• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG K E L A U T A N

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG K E L A U T A N"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

DRAFT XVII REVISI 14

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR... TAHUN...

TENTANG

K E L A U T A N

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Bab I Ketentuan Umum ... 45

Bab II Ruang Lingkup... 46

Bab III Asas dan Tujuan ... 46

Bab IV Wilayah Laut... 47

Bab V Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan... 48

Bab VI Tata Ruang Kelautan... 49

Bab VII Pemanfaatan dan Pendayagunaan Laut... 49

Bab VIII Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Kelautan ... 51

Bab IX Pemantauan dan Penanggulangan Bencana Alam di Laut ... 51

Bab X Tatanan Hukum Kelautan... 52

Bab XI Sumberdaya Manusia dan Budaya Kelautan... 52

Bab XII Pembangunan Kelautan ... 53

Bab XIII Otonomi Daerah ... 53

Bab XIV Penegakan Hukum Di Laut ... 54

Bab XV Ketentuan Peralihan ... 54

Bab XVI Ketentuan Penutup... 55

(3)

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR … TAHUN …

TENTANG

KELAUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui secara internasional sebagai suatu negara kepulauan memiliki sumber daya alam yang melimpah merupakan rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia yang wajib dimanfaatkan secara berkelanjutan dan dikelola secara terpadu bagi kepentingan generasi sekarang dan mendatang;

b. bahwa wilayah laut merupakan bagian terbesar wilayah Indonesia mempunyai posisi dan nilai strategis dari berbagai aspek kehidupan, mencakup : politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, dan ekologi yang diperuntukkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia;

c. bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang berbentuk negara kesatuan berwawasan nusantara perlu memiliki paradigma baru Indonesia masa depan yang berorientasi kelautan disegala bidang pembangunan. d. bahwa peraturan perundang-undangan di bidang kelautan yang

dilaksanakan secara sektoral memerlukan kebijakan dan pengaturan yang terpadu.

e. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b, c dan d di atas perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Kelautan yang merupakan rujukan bagi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bidang kelautan.

Mengingat : Pasal 5, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 25A, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

(4)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

1. Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan daratan dan bentuk-bentuk alamiah lainnya yang merupakan kesatuan geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum internasional.

2. Kelautan adalah hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan di laut yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, landas kontinen termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kegiatan di permukaan laut, dan ruang udara di atasnya.

3. Maritim adalah bagian dari kegiatan di laut yang mengacu pada pelayaran/ pengangkutan laut, perdagangan (sea-borne trade), navigasi, keselamatan pelayaran, kapal, pengawakan, pencemaran laut, wisata laut, kepelabuhanan baik nasional maupun internasional, industri dan jasa-jasa maritim.

4. Pulau adalah wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan berada di atas permukaan air pada waktu air pasang.

5. Kepulauan adalah suatu gugusan pulau termasuk bagian pulau dan perairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi (ekologis), ekonomi, pertahanan, keamanan, dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.

6. Negara Kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.

7. Pantai adalah ruang yang terbentuk oleh pertemuan antara laut dan daratan yang menimbulkan adanya pasang tinggi dan pasang rendah.

8. Negara maritim adalah negara yang mempunyai kegiatan maritim sebagai penggerak utama dan andalan di bidang ekonomi yang didukung kekuatan armada sipil dan militer yang memberikan kontribusi penting bagi kesejahteraan rakyat.

9. Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap kedaulatan wilayahnya yang merupakan satu kesatuan dari berbagai aspek ekonomi, ekologi, sosial, budaya, politik, pertahanan, dan keamanan yang menjadikannya Indonesia adalah negara utuh menyeluruh sebagai negara kesatuan yang berdaulat.

10. Kawasan adalah dasar laut dan dasar samudera serta tanah dibawahnya diluar batas-batas yurisdiksi nasional, sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982.

11. Otorita adalah organisasi yang melaluinya negara-negara peserta harus mengatur dan mengawasi kegiatan di kawasan, terutama dengan tujuan untuk mengelola kekayaan – kekayaan di kawasan.

12. Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi

(5)

dengan baku mutu dan atau fungsinya sesuai dengan peraturan perundang – undangan dan atau ketentuan hukum internasional.

13. Pemanfaatan laut berkelanjutan adalah penggunaan laut secara optimal untuk kepentingan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang dengan metode dan teknologi yang ramah lingkungan sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum internasional.

14. Masyarakat kelautan adalah sekelompok orang yang memiliki kepentingan di bidang kelautan.

15. Menteri adalah Menteri yang tugas dan wewenangnya di bidang kelautan dan Menteri-menteri yang terkait dengan bidangnya masing-masing.

16. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota. 17. Konvensi adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982

(1982 United Nations Convention on the Law of the Sea).

18. Bank Data Kelautan adalah kumpulan data berbagai aspek kelautan yang diperlukan untuk dapat mengelola kelautan secara efektif dan efisien. Data tersebut dihimpun dari berbagai institusi baik pemerintah maupun swasta.

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang Lingkup Undang-Undang ini meliputi pengaturan dan pengelolaan kelautan Indonesia secara terpadu dan berkelanjutan.

BAB III ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3

Undang-Undang tentang Kelautan ini berdasarkan pada asas-asas kedaulatan, tanggung jawab negara, pengelolaan berbasis ekosistem dan ekologis, keterpaduan, kehati–hatian, pembangunan berkelanjutan, kemandirian, kepentingan nasional, dan berkeadilan.

Pasal 4 Tujuan Undang-Undang tentang Kelautan adalah:

1. Mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri Nusantara.

2. Menciptakan laut yang lestari, aman, serta teridentifikasinya sumberdaya laut dalam yurisdiksi nasional dan diluar yurisdiksi nasional.

3. Memanfaatkan sumberdaya kelautan dan kekayaan laut dalam wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia, laut lepas dan dasar samudera dalam, secara berkelanjutan,

(6)

untuk sebesar-besarnya bagi generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang.

4. Mengembangkan budaya dan pengetahuan kelautan bagi masyarakat untuk menumbuhkan pembangunan yang berorientasikan kelautan.

5. Menciptakan sumberdaya manusia kelautan yang profesional, beretika, berdedikasi, dan mampu mendukung pembangunan kelautan secara optimal dan terpadu.

BAB IV WILAYAH LAUT

Pasal 5

(1) Pemerintah menetapkan dan mengatur wilayah laut yang berada dibawah kedaulatan penuh NKRI, yaitu Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan dan Laut Territorial.

(2) Pemerintah menetapkan dan mengatur wilayah laut yang berada dibawah hak-hak berdaulat dan yurisdiksi NKRI, yaitu Zona Tambahan, Landas Kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatas, diatur dengan peraturan perundang-undangan dan memperhatikan hukum internasional yang berlaku

Pasal 6

(1) Pemerintah menetapkan batas-batas terluar wilayah laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diatas.

(2) Pemerintah menetapkan delimitasi wilayah laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatas dengan Negara lain yang berbatasan.

(3) Pemerintah menetapkan nama-nama laut, selat, teluk, gugus pulau, pulau dan gosong. (4) Penetapan batas terluar, delimitasi wilayah laut, nama-nama laut, selat teluk, gugus

pulau, pulau dan gosong sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) diatas, diatur dalam peraturan perundang- undangan dengan memperhatikan ketentuan hukum internasional.

Pasal 7

(1) Pemerintah menetapkan hak dan kewajiban di laut bebas sesuai dengan hukum laut Internasional yang berlaku serta Perjanjian-Perjanjian dengan Negara atau Lembaga Internasional yang berwenang.

(2) Pemerintah menetapkan tata-cara untuk turut serta dalam pemanfaatan Kawasan sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional yang berlaku dan Perjanjian-perjanjian Internasional dengan Negara dan atau dengan otorita Internasional yang berwenang.

