• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK. Oleh : VERAWATY F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK. Oleh : VERAWATY F"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK

Oleh : VERAWATY

F24104109

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Verawaty. F24104109. Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi Karagenan dan Konjak. Di bawah bimbungan Rizal Syarief dan Rahadi Kusuma. 2008.

RINGKASAN

Jelly merupakan sumber serat yang baik bagi tubuh. Banyak orang menyukai jelly dikarenakan teksturnya yang khas. Salah satu produsen dalam industri pangan melakukan inovasi terhadap produk jelly yang dihasilkan. Inovasi tersebut berupa pencarian bahan baku baru yang berpotensi menggantikan bahan baku exist yang selama ini digunakan. Bahan baku baru yang dicoba dikembangkan adalah kombinasi antara karagenan dan konjak.

Kombinasi antara karagenan dan konjak akan menghasilkan suatu sinergisme dimana penambahan konjak dapat memperbaiki sifat – sifat gel kappa karagenan yaitu pada tekstur dan sineresis. Gel yang dihasilkan dari kombinasi kappa karagenan dan konjak memiliki tekstur yang lebih baik dibandingkan gel yang hanya terbuat dari kappa karagenan saja. Sifat sinergisme inilah yang menjadi dasar pemilihan karagenan dan konjak sebagai bahan baku dalam penelitian ini.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ratio optimal dari kombinasi karagenan dan konjak, menentukan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak agar gel yang dihasilkan memiliki gel strength yang sama dengan gel strength standar, memetakan tekstur gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak, dan memetakan karakteristik gel seperti laju sineresis dan perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam dari gel yang dihasilkan dari dan kombinasi karagenan dan konjak.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan formulasi gel, penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength, verifikasi setting Texture Analyser, dan penentuan waktu tunggu gel. Penelitian utama terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan ratio dari kombinasi karagenan dan konjak, penentuan konsentrasi karagenan dan konjak, analisis tekstur menggunakan TPA, pengamatan terhadap sineresis, pengukuran perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam, dan uji organoleptik.

Formulasi gel yang digunakan adalah 0.80% hidrokoloid, 0.20% kalium sitrat, dan 0.50% gula. Untuk pengukuran gel strength, jarak penetrasi probe (distance) yang digunakan adalah 37 mm. Sedangkan waktu tunggu yang digunakan adalah 5 jam.

Nilai gel strength tertinggi didapat pada perbandingan 60% karagenan : 40% konjak yaitu 1891.197 gram force (karagenan A), 1876.969 gram force (karagenan B), dan 1786.114 gram force (karagenan C). Nilai gel strength standar adalah 470.986 ± 7.627 gram force. Untuk menghasilkan gel strength yang setara dengan gel strength tersebut maka konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak yang digunakan adalah 0.260% untuk karagenan A dan C sedangkan untuk karagenan B dibutuhkan 0.278%.

(3)

hampir sama. Hanya saja pada beberapa parameter terdapat perbedaan nilai parameter seperti pada parameter hardness, fracturability, dan adhesiveness. Kombinasi karagenan B dan konjak memiliki nilai hardness dan fracturability tertinggi dibandingkan dua kombinasi lainnya.

Berdasarkan hasil pengukuran sineresis diketahui bahwa gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan B memiliki laju sineresis yang rendah dibandingkan gel hasil kombinasi lainnya. Hal ini disebabkan jumlah konjak yang terdapat pada kombinasi karagenan B lebih banyak dibandingkan jumlah konjak pada kombinasi karagenan A dan C. Pada penentuan perubahan gel strength akibat pemanasan dan penambahan asam diketahui bahwa laju hidrolisis dari ketiga karagenan memiliki nilai yang hampir sama. Hal ini terlihat dari nilai slope grafik yang dihasilkan.

Hasil uji organoleptik menunjukkan jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan B dan konjak memiliki nilai kesukaan tertinggi sedangkan jelly yang terbuat dari kombinasi karagenan C dan konjak memiliki nilai kesukaan yang terendah. Berdasarkan hasil uji Duncan terlihat bahwa jelly yang terbuat dari

kombinasi karagenan C dan konjak berbeda nyata dengan sampel jelly lainnya (P < 0.05 ). Hal tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi dari bahan baku

(4)

PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOMBINASI KARAGENAN DAN KONJAK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh : VERAWATY

F24104109

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMETAAN TEKSTUR DAN KARAKTERISTIK GEL HASIL KOBINASI KARAGENAN DAN KONJAK

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh : VERAWATY

F24104109

Dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1986 Di Bandung, Jawa Barat Tanggal Lulus : 5 September 2008

Bogor, September 2008 Menyetujui :

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Iwan Surjawan, Ph.D

Pembimbing Lapang I

Rahadi Kusuma, STP Pembimbing Lapang II

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Juli 1986. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari keluarga bapak Walter Malau (alm.) dan ibu Lince Nainggolan. Penulis mengawali jenjang pendidikan di SD. Maria, Jakarta pada tahun 1992 sampai 1996. Tahun 1996, penulis pindah ke SD. St. Antonius, Jakarta dan lulus pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTP. St. Antonius pada tahun 1998 sampai 2001 dan di SMU Negeri 81 pada tahun 2001 sampai 2004. Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (FATETA - IPB) pada tahun 2004.

Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA). Kegiatan kepanitiaan juga pernah diikuti penulis antara lain National Student Paper Competition (2005), BAUR (2006), dan Natal Civitas Akademika IPB (2007).

Penulis melakukan kegiatan magang sebagai tugas akhir yang berjudul ”Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi Karagenan dan Konjak” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Rahadi Kusuma, STP.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala berkat dan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berupa kegiatan magang dengan judul Pemetaan Tekstur dan Karakteristik Gel Hasil Kombinasi Karagenan dan Konjak.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini. Perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc dan Dian Herawati, STP selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan yang berarti demi perbaikan skripsi ini.

3. Rahadi Kusuma, STP selaku pembimbing lapang. Terima kasih untuk bimbingan dan masukan selama penulis melaksanakan kegiatan magang. 4. Ou (alm.) dan Namtom yang telah memberikan begitu banyak dukungan

baik secara moril maupun materiil. Terima kasih atas semua kesabaran, doa, dan dorongannya sehingga penulis tetap bersemangat dan dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Keluarga besar Op. Santi Malau, terima kasih atas doa dan dukungannya. 6. Teman satu bimbingan : Indra Akbar Dilana, yang telah menjadi rekan

seperjuangan selama 4 tahun berada di ITP.

7. Rekan – rekan magang : Dini, Gina, Yuke, Mayland, Lia, Iqbal, Indra, dan Andri. Terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan selama melaksanakan kegiatan magang. Semoga sukses teman – teman.

8. Kru HIMARSIS : Riska Rozida Bastomi dan Tika Amalia, terima kasih karena telah memberikan semangat untuk bangkit dan terus maju.

9. Rekan – rekan di tempat magang yang telah banyak membantu : Mbak Wati, Mbak Tuti, Mbak Ririn, Mbak Yuni, Indah, Vita, Eny, Irna, Nanda,

(8)

Bu ratih, Mbak Tri, Mbak Suzan, Mas Willy, Santi, Mbak Sesil, Mbak Lia, Ranto, dan Christin.

10. Teman – teman angkatan 41 : Dikin (terima kasih untuk literatur konjaknya), Mequ, Nona (semoga kita bisa pergi ke Japang bersama - sama), Sisi, Erma, Inke, Prita, Jamal, Gema (kelompok D3, kumpulan para deadliners), Auu, April, Novia, Arum, Ros, Mas Taqi, Hans CW, Nene’, Jeng Rani, dan teman – teman ITP 41 lainnya. Semoga kita dapat berkumpul lagi di masa yang akan datang.

