BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Menurut Depkes (2005), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus yang ditandai dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2‐7 hari, manifestasi perdarahan (peteke, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji tourniquet (Rumple Leede) positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/ l, hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit ≥ 20%) disertai atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).
DBD salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, maka sesuai dengan undang‐undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta peraturan menteri kesehatan No. 560 tahun 1989 bahwa setiap penderita termasuk tersangka DBD harus segera dilaporkan selambat‐lambatnya dalam waktu 24 jam oleh unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter praktek dan lain‐lain). Untuk membatasi penularan penyakit yang cenderung meluas, mencegah kejadian luar biasa (KLB) serta menekan angka kesakitan dan kematian maka pemerintah juga melaksanakan pemberantasan vektor dengan menggunakan insektisida (fogging fokus) di desa/kelurahan yang ditemukan adanya penderita (Depkes RI, 2005).
Diperkirakan bahwa terdapat sekurang‐kurangnya seratus juta kasus Demam Dengue pertahun dan 500.000 kasus Demam Berdarah Dengue yang memerlukan rawat
inap di rumah sakit. Angka kematian yang disebabkan oleh DBD rata‐rata sekitar 5% dengan catatan kematian sejumlah 25.000 terjadi tiap tahunnya (Depkes RI, 2003).
2.2. Program Pencegahan Penyakit DBD
Setiap puskesmas dengan penuh tanggung jawab harus melaksanakan pencatatan pelaporan sesuai dengan system yang berlaku dengan bimbingan petugas tingkat kabupaten, melaksanakan tindakan sesuai dengan arahan yang diberikan dalam alternative tindakan berdasarkan hasil pemantauan. (Depkes RI, 1998)
Berdasarkan uraian tugas jabatan struktural bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit yaitu memimpin seksi pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dalam pelaksanaan kegiatan teknis dan administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mendukung melancarkan tugas pokok bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit meliputi : membuat rencana kerja berdasarkan peraturan perundang‐undangan untuk pedoman pelaksanaan kegiatan, membuat laporan pelaksanaan tugas secara tertulis kepada atasan sebagai bahan untuk penyusunan program selanjutnya (DKK NAD, 2008).
Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah laporan segera
(paling lambat dikirimkan dalam 24 jam setelah penegakkan diagnosis) tentang
adanya penderita termasuk tersangka DBD agar segera dapat dilakukan tindakan atau
langkah-langkah penanggulangan seperlunya.
Alur pelaporan Demam Berdarah Dengue yaitu : (Depkes RI, 2005).
a. Pelaporan Rutin
2. Pelaporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Propinsi.
4. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Propinsi ke Pusat (Subdit Arbovirus,
Ditjen P2M&PL).
b. Pelaporan dalam Situasi Kejadian Luar Biasa
1. Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)
2. Pelaporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Propinsi.
4. Pelaporan dari dinas Kesehatan Propinsi ke Pusat (Subdit Arbovirus,
Ditjen P2M&PL).
c. Umpan Balik
Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas dan
memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan
serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan balik oleh masing-masing tingkat
administrasi dilaksanakan setiap tiga bulan minimal dua kali dalam setahun.
Penilaian kinerja program pencegahan penyakit DBD indikator kinerja :
1) Jumlah penderita DBD yang ditangani sesuai standar
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ X 100% Jumlah penderita DBD dalam kurun waktu yang sama
2) Jumlah tersangka DBD yang ditangani sesuai kriteria
‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ X 100% Jumlah tersangka DBD dalam kurun waktu yang sama
2.3. Organisasi
Menurut Malayu (2005) organisasi adalah suatu system perserikatan formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.
Menurut March & Siman dalam Malayu (2005) organisasi adalah system yang kompleks yang terdiri dari unsur psikologis, sosiologis, teknologis dan ekonomi yang dalam dirinya sendiri membutuhkan penyelidikan yang insentif. Organisasi terdiri dari :
a. Pengaturan yang berorientasi sasaran, orang-orang dengan tujuannya.
b. Orang-orang berinteraksi dalam kelompok.
c. Orang dengan menggunakan pengetahuan dan teknik.
d. Interaksi kegiatan yang terstruktur serta orang-orang bekerja sama dalam
hubungan-hubungan yang berpola (struktur system)
2.4. Kinerja
Menurut Payaman (2005) kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.
