• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris karena secara geografis daerah Indonesia sangat mendukung untuk bertani. Sebagai negara agraris menjadikan sektor pertanian sangat penting dalam perekonomian nasional dan sebagian besar penduduk Indonesia hidup di pedesaan dengan mata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan nasional Indonesia dan sebagian ekspor Indonesia berasal dari sektor pertanian. Berdasarkan laporan bulanan data sosial ekonomi September 2013 sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja yaitu sebanyak 16,80 % orang dari total penduduk indonesia sebanyak 237.641.326 juta orang. (BPS Indonesia, Edisi September 2013).

Pada umumnya masyarakat pertanian mayoritas mengerjakan tanamam hortikultura, tanamam keras dan tanaman palawija. Di dalam masyarakat petani di Indonesia masih banyak yang miskin karena memiliki lahan yang sempit. Kondisi ini juga diperkuat semakin berkurangnya masyarakat yang mengerjakan lahan pertanian karena masyarakat petani yang tinggal di pedesaan lebih memilih untuk memperbaiki kehidupan di perkotaan. Streotipe masyarakat bahwa kehidupan di perkotaan lebih menjamin untuk hidup sejahtera dibanding dengan kehidupan di desa yang identik dengan miskin. Pada gilirannya orang-orang yang bekerja membantu pemilik lahan pertanian berkurang.

Seperti diketahui bahwa di dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terdapat cukup banyak nilai-nilai lokal (modal sosial) seperti budaya gotong royong,

(2)

kelembagaan bagi hasil, berbagai bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang dimiliki semua etnis, yang dapat dikembangkan sebagai bagian dari budaya ekonomi modern. Sistem pengolahan pertanian di Indonesia secara budaya dapat ditemukan pada masyarakat Bali. Aktifitas dalam pengolahan pertanian disebut dengan istilah subak yang meliputi aktifitas pengolahan lahan pertanian di sawah seperti menanam, menyiangi, sampai tiba panen. Dalam pola tersebut dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga kerja yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga.

Seperti halnya dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa, sambatan merupakan suatu bentuk pengerahan tenaga kerja pada masa kerja dalam aktifitas pertanian di sawah, untuk keperluan itu dengan adat sopan santun yang sudah tetap, seorang petani meminta penduduk di desanya untuk membantunya dalam memanen hasil pertanian padi di sawahnya, sebagai imbalan bagi tenaga petani tersebut, cukup disediakan makan siang setiap hari kepada teman-temanya yang datang membantu, selama pekerjaan berlangsung (Koentjaraningrat, 1993:57). Khusus di masyarakat Batak Toba dikenal budaya marsiadapari dalam pengolahan lahan pertanian. Kegiatan ini meliputi: makkali aek, mangarambas, mangombak, manggadui, maname, manggaor, marsuan, marbabo dan tahap gotilan (panen).

Dewasa ini, modernisasi tidak hanya merambah pada masyarakat industri, tetapi sekarang modernisasi telah masuk ke dalam masyarakat agaris. Masuknya modernisasi kepertanian membuat masyarakat pertanian mengerjakan lahan dengan teknologi baru di antaranya: traktor tangan dan mesin penuai. Tidak sedikit dari petani telah menggunakan alat tersebut sebagai cara untuk mempermudah dan mempercepat menyelesaikan pekerjaannya. Petani menggunakan alat (mesin) tersebut dengan cara menyewa kepada

(3)

bergantung kepada mesin traktor untuk mengolah lahannya dan menggunakan mesin sampai ke tahap panen. Kehadiran teknologi ini membuat masyarakat petani lebih memilih bantuan orang lain dari pada mengerjakan sendiri, di mana alat-alat ini tidak dimiliki petani namun dimiliki masyarakat terbatas.