11. Segala pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan.

Bogor, September 2008

(9)

DAFTAR ISI Hal. KATA PENGANTAR………..i DAFTAR ISI...iii DAFTAR TABEL...vi DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR LAMPIRAN...viii I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG...1 B. TUJUAN...2 C. MANFAAT...2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. GEL...3

B. KARAGENAN...4

1. Struktur Kimia Karagenan...4

2. Kelarutan Karagenan...8

3. Stabilitas pH...8

4. Pembentukan Gel...8

5. Sinergisme dengan Konjak...10

C. KONJAK GLUKOMANNAN...11

D. TEKSTUR...13

1. Gel Strength...14

2. Texture Profile Analyser...15

III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT...19

1. Bahan... 19

2. Alat...19

B. METODE PENELITIAN...19

(10)

a. Penentuan Formulasi Gel...19

b. Penentuan Setting Texture Analyser untuk pengukuran Gel Strength...20

c. Verifikasi Setting Texture Analyser...20

d. Penentuan Waktu Tunggu...20

2. Penelitian Utama...21

a. Penentuan Ratio dari Kombinasi Karagenan dan Konjak...21

b. Penenetuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan Konjak...21

c. Analisis Tekstur...22

d. Pengamatan terhadap Sineresis...22

e. Pengukuran Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan pada Kondisi Asam...22

f. Uji Organoleptik...22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN...24

1. Penentuan Formulasi Gel...24

2. Penentuan Setting Texture Analyser untuk pengukuran Gel Strength...25

3. Verifikasi Setting Texture Analyser...28

4. Penentuan Waktu Tunggu...28

B. PENELITIAN UTAMA...30

1. Penentuan Ratio dari Kombinasi Karagenan dan Konjak...30

2. Penenetuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan Konjak...32

3. Analisis Tekstur...34

4. Pengamatan terhadap Sineresis...37

5. Pengukuran Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan pada Kondisi Asam...39

(11)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN...44

B. SARAN...45

DAFTAR PUSTAKA...46

(12)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 1. Komponen penyusun karagenan...6 Tabel 2. Stabilitas karagenan dalam berbagai kondisi pH...8 Tabel 3. Parameter – parameter tekstur dan definisinya...14 Tabel 4. Parameter tekstur dan penentuan nilai parameter dari

grafik hasil keluaran TPA...16 Tabel 5. Kombinasi karagenan dan konjak dengan beberapa tingkat

konsentrasi...21 Tabel 6. Setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength...25 Tabel 7. Hasil pengukuran gel strength gel kombinasi karagenan

dan konjak pada berbagai jarak penetrasi probe...27 Tabel 8. Verifikasi nilai gel strength kombinasi karagenan dan

konjak dengan konsentrasi tertentu...34 Tabel 9. Setting Texture Analyser untuk pengukuran TPA...34

(13)

DAFTAR GAMBAR

Hal. Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan...5 Gambar 2. Struktur kimia mu karagenan...6 Gambar 3. Proses perubahan struktur mu karagenan menjadi

kappa karagenan...7 Gambar 4. Proses pembentukan gel karagenan...9 Gambar 5. Struktur kimia konjak glukomannan...12 Gambar 6. Grafik hubungan waktu dan gaya yang menunjukkan

gel strength...15 Gambar 7. Stable Micro System TA.XTplus...25 Gambar 8. Grafik hubungan lama proses pembentukan gel dan gel strength...29 Gambar 9. Grafik hubungan waktu pengukuran dan nilai gel strength

yang terukur………...……….29 Gambar 10. Grafik hubungan konsentrasi karagenan dan gel strength...31 Gambar 11. Grafik hubungan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak

dengan gel strength...33 Gambar 12. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter hardness,

gumminess, dan chewiness...35 Gambar 13. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter fracturability,

adhesiveness, springiness, cohesiveness, dan resilience…………...35 Gambar 14. Grafik laju sineresis pada gel yang terbuat dari jelly powder

maupun yang terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak...38 Gambar 15. Grafik pengaruh pemanasan dan beberapa tingkat keasaman

terhadap perubahan gel strength...40 Gambar 16. Grafik perubahan gel strength akibat pemanasan dan

penambahan asam...41 Gambar 17. Hasil pengujian organoleptik terhadap tekstur gel...42

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal. Lampiran 1. Spesifikasi alat Texture Analyser TA.XTplus...50 Lampiran 2. Nilai gel strength dari pengukuran 10 cup jelly...51 Lampiran 3. Pengukuran gel strength dari kombinasi karagenan

dan konjak dengan berbagai ratio konsentrasi...51 Lampiran 4. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan A

dan konjak……….52 Lampiran 5. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan B

dan konjak……….52 Lampiran 6. Grafik hasil pengukuran gel strength kombinasi karagenan C

dan konjak……….52 Lampiran 7. Pengukuran gel strength dengan berbagai konsentrasi kombinasi

karagenan dan konjak………53 Lampiran 8. Grafik hasil pengukuran tekstur gel menggunakan Texture Profile

Analyser...53 Lampiran 9. Hasil pengukuran tekstur gel menggunakan Texture Profile

Analyser………54 Lampiran 10. Hasil pengamatan terhadap sineresis gel...55 Lampiran 11. Pengukuran gel strength gel setelah pemanasan selama

waktu tertentu pada kondisi asam...56 Lampiran 12. Hasil pengujian sensori terhadap jelly dengan parameter

tekstur...56 Lampiran 13. Tabel analisis sidik ragam hasil pengujian organoleptik jelly...57

(15)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi yang pesat, tingginya harapan konsumen terhadap suatu produk, serta peningkatan biaya produksi merupakan beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh produsen di industri pangan. Saat ini, produsen dituntut untuk terus menggali segala potensi yang ada agar dapat menjawab tantangan tersebut. Penggalian potensi yang dapat dilakukan seperti pengembangan alat – alat produksi ataupun pengembangan produk dari segi bahan baku. Salah satu produsen dalam industri pangan, khususnya produk jelly, menjawab tantangan tersebut dengan melakukan inovasi terhadap bahan baku produknya.

Inovasi yang dilakukan berupa pencarian bahan baku baru yang berpotensi menggantikan bahan baku yang selama ini telah digunakan. Bahan baku baru yang dicoba dikembangkan adalah kombinasi antara karagenan dan konjak. Penggunaan bahan baku baru pada formula produk jelly diharapkan dapat mengurangi biaya produksi namun mutu produk yang dihasilkan tidak mengalami perubahan.

Karagenan termasuk dalam kelompok hidrokoloid yang banyak digunakan di industri pangan. Dalam produk pangan, karagenan berfungsi sebagai pengental dan penstabil. Jenis karagenan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kappa karagenan. Jenis karagenan ini memiliki kemampuan membentuk gel paling baik dibandingkan dua jenis karagenan lainnya, iota dan lambda karagenan.

Sama halnya dengan karagenan, konjak juga termasuk dalam kelompok bahan pembentuk gel. Konjak mampu membentuk gel reversible dan irreversible pada kondisi yang berbeda. Gel yang reversible terbentuk bila konjak dikombinasikan dengan polisakarida lainnya seperti xanthan gum dan karagenan. Sedangkan gel irrevesible didapat dari gel konjak yang terbentuk pada kondisi basa (pH 9 – 10) dengan pemanasan mencapai 85 0C.

Penambahan konjak dapat memperbaiki sifat – sifat gel kappa karagenan yaitu pada tekstur dan sineresis. Gel yang dihasilkan dari kombinasi

(16)

kappa karagenan dan konjak memiliki tekstur yang lebih baik dibandingkan gel yang hanya terbuat dari kappa karagenan saja. Sifat sinergisme inilah yang menjadi dasar pemilihan karagenan dan konjak sebagai bahan baku dalam penelitian ini.

Sinergisme yang terjadi antara kappa karagenan dan konjak diharapkan dapat menghasilkan gel yang memiliki tekstur dan karakteristik yang sama dengan gel yang dihasilkan dari bahan baku exist. Dengan demikian, kombinasi tersebut dapat digunakan untuk menggantikan bahan baku exist dalam pembuatan produk jelly.

B. TUJUAN

Tujuan dari kegiatan magang ini, yaitu :

• Menentukan ratio optimal dari kombinasi karagenan dan konjak,

• Menentukan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak agar gel yang dihasilkan memiliki gel strength sesuai dengan gel strength standar

• Memetakan tekstur gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak,

Memetakan karakteristik gel seperti laju sineresis dan perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam dari gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak.

C. MANFAAT

Manfaat dari kegiatan magang ini, yaitu :

• Memberikan pengetahuan mengenai karakteristik gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak sehingga dapat diketahui apakah kombinasi tersebut berpotensi sebagai bahan baku dalam pembuatan produk jelly,

• Memberikan masukan kepada perusahaan mengenai kombinasi karagenan dan konjak terbaik serta karakteristik gel yang dihasilkan sehingga dapat dilakukan pengembangan (improvement) terhadap bahan baku produk jelly.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. GEL

Gel merupakan suatu sistem koloid dimana cairan didispersikan dalam padatan. Gel mungkin mengandung 99.9% air tetapi mempunyai sifat yang lebih khas seperti padatan, khususnya sifat elastisitas dan kekakuan (Winarno, 1992). Bahan – bahan yang dapat digunakan untuk membentuk gel pada produk pangan banyak berasal dari kelompok hidrokoloid. Hidrokolid adalah suatu polimer larut dalam air, mampu membentuk koloid, dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari larutan tersebut (Anonim, 2006a). Jenis hidrokoloid yang digunakan pada produk pangan diantaranya adalah agar, karagenan, furselaran, sodium alginat, pektin, LMC (low methoxyl pectin), gum arab, pati, dan kombinasi xanthan gum dengan LBG (locust bean gum). Menurut Fardiaz (1989), sifat pembentukan gel bervariasi dari satu jenis hidrokoloid ke jenis hidrokoloid yang lainnya tergantung pada jenisnya.