Berdasarkan pendapat Sedarmayanti (2004) kinerja adalah hasil kerja seseorang yang dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur, tercapainya tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya pelaku yang terdapat pada organisasi tersebut.
Menurut Ilyas (2001) kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja personel maka perlu dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada 3 (tiga) kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kinerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas‐tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
2.4.1. Hubungan Kinerja Terhadap Karakteristik Individu
Menurut Rivai (2003) perilaku individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan lingkungannya. Individu membawa tatanan dalam organisasi berupa kemampuan, kepercayaan, pribadi, penghargaan, kebutuhan dan pengalaman masa kerja.
Sementara itu, karakteristik individu akan di bawa memasuki suatu lingkungan baru yaitu organisasi atau lainnya. Organisasi juga mempunyai karakteristik dan merupakan suatu lingkungan bagi individu. Selanjutnya karakteristik individu berinteraksi dengan karakteristik organisasi yang akan mewujudkan perilaku individu dalam organisasi.
Menurut Payaman (2005) kompensasi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja yang dipengaruhi oleh pendidikan, akumulasi pelatihan dan pengalaman kerja.
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia (Human
Investment). Semakin lama waktu yang digunakan seseorang untuk pendidikan
semakin tinggi kemampuan atau kompetensinya melakukan pekerjaan dan dengan
demikian semakin tinggi kinerjanya.
Sedangkan menurut Sedarmayanti (2004) pendidikan merupakan upaya
untuk menambah pengetahuan dan keterampilan bekerja sehingga dengan demikian
dapat meningkatkan produktivitas kerja dan tercermin dalam imbalan yang diterima.
b. Pelatihan
Pelatihan adalah salah satu bentuk peningkaan produktivitas kerja yang
dapat dilakukan di dalam maupun di luar instansi. Pelatihan yang dilakukan di luar
instansi umumnya bersifat khusus, lokakarya atau pendidikan formal dengan maksud
untuk meningkatkan keterampilan pengawai baik secara horizontal maupun vertikal.
Peningkatan secara horizontal berarti memperluas aspek atau jenis pekerjaan
yang diketahui. Sedangkan peningkatan secara vertikal berarti memperdalam
pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu.
Menurut Umar (2002) program pelatihan ditujukan untuk memperbaiki
penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk
kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan
pegawainya untuk memangku jabatan tertentu dimasa yang akan datang.
Pengembangan bersifat lebih luas karena menyangkut banyak aspek seperti
peningkatan dalam keilmuan, pengetahuan, kemampuan, sikap dan kepribadian.
Program pelatihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi gap
antara kecakapan pegawai dan peminatan jabatan. Selain untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran kerja.
c. Masa Kerja
Menurut Rivai (2003) masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman
yang lebih dari seseorang dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain
Pengalaman kerja pada awal melaksanakan tugas tidak banyak memerlukan
bimbingan tetapi bila sifat kepribadiannya buruk atau intelegensinya rendah maka
semakin lama akan semakin kurang berhasil guna dan berdaya guna dalam bekerja
(Sedarmayanti, 2004).
Menurut Payaman (2005) pengalaman kerja dapat memperdalam dan
memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang
sama, semakin terampil dan semakin cepat menyelesaikan pekerjaan tersebut
sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan kinerja.
2.4.2. Hubungan Kinerja Terhadap Karakteristik Organisasi
Menurut Timple dalam Mangkunegara (2006) faktor‐faktor kinerja terdiri dari faktor individu dengan faktor lingkungan kerja organisasi. Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang memadai merupakan pemicu (pemotivator) bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.
Menurut Gibson (1989) variabel organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Sedangkan menurut Kopelman dalam Ilyas (2001) mengemukakan bahwa sub variabel imbalan akan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja individu.
a. Sumber Daya
Menurut Rosidah, dkk (2003) organisasi dipengaruhi oleh sumber daya yang
terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya non manusia atau disebut jasa
dengan sumber daya alam (natural resource) seperti modal, mesin, teknologi,
material dan lain-lain. Kedua kategori sumber daya tersebut sama-sama penting, akan
tetapi sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor dominan karena memilki akal,
pengetahuan, keterampilan, motivasi, karya dan prestasi. Pada prinsipnya SDM
adalah satu-satunya sumber daya yang sangat menentukan organisasi dalam
melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan.
