i
UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI MICE DI
SOLO
STUDI KASUS DI BEST WESTERN PREMIER HOTEL SOLO
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Usaha Perjalanan Wisata
Rinda Sari C9409029
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
D3 USAHA PERJALANAN WISATA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
PENGESAHAN PEMBIMBING
Judul Laporan Tugas Akhir : UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI MICE DI SOLO ( STUDI KASUS DI BEST WESTERN PREMIER HOTEL SOLO )
Nama Mahasiswa : Rinda Sari
NIM : C9409029
MENYETUJUI
Disetujui
Pembimbing Tugas Akhir
Bambang Ary Wibowo, S.H
Ketua Program
Dra. Isnaini WW, M.Pd Nip:195905091985032001
iii
PENGESAHAN UJIAN
Judul Laporan Tugas Akhir : UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI MICE DI SOLO ( STUDY KASUS DI BEST WESTERN PREMIER HOTEL SOLO )
Nama Mahasiswa : Rinda Sari Nomor Induk Mahasiswa : C9409029 Tanggal Ujian : 30 Juli 2012
DITERIMA DAN DISETUJUI OLEH PANITIA PENGUJI TUGAS AKHIR DIPLOMA III USAHA PERJALANAN WISATA
1. Drs. Suharyana, M.Pd (………..) Ketua
2. Dra. Hj. Isnaini W.W, Mpd (………..) Sekretaris
3. Bambang Ary Wibowo, S.H (……….….) Penguji Utama
4. UmiYulati, S.S, M.Hum (……….….) Penguji Pembantu
Surakarta, Dekan
Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph. D NIP. 196003281986011001
PERNYATAAN
Nama : Rinda Sari NIM : C9409029
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir berjudul Upaya Pengembangan Industri MICE di Solo studi kasus di Best Western Premier Hotel Solo adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tugas akhir ini diberi tanda citasi ( kutipan ) dan ditunjukan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tugas akhir dan gelar yang diperoleh dari tugas akhir tersebut.
Surakarta, ... Yang membuat pernyataan,
Rinda Sari
v MOTTO
Manusia hany a bisa berencana dan berusaha, selebihny a Tuhan y ang menentuk an.
Perbedaan pendapat bukan untuk di hindari, namun jik a perbedaan pendapat di kelola dengan baik akan memberikan dampak y ang luas untuk semua
pihak seperti halny a industri MICE ( penulis )
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini kupersembahkan untuk : Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mensupport, mendoakan dan memberikan dorongan semangat baik moril, spiritual dan material.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmad dan karuniaNya yang telah melindungi dan membimbing sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Laporan tugas akhir ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk menyelesaikan studi bagi mahasiswa Program Diploma III Usaha Perjalanan Wisata Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, tugas akhir ini tidak akan mungkin dapat terselesaikan dengan lancar dan baik. Oleh karena itu, penulis penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada :
1. Bapak Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph. D ,selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Ibu Dra. Isnaini WW, M.Pd, selaku Ketua Program Diploma III Usaha Perjalanan Wisata yang telah memberikan petunjuk dan saran – saran serta pengarahan sehingga terselesaikannya tugas Akhir ini.
3. Bapak Drs. Suharyana, M.Pd, selaku sekretaris Program Diploma III Usaha Perjalanan Wisata yang telah memberikan bimbingan sehingga terselesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Bamabang Ary Wibawo, SH, selaku pembimbing 1 yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama pembuatan Tugas Akhir ini.
5. Ibu Umi Yuliaty, S.S, M.Hum, selaku pembimbing 2 dan pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama perkuliahan. 6. Segenap Dosen dan karyawan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret yang telah memberikan ilmunya.
7. General Manager dan HRD BEST WESTERN PREMIER HOTEL SOLO yang telah memberi kesempatan untuk melakukan study kasus.
8. Asisten Directur of Sales Best Weatern Premier Hotel Solo yang memberikan data – data.
9. Manager Pemasaranan dan Staf Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Solo yang membantu menyediakan data – data.
10. Teman-teman D3 Usaha Perjalanan Wisata yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, terima kasih atas motivasi dan supportnya selama ini dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas Akhir ini masih belum sempurna, oleh karena itu semua kekurangan, kritik, dan saran dari pembaca akan diterima dengan senang hati demi penyempurnaan tulisan ini. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat
Surakarta………2012
Penulis
ix ABSTRAK
Rinda Sari, C9409029, 2012. Upaya Pengembangan Industri MICE di Solo Studi Kasus di Best Western Premier Hotel Solo. Program D III Usaha Perjalanan Wisata, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012.
Alasan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui arti penting perhotelan dalam pengembangan industri MICE di Solo, dan sejauh mana fasilitas yang di berikan kota Solo dalam memenuhi kebutuhan kegiatan MICE.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara dan dokumentasi, dengan sumber data tersebut sehingga dapat diketahui gambaran umum pariwisata Surakarta, Upaya – upaya pengembangan industri MICE yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta, Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan MICE yang dilaksanakan di hotel.
Hasil dari penelitian ini adalah Dinas pariwisata dan Kebudayaan Surakarta dan pihak swasta dalam melakukan upaya untuk pengembangan industri MICE di Solo mengingat potensi yang dimiliki sangat besar. Pengembangan yang dilakukan harus lebih meluas lagi karena masih banyak kekurangan yang harus segera dibenahi agar Solo menjadi salah satu Daerah Tujuan MICE bagi wisatawan.
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah Pengembangan industri MICE yang ada di Solo belum mendapat pengembangan yang merata dan masih terfokus pada pengembangan perhotelan sebagai supplier penyedia tempat. Sementara pengembangan fasilitas aksesibilitas masuk ke Solo dalam hal ini Bandara Internasional Adi Soemarmo masih bergerak lambat. Sehingga saat ini yang terjadi di Solo adalah perkembangan aksesibilitas berbanding terbalik negatif dengan penambahan jumlah kamar hotel yang ada di Solo, sehingga Solo mengalami kelebihan jumlah kamar hotel. Best Western Premier Hotel merupakan barometer terselenggaranya kegiatan MICE di hotel Solo yang telah di penuhi dengan standar ruang pertemuan dan standar pelayanan hotel berdasarkan teori eveluasi lokasi dan tempat penyelenggaraan kegiatan. Kemudahan akses darat untuk menuju ke Best Western Premier Hotel Solo yang dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi umum seperti batik Solo Trans atau tansportasi umum lainnya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN... vi
HALAMAN MOTO ... v
BAB II GAMBARAN UMUM PENGEMBANGAN INDUSTRI MICE DI SOLO ... 17
A. Kondisi Kepariwisataan Solo ... 17
B. Hambatan Pengembangan Pariwisata Solo ... 21
xi
C. Pengembangan Solo Menuju Kota Industri MICE ... 25
D. Gambaran Umum Best Western Premier Hotel Solo Sebagai Salah satu Lokasi Terselenggaranya Kegiatan MICE di Solo ... 29
BAB III KONDISI KEGIATAN MICE DI BEST WESTERN PREMIER SOLO ... 36
A. Tingkat Standar Pelayanan Hotel di Solo dalam menyediakan fasilitas kegiatan MICE ... 36
1. Standar ruang Pertemuan best Western Preier Hotel ... 36
2. Standar Pelayanan Tamu Untuk Pesera MICE ... 40
B. Ketersedian Fasilitas dan Kemudahan Aksesibilitas di Solo yang membantu meningkatkan Industri MICE ... 48
1. Jallur Udara Bandara Internasional Adi Soemarmo ... 48
2. Jalur Darat... 53
3. Kemudahan Aksesibilitas Best Western Premier Hotel .... 53
C. Arti Penting Best Western Premier Hotel Dalam Terselengaranya Kegiatan MICE di Solo ... 54
1. Kelebihan dan Kelemahan Best Western Premier Hotel... 56
2. Ukuran dan Ruang Lingkup Kegiatan MICE di Best Western Premier Hotel ... 57
3. Dampak Kegiatan MICE terhadap tingkat Hunian Kamar 63 4. Prosedur Pemakaian Ruang Pertemuan ... 66
DAFTAR TABEL DAN GRARIK
Tabel 2.1 Jumlah Kamar Hotel di Solo... 18
Grafik
Grafik 3.1 jumlah Frekuensi Penerbangan Domestik ... 47 Grafik 3.2 Jumlah frekuensi Penerbangan Maskapai Internasional ... 49 Grafik 3.3 Peningkatan Jumlah Penumpang domestik dan Internasional ... 50 Grafik 3.4 Perhitungan penumpang melalui Bandara Internasional Adi Somarmo
tahun 2011 ... 51 Grafik 3.5 Bulan yang Menentukan Harga Hotel Tahun 2011 ... 62 Grafik 3,6 Kegiatan MICE di Best Western Premier Hotel Solo tahun2011 . ` 64 Grafik 3.7 Tingkat Hunian Kamar Hotel ... 65
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Brosur Best Western Premier Solo ... 76
Lampiran 2 : Brosur fasilitas ruang pertemuan ... 77
Lampiran 3 : Brosur paket – paket pertemuan ... 78
Lampiran 4 : Brossur paket – paket pertemuan ... 79
Lampiran 5 : Contoh penawaran Surat penawaran kerjasama ... 80
Lampiran 6 : 6.1 Ruang pertemuan Sri katon ... 81
6.2 Ruang Pertemuan Truntum ... 81
6.3 Ruang Pertemuan Sido mukti ballroom ... 82
6.4 Lobby yang digunakan untuk regristrasi ... 82
6.5 Flip card ... 83
6.6 Alat tulis dalam MICE ... 83
6.7 Lokasi untuk coffe break ... 84
6.8 papan penunjuk tempat meeting ... 84
6.9fasilitas Looby hotel ... 85
6.10 Fasilitas Lobby hotel ... 85
6.11 Sepeda yang di tawarkan ... 86
6.12 Srikandi Resto di Best Western Premier Hotel Solo ... 86
6.13 Salah satu kamar di Best Western Premier Hotel Solo ... 87
6.14 fasilitas mini bar kamar ... 87
Lampiran 7 : Data jumlah hotel anggota BPC PHRI ... 88
Lampiran 8 : Jumlah hotel yang akan di bangun di Solo ... 97
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini pariwisata bukan lagi hanya Sun, Sand dan Sex. Pariwisata
bukan lagi hanya panorama alam nan indah, budaya yang eksotik, hiburan yang
menggejolak , rekreasi yang mengasyikan, petualangan yang mendebarkan namun
lebih dari itu adalah MICE, MICE yaitu wisata Konvensi yang melibatkan banyak
sektor dalam dunia pariwisata ( Nyoman S. Pendit, 2002: 180 ). Tempat
penyelenggaraan MICE atau Wisata konvensi dilakukan di hotel – hotel
berbintang yang dianggap telah memiliki standar MICE.
