• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deputi Bidang Ekonomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Deputi Bidang Ekonomi"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA

TRIWULAN III TAHUN 2014

(2)

PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN DUNIA

(3)

KATA PENGANTAR

Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia edisi triwulan III tahun 2014 merupakan lanjutan dari publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas.

Publikasi triwulan III tahun 2014 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan III tahun 2014. Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia, khususnya Tiongkok, Jepang dan Singapura. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III tahun 2014 dan perkembangan ekonomi Indonesia dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, serta industri dalam negeri. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai.

Jakarta, November 2014

(4)
(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... III DAFTAR TABEL ...VII DAFTAR GAMBAR ... X

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ... 1

Perkembangan Ekonomi Dunia... 2

Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat... 3

Perkembangan Ekonomi Uni Eropa ... 6

Perkembangan Ekonomi Asia ... 9

Perekonomian Tiongkok ... 11

Perekonomian Jepang ... 13

Perekonomian Singapura ... 15

Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia... 17

BOX 1 ... 20

PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA ... 23

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ... 23

Indeks Tendensi Konsumen ... 27

Indeks Keyakinan Konsumen ... 28

Perkembangan Konsumsi dan Produksi Semen... 29

Perkembangan Konsumsi Kendaraan Bermotor ... 31

Neraca Pembayaran Indonesia ... 32

Tingkat Pengangguran Indonesia... 34

BOX 2 ... 36

BOX 3 ... 38

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA ... 41

Pembiayaan Utang Pemerintah ... 41

Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang ... 41

Posisi Utang Pemerintah ... 42

Surat Berharga Negara (SBN) ... 43

Pinjaman ... 46

(6)

Isu Terkini ... 49

Indonesia Paling Diminati Investor AS ... 49

Singapura Tempat Terbaik untuk Berbisnis, Indonesia Peringkat 114 ... 50

Sudah Ada 88 Gudang Terapkan Sistem Resi Gudang ... 51

Kemendag Pangkas Target Ekspor 2014 ... 51

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN ... 52

Perkembangan Ekspor ... 52

Perkembangan Impor ... 55

Perkembangan Neraca Perdagangan ... 58

Kondisi Bisnis Indonesia Triwulan II Tahun 2014 ... 61

Perkembangan Harga Domestik ... 62

Perkembangan Harga Komoditi Internasional ... 62

PERKEMBANGAN INVESTASI ... 65

Perkembangan Investasi ... 65

Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2014 ... 66

Realisasi Per Sektor ... 66

Realisasi Per Lokasi ... 68

Realisasi per Negara ... 70

Perkembangan Kerjasama Ekonomi Internasional ... 70

Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia ... 70

Perkembangan Ekspor Impor dalam Kerangka ASEAN-Tiongkok FTA ... 71

Ekspor ASEAN Ke Tiongkok ... 71

Impor ASEAN Dari Tiongkok ... 72

Perkembangan Ekspor dan Impor dalam Kerangka ASEAN FTA ... 74

Ekspor Impor Indonesia- ASEAN ... 74

Perdagangan Antar Negara ASEAN ... 75

PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER ... 77

Perkembangan Moneter Global ... 77

Perkembangan Moneter Domestik ... 77

Inflasi ... 79

(7)

Inflasi Domestik ... 79

Nilai Tukar Mata Uang Dunia ... 80

Indeks Harga Saham ... 81

Indeks Harga Komoditas Internasional ... 82

Harga Bahan Pokok Nasional ... 83

Respon Kebijakan Moneter ... 84

SEKTOR PERBANKAN ... 85

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) ... 87

Laporan Perkembangan Sektor Industri Triwulan III Tahun 2014 ... 90

Pertumbuhan Industri Pengolahan Nonmigas ... 90

Penanaman Modal Dalam dan Luar Negeri ... 95

Data Penjualan Komoditas Industri Utama ... 99

Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri ...100

Tenaga Kerja Sektor Industri ...102

Purchasing Manufacturing Index (PMI) ...104

Jumlah Wisatawan ...107

LAMPIRAN ... 109

Lampiran 1: Inflasi Global ...110

Lampiran 2: Inflasi Domestik ...111

Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) ...112

Lampiran 2: Inflasi Domestik (lanjutan) ...113

Lampiran 3: Nilai Tukar Mata Uang ...114

Lampiran 4: Indeks Saham Global ...115

Lampiran 5: Indeks Harga Komoditas Internasional ...117

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF ... 2

Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) ... 5

Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel) ... 17

Tabel 4. Kronologi Wabah Ebola Tahun 2011-2014 ... 21

Tabel 5. Kerugian PDB Akibat Ebola dalam US Dollar dan Presentase Terhadap PDB Tahun 2013 ... 21

Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan III Tahun 2014 ... 24

Tabel 7. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan III Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) ... 26

Tabel 8. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan III Tahun 2014 ... 27

Tabel 9. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Januari – September 2014 ... 28

Tabel 10. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan III Tahun 2014 (Miliar USD) ... 34

Tabel 11. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Februari 2012-Agustus 2014 ... 35

Tabel 12. Tingkat Pengangguran Terbuka Februari 2008-Agustus 2014 ... 35

Tabel 13. Kerangka Ekonomi Makro 2010-2014 ... 36

Tabel 14. Realisasi Ekonomi Makro 2010-2014 ... 37

Tabel 15. Perkembangan Pembiayaan Utang Pemerintah 2009-2013 (Triliun Rupiah) ... 41

Tabel 16. Pagu dan Realisasi Pembiayaan Utang s.d. Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) ... 42

Tabel 17. Posisi Utang Pemerintah s.d. Triwulan III Tahun 2014 ... 43

Tabel 18. Persentase Pinjaman dan SBN Terhadap Total Utang Pemerintah 2009 – Triwulan III Tahun 2014 ... 43

Tabel 19. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara 2009 – Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) ... 44

Tabel 20. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara sd Triwulan III Tahun 2014 (Neto) (Juta Rupiah) ... 45

Tabel 21. Posisi Kepemilikan SBN Domestik per 31 Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) ... 46

Tabel 22. Realisasi Pembiayaan Utang Melalui Pinjaman 2009 sampai Triwulan III Tahun 2014 (Triliun Rupiah) ... 47

(9)

Tabel 23. Perkembangan Ekspor Triwulan III Tahun 2014 ... 52

Tabel 24. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun 2014 ... 53

Tabel 25. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Berdasarkan Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun 2014 ... 54

Tabel 26. Perkembangan Ekspor Non Migas ke Negara Tujuan Utama Triwulan III Tahun 2014 ... 55

Tabel 27. Perkembangan Impor Triwulan III Tahun 2014 ... 56

Tabel 28. Perkembangan Impor Non Migas Menurut Golongan Barang Terpilih Triwulan III Tahun 2014 ... 57

Tabel 29. Negara Utama Asal Impor Triwulan III Tahun 2014 ... 58

Tabel 30. Neraca Perdagangan Triwulan III Tahun 2014 ... 58

Tabel 31. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok ... 59

Tabel 32. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang ... 59

Tabel 33. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika... 60

Tabel 34. Neraca Perdagangan Indonesia-India ... 60

Tabel 35. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan III 2014 ... 62

Tabel 36. Harga dan Inflasi Komoditas Tertentu ... 62

Tabel 37. Perkembangan Harga untuk Komoditas Terpilih ... 63

Tabel 38. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan III- 2014 (persen) ... 65

Tabel 39. Realisasi PMA PMDN Tahun 2007–Triwulan III -2014 ... 66

Tabel 40. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan III- 2014 Berdasar Sektor ... 67

Tabel 41. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan III- 2014 ... 68

Tabel 42. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan III-2014 Berdasarkan Lokasi (Rp Miliar) ... 68

Tabel 43. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan III- 2014 Berdasarkan Lokasi (USD Juta) ... 69

Tabel 44. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan III-2014 ... 69

Tabel 45. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan III-2014 ... 70

Tabel 46. Status Perjanjian Ekonomi Internasional ... 70

Tabel 47. Ekspor ASEAN ke Tiongkok ... 72

Tabel 48. Impor ASEAN dari Tiongkok ... 73

Tabel 49. Ekspor dan Impor Indonesia-ASEAN ... 74

(10)

Tabel 51. Impor Bahan Baku Industri ... 94

Tabel 52. Impor Indonesia Menurut Golongan Barang ... 94

Tabel 53. Tingkat Inflasi Global (YoY) ...110

Tabel 54. Tingkat Inflasi ...111

Tabel 55. Inflasi Berdasarkan Komponen (YoY) ...111

Tabel 56. Inflasi Berdasarkan Sumbangan (Share) ...111

Tabel 57. Inflasi Berdasarkan Kelompok Pengeluaran (YoY) ...111

Tabel 58. Perkembangan Indeks Nilai Tukar ...114

Tabel 59. Perkembangan Indeks Saham Global ...115

Tabel 60. Indeks Harga Komoditas Internasional ...117

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY) ... 4

Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel) ... 19

Gambar 3.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan III Tahun 2014 Menurut Lapangan Usaha (YoY) ... 25

Gambar 4.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan III Tahun 2014 (persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) ... 26

Gambar 5. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan III Tahun 2014 ... 27

Gambar 6. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia Juli 2013 – September 2014 ... 29