Sedangkan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) adalah prestasi kerja atau
hasil kerja (out put) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan
periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengna tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Menurut Ilyas (2001) untuk menilai kualitas kerja SDM maka perlu
dilakukan penilaian kerja dengan cara membandingkan hasil karya yang dilakukan
personel dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila dari
hasil penilaian ini ternyata personel yang bersangkutan masih jauh atau belum dapat
mencapai tolak ukur yang ditetapkan, maka salah satu penyebabnya adalah belum
sepenuhnya personel tersebut melaksanakan disiplin kerja, menunda-nunda pekerjaan
sehingga target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai.
b. Kepemimpinan dalam Organisasi
Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang
yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku
orang lain, terutama bawahannya untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa
sehingga melalui perilaku yang positif akan memberikan manfaat dalam pencapaian
tujuan organisasi.
Menurut Rivai (2003) kepemimpinan seseorang sangat besar peranannya
dalam setiap pengambilan keputusan sehingga membuat keputusan dan mengambil
tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas seorang pimpinan.
Pengambilan keputuasan dalam tinjauan perilaku dapat mencerminkan karakter bagi
seorang pemimpin. Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menganalisis situasi
dengan memperoleh informasi seakurat mungkin, sehingga permasalahan dapat
dituntaskan.
c. Imbalan.
Pemberian imbalan atau kompensasi merupakan masalah yang sangat
penting karena mengingat setiap pekerja dalam organisasi mempunyai pengharapan
atas sesuatu dari organisasi sebagai penghargaan atas jerih payahnya selama bekerja.
Menurut Basyah,dkk (2006) kompensasi selain berbentuk upah (gaji) dapat
juga berupa fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan atau bentuk lain yang dapat di
nilai dengan uang.
Masalah pengelolaan kompensasi bukan hanya penting karena merupakan
dorongan utama seseorang untuk menjadi karyawan, tetapi juga karena kompensasi
yang diberikan ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap semangat dan
kegairahan kerja para personil organisasi.
Menurut Ilyas (2001) pemberian kompensasi dapat diperoleh dari penilaian
kinerja sehingga dapat menentukan peringkat pemberian kompensasi untuk personel
yang bersangkutan apakah tinggi, rendah atau rata-rata saja. Tingkat kompensasi
yang dibayarkan dapat didasarkan pada status kemampuan dan tanggung jawab
personel yang bersangkutan.
Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja dapat dibedakan atas beberapa metode meliputi :
a. Penilaian Teknik Essai Menyeluruh
Pada metode ini penilai menuliskan deskripsi tentang kelebihan dan
kekurangan seseorang personel yang meliputi prestasi, kerjasama dan pengetahuan
personel tentang pekerjaannya.
Dalam penilaian secara menyeluruh atas hasil kerja bawahan keuntungan
cara ini adalah dapat dilakukannya analisis secara mendalam, tetapi teknik ini
memakan waktu banyak dan sangat tergantung kepada penilai.
b. Metode Penggunaan Daftar Periksa
Dalam melakukan penilaian kerja seorang personel, kita dapat menggunakan
daftar periksa (checklist) yang telah disediakan sebelumnya. Daftar ini berisi
komponen yang dikerjakan seorang personel yang dapat diberi bobot ya atau tidak,
selesai atau belum atau dengan bobot persentase penyelesaian pekerjaan yang
bersangkutan. Biasanya komponen tingkah laku dalam pekerjaan yang dinilai disusun
dalam pertanyaan singkat.
c. Metode Penilaian Komparasi
Penialaian yang didasarkan perbandingan ini dilakukan dengan cara
membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan seorang personel dengan personel lain
yang melakukan pekerjaan sejenis. Penggunaan metode ini dianggap cukup sederhana
dan tidak memerlukan analisis yang sulit. Dengan membandingkan hasil pelaksanaan
pekerjaan seperti ini akan mudah menentukan personel mana yang terbaik prestasinya
sehingga mendapat bobot tinggi yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan
kriteria pemberian tingkat kompensasi, pemberian tanggung jawab yang lebih tinggi
dan sebagainya.
d. Metode Penilaian Langsung
Melakukan penilaian kinerja tidak hanya dapat dilakukan di atas kertas
berdasarkan catatan atau laporan yang ada. Tetapi dapat pula melihat langsung
pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
Petugas yang melakukan penilaian ke lapangan ini adalah orang yang
mengetahui apa yang harus dilihat dan dinilai. Kemudian hasil penilaian disampaikan
kepada pejabat yang berwenang. Sewaktu melakukan penilaian di lapangan si penilai
dapat saja langsung memberitahukan kepada personel yang dinilai kekurangan atau
kelemahan yang dilakukan yang bersangkutan dalam melakukan pekerjaan.