Berdirinya hotel – hotel di berbagai kota di Indonesia merupakan faktor
penunjang pertumbuhan industri MICE di indonesia. Kegiatan industri MICE
sebagai Industri pariwisata baru masa kini menunjukan bahwa MICE sebagai
salah satu sektor dalam bisnis pariwisata, karena kegiatan MICE merupakan
kegiatan bisnis wisata yang tujuan utama dari para delegasi atau peserta untuk
melakukan kegiatan dan menghadiri suatu kegiatan atau event yang berkaitan
dengan bisnisnya sambil menikmati wisata secara bersama – sama.
Adanya alasan mengapa Indonesia harus segera tampil memasarkan wisata
konvesi. Secara global wisata konvensi menunjukan perkembangan yang sangat
pesat. Data – data yang menunjukan adanya peningkatan mengenai wisata
konvensi yang terjadi di Indonesia, sebagai berikut:
Tahun 1980 jumlah konvensi 51 dengan peserta 7.6748, tahun 1981 jumlak
pengeluaran sebesar US$ 210 perorang perhari dengan rincian: akomodasi / hotel
25,6%,makan dan minum (lebih baik dihotel maupun diluar hotel ) 18,1% hiburan
10,2%, belanja cindramata 36,3%, angkutan lokal 2,8%, lain – lain 7,1%.
Dibanding dengan pengeluaran wisatawan macanegara dengana kategori
wisatawan biasa mengeluarkan uangnya rata – rata sebanayak US$ 100 selama
berkunjung didalam wilayahh Indonesia( 7 hari sampai 12 hari ) maka
pengeluaran wisata konvensi lebih besar jumlahnya ini bisa 2 atau 3 kali lipat (
Nyoman S Pendit, 2002:177)
Solo merupakan salah kota di Jawa Tengah yang tengah berbenah dalam
hal penyediaan sarana dan prasarana penunjang Industri MICE. Pertumbuhan
Industri MICE di kota Solo, merupakan dampak dari berkembangnya kehidupan
pariwisata dan banyaknya permintaan terhadap segmentasi pasar wisata.
Segmentasi pasar wisata Solo yang saat ini bukan hanya didomonasi oleh
pengunjung Nusantara melainkan juga pengunjung asing, hal ini turut
memberikan kontribusi utama pertumbuhannya Industri MICE di Solo.
Pertumbuhan Industri MICE ditandai dengan semakin menonjolnya pembangunan
hotel – hotel berbintang, rumah makan, pusat perbelanjaan, kemudahan akses
wisatawan untuk memasuki kota Solo bahkan lines penerbangan domestik dan
internasional mulai menambah jadwal dan rute penerbangan serta meningkatkan
nilai servicenya, perusahaan biro Perjalanan Wisata mulai memperluas
segmentasi pasarnya didalam maupun diluar negeri. Terbukti dengan banyaknya
wisatawan asing yang berkunjung di Solo dan penambahan sarana pendukung
lainnya.
Kondisi seperti ini yang memicu pertumbuhan dan berkembangnya
industri MICE di Solo, pelung ini segera ditangkap oleh pemangku pariwisata
Solo untuk mengembangkan Solo menjadi kota MICE. Dari teori diatas memicu
pertumbuhan pariwisata Solo tidak hanya mengikuti perkembangan dunia modern
tetapi dalam perkembangannya berbasis lingkungan, pertumbuhan pariwisata
modern yang diiringi dengan kelestarian lingkungan dan kebudayaan adalah ciri
dari pariwisata kota Solo. Faktor ini yang mempengaruhi datangnya sejumlah
investor untuk dapat menambahkan sarana dan fasilitas pariwisata. Menurut Joko
Widodo ( Jokowi ) Wali Kota Surakarta pada saat wawancara kepada wartawan,
pada hari selasa tanggal 13 Desember 2011 yang di kutip di harian Kompas,
menyatakan bahwa tidak tanggung – tanggung pada tahun 2011 lalu pemerintah
kota Solo telah menerima permintaan perizinan baru untuk mendirikan hotel
berbintangg sebanyak 19 buah, yang nilai investasi seluruhnya mencapai triliunan
rupiah.
Hingga saat ini Solo menjadi salah satu dari dua belas ( 12 ) kota tujuan
MICE di Indonesia yang bersaing dengan sebelas ( 11 ) kota lainnya, diantaranya
adalah: Medan, Padang, Batam, Jakarta, Jogyakarta, Surabaya, Bali, Makasar,
Manado, Semarang, Bandung yang telah terlebih dahulu menjadi kota tujuan
MICE. Solo merupakan lokasi yang sangat strategis untuk berkembangnya
industri jasa MICE karena dilihat dari ketersediaan fasilitas yang ditawarkan
dikota Solo sudah memenuhi standar dari isu – isu strategis pengembangan MICE
yaitu:
3. Kemudahan aksesibilitas yang meliputi: tersedianya Bandara Internasional,
stasiun kereta api, serta kondisi jalan yang memenuhi standar,
4. Tersedianya tempat – tempat atau lokasi obyek wisata bagi pengunjung,
5. Memiliki citra yang baik di tujuan pariwisata,
6. Kualitas promosi yang baik,
7. Terdapat tempat penukaran mata uang yang memberi kemudahan bagi
pengunjung,
8. Berbagai macam kegiatan yang ditawarkan dalam bentuk event budaya dan
pariwisata.
Seiring dengan pengembangan industri MICE yang mulai berjalan di kota
Solo banyak berdiri hotel – hotel megah. Atas dasar itulah peneliti tertarik untuk
membahas lebih lanjut tentang kepariwisataan kota Solo dengan menitik beratkan
pada Industri MICE ( Metting, Incentive, Conference, Excibitition) di Solo,
khususnya Peranan perhotelan dengan judul “UPAYA PENGEMBANGAN
INDUSTRI MICE DI SOLO studi Kasus di Best Western Premier Hotel”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Tingkat standar pelayanan Best Western Premier hotel di Solo
dalam menyediakan fasilitas kegiatan MICE ?
2. Bagaimana ketersedian fasilitas dan kemudahan aksesibilitas di Solo yang
membantu meningkatkan Industri MICE?
3. Bagaimana arti penting best Western Premier hotel dalam terselengaranya
kegiatan MICE di Solo?
C. Tujuan Kegiatan
Dari rumusan masalah diatas penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui Tingkatan Standar Pelayanan Hotel di Solo dalam
menyediakan fasilitas terselenggaranya kegiatan MICE,
b. Untuk mengetahui ketersediaan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas di Solo
dalam membantu meningkatkan industri MICE.
c. Untuk mengetahui arti penting hotel dalam terselenggaranya kegiatan MICE di
Solo,
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian laporan ini adalah:
1. Manfaat Praktis
a. Sebagai sarana untuk memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan baru di
bidang industri MICE di Solo,
b. Sebagai sarana pelatihan dalam menuangkan gagasan, ide dan pemikiran
kedalam bentuk tulisan, serta sebagai sarana untuk melatih penulis untuk
berfikir kritis, logis dan mingkatkan daya serap informasi khususnya
mengenai kegiatan MICE di Solo.
c. Memperoleh kepuasan intelektual karena dapat meningkatkan ketrampilan
dalam mengorganisasian serta menyajikan fakta secara jelas dan sistematis
Usaha Perjalanan Wisata, fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas
Sebelas Maret.
