• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes (2005), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Depkes (2005), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2  TINJAUAN PUSTAKA 

  2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD) 

Menurut Depkes (2005), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang  disebabkan  oleh  virus  dari  golongan  Arbovirus  yang  ditandai  dengan  demam  tinggi  mendadak  tanpa  sebab  yang  jelas,  berlangsung  terus  menerus  selama  2‐7  hari,  manifestasi  perdarahan  (peteke,  purpura,  perdarahan  konjungtiva,  epistaksis,  perdarahan  mukosa,  perdarahan  gusi,  hematemesis,  melena,  hematuri)  termasuk  uji  tourniquet  (Rumple  Leede)  positif,  trombositopeni  (jumlah  trombosit  ≤  100.000/ l,  hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit ≥ 20%) disertai atau tanpa pembesaran hati  (hepatomegali). 

DBD  salah  satu  penyakit  menular  yang  dapat  menimbulkan  wabah,  maka  sesuai dengan undang‐undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta  peraturan  menteri  kesehatan  No.  560  tahun  1989  bahwa  setiap  penderita  termasuk  tersangka  DBD  harus  segera  dilaporkan  selambat‐lambatnya  dalam  waktu  24  jam  oleh  unit pelayanan kesehatan (rumah  sakit, puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter  praktek  dan  lain‐lain).  Untuk  membatasi  penularan  penyakit  yang  cenderung  meluas,  mencegah kejadian luar biasa (KLB) serta menekan angka kesakitan dan kematian maka  pemerintah juga melaksanakan pemberantasan vektor dengan menggunakan insektisida  (fogging fokus) di desa/kelurahan yang ditemukan adanya penderita (Depkes RI, 2005). 

Diperkirakan  bahwa  terdapat  sekurang‐kurangnya  seratus  juta  kasus  Demam  Dengue pertahun dan 500.000 kasus Demam Berdarah Dengue yang memerlukan rawat 

(2)

inap  di  rumah  sakit.  Angka  kematian  yang  disebabkan  oleh  DBD  rata‐rata  sekitar  5%  dengan catatan kematian sejumlah 25.000 terjadi tiap tahunnya (Depkes RI, 2003). 

 

2.2. Program Pencegahan Penyakit DBD 

Setiap  puskesmas  dengan  penuh  tanggung  jawab  harus  melaksanakan  pencatatan  pelaporan  sesuai  dengan  system  yang  berlaku  dengan  bimbingan  petugas  tingkat kabupaten, melaksanakan tindakan sesuai dengan arahan yang diberikan dalam  alternative tindakan berdasarkan hasil pemantauan. (Depkes RI, 1998) 

Berdasarkan  uraian  tugas  jabatan  struktural  bidang  pencegahan  dan  pemberantasan  penyakit  yaitu  memimpin  seksi  pencegahan  dan  pemberantasan  penyakit  menular  dalam  pelaksanaan  kegiatan  teknis  dan  administrasi  sesuai  dengan  ketentuan  yang  berlaku  untuk  mendukung  melancarkan  tugas  pokok  bidang  pencegahan  dan  pemberantasan  penyakit  meliputi  :  membuat  rencana  kerja  berdasarkan  peraturan  perundang‐undangan  untuk  pedoman  pelaksanaan  kegiatan,  membuat laporan pelaksanaan tugas secara tertulis kepada atasan sebagai bahan untuk  penyusunan program selanjutnya (DKK NAD, 2008). 

Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah laporan segera

(paling lambat dikirimkan dalam 24 jam setelah penegakkan diagnosis) tentang

adanya penderita termasuk tersangka DBD agar segera dapat dilakukan tindakan atau

langkah-langkah penanggulangan seperlunya.

Alur pelaporan Demam Berdarah Dengue yaitu : (Depkes RI, 2005).

a. Pelaporan Rutin

(3)

2. Pelaporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

3. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan

Propinsi.

4. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Propinsi ke Pusat (Subdit Arbovirus,

Ditjen P2M&PL).

b. Pelaporan dalam Situasi Kejadian Luar Biasa

1. Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)

2. Pelaporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

3. Pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan

Propinsi.