(7)

BAB V

PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Pasal 8

(1) Pemerintah mengembangkan sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kelautan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan dan hukum laut internasional yang berlaku serta perjanjian-perjanjian dengan negara atau lembaga internasional yang berwenang.

(2) Pemerintah mengembangkan Penelitian, Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kelautan yang merupakan dari Sistem Nasional tentang Penelitian, Pengembangan, Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

(3) Bidang-bidang Penelitian, Pengembangan dan Penerapan IPTEK kelautan meliputi antara lain kegiatan penelitian dasar dan terapan untuk meningkatkan pemahaman tentang biologi, kimiawi, fisika, geologi dan dasar laut serta tanah dibawahnya , proses dan interaksi laut dan pantai dengan hidrologi, cuaca , serta pengaruh laut dan pantai terhadap masyarakat dan komunitas di sekitar laut-lingkungan serta pengembangan metodologi dan instrumen untuk meningkatkan pemahaman tentang laut.

(4) Pemerintah menetapkan persyaratan tentang pelaksanaan penelitian ilmiah kelautan oleh Lembaga Internasional atau pihak asing.

(5) Pelaksanaan Penelitian, Pengembangan, Penerapan IPTEK Kelautan dapat dilakukan dengan bekerjasama secara regional dan internasional dengan Negara lain.

(6) Koordinasi pelaksanaan kegiatan Penelitian, Pengembangan, Penerapan IPTEK Kelautan secara nasional, dilakukan oleh Lembaga Penelitian Pemerintah yang diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

(1) Pemerintah menyusun, mengelola, memelihara dan mengembangkan Bank Data Kelautan yang dihimpun dari berbagai kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi kelautan.

(2) Data Kelautan meliputi diantaranya data tentang karakteristik laut , baku mutu laut, bathimetry, hydrography, oceanography, data tentang cuaca, data sumberdaya hayati dan non hayati, data tentang lempeng tanah dasar laut, data tentang gempa di laut, tsunami, data tentang pulau-pulau, data tentang peta laut, data tentang penduduk pesisir dan data lain yang diperlukan.

(3) Bank Data Kelautan disimpan, dikelola dan dikembangkan (updated) oleh Lembaga penelitian pemerintah, yang berfungsi sebagai Pusat Informasi Nasional tentang data kelautan.

(8)

BAB VI

TATA RUANG KELAUTAN Pasal 10

(1) Pemerintah menetapkan penataan ruang kelautan sebagai bagian integral dari sistem penataan ruang nasional.

(2) Penataan ruang kelautan meliputi diantaranya wilayah perikanan, pertambangan, kenavigasian, pelayaran dan kepelabuhanan, industri kelautan, kepariwisataan kelautan, penelitian ilmiah, bangunan diatas air, daerah latihan militer, uji-coba sistem senjata militer dan kawasan lindung.

(3) Penataan ruang kelautan ditujukan selain untuk pelestarian dan pengembangan berbagai kegiatan yang berskala lokal daerah dan nasional, juga untuk mengembangkan kawasan-kawasan potensial menjadi pusat-pusat kegiatan produksi, dan distribusi, dan pelayanan yang penting berskala internasional.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana tata ruang kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dalam Undang–Undang.

BAB VII

PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN LAUT Pasal 11

Pemerintah mengatur dan mengembangkan pemanfaatan dan pendayagunaan laut dan sumber-daya yang terkandung didalamnya, sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum internasional yang berlaku, serta perjanjian-perjanjian internasional dengan Negara atau Lembaga Internasional yang berwenang.

Bagian Kesatu Perikanan

Pasal 12

(1) Pemerintah mengatur pengelolaan perikanan baik di wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di laut lepas maupun di darat, dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya secara optimal dan berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

(2) Pemerintah mengkoordinasikan pengelolaan sumber daya perikanan dan memfasilitasi berbagai upaya menuju terwujudnya industri perikanan terpadu yang handal, berasaskan keadilan dan pemerataan, melalui perluasan kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup nelayan dan pembudidaya ikan serta yang terkait dengan kegiatan perikanan.

(3) Pemerintah mengkoordinasikan dan memfasilitasi berbagai upaya menuju terwujudnya industri perikanan nasional yang terpadu dan handal.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Undang–undang dengan memperhatikan ketentuan hukum internasional.

(9)

Bagian Kedua

Pelayaran dan Kenavigasian Pasal 13

(1) Kedudukan Indonesia sebagai Negara kepulauan, pemerintah wajib mengembangkan potensi dan meningkatkan peran pelayaran, baik nasional maupun internasional untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara.

(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), pemerintah mengatur bidang pelayaran yang mencakup aspek publik dan aspek ekonomi, dengan memperhatikan norma-norma hukum internasional.

Bagian Ketiga

Pertambangan dan Energi di Laut Pasal 14

(1) Pemerintah mengembangkan dan memanfaatkan pertambangan dan energi, termasuk energi alternatif, yang bersumber dari laut, dasar laut maupun tanah di bawahnya, yang mencakup bahan tambang ekstraktif dan non ekstraktif.

(2) Pengembangan dan pemanfaatan energi alternatif sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan sub sistem dari sistem pertambangan dan energi nasional.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pertambangan dan energi di laut termasuk energi alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dan ( 2) diatur dengan peraturan perundangan undangan.

Bagian Keempat Kepariwisataan Kelautan

Pasal 15

(1) Pemerintah mengkoordinasikan dan memfasilitasi pengembangan pariwisata kelautan untuk menjadikan Indonesia menjadi salah satu kawasan pariwisata dunia.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan penyelenggaraan kepariwisataan kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Undang – Undang.

Bagian Kelima Industri Kelautan

Pasal 16

(1) Pemerintah mengatur pengelolaan dan pengembangan industri kelautan sebagai sub sistem dari sistem industri nasional untuk mendukung sektor-sektor utama perekonomian kelautan.

(2) Pemerintah mewujudkan keterpaduan sektor-sektor terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mencakup sarana dan prasarana, Ilmu dan teknologi, sumber daya manusia serta pendanaan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan industri Kelautan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dalam Undang – Undang.

(10)

Bagian Keenam

Benda-benda berharga yang ditemukan di Laut Pasal 17

(1) Pemerintah mengatur, mengawasi dan melindungi benda-benda arkeologis, bersejarah dan benda - benda berharga lainnya yang ditemukan di laut yang berada di wilayah laut nasional untuk menjadi milik negara.

(2) Pemerintah mengatur pemanfaatan benda–benda arkeologis dan bersejarah serta benda-benda berharga lainnya yang ditemukan di kawasan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai benda arkeologis, bersejarah dan benda-benda berharga yang ditemukan di laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan peraturan perundang-undangan serta memperhatikan Ketentuan Hukum Internasional.

BAB VIII

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN KELAUTAN Bagian Kesatu

Konservasi sumber daya alam hayati di laut dan ekosistemnya Pasal 18

(1) Pemerintah menetapkan langkah-langkah mengenai konservasi sumberdaya alam hayati di laut dan ekosistemnya sebagai sub sistem dari sistem nasional konservasi sumber daya alam hayati agar selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri

(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum internasional dan perjanjian-perjanjian internasional.

Bagian Kedua

Pengelolaan Lingkungan Kelautan Pasal 19

(1) Pemerintah menetapkan pengelolaan lingkungan kelautan sebagai sub sistem dari sistem nasional lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan lingkungan kelautan yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pengelolaan lingkungan kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang–undangan dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup.

BAB IX

PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM DI LAUT Pasal 20

(1) Pemerintah menyelenggarakan suatu Sistem Pemantauan dan Penanggulangan bencana alam di laut serta rehabilitasinya sebagai sub sistem dari sistem pencegahan dan penanggulangan bencana alam nasional.