Proses pembentukan gel, terutama pada hidrokoloid, terjadi karena adanya pembentukan jala atau jaringan tiga dimensi oleh molekul primer yang terentang pada seluruh volume gel yang terbentuk dengan memerangkap sejumlah air di dalamnya (Anonim, 2006a). Proses ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi hidrokoloid yang digunakan, suhu, tingkat keasaman, keberadaan ion logam tertentu, dan komponen aktif lainnya.

Berdasarkan sifatnya, gel dapat dibedakan atas dua jenis yaitu gel yang bersifat reversible dan gel yang bersifat irreversible. Gel yang bersifat reversible apabila dipanaskan ketika telah membentuk gel maka gel tersebut akan mencair. Tetapi saat larutan gel tersebut didinginkan maka akan membentuk gel kembali (Glicksman, 1983). Contoh gel yang bersifat reversible adalah agar yang digunakan sebagai media pertumbuhan mikroba. Gel yang bersifat irreversible menunjukkan hasil yang berbeda ketika dipanaskan kembali. Gel yang telah terbentuk tidak berubah menjadi larutan dan tetap berbentuk gel. Contoh gel yang bersifat irreversible yaitu gel

(18)

cincau. Beberapa jenis hidrokoloid yang dapat membentuk gel reversible yaitu gelatin, agar, kappa dan iota karagenan, LMC, gellan gum, metil selulosa, dan kombinasi antara xanthan gum dengan LBG atau dengan konjak. Sedangkan alginat, HMP (high methoxyl pectin), konjak dan LBG merupakan jenis hidrokoloid pembentuk gel yang irreversible.

B. KARAGENAN

Karagenan merupakan hidrokoloid hasil ekstraksi yang banyak diperoleh dari rumput laut. Selain karagenan, ekstraksi rumput laut juga menghasilkan agar, fulselaran, dan alginat (Anonim, 2006a). Karagenan adalah polisakarida yang diekstrak dari beberapa anggota Rhodophyceae (rumput laut merah) seperti Chondrus, Euchema, Gigartina, Gloiopeltis, dan Iridea (Belitz dan Grosch, 1999). Sama halnya dengan karagenan, agar dan fulselaran juga dihasilkan dari ekstrak rumput laut merah (Rhodopyceae) sedangkan alginat merupakan hasil ekstraksi rumput laut coklat (Phaeophyceae) (Anonim, 2006a).

Euchema cottonii dan E. spinosum merupakan jenis Rhodophyceae yang banyak ditemui di perairan Indonesia sedangkan Gigartina banyak ditemui di daerah selatan Eropa (Anonim, 2007b). E. cottonii (Kappaphycus alvarezii) merupakan jenis rumput laut penghasil kappa karagenan, E. spinosum merupakan penghasil iota karagenan, dan Gigartina merupakan penghasil lambda karagenan (Anonim, 2007b).

1. Struktur Kimia Karagenan

Menurut Imeson (2000), karagenan merupakan polisakarida berantai linear dengan berat molekul yang tinggi. Rantai polisakarida

tersebut terdiri dari ikatan berulang antara gugus galaktosa dengan 3,6-anhidrogalaktosa (3,6 AG), keduanya baik yang berikatan dengan

sulfat maupun tidak, dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-(1,3) dan

β-(1,4). Struktur kimia karagenan disajikan pada Gambar 1. Gugus

(19)

3,6-anhidrogalaktosa sedangkan gugus molekul yang tidak diberi lingkaran merah adalah gugus galaktosa.

Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan (Bubnis, 2000)

Kappa karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan

β-(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa. Kappa karagenan mengandung 25% ester

sulfat dan 34% 3,6-anhidrogalaktosa. Jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang terkandung dalam kappa karagenan adalah yang terbesar diantara dua

jenis karagenan lainnya. Iota karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-4-sulfat dan β-(1,4) 3,6-anhidrogalaktosa-2-sulfat. Iota

karagenan mengandung 32% ester sulfat dan 30% 3,6-anhidrogalaktosa. Lambda karagenan tersusun atas α-(1,3) D-galaktosa-2-sulfat dan β-(1,4) D-galaktosa-2,6-disulfat. Lambda karagenan mengandung 35% ester sulfat dan hanya mengandung sedikit atau tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa (Imeson, 2000). Selain ketiga jenis tipe karagenan tersebut, terdapat pula dua jenis tipe karagenan lain yaitu, mu (µ) dan nu (ν) karagenan. Komponen penyusun karagenan disajikan secara lengkap pada Tabel 1.

(20)

Tabel 1. Komponen penyusun karagenan

Jenis karagenan Komponen penyusun Iota karagenan D-galaktosa-4-sulfat,

3,6-anhidrogalaktosa-2-sulfat Kappa karagenan D-galaktosa-4-sulfat,

3,6-anhidrogalaktosa Lambda karagenan D-galaktosa-2-sulfat, D-galaktosa-2,6-disulfat Mu karagenan D-galaktosa-4-sulfat, D-galaktosa-6-sulfat, Nu karagenan D-galaktosa-4-sulfat, D-galaktosa-2,6-disulfat, Sumber : Glicksman (1979)

Mu karagenan merupakan prekursor dari kappa karagenan sedangkan nu karagenan adalah prekursor dari iota karagenan (Imeson, 2000). Kedua jenis karagenan ini tidak memiliki gugus 3,6-anhidrogalaktosa tetapi memiliki gugus sulfat yang berikatan dengan C6 dari gugus galaktosa seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia mu karagenan (Bubnis, 2000)

Menurut Bubnis (2000), gugus sulfat yang berikatan dengan C6 dapat menghambat terjadinya proses pembentukan gel. Hal ini disebabkan gugus sulfat tersebut membuat rantai panjang polisakarida menjadi kaku (kink) sehingga tidak bisa membentuk heliks. Adanya enzim ”dekinkase” yang terdapat pada rumput laut dapat memecah ikatan gugus sulfat tersebut dan menghasilkan 3,6-anhidrogalaktosa seperti disajikan pada Gambar 3. Penambahan alkali pada proses

(21)

ekstraksi rumput laut juga membantu proses pemutusan ikatan pada gugus sulfat. Hal ini menyebabkan berubahnya struktur mu karagenan menjadi kappa karagenan. Proses yang sama juga terjadi pada struktur nu karagenan yang berubah menjadi iota karagenan.

Gambar 3. Proses perubahan struktur mu karagenan menjadi kappa karagenan (Bubnis, 2000)

Hal inilah yang menjadi prinsip pemisahan fraksi karagenan menggunakan teknik presipitasi. Menurut Anonim (2008c), presipitasi merupakan teknik pemisahan dengan menambahkan senyawa kimia. Pada proses pengolahan karagenan, presipitasi digunakan untuk memisahkan fraksi – fraksi karagenan yang terdapat pada ekstrak rumput laut. Senyawa kimia yang digunakan adalah senyawa alkali seperti KCl. Fraksi yang peka terhadap ion kalium disebut kappa karagenan sedangkan fraksi yang tidak peka terhadap ion kalium disebut lambda karagenan (Belitz dan Grosch, 1999). Perbedaan fraksi hasil pemisahan karagenan tersebut didasarkan pada jumlah 3,6-anhidrogalaktosa dan posisi dari gugus ester sulfat (Glicksman, 1983). Kappa karagenan mengandung jumlah 3,6-anhidrogalaktosa yang lebih banyak dibandingkan lambda karagenan. Namun lambda karagenan mengandung lebih banyak gugus sulfat dibandingkan kappa karagenan.

(22)

2. Kelarutan Karagenan

Menurut Imeson (2000), semua jenis karagenan dapat larut pada air panas tetapi hanya lambda serta bentuk garam sodium dari kappa dan iota karagenan yang dapat larut dalam air dingin. Kappa karagenan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin sehingga dibutuhkan panas untuk dapat melarutkannya. Lambda karagenan larut dalam air dan tidak tergantung jenis garamnya (Glicksman, 1969).

