• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSPARANSI PELAYANAN POLRI PADA KANTOR BERSAMA SAMSAT DI KABUPATEN GOWA. Oleh: MUH. YUSUF ARSYAD No. Induk Mahasiswa :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRANSPARANSI PELAYANAN POLRI PADA KANTOR BERSAMA SAMSAT DI KABUPATEN GOWA. Oleh: MUH. YUSUF ARSYAD No. Induk Mahasiswa :"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

BERSAMA SAMSAT DI KABUPATEN GOWA

Oleh:

MUH. YUSUF ARSYAD

No. Induk Mahasiswa : 030721811

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR

2014

(2)

TRANSPARANSI PELAYANAN POLRI PADA KANTOR

BERSAMA SAMSAT DI KABUPATEN GOWA

yang disusun dan diajukan oleh

MUH. YUSUF ARSYAD

NIM : 030721811

Diusulkan untuk diseminarkan pada Seminar Hasil tesis pada tanggal 2014

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd. Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. Ketua Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi Direktur

Administrasi Publik PPS Unismuh Makassar

Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. Prof. Dr. H.M. Ide Said, D.M., M.Pd. Nbm. 783 146 Nbm. 988 463

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

v

Muh. Yusuf Arsyad, 2014, Transparansi Pelayanan POLRI pada Kantor

Bersama SAMSAT Kabupaten Gowa, dibimbing H.M. Ide Said D.M. dan

Abdul Mahsyar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transparansi pelayanan Polri terkait dengan aspek prosedur pelayanan, waktu pelayanan dan biaya pelayanan dalam hal pengurusan Registrasi dan Identifikasi kendaraan bermotor, dan untuk mengetahui kepuasan masyarakat terhadap transparansi pelayanan yang diberikan.

Penelitian yang mengambil unit analisis pada pelayanan Kepolisian di Kantor Samsat menggunakan pendekatan penelitian secara deskriptif kuantitatif, data penelitian diperoleh dari responden dan informan, penentuan responden dilakukan secara purposive terdiri atas warga masyarakat yang mendapat pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan jumlah responden sebanyak 50 orang. Data penelitian diperoleh melalui angket, wawancara, dan observasi lapangan. Data penelitian disajikan dalan tabel frekuensi dan penjelasan secara naratif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa transparansi pelayanan terkait dengan aspek prosedur pelayanan, waktu pelayanan dan biaya pelayanan secara umum rata-rata penilaian responden berada pada ketegori baik atau cukup transparan yang ditandai pada penilaian responden untuk kategori positif rata-rata lebih separuh dari jumlah responden, sedangkan kepuasan responden terhadap transparansi pelayanan dikategorikan cukup baik atau puas..

(8)

vi

Muh. Yusuf Arsyad, 2014. Transparency of the National Police Service in

the Office of the Joint SAMSAT Gowa. Supervised by H.M. Ide Said, D.M. and Abdul Mahsyar.

This study aims to determine the transparency of the police service related to the procedural aspects of service, time of service and the cost of services in the management Registration and Identification of motor vehicles, and to determine people's satisfaction with the transparency of the services provided.

Research taking analysis unit at the Police service in the Office of Samsat using descriptive quantitative research approach, the research data obtained from respondents and informants, determination of respondent done purposively composed of citizens who receive services and personnel for the services of the number of respondents as many as 50 people. Data were obtained through questionnaires, interviews, and field observations. The research data presented dalan frequency tables and narrative explanations. The results showed that the transparency of service associated with procedural aspects of service, time of service and the service charge is generally the average assessment of respondents are in the good category or transparent enough that characterized the respondents' assessment for the category of positive average of over half of the respondents, while satisfaction respondents to the transparency of service categorized good enough or

satisfied ..

(9)

vii

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Konsep dan Pengertian Pelayanan ... 7

B. Pentingnya Manajemen Pelayanan ... 18

C. Dimensi Kualitas Layanan Publik ... 21

D. Standar Pelayanan ... 26

E. Perspektif Good Governance ... 31

F. Kerangka Konseptual ... 45

G. Definisi Konseptual ... 47

(10)

viii

B. Tipe Penelitian dan Dasar Penelitian ... 48

C. Populasi dan Sampel ... 48

D. Jenis dan Sumber Data ... 49

E. Teknik Pengumpulan Data ... 50

F. Teknik Analisis Data ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Gambaran Lokasi Penelitian... 52

B. Deskripsi Hasil Penelitian tentang Transparansi Pelayanan Kepolisian di Kantor Samsat ... 61

1. Transparansi Prosedur Pelayanan ... 62

2. Transparansi Waktu Penyelesaian dalam Pelayanan ... 68

3. Transparansi Pembiayaan Pelayanan ... 73

C. Deskripsi Kepuasan Masyarakat terhadap Transparansi Pelayanan Kepolisian di Kantor Bersama Samsat Kabupaten Gowa ... 79

D. Pembahasan ... 86

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. Simpulan... 89

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(11)

ix

Tabel 1 Keadaan personil Regident Samsat Gowa ... 59 Tabel 2 Data kendaraan bermotor berdasarkan jenis yang telah

diregistrasi dan identifikasi Ditlantas Polda Sulsel pada

Samsat Gowa ... 60 Tabel 3 Deskripsi penilaian responden terhadap kejelasan prosedur

pelayanan regident pada Samsat Gowa ... 63 Tabel 4 Tanggapan responden mengenai kemudahan mengikuti

prosedur pengurusan regident kendaraan bermotor ... 65 Tabel 5 Tingkat pemahaman responden mengenai proses dan

prosedur pengurusan regident... 67 Tabel 6 Penilaian responden mengenai ketepatan waktu yang

diberikan oleh petugas pelayanan ... 68 Tabel 7 Penilaian responden mengenai ketepatan waktu

penyele-saian pelayanan yang diberikan oleh petugas pelayanan .. 70 Tabel 8 Jenis dan jumlah biaya pelayanan kepolisian (PNBP) di

Kantor Samsat ... 74 Tabel 9 Penilaian responden mengenai penetapan biaya pelayanan

oleh petugas pelayanan ... 75 Tabel 10 Penilaian responden mengenai kesesuain biaya yang

dibayarkan dengan biaya menurut ketentuan yang berlaku 77 Tabel 11 Penilaian responden terhadap kepuasan dalam menerima

pelayanan terkait dengan kejelasan prosedur pelayanan ... 81 Tabel 12 Penilaian responden mengenai kepuasan terhadap

pemanfaatan waktu pelayanan ... 82 Tabel 13 Penilaian responden mengenai kepuasan terhadap

(12)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga upaya penulisan karya tulis berupa tesis ini dapat terselesaikan sesuai rencana.

Pemilihan topik permasalahan tentang manajemen pelayanan publik dalam penerbitan khususnya aspek transparansi dalam pelayanan pelayanan publik di Kantor Samsat Kabupaten Gowa dilatarbelakangi oleh kondisi bahwa masih ada permasalahan yang terkait dengan pelayanan publik dan adanya kemauan dari pemerintah untuk menerapkan prisnip-prinsip good governance pada seluruh jajaran orgabisasi pemerintah termasuk POLRI.. Sebagaimana diketahui jenis pelayanan yang ada pada institusi kepolisian ini sangat urgen karena dibutuhkan oleh masyarakat. Selain daripada itu efektivitas penyelenggaraan pelayanan ini juga berdampak pada keamanan dan keabsahan kepemilikan kendaraan masyarakat. Selain daripada itu jenis pelayanan ini menjadi monopoli pemerintah karena pihak lain (swasta) tidak dapat menyelenggarakan pelayanan ini.

