bandara di Indonesia, ada beberapa prosedur yang harus dilakukan, antara lain :
a. Undang-Undang nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan;
b. Peraturan Pemerintah nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan; c. Peraturan Pemerintah nomor 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan;
d. Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 11 Tahun 2010 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional;
e. Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 48 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Bandar Udara; dan
f. Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2009 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan
Didalam Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan dan Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 2001 tentang kebandarudaraan dijelaskan bahwa setiap bandara harus mempunyai kawasan keselamatan operasi penerbangan di sekitar bandara yang meliputi :
a. kawasan pendekatan dan lepas landas; b. kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan; c. kawasan di bawah permukaan horizontal dalam; d. kawasan di bawah permukaan horizontal luar; e. kawasan di bawah permukaan kerucut; f. kawasan di bawah permukaan transisi;
g. kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan;
Kawasan – kawasan tersebut memiliki batas – batas ketinggian yang telah diatur dalam pemberlakuan Standar Nasional Indonesia di dalam Keputusan Menteri perhubungan km nomor 44 tahun 2005. (Kementrian Perhubungan, KM no 44, 2005)
2.4.2 Definisi Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan (Peraturan Pemerintah, PP no 70, 2001).
Kawasan ini berguna untuk menjaga keselamatan operasi penerbangan pesawat udara di sekitar bandara. Hal yang paling diperhatikan dalam kawasan ini adalah ketinggian bangunan atau halangan lainnya baik benda mati atau benda hidup.
20
2.4.3 Pembagian zona Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
Pembagian zona Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan dibagi dalam tujuh Kawasan (Kementerian Perhubungan, KM no 44, 2005) yang meliputi :
a. Kawasan pendekatan dan lepas landas.
Suatu kawasan perpanjangan kedua ujung landas pacu, di bawah lintasan pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu.
Kawasan ini dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan ujung-ujung permukaan utama berjarak 60 meter dari ujung landas pacu dengan lebar tertentu (sesuai klasifikasi landas pacu) pada bagian dalam, kawasan ini melebar ke arah luar secara teratur dengan sudut pelebaran 10% atau 15% (sesuai klasifikasi landas pacu) serta garis tengah bidangnya merupakan perpanjangan dari garis tengah landas pacu dengan jarak mendatar tertentu dan akhir kawasan dengan lebar tertentu.
b. Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan.
Sebagian dari kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung landas pacu dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakaan.
Kawasan ini dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan ujung – ujung permukaan utama dengan lebar 60 meter atau 80 meter atau 150 meter atau 300 meter (sesuai klasifikasi landas pacu), kawasan ini meluas keluar secara teratur dengan garis tengahnya merupakan perpanjangan dari garis tengah landas pacu sampai lebar 660 meter atau 680 meter atau 750 meter atau 1150 meter atau 1200 meter (sesuai klasifikasi landas pacu) dan jarak mendatar 3.000 meter dari ujung permukaan utama.
c. Kawasan di bawah permukaan horizontal dalam.
Bidang datar di atas dan di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat udara melakukan terbang rendah pada waktu akan mendarat atau setelah lepas landas.
Kawasan ini dibatasi oleh lingkaran dengan radius 2000 meter atau 2500 meter atau 3500 meter atau 4000 meter (sesuai klasifikasi landas pacu) dari titik tengah tiap ujung permukaan utama dan menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang berdekatan tetapi kawasan ini tidak termasuk kawasan di bawah permukaan transisi.
d. Kawasan di bawah permukaan horizontal luar.
Bidang datar di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi penerbangan antara lain pada waktu pesawat melakukan pendekatan untuk mendarat dan gerakan setelah tinggal landas atau gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam pendaratan.
Kawasan ini dibatasi oleh lingkaran dengan radius 15.000 meter dari titik tengah tiap ujung permukaan utama dan menarik garis singgung pada kedua lingkaran yang berdekatan tetapi kawasan ini tidak
21
termasuk kawasan di bawah permukaan transisi, kawasan di bawah permukaan horizontal dalam, kawasan di bawah permukaan kerucut.
e. Kawasan di bawah permukaan kerucut.
Bidang dari suatu kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan horizontal dalam dan bagian atasnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal luar, masing-masing dengan radius dan ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi yang ditentukan.
