• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang masalah

Indonesia merupakan negara tropis yang penuh dengan limpahan sinar matahari sepanjang tahunnya. Sinar matahari sendiri merupakan sumber energi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Di zaman sekarang ini, kebutuhan akan perawatan tubuh sudah menjadi hal yang sangat lumrah bagi setiap orang (terutama remaja). Perkembangan masa remaja hingga awal masa dewasa merupakan masa transisi yang akan mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan hormon, fisik, psikologis dan sosial. Terjadinya peningkatan serta perubahan hormon pada manusia kususnya remaja menyebabkan terjadinya gangguan penyakit pada kulit kususnya jerawat, karna kulit merupakan bagian utama dari tubuh yang menjadi pelindung awal dari gangguan serta kotoran yang berasal dari luar, peningkatan kadar minyak pada kulit adalah penyabab utama dari jerawat. Jerawat merupakan penyakit kulit obstruktif dan inflamatif yang terjadi pada kelenjar pilosebasea. Debu dan radikal bebas merupakan penyebab utama dari terjadinya proses tumbuhnya jerawat yang disebabkan oleh bakteri Propionibacterium acnes. Bakteri p. acnes tidak patogen pada kondisi normal, tapi apabila terjadi perubahan kondisi pada kulit, maka bakteri ini berubah menjadi invasive. terjadinya jerawat juga dapat disebabkan karena produk-produk kecantikan yang mengandung minyak yang dapat menimbulkan sensitivitas pada kulit sehingga bakteri bisa menginfeksi (Narayenah and Suryawati, 2017).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri p. acnes yang dapat menyebabkan jerawat yaitu adalah dengan menggunakan senyawa antioksidan.

(2)

Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya proses oksidasi (Kuntorini and Astuti, 2010). Antioksidan bekerja dengan cara memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat menstabilkan dan berikatan dengan radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai (Santoso et al., 2017).

Indonesia adalah negara yang memiliki berbagai macam tumbuhan yang mengandung antioksidan salah satunya adalah Belimbing wuluh tumbuhan yang hidup pada ketinggian 5 hingga 500 meter diatas permukaan laut ini juga sering disebut belimbing sayur atau belimbing asam karena memiliki rasa yang cukup asam dan biasanya digunakan sebagai bumbu masakan atau ramuan jamu (Rahayu, 2013).

Belimbing wuluh berasal dari kepulauan Maluku dan menyebar ke seluruh bagian negara Indonesia. Nama ilmiah belimbing wuluh adalah Averrhoa bilimbi L. (Gendrowati F, 2010). Menurut Gendrowati (2010), blimbing wuluh banyak mengandung antioksidan jenis flavonoid. Flavonoid adalah senyawa golongan terbesar dari senyawa fenol, yang mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Flavonoid bekerja dengan cara denaturasi protein. Proses ini juga menyebabkan gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen protein. Fungsi membran sel yang terganggu dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas sel, diikuti dengan terjadinya kerusakan sel bakteri. Kerusakan tersebut menyebabkan kematian sel bakteri. Flavonoid berfungsi untuk menjaga pertumbuhan normal, pertahanan terhadap pengaruh infeksi dan kerusakan (Oktadoni, 2016).

Dalam penelitian ini digunakan senyawa yang terkandung dalam belimbing wuluh sebagai pencegahan jerawat pada permukaan kulit manusia. Jerawat merupakan masalah yang sering dialami oleh semua orang khususnya remaja. Jerawat atau Acne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun unit pilosebasea dengan gambaran klinis biasanya polimorfik yang terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa: komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut. Penderita biasanya mengeluh

(3)

akibat erupsi kulit pada tempat-tempat predileksi, yakni muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas dan lengan bagian atas oleh karena kelenjar sebasea pada daerah yang aktif. Prevalensi penderita acne vulgaris 80- 85% pada remaja dengan puncak insiden usia 15-18 tahun, 12% pada wanita usia >25 tahun dan 3% pada usia 35-40 tahun. Insiden jerawat 80-100% pada usia dewasa muda, yaitu 14-17 tahun pada wanita, dan 16-19 tahun pada pria .Penyebab acne vulgaris antara lain penggunaan kosmetik, khususnya di kalangan wanita dan juga radikal bebas yang secara tidak kita sadari menempel di kulit. Acne vulgaris merupakan penyakit yang kompleks (multifaktorial) dengan elemen patogenesis yaitu hiperproliferasi folikuler epidermal, produksi sebum yang berlebihan, perubahan pola keratinisasi, peningkatan hormon androgen, terjadinya stress psikis, adanya aktifitas Propionibacterium acne dan Staphylococcus aureus (Angraeni, 2016).