Proses penulisan tesis ini yang dimulai identifikasi permasalahan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan hasil penelitian, dijumpai banyak kendala terutama keterbatasan pengetahuan penulis, namun hal itu dapat teratasi berkat bantuan berbagai pihak sehingga tesis ini dapat selesai tepat pada waktunya.

(13)

iv

Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan banyak terima kasih kepada Komisi Pembimbing penulis masing-masing bapak Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd.. dan Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. yang telah memberikan bimbingan, saran, pendapat, dan arahan-arahan selama proses penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini, perkenankan penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada masing-masing Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar (Bapak Dr. H. Irwan Akib, M.Pd.), Direktur Program Pascasarjana (Bapak Prof. Dr. H.M. Ide Said D.M., M.Pd.) dan Ketua Program Magister Administrasi Publik (Bapak Dr. Abdul Mahsyar, M.Si.), segenap dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis yang tidak ternilai harganya, dan kepada segenap pegawai Program Pascasarjana yang telah memberikan pelayanan yang terbaik selama penulis menempuh studi sampai dengan penyelesaian studi ini.

Pada kesempatan ini perkenankan menyampaikan terima kasih kepada segenap keluarga teruratama istri dan anak-anak tercinta, saudara-saudara atas segala dukungannya termasuk pada rekan kerja dan rekan mahasiswa PPS Administrasi Publik yang selama ini sangat membantu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu diharapkan kritikan yang konstruktif untuk kesempurnaannya. Akhirnya karya tulis ini dipersembahkan buat almamater dan masyarakat peminat kajian ini, semoga ada manfaatnya.

(14)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, fungsi pemerintahan adalah melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat, serta menumbuh-kembangkan prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan. Tugas dan fungsi pemerintah tersebut dilaksanakan oleh segenap aparatur pemerintah baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah termasuk aparatur perekonomian negara dalam bentuk fungsi-fungsi, yaitu antara lain berupa pemberian pelayanan, perijinan sesuai dengan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Presiden dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan kewajiban mendasar daripada fungsi pemerintah dalam menjalankan berbagai tugas pemerintahan sebagaimana diamanahkan dalam konstitusi. Pentingnya pelayanan publik sebagai hal yang mendasar untuk dilaksanakan oleh setiap negara untuk memberikan pelayanan kepada warganya, hal ini dapat dilihat pada beberapa konstitusi negara yang mencantumkan penyelenggaraan pelayanan publik dalam konstitusinya.

Data World Bank tahun 2004 mencantumkan klausul konstitusi pada beberapa negara di dunia menyebutkan bahwa negara harus

(15)

memberikan berbagai fasilitas kepada warga negara. Dari konstitusi 165 negara di dunia ditemukan terdapat 116 yang mengatur hak warganegara untuk memperoleh pendidikan, 73 diantaranya mengatur hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, dan 29 konstitusi yang mengatur hak warga negara untuk pelayanan kesehatan gratis (Nurmandi, 2010:34).

Penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana terlihat dalam berbagai kebijakan pemerintah dan yang juga disebutkan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik terdapat berbagai macam jenis pelayanannya, salah satu diantaranya adalah pelayanan yang bersifat administratif. Berbeda halnya dengan jenis pelayanan yang lain, pelayanan administratif adalah jenis pelayanan yang sifatnya pemberian pelayanan yang terkait dengan penerbitan berbagai jenis dokumen yang dapat digunakan oleh warga masyarakat untuk berbagai kepentingan, jenis pelayanan ini diantaranya adalah pelayanan perizinan, pelayanan penerbitan STNK, BPKB yang dilaksanakan di instansi Kepolisian khususnya di Kantor SAMSAT, pelayanan sertifikat seperti yang dilaksanakan pada kantor Badan Pertanahan dan berbagai jenis pelayanan yang lain seperti penerbitan Surat Izin Mengemudi, penerbitan Kartu Tanda Penduduk dan lain-lain.

Sejalan dengan penyelenggaraan pelayanan publik seperti halnya yang terlaksana di Indonesia pada umumnya, masih dijumpai beberapa kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaannya yang dilakukan oleh aparat pemerintah, jika pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan tersebut

(16)

merujuk pada Peraturan Pemerintah yang ada seperti undang-undang maupun berbagai peraturan lainnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Dwiyanto (2009) bahwa persoalan penyelenggaraan pelayanan publik masih diperhadapkan dengan berbagai persoalan klasik, seperti pelayanan yang berbeli-belit, prosedur yang panjang, waktu penyelesaian layanan yang lama, biaya penyelenggaraan pelayanan yang tidak jelas, dan hal-hal yang terkait dengan transparansi pelayanan baik yang berhubungan dengan biaya, prosedur maupun informasi lainnya.

Terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik secara umum, upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki hal ini adalah melalui upaya perwujudan good governance. Sebagaimana diketahui wujud nyata daripada good governance ini dapat dilihat pada penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam good governance

sebagaimana disebutkan dalam beberapa literatur terdapat beberapa prinsip-prinsip didalamnya yang terkait antara satu dengan lainnya. Menurut Bhatta dan Gambir, 1996 sebagaimana dikutip oleh Sedarmayanti (2009:283) prinsip-prinsip good governance meliputi: akuntabilitas, transparansi, keterbukaan, kepastian hukum, manajemen kompetensi, dan hak azasi manusia. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme disebutkan asas good governance meliputi asas-asas yakni: kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, kepentingan umum, keterbukaan,

(17)

proporsionalitas, dan akuntabilitas. Dari beberapa prinsip-prinsip atau asas good governance tersebut dapat juga dilihat pendapat dari berbagai ahli lain maupun dari iteratur yang ada seperti dari UNDP (United nation

Development Programme).

Terkait dengan penerapan prinsip-prinsip good governance sebagaimana disebutkan di atas, salah satu prinsip yang cukup penting yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik adalah prinsip atau asas transparansi. Asas ini memegang peranan sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Karena dengan transparansi yang dilakukan oleh instansi penyelenggara layanan, maka warga masyarakat memiliki informasi yang jelas mengenai segala sesuatunya yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan yang diperlukan.

Terkait dengan penyelenggaraan pelayanan administratif khususnya di Kantor Bersama SAMSAT yang dilaksanakan oleh instansi Kepolisian sesuai dengan kewenangan yang dimiliki yaitu meliputi tugas penerbitan STNK, BPKB, Plat kendaraan, Mutasi Kendaraan dan lainnya hal yang terkait dengan pelayanan yang menjadi kewenangan unit kepolisian pada kantor SAMSAT. Sehubungan dengan penyelenggaraan pelayanan pada instansi tersebut, salah satu aspek yang sering dikeluhkan oleh warga masyarakat yang membutuhkan atau yang memperoleh pelayanan dari instansi tersebut adalah transparansi pelayanan. Banyaknya keluhan seperti ini yang disampaikan oleh warga sehingga menyebabkan banyak diantara warga masyarakat yang akan

(18)

melakukan pengurusan pada instansi ini terkait dengan kelengkapan surat-surat kendaraannya mempercayakan kepada orang lain atau menggunakan jasa orang lain, sehingga hal ini dapat memberikan citra yang kurang baik bagi organisasi.