Gambar 7. Perkembangan Konsumsi Semen Indonesia Juli 2013 – Juni 2014... 30

Gambar 8. Perkembangan Produksi Semen Indonesia Juli 2013 – Juni 2014 ... 31

Gambar 9. Perkembangan Konsumsi Mobil Juli 2013-September 2014 ... 32

Gambar 10. Nilai dan Volume Ekspor Hingga September 2014 ... 52

Gambar 11. Nilai dan Volume Impor Hingga September 2014 ... 55

Gambar 12. Indeks Tendensi Bisnis sampai dengan Triwulan III 2014 ... 61

Gambar 13. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia ... 85

Gambar 14. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia ... 86

Gambar 15. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ... 87

Gambar 16. Target dan Realisasi Pemberian KUR ... 88

Gambar 17. Pertumbuhan Industri Manufaktur Migas Dan Nonmigas (YoY, dalam Persen) ... 90

Gambar 18. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan III Tahun 2014 (Persen) ... 91

Gambar 19. Proporsi Subsektor Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan III Tahun 2014 ... 92

Gambar 20. Ekspor Produk Industri ... 93

Gambar 21. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Triwulan III Tahun 2014 ... 95

Gambar 22. Realisasi Proyek Investasi PMA Triwulan III Tahun 2014 ... 96

Gambar 23. Realisasi Investasi PMA Triwulan III Tahun 2014 ... 97

Gambar 24. Realisasi Proyek Investasi PMDN Triwulan III Tahun 2014 ... 98

Gambar 25. Realisasi Investasi PMDN Triwulan III Tahun 2014 ... 99

(12)

Gambar 27. Kredit Modal Kerja dan Investasi Hingga Agustus-2014 ...101

Gambar 28. Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Sektor Industri Februari 2012 – Agustus 2014 ...102

Gambar 29. Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama Agustus-2014 ...103

Gambar 30. Indikator Pembentuk PMI Triwulan III Tahun 2014 ...105

Gambar 31. Jumlah Wisatawan Mancanegara Januari-September 2014 ...107

Gambar 32.Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Triwulan III Tahun 2014 ...108

Gambar 33. Inflasi YoY 66 Kota Juli-September 2014 ...112

Gambar 34. Inflasi MtM 66 Kota Juli-September 2014 ...113

Gambar 35. Perkembangan Index Nilai Tukar (1 Januari 2004 = 100) ...114

Gambar 36. Perkembangan Indeks Saham Global ...116

(13)

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA

 Pada bulan Oktober tahun 2014, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia tahun 2014 sebesar 0,1 persen.

 Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 3,5 persen (YOY) pada triwulan III tahun 2014.

 Perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) diperkirakan tumbuh melambat 0,3 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014.

 Sepanjang bulan Juli hingga September 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 7,3 persen (YoY).

(14)

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA

Krisis global sudah berlangsung selama empat tahun, namun kondisi perekonomian global tetap rapuh, ketidakmerataan pemulihan ekonomi terus berlanjut, dan pertumbuhan advanced market masih lemah. Hal ini dipengaruhi oleh dampak krisis seperti utang pemerintah dan swasta yang tinggi di negara maju. Di sisi lain, negara berkembang berada dalam tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan tahap sebelum krisis dan pasca krisis. Perlambatan secara global digambarkan melalui berlanjutnya pelemahan ekonomi triwulan III tahun 2014 terutama di Amerika Serikat dan Eropa, serta potensi pertumbuhan yang rendah di beberapa negara emerging market. Hal ini disebabkan oleh lambatnya penyelesaian krisis Eropa, permasalahan kondisi fiskal dan utang Amerika Serikat, perlambatan investasi di Tiongkok, serta gangguan pasokan minyak global. Sementara itu, perekonomian di negara berkembang pada tahun ini diprediksi masih tetap memberi kontribusi lebih dari dua pertiga pertumbuhan global. Lemahnya pertumbuhan negara maju juga berdampak pada pertumbuhan negara-negara berkembang. Namun besarnya, permintaan domestik dan tumbuhnya keterkaitan ekonomi antar negara berkembang telah perkuat ketahanan perekonomian negara-negara berkembang.

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF

Realisasi Perkiraan Kelompok Negara 2013 2014 2015 Dunia 3,3 3,3 3,8 Negara Maju 1,3 1,8 2,3 Negara Berkembang 4,7 4,4 5,0 ASEAN-5 5,2 4,7 5,4

Amerika Latin dan Karibia 2,7 1,3 2,2 Sub Sahara Afrika 5,1 5,1 5,8 Sumber: World Economic Outlook, Oktober 2014

Pada bulan Oktober 2014, IMF mengkoreksi turun proyeksi perekonomian dunia tahun 2014 sebesar 0,1 persen. Dengan demikian, perekonomian dunia akan tumbuh menjadi sebesar 3,3 persen pada tahun 2014. Sedangkan perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2015 juga dikoreksi turun sebesar 0,2 persen, sehingga mengalami perubahan menjadi sebesar 3,8 persen. Negara dengan pertumbuhan tertinggi dan terendah pada tahun 2014 menurut proyeksi IMF adalah Turkmenistan dan Libya yang masing-masing tumbuh sebesar 10,1 persen dan terkontraksi sebesar 19,8 persen. Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi negara maju pada tahun 2014 tidak mengalami perubahan yaitu tetap sebesar 1,8 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi negara maju tahun 2015 dikoreksi turun

(15)

sebesar 0,1 atau tumbuh sebesar 2,3 persen. Sementara, proyeksi pertumbuhan perekonomian negara berkembang oleh IMF dikoreksi turun sebesar 0,1 persen pada tahun 2014, dan 0,2 persen pada tahun 2015 sehingga menjadi 4,4 persen pada tahun 2014, dan 5,0 persen tahun 2015.

Sementara itu,kondisi ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan melambat pada tahun 2014, dan pertumbuhan yang cenderung moderat pada tahun 2015. Perlambatan ekonomi mencerminkan hambatan eksternal dimana kinerja ekspor yang lebih lemah dari yang diharapkan, memburuknya terms of trade di beberapa negara, dan berbagai kendala domestik seperti pasokan yang terhambat serta ketidakpastian kebijakan menahan kepercayaan bisnis dan investasi. Proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin dan Karibia pada tahun 2014 dan 2015 dikoreksi turun sebesar 0,7 persen dan 0,4 persen. Oleh karena itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Amerika Latin dan Karibia hanya sebesar 1,3 persen pada tahun 2014, dan 2,2 persen tahun 2015.

Perekonomian di kawasan Sub Sahara Afrika cenderung menguat, meskipun pertumbuhannya bervariasi di setiap negara. Kondisi ini didukung oleh penguatan kondisi permintaan eksternal serta pertumbuhan investasi pemerintah dan swasta yang memberikan sentimen positif bagi negara-negara dengan perekonomian terbesar di wilayah tersebut. Meskipun demikian, risiko domestik seperti intensifikasi gangguan keamanan dan kerentanan kondisi fiskal di beberapa negara khususnya negara yang bergantung pada pembiayaan swasta eksternal dan ekspor sumber daya mineral, dapat memperlambat laju pertumbuhan. Selain itu, bencana kemanusiaan yang berkelanjutan dari virus Ebola di negara Guinea, Liberia, dan Sierra Leone juga menjadi ancaman bagi kondisi perekonomian. Proyeksi IMF mengenai pertumbuhan Sub Sahara Afrika dikoreksi turun 0,4 persen pada tahun 2014 dan diperkirakan tetap pada tahun 2015. Dengan demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Sub Sahara Afrika sebesar 5,1 persen pada tahun 2014, dan 5,8 persen tahun 2015.

Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat

Bureau Economic Analysis merilis revisi terakhir pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat triwulan II tahun 2014 yang sebelumnya tumbuh sebesar 4,0 persen (YoY) menjadi sebesar 4,6 persen (YoY).Ekonomi Amerika Serikat menunjukkan rebound pada triwulan II tahun 2014. Perbaikan kondisi perekonomian Amerika Serikat disebabkan oleh peningkatan belanja konsumen dan investasi bisnis. Faktor lain yang turut memberi kontribusi dengan meningkatnya belanja pemerintah dan investasi dalam pembangunan rumah. Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 3,5 persen (YOY) pada triwulan III tahun 2014, melambat dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY). Meskipun demikian, pertumbuhan ini merupakan penanda terbesar penguatan ekonomi sejak semester

(16)

II tahun 2003. Perlambatan ekonomi disebabkan oleh fluktuasi belanja pertahanan, dan penurunan permintaan domestik. Di sisi lain, investasi bisnis, belanja perumahan, dan konsumen semakin meningkat, serta defisit perdagangan berkurang.

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)

Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2014

Peningkatan PDB riil Amerika Serikat pada triwulan II tahun 2014 tercermin dari kontribusi positif pada pengeluaran konsumsi pribadi, ekspor, investasi tetap non hunian, belanja negara dan pemerintah daerah, serta kontribusi negatif dari investasi persediaan swasta. Departemen Perdagangan Amerika Serikat merilis konsumsi tumbuh 1,8 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014, setelah tumbuh 2,0 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pengeluaran Konsumsi menyumbang dua pertiga dari output Amerika Serikat. Peningkatan konsumsi Amerika Serikat sangat penting dalam meredam perlambatan permintaan eksternal. Konsumsi barang mengalami pertumbuhan 3,1 persen (YoY), dan konsumsi jasa tumbuh melambat 1,1 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014. Barang tahan lama meningkat cukup signifikan 7,2 persen (YoY), dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang naik sebesar 4,9 persen (YoY).

