• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN MAGGOT SEBAGAI PENGGANTI TEPUNG IKAN PADA PAKAN IKAN NIL A (Oreochromis niloticus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN MAGGOT SEBAGAI PENGGANTI TEPUNG IKAN PADA PAKAN IKAN NIL A (Oreochromis niloticus)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN MAGGOT SEBAGAI PENGGANTI TEPUNG IKAN

PADA PAKAN IKAN NIL A (Oreochromis niloticus)

Lies Setijaningsih

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1, Bogor 16154 E-mail: liessetijaningsih@yahoo.com

ABSTRAK

Untuk menghasilkan pakan yang bermutu maka ketersediaan bahan baku harus tetap terjaga secara kualitas dan kuantitas. Untuk itu, diperlukan bahan baku yang mudah diperoleh, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, ekonomis dan tersedia sepanjang waktu. Limbah sawit merupakan sumber baku pakan yang cukup banyak tersedia di Indonesia. Penelitian bertujuan untuk mengetahui prosentase substitusi sumber protein tepung ikan dengan tepung maggot pada ikan nila BEST. Ikan nila dengan bobot awal rata-rata 11,752-11,875 g ditebar dalam 9 unit bak tembok berukuran 1,0 m x 1,0 m x 0,8 m, dilengkapi aerasi dengan padat penebaran 50 ekor/bak. Pakan buatan dengan perbedaan substitusi maggot terhadap tepung ikan sebagai pengganti protein diberikan sebagai perlakuan yaitu (A) 15%; (B) 30%; (C) pakan komersial. Analisis statistik digunakan ANOVA dan uji lanjut digunakan uji Tukey’s. Perhitungan parameter uji meliputi pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik, FCR, dan sintasan. Perlakuan substitusi maggot ternyata mempengaruhi (P<0,05) pertambahan bobot, pertumbuhan spesifik, sintasan, dan FCR. Selain media air yang mendukung untuk budidaya nila BEST, substitusi maggot hingga 15% memberikan respons terbaik terhadap penampilan tumbuh benih ikan nila BEST.

KATA KUNCI: maggot, produksi, sintasan dan FCR PENDAHULUAN

Permintaan pakan cenderung semakin tinggi sejalan dengan makin intensifnya kegiatan budidaya. Tingginya permintaan, karena 47% konsumsi ikan dunia telah disuplai oleh akuakultur dari Tahun 2006. Kondisi ini diikuti dengan meningkatnya penyediaan bahan baku pakan, terutama tepung ikan.

Di Indonesia harga pakan komersial saat ini sangat mahal, biaya yang dikeluarkan untuk pakan dalam proses produksi ikan konsumsi sudah dirasakan bebannya, karena harga pakan ikan terus meningkat. Peningkatan harga pakan disebabkan oleh peningkatan harga bahan baku pakan terutama tepung ikan yang sebagian besar impor. Untuk menekan harga pakan maka perlu dicari alternatif pengganti sumber protein tepung ikan dengan bahan lain yang lebih murah dan mudah diperoleh. Penyusunan ransum ikan sebaiknya digunakan protein yang berasal dari sumber nabati dan hewani secara bersama-sama untuk mencapai keseimbangan nutrisi dengan harga relatif murah (Mudjiman, 2002). Pakan yang diberikan pada ikan hendaknya bermutu baik sesuai dengan kebutuhan ikan, tersedia setiap saat, dapat menjamin kesehatan dan harganya murah (Amri, 2006). Salah satu bahan pakan alternatif sebagai sumber protein hewani adalah maggot yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan.

Maggot yang diproduksi dari limbah kelapa sawit diharapkan dapat menggantikan tepung ikan. Limbah sawit yang dimaksud adalah bungkil kelapa sawit yang merupakan hasil ikutan atau limbah dari pembuatan minyak kelapa sawit. Komposisi kimianya sangat bergantung pada keadaan buah dan biji yang digunakan dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit.