Sehubungan dengan fenmomena yang terkait dengan penerapan prinsip good governance pada instansi pemerintah khususnya dalam penyelenggaraan pelayanan, maka menjadi alasan untuk melakukan pengkajian pada instansi ini terkait dengan transparansi pelayanan kepolisian pada Kantor Bersama SAMSAT Kabupaten Gowa.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan penelitian yang akan dijawab dalam pengkajian ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk transparansi pelayanan kepolisian pada Kantor

Samsat Kabupaten Gowa?

2. Bagaimana kepuasan masyarakat terhadap transparansi pelayanan kepolisian pada Kantor Samsat Kabupaten Gowa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian adalah :

1. Untuk mendeskripsikan bentuk transparansi penyelenggaraan pelayanan di Kantor Samsat Kabupaten Gowa.

2. Untuk mendeskripsikan kepuasan masyarakat terhadap transparansi pelayanan kepolisian di Kantor Samsat Kabupaten Gowa.

(19)

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Manfaat akademis diharapkan konsep-konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian dapat menjadi referensi bagi peneliti lain, dan hasil penelitian ini memberikan kontribusi dalam bentuk pengayaan konsep, temuan, untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang administrasi publik dan lebih khusus dalam bidang manajemen publik.

2. Manfaaat praktis bagi instansi terkait adalah sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama dalam lingkungan Kantor Bersama Samsat Kabupaten Gowa khususnya unit Kepolisian dalam menguoayakan peningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat.

3. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan rujukan atau refensi bagi peneliti selanjutnya yang mengkaji masalah-masalah manajemen publik.

(20)

7

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dan Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik merupakan upaya negara untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa dan pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada negara untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara demi kesejahteraannya, sehingga efektivitas suatu sistem pemerintahan sangat ditentukan oleh baik buruknya penyelenggaraan pelayanan publik. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pun secara tegas menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikan Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan publik, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Surjadi, 2009:7).

Menurut Sinambella (2008:5) adalah sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memilki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Pengertian pelayanan sebagaimana dikemukakan Moenir (2000:26) disebutkan pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material

(21)

melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang sesuai dengan haknya. Sementara menurut The Liang Gie dalam Ensiklopedi Administrasi dikatakan pelayanan masyarakat adalah kegiatan dari organisasi yang dilakukan untuk mengamalkan dan mengabdikan diri kepada masyarakat.

Pengertian pelayanan tersebut terkandung suatu kondisi yang melayani yakni memiliki suatu keterampilan keahlian dibidang tertentu. Berdasarkan keterampilan dan keahlian tersebut pihak yang melayani mempunyai posisi atau nilai lebih dalam kecakapan tertentu, sehingga mampu memberikan bantuan dalam menyelesaikan suatu keperluan, kebutuhan individu atau organisasi.

Pengertian diatas memperlihatkan bahwa pelayanan masyarakat tersebut secara konkrit diutarakan beberapa hal:

1. Pelayanan itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan aparatur pemerintah, termasuk aparatur di bidang perekonomian. 2. Objek yang dilayani adalah masyarakat (publik).

3. Bentuk layanan itu barang atau jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada prinsipnya seluruh proses administrasi yang dilakukan dalam perkantoran adalah proses layanan yang keluarannya (outputnya) tertuju pada orang, kelompok orang atau instansi lainnya. Di kantor yang bagaimanapun kecilnya terdapat 2 (dua) macam pelayanan. Pertama, pelayanan ke dalam (pelayanan kepada manajemen) sifatnya menunjang

(22)

pelaksanaan kegiatan pemenuhan kebutuhan organisasi di bidang produksi, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan, pembinaan pegawai, penyediaan data dan informasi, komunikasi, pembinaan sistem, prosedur, metode dan ketatausahaan pada umumnya. Kedua, pelayanan keluar yaitu pelayanan yang diberikan secara langsung kepada masyarakat.

Kedua jenis pelayanan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan lainnya oleh karena itu pelayanan ke dalam sangat menentukan baik tidaknya pada pelayanan keluar. Dapat dikatakan bahwa pelayanan ke dalam menjadi ukuran terhadap pelayanan ke luar. Jika pelayanan ke dalam cukup baik, lancar dan tertib, maka dapat diharapkan bahwa pelayanan ke luar akan tertib dan lancar pula.

Setiap institusi atau organisasi pasti ada orang atau lembaga yang dilayani atau yang menjadi pelanggannya. Pelanggan inilah yang harus mendapat pelayanan yang prima. Oleh karena itu setiap pegawai harus mengetahui siapa pelanggan yang dilayani. Pada dasarnya setiap pegawai mempunyai pelanggan (ada pelanggan tetap dan ada pelanggan tidak tetap). Setiap orang datang bertamu, berinteraksi dengan para karyawan atau meminta bantuan untuk menyelesaikan sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab pegawai, mereka itulah pelanggan atau konsumen yang harus dilayani secara memuaskan.

Pemerintahan pada hakekatnya, adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi

(23)

untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998:23). Oleh karena itu, birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang baik dan profesional.

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 bahwa pengertian umum pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dinyatakan bahwa penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah. Instansi pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja/satuan organisasi Kementrian, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara dan instansi pemerintah lainnya, baik pusat maupun daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Hukum Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah. Unit penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik, sedangkan pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah, dan badan hukum.

(24)

Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tersebut merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk

mensejahterakan masyarakat dari suatu negara kesejahteraan (welfare

state).

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sementara itu, kualitas pelayanan publik pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti relatif karena bersifat abstrak, kualitas dapat digunakan untuk menilai atau tingkat penyesuaian suatu hal terhadap persyaratan atau spesifikasinya. Bila persyaratan atau spesifikasi itu terpenuhi berarti kualitas sesuatu hal yang dimaksud dapat dikatakan baik, dan sebaliknya jika persyaratan tidak terpenuhi, dapat dikatakan tidak baik. Dengan demikian, untuk menentukan kualitas diperlukan indikator, karena spesifikasi yang merupakan indikator harus dirancang berarti kualitas secara tidak langsung merupakan hasil rancangan yang tidak tertutup kemungkinan untuk diperbaiki atau ditingkatkan (Harbani Pasolong, 2010:132).

Kualitas pelayanan menurut Fandy Tjiptono (2004:2), adalah: 1) kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan, 2) kecocokan pemakaian, 3) perbaikan atau penyempurnaan keberlanjutan, 4) bebas dari

(25)

kerusakan, 5) pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat, 6) melakukan segala sesuatu secara benar semenjak awal, 7) sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.

Sinambella dkk. (2008:6) mengatakan bahwa kualitas pelayanan prima tercermin dari : 1) transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dapat diakses oleh oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti, 2) akuntabilitas, yaitu pelayanan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, 3) kondisional, pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas, 4) partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat, 5) kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apa pun, khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan 6) keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.

Gerson (2002:55) menyatakan pengukuran kualitas internal memang penting, tetapi semuanya itu tidak ada artinya jika pelanggan tidak puas dengan yang diberikan. Untuk membuat pengukuran kualitas lebih berarti dan sesuai, tanyakan kepada pelanggan apa yang mereka inginkan, yang bisa memuaskan mereka.