4. Pelaporan dari dinas Kesehatan Propinsi ke Pusat (Subdit Arbovirus,

Ditjen P2M&PL).

c. Umpan Balik

Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan kualitas dan

memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan ketepatan waktu pelaporan

serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan balik oleh masing-masing tingkat

administrasi dilaksanakan setiap tiga bulan minimal dua kali dalam setahun.

Penilaian kinerja program pencegahan penyakit DBD  indikator kinerja :  

 

1) Jumlah penderita DBD yang ditangani sesuai standar

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ X 100%    Jumlah penderita DBD dalam kurun waktu yang sama 

(4)

   

2) Jumlah tersangka DBD yang ditangani sesuai kriteria

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐  X 100%    Jumlah tersangka DBD dalam kurun waktu yang sama   

 

2.3. Organisasi 

Menurut  Malayu  (2005)  organisasi  adalah  suatu  system  perserikatan  formal,  berstruktur  dan  terkoordinasi  dari  sekelompok  orang  yang  bekerjasama  dalam  mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja. 

Menurut March & Siman dalam Malayu (2005) organisasi adalah system yang  kompleks  yang  terdiri  dari  unsur  psikologis,  sosiologis,  teknologis  dan  ekonomi  yang  dalam dirinya sendiri membutuhkan penyelidikan yang insentif. Organisasi terdiri dari : 

a. Pengaturan yang berorientasi sasaran, orang-orang dengan tujuannya.

b. Orang-orang berinteraksi dalam kelompok.

c. Orang dengan menggunakan pengetahuan dan teknik.

d. Interaksi kegiatan yang terstruktur serta orang-orang bekerja sama dalam

hubungan-hubungan yang berpola (struktur system)

2.4. Kinerja 

Menurut  Payaman  (2005)  kinerja  adalah  tingkat  pencapaian  hasil  atas  pelaksanaan tugas tertentu.  

(5)

Berdasarkan  pendapat  Sedarmayanti  (2004)  kinerja  adalah  hasil  kerja  seseorang  yang  dapat  ditunjukkan  buktinya  secara  konkrit  dan  dapat  diukur,  tercapainya  tujuan organisasi hanya dimungkinkan karena upaya pelaku yang terdapat  pada organisasi tersebut.  

Menurut  Ilyas  (2001)  kinerja  adalah  penampilan  hasil  karya  personel  baik  kualitas  maupun  kuantitas  dalam  suatu  organisasi.  Dalam  organisasi  pelayanan  kesehatan,  sangatlah  penting  untuk  memiliki  instrumen  penilaian  kinerja  yang  efektif  bagi  tenaga  kerja  profesional.  Proses  evaluasi  kinerja  bagi  profesional  menjadi  bagian  terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif.  Untuk  mengetahui  faktor  yang  mempengaruhi  (determinan)  kinerja  personel  maka  perlu dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada 3 (tiga)  kelompok  variabel  yang  mempengaruhi  perilaku  kerja  dan  kinerja  yaitu  variabel  individu,  variabel  organisasi  dan  variabel  psikologis.  Ketiga  kelompok  variabel  tersebut  mempengaruhi perilaku kinerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel.  Perilaku  yang  berhubungan  dengan  kinerja  adalah  yang  berkaitan  dengan  tugas‐tugas  pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. 

   

2.4.1. Hubungan Kinerja Terhadap Karakteristik Individu 

Menurut  Rivai  (2003)  perilaku  individu  adalah  sebagai  suatu  fungsi  dari  interaksi  antara  individu  dengan  lingkungannya.  Individu  membawa  tatanan  dalam  organisasi  berupa  kemampuan,  kepercayaan,  pribadi,  penghargaan,  kebutuhan  dan  pengalaman masa kerja.  

(6)

Sementara itu, karakteristik individu akan di bawa memasuki suatu lingkungan  baru  yaitu  organisasi  atau  lainnya.  Organisasi  juga  mempunyai  karakteristik  dan  merupakan  suatu  lingkungan  bagi  individu.  Selanjutnya  karakteristik  individu  berinteraksi  dengan  karakteristik  organisasi  yang  akan  mewujudkan  perilaku  individu  dalam organisasi. 

Menurut  Payaman  (2005)  kompensasi  individu  adalah  kemampuan  dan  keterampilan  melakukan  kerja  yang  dipengaruhi  oleh  pendidikan,  akumulasi  pelatihan  dan pengalaman kerja. 