Tepung maggot dihasilkan melalui proses biokonversi, dari bahan organik nabati yaitu bungkil kelapa sawit kemudian dirubah menjadi organik hewani dengan kandungan protein cukup tinggi, sekitar 32,31%-60,2% dan lemak yang cukup tinggi sekitar 9,45%-13,3% (Fahmi & Subamia, 2007), sehingga pemanfaatannya sebagai bahan pakan ikan sangat potensial. Maggot yang dibudidaya

(2)

berasal dari larva insekta black soulder, Hermetia illucens. Insekta ini banyak ditemukan pada daerah tropis hingga subtropis. Menurut Hadadi et al. (2007), penggunaan tepung maggot sebagai substitusi kebutuhan protein pada pemeliharaan ikan lele, harganya jauh lebih murah dibanding dengan pakan dengan menggunakan bahan baku bungkil kedelai.

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas andalan sektor perikanan di Indonesia karena mudah berkembang biak, pertumbuhannya cepat, ukuran badan relatif besar, tahan terhadap penyakit, mudah beradaptasi dengan lingkungan, harganya relatif murah dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi sebagai sumber protein hewani. Padat tebar dalam budidaya ikan nila secara intensif pada kolam biasa umumnya berkisar antara 50-100 ekor/m3 (Carman & Sucipto, 2009).

Keunggulan ikan ini semakin nyata dengan ditemukannya strain baru lewat serangkaian penelitian pemuliaan dari BRPBAT, yaitu nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia). Hasil seleksi menunjukkan peningkatan bobot badan sebesar 10,62% dibanding generasi tetua, peningkatan panjang sebesar 2,7%, respons seleksi berdasarkan perbedaan rataan antara populasi seleksi dan populasi sebelumnya adalah 11,5 g untuk bobot dan 4,1 mm untuk panjang (Gustiano et al., 2007).

Berdasarkan karakter nilai gizi yang terkandung dalam maggot maka perlu dikaji kemampuan penggunaan bahan ini sebagai sumber protein pengganti protein asal tepung ikan dalam ransum pakan ikan nila. Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dalam pengelolaan lingkungan budidaya terutama penggunaan pakan yang ramah lingkungan.

BAHAN DAN METODE

Ikan uji adalah benih ikan nila yang diperoleh dari pembudidaya ikan. Ukuran awal ikan nila berkisar rata-rata 11,752-11,875 g dengan padat penebaran 50 ekor/bak. Benih dipelihara dalam bak tembok ukuran 1,0 m x 1,0 m x 0,8 m, yang dilengkapi dengan sistem aerasi. Formulasi pakan merupakan perlakuan yang digunakan yaitu a) pakan formulasi dengan penambahan tepung mag-got 30%, b) pakan formulasi dengan penambahan tepung magmag-got 15%, dan c) pakan komersial dengan kandungan protein 27%. Kandungan protein pada perlakuan (a) dan (b) sebesar 24,88%. Pakan diberikan sebanyak 3% per hari sesuai dengan penambahan bobot biomassa per bak, dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari. Tidak ada pergantian air selama penelitian berlangsung, kecuali volume air berkurang akibat evaporasi. Penelitian dilakukan selama 40 hari, di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Sempur, Bogor tahun 2010. Komposisi pakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Pengukuran pertumbuhan dilakukan selama periode pemeliharaan, yaitu sebanyak 4 kali. Contoh kualitas air yang diamati meliputi, suhu, DO, dan pH. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, masing-masing dengan 3 ulangan. Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap respons yang terjadi, yaitu pertumbuhan dan sintasan digunakan analisis statistik ANOVA dan uji lanjut

A B C

Tepung ikan lokal 7,5 5,0 -Tepung maggot 15 30 -Tepung kedelai 34 22 -Dedak 28 30 -Minyak ikan 0,4 0,4 -Tapioka 16,5 13 -Premix vitamin 2,5 2,5 -Dikalsium fosfat 2,1 2,1 -Filler 1,5 0 -Perlakuan (% maggot) Bahan pakan

(3)

digunakan uji Tukey’s. Data pengukuran air dianalisis secara deskriptif pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik, sintasan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

Pertumbuhan bobot mutlak

ΔW = pertumbuhan bobot mutlak Wt = bobot ikan pada hari ke-40 Wo = bobot ikan pada awal penelitian