3. Stabilitas pH

Karagenan cukup stabil pada kisaran pH di atas 7 dan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9. Stabilitas karagenan akan mengalami penurunan pada pH di bawah 7 terutama jika terjadi kenaikan temperatur (Glicksman, 1969). Menurut Imeson (2000), larutan karagenan akan mengalami penurunan viskositas dan kekuatan gel (gel strength) pada pH 4,3. Hal ini disebabkan terputusnya ikatan glikosidik yang mengakibatkan terjadinya hidrolisis. Laju hidrolisis akan meningkat seiring peningkatan suhu. Stabilitas karagenan dalam berbagai tingkat keasaman disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Stabilitas karagenan dalam berbagai kondisi pH

Stabilitas Kappa Iota Lambda

pH netral dan

alkali Stabil Stabil Stabil

pH asam Terhidrolisis jika dipanaskan. Stabil dalam membentuk gel. Terhidrolisis. Stabil dalam membentuk gel. Terhidrolisis Sumber : Glicksman (1969) 4. Pembentukan Gel

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai – rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini

(23)

beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya.

Gambar 4 menunjukkan proses terjadinya gel karagenan. Proses ini diawali dengan perubahan polimer karagenan menjadi bentuk gulungan acak (random coil). Perubahan ini disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel karagenan. Ketika suhu diturunkan, maka polimer karagenan akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan menghasilkan titik - titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Glicksman, 1979).

Gambar 4. Proses pembentukan gel karagenan (Bubnis, 2000)

Hanya kappa dan iota karagenan saja yang mampu membentuk gel. Lambda karagenan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung 3,6-anhidrogalaktosa (Glicksman, 1983). Proses pembentukan gel karagenan terjadi ketika larutan panas karagenan dibiarkan menjadi dingin. Gel yang dihasilkan bersifat thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan membentuk gel kembali bila didinginkan (Glicksman, 1983).

Belitz dan Grosch (1999) menyatakan bahwa kemampuan membentuk gel dari kappa karagenan dipengaruhi oleh beberapa jenis kation seperti K+, Rb+, dan Cs+. Akan tetapi diantara ketiga jenis kation tersebut hanya ion K+ yang memberikan efek terbaik dalam pembentukan gel kappa karagenan. Gel yang dihasilkan oleh kappa

(24)

karagenan memiliki tekstur yang solid. Iota karagenan dapat membentuk gel jika direaksikan dengan ion Ca2+ dan akan menghasilkan gel dengan tekstur yang lembut (soft) (BeMiller dan Whistler, 1996).

Struktur kimia kappa karagenan yang disajikan pada Gambar 1 menunjukkan hanya terdapat satu gugus sulfat yang berikatan dengan gugus galaktosa. Menurut Bubnis (2000), adanya gugus sulfat membuat baik kappa maupun iota karagenan menjadi bersifat anionik (bermuatan negatif). Penambahan kation dapat membantu pembentukan gel karagenan. Penambahan ion kalium (K+) dan kalsuim (Ca2+) pada kappa karagenan dan iota karagenan akan menetralkan muatan dari karagenan tersebut. Kedua kation tersebut, kalium pada kappa karagenan dan kalsium pada iota karagenan, akan berikatan dengan sulfat. Hal ini menyebabkan dua rantai panjang karagenan bergerak mendekat dan membentuk ikatan hidrogen dan akhirnya membentuk double helix.

5. Sinergisme dengan Konjak

Polisakarida seperti karagenan dapat membentuk gel pada kondisi tertentu. Tetapi jika dicampurkan dengan konjak yang tidak memiliki kemampuan membentuk gel maka akan terjadi interaksi yang sinergis. Sinergisme tersebut akan menghasilkan gel dengan tekstur yang lebih elastis (BeMiller dan Whistler, 1996; Imeson, 2000; Takigami, 2000; dan Penroj et al., 2005).

Menurut Widjanarko (2008), adanya konjak glukomannan dalam gel kappa karagenan dapat memperbaiki sifat – sifat gel kappa karagenan yaitu pada tekstur dan sineresis. Kekuatan gel akan makin menurun dengan proporsi glukomannan yang makin meningkat. Sifat elastis gel akan makin meningkat dengan makin banyak penggunaan glukomannan. Sedangkan untuk tingkat sineresis gel akan makin berkurang dengan makin banyaknya proporsi glukomannan yang digunakan.

(25)

C. KONJAK GLUKOMANNAN

Konjak glukomannan banyak terdapat pada jenis tanaman Amorphophallus. Sama halnya dengan karagenan, konjak glukomannan juga merupakan hidrokoloid yang diperoleh dari hasil ekstraksi umbi tanaman konjak. Penyebaran tanaman konjak lebih banyak di daerah Asia seperti Timur Tengah, Jepang, dan Asia Tenggara. Beberapa spesies Amorphophallus yang tumbuh di daerah tersebut yaitu Amorphophallus konjak K Koch, A. rivierii, A. bulbifier, dan A. oncophyllus (Takigami, 2000). Jenis Amorphophallus juga banyak dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah iles – iles (A. muelleri Blume) dan suweg (A. paeoniifolis). Klasifikasi Amorphophallus konjac menurut Anonim (2008d) adalah sebagai berikut :

Kelas : Magnoliophyta Suku : Alismatales Famili : Araceae

Marga : Amorphophallus

Jenis : Amorphophallus konjac

Konjak glukomannan merupakan senyawa yang banyak terkandung dalam tepung konjak yakni mencapai 70 - 90%. Bahan baku pembuatan tepung konjak adalah umbi dari tanaman konjak. Tepung konjak dapat digunakan sebagai bahan pengental, bahan pembentuk gel, dan pengikat air (Thomas, 1997).

Konjak glukomannan adalah heteropolisakarida yang terdiri atas

β-D-glukosa (G) dan β-D-manosa (M) dengan rasio perbandingan G dan M

yaitu 1:1,6 (Penroj et al., 2005). Struktur kimia dari konjak glukomannan disajikan pada Gambar 5. Konjak glukomannan memiliki gugus asetil dalam jumlah kecil dan deasetilasi terjadi ketika konjak glukomannan direaksikan dengan alkali. Konsentrasi kritis terendah konjak glukomannan yang dibutuhkan untuk membentuk gel adalah 0,5% (Takigami, 2000).

(26)

Gambar 5. Struktur kimia konjak glukomannan (Johnson, 2002)

Konjak glukomannan adalah polimer yang larut dalam air dan dapat menyerap 100 kali dari volumenya sendiri dalam air. Larutan yang terbentuk merupakan larutan pseudoplastic. Viskositas konjak lebih tinggi daripada bahan pengental alami lainnya dan stabil terhadap asam, tidak ada pengendapan walaupun pH diturunkan dibawah 3,3. Larutan konjak tahan terhadap garam walaupun pada konsentrasi tinggi (Widjanarko, 2008).

Sebagai bahan pembentuk gel, konjak memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk gel yang reversible dan irreversible pada kondisi yang berbeda. Gel reversible terbentuk jika konjak dikombinasikan dengan hidrokoloid lain seperti karagenan atau xanthan gum. Gel irreversible didapat dari gel konjak yang terbentuk pada kondisi basa. Larutan konjak tidak akan membentuk gel karena gugus asetilnya mencegah rantai panjang glukomannan untuk bertemu satu sama lain (Widjanarko, 2008). Konjak dapat membentuk gel kecuali dengan adanya kappa karagenan dan xanthan gum, dimana asosiasi antar rantai mendukung gelasi atau pengentalan (Thomas, 1997).

Gel konjak merupakan dietary fibre yang tidak akan diserap oleh usus, melainkan dapat memenuhi lambung dan mempercepat rasa kenyang sehingga cocok untuk makanan diet bagi penderita diabetes. Manfaat lain yang didapat dari konsumsi gel konjak yaitu mengurangi kolestrol darah, memperlambat pengosongan perut, dan mencegah penyakit tekanan darah tinggi (Johnson, 2002).

(27)

D. TEKSTUR

Tekstur merupakan aspek penting dalam penilaian mutu produk pangan. Tekstur juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk pangan (Hellyer, 2004). Menurut Larmond (1976), karakteristik tekstur dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu karakteristik mekanik (mechanical characteristics), karakteristik geometrik (geometrical characteristics), dan karakteristik lainnya yang mencakup kelembaban (moisture) dan kandungan minyak.

