• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebutan wanita yang sudah bersuami, panggilan lazim kepada seorang wanita.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebutan wanita yang sudah bersuami, panggilan lazim kepada seorang wanita."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ibu Nifas

Ibu adalah sebutan untuk seorang perempuan yang telah melahirkan kita, sebutan wanita yang sudah bersuami, panggilan lazim kepada seorang wanita. (Balai Pustaka, 1994)

Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa ini yaitu 6 – 8 minggu. (Mochtar, 1998)

Dari defenisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ibu nifas adalah sebutan untuk seorang wanita dimana sekarang dalam masa memulihkan kembali alat kandungan seperti sebelum hamil.

Menurut Saifuddin, perubahan-perubahan fisiologi pada masa nifas, yaitu :

a. Perubahan fisik

b. Involusi uterus dan pengeluaran lokhia c. Laktasi/pengeluaran air susu ibu d. Perubahan sistem tubuh lainnya e. Perubahan psikis

(2)

2.2 Rawat Gabung

2.2.1 Pengertian Rawat Gabung

Rawat gabung adalah suatu sistem perawatan dimana bayi serta ibu dirawat dalam satu unit. Dalam pelaksanaannya bayi harus selalu berada disamping ibu sejak segera setelah dilahirkan sampai pulang. (Prawirohardjo, 1999)

Rawat gabung adalah perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama sehingga ibu lebih banyak memperhatikan bayinya, segera dapat memberikan ASI, sehingga kelancaran pengeluaran ASI lebih terjamin. (Manuaba, 1998)

Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama dalam 24 jam penuh dalam sehariannya. (Marjono, 1999)

Rawat gabung merupakan sistem perawatan bayi yang disatukan dengan ibu, sehingga ibu dapat melakukan semua perawatan dasar bagi bayinya. Bayi bisa tinggal bersama ibunya dalam satu kamar sepanjang siang maupun malam hari sampai keduanya keluar dari rumah sakit atau bayinya dapat dipindahkan ke bangsal neonatus atau ke ruang observasi pada saat-saat tertentu seperti pada malam hari atau pada jam-jam kunjungan atau besuk. (Helen Forrer, 2001)

(3)

2.2.2 Tujuan Rawat Gabung

a. Agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin, kapan saja dibutuhkan. b. Agar ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar seperti

yang dilakukan oleh petugas.

c. Agar ibu mempunyai kemampuan dan pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih dirawat dirumah sakit dan yang lebih penting bekal keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit.

d. Dalam perawatan gabung, suami dan keluarga dilibatkan secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar.

e. Ibu mendapat kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya.

2.2.3 Keuntungan Rawat Gabung

Menurut Manuaba (2003) rawat gabung mempunyai keuntungan yang sangat besar, yaitu :

a. Meningkatkan kemampuan perawatan mandiri pada bayinya. b. Dapat memberikan ASI setiap saat.

c. Dapat meningkatkan kasih sayang pada bayi. d. Mengurangi terjadinya infeksi, terutama diare.

(4)

e. Mengurangi kehilangan panas badan bayi sehingga meningkatkan daya tahan tubuh.

f. Pemberian ASI bertindak sebagai metode KB dalam waktu 4 – 6 bulan pertama.

g. Menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatus.

2.2.4 Sasaran dan Syarat Rawat Gabung

Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin dikamar bersalin dan dibangsal perawatan pasca persalinan. Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan pentingnya rawat gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan kehamilannya di poliklinik asuhan antenatal. Tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Bayi dan ibu yang dapat dirawat gabung harus memenuhi syarat/kriteria berikut :

a. Lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong.

b. Bila lahir dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat, refleks menghisap baik, tidak ada infeksi dan sebagainya.

c. Bayi yang dilahirkan denga sectio secaria dengan anestesi umum, rawat gabung dilakukan segera setelah ibu dan bayinya sadar penuh (bayi tidak ngantuk) misalnya empat sampai enam jam setelah operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun mungkin ibu masih mendapat infus.