P.acnes merupakan bakteri gram positif dan anaerob yang merupakan flora normal kelenjar pilosebasea. Peranan P.acnes pada patogenesis acne vulgaris adalah memecah trigliserida, salah satu komponen sebum, menjadi asam lemak bebas sehingga terjadi kolonisasi P. acnes yang memicu inflamasi. Selain itu, antibodi terhadap antigen dinding sel P. acnes meningkatkan respons inflamasi melalui aktivasi komplemen Enzim 5- alfa reduktase, enzim yang mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). Enzim ini memiliki aktivitas tinggi pada kulit yang mudah berjerawat, misalnya pada wajah, dada, dan punggung. Mekanisme pembentukan acne vulgaris dimulai dari stimulasi produksi kelenjar sebaseus yang menyebabkan hiperseborrea biasanya dimulai pada pubertas. Selanjutnya terjadi pembentukkan komedo yang berhubungan dengan anomali proliferasi keratinosit, adhesi dan diferensiasi pada infrainfudibulum folikel pilosebaseus sehingga terjadi pembentukkan lesi inflamasi dimana yang berperan adalah bakteri anaerob yaitu P.acne (Oktadoni, 2016). Selain bakteri P.acne ada juga flora normal yang tidak bersifat patogen, namun dalam keadaan tertentu dapat bersifat pathogen dan menimbulkan penyakit infeksi. Contoh flora normal yang dapat menjadi mikroorganisme patogen adalah bakteri

(4)

Staphylococcus aureus (Sylvia, 2008). Oleh karna itu digunakan senyawa belimbing wuluh untuk penekanan bakteri P.acne dan bakteri Staphylococcus aureus terhadap senyawa antioksidan flavonoid. Setelah itu dilanjutkan dengan uji antibakteri menggunakan Metode difusi sumuran. Metode ini banyak digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antimikroba tanaman atau ekstrak mikroba. Metode ini serupa dengan prosedur yang digunakan dalam metode difusi cakram, permukaan pelat agar-agar diinokulasi dengan menyebarkan volume inokulum mikroba ke seluruh permukaan agar-agar.

Namun untuk aktifitas senyawa terhadap tujuan perlu juga suatu sistem penghantaran obat atau senyawa sistem penghantaran obat yang dapat menembus kulit sehingga dapat meningkatkan permeabilitas suatu bahan aktif (Phipps et al,2004). Penggunaan sistem pembawa (carrier) adalah strategi untuk meningkatkan penetrasi bahan aktif melalui stratum korneum. Salah satu sistem pembawa (carrier) yang mempunyai ukuran partikel nano dan dapat meningkatkan penetrasi melalui stratum korneum adalah niosom (Djuanda, 2003).

Sistem niosom dapat mengendalikan pelepasan obat sehingga dapat mempertahankan konsentrasi pada tempat pelepasan dalam waktu yang lama. Niosom dapat mengalami biodegradasi dan tidak bersifat toksik sehingga merupakan pembawa yang baik untuk perantara bahan aktif pada target terapetik dan menurunkan toksisitas sistemik. Niosom adalah vesikel unilamelar atau multilamelar yang terbentuk dari surfaktan non ionik dengan kolesterol sebagai penstabil. Tipe surfaktan dapat mempengaruhi efisiensi enkapsulasi, toksisitas, karakteristik, dan stabilitas dari niosom (Anggraeni et al,2013). Surfaktan pada niosom dapat meningkatkan penetrasi karena dapat menembus membran mukosa (Shirsand et al,2012).

Pada sistem niosom surfaktan non ionik merupakan pelapis yang menyelubungi bahan aktif sehingga berdifusi dalam basis lebih baik dan menghasilkan pelepasan bahan aktif dari basis yang optimal (Anggraeni et al,2013). Surfaktan non-ionik memiliki gugus kepala hidrofilik dan ekor hidrofobik. Jika HLB meningkat maka rantai alkil memanjang

(5)

begitu pula kemampuan untuk membentuk gelembung niosom juga meningkat. Untuk formulasi niosom, efisiensi penjebakan maksimal pada nilai HLB 8. Niosom memiliki konsistensi yang kental sehingga kurang cocok langsung diaplikasikan pada kulit maka dapat dimasukkan dalam sediaan gel atau serum. Gel atau serum menjadi pilihan bentuk sediaan yang akan digunakan karena memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan sediaan lain seperti tidak lengket, mudah dibersihkan, serta penguapan airnya menimbulkan efek menyejukkan dan nyaman. Selain itu memberikan sensasi rasa yang dingin dikulit mudah mengering serta membentuk lapisan film yang menurunkan penguapan air pada kulit sehingga penetrasi obat lebih cepat (Allen et al., 2005). Berdasarkan latar belakang tersebut, akan dilakukan penelitian mengenai pembuatan serum anti jerawat ekstrak belimbing wuluh.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh variasi kadar niosom belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) (30%,40%,50%) pada sediaan serum dalam sistem niosom terhadap daya hambat pada bakteri Propionibacterium acne dan bakteri Staphylococcus aureus menggunakan metode sumuran?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh variasi kadar ekstrak belimbing wuluh (30%,40%,50%) terhadap daya hambat uji antibakteri Propionibacterium acne dan bakteri Staphylococcus aureus pada sediaan serum dalam sistem niosom menggunakan metode sumuran. 1.4 Hipotesis