(11)

(2) Dalam melaksanakan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) Pemerintah dapat menggalang suatu kerjasama regional dan atau internasional.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem pemantauan dan penanggulangan

bencana alam di laut serta rehabilitasinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan peraturan perundang-undangan.

BAB X

TATANAN HUKUM KELAUTAN Pasal 21

(1) Pemerintah mengatur penataan hukum kelautan baik aspek publik maupun aspek perdata, dalam suatu sistem unifikasi dan kodifikasi nasional dengan memperhatikan hukum internasional yang berlaku dan mengintegrasikan ketentuan - ketentuan hukum, materi dari Konvensi-Konvensi Internasional yang telah diratifikasi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan, pengembangan dan penegakan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XI

SUMBERDAYA MANUSIA DAN BUDAYA KELAUTAN Bagian Kesatu

Pendidikan dan Pelatihan Kelautan Pasal 22

(1) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan Kelautan yang dilaksanakan sejak usia dini untuk menjadikan masyarakat dan bangsa memiliki budaya kelautan dan ketrampilan serta keahlian di bidang kelautan yang berdaya saing yang merupakan jati diri dari masyarakat, bangsa dan negara kepulauan berciri Nusantara. (2) Penyelenggaraan pendidikan kelautan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)

merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional, baik melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dan pelatihan.

(3) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Budaya Kelautan

Pasal 23

(1) Pemerintah melestarikan dan mengembangkan budaya kelautan yang diwujudkan dalam bentuk fisik kelautan, sistem sosial dan sistem nilai budaya, sebagai bagian dari sistem kebudayaan nasional .

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai budaya kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.

(12)

BAB XII

PEMBANGUNAN KELAUTAN

Bagian Kesatu

Kebijakan Kelautan Pasal 24

(1) Pemerintah merencanakan pembangunan kelautan yang merupakan sub sistem dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan memperhatikan keterpaduan antar sektor.

(2) Pemerintah menetapkan Kebijakan Kelautan (Ocean Policy) sebagai dasar untuk menyusun Rencana Pembangunan Kelautan Jangka Menengah.

Bagian Kedua

Dewan Kelautan Indonesia Pasal 25

(1) Pemerintah membentuk Dewan Kelautan Indonesia yang merupakan Pusat Koordinasi dari Departemen–departemen dan Intansi–instansi serta pihak–pihak terkait bagi penetapan kebijakan umum di bidang kelautan.

(2) Dalam melaksanakan tugas, Dewan Kelautan Indonesia menyelenggarakan fungsi:

a. Merumuskan kebijakan kewilayahan nasional, eksplorasi, pemanfaatan dan pelestarian dan perlindungan di bidang kelautan dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. b. Memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai hal tersebut diatas dan

hal-hal lain atas permintaan Presiden.

c. Melakukan koordinasi dengan lembaga terkait, baik pemerintah maupun non pemerintah dalam rangka keterpaduan kebijakan dibidang kelautan.

d. Mengevaluasi kebijakan di bidang kelautan.

e. Memberikan pemecahan masalah-masalah dalam bidang kelautan.

(3) Dewan Kelautan Indonesia diketuai oleh Presiden R.I. ketua harian dijabat oleh Menteri di bidang kelautan dan dibantu oleh para Menteri di bidang yang terkait, pakar kelautan dan sekretariat.

(4) Pengaturan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XIII OTONOMI DAERAH

Pasal 26

(1) Pemerintah daerah bersama-sama dengan Dewan Kelautan Daerah dan masyarakat menyusun rencana pembangunan kelautan daerah.

(2) Pemerintah daerah menyediakan data dan informasi kelautan bagi pemangku kepentingan dan masyarakat .

(13)

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai otonomi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dan (2) diatur dalam Undang – undang.

BAB XIV

PENEGAKAN HUKUM DI LAUT Bagian Kesatu

Penjaga laut Pasal 27

(1) Pemerintah menyelenggarakan fungsi–fungsi penegakan hukum di laut yang meliputi: angkutan, keselamatan kapal, kenavigasian, kepabeanan, keimigrasian, kesehatan, karantina, pencemaran laut, dan tindak pidana di laut.

(2) Pelaksanaan penegakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Penjaga laut yang merupakan otoritas nasional, memiliki kewenangan operasional penuh, terpadu dan dalam satu komando.

(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Pengadilan Kelautan

Pasal 28

(1) Pelanggaran dan atau perselisihan atas ketentuan-ketentuan hukum di semua perundang-undangan kelautan yang berlaku diselesaikan oleh Pengadilan Kelautan yang berada di lingkungan peradilan umum.

(2) Hak dan kewenangan Pengadilan Kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29

(1) Badan atau lembaga lain yang disyaratkan oleh Undang-Undang ini harus dibentuk selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.

(2) Sebelum terbentuknya badan atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), badan atau lembaga yang sudah ada tetap berfungsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 30

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Undang–undang maupun peraturan di bidang kelautan yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku selama peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini belum dikeluarkan dan sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

(14)

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 31

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal ………

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd

DR. H. SOESILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta

pada tanggal …………..

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAM REPUBLIK INDONESIA

ttd

(15)

PENJELASAN ATAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN …

TENTANG KELAUTAN I. UMUM

Pada saat diproklamasikan laut teritorial negara Republik Indonesia lebarnya 3 (tiga) mil laut diukur dari garis air terendah. Akibatnya, antara pulau Jawa dan Sumatera yang lebarnya lebih dari 6 mil laut, terdapat laut bebas. Artinya kapal-kapal perang asing dapa bebas berlalu lalang di perairan tersebut. Dengan Deklarasi Djuanda tahun 1957, nera Republik Indonesia menyatakan bahwa laut teritorialnya lebarnya 12 mil laut diukur dari garis yang menghubungkan ujung-ujung terluar kepulauan indonesia. Dengan Deklarasi ini terwujud kesatuan wilayah Indonesia.

Konsep negara ekpulauan yang dijadikan dasar penetapan garis dasar, diperjuangkan pada Konverensi Hukum Laut. Pertama kali diadakan di Jenewa tahun 1958. Konverensi ini gagal menetapkan lebar laut teritorial. Koverensi kedua diadakan juga di Jenewa pada tahun 1960. Konverensi ini dimanksudkan untuk menyelesaikan masalah yang belum terpecahkan dalam konverensi pertama, khususnya mengenai lebar laut teritorial. Pada waktu itu negara-negara menetapkan lebar laut teritorial beragam antara 3 mil hingga 200 mil laut.

Baru pada sidang ke-12 di Caracas, Konverensi yang ketiga yang diselenggarakan dari tahun 1973 hingga tahun 1982, Konverensi berhasil menyepakati Konverensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Lsut (UNCLOS). Dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 1985, konvensi tersebut disahakan oleh Presiden Republik Indonesia.

Dengan mengesahkan UNCLOS, maka wilayah perairan Indonesia yang meliputi laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalam menjadi 3,1 juta km2. Sedangkan

luas Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) adalah 2,7 km2. potensi sumberdaya alam

hayati dan non-hayati yang terkandung baik dalam wilayah perairan Indonesia maupun ZEEI sangat besar.

Kelautan meliputi berbagai sektor seperti: perhubungan laut, perikanan, sumberdaya manusia, penelitian dan pengembangan, dan lain-lain. Memenuhi berbagai tuntutan kebutuhan, berbagai undang-undang yang mengatur kelautan seperti: perikanan, pelayaran, telah diberlakukan. Namun kelautan belum pernah diatur secara terpadu.