(5)

e. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih. f. Berat lahir 2000 – 2500 gram atau lebih. g. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum. h. Bayi dan ibu sehat.

2.2.5 Kontra Indikasi Rawat Gabung Menurut Prawirohardjo (1999) adalah : Pihak Ibu

a. Fungsi kardiorespiratorik yang tidak baik

Pasien penyakit jantung kelas II dianjurkan untuk sementara tidak menyusui sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung klasifikasi III tidak dibenarkan menyusui.

b. Eklampsia dan preeklampsia berat

Keadaan ibu biasanya tidak baik dan pengaruh obat-obatan untuk mengatasi penyakit biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehigga ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan pada bayi.

c. Penyakit infeksi akut dan aktif

Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan. Tuberkulosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada sepsis keadan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusui.

(6)

d. Karsinoma payudara

Pasien dengan karsinoma harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusui ditakutkan adanya sel-sel karsinoma yang terminum si bayi.

e. Psikosis

Tidak dapat dikontrol keadaan jiwa si ibu bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayi.

Pihak Bayi a. Bayi kejang

Kejang-kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau infeksi tidak memungkinkan untuk menyusui. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusui. Kesadaran bayi yang menurun juga tidak memungkinkan bayi untuk menyusui.

b. Bayi yang sakit berat

Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau penyakit lain yang memerlukan perawatan intensif tentu tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung.

c. Bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus.

Selama observasi rawat gabung tidak dapat dilaksanakan. Setelah keadaan membaik tentu dapat dirawat gabung. Ini yang disebut rawat gabung tidak langsung.

(7)

d. Very Low Birth Weight (Berat badan lahir sangat rendah)

Refleks menghisap dan refleks lain pada VLBW belum baik sehingga tidak mungkin menyusu dan dirawat gabung.

e. Cacat Bawaan

Diperlukan persiapan mental si ibu untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan seperti labioskisis, palatoskhisis bahkan labiognatopalatoskhisis masih memungkinkan untuk menyusui.

f. Kelainan metabolik dimana bayi tidak dapat menerima ASI.

2.2.6 Manfaat Rawat Gabung

Manfaat rawat gabung ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan tujuannya yaitu :

a. Aspek fisik

Bila ibu dekat dengan bayinya, maka ibu dapat dengan mudah menjangkau nantinya untuk melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja bayi menginginkan. Dengan perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin, akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas kesehatan. Dalam menyusui dini maka ASI kolostrum dapat memberikan kekebalan/antibody yang sangat berharga bayi bayi. Karena ibu setiap saat dapat melihat bayinya, maka ibu dengan mudah dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada bayinya yang mungkin berhubungan dengan kesehatannya.

(8)

b. Aspek fisiologis

Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui dan frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang dialami, dimana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik untuk ibu dengan menyusui maka akan timbul reflek oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim. Disamping itu akan timbul refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI. Efek menyusui dalam usaha menjarangkan kelahiran telah banyak dipelajari di banyak negara berkembang. Secara umum seorang ibu akan terlindung dari kesuburan sepanjang ia masih menyusui dan belum haid, khususnya bila frekuensi menyusui lebih sering dan sama sekali tidak menggunakan pengganti ASI (menyusui secara eksklusif). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa daya proteksi menyusui eksklusif terhadap usaha KB tidak kalah dengan alat KB yang lain.

c. Aspek psikologis

Dengan rawat gabung maka antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant-mother bounding) akibat sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi selanjutnya, karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi. Dengan pemberian ASI kapan saja bayi membutuhkan, akan memberikan kepuasan pada ibu bahwa ia dapat berfungsi sebagaimana seorang ibu memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayinya, disamping merasa dirinya sangat dibutuhkan oleh bayinya dan tidak dapat