Hasil penelitian Scott tentang petani di Sedaka, Malaysia, diuraikan dengan cermat bagaimana penggunaan teknologi itu telah merubah hubungan sosial di Malaysia. Scott memberikan contoh tentang digunakannya mesin pemanen dan perontok padi, kemudian pemilik tanah memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan antara pemilik tanah dan para pekerja membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin semakin nyata. Mesin juga telah merubah orientasi para tuan tanah, dari anggapan usaha sebagai salah satu fungsi sosial menjadi kerja sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan (Scott, 2000: 202). Penelitian Scott menunjukan bahwa penggunaan teknologi pertanian mempunyai dampak terhadap perubahan struktur masyarakat, dan akhirnya berpengaruh terhadap pola-pola institusional masyarakat. Kondisi ini akan memperluas struktur kemiskinan, sedangkan tujuan dari pembangunan pertanian itu sendiri pada dasarnya adalah untuk memperkecil struktur kemiskinan (Marhaeni Munthe, 2007)

Menurut Geertz, involusi pertanian ialah perubahan yang hampir tidak terjadi perkembangan karena terbagi, maksudnya kenaikan jumlah produksi bersamaan dengan melonjaknya jumlah penduduk (produksi mengikuti deret ukur dan jumlah penduduk mengikuti deret hitung). Pengertian dari Involusi yang lain ialah meningkatnya jumlah penduduk tanpa dibarengi penambahan lahan garapan sehingga mereka kemudian terpaksa membagi lahan pertanian sama rata, sama rasa. Lahan yang semakin sempit dan jumlah penduduk yang semakin bertambah tentu saja akan mengurangi jumlah produksi

(4)

pangan. Selain itu, petani juga harus menyewa alat untuk mengolah lahan dan memanen padinya, sehingga dapat mengurangi keuntungan dan mengurangi hasil produksi karena biaya yang digunakan untuk menyewa alat (mesin).

Di dalam masyarakat banyak potensi yang dapat digunakan sebagai kekuatan dan pendukung keberhasilan kegiatannya. Potensi tersebut seperti sumber daya manusia (SDM), sumber daya ekonomi (SDE) dan modal sosial. Sumber daya manusia lebih merujuk pada kemampuan, keahlian yang dimiliki individu dan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan material atau fisik. Sumber daya ekonomi seperti uang tunai yang dimiliki, tabungan pada bank, investasi, fasilitas kredit dan lainya yang dapat dihitung dan memiliki nilai nominal. Selain modal ekonomi di dalam masyarakat ditemukan modal sosial.

Modal sosial saat ini semakin banyak dibicarakan sebagai pendukung keberhasilan kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat seperti di bidang pertanian, bisnis, ekonomi dan politik. Modal sosial diyakini sebagai alternatif peningkatan ekonomi, karena dapat menghemat biaya dan dapat mengefektifkan waktu dengan cepat. Modal sosial merupakan sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan individu. Selain pengetahuan dan keterampilan terdapat juga kemampuan individu untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain. Kemampuan ini akan menjadi modal penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga bagi setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Modal yang demikian ini disebut dengan modal sosial (social capital), yaitu kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama demi mencapai tujuan bersama dalam suatu kelompok dan organisasi (Inayah, 2012). Penekanannya pada potensi kelompok dan pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan antar

(5)

kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok.

Sederhananya, modal sosial adalah bagaimana membangun hubungan satu sama lain serta memelihara efektifitas hubungan tersebut secara terus menerus yang akhirnya berwujud pada kerjasama untuk memperoleh sesuatu yang belum atau tidak dapat dicapai seorang diri. Modal sosial bertujuan menciptakan aturan formal yang mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Modal sosial sendiri muncul karena adanya kebiasaan masa lalu yang dilaksanakan hingga saat ini dalam hubungan sosial di masyarakat sebagai dasar individu maupun kelompok dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sangat penting jika modal sosial untuk mengatur tingkah laku dan resiprositas dalam suatu kelompok sosial. Modal sosial mengedepankan nilai budaya masyarakat yang dapat mempengaruhi sikap setiap individu untuk bekerjasama, saling percaya, serta memahami satu sama lain, sehingga dapat memperlakukan orang lain sebagai sesama teman bukan lawan atau pihak yang menjadi sasaran mencari keuntungan.

Modal sosial atau social capital memiliki peran yang signifikan terhadap pembangunan, khususnya pembangunan berkelanjutan karena modal sosial merupakan energi kolektif masyarakat (atau bangsa) guna mengatasi problem bersama dan merupakan sumber motivasi guna mencapai kemajuan ekonomi (Flassy, 2009). Modal sosial memiliki peran yang sangat besar dalam pembangunan masyarakat dimana social capital yang kuat akan meningkatkan kepercayaan dan interaksi yang kuat. Modal sosial merupakan suatu sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru.