Belanja Pemerintah Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar 4,6 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014, meningkat tajam dibandingkan triwulan III tahun 2013 sebesar 0,2 persen (YoY). Pengeluaran pemerintah pusat meningkat tajam hingga 10,0 persen pada triwulan III tahun 2014 dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar 0,9 persen. Belanja pemerintah untuk bidang pertahanan triwulan III tahun 2014 juga meningkat tajam sebesar 16,0 persen, setelah hanya tumbuh 0,4 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2013. Kenaikan belanja pertahanan ini merupakan yang terbesar sejak tahun 2009. Sebagian besar kenaikan untuk membiayai personil, dan dukungan instalasi seperti bahan bakar, dan amunisi, sedangkan pembiayaan untuk pesawat dan kendaraan

(10,00) (5,00) 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 I II III IV I II III 2013 2014

Pertumbuhan Ekonomi Konsumsi

Investasi Ekspor

(17)

perang mengalami penurunan. Belanja pemerintah non pertahanan pada triwulan III tahun 2014 tumbuh sebesar 0,5 persen, setelah terkontraksi 3,9 persen (YoY) pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berbeda dengan jenis belanja lainnya, belanja pemerintah daerah mengalami perlambatan dengan tumbuh sebesar 1,3 persen (YoY), sedangkan triwulan III tahun 2013 tumbuh sebesar 1,1 persen (YoY). Besarnya pembiayaan untuk anggaran pertahanan menjadi kendala fiskal bagi banyak daerah termasuk ibu kota negara Washington DC.

Tabel 2. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat (YoY)

2013 2014 I II III IV I II III Pertumbuhan Ekonomi 2.7 1,8 4,5 3,5 -2,1 4,6 3,5 Konsumsi 3,6 1,8 2,0 3,7 1,2 2,5 1,8 Barang 5,9 1,3 3,5 3,7 1,0 5,9 3,1 Jasa 2,4 2,0 1,3 3,7 1,3 0,9 1,1 Investasi 7,6 6,9 16,8 3,8 -6,9 19,1 1,0 Ekspor -0,8 6,3 5,1 10,0 -9,2 11,1 7,8 Impor -0,3 8,5 0,6 1,3 2,2 11,3 -1,7 Belanja Pemerintah -3,9 0,2 0,2 -3,8 -0,8 1,7 4,6

Belanja Pemerintah Pusat -9,9 -3,5 -1,2 -10,4 -0,1 -0,9 10,0 Belanja Pertahanan -10,9 -2,1 0,4 -11,4 -0,4 0,9 16,0 Belanja Non-Pertahanan -8,2 -5,8 -3,9 -8,6 6,6 -3,8 0,5 Belanja Pemerintah Daerah 0,3 2,7 1,1 0,6 -1,3 3,4 1,3

Sumber: Bureau of Economic Analysis, 2014

Investasi Amerika Serikat mengalami perlambatan dengan kenaikan hanya sebesar 1,0 persen (YoY) dibandingkan pada triwulan III tahun 2013 yang tumbuh 16,8 persen. Hal ini disebabkan karena berakhirnya program quantitative easing setelah mendorong perbaikan dalam pasar tenaga kerja Amerika Serikat. The Fed menyalurkan USD 85 triliun per bulan ke dalam sistem keuangan untuk mempertahankan suku bunga tetap rendah dan mempertahankan proyeksi ekonomi. Berdasarkan laporan Bureau Economic Analysis, investasi mencerminkan peningkatan pertumbuhan investasi tetap hunian, invetasi tetap non hunian, investasi struktur non hunian, investasi peralatan, dan investasi produk kekayaan intelektual. Melalui kebijakan tapering off yang dicanangkan, The Fed yakin pemulihan ekonomi Amerika Serikat tetap berjalan meskipun terjadi perlambatan dan underutilization sumber daya tenaga kerja akan semakin berkurang.

Neraca perdagangan Amerikat Serikat pada bulan September tahun 2014 masih menunjukkan posisi defisit. Berdasarkan Bureau Economic Analysis, pada September tahun 2014 defisit neraca perdagangan mencapai USD 43,0 Miliar (MtM), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD 40,0 Miliar (MtM). Pada September

(18)

tahun 2014, defisit perdagangan barang turun menjadi sebesar USD 62,7 miliar, sedangkan sektor jasa mengalami penurunan surplus menjadi sebesar USD 19,6 miliar. Ekspor barang dan jasa turun USD 0,3 miliar pada bulan September menjadi USD 195,6 miliar. Kinerja ekspor barang terutama ditopang oleh peningkatan makanan dan minuman, sedangkan penurunan meliputi barang konsumsi, barang modal, industri penyedia bahan baku. Sementara itu, penurunan ekspor jasa disebabkan oleh penurunan wisata (untuk semua tujuan termasuk pendidikan), pengangkutan, jasa pelabuhan, dan tarif penumpang.

Pada September tahun 2014, impor barang dan jasa meningkat USD 0,1 miliar menjadi USD 238,6 miliar, dengan penurunan pada impor barang yang disebabkan oleh penurunan barang modal, industri penyedia bahan baku, kendaraan otomotif, suku cadang, dan mesin, serta peningkatan nya ditopang oleh barang konsumsi. Sedangkan, impor jasa berupa peningkatan biaya untuk transportasi.

Berdasarkan Bureau of Labor Statistics, jumlah pengangguran hingga bulan September tahun 2014 turun sebesar 329.000 orang (YtD) menjadi 9,3 juta orang. Bureau of Labor Statistics mengumumkan dalam dua belas bulan terakhir tingkat pengangguran turun 1,3 persen atau sebesar 1,9 juta orang. Kenaikan jumlah lapangan kerja baru tersebar luas di berbagai sektor, diantaranya pada bisnis jasa dan profesional, perdagangan ritel, serta kesehatan. Kondisi ini menandai momentum rendahnya tingkat pengangguran selama enam tahun berturut-turut. Sementara, penciptaan lapangan kerja hingga 200.000 dalam sembilan bulan terakhir merupakan yang masa terlama sejak 1994. Penurunan tingkat pengangguran diharapkan akan berimbas pada penguatan perekonomian dalam negeri dalam menghadapi perlambatan permintaan global.

Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat berdasarkan rilis laporan Oktober tahun 2014 tumbuh sebesar 1,8 persen (YoY) pada tahun 2014. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang cenderung melambat sejalan dengan perlambatan perekonomian negara maju lainnya seperti Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Namun demikian, kebijakan moneter yang akomodatif, kondisi keuangan yang baik, hambatan fiskal berkurang, dan pasar perumahan yang sehat akan mendorong pemulihan ekonomi. Sementara itu, proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dikoreksi turun 0,1 persen menjadi sebesar 2,3 persen (YoY) pada tahun 2015.Hal ini akibatkebijakan tapering off dilaksanakan the Fed pada bulan Oktober 2014 hingga pertengahan tahun 2015. Pertumbuhan lapangan kerja diproyeksikan menguat, namun pemulihan tingkat partisipasi pasar tenaga kerja akan memperlambat penurunan tingkat pengangguran.

Perkembangan Ekonomi Uni Eropa

Berdasarkan publikasi Eurostat, perekonomian 28 negara Uni Eropa (EU28) diperkirakan tumbuh melambat 0,3 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014,

(19)

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,4 persen (YoY). Perekonomian negara-negara di kawasan Eropa (EU18, yaitu kawasan yang negaranya memakai Euro sebagai mata uang) diperkirakan tumbuh sebesar 0,8 persen (YoY), sedikit menguat dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang tumbuh sebesar 0,2 persen (YoY). Pada triwulan III tahun 2014, Kawasan Eropa diperkirakan tumbuh sebesar 0,2 persen (QtQ), sedikit menguat dibandingkan triwulan I tahun 2014 yang tumbuh sebesar 0,1 persen (QtQ). Kondisi yang sama juga terjadi di kawasan Uni Eropa dengan perekonomian yang diperkirakan tumbuh sebesar 0,3 persen (QtQ), sedikit menguat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,2 persen (QtQ). Perkiraan perlambatan ekonomi Eropa disebabkan oleh masih tingginya tingkat pengangguran, lambannya penciptaan lapangan kerja baru, dan ancaman deflasi yang terjadi di sebagian besar wilayah Eropa. Pertumbuhan Ekonomi Eropa triwulan III tahun 2014 diperkirakan terus melambat hingga akhir tahun dan jauh dari stabilitas yang dibutuhkan untuk meneruskan proses pemulihan dari krisis Eropa tahun 2012. Kondisi ini mendorong Bank Sentral Eropa (ECB) untuk memperbaharui dan mengeluarkan langkah-langkah stimulus lanjutan termasuk program quantitative easing dengan membeli obligasi pemerintah.

Berdasarkan publikasi Eurostat, Rumania dan Polandia diperkirakan menjadi negara di kawasan Eropa yang mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan III tahun 2014, yaitu masing-masing sebesar 1,9 persen (QtQ) dan 0,9 persen (QtQ). Sementara itu perekonomian Jerman diperkirakan menguat sebesar 0,1 persen (QtQ), dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang terkontraksi hingga 0,2 persen. Siprus menjadi negara yang diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi paling dalam pada triwulan III tahun 2014 yang besarnya 0,4 persen (QtQ). Perekonomian Italia diperkirakan juga mengalami kontraksi cukup dalam yaitu sebesar 0,1 persen (QtQ). Sedangkan Austria diperkirakan mengalami stagnasi dengan tidak mengalami pertumbuhan ekonomi pada triwulan III tahun 2014, dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal yang mengejutkan terjadi pada triwulan III tahun 2014, dimana perekonomian Yunani dan Spanyol tumbuh sebesar 0,7 persen (QtQ) dan 0,5 persen (QtQ), menguat dibandingkan triwulan sebelumnya. Ekspansi perekonomian kedua negara tersebut merupakan yang pertama sejak triwulan II tahun 2008.