Laju pertumbuhan spesifik (Effendi, 2003)

SGR = laju pertumbuhan spesifik (% bobot badan/hari) Wt = bobot ikan pada akhir penelitian (g)

Wo = bobot ikan pada awal penelitian (g) t = waktu penelitian (hari)

Feed conversion ratio (FCR) :

ΣFt1, 2 adalah jumlah pakan yang dikonsumsi selama masa pemeliharaan

Wt1 = bobot badan ikan di awal Wt2 = bobot badan ikan di akhir

Sintasan

SR = sintasan (%)

Nt = jumlah populasi pada akhir penelitian (ekor) No = jumlah populasi pada awal penelitian (ekor)

HASIL DAN BAHASAN Parameter Pertumbuhan

Hasil pengukuran pertambahan bobot ikan tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian pakan dengan tepung maggot 15%, diikuti dengan pemberian tepung maggot 30% dan terendah terdapat pada perlakuan pakan komersial (Gambar 1). Pertambahan tersebut terus meningkat sampai akhir pemeliharaan. Didasarkan penambahan bobot mutlak, diketahui laju pertumbuhan spesifik individu berkisar antara 1,563±0,049% hingga 2,302±0,043% bobot/hari dan sejalan dengan penambahan bobot maka laju pertumbuhan spesifik terbaik terdapat pada perlakuan substitusi maggot 15%. Laju pertambahan bobot pada perlakuan A lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan B dan C, hal ini disebabkan pengaruh positif pemberian pakan dengan kombinasi maggot dan pakan komersial terhadap pertumbuhan dan FCR pada ikan nila BEST. Berdasarkan hasil analisis ragam (P<0,05) didapatkan bahwa penggunaan tepung maggot 15% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertambahan bobot ikan nila. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan ikan dalam

100% x Wo)/t In Wt (LN SGR 

Ft1,2/(Wt2- Wt1) 100% x Nt/No SR  Wo Wt W  

(4)

mencerna dan memanfaatkan pakan sangat tinggi. Selain itu, komposisi asam amino esensial yang terdapat dalam campuran maggot dan pakan komersial saling sinergi dan adanya peran enzim pencernaan maka protein pakan akan semakin mudah dicerna dan diserap oleh tubuh ikan yang selanjutnya akan berdampak terhadap cepatnya pada pertumbuhan dan penggunaan pakan akan semakin efisien. Kemungkinan lain yaitu semakin lengkapnya komposisi asam amino esensial yang ada di dalam maggot dan pakan komersial sehingga saling melengkapi dan berdampak positif terhadap pertumbuhan dan FCR. Namun demikian tidak selamanya subtitusi bahan baku pakan yang memiliki kandungan protein tinggi dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan. Perlakuan subtitusi maggot 30% mengindikasikan kemampuan mencerna dan memanfaatkan pakan sangat rendah dengan meningkatnya substitusi maggot. Adanya gangguan dalam kecernaan pakan akan mempengaruhi ketersediaan energi dari non protein maupun protein. Penelitian Hadadi et al. (2007), pertumbuhan ikan lele yang dipelihara di keramba jaring apung dengan pemberian campuran maggot dan pelet masing-masing 50% ternyata lebih baik dibandingkan dengan yang diberi pakan maggot atau pelet saja.

Hasil perhitungan .pertambahan bobot mutlak diikuti dengan laju pertumbuhan spesifik terdapat pada Tabel 2. Perekayasaan pemanfaatan maggot mengindikasikan bahwa tepung maggot dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk pakan ikan. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan pertumbuhan dan memberikan FCR sebesar 0,95. Menurut Fahmi & Subamia (2007), pemberian pakan buatan dikombinasikan dengan maggot segar dapat mempercepat laju tumbuh dan penambahan bobot ikan lebih cepat dibandingkan dengan pemberian pakan pelet komersial. Peran enzim pencernaan yang terdapat dalam magot yaitu mempermudah protein dicerna dan diserap oleh tubuh ikan walaupun hasil analisis proksiat menunjukkan bahwa kandungan protein dalam perlakuan A dan B