Menurut Rivai (2005) metode penilaian kinerja adalah sebagai berikut: A. Metode Penilaian Subjektif Penilaian kinerja subjektif dapat dilakukan dengan bermacam‐macam metode atau teknik. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam sistem penilaian kinerja subjektif antara lain adalah sebagai berikut: 1. Alphabetical/Numerial rating
Dalam metode ini, penilai diminta untuk merating/memberi peringkat karyawan‐karyawan dengan menggunakan angka yang mempunyai bobot yang berbeda. Faktor yang dinilai antara lain:
a. Kualitas dan kuantitas pekerjaan b. Pengetahuan tentang pekerjaan
Skala peringkat misalnya dengan menggunakan angka 1 sampai 5, atau A sampai E yang menunjukan perbedaan antara kinerja yang lebih baik dan yang lebih buruk. Kelebihan dari metode ini adalah mudah dimengerti dan digunakan. Sementara itu, kekurangannya adalah terkena bias dan terjadinya central tendency.
2. Forced Choice Rating Index
Pada metode ini penilai diminta untuk membuat kata sifat atau ungkapan‐ ungkapan yang dapat memberikan gambaran tentang kinerja karyawan yang dinilai. Dalam hal ini, penilai hanya memilih salah satu dari dua pernyataan yang dianggap sesuai atau mendekati kinerja karyawan yang dinilai.
Kelebihan dari metode ini adalah di samping cukup mudah untuk dipahami dan digunakan, juga dapat mengurangi masalah central tendency yang terlalu lemah atau terlalu tegas. Kelemahan dari metode ini adalah sulit untuk membuat indikator dari standar kinerja.
3. Personality Trait Rating
Metode ini terdiri dari lima atau enam poin kualitas personal dan karakteristik kepribadian seperti: keyakinan diri (confidence), antusiasisme (enthusiasm), kedewasaan (maturity), (steadiness under preasure), intiative dan lain‐lain. Penilain diminta untuk memilih salah satu angka yang menggambarkan kepribadian seseorang tersebut.
4. Ghrapic Rating Scale
Metode ini menggunakan skala grafik yang memberikan gambaran mulai dari kinerja tertinggi sampai terendah. Penilaian diminta memberikan tanda pada grafik skala tersebut sesuai dengan karyawan yang dinilai.
Metode ini disamping mudah dipahami dan digunakan juga dapat menghindari penempatan karyawan pada katagori yang spesifik(baik atau bagus). Namun rater bias, dan central tendency masih mungkin terjadi. Disamping itu, sulit untuk menginterpretasikan skala tersebut.
5. Force Distribution
Metode ini dapat menghindari masalah‐masalah seperti central tendency yang terlalu longgar atau terlalu ketat, namun kinerja kelompok mungkin tidak sesuai dengan pola normal. Selain itu metode ini sulit diterapkan jika jumlah karyawan yang akan dinilai terlalu sedikit.
6. Rangking
Metode ini adalah metode yang paling sederhana. Penilaian hanya mengurutkan karyawan berdasarkan peringkat atau rangking mulai dari yang mempunyai kinerja yang baik sampai pada kinerja yang paling jelek.
Metode ini selain mudah digunakan juga memaksa penilai untuk membedakan antara tingkat‐tingkat kinerja karyawan yang berbeda. Akan tetapi kelompok yang ada mungkin tidak dapat memenuhi distribusi yang diatur, misalnya karyawan yang berada dibawah atau diatas rata‐ rata.
7. Paired Comparisons
Metode ini, penilai diminta untuk membandingkan seorang karyawan dengan karyawan lainnya, kemudian dinilai apakah kinerjanya lebih tinggi atau lebih rendah dari karyawan lain. Dengan menggunakan metode ini, penilai dituntut untuk membandingkan kekuatan dan kelemahan dari para karyawan.