2. Manfaat Teoritis
a. Memberikan gambaran kepada penulis dan pembaca mengenai arti penting
hotel sebagai sarana penunjang terlaksananya industri MICE di Solo.
b. Penelitian ini bermanfaat dalam mengembangkan upaya – upaya teknis
dalam mengatasi suatu permasalahan pariwisata disuatu instansi pariwisata.
c. Sebagai referensi dan rekomendasi bagi pembaca maupun pihak perhotelan
dalam mengembangkan pariwisata Solo terkait dengan pengembangan Solo
sebagai Kota MICE.
E. Tinjauan Pustaka
1. Definisi pariwisata
Pariwisata berasal dari dua kata yakni pari dan wisata. Pari dapat
diartikan sebagai banyak, berkali-kali, berputar – putar atau lengkap.
Sedangkan pariwisata dapat diartikan sebagai perjalan atau bepergian yang
dalam hal ini sinonim dengan kata “trevel” dalam bahasa inggris. Atas dasar itu
maka pariwisata dapat diartiakan sebaagai perjalanan yang dilakukan berkali –
kali atau berputar – putar dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang dalam
bahasa inggris disebut dengan “ Tour “ ( Oka A. Yoeti. 1996:122). Menurut
RG. Soekadijo (1997:8), pariwisata ialah kegiatan dalam masyarakat yang
berhubungan dengan wisatawan.
Menurut undang – undang kepariwisataan no 10 Bab I Pasal 1 tahun
2009, wisata adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang atau sekelompok
orang dengan dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
Menurut World association of travel agent ( WATA) wisata adalah
perlawatan keliling yang memakan waktu lebih dari tiga hari, yang
diselengarakan oleh agent prerjalanan ( travel Agent) disuatu kota dengan cara
antara lain: mengunjungi beberapa tempat atau beberapa kota baik didalam
negeri atau diluar negeri.
2. Pengertian wisatawan
Menurut Gamal Suwantoro S.H dalam bukunya Dasar – Dasar
Pariwisata 2005:04 menjelaskan bahwa seorang atau kelompok yang
melakukan perjalanan wisata yang lama kunjungan kurang dari 24 (dua puluh
empat) jam di Daerah atau Negara yang dikunjungi.
Menurut Ogilvie Wisatawn adalah semua orang yang memenuhi syarat
yaitu pertama bahwa mereka meninggalkan rumah kediaman mereka untuk
jangka waktu kurang dari satu tahun dan kedua bahwa semantara mereka
bepergian mereka mengeluarkan uang ditempat yang mereka kunjungi tanpa
dengan maksud mencari nafkah ditempat tersebut (Nyoman S. Pendit, 1986:
32).
Dari sumber lain yang dipublikasiakan melalui sebuah blok Ir. Ina
Herliana Kuswara, M.Sc. Pusat penelitian Kepariwisataan, Institut Tehnologi
Bandung menyebutkan bahwa unntuk keperluan static wisatawan didefinisikan
sebagai orang yang melakukan perjalanan lebih dari 24 jam ke tempat diluar
perjalanan kurang dari 24 jam, maka pelaku perjalan tersebut disebut
ekskursionis. Gambaran mengenai wisatawan biasanya dibedakan berdasarkan
karaktristik perjalananya ( trip derscriptor) dan karakteristik wisatawannya
(tourist descriptor) ( Seaton dan Bennet, 1996).
3. Pengertian hotel
Menurut hotel proprietors art, 1956, yang di kutip oleh Drs. Agus
Sulastiyono, M. SI dalam bukunya Management penyelenggaraan hotel ( 2002:
5-7 ) yang menyatakan Hotel adalah: Suatu perusahaan yang dikelola oleh
pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas
kamar untuk tidur kepada orang – orang yang sedang melakukan perjalanan
dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan
yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus ( perjanjian seperti membeli
barang dengan perundingan – perundingan sebelumnya). Sedangkan pengertian
hotel yang dimuat oleh grolier Electronic Publishing Inc ( 1995) menyebutkan
bahwa hotel adalahh usaha komersial yang menyediakan tempat menginap,
makanan, dan pelayanan – pelayanan lain ungtuk umum.
Selanjutnya dijelaskan oleh United State Lodging Industry, bahwa yang
utama hotel terbagi menjadi:
a. Transien hotel adalah hotel yang letak atau lokasinya di tengah
kortadengan jenis tamu yang menginap sebagian besar adalah untuk
urusan bisnis dan turis.
b. Resident hotel adalah hotel yang pada dasarnya merupakan rumah – rumah
berbentuk apartemenn dengan kamar – kamarnya dan disewakan secara
bulanan atau tahunan, resident hotel juga menyediakan kemudahan –
kemudahan layaknya hotel, seperti restouran, pelayanan makanan yang
diantart ke kamar dan pelayanan kebersihan kamar.
c. Resort hotel adalah hotell yang pada umumnya berlokasi ditempat –
tempat wisatadan menyediakan tempat – tempat rekreasi dan juga ruang
serta fasilitas untuk konferensi utuk tamu – tamunya.
Dengan mengacu pada pengertian – pengertian tersebut diatas dan utuk
maenertipkan perhotelan di Indonesia. Pemerintah menurunkan peraturan yang
dituangkan dalam surat keputusan Menparpostel No. KM 37 / PW. 340 /
MPPT.86, tentangg peraturan usaha dan Pengelolaan Hotel. Bab 1, Pasal 1,
ayat (b) dalam Sk tersebut menyebutkan bahwa:
Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian
seluruh bangunan rumah untuk menyediakan jasa penginapan, makanan, dan
minuman, usaha jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola secara
komersil.
4. Pengertian Industri MICE
MICE adalah sebagai wisata konvensi dengan batasan: usaha jasa
konvensi, perjalanan insentif, dan pameran merupakan usaha dengan kegiatan
memberi jasa pelayanan bagi suatu pertemuan sekelompok orang ( negarawan,
usahawan, cendikiawan dll ) untuk membahas masalah – masalah yang
berkaitan dengan kepentingan bersama ( Nyoman S. Pendit, 1999:25 ).
Menurut sumber lain MICE diartikan sebagai suatu kegiatan
kepariwisatann yang aktifitas merupakan panduan antara leasure dan business,
kegiatannya dalam bentuk meetings, incentive travels, conventions, congresses
dan exhibition ( M. Kesrul, 2004: 3).
Industri MICE adalah industri yang kompleks karena melibatkan
banyak pihak seperti penyedia ( supplier ), pengguna, organisasi, dan pelaku
bisnis. Penyedia jasa MICE terdiri dari penyedia tempat ( venue ), dan daerah
tujuan wisata ( destination ), penyedia jasa akomodasi, penyedia jasa
transportasi, agen dan kontraktor khusus. Baik pengguna ataupun penyedia jasa
merupakan organisasi yang harus mendapat dukungan dari pemerintah,
termasuk juga dukungan dari press, serta institusi pendidikan yang secara
keseluruhan berkontribusi pada pengembangan industri MICE secara global (
Any Noor, 2007; 23 ).
Kepanjangan MICE sebagai Meeting, Incentive, Confference, exhibition yang
dikenal secara luas di dunia dan menjadi istilah umum dalam industri
pariwisata. Beberapa definisi MICE yang di berikan oleh para ahli:
a. Meeting
Meeting merupakan istilah dari bahasa Inggris yang berarti rapat,
pertemuan, atau persidangan. Meeting merupakan bagian dari kegiatan
MICE.
Meeting adalah suatu kegiatan kepariwisatan yang aktifitasnya
antara leisure dan bisiness, biasanya melibatkan orang secara bersama –
sama ( M. Kesrul, 2004: 3).
Meeting merupakan suatu pertemmuan atau persidangan yang
diselengarakann oleh kelompok orang yang tergabung dalam asosiasi,
perkumpulan, atau perserikatan dengan tujuan mengembangkan
profesionalisme, peningkatan sumber daya manusia, menggalang kerjasama
anggota anggota dan pengurus, memperluas informasi trrbaru, publikasi
hubungan kemasyarakatan ( M. Kesrul, 2004:8).
b. Incentive
Menurut Undang – undang no. 9 tahun 1990 yang dikutip oleh
Nyoman S. Pendit dalam bukunya yang berjudul Wisata Konvensi,
menjelaskan bahwa perjalan incentive merupakan kegiatan suatu perjalanan
yang diselenggarakan oleh suatu perusahaan untuk para karyawan dan
mitra usaha sebagai imbalan penghargaan atas prestasi mereka dalam
kaitan penyelenggaraan konvensi yang membahas perkembangan kegiatan
perusahaan yang bersangkutan.