Undang-undang tentang Kelautan ini diharapkan dapat memadukan pengelolaan laut melalui perencanaan pembangunan kelautan yang merupakan bagian dari perencanaan pembangunan nasional dan penegakan hukum oleh satu badan. Perencanaan pembangunan kelautan didasarkan pada sasaran seberapa besar peran kelautan dalam pendapatan nasional. Kemudian sasaran tersebut dijabarkan ke dalam sasaran-sasaran sektor kelautan.

Berbagai instansi seperti: TNI Angkatan Laut, Kepolisian Republik Indonesia, Bea dan Cukai, Kesehatan, dan lain-lain, menangani penegakan hukum di laut. Telah lebih dari

(16)

30 tahun penegakan hukum di laut dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). Namun ternyata bahwa penanganan oleh badan koordinasi tersebut tidak efektif. Oleh karenanya penegakan hukum di laut dilaksanakan oleh badang tunggal yang disebut Penjaga Laut yang melaksanakan seluruh aspek penegakan hukum di laut. Berbagai pelanggaran dan perselisihan atas ketentua-ketentua hukum di laut perlu diselesaikan oleh Pengadilan Kelautan yang berada dalam lingkungan Peradilan Umum. Dilihat dari strukturnya seharusnya undang-undang kelautan merupakan undang-undang pokok. Namun karena sesuai undang-undangn Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bentuk undang-undang pokok tidak ada lagi, maka meskipun tidak dinyatakan sebagai undang-undang pokok. Namun Undang-undang Kelautan merupakan rujukan bagi Undang-undang-Undang-undang yang mengatur sektor-sektor laut tertentu. Berbagai hal telah diatur secara nasional seperti: Sistem Pendidikan Nasional, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Sistem Nasional Penelitian Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pengaturnya di bidang kelautan yaitu: Sistem Pendidikan Kelautan, Sistem Perencanaan Pembangunan Kelautan, Sistem Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan, dan lain-lain, perlu diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.

Undang-undang Kelautan ini meliputi pengaturan dan pengelolaan kelautan Indonesia yaitu tentang:

a. Kedaulatan dan Hak Berdaulat Negara di laut dalam Yurisdiksi Nasional dan Keikutsertaan dalam Pemanfaatan di Laut Bebas dan Kawasan.

b. Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan. c. Tata Ruang Kelautan.

d. Pemanfaatan dan Pendayagunaan Laut. e. Perlindungan dan pelestarian Lingkungan Laut.

f. Perlindungan dan Penanggulangan Bencana Alam di Laut. g. Tatanan Hukum Kelautan.

h. Sumberdaya Manusia dan Budaya Kelautan. i. Pembangunan Kelautan.

j. Otonomi Daerah.

k. Penegakan Hukum Laut.

II. Pasal demi pasal Pasal 1

Cukup jelas Pasal 2

Pengaturan dan pengelolaan kelautan Indonesia adalah pengaturan dan pengelolaan mengenai laut dimana Negara memiliki hak dan kewenangan sepenuhnya untuk melakukan pengaturan atas wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan negara

(17)

yaitu Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan, dan Laut Teritorial Indonesia, ditambah dengan wilayah laut yang berada dibawah hak berdaulat dan yurisdiksi yaitu wilayah laut dimana negara mempunyai kewenangan yang terbatas antara lain di bidang bea cukai, imigrasi, fiskal, dan kesehatan kelautan, yang meliputi Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen.

Pasal 3

Yang dimaksud dengan “Asas tanggung jawab negara” adalah sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, yaitu Pasal 33 ayat (2) menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pengertian dikuasai ini bukan dimiliki tetapi mengelola sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab negara. Ada 4 unsur dalam sebuah negara, yaitu Pemerintahan, Rakyat, Wilayah, dan Hubungan Internasional. Dalam hal asas tanggung jawab negara terhadap persoalan kelautan menunjuk pada pemerintahan karena negara sebagai konsep abstrak, sehingga tanggung jawabnya dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk mengelola laut sebagai bagian dari bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Asas tanggung jawab negara juga menunjuk pada hasil-hasil Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia tahun 1972 di Stockholm, yang salah satu hasilnya adalah Deklarasi Stockholm yang terdiri dari 27 Prinsip, yang salah satunya adalah Prinsip 21 yang berbunyi “State have, in accordance with the Charter of the United Nations and the

principles of international law, the sovereign right to exploit their own resources pursuant to their own environmental and developmental policies and the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other States or of areas beyond the limits of national jurisdiction.” Prinsip 21 Deklarasi

Stockholm ini dijadikan Prinsip 2 Deklarasi Rio 1992 yang menunjukkan pentingnya ketentuan tersebut, meskipun prinsip tersebut berdimensi internasional, tetapi penerapannya dapat bersifat nasional bahwa suatu negara mempunyai tanggung jawab untuk mengelola sumber daya alam nasionalnya sekaligus melestarikannya. Sedangkan menurut penjelasan Pasal 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, asas tanggung jawab negara adalah negara menjamin bahwa pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat baik generasi masa kini maupun generasi mada depan. Di lain pihak, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi wilayah negara lain serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara. Pelaksanaan tanggung jawab negara oleh pemeintah dan rakyat merupakan unsur terpenting berjalannya konsep pembangunan berkelanjutan.

Asas pembangunan berkelanjutan mulai banyak dibahas bermula dari Laporan Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan (the World Commission on Environment and Development) tahun 1987 atau Laporan ini dikenal dengan Laporan Brundtland (Brundtland Report, Brundtland adalah mantan Perdana Menteri Nowegia)

(18)

yang berjudul Our Common Future (Masa Depan Kita Bersama) yang kemudian menjadi bacaan wajib bagi semua semua pihak yang peduli terhadap lingkungan hidup global. Dalam Laporan tersebut berintikan keharusan setiap negara menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang menyatakan bahwa “Sustainable Development means development that meets the needs of the

present generations without compromising the ability of future generations to meet their own needs”. Maksudnya adalah bahwa pembangunan berkelanjutan menjamin

kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang, yaitu sumber daya alam yang ada sekarang ini dimanfaatkan untuk generasi sekarang dan mendatang, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan di masa sekarang saja, tetapi jauh ke dapan untuk anak cucu generasi yang akan datang, sehingga penggunaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan harus menerapkan asas pembangunan berkelanjutan.

Sebenarnya istilah sustainable development sudah ada sebelum tahun 1987, yaitu yang terdapat dalam prinsip-prinsip Deklarasi Stockholm tahun 1972 dan rekomendasinya. Konferensi Stockholm tahun 1972 dilanjutkan dengan Konferensi PBB tentang Pembangunan dan Lingkungan tahun 1992 di Rio de Janeiro yang menghasilkan berbagai dokumen penting di bidang lingkungan dan pembangunan yang kemudian dijadikan standard internasional untuk mengintegrasikan pembangunan dengan lingkungan terutama oleh negara-negara maju. Salah satu hasil dari KTT Bumi 1992 itu adalah Deklarasi Rio yang merupakan bentuk penyempurnaan dari Deklarasi Stockholm.

KTT Bumi 1992 ini menimbulkan dampak yang sangat signifikan terhadap tumbuhnya kesadaran masyarakat internasional (negara) untuk peduli terhadap perlindungan lingkungan global, termasuk kesadaran lingkungan di Indonesia, yaitu hampir semua aspek sekarang harus menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia tidak terancam rusak. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 banyak mengadopsi ketentuan internasional tersebut, misalnya Pasal 1 angka 3 bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terenca yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Oleh karena itu, undang-undang kelautan ini mengharuskan semua kegiatan di bidang kelautan menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan agar kekayaan alam yang terkandung di laut kita itu bukan untuk dinikmati oleh generasi sekarang tetapi juga untuk generasi mendatang, sehingga pemanfaatan, eksplorasi, eksploitasi sumber daya laut tidak boleh dihabiskan tetapi dilestarikan. Bahkan asas pembangunan berkelanjutan sudah diadopsi dalam UUD 1945, yaitu Pasal 33 ayat (3) bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, asas keberlanjutan mengandung makna setiap orang memikul kewajibannya dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang

(19)

dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlenjutkan pembangunan. Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan menunjukkan adanya tanggung jawab negara.