Pada bulan September 2014, indeks harga sektor industri dari keseluruhan industri di kawasan Eropa maupun Uni Eropa kembali mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh sebesar 0,2 persen (YoY), dan 0,1 persen (YoY). Sementara, produksi industri di kawasan Eropa maupun Uni Eropa mengalami sedikit penguatan dengan pertumbuhan sebesar 0,6 persen (YoY), dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Produksi industri kembali menguat disebabkan oleh peningkatan produksi barang modal dan barang tidak tahan lama yang naik sebesar 2,0 persen, serta barang setengah jadi yang cenderung stabil dibandingkan bulan September 2013. Kenaikan pertumbuhan produksi sektor industri di kawasan Uni

(20)

Eropa diakibatkan oleh peningkatan barang modal sebesar 2,1 persen, barang tidak tahan lama sebesar 1,2 persen, serta barang setengah jadi sebesar 0,5 persen dibandingkan September tahun 2013.

Perekonomian Eropa secara umum mengalami surplus neraca perdagangan pada bulan Agustus 2014. Kawasan Eropa mengalami surplus yang besarnya EUR 9,2 miliar, meningkat dibandingkan bulan Agustus 2013 yang besarnya EUR 7,3 miliar. Pada bulan Agustus 2014, Negara-negara Uni Eropa juga mengalami surplus sebesar EUR 8,9 miliar, meningkat signifikan dibandingkan bulan Agustus 2013 yang defisit sebesar EUR 2,3 miliar. Sejalan dengan tren positif neraca perdagangan Eropa, volume perdagangan ritel pada Agustus tahun 2014 di kawasan Eropa meningkat sebesar 1,9 persen (YoY) dan 2,5 persen (YoY) di Uni Eropa dibandingkan bulan Agustus 2013. Hal ini disebabkan oleh kenaikan sektor non makanan sebesar 3,6 persen. Sementara, bahan bakar kendaraan bermotor dan sektor makanan, minum, dan tembakau turun masing-masing sebesar 0,2 persen. Di sisi lain, peningkatan volume perdagangan Uni Eropa sebesar 2,5 persen (YoY) diakibatkan oleh sektor non makanan naik sebesar 4,9 persen, sektor makanan, minuman, dan tembakau bergerak stabil, serta bahan bakar kendaraan bermotor turun sebesar 0,5 persen. Kondisi fiskal di kawasan Eropa maupun Uni Eropa menunjukkan sedikit perbaikan. Pada sisi defisit anggaran pemerintah terhadap PDB triwulan II tahun 2014, defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di kawasan Eropa menjadi sebesar 2,5 persen, menurun dibandingkan triwulan I tahun 2014 sebesar 2,7 persen. Defisit anggaran pemerintah terhadap PDB di Uni Eropa juga menurun dari triwulan I tahun 2014 sebesar 3,1 persen menjadi 3,0 persen pada triwulan II tahun 2014. Perbaikan fiskal di kawasan Eropa maupun Uni Eropa tidak diiringi oleh membaiknya kondisi tingkat utang terhadap PDB. Pada triwulan II tahun 2014, di kawasan Euro tingkat utang mencapai 92,7 persen dari GDP, meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 91,9 persen. Sejalan dengan peningkatan tingkat utang terhadap PDB di kawasan Eropa, Uni Eropa juga mengalami kenaikan tingkat utang sebesar 87,0 persen terhadap PDB dibandingkan triwulan I tahun 2014 sebesar 86,0 persen. Pada pertengahan tahun 2014, Italia, Portugal, dan Irlandia menjadi negara dengan tingkat utang terhadap PDB tertinggi yaitu masing-masing sebesar 133,8 persen; 129,4 persen; dan 116,7 persen. Sementara itu negara dengan tingkat utang terhadap PDB terendah adalah Estonia sebesar 10,5 persen, dan Luxemburg sebesar 23,1 persen.

Perlambatan perekonomian negara-negara di kawasan Eropa tidak secara langsung menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran. Tingkat pengangguran di kawasan Eropa pada bulan September tahun 2014 mencapai 11,5 persen (YoY), menurun dibandingkan bulan September 2013 sebesar 12,0 persen (YoY). Tingkat pengangguran pada bulan September 2014 merupakan yang terendah sejak bulan September 2012. Sedangkan, tingkat pengangguran di Uni Eropa pada bulan

(21)

September 2014 sebesar 10,1 persen, menurun dibandingkan bulan September 2013 sebesar 10,8 persen. Eurostat mengestimasi jumlah tenaga kerja laki-laki maupun perempuan di Uni Eropa berjumlah 24.512 juta orang, di mana 18.347 juta orang berada di kawasan Eropa. Jumlah orang yang menganggur di Uni Eropa turun sebesar 1.818 juta orang, dan 826.000 di kawasan Eropa jika dibandingkan dengan bulan September 2013. Tingkat pengangguran tertinggi terdapat di Yunani (26,4 persen pada Juli 2014), dan Spanyol (24,0 persen). Sementara itu tingkat pengangguran paling rendah adalah Jerman (5,0 persen), dan Austria (5,1 persen). Proyeksi IMF terhadap pertumbuhan ekonomi Uni Eropa pada bulan Oktober 2014 dikoreksi turun 0,2 persen menjadi sebesar 1,4 persen pada tahun 2014. Pertumbuhan ekonomi Uni Eropa diproyeksikan turun 0,1 persen menjadi tumbuh sebesar 1,8 persen pada tahun 2015. Pertumbuhan perekonomian cenderung tidak merata di seluruh kawasan Eropa. Hal ini mencerminkan fragmentasi keuangan, neraca sektor publik dan swasta yang terganggu, serta tingkat pengangguran yang masih tinggi dibeberapa negara. Namun demikian, penurunan fiscal drag, kinerja kredit yang membaik, dan kebijakan suku bunga rendah di beberapa negara utama dapat mendorong pemulihan ekonomi. Sementara itu, tingkat inflasi di kawasan Eropa pada bulan Agustus 2014 di bawah ekspektasi, sehingga European Central Bank memutuskan untuk memangkas suku bunga, pelonggaran target kredit dan melakukan langkah-langkah pelonggaran lainnya untuk meningkatkan likuiditas.

Perkembangan Ekonomi Asia

Perlambatan aktivitas ekonomi di beberapa negara industri terbesar pada semester I tahun 2014, menyebabkan perekonomian Asia secara keseluruhan diperkirakan hanya tumbuh pada kecepatan tetap (steady pace). Namun demikian, kondisi ekonomi Asia diperkirakan membaik pada semester II tahun 2014 sejalan dengan kenaikan permintaan domestik, dan investasi swasta Amerika Serikat, penguatan ekonomi Jepang akibat rencana stimulus fiskal dan kenaikan permintaan domestik, serta perlambatan perekonomian Tiongkok melalui tingkat konsumsi yang stabil dan rencana pemerintah Tiongkok menstabilkan investasi dan menaikkan permintaan eksternal. Pemerintah di negara-negara Asia harus melaksanakan reformasi guna mengurangi hambatan struktural, meningkatkan produktivitas dan belanja konsumen, sehingga terhindar dari ketidakpastian permintaan eksternal, remittances, dan arus modal keluar.

Pada bulan September 2014, ADB menunjukkan bahwa pertumbuhan negara-negara berkembang Asia pada tahun 2014 tetap sebesar 6,2 persen. Hal ini disebabkan Tiongkok tumbuh stabil meskipun pada level moderat yang berkelanjutan dan terjadinya perlambatan ekonomi di negara-negara maju. Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Selatan di perkirakan akan tumbuh lebih cepat dibandingkan kawasan lain di Asia. Sementara, pertumbuhan ekonomi di Asia Timur tetap mendatar,

(22)

7,4

6,1 6,1 6,2 6,2 6,4 6,4

2011 2012 2013 2014

ADO update2014 2015 ADO update2015

sedangkan Kawasan Asia Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan pelemahan. Proyeksi ADB juga mengenai pertumbuhan negara-negara berkembang di Asia tahun 2015 adalah sebesar 6,4 persen. Hal ini disebabkan pertumbuhan Tiongkok cenderung moderat, dan perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi India di tahun 2015.

ADB memprediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur cenderung mendatar tetap sebesar 6,7 persen pada tahun 2014 dan 2015. Kondisi ini disebabkan oleh kenaikan ekspor netto dan perlambatan sektor properti di kawasan tersebut, sedangkan stimulus ekonomi serta peningkatan permintaan internal dan eksternal Tiongkok diharapkan dapat mempertahankan momentum pertumbuhan. Sementara itu, estimasi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan mengalami kenaikan sebesar 0,1 persen menjadi sebesar 5,4 persen pada tahun 2014. Pada tahun 2015, prediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan dikoreksi naik sebesar 0,3 persen atau sebesar 6,1 persen. Perekonomian kawasan Asia Selatan semakin membaik disebabkan oleh setimen positif terhadap pemerintahan baru India yang melaksanakan reformasi sosial di bidang ekonomi, sehingga dapat mengakhiri stagnasi pertumbuhan ekonomi dan invetasi di negara tersebut. Disisi lain, pertumbuhan ekonomi di negara Bangladesh, Nepal dan Pakistan diperkirakan semakin menguat.