(9)

digantikan oleh orang lain. Keadaan ini akan memperlancar produksi ASI karena seperti telah diketahui, refleks let-down bersifat psikosomatis. Sebaliknya bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung, merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya pada diri anak. Ibu akan merasa bangga karena dapat menyusui dan merawat bayinya sendiri dan bila suaminya berkunjung, akan terasa adanya suatu ikatan kesatuan keluarga.

d. Aspek edukatif

Dengan rawat gabung, ibu (terutama yang baru mempunyai anak pertama) akan mempunyai pengalaman yang berguna, sehingga mampu menyusui serta merawat bayinya bila pulang dari rumah sakit. Selama di rumah sakit ibu akan melihat, belajar dan mendapat bimbingan bagaimana cara menyusui secara benar, bagaimana cara merawat payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi dan sebagainya. Keterampilan ini diharapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya sendiri setelah pulang dari rumah sakit. Disamping pendidikan bagi ibu, dapat juga dipakai sebagai sarana pendidikan bagi keluarga, terutama suami, dengan cara mengajarkan suami dalam membantu istri untuk proses di atas. Suami akan termotivasi untuk memberi dorongan moral bagi istrinya agar mau menyusui bayinya. Jangan sampai terjadi seorang suami melarang istrinya menyusui bayinya karena suami takut payudara istrinya akan menjadi jelek. Bentuk payudara akan berubah karena usia dalam hal alami, meskipun dengan menggunakan kutang penyangga yang baik, ditambah dengan nutrisi yang baik, dan latihan otot-otot dada serta

(10)

menerapkan posisi yang benar, ketakutan mengendornya payudara dapat dikurangi.

e. Aspek ekonomi

Dengan tawat gabung maka pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Bagi rumah bersalin terutama rumah sakit pemerintah, hal tersebut merupakan suatu penghematan anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol susu, dot serta peralatan lain yang dibutuhkan. Beban perawat menjadi lebih ringan karena ibu berperan besar dalam merawat bayinya sendiri, sehingga waktu terluang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Lama perawatan ibu menjadi lebih pendek karena involusi rahim terjadi lebih cepat dan memungkinkan tempat tidur digunakan untuk penderita lain. Demikian pula infeksi nosokomial dapat dicegah atau dikurangi, berarti penghematan biaya bagi rumah sakit maupun keluarga ibu. Bagi ibu juga penghematan oleh karena lama perawatan menjadi singkat.

f. Aspek medis

Dengan pelaksanaan rawat gabung maka akan menurunkan terjadinya infeksi nosokomial pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi.

2.2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan rawat gabung

Keberhasilan rawat gabung yang mendukung peningkatan penggunaan ASI dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain sosial-budaya, ekonomi, tatalaksana rumah sakit, sikap petugas, pengetahuan ibu, lingkungan keluarga,

(11)

adanya kelompok pendukung peningkatan penggunaan ASI (KP-ASI) dan peraturan tentang peningkatan ASI atau pemasaran susu formula.

a. Peranan Sosial Budaya

Kemajuan teknologi, perkembangan industri, urbanisasi dan pengaruh kebudayaan Barat menyebabkan pergeseran nilai sosial budaya masyarakat. Memberi susu formula dianggap modern karena memberi ibu kedudukan yang sama dengan ibu-ibu golongan atas. Ketakutan akan mengendornya payudara menyebabkan ibu enggan menyusui bayinya.

Bayi ibu yang sibuk dengan urusan di luar rumah, sebagai wanita karir atau isteri seorang pejabat yang selalu dituntun mendampingi kegiatan suami, hal ini dapat menghambat usaha peningkatan penggunaan ASI. Sebagian ibu tersebut pada umumnya berasal dari golongan menengah-atas cenderung untuk memilih susu formula daripada menyusui bayinya. Jika tidak mungkin membagi waktu, seyogyanya hanya ibu yang sudah tidak menyusui saja yang boleh dibebani tugas sampingan di luar rumah. Dalam hal ini peranan suami atau instansi dimana suami bekerja sebaiknya memahami betul peranan ASI bagi perkembangan bayi.

