SENYAWA SITOTOKSIK DARI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN DARUJU
(
Acanthus ilicifolius
Linn.) TERHADAP SEL HeLa
Oktavian Rachmadi1*, Puji Ardiningsih1, Ari Widiyantoro1 1
Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi,
*
email: oktavianrachmadi@gmail.com
ABSTRAK
Kanker leher rahim termasuk dalam kanker yang banyak diderita oleh wanita di Indonesia maupun di dunia. Pengobatan kanker menggunakan bahan dasar senyawa alam dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan maupun pencegahan kanker. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas sitotoksik pada senyawa yang terdapat pada fraksi etil asetat daun daruju (Acanthus ilicifolius Linn.) terhadap sel kanker HeLa dan melakukan karakterisasi terhadap senyawa tersebut. Beberapa tahapan yang dilakukan untuk memperoleh senyawa adalah preparasi sampel, ekstraksi, fraksinasi, pemisahan dan pemurnian senyawa. Senyawa yang didapat berupa padatan amorf kehijauan. Hasil pengujian aktivitas sitotoksik senyawa terhadap sel kanker HeLa menunjukkan nilai IC50 sebesar 83,81 µg/mL, yang termasuk dalam
senyawa sitotoksik potensial. Hasil karakterisasi senyawa dengan 1H-NMR (400 MHz, DMSO) menunjukkan δH pada 7,92 (1H, d, J=8,8 Hz, H-2’), δH pada 7,90 (1H, d, J=8,8 Hz, H-6’), δH pada 6,93 (1H, d, J=8,8 Hz, H-3’), δH pada 6,92 (1H, d, J=8,8 Hz, H-5’), δH pada 6,74 (1H, s, H-3), δH pada 6,46 (1H, d, J=2 Hz, H-8), δH pada 6,18 (1H, d, J=2 Hz, H-6). Hasil karakterisasi dengan 1H-NMR memperkirakan senyawa sitotoksik adalah senyawa apigenin, yang termasuk dalam golongan fenolik.
Kata kunci: Acanthus ilicifolius Linn., apigenin, sitotoksik
PENDAHULUAN
Kanker leher rahim (HeLa) merupakan kanker yang menempati posisi pertama diantara 10 kanker primer yang melanda wanita di Indonesia dengan persentase 28,66%. Sel kanker leher
rahim mempunyai sifat yang berbeda dengan sel leher rahim normal akibat infeksi Human
Papilloma Virus (HPV 18) (Puji et al., 2011). Karsinogenesis pada kanker leher rahim telah dimulai sejak seseorang terinfeksi HPV, yang merupakan faktor inisiator dari kanker leher rahim dan menyebabkan terjadinya gangguan pada leher rahim (Rasjidi, 2009).
Berbagai macam senyawa telah dikembangkan untuk melawan kanker, meliputi senyawa
pengalkilasi, antimetabolit, obat-obat radiometik, hormon maupun senyawa antagonis (Puji et
al., 2011). Kecenderungan masyarakat pada saat ini, kembali menggunakan bahan alam
sebagai tanaman obat. Pilihan tersebut dilakukan karena banyaknya pilihan obat yang ditawarkan, mahalnya biaya dan adanya penyulit sampingan dalam pengobatan kanker secara konvensional, serta adanya kasus kanker yang dapat disembuhkan dengan tanaman obat. Hal tersebut mendorong penggunaan bahan alam sebagai pengobatan alternatif penyakit kanker (Hasanah dan Widowati, 2016).
Berdasarkan studi literatur, daun daruju memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50
sebesar 5,1 µg/mL dalam menghambat pembentukan DPPH (Avijit et al., 2012). Penelitian
Singh dan Kathiresan (2014) menunjukkan ekstrak dari akar daruju dapat menghambat
pertumbuhan sel kanker paru-paru dengan nilai IC50 sebesar 15,6 mg/L pada cell line-NCI-H522
dan 37,5 mg/L pada cell line-A549. Senyawa yang terkandung dalam daun daruju belum diteliti
lebih lanjut sebagai senyawa yang dapat menghambat kanker leher rahim, namun masyarakat menggunakan daun daruju sebagai obat tradisional dalam pengobatan kanker leher rahim. Oleh karena itu, perlu dilakukan isolasi senyawa sitotoksik yang terdapat pada fraksi etil asetat daun
METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat gelas, bulp, blender, rotary evaporator, seperangkat alat kolom, seperangkat alat yang digunakan dalam pengujian
sitotoksik terhadap sel HeLa dan spektrometer 1H-NMR (Bruker avance II-400 MHz).
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun tanaman daruju (Acanthus
ilicifolius Linn.), diklorometana (CH2Cl2), etil asetat (CH3CH2OC(O)CH3), metanol (CH3OH), n
-heksana (CH3(CH2)4CH3), reagen fitokimia.