Asas keterpaduan menunjukkan adanya pengintegrasian dan kesinergisan kebijakan dan pelaksanaan berbagai sektor pemerintahan pada semua tingkat pusat, pemerintahan daerah, juga termasuk keterpaduan antara kegiatan ekosistem darat dan ekosistem laut. Asas keterpaduan ini berarti menghilangkan kepentingan/arogansi sektor, tetapi membangun tanggung jawab bersama dalam mengelola sumber daya kelautan bagi kepentingan bangsa dan negara.

Asas kehati-hatian merupakan asas yang sudah diakui dan diterapkan secara internasional terutama di negara-negara maju dengan menggunakan metode dan teknologi maju. Prinsip ini diambil dari Prinsip 15 Deklarasi Rio 1992 yang berbunyi : “

In order to protect the environment, the precautionary approach shall be widely applied by States accoding to their capabilities”, yaitu bahwa untuk melindungi lingkungan

hidup, pendekatan kehati-hatian harus diterapkan oleh negara sesuai dengan kemampuanya. Prinsip kehati-hatian sudah dikembangkan dan diterapkan dalam Konvensi PBB tentang Keanekaragaman hayati tahun 1992. Asas ini dilaksanakan dalam proses AMDAL sebagaimana sudah diterapkan di Indonesia, meskipun tampaknya belum dilakukan secara sempurna, misalnya kasus penggalian pasir laut di Riau ternyata mengakibatkan kerusakan lingkungan laut, dan contoh lain, Amdal proyek reklamasi pantai utara Jawa. Kalau tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, maka akan mengakibatkan kerusakan yang luar biasa bagi ekosistem darat dan laut. Oleh karena itu, pembangunan di bidang kelautan, misalnya hotel-hotel sebagai sarana dan prasarana wisata bahari atau eksplorasi dan eksploitasi mutlak harus menerapkan asas kehati-hatian agar sumber daya kelautan tidak rusak/tercemar. Demikian dalam soal investasi di bidang kelautan.

Asas kemandirian harus memberdayakan kemampuan yang ada dan berusaha keras untuk tidak bergantung pada bantuan negara lain, sebab menerima bantuan negara atau pihak lain akan mengakibatkan kerugian bagi kepentingan nasional. Oleh karena itu, pembinaan sumber daya manusia harus terus-menerus dilakukan. Jangan sampai kekayaan laut yang melimpah itu dinikmati oleh pihak asing. Kemandiriaan harus mengembangkan capacity-building dan tekad yang kuat dari pemerintah dan semua pihak agar sumber daya laut memberikan manfaat optimal bagi kesejahteraan bangsa. Asas pengelolaan berbasis ekosistem dan ekologis bahwa suatu kegiatan oleh satu sektor atau oleh masyarakat akan menimbulkan dampak bagi kegiatan lain, misalnya kegiatan yang dilakukan di darat tanpa perhitungan dengan baik akan menimbulkan dampak negatif bagi kualitas di laut. Asas ini tidak beda dengan asas keterpaduan . Penebangan hutan secara sembarangan dipastikan akan mengakibatkan banjir atau

(20)

rusak ekosistem lain, yaitu ekosistem laut. Demikian juga suatu kegiatan harus memperhatikan pertimbangan ekologis karena saling terkait.

Asas kepentingan nasional sebagai pengganti asas cabotage karena asas Cabotage dikenal dalam pelayaran yang merupakan asas dibidang pelayaran yang sekarang ini ditangai oleh Direktoral Perhubungan Laut Departemen Perhubungan. Apabila asas ini akan dicakup dalam undang-undang ini, maka perlu dipertimbangkan pula untuk mencakup asas-asas sektoral lainnya. Oleh karena itu, penggunaan istilah Cabotage, diusulkan supaya digunakan istilah “prioritas kepentingan nasional” melakukan pembangunan di bidang kelautan ini. Selama memang masih mampu, kepentingan nasional harus diprioritaskan.

Asas berkeadilan ini berhubungan erat dengan asas peran serta masyarakat, di mana masyarakat harus menikmati sumber daya kelautan. Artinya keadilan harus dilaksanakan, jangan sampai mereka yang memiliki modal yang mampu menguasai sumber daya kelautan, sementara masyarakat yang tinggal di sekitar laut tidak mendapatkannya. Di lain pihak, masyarakat juga harus bekerja keras untuk terlibat dalam membangun sumber daya laut tersebut, sehingga terjadi keseimbangan yang pada akhirnya akan tercapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Pasal 4 Butir 1 Cukup jelas Butir 2 Cukup jelas Butir 3 Cukup jelas Butir 4

Yang dimaksud dengan “mengembangkan budaya dan atau pengetahuan kelautan” adalah merubah paradigma pembangunan berorientasi darat

(landbased oriented) ke pembangunan berorientasi kelautan (marinebased oriented).

Butir 5 Cukup jelas Pasal 5

Ayat (1)

Undang –undang yang dimaksud adalah Undang –undang no: 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Pasal 5

Ayat (2)

Undang – undang yang dimaksud adalah Undang – undang no: 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif dan Undang – undang no: 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen. Zona tambahan meliputi kepabeanan, keimigrasian, perpajakan dan sanitasi. Undang – undang no: 1 tahun 1973 yang didasarkan pada Konvensi Hukum Laut PBB yang pertama perlu disesuaikan dengan

(21)

Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982. Zona tambahan belum diatur dengan peraturan perundang – undangan.

Pasal 5 Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (2)

Batas dengan negara tetangga belum seluruhnya dituangkan dalam peraturan perundang – undangan.

Pasal 6 Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1)

Walaupun Indonesia tidak mempunyai kedaulatan atau hak berdaulat di laut lepas dan di International Sea Bed Area, namun Indonesia mempunyai kepentingan-kepentingan atas kawasan laut / samudera tersebut, terutama untuk ikut memanfaatkan kekayaan alamnya (perikanan, energi, dan mineral) dan ruangnya (pelayaran) serta lingkungannya karena sangat erat kaitannya dengan pengelolaan dan konservasi kekayaan alam di Indonesia di ZEE, Landas Kontinen dan Perairan-perairan yang berada di bawah kedaulatan dan hak-hak berdaulatnya. Dasar laut samudera di luar landas kontinen suatu negara dikelola oleh International Sea Bed Authority (ISBA) di Jamaika. Kewenangannya mencakup memberi ijin explorasi dan eksploitasi kekayaan alam di dasar laut dan tanah di bawahnya, baik mineral maupun bodyversity yang ada di dasar laut.

Pasal 7 Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 8

Ayat (1)

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan meliputi eksplorasi lingkungan laut, dan penyelenggaraan penelitian dasar dan penelitian terapan untuk meningkatkan pemahaman tentang biologi, kimiawi, fisika dan geologi laut dan pantai, proses dan interaksi laut dan pantai dengan hidrologi, cuaca, serta pengaruh laut dan pantai terhadap masyarakat dan komunitas di

(22)

lingkungan-lingkungan serta pengembangan metodologi dan instrumen untuk meningkatkan pemahaman tentang laut.

Pasal 8 Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (4) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (5) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (6)

Undang-Undang yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi.