Gambar 1. Proyeksi Pertumbuhan GDP untuk Negara Berkembang Asia

Kawasan ASEAN mengalami penurunan estimasi pertumbuhan sebesar 0,4 persen, yaitu menjadi 4,6 persen pada tahun 2014. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara dikoreksi turun sebesar 0,1 persen atau menjadi sebesar 5,3 persen. Perekonomian di kawasan Asia Tenggara cenderung menunjukkan pertumbuhan yang merata di hampir semua kawasan, walaupun beberapa negara mengalami perlambatan akibat lambatnya investasi tetap, pengeluaran pemerintah, penurunan pemintaan komoditas ekspor global seperti batu bara, karet, dan kelapa sawit, serta permintaan domestik yang melemah akibat guncangan di dalam negerinya. Indonesia dan Thailand sebagai perekonomian terbesar di kawasan ASEAN telah membawa pertumbuhan regional melemah dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan

(23)

ekonomi Indonesia sempat melemah hingga sebesar 5,2 persen pada triwulan I tahun 2014 atau terendah sejak tahun 2009. Kondisi ekonomi Indonesia diperkirakan menguat sejalan dengan setimen positif terhadap reformasi yang akan dilaksanakan pemerintah baru, peningkatan ekspor, dan penurunan defisit transaksi berjalan. Sementara itu, faktor kekacauan politik di Thailand yang ditandai dengan pengambilalihan kekuasaan oleh militer dari pemerintah berdampak pada kepercayaan konsumen dan pelaku bisnis, permintaan domestik, serta sektor pariwisata. Perekonomian Thailand diperkirakan mulai membaik pada akhir tahun 2014 seiring dengan pemulihan investasi dan perbaikan kinerja ekspor.

Perekonomian Tiongkok

Perekonomian Tiongkok secara bertahap melambat seiring dengan reformasi struktural yang kembali dilanjutkan. Sepanjang bulan Juli hingga bulan September 2014, pertumbuhan ekonomi Tiongkok mencapai 7,3 persen (YoY). Pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,5 persen (YoY). Kebijakan reformasi struktural diperkirakan akan membawa Tiongkok menuju ekspansi dalam satu tahun yang paling lambat sejak tahun 1990. National Bureau of Statistic China melaporkan bahwa telah terjadi kenaikan permintaan ekspor dan ekspansi di sektor jasa, namun tidak mampu menutupi pelemahan pasar properti, penjualan ritel menurun, dan lonjakan tingkat utang yang membebani perekonomian. Pemerintah Tiongkok memprioritaskan kestabilan ekonomi dibandingkan pertumbuhan yang tinggi. Selain itu, pemerintah Tiongkok akan mengurangi ketergantungan pertumbuhan pada kinerja ekspor dan investasi, serta lebih fokus pada target belanja konsumen dalam negeri.

Pertumbuhan ekonomi yang bergerak stabil mencerminkan efek kebijakan yang dimulai pada pertengahan tahun 2013 yaitu mendorong share terus bergeser dari sektor manufaktur ke sektor jasa dari sisi penawaran, dan sektor investasi ke sektor konsumsi di sisi permintaan, serta sebagai langkah cepat untuk mengendalikan akumulasi kredit. Pencapaian dari reformasi struktural yang dicanangkan pemerintah Tiongkok diantaranya optimalisasi sektor industri, dan kenaikan permintaan domestik, serta koservasi dan pengurangan konsumsi energi. Dalam laporan yang dirilis National Bureau of Statistic China, nilai tambah industri tersier pada triwulan III tahun 2014 menyumbang 46,7 persen dari PDB dan tumbuh 1,2 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dalam periode waktu yang sama, pengeluaran konsumsi akhir menyumbang 48,5 persen dari pertumbuhan PDB, dan tumbuh sebesar 2,7 persen (YoY) dibandingkan triwulan III tahun 2013. Kesenjangan pendapatan antara rumah tangga perkotaan dan pedesaan semakin menyempit. Pada triwulan III tahun 2014, pertumbuhan riil dari pendapatan tunai per kapita rumah tangga pedesaan adalah 2,8 persen lebih tinggi dari disposable income per kapita rumah tangga perkotaan. Sementara, pendapatan per kapita rumah tangga di perkotaan adalah 2,59 kali dari rumah tangga pedesaan

(24)

atau berkurang 0,05 persen (YoY) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Demikian pula dengan konsumsi energi per unit GDP, menurun sebesar 4,6 persen (YoY).

Investasi aset tetap Tiongkok pada triwulan III tahun 2014 tumbuh 16,1 persen (YoY). Sementara itu, anggaran pemerintah dan pinjaman dalam negeri juga mengalami kenaikan tajam masing-masing sebesar 14,1 persen (YoY), dan 11,2 persen (YoY). Berbeda dengan investasi lainnya, investasi asing mengalami penurunan hingga 7,0 persen (YoY). Kondisi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Tiongkok yang fokus pada perbaikan konsumsi dalam negeri melalui penyaluran kredit, untuk mendorong pertumbuhan UMKM dan sektor pertanian. Kementerian Perdagangan Tiongkok merilis penjualan retail barang konsumsi pada triwulan III tahun 2014 tumbuh 12,0 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang tumbuh sebesar 13,6 persen (YOY). Pertumbuhan penjualan ritel ini menunjukkan kenaikan konsumsi domestik yang terus berlanjut, seiring dengan liburan nasional “Golden Week” yang sedang berlangsung. Golden week adalah liburan panjang nasional dimana jutaan masyarakat melakukan perjalanan dan berbelanja lebih banyak dari biasanya, biasanya terdapat diskon besar dan berbagai promosi.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan II tahun 2014 sebagai akibat dari reformasi struktural tidak menyebabkan kinerja neraca perdagangan Tiongkok memburuk. Perdagangan Tiongkok hingga triwulan III tahun 2014 mencapai surplus sebesar USD 231,6 miliar. Surplus neraca perdagangan Tiongkok meningkat tajam dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang besarnya USD 102,9 miliar. Kinerja perdagangan Tiongkok pada triwulanan III tahun 2014 telah melampaui perkiraan pasar. Pada triwulan III tahun 2014, ekspor naik 5,1 persen (YoY) menjadi USD 1.697,1 miliar. Sementara itu, impor juga mengalami kenaikan sebesar 1,3 persen (YoY) menjadi USD 1. 465,5 miliar. Hal ini disebabkan kenaikan impor bijih besi dan minyak mentah menjadi tertinggi kedua tahun ini. Hal ini menggambarkan penguatan kinerja ekspor, namun besarnya impor menunjukkan bahwa pertumbuhan permintaan dalam perekonomian dalam negeri masih lemah. Aktivitas manufaktur Tiongkok pada bulan Oktober 2014 mengalami perlambatan, setelah terjadi penguatan pada bulan Juli 2014. Pada bulan Oktober tahun 2014, data HSBC menunjukkan Purchasing Manager Index (PMI) mengalami penurunan menjadi 50,4 dari sebesar 52,0 pada Juli tahun 2014. Hal ini disebabkan sentimen bisnis yang cenderung negatif akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan perlambatan ekonomi, permintaan domestik juga mengalami perlambatan akibat pelemahan pasar properti, kelebihan kapasitas sektor industri, dan tingginya tingkat utang perusahaan. National Bureau of Statistic China juga merilis data PMI sebesar 50,3, lebih rendah dibandingkan bulan Juli tahun 2014 yang besarnya 51,7. Pemerintah Tiongkok mempertahankan pertumbuhan yang stabil pada sektor

(25)

manufaktur. Beberapa upaya pemerintah untuk meredam perlambatan diantaranya adalah mempercepat proyek infrastruktur berupa pembangunan bandara dan jalur rel kereta api, rumah murah, serta pemangkasan pajak untuk perusahaan skala kecil. Pada kesempatan yang sama, bank sentral Tiongkok juga memangkas giro wajib minimum perbankan, sehingga mendorong penyaluran kredit bagi sektor pertanian, UMKM, dan eksportir.

Pada Oktober 2014 IMF tidak mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok untuk tahun 2014 dan 2015, yaitu masing-masing tetap sebesar 7,4 persen (YoY) tahun 2014, dan 7,1 persen (YoY) tahun 2015. IMF berpendapat pemerintah Tiongkok akan melaksanakan beberapa kebijakan untuk menjaga kestabilan seperti, keringanan pajak untuk usaha kecil dan menengah, belanja fiskal dan infrastruktur dipercepat, dan pemotongan target rasio wajib minimum. Pada tahun 2015, IMF memperkirakan perekonomian bertransisi ke jalur yang lebih berkelanjutan dan investasi sektor perumahan terus melambat. Asian Development Outlook memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun 2014 dan 2015 juga tidak berubah, masing-masing sebesar 7,5 persen (YoY) dan 7,4 persen (YoY). ADB berpendapat kebijakan stimulus terus berlanjut dan terjadi kenaikan permintaan eksternal, penguatan konsumsi domestik, pemerataan pendapatan, serta belanja sosial yang lebih tinggi.