Karakteristik mekanik terdiri dari lima parameter primer dan tiga parameter sekunder. Parameter primer yaitu hardness, cohesiveness, viscosity, elastisity, dan adhesiveness sedangkan parameter sekunder yaitu brittleness (fracturability), chewiness, dan gumminess. Brittleness dan gumminess sangat berkaitan dengan hardness dan cohesiveness sedangkan chewiness berkaitan dengan hardness, cohesiveness, dan elastisity (Larmond, 1976). Beberapa definisi dari parameter – parameter tersebut disajikan pada Tabel 3.

Analisis tekstur produk pangan dapat dilakukan secara organoleptik dengan menggunakan panca indera ataupun secara instrumen dengan menggunakan alat. Hasil yang didapat dari analisis secara organoleptik merupakan hasil yang subyektif. Hasilnya pun beragam tergantung pada penilaian yang diberikan oleh panelis. Berbeda dengan analisis secara organoleptik, analisis tekstur dengan menggunakaan alat akan menghasilkan data yang lebih akurat karena bersifat obyektif (Peleg, 1983). Menurut Smewing (1999), analisis tekstur dapat dilakukan menggunakan alat atau instrumen seperti Instron, LFRA Texture Analyser, dan Stable Micro System TA.XT Texture Analyser.

Analisis tekstur secara organoleptik dinilai belum dapat memberikan data yang akurat karena penilaian panelis dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis kelamin, usia, kondisi fisik, dan faktor lainnya. Pengukuran tekstur dengan menggunakan alat dianggap akurat karena tidak dipengaruhi oleh faktor – faktor tersebut.

(28)

Tabel 3. Parameter – parameter tekstur dan definisinya

Parameter Definisi

Hardness / firmness

Gaya yang diberikan kepada objek hingga terjadi perubahan bentuk (deformasi) pada objek.

Fracturability / brittleness

Titik dimana besarnya gaya yang diberikan membuat objek menjadi patah (break / fracture). Fracturability sangat berkaitan dengan hardness dan cohesiveness. Adhesiveness Gaya yang dibutuhkan untuk menahan tekanan yang

timbul diantara permukaan obyek dan permukaan benda lain saat terjadi kontak antara obyek dengan benda tersebut.

Springiness / elastisity

Laju suatu obyek untuk kembali ke bentuk semula setelah terjadi deformasi (perubahan bentuk).

Cohesiveness Kekuatan dari ikatan – ikatan yang berada dalam suatu obyek yang menyusun ”body” dari obyek tersebut.

Gumminess Tenaga yang dibutuhkan untuk menghancurkan (memecah) pangan semi-solid menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Gumminess berhubungan dengan hardness dan cohesiveness.

Chewiness Tenaga yang dibutuhkan mengunyah (menghancurkan) pangan yang solid menjadi bentuk yang siap untuk ditelan. Chewiness berhubungan dengan hardness, cohesiveness, dan elastisity.

Sumber : DeMan (1985)

1. Gel Strength

Gel strength (kekuatan gel) merupakan salah satu karakteristik gel. Pengukuran gel strength dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan jaringan (network) dari suatu gel (Sadar, 2004). Menurut Salvador dan Fiszman (1998), gel strength dapat didefinisikan sebagai massa (dalam gram) yang dibutuhkan untuk memasukkan probe ke dalam gel. Nilai gel strength (breaking force) ditunjukkan oleh peak (puncak) pertama dimana terjadi penurunan yang signifikan saat probe berpenetrasi ke dalam gel, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.

(29)

Gambar 6. Grafik hubungan waktu dan gaya yang menunjukkan gel strength (Salvador dan Fiszman, 1998) 2. Texture Profile Analysis

Texture Profile Analysis (TPA) merupakan bentuk penilaian obyektif dari analisis tekstur secara sensori. Pada TPA, probe akan melakukan kompresi sebanyak dua kali terhadap sampel. Hal ini dapat dianalogikan sebagai gerakan mulut pada saat mengunyah / menggigit makanan (Larmond, 1976). Oleh karena itu, TPA disebut juga sebagai ”two-bite test”.

Larmond (1976) menyatakan bahwa analisis menggunakan TPA merupakan analasis yang multipoint karena hanya dengan sekali analisis akan didapatkan nilai dari beberapa parameter tekstur. Parameter tekstur yang dapat diukur menggunakan TPA yaitu hardness, fracturability, springiness, cohesiveness, adhesiveness, gumminess, chewiness, dan resilience.

Nilai dari beberapa parameter tekstur dapat langsung ditentukan dari grafik yang dihasilkan. Namun terdapat pula beberapa parameter yang nilainya bergantung pada parameter lain. Parameter tersebut yaitu gumminess dan chewiness. Gumminess berkaitan dengan nilai hardness dan cohesiveness sedangkan chewiness selain berkaitan dengan kedua parameter tersebut juga dipengaruhi oleh nilai springiness. Penentuan nilai parameter tekstur disajikan pada Tabel 4.

(30)

Tabel 4. Parameter tekstur dan penentuan nilai parameter dari grafik hasil keluaran TPA

Parameter Tekstur

Keterangan Gambar Satuan

Hardness

Puncak (peak) tertinggi yang dihasilkan dari siklus pertama analisis

Kg, g, atau N (tergantung satuan yang digunakan)

Fracturability

Perubahan signifikan pertama yang terjadi pada siklus pertama

Kg, g, atau N (tergantung satuan yang digunakan)

Adhesiveness

Area force yang bernilai negatif pada siklus pertama (Area3-4)

(31)

Springiness

Perbandingan waktu berlangsungnya

siklus kedua dan siklus pertama (T4-5 : T1-2)

Tidak memiliki

satuan

Cohesiveness

Perbandingan area dari siklus kedua dan siklus pertama (Area4-6 : Area1-3)

Tidak memiliki

satuan

Gumminess Hardness x Cohesiveness Tidak memiliki

satuan Chewiness Hardness x Cohesiveness x

Springiness

(Gumminess x Springiness)

Tidak memiliki

(32)

Resilience

Perbandingan area saat sampel mengalami penekanan dan saat

sampel sudah mengalami break (Area2-3 : Area1-2)

Tidak memiliki

(33)

III. BAHAN DAN METODE

a. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, tiga jenis karagenan (kode A, B, C), konjak, kalium sitrat, tri sodium sitrat, gula, asam sitrat, aquades, sodium benzoat, flavor blackcurrant, dan pewarna makanan carmoisine dan violet.

2. Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, necara analisis, gelas piala, hot plate, magnetic stirrer, waterbath - circulation, sealer, dan cup plastik, Stable Micro System TA.XTplus, refrigerator, pHmeter.

b. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan formulasi gel, penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength, verifikasi setting Texture Analyser, dan penentuan waktu tunggu gel. Penelitian utama terdiri dari beberapa tahap yaitu penentuan ratio dari kombinasi karagenan dan konjak, penentuan konsentrasi karagenan dan konjak, analisis tekstur menggunakan TPA, pengamatan terhadap sineresis, pengukuran perubahan gel strength akibat pemanasan pada kondisi asam, dan uji organoleptik.

1. Penelitian Pendahuluan a. Penentuan Formulasi Gel

Formulasi gel yang terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak ditentukan dari hasil trial. Formulasi yang digunakan adalah formulasi dengan hasil terbaik.

(34)

b. Penentuan Setting Texture Analyser untuk Pengukuran Gel

Strength

Sebelum digunakan untuk mengukur tekstur, harus ditentukan terlebih dahulu setting dari Texture Analyser yang sesuai dengan sampel jelly. Penentuan setting didapat dengan melakukan trial hingga mendapatkan setting yang sesuai.

c. Verifikasi Setting Texture Analyser

Verifikasi setting Texture Anayser dilakukan untuk melihat repeatability dari setting yang sudah didapatkan. Verifikasi dilakukan dengan melakukan pengukuran gel strength dari 10 cup jelly. Untuk mengetahui data dapat diterima atau tidak maka digunakan perhitungan nilai RSD dengan persamaan Horwitz.

dimana :

RSD : Standar deviasi untuk pengulangan SD : Standar Deviasi data yang dihasilkan

C : Konsentrasi dinyatakan dalam fraksi desimal

d. Penentuan Waktu Tunggu

Nilai gel strength akan mengalami kenaikan yang berbanding lurus dengan waktu pembentukan gel. Gel strength kemudian akan mengalami penurunan jika sudah mencapai titik optimal. Penentuan waktu tunggu dilakukan untuk mengetahui rentang waktu yang tepat dalam pengukuran gel strength. Waktu tunggu yang dipilih adalah sebelum gel strength mengalami penurunan.