(6)

Modal sosial dipahami sebagai sesuatu hal yang berkaitan dengan bekerja sama dalam masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dengan aturan-aturan kolektif masyarakat, misalnya seperti dalam budaya suku Batak Toba terdapat modal sosial seperti marsiurupan, marsirippa dan arisan marga. Secara teori menurut Robert D. Putnam, defenisi modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosial seperti jaringan, norma, dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (Field, 2011: 51). Bourdie mendefinisikan modal sosial adalah jumlah sumber daya, aktual atau maya, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan (Field, 2011: 23).

Dalam konsep modal sosial Putnam, terdapat tiga unsur penting yang saling berkaitan (Lawang, 2005:210). Pertama adalah kepercayaan dimana menurut Putnam sikap percaya adalah mempunyai nilai kapital yang sangat ti-nggi, yang berkeinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosial lainnya yang didasari oleh suatu keyakinan bahwa yang lain akan melakukan sikap yang sama (sikap percaya) dan melakukan tindakan yang saling mendukung dan juga tidak merugikan satu sama lain (Lawang, 2005:50). Kedua adalah jaringan, merupakan infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia (Putnam, 1995:76). Hubungan antar simpul yang ada pada suatu jaringan, hanya dapat diketahui dari interaksi sosial yang terjadi diantara mereka. Interaksi berfungsi menyebarkan informasi ke seluruh anggota, yang memungkinkan mereka mampu mengambil tindakan secara kolektif untuk mengatasi masalah secara bersama-sama (Lawang, 2005:72). Ketiga

(7)

adalah norma yaitu sekumpulan aturan yang diharapkan dapat dilaksanakan dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu (Lawang, 2005:70).

Norma yang dibuat bersama memberikan sanksi bagi masyarakat yang melanggar atau tidak mematuhi kebiasaan yang sudah berlaku di masyarakat. Apabila dipertahankan dan kuat di dalam komunitas, akan memperkuat masyarakat itu sendiri. Norma tidak dapat dipisahkan dengan jaringan dan kepercayaan. Norma terdiri atas pemahaman tentang nilai, harapan, dan tujuan yang diyakini dan dilaksanakan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti kode etik profesional. Norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Norma sosial ini biasanya bersifat institusional dan mengandung sanksi sosial yang dapat mencegah individu untuk melakukan perbuatan yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakat.

Salah satu wilayah Propinsi Sumatera Utara yang memiliki lahan pertanian yang luas adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Secara geografis Kabupaten Humbang Hasundutan sangat mendukung untuk kegiatan usaha di sektor pertanian. Berdasarkan data BPS Kabupaten Humbang Hasundutan 2012, tercatat sekitar 86 % penduduk di Kabupaten ini mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Dalam segala aspek kehidupan masyarakat Humbang Hasundutan selalu dikaitkan dengan kebiasaan adat-istiadat yang telah diwarisi turun temurun dari para leluhurnya namun tidak terlepas dari ajaran agama yang dianut oleh masyarakat Humbang Hasundutan. Hal ini tampak dari kehidupan beragama yang dapat saling berdampingan secara rukun walaupun dengan keyakinan yang berbeda. Budaya-budaya yang dimiliki oleh masyarakat di Humbang Hasundutan terbuka terhadap inovasi, budaya agraris yang telah mengakar di

(8)

masyarakat dengan adanya budaya Marsiadapari atau dalam Bahasa Indonesia yang artinya gotong royong.

Pertanian yang ada di Desa Parsingguran II adalah pertanian tanam pangan. Pertanian padi adalah aktifitas utama yang dilakukan oleh masyarakat petani Desa Parsingguran II. Petani pada Desa Parsingguran II mengandalkan padi sebagai tanaman utama yang mereka tanam untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya. Aktifitas ini dikerjakan selama delapan bulan yaitu mulai dari proses pengolahan lahan, penanaman, perawatan sampai ke tahap panen.