Menurut sumber lain menjelaskan bahwwa incentive merupakan
hadiah atau penghargaan yang diberikan oleh suatu perusaah terhadap
karyawan, klien, atau konsumen,, bentuk bisa berupa uang, paket wisata
atau barang ( M. Kesrul, 2004: 18).
c. Converence
Istilah conference diterjemahkan dengann konfernsi dalam bahasa
Indonesia yang mengandung pengertian sama. Dalam prakteknya arti
meeting sama saja dengan conference, maka secara teknis akronim MICE
sesungguhnya adalah istilah yang memudahkan orang mengingatnya bahwa
kegiatan – kegiatan yang dimaksud sebagai perencana, pelaksana dan
penyelenggaraan sebuah meeting, incentive, conference, exhibition
wisata yang siap dipassarkan, kegiatan – kegiatan ini dalam satu kategori,
yaitu mice ( Nyoman S. Pendit, 1999: 29).
Menurut M. Kesrul ( 2004: 7 ), conference atau konferensi adalah
suatu pertemuan yang diselenggarakan terutama mengenai bentukk –
bentuk tata karena adat atu kebiasaan yang berdasarkan mufakat umum,
juga perjanjian antara negara – negara para penguasa pemerintahan atau
perjanjian internasional mengenai topik tawanan perang dan sebagainya.
d. Exhibition
Exhibition dalam bahasa Indonesia adalah pameran, yang berkaitan
dengan industri pariswisata, pameran trmasuk dalam bisnis Konvensi. Hal
ini diatur dalam surat keputusan Menparpostel RI No KM.108 / HM. 703 /
MPPT – 91, Bab 1, Pasal 1c,, yang dikut ip oleh Nyoman S. Pendit Dalam
bukunya Wisata Konvesi ( 1999: 34 ) yang menyatakan “ Pameran
merupakan suatu kegiatan untuk menyebar luaskan informasi dan promosi
yang ada hubungannya dengan penyelenggaraan konvensiatau yang ada
kaitannya dengan pariwisata.
Menurut sumber lain Exhibition adalah ajang pertemuan yang
dihadiri secara bersama – sama disuatu ruang pameran atau ruang hotel,
dimana sekelomppok produsen atau pembeli lainnya dalam suatu pameran
dengan segmentasi pasar yang berbeda ( M. Kesrul, 2004: 16 ).
F. Metode penelitian
1. Lokasi penelitian
Lokasi adalah objek dimana kegiatan penelitian dilakukan. Penentuan
lokasi dimaksudkan untuk mempermudah dan memperjelas objek yang
menjadi sasaran penelitian sehingga permasalahan tidak terlalu luas.
Penyusunan penulisan tugas akhir ini dilakukan dengan melakukan observasi
di hotel berbintang empat dan Instansi lain yang terkait yaitu :
Nama Hotel : Best Wertern Premier Hotel Solo
Alamat : Jalan Slamet Riyadi No. 6 Solo 57111, jawa tengah
Indonesia,
No Telp : 0271 666 111 / 0271 666 530
Website
Nama Instansi :Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta
Alamat :Jalan Slamet Riyadi 275 Surakarta,
Telp / fax : 0271 – 711435 / : 0271 – 716501
Wabsite : www.solothespiritofjava.com
2. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penulisan
Tugas Akhir, menggunakan metode atau cara:
a. Observasi
Obsevasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap unsur – unsur yang tampak dalam suatu gejala - gejala dalam
suatu penelitian ( Afifudin & Beni Ahmad Saebani, 2009: 134). Dengan
cara ini data yang diperoleh adalah data faktual dan aktual dalam artian
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pengamatan
secara langsung terhadap unit observasi yang diteliti meliputi rangkaian
kegiatan MICE yang diselenggarakan di Best Western Premier Hotel Solo.
b. Studi Dokumen
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang
ditujukan untuk memperoleh data secara langsung dari tempat penelitian
meliputi buku – buku yang relevan, peraturan – peraturan, laporan kegiatan,
foto – foto, film dokumenter, data yang relevan untuk penelitian ( Ridwan,
2004:105)
Dengan metode ini penulis meminjam berbagai buku – buku pariwisata
sebagai referensi dalam penulisan dari Laboraturium Tour DIII UPW UNS,
koran Suara Merdeka, Koran Joglo Semar, makalah BPPIS, makalah seminar
SDM.
c. wawancara
Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara
menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau
responden. Caranya dengan bercakap – cakap dan secara bertatap muka (
Afifudin & Beni Ahmad Saebani, 2009: 131).
Dalam penelitian digunakan juga metode wawancara dengan sejumlah
informan yang kompeten: Leoran P. Sitindjak ( Asisten Direktur
Besrwestern Premier Hotel Solo), Budi Sartono ( Kepala Bidang
Pelestarian Promosi dan kerjasama), Bambang Gunadi ( Persatuan Hotel
dan Restoran Indonesia).
d. Study Pustaka
Studi pustaka merupakan salah satu cara pengumpulan data dengan
cara membaca atau mempelajari untuk mendapatkan landasan teori dari
buku-buku yang mendukung terhadap permasalahan yang diteliti sehingga
dapat dipergunakan sebagai landasan penelitian dalam penyusunan Tugas
Akhir.
3. Tehnik Analisa Data
Dalam menganalisi data, digunakan tehnik analisis data Diskriptif
Kualitatif, Yaitu penelitian yang berusaha mendiskripsikan hubungan antara
fenomena yang diteliti dengan sistematis, faktual den akurat, sifat sifat serta
hubungan antara fenomena yang diselidiki. ( Endar Sugiarto dan
Kusmayadi, 2000; hlm 29 ). Data yang diperoleh dianalisis dengan melihat
kaitan data yang diperoleh dengan teori yang ada. Dari hasil proses analisis
selanjutnya digunakan untuk menjawab permasalahan yang dikaji dalam
G. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar Belakang Masalah, Perumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka,
Metode penelitian, dan Sistematikan Penulisan.
BAB 11 : GAMBARAN UMUM PERGERAKAN MICE DI SOLO
Menjelaskan tentang kondisi Kepariwisataan Kota Solo terkait
dengan kesiapan untuk mengembangkan Industri MICE,
Pergerakan Kota Solo menuju Kota Industri MICE, Gambaran
Umum Best Western Premier Hotel yang merupakan Salah Satu
Lokasi Terselenggaranya kegiatan MICE di Solo
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN MASALAH
Membahasan mengenai Arti penting hotel dalam terselenggaranya
MICE di Solo, tingkat Standar Hotel di Solo dalam menyediakan
fasilitas penunjang terselenggaranya kegiatan MICE di Solo.
BAB IV : PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
BAB II
GAMBARAN UMUM PERGERAKAN INDUSTRI MICE DI SOLO
A. Kondisi Kepariwisataan Kota Solo
Secara material pariwisata Solo didukung oleh berbagai macam
warisan budaya yang luhur dan kemegahan dari peninggalan sejarah yang
luar biasa serta didukung dengan masyarakat yang memiliki sikap ramah
tamah. Kreativitas penggiat pariwisata yang terus melakukan perubahan
dalam menciptakan daya tarik yang luar biasa ditunjukan dengan
dibangunnya pusat – pusat perbelanjaan baik yang bernuansa tradisional
hingga yang bernuansa modern, banyaknya makanan tradisional khas Solo
yang mulai di kenalkan sebagai makanan khas yang dapat ditemukan di
beberapa rumah makan di Solo, berbagai macam perayaan budaya yang
diselenggarakan di Solo merupakan wujud dari pelestarian kebudayaan yang
menjadi ciri khas Solo.
Selanjutnya kondisi kepariwisataan kota Solo juga didukung dengan
adanya fasilitas transportasi baik melalui udara maupun darat, solo memiliki
bandar udara internasional Adi Soemarmo, dan stasiun kreta api balapan yang
merupakan pintu utama keluar masuk wisatawan nusantara ( wisnu ) ataupun
wisatawan mancanegara ( wisman ). Untuk menjangkau seluruh bagian
daerah di Solo, pemerintah kota Solo memberikan kendaraan umum bus kota
yang beroprasi di seluruh kota Solo.
Kepariwisataan kota Solo juga didukung dengan adanya akomodasi
yang memadai mulai dari penginapan hingga hotel bintang lima yang tersebar
makan yang menyajikan aneka makan dari yang tradisional hingga makanan
yang bertaraf internasional.
Tabel 2.1
Jumlah hotel dan rumah makan di Solo Raya yang terdaftar sebagai anggota
BPC PHRI Surakarta tahun 2012
No Kategori Klasifikasi Jumlah
1. Hotel Bintang 5 3
2. Hotel Bintang 4 4
3. Hotel Bintang 3 8
4. Hotel Bintang 2 9
5. Hotel Bintang 1 6
6. Hotel Melati 3 24
7. Hotel Melati 2 29
8. Hotel Melati 1 31
9. Rumah makan - 15
Sumber : Arsip PHRI tahun 2012
Pertumbuahan fasilitas akomodasi dan rumah makan yang tersebar
diseluruh penjuru kota Solo ini dirasakan cukup signifikan, dalam kurun
waktu tiga tahun terakir tercatat kurang lebih penambahan lima hotel
berbintang dan sekitar enam hotel baru berkelas melati dan butik, dengan
jumlah tambah kamar mencapai 400 kamar atau total kamar hotel di Solo
Kota Solo ( sumber: Isu – Isu strategi dalam Pengembangan tujuan Wisata
dan Kompetensi SDM di Solo Raya yang disamapiakan pada Seminar UPW
dengan judul SDM Pariwisata Solo).