Pasal 9 Ayat (1)

Bank Data Kelautan dikelola oleh Badan Riset Kelautan. Pasal 9 Ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 Ayat (3) Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (3) Cukup jelas Pasal 10 Ayat (4)

Undang – undang yang dimaksud adalah Undang – undang no: 24 Tahun 1992 tentang Penataan ruang

(23)

Pasal 11

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan berbagai upaya adalah baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun para pelaku usaha dalam bidang keuangan / pendanaan, sarana prasarana pengembangan SDM, pemasaran, dan lainnya.

Pasal 12 Ayat (2) Cukup jelas Pasal 12 Ayat (3) Cukup jelas Pasal 12 Ayat (4)

Undang – undang yang dimaksud adalah Undang – undang no: 31 tahun 2004 tentang Perikanan.

Pasal 13 Ayat (1)

Untuk mewujudkan armada pelayaran nasional pemerintah wajib menegakkan asas kabotage secara konsekuen, memberikan insentif fiskal, mengembangkan sistem pendanaan jangka panjang, mengoptimalkan sistem dan manajemen pelabuhan, memberikan prioritas tinggi untuk pengembangan industri galangan kapal, memperjuangkan “terms of trade“ di bidang angkutan ekspor impor yang memberikan peluang yang adil bagi pelayaran nasional, membangun sekolah-sekolah pelaut yang unggul dan berdaya saing (central of excelencies), dan memberdayakan pelayaran rakyat.

Pelayaran sebagai salah satu moda transportasi diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi pelayaran nasional, dalam rangka menunjang , menggerakkan dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memantapkan perwujudan wawasan nusantara serta memperkokoh ketahanan nasional. Terkait dengan pelayaran, Pemerintah juga melakukan pengaturan untuk mengembangkan sistem navigasi dan kepelabuhanan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat berdasarkan Sistem Transportasi Nasional (STN) dengan memperhatikan kelaziman praktek dan ketentuan hukum internasional yang berlaku

Selain itu, didalam pelaksanaannya di lapangan, Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menetapkan peraturan perundangan nasional berkenaan

(24)

dengan hak lintas-damai bagi kapal asing di laut territorial dan laut kepulauan (archipelagic waters), hak lintas-transit bagi kapal asing di Selat yang digunakan untuk pelayaran / navigasi internasional, skema pemisah lalu-lintas kapal, keselamatan pelayaran, navigasi dan pencegahan pencemaran laut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hukum laut internasional dan hukum internasional lainnya yang berlaku.

Pasal 13 Ayat (2)

Di bidang pelayaran, pada umumnya negara mempunyai fungsi-fungsi : sebagai Negara Pelabuhan (port state), sebagai negara pantai (coastal state) dan sebagai Negara bendera (flag state). Ketiga fungsi tersebut mengendung aspek publik, aspek keperdataan dan aspek ekonomi. Oleh karena itu dalam mengatur bidang pelayaran, ketiga aspek tersebut perlu mendapatkan pengaturannya yang merujuk kepada Undang-undnag ini. Karena bidang pelayaran aspek-aspek hukum internasionalnya cukup dominan, maka pengaturan bidang pelayaran harus memperhatikan norma-norma hukum internasional sebagaimana tercantum dalam konvensi-konvensi internasional dan kebiasaan-kebiasaan dalam praktek pelayaran.

Yang dimaksud aspek publik antara lain : peraturan-peraturan yang berkaitan dnegan perjanjian pengangkutan di laut dengan segala jenisnya, asuransi laut, hak jaminan atas kapal dan klaim-klaim maritim. Yang dimaksud dengan aspek ekonomi yaitu peraturan-peraturan yang ditujukan melindungi dan mengembangkan armada niaga nasional termasuk pelayaran rakyat, antara lain peraturan-peraturan yang berkaitan denan azas cabotage, pangsa muatan (fairshare), pengutamaan muatan (cargo preference), subsidi pemerintah baik aspek teknis maupun aspek operasional. Pengaturan di bidang pelayaran tersebut di atas merupakan sub sistem dari sistem transportasi nasional yang ditata secara dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan. Dalam melaksanakan pengembangan sistem pelayaran seperti yang dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan berbagai kebijakan dan peraturan dibidang perdagangan,keuangan termasuk perpajakan, perhubungan, perindustrian, energi dan sumber daya mineral serta pendidikan dan latihan yang pokok-pokok pengaturannya ditetapkan dalam satu Undang-undang.

Undang – undang yang dimaksud adalah Undang – undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

Pasal 14 Ayat (1)

Sedimen-sedimen di bawah laut dan kondisi geografi kelautan mengandung potensi yang besar untuk dapat dikembangkan sebagai energi alternatif non konvensional dan termasuk sumberdaya kelautan non hayati yang dapat diperbaharui yang memiliki potensi untuk dikembangkan di kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Jenis energi kelautan yang berpeluang dikembangkan adalah:

(25)

energi gelombang, energi pasang surut dan arus, energi angin, energi konversi perbedaan suhu dan perbedaan salinitas.

Didalam melakukan pengembangan dan pemanfaatan, pemerintah

wajib memperhatikan peraturan perundangan dan ketentuan hukum laut internasional dan atau perjanjian-perjanjian internasional dengan Negara atau lembaga internasional yang berlaku.

Pasal 14

Ayat (2)

Undang – undang dimaksud adalah Undang – undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan.

Pasal 14 Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 15 Ayat (1)

Penyelenggaraan kepariwisataan kelautan dilaksanakan oleh pemerintah guna menunjang penerimaan keuangan, devisa negara, memperkenalkan dan meningkatkan kebudayaan nasional di dunia internasional serta membantu menjaga keutuhan bangsa dan negara Indonesia.

Pemerintah mengembangkan kepariwisataan kelautan sebagai sub sistem dari sistem kepariwisataan nasional dengan memanfaatkan dan mengelola kekayaan dan keindahan laut yang diminati oleh wisatawan dalam dan luar negeri serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi berdasarkan tata ruang wilayah dilaksanakan dengan asas kelestarian, berkelanjutan, keterpeliharaan, memperhatikan aspek ekologis kawasan dan melibatkan peran serta masyarakat adat, masyarakat lokal, dan masyarakat pesisir sebagai pemangku kepentingan.

Untuk mewujudkan Indonesia sebagai salah satu tujuan wisata dunia, antara lain pemerintah mengkoordinasikan dan memfasilitasi upaya, antara lain:

1. Memberikan kemudahan kapal-kapal/ perahu pariwisata ke dan dari laut Indonesia (cruising approval for Indonesian territory) sehingga tercipta laut Indonesia “terbuka” bagi wisatawan.

2. Memudahkan pengurusan kepabeanan, imigrasi, kepelabuhanan, dan karantina pada pelabuhan umum / khusus;

3. Membangun kerjasama antar daerah dalam mengembangkan rangkaian kegiatan dan rangkaian kawasan tujuan wisata.

4. Mengembangkan armada kapal-kapal pariwisata yang berbasis di Indonesia.

5. Mendorong pengembangan usaha kepariwisataan di dalam dan diluar negeri di bidang produksi, pemasaran, keuangan, sarana prasarana, SDM dan lainnya.

Sarana dan prasarana dari penyelenggaraan kepariwisataan kelautan dimaksud pada ayat (1) diatas, meliputi diantaranya kapal-kapal, pesawat terbang wisata, pelabuhan-pelabuhan, bandara khusus, perhotelan, agen perjalanan, jaringan

(26)

dan media pemasaran, moda dan sistem transportasi, sumberdaya manusia pelaksana yang terlatih dan handal, keimigrasian, kesehatan, tempat-tempat termasuk pulau-pulau dan laut objek wisata dan kondisi usaha yang kondusif, khususnya aspek kenyamanan, keamanan dan politis.

Pasal 15

Ayat ( 2)

Undang – undang dimaksud adalah Undang – undang no: 5 tahun 1984 tentang Kepariwisataan.