Suatu kawasan yang dibatasi dari tepi luar kawasan di bawah permukaan horizontal dalam meluas dengan jarak mendatar 700 meter atau 1100 meter atau 1200 atau 1500 meter atau 2000 meter (sesuai klasifikasi landas pacu) dengan kemiringan 5% (sesuai klasifikasi landas pacu).
f. Kawasan di bawah permukaan transisi.
Bidang dengan kemiringan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dari sumbu landas pacu, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan garis – garis datar yang ditarik tegak lurus pada sumbu landas pacu dan pada bagian atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam.
Suatu kawasan yang dibatasi oleh tepi dalam yang berhimpit dengan sisi panjang permukaan utama dan sisi permukaan pendekatan, kawasan ini meluas keluar sampai jarak mendatar 225 meter atau 315 meter (sesuai klasifikasi landas pacu) dengan kemiringan 14,3% atau 20% (sesuai klasifikasi landas pacu).
g. Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan.
Kawasan di sekitar penempatan alat bantu navigasi penerbangan di dalam dan/atau diluar daerah lingkungan kerja, yang penggunaanya harus memenuhi persyaratan tertentu dihitung dari titik referensi yang ditentukan pada peralatan masing – masing.
2.4.4 Halangan (obstacle)
Halangan (obstacle) adalah objek benda tetap (permanen atau sementara) dan objek benda bergerak yang ketinggiannya melebihi permukaan tertentu untuk pengoperasian pesawat udara waktu terbang di daerah yang digunakan untuk pergerakan pesawat udara.
Dalam Undang-undang no 1 tahun 2009 tentang penerbangan dijelaskan bahwa Setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di bandar udara, membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan, kecuali memperoleh izin dari otoritas bandar udara. Sehingga setiap Bandar udara perlu menetapkan Obstacle Limitation Surface yang bertujuan untuk menentukan suatu volume ruang uadara didalam dan disekitar operasi bandara udara yang harus bebas dari halangan.
22 2.5 Penelitian Terdahulu
Pada Penelitian terdahulu, terdapat penelitian oleh Mahasiswa Teknik Geomatika Nur Aini Mardiana pada tahun 2004 mengenai Aplikasi Sistem Informasi Geografis Untuk Menentukan Wilayah Tingkat Kebisingan Di Sekitar Bandar Udara Juanda Di Surabaya. Dalam Penelitian tersebut peneliti melakukan penelitian dengan melakukan pengukuran kebisingan secara langsung dengan menggunakan Sound Level Meter yang hasilnya diplot pada peta bakosurtanal. Dengan ditambah data sekunder seperti luas desa, jumlah penduduk, dan penyebaran kuisioner. Data – data tersebut selanjutnya dibentuk SIG untuk menggamibarkan tingkat kebisingan yang terjadi pada Bandara Juanda. Hasilnya terdapat 4 tingkat kebisingan dengan kekuatan mulai dari 65dBA hingga lebih dari 80 dBA dengan luas lebih dari 38juta m2.(Mardiana, 2004)
Dipenelitian yang lain, terdapat penelitian dari Gita, dkk pada tahun 2014 mengenai tinjauan terhadap KKOP Bandar Udara Ahmad Yani Semarang. Dalam penelitian tersebut peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan data citra, data sekunder dan digabungkan dengan data lapangan. Data lapangan yang telah diukur langsung dilakukan overlay dengan zona – zona yang telah dibuat dan dioverlaykan dengan citra sebagai interface peta. Dari Data yang terkumpul, seluruh obstacle yang ada berjumlah 33 buah, dengan 2 buah yang melanggar yaitu Hotel Gumaya dan Rumah di Pamularsih yang melebihi batas masingmasing +7,785 m dan +7,172 m berdasarkan syarat ketinggian terhadap ACS. (Gita, 2014)
23 BAB III
STRATEGI, RENCANA KEGIATAN, DAN KEBERLANJUTAN
3.1. Strategi Kegiatan