Prosedur Kerja Preparasi sampel
Sampel daun tanaman daruju yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari daerah Pemangkat, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Sampel yang diperoleh terlebih dahulu dikeringanginkan dan dipotong menjadi bagian kecil. Sampel kemudian diblender untuk memperluas permukaan daun.
Ekstraksi dan fraksinasi
Sampel daun daruju yang telah halus sebanyak 1,87 kg dimaserasi menggunakan metanol selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Maserat disaring menggunakan kertas saring dan
dipekatkan dengan rotary evaporator. Ekstrak metanol pekat sebanyak 197,7289 gram
difraksinasi dengan n-heksana, diklorometana, dan etil asetat. Fraksi yang diperoleh dipekatkan
kembali dengan rotary evaporator.
Uji metabolit sekunder
Uji adanya senyawa metabolit sekunder dilakukan terhadap ekstrak kental metanol, fraksi n
-heksana, fraksi diklorometana, fraksi etil asetat dan fraksi metanol dengan metode KLT, dimana ekstrak kental metanol maupun tiap fraksi dielusi terlebih dahulu, yang kemudian disemprot dengan reagen uji. Reagen yang digunakan adalah reagen Dragendorff (uji alkaloid), reagen serium sulfat (uji flavonoid), reagen Liebermann-Burchard (uji steroid dan terpenoid), dan reagen besi(III) klorida (uji fenolik). Uji adanya senyawa saponin dilakukan melalui proses pengocokan setelah penambahan air pada ekstrak maupun tiap fraksi.
Metode pemisahan dan pemurnian
Fraksi etil asetat yang diperoleh dipisahkan dan dimurnikan melalui tahapan kromatografi vakum cair (KVC), kromatografi kolom gravitasi (KLT), dan KLT preparatif. Sebelum ketiga proses tersebut, terlebih dahulu dilakukan analisis dengan KLT untuk mendapatkan eluen terbaik yang digunakan pada masing-masing proses. Eluat hasil dari KVC digabungkan berdasarkan noda yang terbentuk pada proses KLT untuk dilanjutkan pada proses KKG. Eluat hasil dari KKG digabungkan kembali berdasarkan noda yang terbentuk pada proses KLT. Proses KLT preparatif dilakukan karena eluat dari hasil KKG belum murni. Isolat hasil KLT preparatif diuji kemurniannya dengan KLT 1 dimensi dan KLT 2 dimensi untuk melihat kemurnian senyawa yang ditandai dengan terbentuknya satu noda pada plat KLT.
Uji sitotoksik terhadap sel HeLa
Uji sitotoksik dilakukan terhadap ekstrak kental metanol, tiap fraksi dan isolat yang diperoleh.
Pengujian dilakukan terhadap sel HeLa dengan metode MTT. Hasil pengujian berupa nilai IC50,
yang menunjukkan sifat sitotoksik dari ekstrak kental metanol, tiap fraksi dan isolat yang
diperoleh (Widiyantoro et al., 2013).
Karakterisasi dengan spektrometer 1H-NMR
Isolat yang diperoleh dilarutkan dengan dimetil sulfoksida (DMSO) dan dianalisis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi Daun Daruju
Proses ekstraksi pada penelitian ini dilakukan dengan proses maserasi. Perendaman sampel mempunyai waktu interaksi yang lebih lama antara pelarut dengan sampel, yang memungkinkan terjadinya proses pemecahan dinding dan membran sel. Hal tersebut menyebabkan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam sitoplasma akan keluar dan
terlarut dalam pelarut organik (Matheos et al., 2014).
Fraksinasi ekstrak kental metanol dilakukan untuk menyederhanakan senyawa metabolit sekunder menjadi beberapa fraksi yang terekstraksi berdasarkan kepolaran. Pelarut yang
digunakan untuk proses partisi adalah n-heksana, diklorometana, dan etil asetat. Rendemen
dari hasil fraksinasi ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rendemen Hasil Fraksinasi
Fraksi Massa (gram) Rendemen (%)
n-heksana 34,5829 17,4901
Diklorometana 46,3070 23,4194
Etil asetat 44,8807 22,6981
Metanol 43,6079 22,0553
Hasil Uji Metabolit Sekunder
Hasil pengujian metabolit sekunder yang dilakukan terhadap ekstrak kental metanol dan masing-masing fraksi ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Metabolit Sekunder
Ekstrak/Fraksi Uji Metabolit Sekunder
Alkaloid Flavonoid Saponin Steroid Terpenoid Fenolik
Ekstrak kental metanol + + + + + +
Fraksi n-heksana - - - + + -
Fraksi diklorometana + + + - + +
Fraksi etil asetat + + - - + +
Fraksi Metanol + + + - - +
Pemisahan dan Pemurnian Senyawa dalam Fraksi Etil Asetat
Kromatografi vakum cair (KVC)
Hasil dari proses KVC ditampung setiap 30 mL, sehingga diperoleh 31 fraksi. Hasil dari KVC kemudian dilihat kembali melalui proses KLT untuk menggabungkan senyawa yang memiliki pola pemisahan yang hampir sama. Fraksi gabungan hasil proses KVC ditunjukkan pada Tabel 3. Berdasarkan hasil KLT, diperoleh delapan fraksi gabungan, dimana fraksi gabungan E akan dilanjutkan pada proses pemurnian selanjutnya, yaitu proses kromatografi kolom gravitasi.