(26)

Lebih lanjut, Zethaml dan Haywood Farmer (dalam Harbani Pasolong, 2010:133) mengatakan ada tiga karakteristik utama tentang pelayanan, yaitu:

1. Intangibility berarti bahwa pelayanan pada dasarnya bersifat

performance (kinerja) dan hasil pengalaman dan bukannya objek.

Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung, diukur, diraba atau dites sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat dites kualitasnya sebelum disampaikan pada pelanggan.

2. Heterogenity berarti pemakai jasa atau pelanggan memiliki kebutuhan

yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang sama mungkin mempunyai prioritas berbeda. Demikian pula kinerja sering bervariasi dari suatu prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu ke waktu.

3. Inseparability berarti bahwa produksi dan konsumsi suatu pelayanan

tidak terpisahkan. Konsekuensinya di dalam industri pelayanan kualitas tidak direkayasa ke dalam produksi di sektor pabrik dan kemudian disampaikan kepada pelanggan. Kualitas terjadi selama interaksi antara pelanggan dan penyedia jasa.

Secara teoritis sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya, yaitu fungsi pelayan masyarakat (public service function), fungsi pembangunan (development function) dan fungsi perlindungan (protection function).

(27)

Hal yang terpenting kemudian adalah sejauh mana pemerintah dapat mengelola fungsi-fungsi tersebut agar dapat menghasilkan barang dan jasa (pelayanan) yang ekonomis, efektif, efisien dan akuntabel kepada seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Selain itu, pemerintah dituntut untuk menerapkan prinsip equity (keadilan) dalam menjalankan fungsi-fungsi tadi. Artinya, pelayanan pemerintah tidak boleh diberikan secara diskriminatif. Pelayanan diberikan tanpa memandang status, pangkat, golongan dari masyarakat dan semua warga masyarakat mempunyai hak yang sama atas pelayanan-pelayanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Meskipun, pemerintah mempunyai fungsi-fungsi sebagaimana di atas, namun tidak berarti bahwa pemerintah harus berperan sebagai

monopolist dalam pelaksanaan seluruh fungsi-fungsi tadi. Beberapa

bagian dari fungsi tadi bisa menjadi bidang tugas yang pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada pihak swasta ataupun dengan menggunakan pola kemitraan (partnership), antara pemerintah dengan swasta untuk mengadakannya. Pola kerjasama antara pemerintah dengan swasta dalam memberikan pelbagai pelayanan kepada masyarakat tersebut sejalan dengan gagasan reinventing government yang dikembangkan Osborne dan Gaebler (2005:52).

Namun, dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik murni, maka pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban menyediakan barang publik murni, khususnya barang publik

(28)

yang bernama rules atau aturan (kebijakan publik). Barang publik murni yang berupa aturan tersebut tidak pernah dan tidak boleh diserahkan penyediaannya kepada swasta. Karena, bila hal itu dilakukan maka di dalam aturan tersebut akan melekat kepentingan-kepentingan swasta yang membuat aturan, sehingga aturan menjadi penuh dengan kepentingan politik (vested interest) dan menjadi aturan yang tidak adil (unfair rule). Karena itu, peran pemerintah yang akan tetap melekat di sepanjang keberadaannya adalah sebagai penyedia barang publik murni yang bernama aturan.

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat. Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public services) sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.

Karakteristik pelayanan sebagaimana yang dikemukakan Gasperz dalam Panji Santosa (2008:60) secara jelas membedakan pelayanan dengan barang, meskipun sebenarnya kaduanya merupakan alat pemuas kebutuhan. Sebagai suatu produk yang intangible, pelayanan memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk akhir pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki oleh

(29)

barang. Produk akhir pelayanan sangat tergantung dari proses interaksi yang terjadi antara layanan dengan konsumen.

Dipandang dari sudut ekonomi, pelayanan merupakan salah satu alat pemuas kebutuhan manusia sebagaimana halnya dengan barang. Namun, pelayanan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dari barang. Salah satu yang membedakannya dengan barang, sebagaimana dikemukakan oleh Gasperz adalah outputnya yang tidak berbentuk (intangible output), tidak standar, serta tidak dapat disimpan dalam

inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi.

Valerie A. Zeithaml dkk. (dalam Panji Santosa, 2008: 59) yang mengonsepsikan mutu layanan publik pada dua pengertian, yaitu

expected services (pelayanan yang diharapkan) dan perceived services

(pelayanan yang dirasakan). Keduanya terbentuk oleh dimensi-dimensi mutu layanan, yaitu; tangibles (terjamah), reliability (andal),

responsiveness (tanggap), competence (kompetensi), courtesy (ramah),

credibility (bisa dipercaya), security (aman), access (akses),

communication (komunikasi), understanding the customer (memahami

pelanggan). Dalam pada itu, expected services juga dipengaruhi oleh

word of mouth (kata-kata yang diucapkan), personal needs (kebutuhan

pribadi), past experience (pengalaman masa lalu), external communication (komunikasi eksternal). Perpaduan antara expected services dan perceived services yang terwujud hanyalah perceived service quality, hanyalah layanan yang bisa diberikan berdasarkan apa yang dimengerti

(30)

oleh birokrasi. Meskipun, expected services diperkuat oleh pengaruh yang dilatarbelakangi oleh dimensi-dimensi mutu layanan, outcome-nya tetap saja mutu layanan yang diberikan adalah sebatas yang dimengerti oleh birokrasi.

Kemudian, untuk tujuan tersebut diperinci sebagai berikut :

1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya; 2. Memperlakukan pengguna pelayanan, sebagai customers;

3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan, sesuai dengan yang diinginkan mereka;

4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas;

5. Menyediakan cara-cara, bila pengguna pelayanan tidak ada pilihan lain.

Berangkat dari persoalan mempertanyakan kepuasan masyarakat terhadap apa yang diberikan oleh pelayan dalam hal ini yaitu administrasi publik adalah pemerintah itu sendiri dengan apa yang mereka inginkan, maksudnya yaitu sejauhmana publik berharap apa yang akhirnya diterima mereka. Dengan demikian, dilakukan penilaian tentang sama tidaknya antara harapan dengan kenyataan, apabila tidak sama maka pemerintah diharapkan dapat mengoreksi keadaan agar lebih teliti untuk peningkatan kualitas pelayanan publik.

Selanjutnya dipertanyakan apakah terhadap kehendak masyarakat, seperti ketentuan biaya yang tepat, waktu yang diperhitungkan dan mutu yang dituntut masyarakat telah dapat terpenuhi. Andaikata tidak terpenuhi,

(31)

pemerintah diharapkan mengoreksi keadaan, sedangkan apabila terpenuhi dilanjutkan pada pertanyaan berikutnya, tentang pelbagai informasi yang diterima masyarakat berkenaan dengan situasi dan kondisi, serta aturan yang melengkapinya.

B. Pentingnya Manajemen Pelayanan

Pada prinsipnya ada dua tugas utama suatu negara yakni (1) mengatur dan mengendalikan kekuatan-kekuatan sosial masyarakat agar tidak bertentangan dan membahayakan (2) mengorganisasi dan mengintegrasikan kegiatan manusia, golongan-golongan ke arah pencapaian tujuan masyarakat.