Ketersediaan fasilitas akomodasi, transportasi, rumah makan dll,
merupakan faktor terpenting untuk menjawab tantangan dari globalisasi
Industri MICE dan untuk dapat bersaing dengan kota lainnya di Indonesia,
menurut Budi Satonoi, Kepala Bidang Pelestaarian, Promosi dan Kerjasama
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta mengungkapkan: dengan
kondisi pariwisata ini para penggiat pariwisata dan masyarakat kota Solo
cukup siap dan bergairah dalam menengkap peluang industri MICE di Solo,
walaupun jika dilihat dari segi fasilitas penunjang industri MICE belum
maksimal daam pengelolaannya, namun ada hal unik yang kita tawarkan dan
akan menjadi daya tarik tersendiri untuk terselenggaranya Industri MiCE di
Solo yaitu keramahtamahan serta dukungan dari pemerintah kota dalam
terselenggaranya setiap kegiatan MICE di Solo.
Untuk menjadi daerah tujuan MICE yang dapat bersaing dengan
daerah lain di Indonesia tidak hanya cukup puas dengan mendapat dukungan
dengan pemerintah, namun lebih dari itu peningkatan fasilitas pendukung
serta kerja sama yang baik antara penggiat wisata juga turut perperan dalam
pengembangan Industri MICE, namun yang terjadi saat ini di Solo para
penggiat wisata di Solo masih bergerak sendiri – sendiri untuk kepentingan
masing – masing.
B. Hambatan Pengembangan Pariwisata di Solo:
Seperti yang disampaikan oleh BRM Bambang Irawan dalam
Seminar SDM Kepariwisataan yang diadakan mahasiswa UPW di aula
Perpustakaan UNS, bahwa dalam hal ini masih banyak yang harus di perbaiki
agar dapat bersaing dengan daerah lain. Karena untuk menjadi daerah tujuan
MICE tidak hanya maju dari sektor perhotelannya melainkan juga dari sektor
kepariwisataan. Beberapa hal mengenai isu – isu strategis dan hambatan yang
yang selama ini dihadapi dan belum terpecahkan oleh kepariwisataan kota
Solo diantaranya adalah:
1. Stagnasi obyek dan daya tarik wisata
Selama kurun waktu lima tahun terakir produkk pariwisata Solo
tidak mengalami penambahan yang berarti. Tercatat kurang dari lima
obyek baru yang dikembangkan di Wilayah Solo Raya, meliputi:
Pandawa Waterpark di Sukoharjo, Musium Karst di Wonogiri, Taman
Sondokoro di Karanganyar, Musium Batik Danar Hadi di kota Solo.
Sementara pengembangan atraksi masih di dominasi oleh kota Solo
seperti: Sepur Klutuk Jaladara, Bus Tumpuk Werkudara, Kereta kencana,
Pentas Ramayana di Taman Balekambang, Galabo dan beberapa
revitalisasi terhadap are publik seperti City Walk, Koridor Ngarsopura,
Revitalisasi Taman Balekambang, dan penyelenggaraan Car Free Day.
Sementara didarah lain di luar kota Solo belum ada pengembangan
atraksi wisata. Kota Solo tidak akan bisa menarik banyak kunjungan
wisatawan jika hanya mengandalkan atraksi kota dan peninggalan –
perlu adanyna peningkatan atraksi di Kabupaten lain di Wilayah Solo
Raya karena kota Surakarta tidak akan berdiri sendiri melainkan harus
bangun bersama – sama dengan Kabupaten lainnya di Wilayah Solo
Raya.
Penambahan obyek dan daya tarik wisata tersebut belum
sebanding dengan kecepatan penambahan hotel, yang notabene
memerlukan inovasi – inovasi baru terhadap obyek dan atraksi wisata
guna mendorong peningkatan kunjungan dan jumlah wisatawan yang
meningkat di hotel.
2. Sinergi stokeholder Pariwisata Solo
Masih adanya paradigma bahwa, apabila kepariwisataan di Solo
Raya dikembangkan maka yang mendapatkan untung hanyalah kota
Surakarta, juga menjadi penghambat dalam penghambat dalam
pengembangan kepariwisataan di wilayah ini. Dalam konteks
kepariwisataan, kota Surakarta hanya merupakan salah satu dari
komponen pariwisata, dimana kota ini menjelma menjadi hubungan yang
dilengkapi dengan amenitas yang cukup memadai jika dibandingkan
dengan dengan Kabupaten – kabupaten lainnya di wilayah Solo Raya.
Selain paradigma yang belum sepaham, penggiat pariwisata di
Wilayah Solo Raya masih belum sinergis dalam mengembangkan
indurtri Pariwisata. Baik pemerintah daerah atau para pelaku usaha
pariwisata di Solo Raya masih berjalan sendiri – sendiri dengan rencana
dan kegiatan mereka masing – masing.
3. Rendahnya inovasi produk dan Layak Pariwisata
Berbicara mengenai inovasi produk wisata dan Layak Pariwisata
sama hal nya dengan berbicara mengenai tingkat kekreatifan dari Sumber
Daya manusia sebagai pelaku dalam mengembangkan inovasi terhadap
produk – produk wisata yang di jual di Solo. Banyaknya para pelaku
wisata yang mempertahankan kemampuannya serta enggan menerima
perubahan yang ada mengakibatkan minimnya inovasi produk wisata
yang ditawarkan.
Dalam materi seminar SDM Pariwisata yang dibuat oleh Hidayat
Al Banjari, pada hari selasa 8 Mei 2012 di Aula Perpustakaan UNS
menyebutkan bahwa “ sebagian besar travel agent yang ada diwilayah
Solo Raya masih asik menggeluti bisnis ticketing ( yang kedepan akan
mengalami tantangan terbesar dari bisnis online ticketing ) ketimbang
menggali dan mengembangkan paket – paket wisata dan berinovasi pada
layanan – layanan baru. Sementar hotel – hotel melati yang jumlahnya
yang jumlahnya sangat banyak di wilayah ini masih menawarkan kamar
– kamar dengan kondisi nyaris sama dengan kondisi sepuluh tahun yang
lalu. Padahal saat ini trend industri hotel sudah berubah secara signifikan
dimana aspek kebersihan, kesederhanan, dan kelokalan menjadi unsur
utama, yang dilihat dari trend budget dan smart hotel.
4. Kualitas Sumber Daya Manusia Pariwisata
Ketiga hambatan diatas pada akhirnya akan bermuara pada
kualitas Sumber daya Manusia yang menjadi fakto penting dalam
pendidikan yang memngelola program – program pariwisata, namun
dalam kenyataanya kualitas keluaran dari lembaga pendidikan belum
sepenuhnya dapat mengimbangi kecepatan perkembangan layanan dan
tuntutan keahlian serta keterampilan yang memadai untuk dunia kerja.
Kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki di wilayah Solo
Raya masih sangat minim untuk dapat mengembangkan kepariwisataan.
Hal ini disebabkan belum adanya llink and mach antara dunia pendidikan
dengan dunia usaha, serta kualitas pengajar dan pengembangan
kurikulium yang belum berbasis pada kebutuhan pasar wisata,
merupakan penyebab dari rendahnya kualitas SDM yang ada.
Disampaikan dalam materi seminar SDM Pariwisata oleh Hidayat Al
Banjari. Menurut kajian dari majalah GTZ yang di kutib dalam materi
Seminar SDM Pariwisata, menyatat bahwa jumlah tenaga kerja yang
bekerja secara langsung pada industri hotel di wilayah Solo Raya
mencapai 3.000 an lebih, sementarqa yng bekerja di restoran, travel
agent, dan usaha – usaha terkait mencapai 2.700 an orang.
5. Peran Masing – masing Stokeholder Pariwisata
Dalam pengembangan industri pariwisata daerah peranan dari
masing – masing penggiat pariwisata sangatlah penting, karena
mengembangkan indusyri pariwisata merupakan tugas dari semua
penggiat pariwisata, sedangkan pemerintah darah hanya memiliki fungsi
sebatas sebatas pada regulasi dan fasilitasi semata. Pada kenyataannya di
kota Solo masih banyak yang beranggapan bahwa pengembangan
pariwisata daerah menjadi urusan dan tanggung jawab dari pemerintah
daerah.
Dalam upaya untuk menumbuhkan industri pariwisata di Solo
dibutuhkan upaya untuk dialog secara terus – menerus antara pemerintah,
- dunia usaha, -masyarakat madani, guna untuk menumbuhkan
kebersamaan dengan melihat peran dan fungsi masing – masing. Di
samping itu dibutuhkan intermeditasi guna untuk memderisasi terjadinya
dialog secara berkelanjutan, serta mendorong pengembangan
kepariwisataan dengan mensinergikan masing – masing peran dan tugas
penggiat pariwisata menjadi sebuah kekuatan bersama ( sumber: materi
seminar SDM Pariwisata ).