Strategi kegiatan untuk pembuatan SIG ketinggian bangunan di wilayah KKOP Juanda adalah berbasis partisipasi pemerintah kota Surabaya dan Sidoarjo serta masyarakat sekitar bandara Juanda. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan potensi wilayah tersebut dan membantu masyarakat luar yang ingin berinvestasi atau mengembangkan kegiatan ekonomi. Dengan banyaknya zona yang memiliki ambang batas ketinggian yang berbeda – beda, penggunaan Sistem Informasi Geografis akan sangat membantu dalam hal analisa dan interface peta. Dengan menggunakan sistem pembobotan dalam SIG disetiap zona, dapat dilakukan analisa titik – titik halangan terhadap batas ketinggian. Sehingga pemerintah daerah dalam hal ini Sidoarjo dan Surabaya dapat lebih mudah dalam proses pembuatan Ijin Mendirikan Bangunan dengan bantuan SIG ini. Oleh karena itu pada pengabdian masyarakat ini, akan dilakukan pemetaan ketinggian pada KKOP bandara Juanda dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang beracuan pada peraturan pemerintah untuk digunakan sebagai acuan dalam pembangunan kota sehingga tidak mengganggu lalu lintas penerbangan pada bandara Juanda,
3.1.1. Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan pengabdian masyarakat untuk pembuatan SIG ketinggian bangunan di wilayah KKOP Juanda adalah seperti pada gambar 3.1 dan gambar 3.2. Lokasi Penelitian tugas akhir ini adalah Bandara International Juanda Surabaya dan area disekitarnya, yang secara geografis terletak pada -7°22’41.88’’ LS dan 112°47’13.1’’ BT
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian, Bandara Juanda, Sedati Jawa Timur
24
Gambar 3.2. Lokasi pengabdian masyarakat
3.1.2. Bahan dan Peralatan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data citra satelit resolusi tinggi
b. Keputusan Menteri Perhubungan KM no 44 tahun 2005 sebagai acuan pembuatan peta ketinggian wilayah kawasan keselamatan operasi penerbangan bandara juanda
c. Data Kualifikasi Bandara Juanda sebagai acuan pembuatan peta KKOP
d. Peta KKOP bandara juanda untuk mengetahui kondisi peta KKOP yang digunakan saat ini\ e. Data perijinan penggunaan lahan disekitar bandara juanda
f. Data ketinggian Gedung disekitar Bandara Juanda Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Laptop intel core i5 2.5 Ghz, memory 4 Gb
b. ENVI 4.6
c. AutoCad Map 3D 2009 d. ArcGIS 10
e. Microsoft Office 2013
3.2. Rencana Kegiatan
25
Gambar 3.3 Diagram Alir Pengabdian Masyarakat
Penjelasan daripada diagram alir tersebut adalah sebagai berikut: a. Identifikasi Masalah
Tahap ini merupakan tahap paling awal. Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengidentifikasi masalah bagaimana menganalisis kawasan keselamatan operasi penerbangan bandara juanda. b. Studi Literatur
Setelah masalah ditemukan, studi literatur dilakukan untuk mendapatkan referensi yang berhubungan KKOP Bandara Juanda.
c. Pengumpulan Data
Pada tahap ini, data yang dikumpulkan adalah data yang berhubungan dengan KKOP Bandara Juanda. Seperti Data Kualifikasi Bandara, Ketinggian halangan (obstacle).
d. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian diolah pada tahapan ini, yang hasilnya adalah gambaran mengenai sebaran halangan serta ketinggian maksimum halangan yang diperbolehkan dan bentuk 3D dari wilayah KKOP Bandara Juanda.
e. Analisis Data
Selanjutnya dilakukan analisis mengenai implementasi peta KKOP Bandara Juanda pada kondisi disekitar wilayah bandara, sehingga dapat dianalisis aman tidaknya suatu penerbangan yang pada akhirnya dapat memberikan informasi mengenai keselamatan penggunaan Bandara Juanda untuk penerbangan.
26
Tahap ini adalah tahap terakhir dari penelitian. Laporan akan berisi analisis dari persebaran ketinggian dan bentuk 3D dari wilayah KKOP Bandara Juanda, serta SIG ketinggian bangunan dalam rangka mendukung pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kota Surabaya dan Sidoarjo
3.4 Diagram Alir Pengolahan Data
Pengumpulan Data Spasial Non - Spasial Kementrian Perhubungan KM No 44 th 2005 Citra Resolusi Tinggi Peta Bandara Juanda Peta KKOP Juanda Ketinggian Gedung Kualifikasi Bandara Perijinan Penggunaan Lahan Dijitasi Layer Koreksi Geometrik RMS < 1 TIDAK YA Analisa Spasial Pembuatan Bentuk 3D · Peraturan tentang pembagian zona KKOP · Peraturan ketinggian maksimal pada zona KKOP SIG KKOP Bandara
Juanda
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengolahan Data Penjelasan daripada diagram alir tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data dilakukan untuk mencari data – data yang dibutuhkan dalam membuat peta ketinggian halangan, selain itu data juga digunakan untuk menganalisis bagaimana hasil dari penelitian ini dibandingkan dengan yang telah digunakan saat ini.