0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 10 20 30 40

Sampling hari

ke-B o b o t b ad an (g ) Formula pakan A Formula pakan B Formula pakan C

Gambar 1. Pertumbuhan bobot ikan nila BEST

A B C

Bobot awal (g) 11,875±0,075 11,789±0,031 11,752±0,032 Bobot akhir (g) 35,044±0,551 27,920±0,522 24,502±0,585 Pertambahan bobot mutlak (g) 23,169±0,476 6,131±0,491 12,750±0,553 Laju pertumbuhan spesifik (% bobot badan/hari) 2,302±0,043 1,834±0,043 1,563±0,049

FCR 0,95 1,35 1,38

Parameter Perlakuan (% maggot)

Tabel 2. Bobot awal dan akhir percobaan (g), laju tumbuh spesifik harian (%), FCR pada masing-masing perlakuan

(5)

hanya 24,88%. Rendahnya perlakuan pemberian pakan komersial (C), dipengaruhi oleh kandungan nutrien dalam pakan, yaitu protein pakan sekitar 27% dan kandungan lemak kurang dari 6%.

Ikan yang dipelihara pada bak beton dengan penambahan bahan baku pakan tepung maggot 15% sintasannya tinggi (80)% dibandingkan perlakuan penambahan tepung maggot 30% (76%) dan kontrol (tanpa maggot) atau penggunaan pakan komersial (72%) (Gambar 2).

Berdasarkan statistik dengan uji t diperoleh bahwa ada perbedaan yang nyata antara sintasan ikan yang dipelihara dengan perbedaan perlakuan komposisi pakan (P<0,05). Hal tersebut erat kaitannya dengan kualitas air selama penelitian. Kualitas air yang kurang baik berpengaruh terhadap sintasan. Kualitas air yang berpengaruh terhadap sintasan antara lain amonia, oksigen terlarut, pH, dan suhu (Benlu & Ksal, 2005; Abbas, 2006).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 A B C Perlakuan Si n ta sa n (% )

Gambar 2. Sintasan ikan nila

0 2 4 6 8 10 0 10 20 30 40 Hari ke-pH Formula pakan A Formula pakan B Formula pakan C

(6)

Kualitas Air Media Pemeliharaan

Nilai pH merupakan salah satu komponen yang berpengaruh bagi kehidupan organisme air, karena organisme tersebut berhubungan langsung dengan air yang sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion hidrogen). Kisaran pH pada penelitian ini adalah sebesar 5,03-6.94 (Gambar 3).

Pengukuran nilai pH pada awal sampling hingga 10 hari berikutnya mengalami penurunan, namun pada sampling hari ke-30 mengalami kenaikan dan menurun lagi pada akhir penelitian. Kondisi ini ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air. Penurunan nilai pH diakibatkan semakin banyak air sebagai pelarut akibat hujan, maka pengaruh nilai pH air yang ditimbulkan oleh interaksi berbagai zat dalam air tersebut semakin kecil.

Dampak yang ditimbulkan apabila kondisi air yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan sintasan organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi dalam media air pemeliharaan ikan. pH tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amonia dalam air terganggu dan tingginya konsentrasi amonia, bersifat toksik bagi organisme. Menurut Mays (1996), nilai pH air yang optimal untuk pertumbuhan ikan berdasarkan adalah antara 6 sampai 9. Nilai pH pada masing-masing perlakuan pakan masih sesuai dengan kriteria mutu air yang peruntukannya untuk budidaya ikan, termasuk dalam mutu air kelas 2 dan 3, yaitu sekitar 6-9 (PP. No. 82 Tahun 2001).

Konsentrasi DO (Disolved oxygen)

Oksigen diperlukan ikan untuk katabolisme yang menghasilkan energi bagi aktivitas seperti berenang, reproduksi, dan pertumbuhan (Irianto, 2005). Dengan demikian, konversi pakan dan laju

0 1 2 3 4 5 6 0 10 20 30 40 Hari ke-O ks ig en t er la ru t (m g /L ) Formula pakan A Formula pakan B Formula pakan C

Gambar 4. Oksigen terlarut pada budidaya ikan nila BEST

pertumbuhan sangat ditentukan oleh ketersediaan oksigen di samping terpenuhinya faktor-faktor lainnya. Jumlah oksigen yang dikonsumsi ikan di antaranya sangat tergantung pada laju metabolisme dan suhu lingkungan.