Iklan menarik melalui media massa serta pemasaran susu formula dapat mempengaruhi ibu untuk enggan memberikan ASI nya. Apabila iklan yang menyesatkan seolah-olah dengan teknologi yang supercanggih dapat membuat susu formula sebaik dan semutu susu ibu, atau bahkan lebih baik daripada susu ibu. Adanya kandungan suatu nutrien yang lebih tinggi dalam susu formula dibanding dalam ASI bukan jaminan bahwa susu tersebut sebaik susu ibu apalagi

(12)

lebih baik. Komposisi nutrien yang seimbang dan adanya zat antibodi spesifik dalam ASI menjamin ASI tetap lebih unggul dibanding susu formula.

b. Faktor Ekonomi

Seperti disebutkan diatas, beberapa wanita memilih bekerja di luar rumah. Bagi wanita karir, hal ini dilakukan bukan karena tuntutan ekonomi, melainkan karena status, prestise, atau memang dirinya dibutuhkan. Pada sebagian kasus lain, ibu bekerja diluar rumah semata karena tekanan ekonomi, dimana penghasilan suami dirasa belum dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Gaji pegawai negeri yang relatif rendah dapat dipakai sebagai alasan utama istri ikut membantu mencari nafkah dengan bekerja di luar rumah. Memang tidak ada yang perlu disalahkan dalam masalah ini.

Dengan bekerja di luar rumah, ibu tidak dapat berhubungan penuh dengan bayinya. Akhirnya ibu cenderung memberikan susu formula dengan botol. Bila bayi telah mengenal dot/botol maka ia akan cenderung memilih botol. Dengan demikian frekuensi penyusuan akan berkurang dan menyebabkan produksi menurun. Keadaan ini selanjutnya mendorong ibu untuk menghentikan pemberian ASI, tidak jarang terjadi sewaktu masa cutinya belum habis. Ibu perlu didukung untuk memberi ASI penuh pada bayinya dan tetap berusaha untuk menyusui ketika ibu telah kembali bekerja.

Motivasi untuk tetap memberikan ASI meskipun ibu harus berpisah dengan bayinya adalah faktor utama dalam keberhasilan ibu untuk mempertahankan penyusuannya. Pendirian tempat penitipan bayi dekat/ditempat ibu bekerja merupakan hal yang sangat penting.

(13)

c. Peranan Tatalaksana Rumah sakit / rumah bersalin

Peranan tatalaksana atau kebijakan rumah sakit/rumah bersalin sangat penting mengingat kini banyak ibu yang lebih menginginkan melahirkan di pelayanan kesehatan yang lebih baik. Tatalaksana rumah sakit yang tidak menunjang keberhasilan menyusui harus dihindari, seperti :

- Bayi dipuasakan beberapa hari, padahal refleks isap bayi paling kuat adalah pada jam-jam pertama sesudah lahir. Rangsangan payudara dini akan mempercepat timbulnya refleks prolaktin dan mempercepat produksi ASI. - Memberikan makanan pre-lakteal, yang membuat hilangnya rasa haus

sehingga bayi enggan menetek.

- Memisahkan bayi dari ibunya. Tidak adanya sarana rawat gabung menyebabkan ibu tidak dapat menyusui bayinya nir-jadwal.

- Menimbang bayi sebelum dan sesudah menyusui, dan jika pertambahan berat badan tidak sesuai dengan harapan maka bayi diberi susu formula. Hal ini dapat menimbulkan rasa kuatir pada ibu yang mempengaruhi produksi ASI. - Penggunaan obat-obatan selama proses persalinan, seperti obat penenang, atau

preparat ergot, yang dapat menghambat permulaan laktasi. Rasa sakit akibat episiotomi atau robekan jalan lahir dapat mengganggu pemberian ASI.