Dalam Mukaddimah Undang-Undang dasar 1945 secara tegas dinyatakan bahwa tugas umum pemerintah negara kesatuan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa dan segal tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Untuk mencapai pelaksanaan tugas negara dibutuhkan suatu paratur negara yang berkualitas. Memiliki kemampuan dalam melayani, memenuhi kebutuhan-kebutuhan, menanggapi keluhan masyarakat secara memuaskan, sesuai dengan ekspektasi mereka melalui kebijaksanaan, perangkat hukum yang berfungsi sebagai acuan dalam pengendalian, pengaturan agar kekuatan sosial dan aktivitas masyarakat tidak membahayakan, merugikan bangsa dan negara.

(32)

Pegawai pemerintah sebagai telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Sebagai abdi atau pelayan. Pegawai Negeri baik sebagai Pegawai Negeri Sipil, TNI dan Polisi mempunyai kewajiban mengabdi, berbakti untuk melayani masyarakat, setia kepada negara dan loyal terhadap pemerintah, dan taat pada peraturan.

Masyarakat dalam era globalisasi dan abad 21 (abad informasi) yang didukung teknologi moderen terutama dibi dang transportasi, telekomunikasi, membuat mobilitas dan aktivitas masyarakat semakin meningkat dengan cepat, menuntut pelayanan yang semakin cepat dan tepat pula.

Adanya keluhan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan birokrasi merupakan suatu indikator bahwa pelayanan pemerintah dianggap masih lamban, kurang responsif terhadap keluhan, kebutuhan masyarakat, kurang terbuka dan kurang efisien (biaya tinggi) tidak terkecuali pada pelayanan yang dilakukan oleh instansi Kepolisian, misalnya pelayanan administrasi kendaraan bermotor.

Dewasa ini berbagai organisasi baik bisnis, maupun pemerintah seperti Amerika Serikat, merubah paradigma dari orientasi produsen menjadi orientasi masyarakat. Sumber daya manusia dikonsentrasikan kepada pelayanan masyarakat, pembuatan produk bernilai tambah, berdaya saing. Aparatur pemerintah, dan unit-unit pelayanan didorong,

(33)

dimotivasi bersaing untuk memberikan pelayanan prima yakni pelayanan yang lebih memuaskan masyarakat.

Perubahan dalam paradigma pelayanan sebagai upaya untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi manajemen pelayanan masyarakat atau sektor publik telah dikemukakan oleh David Osborne dan Ted Gaebler mempopulerkan suatu konsepsi, gagasan, gerakan yang disebut Reinventing Government. Inti gerakan ini menganjurkan agar pemerintah sebaiknya lebih berfungsi sebagai pengendali daripada sebagai penyedia layanan kepada masyarakat.

Prinsip utama reinventing government, adalah pengembangan sistem manajemen pelayanan masyarakat dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat dan kerjasama dengan publik atau mission driven budgeting. Maksudnya kalau publik sudah mampu menyediakan jasa pelayanan, pemerintah tidak perlu ikut campur tangan lagi. Pemerintah hanya berfungsi sebagai pengendali agar swasta yang diberi kepercayaan mengelola penyediaan jasa pelayanan tidak merugikan, membahayakan konsumen

Berkaitan dengan konsep tersebut, dalam pelayanan berwawasan masyarakat dapat memberikan dampak positif yang luas. Di mana masyarakat ditempatkan pada posisi puncak piramida terbalik. Artinya masyarakatlah sebagai kelompok yang dilayani yang harus didahulukan kepentingannya. Oleh karena itu pelayanan prima kepada masyarakat

(34)

bukan hanya tanggung jawab pegawai garis terdepan, tetapi semua unsur aparatur pemerintah pada setiap level di bidang masing-masing, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dengan demikian pelayanan prima dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak baik masyarakat, maupun pegawai (pekerja, pimpinan) dan pemerintah atau negara.

C. Dimensi Kualitas Layanan Publik

Sebagaimana yang telah dikemukakan terdahulu bahwa kualitas layanan pubIik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah merupakan standarisasi produk suatu layanan. Karena itu penilaian atas layanan bukan berdasarkan pemaknaan dari yang memberi pelayanan, tetapi diberikan oleh pihak yang menerima layanan.

Selanjutnya Thoha (1995:181) menjelaskan bahwa “kualitas layanan sangat tergantung pada bagaimana pelayanan itu diberikan oleh orang dan sistem yang dipakai dalam organisasi”. Artinya aktivitas organisasi adalah aktivitas orang-orang, sedangkan orang atau manusia adalah unsur utama dalam setiap organisasi.

Kualitas pelayanan umum menurut pemerintah berdasarkan pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (dalam info PAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003) tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun prinsip-prinsip pelayanan publik adalah sebagai berikut :

(35)

a. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

b. Kejelasan, dapat meliputi:

1) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik ;

2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik;

3) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. c. Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

d. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. e. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

f. Tanggung Jawab

Pilihan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

(36)

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

h. Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

i. Kedisiplinan, Kesopanan, dan Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan, dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas

j. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

Barata (2004:208) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) konsep Dasar pelaksanaan pelayanan prima yaitu :

1. Konsep Sikap

Merupakan kumpulan perasaan, keyakinan dan kecenderungan perilaku yang secara relatif berlangsung lama yang ditujukan kepada orang, ide, obyek dan kelompok orang tertentu. Sikap meliputi tiga aspek, yaitu keyakinan(aspek kognitif), perasaan (aspek afektif) dan kecenderungan perilaku (aspek konitif).

(37)

Sikap mencerminkan perilaku atau gerak-gerik yang terlihat pada diri seseorang ketika ia menghadapi suatu situasi tertentu atau ketika berhadapan dengan orang lainnya. Sikap berkaitan dengan suatu kondisi yang ada di dalam diri seseorang maka sikap dapat pula diartikan sebagai alur pengekspresian perasaan dari seseorang kepada pihak lain. Sikap bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir sebab pemunculan sikap di dalam diri seseorang dapat terbentuk karena adanya interaksi orang yang bersangkutan dengan berbagai hal dalam lingkungan hidupnya.

2. Konsep Perhatian pada Pelanggan/Konsumen.

Lingkungan instansi pemerintah, di mana pelanggan interennya adalah aparat dan pelanggan eksterennya adalah masyarakat, konsep perhatian diperlukan untuk kelangsungan layanan kepada masyarakat. Pada diri setiap orang terdapat kebutuhan kejiwaan, antara lain berupa kebutuhan diri untuk dihargai (self esteem) oleh orang lain. Setiap orang menginginkan keberadaannya selalu diakui oleh orang-orang di sekitarnya karena mereka menganggap bahwa keberadaan dirinya adalah penting. Pengakuan dan penghargaan dari orang lain itu dirasakan ada apabila orang-orang di sekitarnya dapat memberikan perhatian kepadanya.

Perhatian atau kepedulian terhadap pelanggan (costumer care) adalah salah satu konsep penunjang pola layanan yang digunakan untuk menunjukkan betapa besarnya perhatian dari organisasi kepada

(38)

para pelanggan. Konsep perhatian diarahkan untuk memberikan kepedulian penuh terhadap pelanggan, antara lain perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemahaman kebutuhan dan keinginan pelanggan, pemahaman akan perilakunya, maupun pemahaman atas saran dan kritiknya.