Konsentrasi oksigen terlarut (DO) di hari pertama pemeliharaan pada semua kolam pemeliharaan lebih dari 5 mg/L, dan selama pemeliharaan tidak ada kolam yang konsentrasi oksigen terlarutnya kurang dari 3 mg/L. Kisaran konsentrasi oksigen terlarut (DO) perlakuan pakan dengan penambahan maggot 15% sebesar 3,57-5,65 mg/L. Konsentrasi DO terendah terjadi pada perlakuan pemberian pakan tanpa maggot sebesar 3,16-5,31 mg/L, di mana pada hari ke-40 pemeliharaan, konsentrasi DO pada perlakuan ini sudah menunjukkan penurunan (Gambar 4). Rendahnya nilai oksigen terlarut menunjukkan bahwa kondisi air pemeliharaan ikan nila, berhubungan dengan proses kimia oksidasi dan proses peningkatan aktivitas metabolisme dari mikroorganisme dalam mengurai bahan organik yang membutuhkan oksigen, yaitu adanya bahan-bahan organik yang banyak mengkonsumsi oksigen

(7)

sewaktu penguraian berlangsung (Effendi, 2003). Pada hari ke-30 oksigen terlarut mengalami kenaikan.

Suh u

Suhu air berperan penting dalam aktivitas kimia dan biologis pada media air budidaya. Aktivitas biologis mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu. Kisaran suhu air pada tiap perlakuan pakan dengan penggunaan maggot dan pakan komersial, teridentifikasi berkisar antara 27,4°C-28,9°C (Gambar 5). Suhu air berubah-ubah sebagai fungsi waktu, intensitas penyinaran matahari dan musim. Secara ekologis variabilitas suhu air sangat penting karena umumnya organisme air memiliki derajat toleransi terhadap suhu air dengan kisaran tertentu. Kondisi suhu air rata-rata dari setiap perlakuan pakan sangat layak untuk budidaya ikan nila , karena suhu air yang baik untuk perikanan tropis adalah 25°C-32°C. Suhu optimal untuk pertumbuhan ikan kecil adalah antara 27,5°C sampai 32,5°C. Pada suhu 35°C pertumbuhan akan berlangsung lambat dan akan terjadi deformasi pada suhu yang lebih tinggi lagi. Hargreaves & Tucker (2004) menyatakan, bahwa pemeliharaan ikan di atas suhu 27,5°C dapat mencegah terjadinya inveksi penyakit bakteri dan virus.

KESIMPUL AN

Penggunaan bahan substitusi maggot sebagai sumber protein pengganti tepung ikan sebanyak 15% pada pemeliharaan ikan nila memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan substitusi maggot 30% dan pakan tanpa maggot.

DAFTAR ACUAN

Amri, M. 2006. Pengaruh Penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam Pakan Terhadap Performa Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Universitas Bung Hatta, hlm. 1-5.

Abbas H.H. 2006. Acute toxicity of ammonia to common carp fingerlings (Cyprinus carpio) at different pH levels. Pakistan J. Bio. Sci., 9(12): 2,215- 2,221.

Benlu A.C.K. & Ksal G.I.K. 2005. The Acute Toxicity of Ammonia on Tilapia (Oreochromis niloticus L.) Larvae and Fingerlings. Turk J Vet Anim Sci., 29: 339-344.

Carman, O. & Sucipto, A. 2009. Panen nila 2,5 bulan. Penebar Swadaya, 84 hlm.

Cheng, W., Chen, S.M., Wang, F.I., Hsu, P.I., Liu, C.H., & Chen, J.C. 2002. Effect of temperature, PH, salinity, and amonia on the phagocytic and clearance efficiency of giant freshwater prawn, Macrobrachium rosenbergii to Lactococcus garvieae, Aquaculture, 219: 111-121.