Pasal 16 Ayat (1)

Pengaturan pengelolaan dan pengembangan industri kelautan yang dilakukan oleh Pemerintah adalah bertujuan untuk menunjang pembangunan nasional yang lebih berorientasi kepada dan berwawasan kelautan sesuai dengan kondisi geographis NKRI , guna dapat melaksanakan pemberdayaan dan pemanfaatan kelautan dan sumberdaya alam yang terkandung didalamnya dengan teknologi kelautan yang diperlukan dan tepat guna, termasuk pemanfaatan laut bebas di kawasan sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut internasional yang berlaku.

Industri kelautan antara lain meliputi : industri bangunan lepas pantai, perbaikan bangunan lepas pantai, industri kapal /perahu, industri motor pembakaran dalam untuk kapal, industri peralatan dan perlengkapan kapal, industri perbaikan kapal, industri pemotongan kapal, rancang bangun dan perekayasaan industri kelautan, industri pengalengan ikan dan biota laut lainnya, industri pengaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya, industri pengasapan ikan dan biota perairan lainnya, industri pembekuan ikan dan biota perairan lainnya, industri pemindangan ikan dan biota perairan lainnya, industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota perairan lainnya.

Pasal 16 Ayat (2) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (3)

Undang – undang dimaksud adalah Undang – undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.

Pasal 17

Ayat (1) Cukup jelas Pasal 17

(27)

Ayat (2)

Pemerintah mengatur, mengawasi dan melindungi benda-benda historis, arkeologis dan benda berharga lainnya termasuk kapal karam dan isi didalamnya yang terdapat di laut wilayah / yurisdiksi nasional dan di luar wilayah laut / yurisdiksi nasional, sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut internasional yang berlaku.

Usulan Dari Team Internasional Aset (Ina) :

(1) Semenjak proklamasi 17 Agustus 1945, semua benda arkeologis, bersejarah dan benda – benda berharga lainnya termasuk kapal karam yang berada di wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan penuh Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah milik bangsa Indonesia dan dikuasai oleh negara. Oleh karenanya, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengawasi,

melindungi dan mengamankan semua benda – benda arkeologis, bersejarah serta benda – benda berharga lain di wilayah laut tersebut untuk digunakan sebagai jaminan nasional sebagai jaminan kesejahteraan rakyat dan tidak boleh diperjualbelikan).

(2) Adalah tugas pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia untuk mengambil kembali seluruh dan berbagai bentuk benda – benda arkeologis, bersejarah serta benda – benda berharga yang telah berada di luar negeri maupun penguasaan perorangan atau institusi atau pemerintah asing dengan segala daya dan upaya.

(3) Temuan benda – benda arkeologis dan bersejarah serta benda – benda berharga lain yang telah berada pada perorangan dimasukan program aset sesuai dengan nilai benda tersebut. Yang merupakan bagian dari jaminan kesejahteraan rakyat atau dibeli oleh pemerintah.

(4) Sebagai Jaminan kesejahteraan rakyat, harus diinventarisir dan dipublikasikan dalam katalog harta bangsa – rakyat Indonesia secara Internasional. Pemanfaatannya melalui proses keuangan sebagai jaminan kesehatan, pendidikan, kebutuhan bahan pokok rakyat dan infrastruktur dasar (energi, penerangan, komunikasi, transportasi) di pedesaan seluruh Indonesia.

(5) Pengaturan dan realisasi sebagai jaminan kesejahteraan rakyat diatur oleh Pemerintah dan pertanggungan jawabnya harus jelas.

(6) Pelanggaran atas ketentuan ini serta pemilikan yang tidak sah merupakan tindak pidana melawan amanat pembukaan UUD’45 dan pengkianatan terhadap seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.

(7) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) s/d (7) diatas, diatur dengan peraturan perundangan dan memperhatikan perjanjian hukum-hukum terkait sepanjang untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Undang – undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda cagar budaya.

(28)

Benda cagar budaya adalah :

a. benda buatan manusia, beergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok atau bagian – bagiannya atau sisa – sisanyaaa yang betrumur sekurang – kurangnya 50 ( lima puluh ) tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang kurangnya 50 ( lima puluh _ tahun serta dianggarap mempunyai nila penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

b. benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dana kebudayaan.

United Nation Convention On The Law Of The Sea 1982 :

Semua benda – benda purbakala dan yang mempunyasi nilai sejarah yang ditemukan di kawasan harus dipelihara atau digunakan untuk kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruhan, dengan memperhatikan secara khusus hak – hak yangdidahulukan dari negara asal atau negara asal kebudayaan atau negara asal kesejarahan dan asal kepurbakalaan.

Pasal 18 Ayat (1)

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melaui tiga kegiatan:

a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan.

b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.

c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Undang–undang dimaksud adalah Undang–undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya Pasal 18

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 19

Ayat (1)

Dalam rangka penyusunan kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup kelautan wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi dan kebutuhan serta nilai – nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, misalnya perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya berfungsi pada sumber daya alam yang terdapat disekitarnya.

Undang–undang dimaksud adalah Undang–undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 19 Ayat (2)

(29)

Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1)

Belajar dari peristiwa – peristiwa bencana alam di laut yang terjadi baik yang dapat diprediksi maupun yang tidak dapat dipredikasi yang sifatnya sangat masif , luar biasa dan berdampak sangat destruktif, diantaranya tsunami, maka pemerintah wajib untuk memiliki suatu ketentuan hukum yang mengatur tentang pemantauan, penanggulangan dan rehabilitasinya serta sistem prosedur pelaksanaannya yang efisian dan efektif.

Sistem tersebut antara lain dengan cara menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan termasuk peralatan, perlengkapan yang berteknologi tepat guna dan hasil uji-coba, membuat petunjuk teknis dalam keadaan darurat (Contingency Plan), sistem peringatan dini, penyediaan sumberdaya manusia yang ahli, terlatih, sistem pengamanan lingkungan dan pengaturan logistik.

Termasuk klasifikasi bencana alam di laut , diantaranya yang utama adalah bencana Tsunami , Badai Alam yang sangat destruktif dan malapetaka laut yang sifatnya dahsat (massive / catastrophic / imminent danger) sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut internasional yang berlaku dalam sistem pendidikan dan latihan yang meliputi aspek teknis dan non teknis serta penyediaan dana keuangan yang memadai.

Ilmu yang dipelajari dalam Sistem pendidikan, pelatihan yang diperlukan untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang handal, terampil dan ahli dibidang ilmu kelautan antara lain meliputi : oceanologi, vulcanologi, geologi, biologi kelautan, hydrography, meteorologi, prosedur dan mekanisme pemantauan, penanggulangan bencana alam di laut.

Pasal 20 Ayat (2)

Pemerintah melakukan kerjasama dengan Negara lain, Lembaga Internasional yang telah mempunyai teknologi, pengalaman, peralatan, perlengkapan yang diperlukan dan memanfaatkan bantuan teknik dan pendanaan dari lembaga internasional yang berwenang.

Pasal 20 Ayat (3) Cukup jelas Pasal 21

Ayat (1)

Hukum kelautan mempunyai aspek Perdata dan Pidana yang selama ini masih tertinggal dan kurang mendapat perhatian, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Demikian juga hukum-hukum positif dibidang kelautan yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan, perlu diperbaharui. Melalui Undang-undang tentang Kelautan ini diharapkan hukum diatas dapat ditata, diperbaharui dan dikembangkan di kedua aspek. Hal-hal tersebut tentunya dengan memperhatikan ketentuan hukum internasional di bidang kelautan.

(30)

Pasal 21 Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1)

Sesuai dengan geographis Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia, maka pendidikan, pelatihan tentang kelautan dan aspek budaya kelautan perlu diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah .