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia (Human

Investment). Semakin lama waktu yang digunakan seseorang untuk pendidikan

semakin tinggi kemampuan atau kompetensinya melakukan pekerjaan dan dengan

demikian semakin tinggi kinerjanya.

Sedangkan menurut Sedarmayanti (2004) pendidikan merupakan upaya

untuk menambah pengetahuan dan keterampilan bekerja sehingga dengan demikian

dapat meningkatkan produktivitas kerja dan tercermin dalam imbalan yang diterima.

b. Pelatihan

Pelatihan adalah salah satu bentuk peningkaan produktivitas kerja yang

dapat dilakukan di dalam maupun di luar instansi. Pelatihan yang dilakukan di luar

instansi umumnya bersifat khusus, lokakarya atau pendidikan formal dengan maksud

untuk meningkatkan keterampilan pengawai baik secara horizontal maupun vertikal.

(7)

Peningkatan secara horizontal berarti memperluas aspek atau jenis pekerjaan

yang diketahui. Sedangkan peningkatan secara vertikal berarti memperdalam

pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu.

Menurut Umar (2002) program pelatihan ditujukan untuk memperbaiki

penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk

kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan

pegawainya untuk memangku jabatan tertentu dimasa yang akan datang.

Pengembangan bersifat lebih luas karena menyangkut banyak aspek seperti

peningkatan dalam keilmuan, pengetahuan, kemampuan, sikap dan kepribadian.

Program pelatihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi gap

antara kecakapan pegawai dan peminatan jabatan. Selain untuk meningkatkan

efisiensi dan efektifitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran kerja.

c. Masa Kerja

Menurut Rivai (2003) masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman

yang lebih dari seseorang dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain

Pengalaman kerja pada awal melaksanakan tugas tidak banyak memerlukan

bimbingan tetapi bila sifat kepribadiannya buruk atau intelegensinya rendah maka

semakin lama akan semakin kurang berhasil guna dan berdaya guna dalam bekerja

(Sedarmayanti, 2004).

Menurut Payaman (2005) pengalaman kerja dapat memperdalam dan

memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang

sama, semakin terampil dan semakin cepat menyelesaikan pekerjaan tersebut

sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan kinerja.

(8)

2.4.2. Hubungan Kinerja Terhadap Karakteristik Organisasi 

Menurut Timple dalam Mangkunegara (2006) faktor‐faktor kinerja terdiri dari  faktor  individu  dengan  faktor  lingkungan  kerja  organisasi.  Faktor  lingkungan  kerja  organisasi  sangat  menunjang  bagi  individu  dalam  mencapai  prestasi  kerja.  Faktor  organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai,  target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja yang  harmonis,  peluang  berkarir  dan  fasilitas  kerja  yang  memadai  merupakan  pemicu  (pemotivator) bagi dirinya dalam berprestasi di organisasinya.  

Menurut  Gibson  (1989)  variabel  organisasi  berefek  tidak  langsung  terhadap  perilaku  dan  kinerja  individu.  Variabel  organisasi  digolongkan  dalam  sub  variabel  sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.  

Sedangkan menurut Kopelman  dalam Ilyas (2001) mengemukakan bahwa sub  variabel  imbalan  akan  berpengaruh  untuk  meningkatkan  motivasi  kerja  yang  pada  akhirnya secara langsung akan meningkatkan kinerja individu.  

   

a. Sumber Daya

Menurut Rosidah, dkk (2003) organisasi dipengaruhi oleh sumber daya yang

terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya non manusia atau disebut jasa

dengan sumber daya alam (natural resource) seperti modal, mesin, teknologi,

material dan lain-lain. Kedua kategori sumber daya tersebut sama-sama penting, akan

tetapi sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor dominan karena memilki akal,

pengetahuan, keterampilan, motivasi, karya dan prestasi. Pada prinsipnya SDM

(9)

adalah satu-satunya sumber daya yang sangat menentukan organisasi dalam

melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan.

Sedangkan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) adalah prestasi kerja atau

hasil kerja (out put) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan

periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengna tanggung jawab

yang diberikan kepadanya.