Pada masyarakat Desa Parsingguran II dalam proses pengolahan pertanian padi memiliki suatu aturan yang dikenal sebagai kegiatan ‘marsiadapari’. Kerja sama dalam aktifitas pertanian ini mulai dari pengolahan pertanian seperti proses penanaman, perawatan tanaman sampai pada proses memanen hasil pertanian. Aktifitas marsiadapari dikerjakan antara sejumlah orang petani untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Bentuk aktifitas pertanian padi dalam mayarakat petani di Desa Parsingguran II adalah sebagai berikut

1. Makkali aek yaitu proses perbaikan irigasi air (tali air) untuk sawah 2. Mangarambas yaitu membabat rumput yang ada di pematang sawah

3. Mangombak yaitu pembalikan lapisan tanah, sekaligus untuk menggemburkan tanah tersebut

4. Manggadui yaitu proses penambalas tanah yang berlumpur berkeliling pematang sawah (gadu-gadu)

5. Maname yaitu penyemaian benih

6. Manggaor yaitu proses meratakan tanah sekaligus menggemburkannya 7. Marsuan yaitu proses menanam padi

(9)

8. Marbabo yaitu merawat tanaman berupa tumbuhnya tanaman liar 9. Tahap terakhir adalah tahap gotilan yaitu panen.

Aktifitas pertanian seperti yang tertulis di atas merupakan kerja sama dalam pengolahan lahan pertanian. Hampir semua aktifitas marsiadapari ini dikerjakan secara bersama-sama. Hal ini, sudah menjadi tradisi lokal yang sudah ditanamkan sejak dahulu oleh nenek moyang kepada setiap generasi ke generasi yang ada di Desa Parsingguran II, dan karena kondisi keterbatasan kemampuan yang dimiliki dan keterbatasan tenaga kerja, sehingga masyarakat mengolah lahan pertanian secara bersama-sama. Di sisi lain karena masyarakat petani tersebut saling membutuhkan satu sama lain.

Hasil observasi menunjukkan petani padi telah memiliki jaringan dalam pengolahan lahan pertanian yaitu berdasarkan hubungan kekeluargaan, rumah yang berdekatan dan lahan berdampingan. Pada tahap makkali aek, biasanya salah seorang petani itu akan mengunjungi setiap rumah dan menginformasikan kepada petani lain bahwasanya mereka akan memperbaiki irigasi (tali air). Atas kesepakatan bersama, mereka akan bekerja sama untuk makkali aek. Pada tahap kedua yaitu mangarambas, setiap petani akan mengerjakan bagian yang sama yaitu membabat rumput yang ada di pematang sawah dengan menggunakan panaktak (sejenis sabit tetapi dengan ukuran besar). Mangombak adalah mencangkul (pembalikan lapisan tanah) sekaligus menggemburkan tanah. Pada tahap ini petani akan bersama-sama mencangkul lahan satu orang petani dan mereka melakukannya secara bergiliran.

Selanjutnya, pada tahap manggadui, dan marsuan umumnya tahap ini dikerjakan oleh kaum perempuan. Tidak banyak kaum laki-laki yang mengambil bagian ini, karena sudah menjadi kebiasaan yang berlangsung sejak dahulu bahwa perempuan lebih mengerti cara marsuan yang benar. Untuk tahap maname dilakukan secara individu

(10)

(tanpa melibatkan petani lain) karena tahap ini cenderung cepat selesai dikerjakan dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Tahap marbabo, adalah tahap dimana setiap petani akan sama-sama marbabo (mencabuti rumput liar) sampai selesai dan dilakukan secara bergantian. Pada tahap terakhir yaitu panen atau gotilan merupakan puncak dari semua tahapan dalam pertanian padi. Petani akan memanen padi secara bersama-sama, yaitu dimulai dengan manabi eme (menyabit padi) kemudian mengumpulkan batang padi (mangaluhut) dan mambanting eme (dengan menggunakan susunan kayu) yaitu untuk mengeluarkan biji padi dari batangnya.

Jika dikaji lebih mendalam, marsiadapari merupakan kekuatan yang dapat digunakan untuk mempercepat dalam mengerjakan lahan pertanian. Selain itu modal sosial ini di dalam penggunaan waktu relatif cepat, jika dibandingkan dengan pengolahan lahan dengan sendiri tentunya akan menghabiskan waktu yang lama, serta hemat di dalam pengeluaran biaya.