Tabel 3. Fraksi Gabungan Hasil KVC
Kode Fraksi Gabungan Fraksi yang Digabungkan Massa (gram)
Fraksi A 1-7 0,0361 Fraksi B 8-9 0,1958 Fraksi C 10 0,0631 Fraksi D 11-12 0,0615 Fraksi E 13-17 0,0780 Fraksi F 18-23 0,0151 Fraksi G 24-25 0,8837 Fraksi H 26-31 1,3049
Kromatografi kolom gravitasi (KKG)
Hasil dari proses KKG ditampung setiap 5 mL, sehingga diperoleh 48 fraksi. Hasil dari KKG kemudian dilihat kembali melalui proses KLT untuk menggabungkan senyawa yang memiliki pola pemisahan yang hampir sama.
Berdasarkan hasil KLT tersebut, diambil fraksi gabungan nomor 21-30 (E21-30). Hasil KLT
setelah proses KKG masih menunjukkan banyaknya spot. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses pemurnian selanjutnya, yaitu kromatografi lapis tipis preparatif, untuk mendapatkan senyawa yang lebih murni.
Uji kemurnian senyawa
Noda tunggal yang terbentuk pada proses KLT diuji kemurniannya dengan KLT satu dimensi dan dua dimensi. Berdasarkan uji kemurnian dengan proses KLT satu dimensi dan dua dimensi, dapat dikatakan bahwa isolat yang didapat termasuk ke dalam golongan senyawa murni, karena hanya terdapat noda tunggal pada uji KLT ketika dilihat dibawah sinar UV 366 nm.
Uji Sitotoksik Senyawa pada Daun Daruju (Acanthus ilicifolius Linn.) terhadap Sel HeLa
Pengujian sitotoksik memberikan gambaran potensi senyawa uji dalam menghambat
pertumbuhan pada sel uji. Sifat sitotoksik dari suatu senyawa ditunjukkan oleh nilai IC50, yaitu
nilai kadar yang mampu menghambat pertumbuhan sel hingga 50% (Suzery dan Cahyono 2014). Pengujian sitotoksik dilakukan terhadap ekstrak kental metanol, tiap fraksi dan senyawa hasil pemurnian atau isolat. Hasil uji sitotoksik dari ekstrak kental metanol dan tiap fraksi ditunjukkan pada Tabel 4. Pengujian sitotoksisitas juga dilakukan terhadap isolat atau senyawa hasil pemurnian dari fraksi etil asetat daun daruju. Hasil pengujian menunjukkan grafik antara konsentrasi isolat atau senyawa hasil pemurnian dan viabilitas sel HeLa, yang ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1., konsentrasi isolat mempengaruhi viabilitas sel HeLa, dimana konsentrasi isolat yang semakin tinggi menyebabkan viabilitas sel akan semakin menurun.
Tabel 4. Hasil Uji Sitotoksik terhadap Sel Hela
Sampel Nilai IC50 (µg/mL)
Ekstrak kental metanol
Fraksi n-heksana
Fraksi diklorometana Fraksi etil asetat Fraksi methanol 245,90 241,82 140,94 152,75 267,16
Gambar 1. Grafik hasil uji sitotoksik isolat terhadap sel HeLa
Hasil pengujian menghasilkan data yang dapat digunakan dalam menentukan nilai IC50 dari
isolat. Hasil pengolahan data tersebut menunjukkan nilai IC50 sebesar 83,81 µg/mL. Isolat atau
senyawa hasil pemurnian termasuk ke dalam agen antikanker yang potensial (Darma et al.,
2011). Isolat tersebut juga termasuk dalam senyawa sitotoksik potensial (Tussanti et al., 2014).