RSDanalisis = x SD × 100 Persamaan Horwitz :

(35)

2. Penelitian Utama

a. Penentuan Ratio Optimal dari Kombinasi Karagenan dan Konjak Ratio optimal dari kombinasi karagenan dan konjak dapat diketahui dengan cara membandingkan nilai gel strength dari berbagai ratio kombinasi karagenan dan konjak. Ratio optimal didapat dari kombinasi yang memiliki nilai gel strength tertinggi.

b. Penentuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan Konjak Agar gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak memiliki karakteristik yang sama dengan gel standar maka dilakukan penentuan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak. Pada konsentrasi tersebut diharapkan gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak memiliki gel strength yang sama dengan gel strength standar.

Untuk mendapatkan konsentrasi yang sesuai maka dilakukan pengukuran gel strength dari gel kombinasi karagenan dan konjak dengan beberapa tingkat konsentrasi. Kombinasi yang akan dibuat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kombinasi karagenan dan konjak dengan beberapa tingkat konsentrasi

Gel strength dari beberapa konsentrasi campuran Jenis karagenan Ratio optimal karagenan – konjak *) P% Q% R% S% A a : b B c : d C e : f Keterangan :

*) = diperoleh dari langkah 2a

Jika dari beberapa konsentrasi tersebut belum didapat nilai gel strength yang ekivalen dengan gel strength standar, maka data yang didapat akan dipetakan dalam grafik sehingga menghasilkan suatu persamaan linear hubungan antara gel strength dan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak.

(36)

c. Analisis Tekstur (Rosenthal, 1999)

Parameter yang diukur menggunakan TPA yaitu hardness, fracturability, adhesiveness, springiness, cohesiveness, gumminess, chewiness, dan resilience. Alat yang digunakan adalah ialah Stable Micro System TA.XTplus.

d. Pengamatan terhadap Sineresis (AOAC, 1995)

Sineresis yang terjadi selama penyimpanan diamati dengan menyimpan jelly pada suhu refrigerator (100C) selama 24, 48, dan 72 jam. Masing – masing jelly diwadahi dengan cawan untuk menampung air yang dibebaskan dari dalam jelly selama penyimpanan. Sineresis dihitung dengan mengukur kehilangan berat selama penyimpanan lalu dibandingkan dengan berat awal jelly.

Perhitungan : Sineresis jelly = A B A− % 100 × dimana :

A = berat awal sampel sebelum penyimpanan (g) B = berat akhir sampel setelah penyimpanan (g)

e. Pengukuran Perubahan Gel Strength Akibat Pemanasan pada Kondisi Asam

Gel akan mengalami hidrolisis bila dipanaskan dan berada pada kondisi asam. Hidrolisis gel akan mengakibatkan penurunan gel

strength. Suhu yang digunakan dalam proses pemanasan ialah 85 0C, sedangkan waktu pemanasannya adalah 0, 10, 20, 30, dan 40

menit. Kondisi asam dibuat pada pH ≤ 4.5 sesuai dengan tingkat keasaman pada jelly dengan flavour buah – buahan.

f. Uji Organoleptik (Meilgaard et al., 1999)

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur jelly secara keseluruhan. Uji yang digunakan

(37)

adalah uji hedonik dengan skala 1 hingga 5 (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka).

(38)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Penentuan Formulasi Gel

Bahan – bahan yang digunakan pada pembuatan gel yaitu kombinasi karagenan dan konjak, gula, dan kalium sitrat dengan konsentrasi masing – masing sebesar 1.0, 0.5, dan 0.2%. Dalam pembuatan gel, gula akan membantu kelarutan hidrokoloid dalam air sedangkan kalium sitrat membantu proses pembentukan gel.

Penambahan kalium sitrat pada formulasi gel dikarenakan keberadaan ion K+ dapat membantu proses pembentukan gel (Belitz dan Grosch, 1999). Tanpa adanya kation, gel karagenan tidak akan terbentuk karena kargenan merupakan senyawa anionik dengan gugus ester sulfat yang tinggi (Lee et al., 2008). Lee et al. (2008) juga menyatakan bahwa diantara ion K+, Ca2+, dan Na+, hanya ion K+ yang memberikan efek signifikan dalam pembentukan gel. Gel yang mengandung K+ memiliki gel strength yang lebih tinggi dibandingkan dengan gel yang mengandung Ca2+ ataupun Na+.

Adanya gula dalam formulasi gel dapat membantu kelarutan karagenan dalam air. Gula dapat mencegah terjadinya penggumpalan pada karagenan yang dapat menyebabkan konsentrasi gel menjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu, diperlukan juga pencampuran kering (dry mix) pada bahan – bahan yang digunakan agar gula bisa tercampur rata dengan bahan lainnya terutama karagenan.

Gel yang dihasilkan dari formulasi tersebut memiliki tekstur yang sangat solid dan terlalu keras untuk digigit. Jika gel dengan tekstur yang keras dianalisis menggunakan Texture Analyser akan menyebabkan terjadinya overload pada alat. Oleh karena itu, konsentrasi hidrokoloid yang digunakan diturunkan menjadi 0.8%.

(39)

2. Penentuan Setting Texture Analyser untuk Pengukuran Gel Strength Texture Analyser merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur tekstur dengan berbagai parameter yang diinginkan. Jenis Texture Analyser yang digunakan adalah Stable Micro System TA.XTplus seperti terlihat pada Gambar 7. Spesifikasi alat Texture Analyser yang digunakan disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 7. Stable Micro System TA.XTplus

Penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength dilakukan dengan mencoba berbagai jarak penetrasi probe ke dalam gel. Jenis probe yang digunakan adalah probe silinder P/1KSS (Kobe 1 cm Cylinder Stainless). Menurut Poppe (1997), metode standar yang digunakan untuk mengukur gel strength adalah dengan menggunakan British Standard Method for Sampling and Testing Gelatine (BS757 – Gelatine Bloom). Setting Texture Analyser yang digunakan untuk pengukuran gel strength disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength Sequence title Return to Start

Test – Mode 1 = Compression Pre – test Speed 0.5 mm/sec

Test Speed 0.5 mm/sec Post – test Speed 1 mm/sec

Target Mode 0 = Distance Distance 20 mm Trigger Type 0 = Auto (Force) Trigger Force 4 g

Break Mode 0 = Off Stop Plot At 2 = Start Position

(40)

Sequence Title menunjukkan posisi probe setelah analisis selesai dilakukan. Untuk pilihan Return to Start, probe akan kembali ke titik awal sebelum dilakukan analisis. Test – mode adalah pilihan yang menunjukkan perlakuan probe terhadap sampel. Test – mode terdiri dari dua pilihan yaitu compression dan tension.

Pre – test Speed, Test Speed, dan Post – test Speed menunjukkan laju pergerakan probe sebelum mengenai sampel, sewaktu di dalam sampel, dan setelah analisis dilakukan. Target Mode adalah pilihan yang digunakan untuk memilih parameter uji, yaitu distance atau strain. Distance menunjukkan seberapa dalam penetrasi yang akan dilakukan probe ke dalam sampel.

Trigger type menunjukkan titik permulaan data yang terbaca sedangkan trigger force adalah sejumlah gaya yang diberikan oleh Texture Analyser untuk memulai analisis. Pilihan break mode menunjukkan bagaimana Texture Analyser mendeteksi kerusakan yang terjadi (break) pada sampel yang sedang dianalisis. Stop plot at merupakan suatu pilihan yang digunakan untuk menentukan sampai titik mana pengambilan data akan dilakukan. Tare mode merupakan pilihan yang digunakan untuk menentukan letak titik dimana gaya yang diberikan akan di-nol-kan kembali (di-tare).

Pada penentuan setting Texture Analyser untuk pengukuran gel strength, pilihan menu yang mengalami perubahan adalah distance. Beberapa jarak penetrasi probe yang dicobakan yaitu 20, 25, 30, 35, dan 37 mm. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jarak penetrasi yang tepat agar gel yang memiliki sifat paling elastis mengalami kerusakan. Sampel yang digunakan adalah gel yang terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak dengan konsentrasi 0.80%. Hasil yang diperoleh dari pengukuran gel strength disajikan pada Tabel 7.