De Silva, S.S. & Anderson, T.A. 1995. Fish Nutrition in Aquaculture. Chapman & Hall, London, 317 pp. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius,

Yogyakarta, 258 hlm. 26,5 27 27,5 28 28,5 29 29,5 0 10 20 30 40 Hari ke-Su h u (° C ) Formula pakan A Formula pakan B Formula pakan C

(8)

Fahmi, M.R. & Wayan, I.S. 2007. Prospek magot untuk peningkatan pertumbuhan dan status kesehatan ikan. Instalasi Ikan Hias Air Tawar, Depok, 13 hlm.

Hargreaves, J.A. & Tomasso, J.R. Jr. 2004. Environmental Biology. pages 36-68 in 68 in Tucker, C.S. & Hargreaves, J.A. (Eds.) Biology and Culture of Channel Catfish. Developments in Aquaculture and Fisheries Science-34. Elsevier B.V. Amsterdam, 676 pp.

Hadadi, A., Herry, S., Surahman, A., & Ridwan, E. 2007. Pemanfaatan limbah sawit untuk bahan pakan ikan. J. Budidaya Air Tawar, 4(1): 11-18.

Irianto. 2005. Patologi ikan teleostei. Gadjahmada University press, 256 hlm. Mays, L.W., 1996. Water Recources Handbook. Mc Graw-Hill. New York, p. 33-35. Mudjiman, A. 2002. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta, hlm. 100-151.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta, 21 hlm.

Tavares, L.H.S., Braga, F.M.S. 2008. Constructed wetland in wastewater treatment. Acta Sci. Biol. Sci. Maringá, 30(3): 261-265.

Wedemeyer, G.A. 2001. Fish Hatchery Management. Western Fisheries Research Center. New York, 733 pp.

Gambar

Gambar  1. Pertumbuhan  bobot  ikan  nila  BEST
Gambar  3. Nilai pH media air pemeliharaan ikan nila BEST
Gambar  4. Oksigen terlarut  pada budidaya  ikan nila BEST
Gambar  5. Suhu media air pemeliharaan ikan nila BEST

Referensi

Dokumen terkait

MAPI optimistis target tersebut dapat tercapai seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada tahun ini.

Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Terhadap total Penerimaan. Cukai Tahun

Pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga juga sangat didominasi oleh pria terutama pada hal-hal yang dianggap penting, sedangkan untuk kegiatan rutin rumah

Penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul tersebut, karena melihat fenomena ketimpangan antar propinsi juga melihat pada kebijakan yang diharapkan

Anas (1997) batrkan menyatakan bahwa kemampuan membaca menjadi tulang punggung bagi berlangsungnya pemba- ngunan Dalam hal menumbuhkan minat baca gryli melalui

ﻢﻛﻮﻋﺩﺃ ﻲﻧﺇ ﷲﺍ ُﺪﻬﺷﺃ ﻲﻨﻜﻟﻭ ﻱﺬﻟﺍﻭ ﻢﻴﻈﻌﻟﺍ ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﻢﻜﺤُﻤﺑ ﻢﻜّﺟﺎﺣﺃﻭ ٌﺢﺿﺍﻭ ؛ﻠﻳﻭﺄﺘﻠﻟ ﺔﺟﺎﺤﺑ ﷲﺍ ﻪﻠﻌﺠﻳ ﻢﻟ.. ﻢﺘﻧﺃ ﻞﻬﻓ ،ﻪﻨﻃﺎﺒﻛ ﻩﺮﻫﺎﻇ ٌﻦِّﻴﺑﻭ ﻒﻟﺎﺧ ﺎﻣ ﻥﻮﻌﺒﺘﺗ

Bab kedua yang merupakan landasan teori yangberisi tentang, pengertian agama, pengertian agama menurut Islam dan Kristen,dan yang terkait dengan ruang lingkup

Kronologi Wawancara Dengan Pemandu Lagu Karaoke Berdasarkan wawancara yang dilakukan selama penelitian dengan subjek yang memiliki cara pandang beragama dan mengamati tingkah