Menurut Ilyas (2001) untuk menilai kualitas kerja SDM maka perlu

dilakukan penilaian kerja dengan cara membandingkan hasil karya yang dilakukan

personel dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila dari

hasil penilaian ini ternyata personel yang bersangkutan masih jauh atau belum dapat

mencapai tolak ukur yang ditetapkan, maka salah satu penyebabnya adalah belum

sepenuhnya personel tersebut melaksanakan disiplin kerja, menunda-nunda pekerjaan

sehingga target penyelesaian pekerjaan tidak pernah tercapai.

b. Kepemimpinan dalam Organisasi

Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang

yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku

orang lain, terutama bawahannya untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa

sehingga melalui perilaku yang positif akan memberikan manfaat dalam pencapaian

tujuan organisasi.

Menurut Rivai (2003) kepemimpinan seseorang sangat besar peranannya

dalam setiap pengambilan keputusan sehingga membuat keputusan dan mengambil

(10)

tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas seorang pimpinan.

Pengambilan keputuasan dalam tinjauan perilaku dapat mencerminkan karakter bagi

seorang pemimpin. Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menganalisis situasi

dengan memperoleh informasi seakurat mungkin, sehingga permasalahan dapat

dituntaskan.

c. Imbalan.

Pemberian imbalan atau kompensasi merupakan masalah yang sangat

penting karena mengingat setiap pekerja dalam organisasi mempunyai pengharapan

atas sesuatu dari organisasi sebagai penghargaan atas jerih payahnya selama bekerja.

Menurut Basyah,dkk (2006) kompensasi selain berbentuk upah (gaji) dapat

juga berupa fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan atau bentuk lain yang dapat di

nilai dengan uang.

Masalah pengelolaan kompensasi bukan hanya penting karena merupakan

dorongan utama seseorang untuk menjadi karyawan, tetapi juga karena kompensasi

yang diberikan ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap semangat dan

kegairahan kerja para personil organisasi.

Menurut Ilyas (2001) pemberian kompensasi dapat diperoleh dari penilaian

kinerja sehingga dapat menentukan peringkat pemberian kompensasi untuk personel

yang bersangkutan apakah tinggi, rendah atau rata-rata saja. Tingkat kompensasi

yang dibayarkan dapat didasarkan pada status kemampuan dan tanggung jawab

personel yang bersangkutan.

(11)

Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja dapat dibedakan atas beberapa metode meliputi  :  

a. Penilaian Teknik Essai Menyeluruh

Pada metode ini penilai menuliskan deskripsi tentang kelebihan dan

kekurangan seseorang personel yang meliputi prestasi, kerjasama dan pengetahuan

personel tentang pekerjaannya.

Dalam penilaian secara menyeluruh atas hasil kerja bawahan keuntungan

cara ini adalah dapat dilakukannya analisis secara mendalam, tetapi teknik ini

memakan waktu banyak dan sangat tergantung kepada penilai.

b. Metode Penggunaan Daftar Periksa

Dalam melakukan penilaian kerja seorang personel, kita dapat menggunakan

daftar periksa (checklist) yang telah disediakan sebelumnya. Daftar ini berisi

komponen yang dikerjakan seorang personel yang dapat diberi bobot ya atau tidak,

selesai atau belum atau dengan bobot persentase penyelesaian pekerjaan yang

bersangkutan. Biasanya komponen tingkah laku dalam pekerjaan yang dinilai disusun

dalam pertanyaan singkat.

c. Metode Penilaian Komparasi

Penialaian yang didasarkan perbandingan ini dilakukan dengan cara

membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan seorang personel dengan personel lain

yang melakukan pekerjaan sejenis. Penggunaan metode ini dianggap cukup sederhana

dan tidak memerlukan analisis yang sulit. Dengan membandingkan hasil pelaksanaan

pekerjaan seperti ini akan mudah menentukan personel mana yang terbaik prestasinya

sehingga mendapat bobot tinggi yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan

(12)

kriteria pemberian tingkat kompensasi, pemberian tanggung jawab yang lebih tinggi

dan sebagainya.

d. Metode Penilaian Langsung

Melakukan penilaian kinerja tidak hanya dapat dilakukan di atas kertas

berdasarkan catatan atau laporan yang ada. Tetapi dapat pula melihat langsung

pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

Petugas yang melakukan penilaian ke lapangan ini adalah orang yang

mengetahui apa yang harus dilihat dan dinilai. Kemudian hasil penilaian disampaikan

kepada pejabat yang berwenang. Sewaktu melakukan penilaian di lapangan si penilai

dapat saja langsung memberitahukan kepada personel yang dinilai kekurangan atau

kelemahan yang dilakukan yang bersangkutan dalam melakukan pekerjaan.