Penggunaan variasi kadar niosom buah belimbing wuluh pada sediaan serum dalam sistem niosom mempengarui daya hambat uji anti bakteri, terhadp bakteri Propionibacterium acne dan bakteri Staphylococcusaureus menggunakan metode sumuran.

(6)

1.5 Kebaruan Penelitian

Tabel 1.1 kebaruan Penelitian

Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Lokasi Penelitian Rancangan Penelitian Indikator Pengumpulan data (Simanjuntak, 2017)

Formulasi dan Uji Antijerawat Gel Ekstrak Etanol 70% Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi Linn.) terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus aureus Menguji efektifitas daya hambat ekstrak buah belimbing wuluh terhadap bakteri p.acne dan Staphylococcus aureus Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Eksperimental 1. Konsentrasi buah belimbing wuluh dalam sediaan niosom serum 2. Uji daya hambat antibakteri Data primer berdasarkan hasil percobaan

(7)

(Minerva, 2019) Pengaruh Masker Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Pada Perawatan Kulit Wajah Berjerawat Uji pengaruh pemakaian masker belimbing wuluh terhadap kesembuhan wajah yang berjerawat Program Studi Pendidikan Tata Rias Dan Kecantikan Fakultas Pariwisata Dan Perhotelan Universitas Negeri Padang quasi eksperimen 1. Pengaruh kandungan senyawa masker dari ekstrak belimbing wuluh Data primer berdasarkan hasil percobaan (Rahmiati et al., 2017) Optimasi Proses Pembuatan dan Karakterisasi Fisik Niosom Sinkonin Mengetahui karakteristik niosom dan pembuatannya dari senyawa sinkonin Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Eksperimental Perbedaan lama optimasi pada pembuatan niosom terhadap hasil Data primer berdasarkan hasil percobaan

(8)

(Damayanti and Tarini, 2019) DAYA HAMBAT EKTRAK ETANOL BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis SECARA IN VITRO Menguji efektifitas daya hambat ekstrak buah belimbing wuluh terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis Program Studi DIV Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang

Eksperimental Uji daya hambat antibakteri

Data primer berdasarkan hasil percobaan

(9)

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian formulasi sediaan serum ekstrak blimbing wuluh dalam sistem niosom terhadap uji anti bakteri P.acne dan bakteri Staphylococcus aureus dalam sediaan serum ekstrak blimbing wuluh dan diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dari pengembangan formulasi sediaan topikal serta untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari sediaan serum ekstrak blimbing wuluh dalam sistem niosom dengan formula yang baik dan tepat.

Gambar

Tabel 1.1 kebaruan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Faktor kegagalan penjualan unit kedai dipasaran dipengaruhi oleh faktor makro seperti ekonomi, demografi dan politik serta fakrot mikro seperti lokasi,

Berdasarkan hasil pengujian pengaruh variabel X terhadap variabel Y dapat disimpulkan bahwa apabila pengintegrasian materi pendidikan berlalu lintas kedalam mata

Karakter salak pondoh jika dilihat pada berbagai jenis salak menunjukkan bahwa warna, ketebalan, tekstur, dan kadar gula total daging buah tidak berbeda

Yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu metode yang berusaha untuk menggambarkan keadaan yang terdapat dalam perusahaan, sehingga diperlukan banyak data

Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan gambaran penelitian diatas tampaknya ada hubungan rapat antara kondisi kosmis dan duniawi. Berkat potensi mistiknya, manusia sanggup

Secara rinci dijelaskan bahwa kriteria sekolah efektif adalah : (1) mempunyai standar kerja yang tinggi dan jelas bagi peserta didik; (2) mendorong aktivitas,

Berdasarkan jawaban produsen tentang indikator hak-hak konsumen dalam Islam dapat dilihat dan disimpulkan bahwa produsen makanan ringan industri rumah tangga

Kajian yang dilakukan ini adalah bertujuan untuk mengenalpasti tahap sikap dan kemahiran mengakses terhadap penggunaan e-pembelajaran di kalangan pelajar tahun akhir