Namun demikian metode ini tidak memungkinkan perbandingan yang mudah antara kelompok‐kelompok pekerja yng berbeda. Disamping itu, metode ini tidak dapat memberikan umpan balik yang jelas kepada karyawan untuk meningkatkan kinerja dimasa yang akan datang. Dan kelemahan lain adalah penilai merasa enggan membuat perbandingan diantara para karyawan.
B. Metode Penilaian Objektif
Penilaian kinerja objektif dapat dilakukan dengan bermacam‐macam metode atau teknik. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam sistem penilaian kinerja objektif adalah sebagai berikut:
1. Free Written Report
Free written report disebut juga sebagai metode esai atau metode karangan.
Penilai memberikan pendapat tentang kinerja masing‐masing karyawan dalam bentuk tulisan atau karangan yang menunjukan kriteria yang dianggap sesuai atau cocok dengan karyawan yang dinilai. Penilai harus memberikan komentar tentang kinerja masa lalu karyawan dan peningkatan atau target baru untuk masa yang akan datang.
Keuntungan dari metode ini adalah dapat menghasilkan pendapat yang berguna bagi kinerja saat ini dan potensi dimasa yang akan datang. Namun dengan metode ini perbandingan antara individu mungkin sulit dihasilkan.
2. Controlled Written Report
Metode ini mirip dengan metode free written report, namun lebih terarah karena adanya heading dalam dokumen penilaian yang mengarahkan komentar penilai. Metode ini menuntut penilai untuk memikirkan dengan seksama kinerja seorang karyawan yang dapat berguna bagi kinerja masa kini dan masa akan datang.
3. Critical Incident Technique
Dalam hal ini penilai diminta untuk mencatat kedua sisi kinerja , baik yang positif maupun yang negatif dari karyawan. Melalui metode ini, penilai dituntut untuk berpikir secara seksama mengenai kinerja tiap karyawan.
Metode ini membutuhkan pengawasan secara dekat yang kadang berlebihan dan dapat menimbulkan kebencian karyawan serta pengunduran semangat kerja.
4. Result Oriented Scheme
Metode ini berorientasi pada hasil yang ingin dicapai yang lebih menekankan kinerja dari pada kepribadian. Dalam melakukan penilaian, terdapat kemungkinan kecil untuk dipengaruhi oleh sudut pandang subjek dari penilai. Disamping dapat mendorong diskusiterbuka dalam memformulasikan saran‐saran, juga memberikan umpan balik terhadap peningkatan kinerja dimasa yang akan datang.
5. Self Appraisal
Metode ini melibatkan karyawan dalam proses penilaian tentang kinerja masing‐ masing. Metode ini dapat mendorong karyawan untuk memikirkan masalah pekerjaan dan kinerja sehingga dapat memberikan umpan balik yang positif terhadap peningkatan dimasa yang akan datang.
6. Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS)
Walaupun belum digunakan secara luas, metode ini memiliki kelebihan yang dapat diperhitungkan dalam mengatasi masalah yang biasanya muncul apabila kita ingin
mengakarakterisasi skala penilaian konvensional alfabetis/numerik. BARS membutuhkan formulir penilaian yang secara khusus dirancang bagi tiap kelompok pekerjaan.
C. Metode Penilaian Kinerja Yang Berorientasi Masa Lalu
Metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu (past oriented evaluation
methods) dilakukan berdasarkan kinerja masa lalu.
Keuntungan dari metode ini adalah dapat dijadikan umpan balik (feed back) yang dapat mengarahkan usaha untuk peningkatan kinerja.
Dalam praktiknya, sebagaimana diuraikan diatas ada beberapa metode untuk mengevaluasi kinerja diwaktu yang lalu, dan hampir semua teknik tersebut merupakan suatu upaya untuk meminimalkan berbagai masalah tertentu yang dijumpai dalam pendekatan‐pendekatan ini. Dengan mengevaluasi prestasi kerja kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh umpan balik dari upaya –upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa mengarahkan kepada perbaikan‐perbaikan prestasi. Teknik‐teknik penilaian ini adalah sebagai berikut:
1. Skala Peringkat (Rating Scale)
Meskipun metode ini sering dianggap sebagai metode yang subjektif, namun metode ini paling banyak digunakan dalam menilai/mengevaluasi kinerja karyawan. Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian pr estasi, dimana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala‐skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. 2. Daftar Pertanyaan (Checklist)
Penilaian berdasarkan metode ini biasanya menggunakan sejumlah pertanyaan dengan menggunakan kalimat : Berilah jawaban pertanyaan berikut dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia.
Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka ragam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu memilih kata atau pertanyaan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.
Keuntungan dari checklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan standarisasi. Kelemahannya meliputi kepekaan pada penyimpangan penilai (terutama hello effect) yang lebih mengedepankan kriteria‐kriteria pribadi karyawan dalam menentukan kriteria‐kriteria hasil kerja, kesalahan menafsirkan meteri‐meteri checklist, Kerugian metode ini tidak memungkinkan penilai untuk memberikan nilai yang berbeda. Sebagai contoh, karyawan yang dengan senang hati bekerja lembur mendapatkan nilai yang sama seperti karyaan yang bekerja lembur dengan setengah hati.
3. Metode Dengan Pilihan Terarah (Forced Choice Methode)
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian.
Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataan‐pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama. Metode in imengharuskan penilai untuk memilih pernyataan yang paling sesuai dengan pasangan pernyataan tentang karyawan yang dinilai.
Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan yang dibuat penilai atas perilaku karyawan yang sangat kritis, seperti sangat baik atau sangat jelek dalam melaksanakan pekerjaan.
Pernyataan‐pernyataan diatas disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat oleh atasan selama masa penilaian untuk setiap karyaan yang amat berguna dalam memberikan umpan balik karyawan yang bersangkutan. Kejadian yang dicatat meliputi penjelasan ringkas dari apa yang terjadi.
5. Metode Catatan Prestasi
Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Informasi ini secara khusus digunakan untuk menghasilkan detail laporan tahunan tentang kontribusi seorang profesional selama satu tahun. Selanjutnya, laporan akan digunakan oleh atasan untuk menetukan kenaikan dan promosi untuk memberikan saran‐saran tentang hasil kerjanya dimasa yang akan datang. Penafsiran atas materi‐materi mungkin subjektif dan biasanya terjadi penyimpangan, karena hanya memberikan sesuatu yang baik saja terhadap apapun yang dilakukan karyawan.
6. Skala Peringkat Dikaitkan Dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating
Scale= BARS)
Metode ini merupaka suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk satu kurun waktu tertentu dimasa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini adalah pengurangan
subjektifitas dalam penilaian. Deskripsi prestasi kerja, yang baik maupun yang kurang memuaskan, dibuat oleh pekerja sendiri, rekan sekerja dan atasan langsung masing‐ masing.
7. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode)
Disini penilai turun kelapangan bersama‐sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.
Hasil penilaian dikirim ke penyelia dan dibawa kelapangan untuk keperluan review, perubahan, persetujuan dan pembahasan dengan pihak karyawan yang dinilai. Telah dimaklumi bahwa penilaian yang seobjektif mungkin dalam mengukur prestasi kerja karyawan perlu diusahakan. Berarti subjektifitas penilai harus dihilangkan paling sedikit dikurangi hingga seminimal mungkin.
8. Test Dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)
Karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan, penilaian prestasi dapat didasarkan pada test pengetahuan dan keterampilan, berupa test tertulis dan peragaan, syaratnya test itu harus valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya).
Untuk jenis‐jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa test dan observasi. Artinya karyawan dinilai, diuji kemampuannya baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti, tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian taktik yang langsung diamati oleh penilai.
Metode in mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam kenaikan gaji, promosi dan pemberian berbagai bentuk imbalan kepada karyawan.
2.6. Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Rivai (2005) manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. Pihak‐paihak yang berkepentingan adalah : orang yang dinilai (petugas), penilai (pimpinan) dan tempat bekerja (puskesmas).
a. Manfaat bagi petugas yang dinilai
Bagi petugas yang dinilai, keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja adalah :
1. Meningkatkan motivasi
2. Meningkatkan kepuasan kerja
3. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka
4. Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif
5. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar
6. Pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dengan membangun
kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin
7. Adanya kesempatan untuk berkomunikasi keatas
8. Kesempatan untuk mendiskusikan masalah pekerjaan dan bagaimana untuk
mengatasinya.
b. Manfaat bagi penilai (Pimpinan)
Manfaat pelaksanaan penilaian kinerja adalah :
1. Peningkatan kepuasan kerja
2. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasi kecendrungan kinerja
petugas untuk perbaikan manajemen selanjutnya.
3. Sebagai media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran individu dengan
sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM.