Perekonomian Jepang

Perekonomian Jepang yang terus stagnan mendorong pemerintah di bawah Perdana Menteri (PM) Jepang, Shinzo Abe telah mencanangkan kebijakan baru yang dikenal sebagai Abenomics. Sejak awal tahun 2013, Jepang memberlakukan perubahan rezim moneter, yaitu bank sentral Jepang menetapkan target inflasi sebesar 2,0 persen. Pemerintah Shinzo Abe mendukung perubahan ini dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural. Kebijakan fiskal yang dilaksanakan pemerintah Jepang yaitu menaikkan pajak penjualan menjadi 8,0 persen pada bulan April 2014, dan 10,0 persen pada bulan Oktober 2015. Kebijakan kenaikan pajak penjualan dilaksanakan untuk membayar tingkat utang pemerintah Jepang yang besar, di mana tingkat utang pemerintah ini merupakan terburuk di antara negara-negara maju. Sedangkan kebijakan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah Jepang salah satunya adalah dengan merelaksasi kekakuan pasar tenaga kerja.

Berdasarkan publikasi Cabinet Office, perekonomian Jepang pada triwulan III tahun 2014 diperkirakan terkontraksi sebesar 1,6 persen (YoY). Kondisi ini merupakan penurunan pertumbuhan kedua berturut-turut dan penanda awal fase resesi ekonomi. Pelemahan ekonomi Jepang disebabkan oleh pemberlakuan kenaikan pajak penjualan, penurunan tajam belanja konsumen, pelemahan ekspor dan besarnya inventori perusahaan. Seiring dengan penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang, tingkat pengangguran mengalami kenaikan. Pengangguran Jepang pada bulan September 2014 cenderung meningkat sebesar 3,6 persen (MtM)

(26)

dibandingkan bulan Agustus 2014 sebesar 3,5 persen (MtM). Namun demikian, jumlah pengangguran secara tahunan menurun hingga sebesar 9,7 persen (YoY) atau menjadi sebesar 2,3 juta orang dibandingkan bulan September 2013.

Pemerintah Jepang berada dalam posisi sulit, kenaikan pajak penjualan untuk mengurangi beban utang pemerintah semakin membuat perekonomian Jepang terpuruk. Di sisi lain, kebijakan Abenomics yang pro pengeluaran semakin menambah utang pemerintah. Oleh karena itu, perdana menteri Shinzo Abe memutuskan penundaan kenaikan pajak penjualan pada bulan November tahun 2014 hingga 18 bulan mendatang, dan mencari opsi kebijakan fiskal lain untuk memulihkan perekonomian. Sementara itu, Bank of Japan juga akan melaksanakan kebijakan untuk mendorong perbaikan ekonomi dari dampak kenaikan pajak penjualan melalui stimulus moneter. Bank of Japan akan meningkatkan pembelian obligasi tahunan pemerintah menjadi sebesar ¥ 80,0 triliun dari sebelumnya ¥ 50,0 triliun, dan invesment trust real estate Jepang menjadi sebesar ¥ 90,0 miliar, setelah sebelumnya ¥ 30,0 miliar. Stimulus moneter dilakukan agar memperluas basis moneter, dan mempertahankan pelonggaran sehingga mencapai target inflasi 2 persen. Di samping itu, Bank of Japan juga menurunkan target PDB riil untuk 0,5 persen untuk tahun keuangan yang berakhir bulan Maret tahun 2015, dari proyeksi sebesar 1,0 persen.

Pada bulan September 2014, Jepang diperkirakan kembali mengalami pelemahan defisit perdagangan dan mata uang. Publikasi Departemen Keuangan Jepang memperkirakan neraca perdagangan mengalami defisit sebesar 1,6 persen (YoY) pada bulan September 2014, dibandingkan bulan September 2013. Sementara, perdagangan Jepang mengalami defisit sebesar USD 9,0 miliar (YoY) untuk tahun fiskal yang berakhir bulan September. Defisit perdagangan tersebut menandai penguatan pertama dalam tiga bulan terakhir. Secara umum, nilai ekspor Jepang pada bulan September 2014 tumbuh sebesar 6,9 persen (YoY) dibandingkan bulan September 2013. Kenaikan ekspor komponen dari Iphone yang diproduksi Jepang, dan penjualan otomotif Jepang di pasar Amerika Utara mendorong kinerja ekspor membaik. Di lain pihak, impor juga mengalami penguatan dengan tumbuh sebesar 6,2 persen (YoY), dibandingkan bulan September 2013. Kinerja impor yang menguat disebabkan oleh kenaikan impor gas alam. Peningkatan dalam impor bahan bakar fosil untuk mengimbangi kebutuhan energi akibat penutupan pembangkit listrik tenaga nuklir pasca gempa dan tsunami pada bulan Maret 2011. Defisit neraca perdagangan tahunan Jepang juga disebabkan oleh pelemahan nilai Yen. Depresiasi mata uang dapat menarik pembeli asing dan meningkatkan keuntungan eksportir dengan pendapatan dari luar negeri. Namun, mata uang yang terdepresiasi juga mengakibatkan harga impor semakin mahal dan mempengaruhi neraca perdagangan. Pada bulan September 2014, mata uang Yen terdepresiasi terhadap

(27)

Dolar menjadi sebesar ¥ 110,0 merupakan yang terendah dalam enam tahun terakhir.

Pada Oktober tahun 2014, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2014 dari 1,6 persen menjadi 0,9 persen. Proyeksi pertumbuhan Jepang pada tahun 2015 dari IMF turun dari sebesar 1,0 persen menjadi 0,8 persen. Pola pertumbuhan pada semester pertama dipengaruhi oleh kebijakan kenaikan pajak penjualan yang berlaku pada April tahun 2014, namun hal tersebut tidak akan berlanjut pada semester berikutnya. IMF memperkirakan kontraksi yang lebih besar akan terjadi hingga akhir tahun 2014. Perekonomian Jepang pada tahun 2015, investasi swasta diperkirakan akan pulih. IMF memproyeksi pertumbuhan tetap stabil pada tahun 2015, meskipun akan terjadi penyesuaian fiskal. Sementara itu, ADB juga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Jepang pada 2014 menjadi 1,0 persen, setelah sebelumnya diprediksikan 1,3 persen. Sebaliknya, Pada proyeksi ADB, pertumbuhan ekonomi Jepang tahun 2015 naik 0,1 persen menjadi sebesar 1,4 persen. ADB memperkirakan indikator perekonomian akan tumbuh positif hingga akhir tahun, namun pertumbuhan ekonomi dipengaruhi keputusan pemerintah dan bank sentral mengenai pajak penjualan dan stimulus fiskal. Pada tahun 2015, perekonomian Jepang diperkirakan menguat, walaupun akan menghadapi berbagai risiko. ADB menyatakan skeptisisme dalam negeri atas keberhasilan reformasi struktural, stimulus fiskal, dan moneter yang sudah dilakukan bisa menggagalkan upaya untuk menghidupkan kembali perekonomian Jepang.

Perekonomian Singapura

Sebagai negara dengan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar ke Indonesia, perekonomian Singapura memberi dampak yang cukup berarti terhadap perekonomian Indonesia. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Singapura merilis pertumbuhan ekonomi negara tersebut secara tahunan pada triwulan III tahun 2014 sebesar 2,4 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan II tahun 2013 sebesar 5,0 persen (YoY).Pertumbuhan ekonomi Singapura pada triwulan III 2014 tumbuh sebesar 1,2 persen (QtQ), meningkat dibandingkan pada triwulan II tahun 2014 yaitu sebesar -0,1 persen (QtQ). Perekonomian Singapura mulai memasuki jalur “pertumbuhan moderat” disebabkan oleh perlambatan ekonomi negara maju, sektor manufaktur semakin melemah, sektor industri padat yang tertekan akibat biaya tenaga kerja yang lebih tinggi, dan ketergatungan dengan tenaga kerja asing.

Sektor manufaktur Singapura tumbuh sebesar 1,4 persen (YoY), melambat dibandingkan triwulan III tahun 2013 yang naik sebesar 5,3 persen (YoY). Pertumbuhan sektor manufaktur didukung oleh peningkatan manufaktur biomedis dan elektronik. Secara triwulanan, pertumbuhan sektor manufaktur Singapura tumbuh sebesar 1,2 persen (YoY), meningkat tajam dibandingkan triwulan II tahun 2014 yang terkontraksi sebesar 15,2 persen (YoY). Sementara, pertumbuhan sektor

(28)

konstruksi Singapura pada triwulan III tahun 2014 juga mengalami pelemahan. Pertumbuhan sektor konstruksi sebesar 1,4 persen (YoY), dibandingkan triwulan III tahun 2013 tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY). Pertumbuhan sektor konstruksi yang cenderung moderat diakibatkan oleh penurunan output konstruksi sektor swasta, yang mencerminkan pelemahan pembangunan perumahan swasta serta penurunan bangunan industri dan komersial swasta. Sektor kontruksi secara triwulanan terkontraksi sebesar 2,7 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya terkontraksi sebesar 2,4 persen (YoY).

Produksi sektor perdagangan ritel dan grosir pada bulan September 2014, tumbuh sebesar 5,5 persen (YoY), dibandingkan periode waktu yang sama tahun sebelumnya. Penguatan di sektor ini disebabkan oleh peningkatan penjualan kendaraan bermotor hingga 30,0 persen. Pertumbuhan sektor jasa makanan dan minuman Singapura bulan September 2014 terkontraksi sebesar 0,4 persen (YoY), dibandingkan bulan September 2013. Total nilai penjualan jasa makanan dan minuman pada bulan September 2014 diperkirakan sebesar USD 620 juta, lebih rendah dari bulan September 2013 sebesar USD 622 juta. Sementara, neraca perdagangan Singapura pada bulan Oktober 2014 masih menunjukkan posisi surplus. Berdasarkan Departement of Statistics Singapore, kinerja ekspor menurun dengan hanya tumbuh sebesar 7,0 persen (YoY), dibandingkan bulan Oktober tahun 2013. Di sisi lain, kinerja impor menurun dengan hanya tumbuh sebesar 5,2 persen (YoY), dibandingkan bulan Oktober 2013. Penurunan kinerja ekspor disebabkan oleh penuruan ekspor domestik non minyak, ekspor minyak domestik, dan re ekspor non minyak masing-masing sebesar 1,5 persen (YoY), 14,9 persen (YoY), dan 5,14 persen (YoY).