3. Konsep tindakan Pelayanan.

Tindakan adalah upaya-upaya atau perbuatan nyata yang ditujukan untuk memberikan pelayanan yang wajar atau pelayanan yang baik, yang tentunya akan dapat dicapai bila di dalam diri pemberi layanan terdapat sense of service attitude dengan mengedepankan perhatian (attention) yang ditunjang oleh kemampuan melayani (service

ability) dan tampilan layanan (service appearance) yang baik.

Sikap dan perhatian dalam melakukan pelayanan yang baik adalah dasar melakukan pemberian layanan, yang secara nyata akan terwujud menjadi suatu kesatuan bentuk pelayanan yang baik ketika kita mampu melakukan berbagai tindakan terbaik untuk melayani pelanggan.

Ada beberapa hal yang tidak boleh dilupakan dalam merancang pemberian layanan, antara lain ;

1. Regulasi layanan (service regulation).

Menentukan aturan atau regulasi untuk pelaksanaan kerja sebagai pedoman agar setiap tindakan yang dilakukan tidak menyimpan dari prosedur yang telah dibakukan.

(39)

2. Fasilitas-fasilitas Layanan (Service facilities).

Menyediakan berbagai fasilitas penunjang yang diperlukan untuk melakukan tindakan pelayanan sehingga dapat mewujudkan layanan yang maksimal.

3. Mudah – Murah – Manfaat (Simple – Cheap – Benefit ).

Ketiga hal di atas disiapkan dengan berorientasi kepada prinsip pelayanan yang mengetengahkan sifat-sifat kemudahan dalam pelaksanaan, kemurahan dalam pembiayaan dan kemanfaatan yang optimal bagi penedia layanan dan penerima layanan.

D. Standar Pelayanan 1. Prosedur Pelayanan

Prosedur pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

2. Waktu Penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian

3. Biaya Pelayanan

Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan

4. Produk Pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

(40)

Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik

6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

Selanjutnya Saefullah (1999:5) mengemukakan bahwa kemampuan kompetitif suatu organisasi banyak ditentukan oleh pelayanan yang diberikan kepada pihak yang berkepentingan dengan organisasi tersebut. peniIaian tentang pelayanan itu bukan berdasarkan pemaknaan dari yang memberi pelayanan, tetapi diberikan oleh pihak yang menerima pelayanan. Organisasi pemerintah yang tugas utamanya adalah memberikan pelayanan umum juga harus meningkatkan kualitas pèlayanannya kepada masyarakat dan cara pelayanan pemerintah ini bisa belajar pada pendekatan pelayanan yang dilakukan perusahaan bisnis yang memang mendahulukan kualitas pelayanan dalam kegiatan usahanya.

Selama ini ada kesan bahwa organisasi birokrasi pemerintah lebih menekankan pendekatan kekuasaan. Pendekatan kekuasaan sangat menonjol dari masa ke masa. Pendekatan inilah yang menimbulkan kesan seakan-akan birokrasi pemerintah ini menjadi sangat besar dan sangat berkuasa. Hampir semua segi kehidupan masyarakat diurus dan diatur oleh birokrasi pemerintah. Dengan demikian, untuk dapat menciptakan

(41)

pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik, organisasi pemerintahan dituntut untuk dapat melakukan berbagai pembaruan. Sebagian tujuan pembaruan adalah efisiensi, tetapi yang lebih penting adalah efektivitas. Pembaruan adalah transformasi sistem dan organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektivitas, efisiensi, dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan, sistem insentif, pertanggungjawaban, struktur kekuasaan, dan budaya sistem dan organisasi pemerintahan. Salah satunya adalah memperjelas antara tugas pengendalian dan tugas pelayanan.

Demikian pula Bennis (dalam Thoha, (1995:6) mengemukakan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, birokrasi pemerintah perlu direvitalisasikan. Pendekatan kekuasaan yang selama ini ditonjolkan harus dapat dikendurkan. Usaha-usaha pendelegasian kepada masyarakat atas hal-hal yang dapat mereka lakukan perlu diperluas. Disamping itu, upaya pemberdayaan ke dalam tubuh birokrasi sendiri mutlak diperlukan. Salah satu yang perlu memperoleh perhatian adalah lokus dan fokus kekuasaan itu sendiri. Lokus mengacu pada tempat di mana lokasi kekuasaan itu seharusnya berada. Sedangkan fokus memusatkan pada operasionalisasi penggunaan kekuasaan.

Selanjutnya Tjiptono (1996:54) menjelaskan bahwa:“Kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan, selanjutnya kepuasan pelanggan dapat menciptakan kesetian atau

(42)

loyalitas pelanggan kepada pihak/lembaga yang memberikan layanan yang memuaskan”.

Adapun manfaat dan menciptakan kualitas layanan yang unggul kemudian dijabarkan oleh Tjiptono (1996:79) yaitu:

1. Hubungan lembaga penyedia pelayanan dan para pelanggan dan para pelanggannya menjadi harmonis,

2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang; 3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan

4. Membentuk rekomondasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaaan;

5. Laba yang diperoleh dapat meningkat.

Layanan publik yang berkualitas, selain dapat memberi kepuasan bagi masyarakat juga bermanfaat terhadap cara aparat pemerintah itu sendiri. Mengingat semakin pentingnya kualitas pelayanan, organisasi publik dituntut dapat menterjemahkan kebutuhan dan tuntutan publik, sehingga produk layanan kepada masyarakat bisa dirasakan oleh setiap orang pada saat dibutuhkan dalam jumlah dan mutu yang memadai.

Ukuran yang dipertimbangkan publik dalam menilai kualitas pelayanan, Rene T. Domingo (dalam Triguno, (1999:77) mengemukakan dimensi kualitas pelayanan sebagai berikut:

1. Waktu, meliputi: a. Menunggu b. Antrian

(43)

c. Proses 2. Ketepatan :

a. Tidak salah b. Dipercaya 3. Kehormatan:

a. Cara kerja orang depan b. Etika bertelepon 4. Kepekaan: a. Ambil order b. Mengatasi keluhan 5. Kelengkapan: a. Lingkup pelayanan b. Kesediaan alat bantu 6. Kesiapan:

a. Jumlah loket pelayanan b. Teller c. Tempat-tempat pelayanan 7. Kenyamanan: a. Tempat b. Kemudahan c. Parkir d. Infomasi e. Penunjuk formulir

(44)

8. Lingkungan: a. Bersih b. Lobby cukup c. Ruang tunggu d. Sejuk e. Musik

E. Perspektif Good Governance

Good governance merupakan isu sentral yang paling mengemuka

dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping adanya pengaruh globalisasi. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan–perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan good governance.

Istilah governance secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengarahan atau pembinaan. Menurut Frederickson (dalam Rakhmat, 2009:29), governance adalah suatu proses di mana suatu sistem sosial, ekonomi, atau sistem organisasi kompleks lainnya dikendalikan dan diatur. Dalam perspektif fungsional, governance dapat

(45)

dilihat dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efesien dan efektif dalam rangka pencapaian tujuan yang telah digariskan.

Good governance adalah cita-cita yang menjadi visi setiap

penyelenggaraan negara di pelbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. Secara sederhana, good governace dapat diartikan sebagai prinsip dalam mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efesien, sistem pengadilannya bisa diandalkan, dan administrasinya bertanggungjawab pada publik (Mas’oed, 2003:150).