4. Bias mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas.
5. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan
memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka dapat
memberikan kontribusi yang lebih besar kepada puskesmas.
6. Kesempatan bagi pimpinan untuk menjelaskan kepada petugas apa yang ya
petugas dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya dan berjaya sesuai
dengan harapan dari pimpinan.
c. Manfaaat bagi puskesmas
Manfaat penilaian bagi puskesmas adalah :
1. Meningkatkan kualitas komunikasi.
2. Meningkatkan motivasi petugas secara keseluruhan.
3. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan puskesmas.
4. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh
5. Mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan.
6. Petugas yang potensial dan memungkinkan untuk menjadi pemimpin atau
sedikitnya yang dapat dipromosikan, menjadi lebih mudah terlihat, dan
memungkinkan peningkatan tanggung jawab secara kuat.
2.7. Tugas Pokok dan Fungsi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
a. Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit
1. Membantu kepala Dinas di bidang tugasnya.
2. Menyusun Program kerja di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit.
3. Menyelenggarakan penyusunan pedoman teknis bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
4. Menyelenggarakan upaya pencegahan penyakit/imunisasi.
5. Menyelenggarakan upaya pemberantasan vektor dan Pemberantasan Penyakit
yang Bersumber Binatang.
6. Menyelenggarakan upaya pengamatan Penyakit dan Pemberantasan Penyakit
Menular Langsung.
7. Menyelenggarakan monitoring dan evaluasi program Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
8. Menginventaris dan menganalisa permasalahan bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit dan merumuskan langkah-langkah serta saran
pemecahannya..
9. Melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala dinas.
10. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala dinas.
b. Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Seksi Pencegahan Penyakit
1. Membantu kepala bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit di bidang
tugasnya.
2. Menyusun program kerja seksi Pencegahan Penyakit.
3. Melaksanakan pedoman teknis seksi Pencegahan Penyakit.
4. Melaksanakan bimbingan teknis pelaksanaan imunisasi.
5. Melaksanakan monitoring dan penyususnan laporan hasil evaluasi pelaksanaan
program pencegahan penyakit.
6. Melaksanakan penyajian hasil kegiatan program.
7. Melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
8. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
c. Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Menular
1. Membantu kepala bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit di bidang
tugasnya.
2. Menyusun program kerja seksi Pemberantasan Penyakit Menular.
3. Melaksanakan pedoman teknis Penyakit Menular Bersumber Binatang dan
Penyakit Menular Langsung.
4. Melaksanakan pemantauan dan pengamatan penyakit serta usaha
pemberantasannya.
5. Melaksanakan pemantauan dan pengamatan wabah serta usaha
penanggulanganya.
6. Melaksanakan pedoman bimbingan teknis pelaksanaan program.
Pemberantasan Penyakit yang Bersumber dari Binatang dan Penyakit Menular
Langsung.
7. Melaksanakan monitoring dan pelaporan hasil evaluasi pelaksanaan Program
Pemberantasan Penyakit Menular.
8. Melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
9. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit.
d. Tugas Pokok dan Fungsi Petugas P2P Program DBD di Dinas Kesehatan
1. Pendataan kasus DBD2. Penyemprotan 2 siklus DBD selama 1 minggu. 3. Membuat laporan kasus DBD
4. Melaporkan kasus DBD kepada Kepala Bagian
5. Membuat pertanggung jawaban administrasi kasus DBD
e. Tugas Pokok dan Fungsi Petugas P2P Program DBD di Puskesmas/UPTD
1. Pelacakan kasus2. Pelaporan kasus DBD Ke Dinas Kesehatan 3. Penyuluhan
4. Advokasi kepala desa
6. Melaksanakan pemeriksaan jentik (Aedes Aegypti) 7. PSN
8. Melaksanakan kegiatan gotong royong bersama masyarakat setempat 9. Pemberian bubuk abate
10. Mendampingi petugas penyemprotan dari Dinas Kesehatan bila ada kasus 11. Pelaporan kejadian kasus kembali ke Dinas Kesehatan (Dinas Kesehatan Kota
Lhokseumawe, 2009).
2.8.Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori menurut Gibson (1989) peneliti merasa dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi (determinan) kinerja personel maka perlu dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada 3 (tiga) kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Karakteristik Individu
- Pendidikan
- Pelatihan
-Masa Kerja
Kinerja Staff