(41)

Tabel 7. Hasil pengukuran gel strength gel kombinasi karagenan dan konjak pada berbagai jarak penetrasi probe

Distance (mm) Kombinasi karagenan dan konjak (%) Gel Strength (gram force) Keterangan 20 : 80 29.138 40 : 60 162.182 60 : 40 1441.042 80 : 20 903.41 break 20 100 : 0 94.482 break 20 : 80 23.807 40 : 60 245.877 25 60 : 40 1690.143 break 20 : 80 59.888 40 : 60 535.152 30 60 : 40 1677.248 break 20 : 80 143.549 40 : 60 1067.700 35 60 : 40 1844.886 break 20 : 80 250.217 40 : 60 1196.652 37 60 : 40 1875.264 break

Gel yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak memiliki sifat yang beragam tergantung jumlah karagenan dan konjak yang terkandung di dalamnya. Gel yang terbuat dari karagenan saja (kombinasi 100 : 0) memiliki tekstur yang solid dan brittle. Saat dilakukan pengukuran gel strength, gel sudah mengalami kerusakan (break) pada jarak penetrasi 20 mm. Gel dengan kombinasi 80 : 20 memiliki tekstur yang berbeda dari gel yang dihasilkan dari karagenan saja (kombinasi 100 : 0). Gel ini memiliki tekstur yang solid tetapi masih memiliki sifat sedikit brittle. Pada jarak peneretrasi 20 mm gel tersebut juga sudah mengalami kerusakan (break).

Bertambahnya jumlah konjak yang terkandung dalam gel menyebabkan tekstur gel menjadi lebih elastis. Hal ini terjadi pada gel dengan kombinasi 60 : 40, 40 : 60, dan 20 : 80. Gel tersebut bersifat elastis sehingga pada jarak penetrasi 20 mm belum mengalami kerusakan (break).

(42)

Namun gel dengan kombinasi 60 : 40 sudah mengalami kerusakan (break) pada jarak penetrasi 25 mm. Begitu pula dengan jarak penetrasi 30, 35, dan 37 mm. Gel dengan kombinasi 40 : 60 dan 20 : 80 belum mengalami kerusakan baik pada jarak penetrasi 25, 30, 35, maupun 37 mm. Agar gel tersebut mengalami kerusakan (break) hal yang dapat dilakukan adalah menambah jarak penetrasi probe. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat dilakukan karena kemasan cup yang digunakan memiliki tinggi ± 4 cm.

Kombinasi 0 : 100 (hanya mengandung konjak) tidak diukur gel strengthnya karena kombinasi tersebut tidak membentuk gel dan hanya berupa larutan yang sangat kental. Oleh karena itu, jarak penetrasi probe dalam mengukur gel strength pada kombinasi 0 : 100 tidak mempengaruhi nilai gel strength yang dihasilkan. Berdasarkan hasil yang disajikan pada Tabel 7, dapat ditentukan bahwa jarak penetrasi probe yang digunakan untuk mengukur gel strength adalah 37 mm.

3. Verifikasi Setting Texture Analyser untuk Pengukuran Gel Strength Setting pengukuran gel strength yang sudah diperoleh kemudian diverifikasi untuk mengetahui apakah setting tersebut sudah sesuai untuk mengukur gel strength gel. Verifikasi ini dilakukan untuk melihat repeatability dari pengukuran gel strength dengan menggunakan setting tersebut. Pada tahap verifikasi dilakukan pengukuran gel strength 10 cup gel yang terbuat dari karagenan saja dengan konsentrasi 0.80%.

Hasil yang diperoleh dari pengukuran gel strength 10 cup gel disajikan pada Lampiran 2. Nilai gel strength yang didapat adalah sebesar 165.60 ± 2.36 gram force. Nilai RSDanalisis dan RSDhitung yang didapat yaitu 1.46 dan 1.79. Karena RSDanalisis memiliki nilai yang lebih kecil dari RSDhitung maka dapat dikatakan bahwa data dapat diterima.

4. Penentuan Waktu Tunggu

Proses pembentukan gel karagenan terjadi saat larutan panas karagenan didinginkan selama rentang waktu tertentu. Menurut Bubnis (2000), selama proses pembentukan gel jumlah 3,6-anhidrogalaktosa

(43)

mengalami peningkatan. Semakin lama waktu yang dibutuhkan dalam pembentukan gel maka semakin banyak 3,6-anhidrogalaktosa yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan nilai gel strength seperti terlihat pada Gambar 8. Kealy (2003) menyatakan bahwa sedikitnya dibutuhkan waktu selama 12 jam agar karagenan dapat mencapai gel strength optimal. Namun setelah mencapai kondisi optimal, gel strength cenderung akan mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan terjadinya reduksi bobot molekul karagenan yang kontinu (Bubnis, 2000).

Gambar 8. Grafik hubungan lama proses pembentukan gel dan gel strength (Bubnis, 2000)

Penentuan waktu tunggu dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh gel hasil kombinasi karagenan dan konjak untuk mencapai gel strength optimal. Data yang dihasilkan menunjukkan peningkatan gel strength yang terjadi tiap pengukuran seperti terlihat pada Gambar 9. 0 20 40 60 80 100 120 0 2 4 6

Waktu pengamatan (Jam)

G el S tr en g th ( g ra m f o rc e)

(44)

Berdasarkan grafik pada Gambar 9 gel strength yang terukur pada jam ke-2 adalah sebesar 62.621 gram force. Pada pengukuran jam berikutnya gel strength mulai mengalami kenaikan. Nilai gel strength pada pengukuran jam ke-3, ke-4, dan ke-5 yaitu sebesar 79.609; 83.081; dan 101.185 gram force.

Berdasarkan hasil tersebut maka waktu tunggu yang digunakan sebelum dilakukan pengukuran gel strength adalah 5 jam. Pengukuran gel strength tidak dilakukan hingga jam ke-6 ataupun hingga 24 jam dikarenakan keterbatasan waktu kerja. Selain itu, gel tidak dipasteurisasi sehingga pada pengukuran 24 jam sudah terdapat mikroba yang tumbuh pada gel.

B. PENELITIAN UTAMA

1. Penentuan Ratio Optimal dari Kombinasi Karagenan dan Konjak Kombinasi antara karagenan dan konjak akan menghasilkan suatu sinergisme. Gel karagenan bila dikombinasikan dengan konjak glukomannan akan menghasilkan gel dengan tekstur yang lebih baik. Karagenan yang digunakan pada penelitian ini adalah kappa karagenan. Sistem pengkodean yang digunakan (A, B, dan C) bukan untuk menunjukkan perbedaan yang terdapat pada ketiga jenis karagenan tersebut. Karagenan tersebut berasal dari suplier yang sama, hanya saja ketiganya diproduksi pada batch yang berbeda.

Untuk mengetahui kombinasi terbaik maka dilakukan pengukuran gel strength dari gel hasil kombinasi. Jumlah karagenan dalam formulasi gel dikurangi secara bertahap dan disubstitusi dengan konjak. Kombinasi karagenan dan konjak yang digunakan yaitu 100 : 0, 80 : 20, 60 : 40, 40 : 60, 20 : 80, dan 0 : 100. Hasil pengukuran gel strength dari kombinasi karagenan dan konjak dengan berbagai ratio konsentrasi disajikan pada Gambar 10 (selengkapnya pada Lampiran 3).

(45)

0.0 200.0 400.0 600.0 800.0 1000.0 1200.0 1400.0 1600.0 1800.0 2000.0 0 20 40 60 80 100 Konsentrasi Konjak (%) G e l S tr e n g th A B C

Gambar 10. Grafik hubungan konsentrasi karagenan dan gel strength Nilai gel strength pada perbandingan 100 : 0 untuk karagenan A, B, dan C yaitu 162.000, 184.191, dan 150.155 gram force. Nilai gel strength untuk ketiga karagenan tersebut mulai mengalami kenaikan saat ditambahkan konjak ke dalam formulasi gel. Seperti terlihat pada Gambar 10, gel dengan perbandingan 80 : 20 mengalami kenaikan gel strength yang signifikan yaitu 1010.416 gram force (karagenan A), 941.538 gram force (karagenan B), dan 1073.094 gram force (karagenan C). Peningkatan ini terus terjadi hingga perbandingan 60 : 40. Pada perbandingan tersebut nilai gel strength kombinasi karagenan dan konjak mencapai 1891.197 gram force (karagenan A), 1876.969 gram force (karagenan B), dan 1786,114 gram force (karagenan C). Menurut Akesowan (2002), meningkatnya nilai gel strength disebabkan glukomannan yang teradsorbsi pada permukaan junction zone karagenan yang teragregasi. Hal ini menyebabkan terjadinya penggabungan karagenan dan glukomannan.