Pada Oktober 2014, IMF mengkoreksi perekonomian Singapura pada tahun 2014 dan 2015, turun masing-masing sebesar 3,0 persen (YoY). Dalam publikasi Asian Development Outlook 2014, proyeksi ADB terhadap pertumbuhan ekonomi Singapura tahun 2014 dan 2015 masing-masing dikoreksi turun sebesar 0,4 persen atau masing-masing tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY) dan 3,9 persen (YoY). PDB akan terus tumbuh dengan kecepatan yang moderat pada tahun 2014 dan 2015. Perekonomian yang sangat bergantung pada perdagangan ini akan mendapat keuntungan dari pemulihan ekonomi global, melalui industri berorientasi eksternal. Namun demikian, penurunan tingkat investasi, perlambatan konsumsi swasta dan sektor manufaktur akan membawa perekonomian Singapura tetap tumbuh moderat hingga akhir tahun 2014. Pengetatan pasar tenaga kerja juga masih memberi tekanan pada inflasi dan membebani industri padat karya. Monetary Authority of Singapore juga diperkirakan mengambil langkah apresiasi mata uang secara bertahap untuk meredam tekanan harga. Penurunan ekspor barang dalam negeri termasuk

(29)

minyak yang terus berlangsung, akan membawa surplus neraca perdagangan semakin mengecil hingga akhir tahun 2015.

Perkembangan Harga Minyak Mentah Dunia

Rata-rata harga minyak mentah dunia pada triwulan III tahun 2014 adalah sebesar USD 100,4 per barel menurun dibandingkan dengan rata-rata harga minyak triwulan II tahun 2014 yang mencapai USD 106,3 per barel. Selanjutnya, pergerakan harga minyak mentah Brent pada triwulan III tahun 2014 mengalami penurunan hingga USD 102,1 per barel dibandingkan triwulan II tahun 2014 sebesar USD 109,8 per barel. Penurunan juga terjadi pada harga minyak mentah Dubai dengan harga sebesar USD 101,6 per barel pada triwulan III tahun 2014 dibandingkan harga pada triwulanan II tahun 2014 yang mencapai USD 106,1 per barel. Sementara, harga minyak mentah WTI pada triwulan III tahun 2014 menurun dibandingkan harga minyak mentah WTI triwulan sebelumnya. Harga minyak mentah WTI pada triwulan III tahun 2014 sebesar USD 97,5 per barel atau menurun dibandingkan harga minyak mentah Dubai pada triwulan II tahun 2014 sebesar USD 103,1 per barel.

Tabel 3. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barel)

Rata-rata Triwulanan Rata-rata Bulanan

Harga Minyak Mentah Dunia 2014 2014

Q1 Q2 Q3 Jul Agst Sept

Crude Oil (Rata-rata) 103,7 106,3 100,4 105,2 100,1 95,9 Crude Oil; Brent 107,9 109,8 102,1 107,0 101,9 97,3 Crude Oil; Dubai 104,4 106,1 101,6 105,8 101,9 97,0 Crude Oil; WTI 98,7 103,1 97,5 102,9 96,4 93,2 Indonesian Crude Price Oil 106,5 107,2 99,7 104,6 99,5 95,0

Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM

Pada triwulan III tahun 2014, pergerakan harga minyak mentah dunia secara umum cenderung menurun. Harga minyak mentah Brent pada bulan Juli 2014 mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar USD 4,9 per barel menjadi sebesar USD 105,2 per barel. Pada bulan Agustus dan September 2014, harga minyak mentah Brent juga turun signifikan sebesar USD 5,1 per barel, dan USD 4,6 perbarel. Demikian pula harga minyak mentah Dubai pada bulan Juli 2014 turun dari USD 108,0 per barel menjadi sebesar USD 105,8 per barel. Pada bulan Agustus 2014, harga minyak mentah Dubai turun sebesar USD 3,9 per barel dan selanjutnya pada bulan September 2014 kembali mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar USD 4,9 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah WTI pada bulan Juli 2014 yang mengalami turun tipis sebesar USD 2,3 per barel menjadi sebesar USD

(30)

102,9 per barel. Pada bulan Agustus 2014 turun signifikan sebesar USD 6,5 per barel, meskipun pada bulan Juni 2014 kembali mengalami menurun sebesar 3,2 per barel.

Pelemahan harga minyak mentah dunia pada triwulan III tahun 2014 disebabkan oleh Arab Saudi sebagai produsen minyak bumi terbesar di dunia, menurunkan harga minyak mentah untuk pasar Amerika Serikat, dan menaikkan harga minyak mentahnya di pasar lain, termasuk Asia. Kebijakan Arab Saudi bertujuan untuk membidik oil shale dan mempertahankan pangsa pasar di Amerika Serikat mengingat negara ini merupakan konsumen minyak terbesar di dunia. Kebijakan ini menyebabkan harga minyak mentah WTI bearish menurun hingga mencapai USD 78,38 di bawah titik terendahnya sejak bulan Juni 2012. Demikian pula dengan kekhawatiran investor akan tingginya pasokan, dan kondisi perekonomian yang masih melambat akan semakin menekan pasar global. Namun demikian, menurunnya aktivitas sektor manufaktur dan jasa Tiongkok akan membawa sentimen negatif dengan outlook permintaan minyak mengingat merupakan konsumen minyak terbesar kedua di dunia.

Sama halnya dengan pergerakan harga minyak dunia, harga minyak dalam negeri yaitu Indonesia Crude Oil Price (ICP) pada triwulan III tahun 2014 menurun. Pada triwulan III tahun 2014, harga ICP adalah sebesar USD 99,7 per barel atau turun hingga USD 7,5 per barel dibandingkan dengan ICP triwulan II tahun 2014. Selanjutnya, harga minyak ICP pada bulan Juli tahun 2014 mengalami penurunan sebesar USD 4,3 per barel atau menjadi sebesar USD 104,6 per barel. Harga minyak ICP pada Agustus 2014 menurun sebesar USD 5,1 per barel, dan bulan September 2014 kembali mengalami penurunan sebesar USD 4,5 per barel menjadi USD 95 per barel.

Pergerakan harga minyak ICP sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Pelemahan harga minyak ICP disebabkan oleh kekhawatiran pasar atas kondisi perekonomian akibat menurunnya pertumbuhan Amerika Serikat, Tiongkok, serta ekonomi negara-negara Eropa yang cenderung stagnan. Laporan International Energy Agency bulan Oktober 2014, proyeksi permintaan minyak mentah dunia tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 92,4 juta barel per hari atau lebih rendah 0,21 juta barel per hari dibanding proyeksi bulan sebelumnya. Sementara itu, pasokan minyak mentah dunia pada bulan September 2014 juga mengalami kenaikan sebesar 910.000 barel per hari yang disebabkan oleh peningkatan pasokan baik dari negara-negara OPEC maupun negara-negara non OPEC. Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah disebabkan oleh penurunan kondisi perekonomian Jepang, permintaan minyak mentah dan produk turunan nya di Tiongkok dan India

(31)

Gambar 2. Perkembangan Harga Minyak Dunia (USD/barrel)

(32)

BOX 1

Penyakit Virus Ebola dan Dampaknya Bagi Perekonomian

Penyakit virus Ebola, yang sebelumnya dikenal sebagai demam berdarah Ebola adalah penyakit pada manusia yang disebabkan oleh virus Ebola. Virus Ebola disebarkan melalui kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh hewan yang terinfeksi (biasanya primata maupun kelelawar buah). Virus Ebola dapat menular melalui darah, muntah, feses, dan cairan tubuh dari manusia pengidap Ebola ke manusia lain. Virus ini juga ditemukan dalam urin dan cairan sperma. Infeksi akan terjadi ketika cairan-cairan tubuh tersebut menyentuh mulut, hidung, atau luka terbuka orang yang sehat. Penyakit virus Ebola pada manusia disebabkan oleh empat jenis virus di antaranya virus Bundibugyo (BDBV), virus Sudan (SUDV), virus Tai Forest (TAFV) dan virus Ebola (EBOV atau dikenal sebagai Zaire Ebola Virus). Virus Bundibugyo, Sudan, dan Zaire Ebola dikaitkan dengan wabah terbesar di Afrika. Gejala dari penyakit virus Ebola dimulai dua hari hingga tiga minggu setelah terjangkit virus, terdapat demam, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan sakit kepala. Gejala ini juga diikuti mual, muntah, diare, menurunnya fungsi liver dan ginjal, serta pendarahan. Penyakit virus Ebola memiliki risiko kematian yang tinggi, tingkat risiko kematian antara 25,0 persen dan 90,0 persen dengan rata-rata 50,0 persen. Hal ini disebabkan oleh kehilangan cairan, tekanan darah rendah, dan biasanya diikuti enam hingga enam belas hari setelah gejala muncul.