b. Data Kualifikasi Bandara dibutuhkan untuk mengetahui standarisasi dan spesifikasi bandara, sehingga dapat ditentukan sebaran zona dari KKOP.
c. Peta KKOP Bandara udara dapat diukur melalui pinggir landas pacu yang disebut dengan runway strip yang membentang sepanjang 15 km yang terbagi kedalam beberapa zona dalam radius – radius tertentu sesuai dengan kualifikasi bandara.
d. Setelah mengetahui persebaran zona KKOP, dengan melihat keputusan menteri perhubungan KM no 44 tahun 2005 dapat ditentukan tinggi maksimal yang diperbolehkan pada suatu halangan di zona – zona tertentu.
27
e. Batas Maksimal yang diperbolehkan tersebut selanjutnya dilakukan overlay terhadap data ketinggian yang telah ada pada data bandara juanda, untuk dilakukan analisa apakah halangan – halangan tersebut tidak melebihi batas maksimal yang telah ditentukan.
f. Untuk menambah data yang ada, dan juga untuk memperbarui data ketinggian tersebut, dilakukan pengukuran langsung di lapangan yang sebelumnya telah memperkirakan titik – titik kemungkinan adanya halangan menggunakan citra satelit resolusi tinggi. Pengukuran ini menggunakan Total Station yang diukur berdasarkan acuan pada ARP (Airport Reference Point).
g. Airport Reference Point (ARP) bereferensi pada Mean Sea Level, oleh karena itu perlu dilakukan
perubahan system koordinat, agar saat menampalkan data pengukuran lapangan titik pengukuran tidak bergeser.
h. Setelah data ketinggian mengalami perbaruan dengan pengukuran langsung, selanjutnya dilakukan analisa kembali terhadap ketinggian halangan yang ada.
i. Data ketinggian ini dilakukan pembobotan berdasarkan zona dan ketinggian.
j. Jika terdapat halangan yang bersifat buatan yang melebihi batas maksimal yang telah ditentukan, Data perijinan penggunaan lahan di wilayah KKOP dapat digunakan sebagai acuan apakah halangan tersebut telah mendapatkan ijin dari pihak bandara.
k. Wilayah KKOP Bandara Juanda selanjutnya dibentuk dalam 3D, yang bertujuan untuk mempermudah dalam menggambarkan bagaimana kondisi KKOP Bandara Juanda.
l. Pembuatan 3D dilakukan menggunakan software AutoCad Map 3D 2009..
m. Setelah selesai data – data ini di overlay pada citra satelit sebagai citra dasar dan dibentuk SIG KKOP Bandara Juanda.
3.3. Keberlanjutan Kegiatan
Kegiatan ini merupakan kegiatan pembuatan SIG tentang ketinggian bangunan sebagai dukungan kepada pemerintah Kota Surabaya dan Sidoarjo dalam pelayanan IMB, dengan partisipasi dari kedua pemerintah kota tersebut dan masyarakat setempat. Keberlanjutan kegiatan ini sebagai dasar dan pendukung yang paling fundamental untuk pengembangan wilayah tersebut dan penentuan tata ruang wilayah itu sendiri.
Pelibatan masyarakat dalam penataan ruang untuk mendukung pembangunan wilayah, maka
beberapa prinsip dasar yang perlu diperankan oleh pelaksana pembangunan adalah sebagai berikut:
• Menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang sangat menentukan dalam proses penataan
ruang;
• Memposisikan pemerintah sebagai fasilitator dalam proses penataan ruang;
• Menghormati hak yang dimiliki masyarakat serta menghargai kearifan lokal dan keberagaman
sosial budayanya;
28
• Menjunjung tinggi keterbukaan dengan semangat tetap menegakkan etika dan moral;
• Memperhatikan perkembangan teknologi dan profesional.