Di tengah berbagai kendala yang dihadapi kota Solo dalam
mengembangkan industri pariwisata saat ini, tidak menyurutkan tekat dan
semangat dalam menumbuhkan industri MICE, bahkan Budi Sartono (Kepala
Bidang Pelestarian, Promosi dan Kerjasama Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Surakarta), mengasumsikankan bahwa saat ini
Kepariwisataan kota Solo sudah cukup siap dan bergairah untuk melengkapi
agenda MICE yang diadakan di Solo. Kondisi ini terlihat bahwa tingkat
kunjungan wisata di Solo masih didominasi kunjungan MICE sehingga
potensi itu yang terus digarap untuk memaksimalkan kunjungan ke Kota
Solo.
Hal tersebut juga dijelaskan dalam materi seminar SDM Pariwisata,
mahasiswa UPW UNS oleh Hidayat Al Banjari ketua BPPIS Kota Surakarta,
berkunjung ke Indonesia pada bulan Januari hingga bulan Maret 2012
mencapai 1,9 juta orang, atau naik 11,01 % dibanding jumlah wisman yang
datang pada periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 1,71 juta orang.
Dalam membangun kepariwisataan kota Solo pemerintah membuat
kebijakan - kebijakan yang harus diterapkan sebagai garis besar dalam
pembangun kepariwisataan, diantaranya adalah:
1. Manajemant produk
2. Manajement merek
3. Manajement pelanggan
Untuk meningkatkan citra yang baik bagi kepariwisataan kota Solo,
pemerintah menggunakan kebijakan manejement merek, dimana kota Solo
berupaya meningkatkan citra baik dengan mendatangkan orang – orang
penting ke Solo, menyukseskan beberapa acara kelas dunia diSolo, dan
melakukan enovasi – enovasi baru dalam melakukan pemasaran.
C. Perkembangan Solo Menuju Kota Industri MICE
Dalam suatu penyelenggaraan kegiatan MICE tidak jarang jika suatu
daerah atau negara menginginkan untuk menjadi tuan rumah, karena dalam
setiap nyelenggaraan MICE, keterkaitan setiap industri pariwisata, seperti
budaya, obyek dan daya tarik wisata serta atraksi wisata merupakan tempat
kegiatan untuk setiap peserta dalam melakukan kegiatan lainnya untuk
berbelanja, melakukan kegiatan olah raga, dan tempat makan yang
memberikan dampak besar bagi perekonomian setempat.
Kegiatan bisnis dan wisata dalam konteks MICE merupakan kegiatan
infrastruktur dan fasilitas yang sama. Seperti yang sudah dijelaskan diatas
bahwa keduanya secara bersamaan menggunakan jasa akomodasi, jasa
transportasi, jasa komunikasi, obyek dan daya tarik wisata, hiburan,
kesehatan, keamanan lingkungan.
Pergeseran indusri MICE di Solo sudah mulai bergerak pada tahun
2009, dengan diperolehnya dua penghargaan sekaligus yaitu: Indonesian
Tourism Award (ITA) 2009 dalam kategori Indonesian Best Destination dari
Departemen kebudayaan dan Pariwisata RI bekerja sama dengan majalah Swa
Sembada, di tahun yang sama Solo kembali meraih penghargaan Indonesian
MICE Aword dari majalah venue untuk kategori Kepala Daerah Tingkat II
Terbaik 2009. Hal ini terkait pengembangan Meeting, Incentive, Conference
and Exhibitions (MICE) di wilayah itu.
Pergerakan kota Solo dalam mengembangkan Investasi bidang MICE
didasari keberhasilannya kota ini menjadi tempat penyelenggaraan event
kelas dunia. Seperti Konferensi dan Ekspo Kota – kota Pusaka Dunia (
WHCCE ) pada tahun 2008, Musyawarah Nasional APEKSI pada tahun
2009, serta sukses dalam menyelenggarakan event kota Solo yang tidak hanya
dimeriahkan oleh seniman kota Solo Raya, melainkan juga dimeriahkan oleh
berbagai seniman yang berasal dari daerah lain bahkan dari internasional
yaitu: Festival Musik Etnik yang biasa disebut dengan SIEM, serta Solo
Batik Carnival(SBC), ( sumber: http.suaramerdeka.com ). Dalam upaya
meningkatkan daya tarik wisatawan dan memperkuat kekhasan kota Solo,
pemerintah kota Surakarta menyusun dan mempersiapkan calender culture
Industri MICE yang mulai bergerak pada tahun 2009 lalu, tentunya
masih terlalu muda untuk dapat bersaing dengan daerah tujuan MICE di
Nusantara, dalam hal ini perlu diadakan promosi yang baik di dalam negeri
maupun di Luar negeri untuk memperkenalkan kota Solo sebagai daerah
tujuan MICE di Jawa Tengah setah Semarang dan Jogyakarta.
Dalam mempromosikan kota Solo sebagai daerah tujuan MICE
diperlukan kerja sama yang baik antara penggiat pariwisata termasuk
didalamnya asiosi – asiasi usaha seperti ASITA, PHRI, HPI yang sudah
terbentuk dari tahun 2002, yang memiliki fungsi dan tugas menjebatani
penciptaan sinergitas antara pemerintah dan swasta. Hal ini juga diungkapkan
oleh BRM Bambang Irawan dalam Seminar SDM Pariwisata yang diadakan
Mahasiswa Usaha Perjalanan Wisata UNS, di aula Perpustakaan Pusat pada
tanggal 08 Mei 2012, bahwa dalam melakukan kegiatan promosi
pariwisatadiperlukan adanya kerjasama yang baik antara pelaku wisata
dengan Pemerintah Daerah. Adanya pemikiran bahwa promosi wisata hanya
menjadi tugas dari Pemerintah Daerah serta para pelaku usaha pariwisata (
Hotel, BPW, Restauran, EO, Guide, dll ) yang saat ini masih memiliki fokus
dan target yang berbeda – beda dalam melakukan kegiatan pemasaran dan
promosi. Hal ini yang menyebabkan kegiatan pemasaran / promosi yang
dilakukan secara “ gotong royong “ dan dikelola oleh sebuah “ kepanitian “
insidentil tidak memberikan dampak yang signifikan bagi usaha – usaha
pariwisata ( peningkatan jumlah tamu yang menginap di Solo yang dikutip
dalam materi Seminar SDM Kepariwisataan ). Dari sinilah muncul lembaga
tugas pokok mengembangkan program / kegaitan pemasaran dan promosi
secara profesional.
Dengan adanya program dan pemasaran dan promosi yang profesional
serta dukungan dari pemerintah kota dalam mempromosikan kota Solo,
terbukti mampu memberiakan dampak positif bagi kepariwisataan kota Solo,
pada meningkatnya lama tinggal wisatawan yang berkunjung ke Solo dengan
meningkatkan angka Leght of Stay ( lama tinggal ) yang dulunya hanya 1 hari
meningkat menjadi rata-rata 2 hari.
Pengunjung yang datang ke Kota solo ini masih di dominasi oleh
kunjungan MICE yang rata – rata mereka tinggal lebih dari sehari. Dengan
melihat pertumbuhan kegiatan MICE di Solo menarik minat investor hotel
untuk investasi di solo khususnya dengan menyiapkan fasilitas MICE. Dalam
1 – 2 cakupan sudah berdiri hotel – hotel yang menyiapkan varian fasilitas
MICE di Solo. Dengan trend perhotelan yang menyediakan berbagai varian
fasilitas MICE dirasa hotell – hotel baru yang saat ini masih dalam tahap
pembangunan juga akan memberikan warana yang berbeda dalam
menyediakan fasilitas MICE ( wawancara langsung dengan Budi Sartono,
Kepala Bidang pelestarian, Promosi dan Kerjasama. Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Surakarta).
Sementara menurut leorans P. Sitindjak ( Assistent Director of Sales
Best Western premier Hotel) melihat kondisi pertumbuhan MICE di Solo ini
belum mencapai target, belum saatnnya pemerintah untuk menambahkan
banyak hotel di Solo, karena kondisi Solo yang belum mampu mendatangkan
datang ke hotel merupakan kegiatan primer yang tidak semua kalangan bisa
datang ke sana, pola pemikiran ini yang perlu untuk dirubah untuk
menentukan perkembangan Industri MICE yang berkembang, agar dalam
perkembangannya tidak berat sebelah dan dapat dirasakan oleh semua pihak
termasuk masyarakat setempat, kondisi pariwisata yang kunjungan dominasi
oleh orang luar kota di banding dalan kawasan kota serta para investor yang
berasal dari luar daerah jika tidak diatasi secara win – win solution ( solusi
yang menguntugkan antara kedua pihak) akan berdampak buruk bagi daerah
tesebut, terutama untuk masyarakat yang akan terusir secara perlahan. Hal ini
juga diungkapkan oleh RBM Bambang Irawan dalan seminar SDM
Kepariwisataan.