Penyakit virus Ebola pertama kali muncul pada tahun 1976, wabahnya menyebar di kota Nzara, Sudan dan kota Yambuku, Republik Demokratik Kongo. Daerah terakhir yang terkena wabah tersebut adalah sebuah desa di dekat Sungai Ebola, dan kemudian tersebut menjadi nama dari penyakit ini. Penyakit virus Ebola biasanya terjadi di daerah tropis di Sub Sahara Afrika. Menurut World Health Organization (WHO) terhitung sebanyak 1684 telah terjadi kasus sejak tahun 1976 hingga 2010. Wabah terbesar terjadi tahun 2014 dan masih berlangsung di Afrika Barat yakni negara Guinea, Sierra Leone, Liberia dan Nigeria. Hingga 29 Oktober 2014, jumlah kasus penyakit virus Ebola dilaporkan sebanyak 13.567 dengan 4.922 korban meninggal dunia. Sejak tahun 1976, wabah virus Ebola telah terjadi di sepuluh negara Afrika, di antaranya Republik Demokratik Kongo, Sudan, Gabon, Pantai Gading, Afrika Selatan, Uganda, Kongo, Guyana, Sierra Leone dan Liberia, serta Amerika Serikat dan salah satu dari Eropa, Spanyol. Selain itu, penyakit virus Ebola juga melanda Indonesia, dimana lima warga asal Jakarta, Medan, Madiun dan Kediri diduga mengidap penyakit Ebola. Namun demikian, hasil penelitian sampel darah dari lima pasien yang diduga terjangkit Ebola oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan dinyatakan negatif.

Sementara itu, penyakit virus Ebola selain menelan korban jiwa juga berdampak ekonomi yang cukup signifikan di Afrika Barat seperti penurunan tajam pada output, defisit fiskal yang tinggi, kenaikan harga, pendapatan rumah tangga riil yang lebih rendah, dan meningkatnya kemiskinan. Dampak perekonomian ini mencakup biaya kesehatan dan hilangnya produktivitas bagi negara yang terkena dampak langsung. Berdasarkan data yang dirilis oleh Bank Dunia, terdapat tiga negara yang mengalami dampak paling buruk dari wabah virus Ebola yaitu Guyana, Liberia, dan Sierra Leone.

(33)

Tabel 4. Kronologi Wabah Ebola Tahun 2011-2014

No. Negara Tahun Kasus Korban Jiwa Fatality Rate

1. Uganda 2011 1 1 100% 2. Uganda 2012 24 17 71% 3. Uganda 2012 7 4 57% 4. Republik Demokratik Kongo 2013 57 29 51% 5. Guyana 2014 1667 1018 61% 6. Sierra Leone 2014 5338 1510 28% 7. Liberia 2014 6535 2413 37% 8. Nigeria 2014 20 8 40% 9. Senegal 2014 1 0 0% 10. Amerika Serikat 2014 4 1 25% 11. Spanyol 2014 1 0 0% 12. Mali 2014 1 1 100%

13. Demokratik Kongo Republik 2014 66 49 74%

Sumber: Global Alert and Response, World Health Organization (WHO), 2014

Sementara berdasarkan The Economic Impact of the 2014 Ebola Epidemic: Short and Medium Term Estimates for West Africa oleh Bank dunia, mengenai dampak fiskal tahun 2014 pada ketiga negara tersebut cukup besar, Liberia sebesar US$ 113 juta (5,1 persen dari PDB), Sierra Leone sebesar US$ 95 juta (2,1 persen dari PDB), dan Guyana sebesar US$ 120 juta (1,8 persen dari PDB). Dimana estimasi terhadap dampak jangka pendek (2014) tersebut menggunakan data terkini untuk menginformasikan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi berdasarkan sektor. Sementara, estimasi dampak jangka menengah (2015) menggunakan skenario Low Ebola untuk menggambarkan pencegahan yang cepat dari tiga negara terkena dampak terburuk, sedangkan skenario High Ebola menggambarkan pencegahan yang lebih lambat dari tiga negara terkena dampak terburuk. Bank Dunia menyatakan jika wabah virus Ebola menyebar ke negara lain di sekitar negara terdampak dan memiliki perekonomian yang jauh lebih besar, maka kerugian bagi perekonomian secara regional mencapai US$ 32,6 Miliar pada akhir 2015.

Tabel 5. Kerugian PDB Akibat Ebola dalam US Dollar dan Presentase Terhadap PDB Tahun 2013 Dampak Jangka Pendek (2014) Dampak Jangka Menengah (2015- Low Ebola) Dampak Jangka Menengah (2015-High Ebola)

Guyana 113 juta (2,1%) -43 juta (0,7 %) 142 juta (2,3%)

Liberia 66 juta (3,4%) 113 juta (5,8%) 234 juta (12,0%)

Sierra Leone 163 juta (3,3%) 59 juta (1,2%) 439 juta (8,9%)

Total dari Ketiga

Negara 359 juta 129 juta 815 juta

(34)

 Perekonomian Indonesia kembali mengalami perlambatan pada triwulan III tahun 2014 dengan tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY).

 Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III tahun 2014 surplus sebesar USD 6,5 miliar

(35)

Perlambatan ekonomi dunia sepanjang tahun 2014 masih menekan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan risiko global akibat terjadinya tapering off di Amerika Serikat akan berdampak lebih tinggi pada negara-negara yang bergantung pada external financing dan perekonomian dengan investasi asing yang besar dalam pasar keuangan domestik seperti Indonesia. Sementara itu, Bank Dunia memperkirakan menurunnya harga komoditas akan menekan kinerja ekspor Indonesia yang masih mengandalkan ekspor komoditas. Sama dengan Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB) juga menyorot terjadinya pelemahan harga komoditas ekspor dan kebijakan stabilisasi di Indonesia yang dapat menekan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, IMF, Bank Dunia, dan ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar antara 5,2-5,3 persen pada tahun 2014.

PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Perekonomian Indonesia kembali mengalami perlambatan pada triwulan III tahun 2014 dengan tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) dan merupakan yang terendah sejak lima tahun terakhir. Pada triwulan III tahun 2013, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY). Perlambatan ini terjadi akibat pengaruh dari kondisi global dan domestik. Dari sisi global, perekonomian Tiongkok masih mengalami perlambatan dengan hanya tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2014. Sementara itu, perekonomian Jepang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,6 persen (YoY). Memburuknya perekonomian kedua negara ini mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia karena Tiongkok dan Jepang merupakan dua pasar perdagangan utama Indonesia. Di dalam negeri, penurunan harga komoditas ekspor seperti barang-barang pertanian, kakao, dan kelapa sawit turut memperlambat perekonomian Indonesia.

Dari sisi lapangan usaha, sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh 9,0 persen (YoY) masih mendorong pertumbuhan ekonomi meskipun melambat dibandingkan dengan triwulan III tahun 2013 yang besarnya 9,9 persen (YoY). Perlambatan sektor ini terjadi karena perlambatan di subsektor komunikasi yang mulai jenuh dengan tumbuh sebesar 10,0 persen (YoY) meskipun mampu tumbuh sebesar 11,8 persen (YoY) pada triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi ini juga didorong oleh pertumbuhan yang tinggi pada sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 6,2 persen (YoY) yang pada triwulan III tahun sebelumnya hanya tumbuh sebesar 3,8 persen (YoY). Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air bersih terjadi karena pertumbuhan subsektor gas kota yang pada triwulan III tahun 2014 mampu tumbuh sebesar 11,3 persen (YoY), tumbuh jauh meningkat dibandingkan dengan kontraksi pertumbuhan sebesar 5,3 persen (YoY) yang terjadi pada triwulan III tahun 2013. Sementara itu, pertumbuhan subsektor

Gambar

Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I  Tahun 2012 – Triwulan III Tahun 2014   Menurut Lapangan Usaha (YoY)
Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I  Tahun 2012 – Triwulan III Tahun 2014 Menurut  Lapangan Usaha (YoY)
Tabel 8. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan  III Tahun 2014    Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya
Tabel 11. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama Februari 2012-Agustus 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

CD-RW merupakan jenis CD yang dapat menyimpan data dan data yang tersimpan isinya dapat diganti atau diubah. Kelebihan CD-RW adalah sebagai berikut. 1) Data yang

Dalam halaman ini user dapat melihat masuk ke menu profil untuk mengedit kembali informasi data diri, kemenu katalog produk untuk memilih jenis barang belanjaan, kemenu

pentingnya dalam mempengaruhi prestasi belajar adalah bakat. 24 Bakat lebih dekat pengertiannya dengan amplitude yang berarti kecakapan bawaan yaitu. yang berkenaan

Model pembelajaran inovatif Cooperative Learning (CL) tentang listrik sederhana pada peserta didik kelas VI di MI Al-Abror belum seutuhnya berjalan dengan baik, namun cukup

Adanya ketentuan UUD 1945 pasal 5 ayat 1 yaitu bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR, dan ketentuan pasal 23 ayat 1

Sistem ini dikembangkan untuk mempermudah pegawai, mahasiswa, dan masyarakat umum yang sedang bingung dalam mecari rumah kos dengan harga yang sesuai, yang tidak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan berat dalam berhubungan seksual yaitu sebanyak 14 orang (46,7%) dan 9 orang (64,3%) diantaranya

dengan Blue Eyes Café Bali pada tanggal 27 Januari 2011, dikarenakan Syahrini batal tampil diacara ulang tahun Café dan Karoke Blue Ice dikarenakan Ayahnya