Prinsip - prinsip dasar tersebut dimaksudkan agar masyarakat sebagai pihak yang paling
terkena akibat dari penataan ruang harus dilindungi dari berbagai tekanan dan paksaan
pembangunan yang dilegitimasi oleh birokrasi yang sering tidak dipahaminya. Masyarakat juga
bagian dari Rakyat Indonesia yang sudah sepatutnya mendapat perlindungan HAM yang dapat dirumuskan dalam perencanaan tata ruang, seperti hak memiliki rasa aman terhadap keberlanjutan ekonomi, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, hak untuk mendapatkan rasa aman terhadap bencana dan lainnya. Mengacu pada prinsip tersebut sebenarnya telah banyak keterlibatan masyarakat dalam berbagai tingkatan proses pembangunan, termasuk dalam proses Penataan Ruang. Strategi yang perlu dilakukan dalam mendorong proses partisipasi menuju good government di Indonesia.
Peran dari organisasi swadaya masyarakat serta jaringan kerja dalam pembangunan menjadi mitra, sebagai kekuatan baru dalam tatanan masyarakat yang saling bersinerji menunjang proses pembangunan, dinilai lebih effisien dan efektif sebagai pelaksana dan kontrol yang menciptakan skala ekonomi kecil, sebagai sektor-sektor penunjang. Keanggotaan suatu kelompok memberikan sumber bagi kehidupan dan identitas emosional dan rasa aman, dan saling mengasihi, dalam jaringan masyarakat madani, hal ini sangat sulit didapatkan dalam pola produksi kapitalis, yang hanya berorientasi ekonomis.
Variabel non ekonomis perlu mendapat perhatian dalam perencanaan pembangunan, seperti halnya faktor kependudukan, pendidikan dan kesehatan, dan fasilitas sosial lainnya, untuk meningkatkan kwalitas sumberdaya manusia, dan kwalitas kehidupan masyarakat, bukan hanya sebagai usaha untuk meningkatkan produksi melalui peranan buruh dan produktivitas tenaga kerja. Indikator keberhasilan pembangunan bukan hanya dari pembangunan fisik, sarana dan prasarana saja, namun lebih jauh dari pada itu bagaimana pembangunan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial yang pada kenyataannya lebih kompleks, bagaimana pembangunan yang memberikan keuntungan sosial atau paling tidak mengurangi beban biaya sosial faktor-faktor sosial harus diperhitungkan dalam setiap program pembangunan, dan bagaimana pembangunan menciptakan keadaan masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin, meskipun kepentingan pembangunan sering menimbulkan konflik kepentingan diantara pemerintah dan masyarakat.
Keputusan terhadap konflik kepentingan dalam kegiatan pemanfaatan ruang yang terjadi antara para pelaku pembangunan diselesaikan melalui pendekatan musyawarah, dan media partisipatif lainnya. Penataan ruang juga memperhatikan dan mengadopsi akan adanya hak adat/tradisional dan hak-hak lainnya yang sudah hidup dan berlaku dalam sistem tatanan sosial setempat. Penataan ruang merupakan kebijakan publik yang bermaksud mengoptimalisasikan kepentingan antar pelaku pembangunan dalam kegiatan pemanfaatan ruang. Penataan ruang juga menterpadukan secara spatial fungsi-fungsi kegiatan pemanfaatan ruang, baik antar
29
sektor maupun antar wilayah administrasi pemerintahan agar bersinergi positif dan tidak mengganggu. Penataan ruang meliputi proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
30
BAB IV. ORGANISASI TIM, JADWAL, DAN ANGGARAN BIAYA
4.1. Organisasi Tim Pengabdi
No Nama Jabatan
1 Akbar Kurniawan, ST, MT Dosen Ketua Tim dan koordinor layout peta dan SIG
2 Dr.Ir.M.Taufik Dosen Koordinator spasial database