- Pemberian sampel susu formula harus dihilangkan karena akan membuat ibu salah sangka dan menganggap bahwa susu formula sama baik bahkan lebih baik daripada ASI.

(14)

Dalam hal ini perlu kiranya dibentuk klinik laktasi yang berfungsi sebagai tempat ibu berkonsultasi bila mengalami kesulitan dalam menyusui. Tidak kalah pentingnya ialah sikap dan pengetahuan petugas kesehatan, karena walaupun tatalaksana rumah sakit sudah baik bila sikap dan pengetahuan petugas masih belum optimal maka hasilnya tidak akan memuaskan.

d. Faktor-faktor dalam diri ibu sendiri

Beberapa keadaan ibu yang mempengaruhi laktasi adalah : - Keadaan gizi ibu

Kebutuhan tambahan kalori dan nutrien diperlukan sejak hamil. Sebagian kalori ditimbun untuk persiapan produksi ASI. Seorang ibu hamil dan menyusui perlu mengkosumsi makanan dalam jumlah yang cukup dan seimbang agar kuantitas dan kualitas ASI terpenuhi. Dengan demikian diharapkan bayi dapat tumbuh kembang secara optimal selama 4 bulan pertama hanya dengan ASI (menyusui secara eksklusif).

- Pengalaman/sikap ibu terhadap menyusui

Ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan pengetahuan dan pengalaman cara pemberian ASI secara baik dan benar akan menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya, kegagalan menyusui di masa lalu akan mempengaruhi pula sikap seorang ibu terhadap penyusuan sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam dirinya secara sukarela dan penuh rasa percaya diri mampu menyusui bayinya. Pengalaman masa kanak-kanak, pengetahuan tentang ASI, nasihat, penyuluhan, bacaan, pandangan dan nilai

(15)

yang berlaku di masyarakat akan membentuk sikap ibu yang positif terhadap masalah menyusui.

- Keadaan emosi

Gangguan emosional, kecemasan, stress fisik dan psikis akan mempengaruhi produksi ASI. Seorang ibu yang masih harus menyelesaikan kuliah, ujian, dsb, tidak jarang mengalami ASI nya tidak dapat keluar. Sebaliknya, suasana rumah dan keluarga yang tenang, bahagia, penuh dukungan dari anggota keluarga yang lain (terutama suami), akan membantu menunjang keberhasilan menyusui. Demikian pula lingkungan kerja akan berpengaruh ke arah positif, atau sebaliknya.

- Keadaan payudara

Besar kecil dan bentuk payudara TIDAK mempengaruhi produksi ASI. Tidak ada jaminan bahwa payudara besar akan menghasilkan lebih banyak ASI atau payudara kecil menghasilkan lebih sedikit. Produksi ASI lebih banyak ditentukan oleh faktor nutrisi, frekuensi pengisapan puting dan faktor emosi. Sehubungan dengan payudara, yang penting mendapat perhatian adalah keadaan puting. Puting harus disiapkan agar lentur dan menjulur, sehingga mudah ditangkap oleh mulut bayi. Dengan puting yang baik, puting tidak muda lecet, refleks mengisap menjadi lebih baik, dan produksi ASI menjadi lebih baik juga.

(16)

- Peran masyarakat dan pemerintah

Keberhasilan laktasi merupakan proses belajar-mengajar. Diperlukan kelompok dalam masyarakat di luar petugas kesehatan yang secara sukarela memberikan bimbingan untuk peningkatan penggunaan ASI. Kelompok ini dapat diberi nama Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI), yang dapat memanfaatkan kegiatan posyandu dengan membuat semacam pojok ASI. 2.2.8 Pelaksanaan rawat gabung dan kegiatan penunjangnya

Dalam rawat gabung bayi ditempatkan bersama ibunya dalam suatu ruangan sedemikian rupa sehingga ibu dapat melihat dan menjangkaunya kapan saja bayi atau ibu membutuhkannya. Bayi dapat diletakkan di tempat tidur bersama ibunya, atau dalam boks disamping tempat tidur ibu. Modifikasi lain dengan membuat sebuah boks yang ditempatkan diatas tempat tidur di sebelah ujung kaki ibu. Yang penting ibu harus bisa melihat dan mengawasi bayinya, apakah ia menangis karena lapar, kencing, digigit nyamuk, dsb. Tangis bayi merupakan rangsangan sendiri bagi ibu untuk membantu produksi ASI.

Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat mengenali keadaan-keadaan abnormal, kemudian melaporkannya kepada dokter. Bayi kuning sering merupakan masalah bagi ibu meskipun sebenarnya keadaan ini seringkali masih dalam batas fisiologis. Dokter (terutama dokter anak dan kebidanan) mengadakan kunjungan sekurang-kurangnya sekali dalam sehari. Dokter harus memperhatikan keadaan ibu maupun bayi, terutama yang berhubungan dengan masalah menyusui. Perlu diperhatikan apakah ASI sudah keluar, adakah pembengkakan payudara, bagaimana putingnya, adakah rasa sakit yang

(17)

mengganggu saat menyusui. Demikian pula dengan bayinya, apakah sudah dapat mengisap, kuat atau tidak, rewel atau tidak, apakah muntah, mencret dan sebagainya.

Ibu menyusui sewaktu-waktu sesuai dengan keinginan bayi. Tidak dikenal lagi penjadwalan dalam memberikan ASI kepada bayi. Perawat harus membantu ibu untuk merawat payudara, menyusui, menyendawakan dan merawat bayi secara benar. Bila bayi sakit/perlu diobservasi lebih lanjut, bayi dipindahkan ke ruang rawat bayi baru lahir (neonatologi). Bayi akan memperoleh perawatan lebih intensif, meskipun bukan berarti ASI tidak diberikan. ASI tetap diberikan dengan cara ibu berkunjung, atau ASI diperas dan diberikan dengan sendok. Bila ibu dan bayi sudah diperbolehkan pulang, diberikan penyuluhan lagi tentang cara merawat bayi, payudara dan cara meneteki yang benar sehingga ibu di rumah terampil melakukan rawat gabung serta cara mempertahankan meneteki sekalipun ibu harus berpisah dengan bayinya. Harus ditekankan bahwa bayi tidak diboleh diberi dot/kempengan. Selanjutnya perawat mengumpulkan data ibu dan bayi dalam sebuah lembar catatan medik yang sudah disiapkan.

2.3 Pengetahuan

Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) adalah pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

(18)

subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan dapat dikategorikan kedalam tingkatan sebagai berikut :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang materi yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

(19)

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau obyek, penilaian itu berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian adalah sebagai berikut : (1) peran kepala sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah, yaitu sebagai kepemimpinan, sebagai inovator, sebagai

 Ekspansi ini diharapkan dapat mendukung target penjualan CSAP pada tahun 2018 yang diharapkan naik 14% menjadi Rp11 triliun dibandingkan dengan tahun lalu.. Penjualan dari

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka penelitian ini akan meneliti sejauhmana hubungan antara intensitas pelatihan, gaya kepemimpinan Kepala SKB, dan

Ekosistern Sungai Sembilang walaupun sampai saat ini masih dalam batas-batas pengelotaan yang baik, bila tidak dilakukan kehati-hatian di dalam pernanfaatan

LCD dihubungkan langsung ke Port B dari mikrokontroler yang berfungsi mengirimkan data hasil pengolahan untuk ditampilkan dalam bentuk alfabet dan numerik pada

Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian terdahulu diantaranya yaitu penelitian (Susilowati, 2016), hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi berpengaruh positif

Perumahan Puri Beta 2 merupakan salah satu perusahaan properti yang ingin melakukan pengembangan terhadap rumah tinggal untuk masyarakat umum, perusahaan itupun memberikan