Namun pada perbandingan 40 : 60, gel strength mulai mengalami penurunan hingga pada perbandingan 0 : 100. Selain itu, tekstur gel yang dihasilkan juga mengalami perubahan. Jumlah konjak yang lebih besar dari jumlah karagenan menyebabkan gel yang terbentuk dari kombinasi ini memiliki tekstur yang elastis seperti terlihat pada Lampiran 4, 5, dan 6. Grafik pada Lampiran 4, 5, dan 6 menunjukkan gel yang mengandung konjak lebih landai dibandingkan gel yang hanya terbuat dari karagenan

(46)

landai seiring dengan bertambahnya jumlah konjak. Hal ini menunjukkan dengan bertambahnya jumlah konjak maka tekstur gel akan semakin elastis. Saat dilakukan pengukuran gel strength, gel dengan perbandingan 20 : 80 belum mengalami kerusakan (break) saat probe berpenetrasi sedalam 37 mm.

Hal berbeda terjadi pada gel dengan perbandingan 0 : 100. Karena hanya terdiri dari konjak, proses pembentukan gel tidak terjadi walaupun sudah didiamkan selama 5 jam. Menurut Widjanarko (2008), hal ini dapat disebabkan gugus asetil yang mencegah rantai panjang glukomannan untuk saling bertemu satu sama lain sehingga gel tidak dapat terbentuk.

Berdasarkan grafik pada Gambar 10, dapat diketahui bahwa nilai gel strength akan meningkat seiring dengan penambahan konjak. Tetapi setelah mencapai titik optimal, nilai gel strength akan cenderung mengalami penurunan. Titik optimal yang dicapai dari kombinasi karagenan (A, B, dan C) dengan konjak adalah pada perbandingan 60 : 40.

2. Penentuan Konsentrasi dari Kombinasi Karagenan dan Konjak Setelah diketahui perbandingan optimal dari kombinasi karagenan dan konjak, tahap selanjutnya adalah menentukan konsentrasi dari kombinasi tersebut. Penentuan konsentrasi ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi yang sesuai agar tekstur gel yang dihasilkan dapat menyerupai tekstur gel standar. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan mengukur gel strength dari beberapa konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak. Konsentrasi kombinasi yang digunakan yaitu 0.80, 0.60, 0.40, dan 0.20%. Hasil pengukuran gel strength dari ketiga jenis karagenan dengan beberapa konsentrasi kombinasi disajikan pada Gambar 11 (selengkapnya pada Lampiran 7)

(47)

0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Konsentrasi Kombinasi (%) G e l S tr e n g th ( g ra m f o rc e )

A B C Linear (C) Linear (B) Linear (A)

Gambar 11. Grafik hubungan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak dengan gel strength

Berdasarkan data yang disajikan pada Gambar 11, nilai gel strength dari kombinasi karagenan dan konjak mengalami peningkatan yang sebanding dengan meningkatnya konsentrasi yang digunakan. Titik yang menunjukkan nilai - nilai gel strength tersebut bila dihubungkan akan menghasilkan garis lurus yang memiliki persamaan linear. Persamaan linear untuk karagenan A adalah Y = 2657.9 X – 219.47

dengan nilai R2 = 0.9994. Karagenan B memiliki persamaan linear Y = 2683.8 X – 275.51 dengan nilai R2 = 0.9997 sedangkan persamaan

linear untuk karagenan C adalah Y = 2488.5 X – 174.92 dengan nilai R2 = 0.9974.

Nilai gel strength standar adalah 470.986 ± 7.627 gram force. Besarnya konsentrasi dari kombinasi karagenan dan konjak agar memiliki nilai gel strength yang sama dengan nilai gel strength standar dapat dihitung dari persamaan linear grafik yang disajikan pada Gambar 11. Nilai gel strength yang diinginkan dimasukkan sebagai nilai Y sedangkan konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak merupakan nilai X.

Untuk karagenan A besarnya konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak yang didapat yaitu sebesar 0.260%. Hal yang sama juga berlaku untuk karagenan C. Untuk karagenan B besarnya konsentrasi kombinasi karagenan dan konjak yang didapat sebesar 0.278%. Nilai

(48)

konsentrasi tersebut kemudian diverifikasi kembali dan data yang dihasilkan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Verifikasi nilai gel strength kombinasi karagenan dan konjak dengan konsentrasi tertentu.

Gel Strength (gram force) Jenis Karagenan Konsentrasi Kombinasi (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata - rata A 0.260 481.215 478.115 479.665 B 0.278 495.326 482.183 488.755 C 0.260 469.560 466.708 468.134

Data yang disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa gel strength yang dihasilkan dari kombinasi karagenan dan konjak hampir mendekati nilai gel strength standar. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa untuk menghasilkan gel strength yang sama dengan gel strength standar hanya dibutuhkan 0.260% (untuk karagenan A dan C) dan 0.278% (untuk karagenan B) kombinasi karagenan dan konjak.

3. Pemetaan Tekstur Gel yang Terbuat dari Kombinasi Karagenan dan Konjak

Analisis tekstur dilakukan dengan menggunakan Texture Profile Analyser (TPA). Analisis tekstur dengan TPA dimaksudkan untuk menilai parameter tekstur secara obyektif. Parameter yang dapat diukur menggunakan TPA adalah hardness, fracturability, adhesiveness, springiness, cohesiveness, gumminess, chewiness, dan resilience. Setting yang digunakan pada analisis tekstur disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Setting Texture Analyser untuk pengukuran TPA Pre – test Speed 1 mm/sec

Test Speed 5 mm/sec Post – test Speed 5 mm/sec Target Mode 0 = distance

Distance 20 mm

Time 5 sec

Trigger type 0 = Auto (force) Trigger Force 5 g

(49)

Pemetaan tekstur menggunakan TPA dilakukan terhadap gel yang terbuat dari kombinasi karagenan dan konjak. Hasil pemetaan tekstur dari gel tersebut disajikan pada Gambar 12 dan 13 (selengkapnya pada Lampiran 8 dan 9). 0.0 100.0 200.0 300.0 400.0

Hardness Gumminess Chewiness

Parameter Tekstur N il a i p a ra m e te r A B C

Gambar 12. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter hardness, gumminess, dan chewiness.

-8.0 -6.0 -4.0 -2.0 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 Frac tura bilit y Adh esiv enes s Spr ingi ness Coh esiv enes s Res ilien ce Parameter Tekstur N il a i P a ra m e te r A B C

Gambar 13. Grafik pengukuran tekstur dengan parameter fracturability, adhesiveness, springiness, cohesiveness, dan resilience.

Hardness dan fracturability merupakan parameter tekstur yang saling berkaitan (DeMan, 1985). Pada grafik hasil keluaran TPA (Tabel 4) nilai hardness ditunjukkan oleh titik puncak pada siklus pertama analisis sedangkan nilai fracturability ditunjukkan oleh titik dimana

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda   karagenan (Bubnis, 2000)
Tabel 1. Komponen penyusun karagenan
Gambar 3. Proses perubahan struktur mu karagenan menjadi kappa  karagenan (Bubnis, 2000)
Tabel 2. Stabilitas karagenan dalam berbagai kondisi pH
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Syukur Alhamdulilah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, dengan limpahan rahmat serta izinnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kesiapan sekolah di SMAN Kota Magelang untuk implementasi pembelajaran biologi berbasis masalah, (2) menghasilkan

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan latihan rutin mingguan pembina tidak mengacu pada progam yang sudah disusun oleh

Penelitian awal sebagai analisis kebutuhan dilakukan pada saat mata pelajaran praktik mesin bubut berlangsung, dilakukan dengan metode observasi dan wawancara terhadap

Pengamatan terhadap karakteristik penampilan, pola warna bulu, kulit sisik kaki, dan paruh pada 250 ekor ayam Pelung dan 250 ekor ayam Sentul dilaksanakan di Kabupaten Garut

Sementara dari hasil penelitian lain; “Alternative Strategis for Primary Education in Indonesia; A Cost ˜• ŽŒ•’ŸŽ—Žœœ —Š•¢œ’œ”, Dean Jami- son

Maka untuk itu, kegiatan pembelajaran terhadap suatu mata kuliah terkait sekali dengan masalah-masalah minat, motivasi dan tingkat kecemasan, agar dapat

II-1 日本研究のパラダイム――その多様性を理解 するために―― 著者 ネウストプニー