y = -0.094x + 57.878 R² = 0.8926 0 20 40 60 80 100 120 140 0 100 200 300 400 500 600 700 V iab ilit a s s e l H e L a ( % ) Konsentrasi isolat (µg/mL)
Hasil Karakterisasi Senyawa Sitotoksik dengan Spektrometer 1H-NMR
Karakterisasi dilakukan terhadap isolat atau senyawa sitotoksik dari daun daruju
menggunakan spektrometer 1H-NMR, yang ditunjukkan pada Gambar 2. Beberapa pergeseran
kimia pada hasil karakterisasi senyawa sitotoksik diidentifikasi dengan penelitian Amer et al.,
(2004), yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Gambar 2. Spektrum 1H-NMR senyawa sitotoksik daun daruju
Tabel 5. Spektrum Analisis dengan 1H-NMR Senyawa Sitotoksik dan Pembandingnya
Posisi H Senyawa Sitotoksik Amer et al., 2004 δH (ppm) J (Hz) δH (ppm) J (Hz) 2’ 7,92 8,8 7,94 8,9 6’ 7,90 8,8 7,94 8,9 3’ 6,93 8,8 6,92 8,9 5’ 6,92 8,8 6,92 8,9 3 6,74 - 6,85 - 8 6,46 2 6,84 1,9 6 6,18 2 6,50 1,9
Berdasarkan hasil penelitian Amer et al., (2004), terdapat banyak kemiripan pada
pergeseran kimia maupun nilai J coupling pada senyawa sitotoksik, yang menunjukkan bahwa
senyawa tersebut termasuk dalam senyawa apigenin atau 4’,5,7-trihidroksiflavon, yang
ditunjukkan pada Gambar 3.
O O OH HO OH 4' 7 5
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa senyawa sitotoksik atau isolat dari fraksi etil asetat daun daruju berupa padatan amorf kehijauan memiliki
nilai IC50 sebesar 83,81 µg/mL, yang termasuk dalam senyawa sitotoksik potensial terhadap sel
kanker leher rahim (HeLa). Senyawa tersebut termasuk ke dalam senyawa apigenin pada
golongan fenolik setelah dikarakterisasi dengan spektrometer 1H-NMR.
DAFTAR PUSTAKA
Amer, M.E., Abou-Shoer, M.I., Abdel-Kader, M.S., El-Shaibany, A.M.S., Abdel-Salam, N.A.,
2004, Alkaloids and Flavone Acy Glycosides from Acanthus arboreus, J. Braz. Chem.
Soc., 15, 2: 262-266.
Avijit, D., Sarkar, R., Howlader, S.I., Hamiduzzaman dan Al-Hossain, A.S.M., 2012, Phytochemical Screening and The Evaluation of The Antioxidant, Cytotoxic and
Antimicrobial Properties of Acanthus ilicifolius (Family: Acanthaceae), Internetional
Research J. of Pharmacy, 3, 8: 153-156.
Darma, A.P., Ashari, R.A., Nugroho, P.A., Monikawati, A., Fauzi, I.A., Hermawan, A. dan
Meiyanto, E., 2011, Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan (Physalis
angulata L.) pada Sel Kanker Leher Rahim HeLa melalui Modulasi Ekspresi Protein p53, J. Farmasains, 1, 2: 1-10.
Hasanah, S.N. dan Widowati, L., 2016, Jamu pada Pasien Tumor/Kanker sebagai Terapi
Komplementer, J. Kefarmasian Indonesia, 6, 1: 49-59.
Isnawati, A., Mudahar, H. dan Kamilatunisah, 2008, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Kumarin
dari Tanaman Artemisia annua (L)., Media Litbang Kesehatan, 18, 3: 107-118.
Matheos, H., Runtuwene, M.R.J. dan Sudewi, S., 2014, Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak Daun
Kayu Bulan (Pisonia alba), J. Ilmiah Farmasi, 3, 3: 235-246.
Puji, A.D.N., Sukardiman, dan Fadjri, H.T., 2011, Uji Sitotoksisitas dan Efek Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) secara In Vitro, Semarang.
Rasjidi, I., 2009, Epidiemologi Kanker Serviks, Indonesian J. of Cancer, 3, 3: 103-108.
Singh, C.R. dan Kathiresan, K., 2014, In Vitro Cytotoxicity Effect of Mangroves Against
Non-Small Cell Lung Carcinoma A549 and NCI-H522, World J. of Pharmaceutical Research,
3, 7: 1067-1078.
Suzery, M. dan Cahyono, B., 2014, Evaluation of Cytotoxicity of Hyptis pectinata Poit
(Lamiaceae) extracts using BSLT and MTT methods, J. Sains dan Matematika, 22, 3:
84-88.
Tussanti, I., Johan, A. dan Kisdjamiatun, 2014, Sitotoksisitas In Vitro Ekstrak Etanolik Buah
Parijoto (Medinila speciosa, reinw.ex bl.) terhadap sel kanker payudara T47D, J. Gizi
Indonesia, 2, 2: 53-58.
Widiyantoro, A., Usman, T., Meiyanto, E. dan Matsjeh, S., 2013, Cytotoxic Activity of Crude