Menurut Rivai (2005) metode penilaian kinerja adalah sebagai berikut:  A. Metode Penilaian Subjektif  Penilaian kinerja subjektif dapat dilakukan dengan bermacam‐macam metode atau  teknik. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam sistem penilaian kinerja subjektif  antara lain adalah sebagai berikut:  1. Alphabetical/Numerial rating 

Dalam  metode  ini,  penilai  diminta  untuk  merating/memberi  peringkat  karyawan‐karyawan dengan menggunakan angka yang mempunyai bobot yang berbeda.  Faktor yang dinilai antara lain: 

a. Kualitas dan kuantitas pekerjaan  b. Pengetahuan tentang pekerjaan  

(13)

Skala peringkat misalnya dengan menggunakan angka 1 sampai 5, atau A sampai E  yang menunjukan perbedaan antara kinerja yang lebih baik dan yang lebih buruk.  Kelebihan  dari  metode  ini  adalah  mudah  dimengerti  dan  digunakan.  Sementara  itu,  kekurangannya adalah terkena bias dan terjadinya central tendency. 

2. Forced Choice Rating Index 

Pada  metode  ini  penilai  diminta  untuk  membuat  kata  sifat  atau  ungkapan‐  ungkapan  yang  dapat  memberikan  gambaran  tentang  kinerja  karyawan  yang  dinilai.  Dalam  hal  ini,  penilai  hanya  memilih  salah  satu  dari  dua  pernyataan  yang  dianggap  sesuai atau mendekati kinerja karyawan yang dinilai. 

Kelebihan dari metode ini adalah di samping cukup mudah untuk dipahami dan  digunakan,  juga  dapat  mengurangi  masalah  central  tendency  yang  terlalu  lemah  atau  terlalu  tegas.  Kelemahan  dari  metode  ini  adalah  sulit  untuk  membuat  indikator  dari  standar kinerja. 

3. Personality Trait Rating 

Metode ini terdiri dari lima atau enam poin kualitas personal dan karakteristik  kepribadian  seperti:  keyakinan  diri  (confidence),  antusiasisme  (enthusiasm),  kedewasaan  (maturity),  (steadiness  under  preasure),  intiative  dan  lain‐lain.  Penilain  diminta  untuk  memilih  salah  satu  angka  yang  menggambarkan  kepribadian  seseorang  tersebut. 

4. Ghrapic Rating Scale 

Metode  ini  menggunakan  skala  grafik  yang  memberikan  gambaran  mulai  dari  kinerja  tertinggi  sampai  terendah.  Penilaian  diminta  memberikan  tanda  pada  grafik  skala tersebut sesuai dengan karyawan yang dinilai. 

(14)

Metode ini disamping mudah dipahami dan digunakan juga dapat menghindari  penempatan karyawan pada katagori yang spesifik(baik atau bagus). Namun rater bias,  dan  central  tendency  masih  mungkin  terjadi.  Disamping  itu,  sulit  untuk  menginterpretasikan skala tersebut. 

5. Force Distribution 

Metode  ini  dapat  menghindari  masalah‐masalah  seperti  central  tendency  yang  terlalu longgar atau terlalu ketat, namun kinerja kelompok mungkin tidak sesuai dengan  pola  normal.  Selain  itu  metode  ini  sulit  diterapkan  jika  jumlah  karyawan  yang  akan  dinilai terlalu sedikit. 

 

6. Rangking 

Metode  ini  adalah  metode  yang  paling  sederhana.  Penilaian  hanya  mengurutkan  karyawan  berdasarkan  peringkat  atau  rangking  mulai  dari  yang  mempunyai kinerja yang baik sampai pada kinerja yang paling jelek. 

Metode ini selain mudah digunakan juga memaksa penilai untuk membedakan  antara tingkat‐tingkat  kinerja karyawan yang berbeda. Akan tetapi kelompok  yang ada  mungkin tidak dapat memenuhi distribusi yang diatur, misalnya karyawan yang berada  dibawah atau diatas rata‐ rata. 