Perkembangan Industri MICE di Solo juga yang ditandai dengan
pertumbuhan pembangun hotel berbintang di Solo dalam kurun waktu tiga
tahun ini, menjadi dasar dalam menajawab Upaya Pengembangan Industri
MICE di Solo.
D. Gambaran Umum Best Western Premier Hotel yang merupakan Salah Satu Lokasi Terselenggaranya kegiatan MICE di Solo
1. Latar belakang berdirinya hotel
Dalam menyelenggarakan kegiatan MICE disuatu daerah atau
negara banyak hal yang menjadi pertimbangan salah satunya adalah
supplier atau penyedia tempat, destinasi atau jenis pelayanan lainnya
yang biasa digunakan oleh kegiatan MICE.
Saat ini banyak didirikan convention center di berbagai negara atau
negara atau daerah tersebut. Selain convention center kegiatan konvesi
juga dapat dilakukan di universitas – universitas yang memiliki lokasi
untuk konvensi. Selain itu kegiatan MICE juga banyak hotel digunakan
sebagai tempat untuk penyelenggaraan Kegiatan MICE ( Any Noor, 2007:
30).
Pertumbuhan suatu industri MICE di suatu daerah atau negara
memberikan trend baru dalam dunia perhotelan untuk menyediakan
berbagai fasilitas untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan dalam
penyelenggaraan kegiatan MICE, hal ini merupakan tantangan yang besar
untuk menciptakan inovasi – inovasi baru dalam menyediakan berbagai
fasilitas MICE agar dalam penyelenggaraan kegiatan MICE di tempat
tersebut mendapatkan pengelaman yang baru, kenyamanan, kemewahan
namun tidak terkesan meninggalkan sejarah dan kelestarian budaya dari
suatu daerah atau negara.
Hal ini yang menjadikan banyak hotel mulai memperbaiki fasilitas
yang diberikan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumen
akan penyelenggaraan kegiatan MICE. Sedangkan untuk hotel berbintang
yang masih dalam tahap pembengunan mulai mendesain hotel lengkap
dengan fasilitas MICE.
Best Western Premier Hotel adalah salah satu hotel berbintang 4 (
empat ) yang berdiri di kota Solo seiring dengan pertumbuhan Industri
MICE di Solo yang pada saat berdirinya tidak hanya memberikan
fasilititas MICE namun juga dilengkapi dengan ornamen – ornamen batik
kota Solo yang memperikan kesan kenyamanan, elegan dan penuh dengan
kemewahan International chain yang sangat menarik untuk dikunjungi
wisatawan dalam maupun liuar negeri.
BEST WESTERN PREMIER HOTELSOLO merupakan
satu-satunya hotel etnik dikota Solo dengan desain interior batik, BEST
WESTERN juga melestarikan kebudayaan daerah dimana HOTEL BEST
WESTERN berdiri. Dengan adanya hal tersebut maka akan menimbulkan
ketertarikan para wisatawan domestik maupun mancanegara yang akan
mengunjungi kota Solo dan ingin menikmati kebudayaan kota Solo.
Selaras dengan keunikan HOTEL BEST WESTERN PREMIER SOLO
maka diperlukan tenaga profesional untuk mempromosikan dan
meningkatkan mutu pelayanan untuk kepuasan konsumen.
Hotel bintang empat ( 4 ) baru dengan nama BEST WESTERN
PREMIER HOTEL dioperasikan di Kota Solo. Pengoperasian hotel
tersebut terlaksana Juli 2009, merupakan perombakan terhadap gedung
bekas Bank Harapan Sentosa (BHS) Solo yang berlokasi di Jalan Slamet
Riyadi Solotersebut. Proses perombakan gedung BHS Solo menjadi hotel
tersebut awalnya memang menargetkan perombakan gedung bisa selesai
Juni 2009, namun ternyata target itu meleset. Awalnya pihaknya berharap
hotel tersebut bisa dioperasikan bersamaan dengan diselenggarakannya
event Solo Batik Carnival (SBC) 2. Namun, proses perombakan dan
penataan kamar, serta penataan arstistik hotel belum selesai dilakukan.
Perombakan terhadap gedung bekas BHS tersebut untuk menjadi sebuah
dirancang dan dibangun untuk gedung perkantoran sebuah bank, bukan
didesain sebagai hotel. Oleh karena itu, perombakannya memang
membutuhkan proses yang cukup lama dan tidak boleh sembarangan.
Pihak yang terlibat memiliki kebebasan untuk menata interior dan
eksterior hotel. Terhadap penataan hotel tersebut memilih batik sebagai
konsep dasar. Hotel tersebut dirancang dengan menggunakan konsep
batik. Artinya, seluruh aksesoris yang dipasang juga akan menggunakan
konsep batik. Semuanya harus berbau batik. Bahkan, hiasan kamar juga
diberi cap batik serta topeng. Best Western Premier Hotel akan
meningkatkan persaingan bisnis hotel di Kota Solo.
Best Western merupakan jaringan hotel terbesar di dunia yang
tersebar lebih dari 88 negara dengan lebih dari 4200 hotel yang dikelola
secara professional, Best Western di dirikan oleh Mr.M.K.Guertin pada
tahun 1946 di daerah barat negara bagian dari United State of America
tepatnya di daerah sungai Mississippi.
Mr.M.K.Guertin berpengalaman selama 23 tahun di dunia
perhotelan, pada awal di dirikan hanya dari sebuah organisasi yang tidak
di tujukan untuk mendapatkan profit, tapi dengan berjalanya waktu Best
Western menjadi salah satu penginapan terbesar pada tahun 1963 di USA
dan motel pertama di Kanada, Best Western mulai mendirikan hotel di
daerah Mexico, Selandia Baru, Australia, dan benua Eropa pada tahun
1975 dan menjadi jaringan hotel terbesar di dunia, dan sekarang Best
Western masuk ke Asia yang tersebar di seluruh Asia dengan 136 hotel
dengan 24.000 kamar.
Best Western terbagi menjadi dua klasifikasi hotel menurut bintang
dari hotel tersebut yaitu, Best Western untuk hotel bintang tiga sampai
empat, sedangkan Best Western Premier untuk hotel bintang empat sampai
lima. Perkembangan Best Western di Indonesia sangat pesat, sekarang
terdapat tiga Hotel Best Western yang sudah berdiri di Indonesia yaitu
Best Western Resort Kuta Bali, Best Western Premier Padang, Best
Western Premier Solo dan akan berdiri 16 hotel lagi yang tersebar di
seluruh Indonesia dengan Keunikan Best Western yaitu melestarikan
kebudayaan daerah dimana Hotel Best Western berada.
Visi dari Best Western memimpin industri dalam pelayanan
unggulan sedangkan Misi dari Best Western adalah mengembangkan nama
besar dan meningkatkan nilai manfaat bagi para anggotanya (owner).
Hotel Best Western Premier Hotel Solo berada dibawah naungan
PT Sunindo Primaland yang merupakan anak perusahaan PT Sun Motor
Group dengan memulai kiprahnya di dunia properti pada tahun 1996.
Proyek pertama PT Sunindo Primaland adalah hotel Novotel di Solo.
Perusahaan kemudian melebarkan sayap bisnisnya ke Yogyakarta pada
tahun 2004 dengan mendirikan hotel Grand Mercure yang sekarang
menjadi The Phoenix Hotel. Hanya berselang satu tahun, perusahaan
membidik Semarang dengan mendirikan hotel Novotel Semarang pada
tahun 2005. Solo kembali menjadi pilihan investasi lagi dengan
mendirikan Ibis Hotel pada tahun 2008 dan Best Western Premier Hotel
pada tanggal 16 Oktober 2009 dan peresmiannya dihadiri oleh walikota
Solo.
2. Fasilitas ruang meeting yang di tawarkan dan fasilitas pendukung lainnya
Best Western Premier Hotel memiliki lokasi yang sangat strategis
di jalan Slamet Riyadi No. 6 Solo 57111, Jawa Tengah, Indonesia yang
merupakan pusat kota. Hotel yang berdiri di jantung kota Solo ini memiliki
kemudahan akses untuk menuju destinasi wisata di Solo, bahkan untuk
beberapa obyek wisata seperti : wisata belanja seperti Pusat Grosir Solo (
PGS ), Beteng Trade Center ( BTC ) atau pasar tradisional Pasar Klewer
untuk berbelanja batik dengan sirtem tawar menawar, selain itu ada juga
dan Pasar Gedhe pusatnya makanan tradisional Solo, wisata kuliner juga
tersaji di GALABO ( Gladak Lamong Bogan ) pada malam hari yang
mendiakan berbagai makanan khas Solo dan wisata budaya ( Kraton
Kasunanan, Pure Mangkunegaran kampung batik kauman atau cagar
budaya Benteng Vastenburg, yang menjadi icon kota Solo dapat
ditemukan dengan mudah dari hotel ini cukup hanya dengan berjalan kaki
atau menggunakan transportasi ramah lingkungan ( becak ) dapat untuk
mencapai lokasi tersebut.