Pada dasarnya good governance adalah penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggungjawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat. Negara (peme-rintah) memegang peranan penting dalam mewujudkan governance karena fungsi pengaturan yang memfasilitasi sektor swasta dan masya-rakat, serta fungsi penyelenggaraan pemerintahan melekat padanya (Modul Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, 2004: 5).

Sedangkan Lembaga Administrasi Negara (2004:10) mengartikan

governance sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam

melaksanakan penyediaan public goods dan services. Lebih lanjut ditegaskan bahwa apabila dilihat dari segi aspek fungsional, governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya.

(46)

Berkaitan dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan, UNDP dalam LAN (2008 a :54) mengemukakan bahwa Systemic governance

encompasses the processes and structures of society that guide political

and socio-economic relationships to protect cultural and religius beliefs

and values and to create maintenance and environment of health,

freedom, security and with the opportunity to exercise capabilities that lead

to a better life for all people (Kepemerintahan yang sistemik meliputi

proses dan struktur masyarakat yang membina hubungan politik dan sosial- ekonomi untuk melindungi budaya dan keyakinan religius dan nilai-nilai dan menciptakan pemeliharaan dan kesehatan lingkungan, kebebasan, keamanan, dan dengan kesempatan untuk melatih kapabilitas menuju kehidupan masyarakat yang lebih baik).

Unsur utama (domains) yang dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan (governance) menurut UNDP terdiri atas tiga komponen yakni :

1. The state (negara) pada masa yang akan datang mempunyai tugas penting yakni menciptakan lingkungan politik (political environment) guna mewujudkan pembangunan manusia yang berkelanjutan (sustainable human development) sekaligus meredefinisi peran pemerintah dalam integrasi sosial ekonomi, melindungi lingkungan, kemiskinan, menyediakan infrastruktur, desentralisasi dan demokratisasi pemerintah, memperkuat finansial dan kapasitas administrasi pemerintah daerah. Di samping itu, pemerintah juga perlu

(47)

memberdayakan rakyat (empowering the people) yang menghendaki pemberian layanan, penyediaan kesempatan yang sama secara ekonomi dan politik. Pemberdayaan tersebut akan terwujud apabila diciptakan suatu lingkungan yang kondusif dengan sistem dan fungsi yang berjalan sesuai dengan peraturan yang jelas.

2. The private sector (sektor swasta) akan memiliki peranan penting karena lebih berorientasi pada pendekatan pasar (market approach) dalam pembangunan ekonomi dan berkaitan dengan penciptaan kondisi di mana produksi barang dan jasa (good and services) dalam lingkungan yang kondusif untuk melakukan aktivitasnya dengan lingkup kerja “incentives and rewards” secara ekonomi bagi individu dan organisasi yang memiliki kinerja baik.

3. The civil society organizations (organisasi masyarakat sipil) merupakan wadah yang memfasilitasi interaksi sosial dan politik yang dapat memobilisasi pelbagai kelompok di dalam masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas sosial, ekonomi dan politik sekaligus melakukan check

and balances terhadap kekuasaan pemerintah dan memberikan

kontribusi yang memperkuat unsur (komponen) lainnya. Civil society juga merupakan penyalur partisipasi masyarakat dalam aktivitas sosial dan ekonomi kemudian mengorganisir mereka ke dalam suatu kelompok yang lebih potensial dalam memonitor lingkungan, kelangkaan akan sumber daya (resources depletion), polusi dan kekejaman sosial lalu memberikan kontribusi terhadap pembangunan

(48)

melalui destribusi manfaat yang merata dalam masyarakat dan menciptakan kesempatan baru bagi setiap individu guna memperbaiki `standar hidup mereka. Hal terpenting lainnya adalah harapan yang akan memengaruhi penerapan kebijakan publik, serta sebagai sarana yang melindungi (protecting) dan memperkuat (strengthening) kultur, keyakinan agama dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Oleh karena itu, institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu

state (negara atau pemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia

usaha, dan society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. State berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private sector menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajak kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik. Hubungan ketiga komponen tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan (governance) dapat digambarkan :

Gambar 1:

Hubungan antarstakeholders

dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Sumber : Lembaga Administrasi Negara, 2008

State Private

Sector Society

(49)

Ketiga domain dalam governance, tampaknya domain state menjadi domain yang paling memegang peranan penting dalam mewujudkan good governance, karena fungsi pengaturan yang memfasilitasi domain sektor dunia usaha swasta dan masyarakat (society), serta fungsi administratif penyelenggaraan pemerintahan melekat pada domain ini. Peran pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitasi terjadinya mekanisme pasar yang benar, sehingga penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pasar dapat dihindari. Oleh karena itu, upaya-upaya perwujudan ke arah good governance dapat dimulai dengan membangun landasan demokratisasi penyelenggaraan negara dan bersamaan dengan itu dilakukan upaya pembenahan penyelenggara pemerintahan sehingga dapat terwujud good government.

Pada hakikatnya, penyelenggaraan pemerintahan ditujukan kepada terciptanya fungsi pelayanan publik (public service). Pemerintah yang baik cenderung menciptakan terselenggaranya fungsi pelayanan publik dan baik pula. Sebaliknya pemerintahan yang buruk mengakibatkan fungsi pelayanan publik tidak akan dapat terselenggara dengan baik. Dalam penyelenggarahan pemerintahan telah terjadi pergeseran paradigma dari paradigma rule goverment menjadi good governance. Dalam paradigma

rule goverment penyelenggaraan pemeritahan, pembangunan dan

pelayanan publik senantiasa menyadarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, prinsip kepemerintahan yang baik

(50)

(good governance) tidak hanya terbatas pada penggunaan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melainkan dikembangkan dengan penerapan prinsip penyelengaraan pemerintahan yang baik yang tidak hanya melibatkan pemerintah atau negara (state) semata, tetapi harus melibatkan internal birokrasi maupun eksternal birokrasi.

Dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, UNDP dalam LAN (2004: 20) mengidentifikasi adanya lima karakteristik, yaitu: (1)

interaction (interaksi), melibatkan tiga mitra besar: pemerintah, sektor

swasta, dan masyarakat madani, untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya ekonomi, sosial, dan politik. (2) Communication (komunikasi), yang didalamnya terdapat beragam sistem jejaring dalam proses pengelolaan dan kontribusi terhadap kualitas hasil. (3)

Self-enforcing process (proses penguatan sendiri), sistem pengelolaan mandiri

dalah kunci keberadaan dan kelangsungan keteraturan dari pelbagai situasi kekacauan yang disebabkan oleh dinamika dan perubahan lingkungan, memberikan kontribusi terhadap partisipasi dan menggalakkan kemandirian masyarakat, dan memberikan kesempatan kreativitas dan stabilitas untuk pelbagai aspek kepemerintahan yang baik. (4) Dynamic (dinamis), keseimbangan berbagi unsur kekuatan yang kompleks yang membuahkan persatuan, harmoni dan kerjasama untuk pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan, kedamaian dan keadilan, dan kesempatan merata untuk semua sektor dalam masyarakat

(51)

madani. (5) Dynamic interdependence (saling ketergantungan yang dinamis), antara pemerintah, kekuatan pasar dan masyarakat madani.