7. Paired Comparisons 

Metode  ini,  penilai  diminta  untuk  membandingkan  seorang  karyawan  dengan  karyawan lainnya, kemudian dinilai apakah kinerjanya lebih tinggi atau lebih rendah dari  karyawan  lain.  Dengan  menggunakan  metode  ini,  penilai  dituntut  untuk  membandingkan kekuatan dan kelemahan dari para karyawan.  

(15)

Namun  demikian  metode  ini  tidak  memungkinkan  perbandingan  yang  mudah  antara kelompok‐kelompok pekerja yng berbeda. Disamping itu, metode ini tidak dapat  memberikan  umpan  balik  yang  jelas  kepada  karyawan  untuk  meningkatkan  kinerja  dimasa yang akan datang. Dan kelemahan lain adalah penilai merasa enggan membuat  perbandingan diantara para karyawan. 

B. Metode Penilaian Objektif 

Penilaian  kinerja  objektif  dapat  dilakukan  dengan  bermacam‐macam  metode  atau  teknik.  Beberapa  teknik  yang  dapat  digunakan  dalam  sistem  penilaian  kinerja  objektif  adalah sebagai berikut: 

1. Free Written Report 

Free  written  report  disebut  juga  sebagai  metode  esai  atau  metode  karangan. 

Penilai  memberikan  pendapat  tentang  kinerja  masing‐masing  karyawan  dalam  bentuk  tulisan  atau  karangan  yang  menunjukan  kriteria  yang  dianggap  sesuai  atau  cocok   dengan  karyawan  yang  dinilai.  Penilai  harus  memberikan  komentar  tentang  kinerja  masa lalu karyawan dan peningkatan atau target baru untuk masa yang akan datang. 

Keuntungan dari metode ini adalah dapat menghasilkan pendapat yang berguna  bagi  kinerja  saat  ini  dan  potensi  dimasa  yang  akan  datang.  Namun  dengan  metode  ini  perbandingan antara individu mungkin sulit dihasilkan. 

2. Controlled Written Report 

Metode  ini  mirip  dengan  metode  free  written  report,  namun  lebih  terarah  karena adanya heading dalam dokumen penilaian yang mengarahkan komentar penilai.  Metode  ini  menuntut  penilai  untuk  memikirkan  dengan  seksama  kinerja  seorang  karyawan yang dapat berguna bagi kinerja masa kini dan masa akan datang. 

(16)

3. Critical Incident Technique 

Dalam  hal  ini  penilai  diminta  untuk  mencatat  kedua  sisi  kinerja  ,  baik  yang  positif  maupun  yang  negatif  dari  karyawan.  Melalui  metode  ini,  penilai  dituntut  untuk  berpikir secara seksama mengenai kinerja tiap karyawan.  

Metode  ini  membutuhkan  pengawasan  secara  dekat  yang  kadang  berlebihan  dan dapat menimbulkan kebencian karyawan serta pengunduran semangat kerja. 

   

4. Result Oriented Scheme 

Metode  ini  berorientasi  pada  hasil  yang  ingin  dicapai  yang  lebih  menekankan  kinerja dari pada kepribadian. Dalam melakukan penilaian, terdapat kemungkinan kecil  untuk dipengaruhi oleh sudut pandang subjek dari penilai. Disamping dapat mendorong  diskusiterbuka  dalam  memformulasikan  saran‐saran,  juga  memberikan  umpan  balik  terhadap peningkatan kinerja dimasa yang akan datang. 

5. Self Appraisal 

Metode  ini  melibatkan  karyawan  dalam  proses  penilaian  tentang  kinerja  masing‐  masing.  Metode  ini  dapat  mendorong  karyawan  untuk  memikirkan  masalah  pekerjaan  dan  kinerja  sehingga  dapat  memberikan  umpan  balik  yang  positif  terhadap  peningkatan dimasa yang akan datang. 

6. Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS) 

Walaupun  belum  digunakan  secara  luas,  metode  ini  memiliki  kelebihan  yang  dapat diperhitungkan dalam mengatasi masalah yang biasanya muncul apabila kita ingin 

(17)

mengakarakterisasi skala penilaian konvensional alfabetis/numerik. BARS membutuhkan  formulir penilaian yang secara khusus dirancang bagi tiap kelompok pekerjaan. 