Hotel Best Western Solo memiliki akses transportasi yang sangat
mudah di jangkau dari terminal kedatangan baik melalui transportasi darat
maupun transportasi udara, waktu yang di perlukan dari bandar udara
menuju Hotel Best Western Premier Solo hanya 20 menit, dari stasiun
Balapan hanya 10 menit, dan dari terminal Tirtonadi hanya 10 menit.
Fasilitas ruang meeting yang di tawarkan antara lain:
- Sidomukt i ballroom
Sidomukti ballroom adalah gedung pertemuan terbesar
yang dimiliki Hotel Best Western Premier Solo dengan
ruangan yang dapat di bagi menjadi tiga bagian yaitu
sidomukti I, sidomukti II, sidomukti III, tergantung dari
pemesanan tamu.
- Truntum
Truntum adalah meeting room terbesar kedua setelah
Borobudur, truntum cocok di gunakan untuk keperluan
meeting kantor.
- Srikaton
Srikaton mempunyai kapasitas terkecil di antara yang
lainya, Srikaton cocok untuk keperluan private meeting.
Fasilitas hotel lainya yang menunjang kegiatan MICE:
1. Kamar ( Room )
2. Lobby
3. Srikandi Restaurant
4. Pastry Shop
5. Tirtotejo swimming pool
6. Fitnes center
7. Bhuvana spa
8. Bussiness center
36
BAB III
UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI MICE DI SOLO
(Studi Kasus di Best Western Premier Hotel Solo)
A. Tingkat Standar Pelayanan Hotel di Solo dalam menyediakan fasilitas
kegiatan MICE
Standar pelayanan hotel di Solo dalam menyediakan fasilitas meeting
secara internasional di lihat dari klasifikasi hotel bintang 3 – bintang 5, hal ini
terjadi bukan karena tersedianya fasilitas ruang meeting yang dapat
terselenggaranya suatu kegiatan MICE namun lebih dari itu adalah kelengkapan
fasilitas penunjang lainnya.
1. Standar Ruang Pertemuan Best Western Premier Hotel
Ruang Pertemuan yang digunakan untuk melakukan kegiatan MICE
memiliki standar – standar baku yang di gunakan sebagai dasar dalam penyusunan
ruang konvensi, berikut daftar standar fasilitas ruang pertemuan meliputi:
a. Ukuran ruang serbaguna
b. Ruang khusus untuk sekretariat ( posko )
c. Celling Hight
d. Lokasi ruang yang berdekatan ( berhubungan ) dengan loby dan ruang
pertemuan lainnya
e. Pengaturan lampu
f. Dekorasi
g. Kondisi fisik
h. Kemampuan Audio Visual
j. Kondisi Ruang Pertemuan: Bersih, nyaman , ventilasi, kaca, akustik dan lain
– lain
k. Fasilitas, perlengkapan, pelayanan ( M. Kesrul, 2004; 92 )
Dari teori yang dijelaskan tersebut dapat di lihat Fasilitas – fasilitas ruang
pertemuan yang di sediakan hotel Best Western Premiar Solo, antara lain:
1. Meeting Room / ruangan rapat, yang terdiri dari:
a. Sido Mukti Ballroom
b. Truntum
c. Srikaton
Fasilitas ruang pertemuan yang di sediakan di Best Western Premier
Hotel Solo tersebut antara lain:
a. Sido Mukti Ballroom
Gedung pertemuan terbesar yang di miliki Hotel Best Wester
Premier Solo dengan luas area 511.45 dan ketinggian 3.1 m dan memiliki
dimensi 26.5 x 19.3 dapat menampung peserta kegiatan MICE dengan
sekala sedang, dengan berbagai style ruang rapat seperti theater style
yang menampung 450 orang, class room menampung 250 orang,
receptionis menampung 602 orang, banquet 250 orang, U Shape
menampung 160 orang.
Kegiatan MICE yang sering diselenggarakan diruangan pertemuan
ini adalah kegian Meeting dan Convention serta berbagai sosial event
seperti pernikahan, dan ulang tahun.
Ruang Sido Mukti Ballroom dapat di bagi menjadi ruangan yang
ruangan tidak disekat menggunakan tembok pemanen, namun ruangan
masih kedam suara. Ruang tersebut terbagi menjadi:
i. Sido Mukti I
Ruang pertemuan yang memiliki luas area 238.5 m2 dan
tinggi 3.1 m, ruang ini memiliki dimensi 26.5 x 9 yang dapat
menempung 250 peserta dengan theater style, 150 peserta dengan
class room style, 280 peserta dengan reception style, 150 peserta
dengan Banquet Style dan 80 peserta dengan U – Shape Style.
Biasa digunakan utuk kegiatan meeting dan incentive dengan
skala sedang.
ii. Sido Mukti II
Merupakan ruang pertemuan Sido mukti yang memiliki luas
area 154.5 m2 dan ketinggian 3.1 m, dengan dimensi 15 x 10.3,
yang memiliki kapasitas 145 peserta dengan Theater Style, 120
peserta dengan Class Room Style, 182 peserta dengan reception
Style, 80 peserta dengan Banquet Style dan 54 peserta dengan U-
Shape Style.
iii. Sido Mukti III
Merupakan bagian ruang pertemuan Sido Mukti Ballroom
yang terkecil dengan luas area 118.5 m2 dan ketinggian 3.1 m serta
memiliki dimensi 11.5 x 10.3, yang dapat menampung 120 peserta
dengan Theater Style, 100 peserta dengan Class Room Style, 139
peserta dengan Reception Style, 60 peserta dengan Banquet Style
b. Truntum
Truntum adalah ruang pertemuan terbesar kedua setelah Sido Mukti
Ballroom, memiliki luas area 127.5 m2 dan ketinggian 3.1 m serta
memiliki dimensi 15.94 x 8, yang dapat menampung 120 peserta dengan
Theater Style, 90 peserta dengan Class Room Style, 150 peserta dengan
Reception Style, 60 peserta dengan Banquet Style dan 36 peserta dengan
U – Shape Style.
c. Srikaton
Merupakan ruang pertemuan terkecil yang dimiliki Hotel Best
Western Premier Solo hanya dapat menampung MICE dengan sekala
kecil, memiliki Luas Area 40 m2 dan ketinggian 3.1 m dengan dimensi
9.4 x 4.275 yang dapat menampung 30 peserta dengan Theater Style, 20
peserta dengan Class Room Style, 47 peserta dengan Reception Style, 20
peserta dengan Banquet Style serta 10 peserta dengan U – Shape Style.
Dalam menyelenggarakan kegiatan MICE tentu saja dibutuhkan fasilitas
kgiatan seperti:
• Dalam setiap kegiatan harus ada yang standby minimal 1 ( satu ) orang,
biasanya bellboy
• Setiap meja dan kursi yang digunakan diberi taplak meja yang rapi dan
bersih
• Flip cart ( papan tulis kecil yang diatasnya diberi kertas dan spidol.
• LCD, proyektor jika dibutuhkan
• Peralatan catat seperti kertas, bolpont
• Permen
• Karena ruangan pertemuan yang digunakan berada di lantai 2 maka
didepan pintu masuk diberi papan petunjuk untuk mengarahkan peserta
agar tidak bingung mencari lokasi.
Fasilitas yang dimiliki Best Western Premier Hotel sudah memenuhi
standar fasilitas yang ada, dimana ukuran ruang pertemuan sudah disesuaikan
dengan jumlah peserta serta berbagai jenis lay out dalam meeting, tata cahaya
yang didesain sesuai dengan ukuran ruangan memberikan efek pencayaan yang
maksimal, lantai 2 yang dikhususkan sebagai ruang pertemuan dan ruang untuk
kesekretariatan sehingga lokasi ruangan pertemuan saling deketan, kondisi ruang
pertemuan dan fasilitas toilet yang bersih, nyaman.
2. Standar Dalam Pelayanan Tamu Untuk Peserta MICE
Tingkat kesiapan yang dimiliki dari Best Western premier Hotel Solo
dalam menyediakan fasilitas MICE tidak hanya di lihat dari ruang meeting yang
di sediakan namun juga di bandingkan dengan teori dari evaluasi lokasi dan
fasilitas yang di jelaskan oleh M. Kesrul dalam bukunya meeting, Incentive Trip,
Converence, Exhibition yang menjelaskan bahwa lokasi dan fasilitas yang perlu
dilakukan dengan evaluasi mengenai objecktives, requirement, dan format of the
meeting disamping akses aksesibilitas dan ketersediaan sarana angkutan menuju
lokasi dan tempat pertemuan, seperti: distance from airport, nearby shopping
center, recreation and restaurant.
Hotel yang memiliki standart dalam pelayanan tamu untuk peserta
kegiatan MICE adalah hotel yang memiliki pelayanan yang baik dan Sleeping