Pasal 22

Ayat (2)

Undang – Undang yang dimaksud adalah Undang – undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional melalui Pendidikan dan Pelatihan. Jalur, jenjang dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat. Yang dimaksud jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi , keagamaan dan khusus.

Pasal 22 Ayat (3)

Cukup jelas Pasal 23

Ayat (1)

Indonesia sebagai Negara kepulauan selayaknya menjadi rujukan utama pembangunan karakter dan budaya bangsa.

Kebudayaan pada hakekeatnya adalah segalka kemampuan manusia dalam melahirkan konsep, ide, gagasan dan perilaku yang

menghasilkan sejumlah system nilai (intangible) dan benda (tangible) yang dijadikan sebagai acuan dalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan demikian kebudayaan yang terdiri atas 4 wujud yaitu : kebudayaan fisik, system social, system budaya dan nilai budaya perlu dikembangkan.

Budaya bahari fisik umpamanya meliputi : kapal/perahu serta peralatan penangkap ikan. Nilai budaya bahari adalah mentalitas yang menentukan perilaku, cara berfikir yang mencerminkan jiwa bahari.

Pasal 23 Ayat (2)

(31)

Pasal 24 Ayat (1)

Cukup jelas Pasal 24 Ayat (2)

Kebijakan kelautan (ocean policy) adalah kebijakan nasional yang merupakan pokok-pokok kebijakan perencanaan dan pembangunan kelautan yang menjabarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang tentang Kelautan yang selanjutnya dijadikan dasar bagi penyusunan berbagai program operasional di bidang kelautan. Adapun rencana pembangunan kelautan jangka menengah dilakukan tiap lima tahun.

Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)

Daerah dapat membentuk Dewan Kelautan Daerah dengan anggota antara lain pemangku kepentingan dan masyarakat kelautan di daerah tersebut.

Ayat (4) Cukup jelas Pasal 26

Ayat (1)

Berbagai lapisan dan lingkungan masyarakat yang berkepentingan dengan kelautan seperti masyarakat nelayan, pelaut, pengusaha di bidang berbagai industri kelautan perlu di dengar dan diikutsertakan dalam penyusunan, perencanaan, penyelenggaraan dan pengawasan pembangunan kelautan di daerah tersebut .

Pasal 26

Ayat (2)

Bank Data Kelautan Daerah diatur, dikembangkan dan dipelihara oleh Pemerintah Daerah guna dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di daerah termasuk untuk kepentingan kegiatan pemberdayaan dan pemanfaatan sumberdaya alam laut diwilayahnya.

Pasal 26

Ayat (3)

Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Pasal 27 Ayat (1)

Undang – Undang memberikan kepada beberapa Instansi Pemerintah dan aparat keamanan sebuah kewenangan di wilayah laut, misalkan kepabeanan, keimigrasian, transportasi laut khususnya aspek keselamatan kapal dan navigasi,kepolisian (“Constabulary rights”), penegakan hukum dlsb , dan didalam

(32)

prakteknya, hal tersebut menjadikan kewenangan yang tumpang tindih, satu dan lain hal karena karena tidak adanya sinergi diantara instansi – instansi , sehingga kerap kali menimbulkan kesan atau kondisi tidak atau kurang adanya kepastian hukum. Guna mengatasi hal ini, salah satu upaya adalah dikeluarkannya Undang-Undang tentang Kelautan ini yang mencoba untuk memberikan rujukan hukum yang mensinkronkan dan adanya keterpaduan secara nasional dalam penanganannya serta pengawasannya , maka perlu dibentuk suatu wadah yang bersifat nasional yang mempunyai kewenangan lintas intansi dan pengawasan dalam semua kegiatan-kegiatan di laut secara integral dalam wadah bernama Coast Guard.

Pasal 27 Ayat (2)

Pelaksanaan penegakan hukum di laut dilakukan secara fungsional dan profesional,secara terpadu,terkoordinasikan dengan baik dan terarah sehingga tidak menyebabkan terjadinya ketidak pastian hukum dan hal-hal yang sifatnya tumpang tindih. Inspeksi, investigasi dan penahanan kapal asing yang memasuki wilayah laut nasional atau diduga melakukan pelanggaran , dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum peraturan perundangan dan hukum laut internasional yang berlaku. Pasal 27 Ayat (3) Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1)

Sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan dan memberi putusan atas permasalahan kelautan yang timbul baik bersifat perdata, publik maupun pidana, perlu dibentuk suatu Pengadilan Kelautan dalam sistem peradilan nasional.

Pasal 28 Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 29

Ayat (1)

Sebelum terbentuknya Lembaga / Otoritas yag dimaksud pada ayat (1) diatas , instansi Pemerintah yang telah ada dan berwenang tetap melaksanakan fungsi dan tugas pekerjaannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Sebelum terbentuknya badan atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), badan atau lembaga yang sudah ada tetap berfungsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2)

Sanksi perdata dan sanksi pidana dari setiap pelanggaran yang terjadi terhadap ketentuan-ketentuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, diatur sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut internasional dan hukum internasional lainny ayang berlaku termasuk sanksi sebagaimana diatur dalam Konvensi internasional tentang tanggung jawab perdata pemilik kapal, dan sanksi dalam pencemaran laut.

(33)

Pemerintah dalam melaksanakan ketentuan/regime hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum laut internasional dan hukum internasional lainnya yang berlaku.

Yurisdiksi Pengadilan Kelautan yang menangani kasus-kasus pelanggaran terhadap UU Kelautan ini , diatur sesuai dengan peraturan perundangan dan hukum internasiona; yang berlaku khususnya ketentuan yang mengatur tentang pilihan hukum dan cara penyelesaian/peradilan yang berwenang dan ditunjuk untuk menangani sengketa/pelanggaran yang terjadi.

Peraturan perundangan yang telah ada dan telah mengatur pula materi hukum yang sama yang diatur dalam Undang-Undang Kelautan ini, selama tidak bertentangan secara hukum , dinyatakan tetap berlaku .

Pengadilan Kelautan merupakan bagian dari sistem peradilan/pengadilan umum nasional yang para Hakimnya dapat direkrut dari para pakar/tenaga ahli hukum laut publik dan perdata baik didalam kalangan Pengadilan ataupun dari luar baik dari kalangan Universitas, Instansi/Departemen Pemerintah ataupun dari kalangan masyarakat luas.

Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …... TAHUN…….

Disahkan di Jakarta

pada tanggal ………...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd

DR. H. SOESILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta

pada tanggal …………..

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAM REPUBLIK INDONESIA

ttd

Referensi

Dokumen terkait

Informasi terkait adanya penambahan informasi terbuka pada Daftar Informasi Publik (Kepala) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian (Kepala) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Maret

Namun, di gereja HKI Silando orientasi kepemimpinan yang mengarah pada orang yakni melayani jemaat itu belumlah memenuhi syarat penuh seperti yang dipahami oleh

menikah terhadap uang pemberian salah satu pasangan sebelum pernikahan dilangsungkan, bagaimana hak menuntut pihak pria atas uang pemberian yang dikuasai pihak wanita yang tidak

• Persentase pelaksanaan pencacahan lapangan statistik ekonomi yang tepat waktu • Persentase pemasukan dokumen / respon rate dari kegiatan statistik perusahaan •

Seksi Perparkiran dan Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b mempunyai tugas pengoordinasian penyiapan bahan perumusan, pelaksanaan,

Seorang wanita, usia 50 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan kaki tidak dapat berjalan sejak 3 minggu yang lalu. Riwayat sebelumnya pasien sering keputihan berbau

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penyelenggaran kerjasama dengan pihak ketiga adalah .... Hasil (Output)