Marsiadapari sebenarnya dapat dilihat sebagai modal sosial di mana gambaran di atas menunjukkan petani padi memiliki jaringan, nilai, dan kepercayaan. Kerja sama yang terjadi dalam masyarakat pertanian pada gilirannya menciptakan ketergantungan fungsional dan munculnya hubungan emosional yang erat dan asosiatif antara satu dengan yang lainnya. (Rahardjo, 2004:156). Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai potensi modal sosial yang ada dalam masyarakat pertani Desa Parsingguran II.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

(11)

1. Bagaimana potensi modal sosial marsiadapari pada aktifitas petani di Desa Parsingguran II?

2. Apakah marsiadapari dapat dijadikan sebagai potensi modal sosial pada aktifitas petani di Desa Parsingguran II ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas pertanian padi, dan untuk mengetahui fenomena apa yang sedang terjadi di dalam pelaksanaan aktivitas marsiadapari. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai potensi modal sosial marsiadapari dalam aktifitas petani.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah: 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dan sumber informasi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosiologi seperti kajian sosiologi pedesaan serta kajian modal sosial pada masyarakat petani padi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas wawasan pengetahuan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah serta menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang

(12)

pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam pendataan kependudukan masyarakat yang bermatapencaharian petani padi serta melihat potensi lokal yang dimiliki masyarakat Desa Parsingguran II.

1.5 Defenisi Konsep 1. Petani

Petani adalah seseorang yang memiliki atau mengusahakan sebidang tanah atau lahan untuk bercocok tanam. Dalam penelitian ini petani yang dimaksud adalah petani padi yang mengolah sawah, dan petani tersebut adalah petani yang mengolah lahan pertaniannya dengan sistem marsiadapari.

2. Pertanian

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Pertanian dalam penelitian ini adalah pertanian padi.

3. Aktifitas Pertanian

Yang dimaksud aktifitas pertanian adalah kegiatan yang dilakukan petani padi di dalam mengolah lahan pertanian.

4. Marsiadapari

Sistem marsiadapari adalah sistem kerja dalam aktifitas pertanian yang dilakukan secara tolong menolong misalnya jika hari ini ada petani yang mengerjakan lahannya maka petani lain ikut menolong dan begitu juga sebaliknya. Kegiatan ini dilakukan mulai dari tahap makkali aek, mangarambas, mangombak, manggadui, maname, manggaor, marsuan, marbabo dan tahap gotilan (panen).

(13)

5. Modal Sosial

Modal Sosial adalah sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama. Menurut Robert Lawang, modal sosial menunjuk pada semua kekuatan kekuatan sosial komunitas yang dikontruksikan oleh individu atau kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka dapat mencapai tujuan individual dan/atau kelompok secara efisien dan efektif dengan modal-modal lainnya (Lawang, 2004:24).

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan nilai tambah melalui kegiatan penjaringan nilai pada lada didefinisikan sebagai kegiatan mengoptimalkan proses budidaya dan pengolahan lada dengan tujuan untuk

Ibrahim berkata: Sesungguhnya Allah telah memilih Islam sebagai agamamu, sebab itu janganlah kamu meninggal melainkan dalam memeluk agama Islam (QS..

Di bidang politik, karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, maka ia harus di pahami sebagai sebuah proses untuk membuat ruang bagi

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan video profil sebagai media informasi dan sarana promosi kepada masyarakat serta dokumentasi tentang Sekolah

Dari beberapa permasalahan diatas, maka penulisan tugas akhir ini dibuat untuk mengembangkan media pembelajaran dengan menggunakan adobe flash CS6 pada materi kalkulus

Ustadz :Bahasa mudahnya jin itu masuk ke dalam tubuh manusia ada namanya pintu sebagai lalu lintas, titik tertentu itu jalur keluar masuknya dari jin

(3) Hasil analisis menunjukkan Terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan full day school terhadap pembentukan karakter siswa di MI Tarbiyatul Islamiyah

Pinjaman tanpa jaminan dapat dilakukan pelepas uang hanya kepada saudara atau orang yang sudah dikenal dengan