3 Dr. Ira Mutiara A, ST, M.Phil Dosen Koordinator non spasial database 4 Udiana Wahyu D, ST, MT Dosen Koordinator toponimi potensi desa 5 Husnul Hidayat, ST, MT Dosen Koordinator kuisioner masyarakat 6 Cherie Bekti, ST, MT Dosen Koordinator pengukuran lapangan
8 Ridha Rahmawan Mahasiswa Anggota
9 Muhammad Fikri Pramana Putra Mahasiswa Anggota
10 Agita Setya Herwanda Mahasiswa Anggota
11 Andri Arie Rahmad Mahasiswa Anggota
4.2 . Jadwal Kegiatan
No
Kegiatan
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
1
Persiapan
2
Studi Literatur
3
Studi Lapangan
4
Pengukuran
4
Perhitungan
5
Penggambaran
7
Laporan
31
4.3. Anggaran Biaya:
No
Uraian Kegiatan
Volume / Satuan
Biaya (Rp)
1
Honorarium Ketua : 1 org x 6 bln Anggota : 9 org x 6 bln Rp. 100.000/bln x 1 x 6 Rp. 75.000/bln x 9 x 6 Rp 600.000,- Rp 4.050.000,-Sub Total
Rp 4.650.000,-
2
PersiapanPertemuaan awal, penyusunan rencana kerja
LS Rp 2.500.000,-
Sub Total
Rp 2.500.000,-
3
Pelaksanaan Pengabdian a. Sewa disto meter b. Sewa Total Station c. Sewa GPS geodetik d. Perhitungan e. Penggambaran f. Analisa Data g. Pembuatan SIG Rp 100.000/buah/hari/15 Rp 250.000/buah/hari x7 Rp. 750.000/buahx2x2hari LS LS LS LS Rp 1.500.000,- Rp 1.750.000,- Rp. 3.000.000,- Rp 1.800.000,- Rp 1.800.000,- Rp 1.800.000,- Rp 3.400.000,-Sub Total
Rp 15.050.000,-
Penyusunan Laporan a. Kertas b. Cartridge, tinta c. Penggandaan Laporan d. Publikasi di Jurnal Rp 30.000/rim x 3 Rp 410.000,00 LS LS Rp. 90.000,- Rp. 410.000,- Rp. 1.300.000,- Rp. 1.000.000,-Sub Total
Rp. 2.800.000,-
Total
Rp 25.000.000,-
32
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H. 2007. Penentuan Posisi Dengan GPS dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Third edition. ISBN 978-979-408-377-2. 398 pp.
Abidin, H.Z., A. Jones, J. Kahar. 2002. Survei Dengan GPS. Jakarta : PT. Pradnya Paramita . ISBN 979-408-380-1. Second Edition. 280 pp.
B. Mendes, R. B. Langley. 1998. Tropospheric Zenith Delay Prediction Accuracy for Airborne GPS
High-Precision Positioning. Canada : University of New Brunswick Press.
Badan informasi Geospasial. (2011). Infrastruktur Data Spasial Nasional. Bogor.
Handoko, Eko Yuli. 2005. Sistem Tinggi dan Pengukuran Tinggi Teliti. Surabaya: Program Studi Teknik Geodesi FTSP ITS
Kurnawan, Achmad. 2006. Identifikasi Hutan Mangrove Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh di Bali
Barat. Surabaya : Program Studi Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Jensen J.R. 1996. Introductory Digital Image Processing, A Remote Sensing Perspective. Second Edition. Printice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Kartasasmita, Mahdi. 2011. Maximum Likelihood Classification for User Service.Jakarta:Lapan Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2010). pengaturan tentang Pedesaan. Jakarta.
Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2012). Prakarsa Desa untuk Kedaulatan Negara. Jakarta. Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia. (2000). Konferensi Lingkungan Hidup Dunia. Jakarta.
Lerck, Alfred. GPS SateliteSurveying. 1990. John Willey and Sons, Inc. New York. ISBN 0-471-81990-5. Lillesand, T. M., dan Kiefer, R. W. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri et al,
penerjemah. Yogyakarta : Gadjah Mada Unversity Press.
Lillesand, T.M., dan Kiefer, R.W. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. New York.: John Wiley&Son, Inc,.
Lillesand, T.M., Kiefer R.W., dan Chipman J.W. 2004. Remote Sensing And Image Interpretation. Fifth
Edition. New York : John Wiley & Sons.