Sektor negara sebagai salah satu komponen kepemerintahan yang baik, terkait erat dengan tugas pokok dan fungsi lembaga penyelenggaraan kekuasaan, baik eksekutif, legeslatif, maupun yudikatif, dan menjadi domain yang terpenting dalam upaya mewujudkan kepemerintahan yang baik. Eksekutif (pemerintah) dituntut untuk menyelenggarakan kepemerintahan yang baik, antara lain dalam rangka menjadikan kesetaraan antara negara dan masyarakat. Kesetaraan inilah yang memfasilitasi terbentuknya masyarakat madani (civil society).

Ghambir Bhatta (dalam Sedarmayanti, 2009:7) mengungkapkan bahwa unsur-unsur utama governance, yaitu akuntabilitas (accountability), transparansi (transparancy), keterbukaan (opennes), dan aturan hukum (rule of law) ditambah dengan kompetensi manajemen (management

comptence) dan hak-hak azasi manusia (human right).

Selanjutnya dikemukakan adanya empat unsur utama yang dapat memberikan gambaran suatu administrasi publik yang bercirikan good

governance sebagai berikut:

1. Akuntabilitas. Mengandung arti adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijakan yang dietapkannya. Unsur ini merupakan inti dari kepemerintahan yang baik (good governance)

(52)

2. Transparansi. Kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Rakyat secara pribadi dapat mengetahui secara jelas dan tanpa ada yang ditutupi dalam proses perumusan kebijakan publik dan tindakan pelaksanaannya. Dengan kata lain, segala tindakan dan kebijaksanaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah harus selalu dilaksanakan secara terbuka dan diketahui umum.

3. Keterbukaan. Prinsip ini menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan. Kepemerintahan yang baik yang bersifat transparan dan terbuka akan memberikan informasi/data yang memadai bagi masyarakat sebagai bahan untuk melakukan penilaian atas jalannya pemerintahan.

4. Aturan hukum (rule of law). Prinsip ini mengandung arti bahwa kepemerintahan yang baik mempunyai karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarkat terhada setiap kebijakan publik yang ditempuh. Oleh karena itu, setiap kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan yang harus selalu dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanakan berdasarkan prosedur baku yang sudah melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum, serta memiliki kesempatan untuk mengevaluasinya.

Sementara Bob Sugeng Hadiwinata (dalam Santosa, 2008:131) menyatakan asumsi dasar good governance haruslah menciptakan

(53)

sinergi antara sektor pemerintah (menyediakan perangkat aturan dan kebijakan), sektor bisnis (mengembangkan roda perekonomian, dan sektor civil society (aktivitas swadaya guna mengembangkan produktivitas ekonomi, efektivitas, dan efisiensi).

Syarat bagi terciptanya good governance, yang merupakan prinsip dasar meliputi partisipatoris, rule of law (penegakan hukum), transparansi,

responsiveness (daya tanggap), konsensus, persamaan hak, efektivitas

dan efisiensi, dan akuntabilitas. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Partisipatoris, setiap pembuatan peraturan dan/atau kebijakan selalu melibatkan unsur masyarakat.

2. Rule of law, harus ada perangkat hukum yang menindak para pelanggar, menjamin perlindungan HAM, tidak memihak, dan berlaku pada semua warga.

3. Transparansi, adanya ruang kebebasan untuk memperoleh informasi publik bagi warga yang membutuhkan (diatur dalam undang-undang). Ada ketegasan antara rahasia negara dengan informasi yang terbuka untuk memperoleh informasi.

4. Responsivitas, lembaga publik harus mampu merespon kebutuhan masyarakat terutama yang berkaitan dengan “basic needs” (kebutuhan dasar) dan HAM (hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya).

(54)

5. Konsensus, jika ada perbedaan kepentingan yang mendasar di dalam masyarakat, penyelesaian harus mengutamakan cara dialog/musyawarah menjadi konsensus.

6. Persamaan hak, pemerintah harus menjamin bahwa semua pihak, tanpa terkecuali dilibatkan di dalam proses politik tanpa ada satu pihak pun yang dikesampingkan.

7. Efektivitas dan efisiensi, pemerintah harus efektif (absah) dan efisien dalam memproduksi output berupa aturan, kebijakan, pengelolaan keuangan negara dan lain-lain.

8. Akuntabilitas, suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya.

Selanjutnya, UNDP dalam LAN (2008 a: 67) mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktik penyelenggaraan keperintahan yang baik (good governance) adalah meliputi:

1. Partisipasi (participation): Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing. Partisipasi yang luas ini perlu dibangun dalam suatu tatanan kebebasan berserikat dan berpendapat, dan kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif;

(55)

2. Aturan hukum (rule of law): Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh (impartially), terutama aturan hukum tentang hak-hak asasi manusia; 3. Transparansi (transparancy): Transaparansi harus dibangun dalam

kerangka kebebasan aliran informasi. Pelbagai proses, kelembagaan, dan informasi harus dapat diakses secara bebas oleh mereka yang membutuhkannya, dan informasinya harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi;

4. Daya tanggap (responsiveness): Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani pelbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders);

5. Berorientasi konsensus (consensus orientation): Pemerintahan yang baik (good governance) akan bertindak sebagai penengah (mediator) bagi pelbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap pelbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah; 6. Berkeadilan (equity): Pemerintahan yang baik akan memberikan

kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya;

Gambar

Tabel 1.  Keadaaan  personil  Regident  Samsat  Gowa  (Keadaan  Desember 2013)
Tabel 2.  Data  kendaraan  bermotor  berdasarkan  jenis  yang  telah  diregistrasi dan identifikasi Ditlantas Polda Sulsel pada Samsat  Gowa (Keadaan Desember 2013)
Tabel 3.  Deskripsi  penilaian  responden  terhadap  kejelasan  prosedur  pelayanan Regident pada Samsat Gowa
Tabel 4.  Tanggapan  responden  mengenai  kemudahan  mengikuti  prosedur pengurusan Regident kendaraan bermotor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kokeen mukaan kontrolli- ja koeryhmän välillä ei ollut tilastollisia eroja emakon kylkisilavan tai elopainon muutoksissa, porsasmäärässä ja -painoissa ja emakoiden kiimaan

Dari gambar tersebut terlihat bahwa semakin kecil ukuran partikel adsorben yang digunakan dalam proses pretreatment minyak jelantah dengan arang kayu, maka nilai

Pengujian mesin pengkondisian udara biasa atau keadaan standar dilakukan pada 4 kondisi dimana kondisi 1 yaitu kondisi tanpa beban pendingin, kondisi 2 yaitu

Kesamaan penting yang terdapat dalam dua definisi ini adalah bahwa anak yang mengalami kesulitan belajar mempunyai masalah penting dalam kemampuan pembelajaran akademis, yang mana

Dari Jabir bin Abdullah ra, nabi Muhammad saw bersabda: "Saya diberikan lima hal yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelum saya; 1) saya diberi kemenangan dengan rasa

Sebelum kita membincangkan dengan lebih lanjut tentang kurikulum tersembunyi adalah lebih baik kita mengetahui terlebih dahulu tentang apa yang dimaksudkan dengan

Dari hasil penelitian, sebagian besar penatalaksanaan awal diare pada balita di puskesmas piyungan 2016 termasuk kategori baik yaitu sebanyak 13 responden

Hasil analisis dengan uji Wilcoxon pada kelompok intervensi diperoleh nilai p=0,000 dengan rerata sikap yang mendukung pada pengukuran pengukuran post-test setelah diberikan