Muhamadi, Mansur.2004. Poligon (Diklat Teknis Pengukuran dan Pemetaan).Surabaya: Program Studi Teknik Geodesi FTSP ITS
Muhamadi, Mansur.2004. Theodolit (Diklat Teknis Pengukuran dan Pemetaan).Surabaya: Program Studi Teknik Geodesi FTSP ITS
Nurjati S, Chatarina.2004. Ilmu Ukur Tanah 1.Surabaya: Program Studi Teknik Geomatika FTSP ITS Pemerintah Indonesia. (2002). Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta. Pratomo, Danar Guruh.2004. Pengukuran Jarak (Diklat Teknis Pengukuran dan Pemetaan).Surabaya:
33
Purworahardjo, Umaryono U. 1986.Ilmu Ukur Tanah Seri A Pengukuran Horizontal.Bandung : Jurusan Teknik Geodesi FTSP ITB.
Wolf, Paul R. & Charles DG. 1997. Adjustment Computation Statistic and Least Squares in Surveying and
GIS. John Willey & Sons, Inc. New York. ISBN 0-471-16833-5.
Wongsotjitro, Soetomo. 2002. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta : Kanisius Teknik Survei dan Pemetaan
34 BIO DATA
Nama : AKBAR KURNIAWAN
Alamat : Jl.WISMA PERMAI XI/7, MULYOREJO,Surabaya, Tanggal Lahir : 18-Mei-1986
Tempat Lahir : Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia Jenis Kelamin : Laki-Laki
IP : S-1 = 3,08 (4,00)
Status Perkawinan : Single
Email : [email protected]
Telepon : +62 082132457278
Agama : Muslim
Golongan Darah : AB+ Computer Skill
Operating System : Windows
Microsoft Office : Ms.Word, Ms.Excel, Ms.Power Point, Ms.Publisher Application Program : AutoDesk Land Desktop
AutoDesk Map ER Mapper SKI PRO Arc View MicroCAD Survey TOPCON Tools SURPAC Surfer Map Source GAMIT/GLOBK Programming Language : FORTRAN
Force 2.0 Operation Tools Skill
: Total Station : Theodolite : Waterpass : GPS
: Echosounder / Depth Recorder
Pengalaman Pekerjaan
2006 Joint Survey Team ITS-Pakuwon 2007 Topography Survey in Lapindo 2007 Rail Way Survey in Sidoarjo
2007 Detil Survey in Margomulyo, Gresik
2008 On Job Training at Kantor Pertanahan Kota Surabaya 2008 Survey Topography-Cross Section , Kali Porong, Sidoarjo 2008 Survey Topography-Cross Section Jembatan Wiyung, Surabaya
35
2008 Survey Topography-Cross Section Surabaya Sport Centre Drain, Benowo, Surabaya
2008 Survey Topography-Cross Section Surabaya Barat Hospital Drain, Surabaya 2008 Survey Topography-Cross Section Pelabuhan Rakyat, Lamongan
2008 Survey Topography-Cross Section, Bathymetric, Pelabuhan Rakyat, Banyuwangi 2008 Survey Topography and GPS, Rogojampi Airport, Banyuwangi
2008 Survey Topography, Trenggalek
2009 Survey Topography, Weetabula, Sumba Barat Daya, NTT 2009 Survey Topography, Anakalang, Sumba Tengah, NTT 2009 Survey Topography, Gresik
2009 Bathymetric Survey, PT.Petrokimia Gresik, East Java 2009 Survey Topography, Rogojampi, Banyuwangi 2009 Survey Topography, Pandaan, Pasuruan
2009 Survey Topography,PT. Paiton Energy, Probolinggo 2010 Bathymetric Survey, PT.Pupuk Kaltim,Bontang
2010 Survey Topography for DED, Waingggapu, Sumba Timur,NTT 2010 Bathymetric Survey, PT.Pupuk Kalimantan Timur,Tbk
2010 Bathymetric Survey, PT.Semen Gresik,Tbk, Tuban, East Java
2010 Bathymetric Survey + Topographic Survey, PT.Semen Gresik,Tbk,Sorong, Papua 2011 Survey Topography, Atambua, NTT
2011 Survey GPS and Topography, PT.Semen Gresik, Tuban, East Java 2012 Survey topography, Pacitan, East java
2012 Survey Topography, Rencana Perkantoran Kab.Madiun, Jawa Timur 2012 Updating Peta Kota Surabaya
2013 Survey Topography , Drainase Kota Surabaya 2013 Survey Topografi, Drainase Kota Surabaya 2013 Survey Topografi, Rencana Jalan Kab.Bangkalan
36 Identitas diri