C. Metode Penilaian Kinerja Yang Berorientasi Masa Lalu 

Metode  penilaian  kinerja  berorientasi  masa  lalu  (past  oriented  evaluation 

methods) dilakukan berdasarkan kinerja masa lalu.  

Keuntungan  dari  metode  ini  adalah  dapat  dijadikan  umpan  balik  (feed  back)  yang dapat mengarahkan usaha untuk peningkatan kinerja. 

Dalam  praktiknya,  sebagaimana  diuraikan  diatas  ada  beberapa  metode  untuk  mengevaluasi kinerja diwaktu yang lalu, dan hampir semua teknik tersebut merupakan  suatu  upaya  untuk  meminimalkan  berbagai  masalah  tertentu  yang  dijumpai  dalam  pendekatan‐pendekatan  ini.  Dengan  mengevaluasi  prestasi  kerja  kinerja  di  masa  lalu,  karyawan dapat memperoleh umpan balik dari upaya –upaya mereka. Umpan balik ini  selanjutnya  bisa  mengarahkan  kepada  perbaikan‐perbaikan  prestasi.  Teknik‐teknik  penilaian ini adalah sebagai berikut: 

1. Skala Peringkat (Rating Scale) 

Meskipun  metode  ini  sering  dianggap  sebagai  metode  yang  subjektif,  namun  metode ini paling banyak digunakan dalam menilai/mengevaluasi kinerja karyawan.   Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian  pr estasi, dimana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan  dengan hasil kerja karyawan dalam skala‐skala tertentu, mulai dari yang paling rendah  sampai yang paling tinggi.    2. Daftar Pertanyaan (Checklist) 

(18)

Penilaian berdasarkan metode ini biasanya menggunakan sejumlah pertanyaan  dengan  menggunakan  kalimat  :  Berilah  jawaban  pertanyaan  berikut  dengan  cara  memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia. 

Metode  ini  menggunakan  formulir  isian  yang  menjelaskan  beraneka  ragam  tingkat  perilaku  bagi  suatu  pekerjaan  tertentu.  Penilai  hanya  perlu  memilih  kata  atau  pertanyaan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.  

  Keuntungan dari checklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai  hanya  membutuhkan  pelatihan  yang  sederhana  dan  standarisasi.  Kelemahannya  meliputi  kepekaan  pada  penyimpangan  penilai  (terutama  hello  effect)  yang  lebih  mengedepankan  kriteria‐kriteria  pribadi  karyawan  dalam  menentukan  kriteria‐kriteria  hasil  kerja,  kesalahan  menafsirkan  meteri‐meteri  checklist,  Kerugian  metode  ini  tidak  memungkinkan  penilai  untuk  memberikan  nilai  yang  berbeda.  Sebagai  contoh,  karyawan  yang  dengan  senang  hati  bekerja  lembur  mendapatkan  nilai  yang  sama  seperti karyaan yang bekerja lembur dengan setengah hati. 

3. Metode Dengan Pilihan Terarah (Forced Choice Methode) 

Metode  ini  dirancang  untuk  meningkatkan  objektivitas  dan  mengurangi  subjektivitas dalam penilaian.  

Salah  satu  sasaran  dasar  pendekatan  pilihan  ini  adalah  untuk  mengurangi  dan  menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan  antara pernyataan‐pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.  Metode in imengharuskan penilai untuk memilih pernyataan yang paling sesuai dengan  pasangan pernyataan tentang karyawan yang dinilai. 

(19)

Metode ini merupakan pemilihan yang mendasarkan pada catatan yang dibuat  penilai  atas  perilaku  karyawan  yang  sangat  kritis,  seperti  sangat  baik  atau  sangat  jelek  dalam melaksanakan pekerjaan.  

Pernyataan‐pernyataan  diatas  disebut  sebagai  insiden  kritis  dan  biasanya  dicatat  oleh  atasan  selama  masa  penilaian  untuk  setiap  karyaan  yang  amat  berguna  dalam  memberikan  umpan  balik  karyawan  yang  bersangkutan.  Kejadian  yang  dicatat  meliputi penjelasan ringkas dari apa yang terjadi. 

5. Metode Catatan Prestasi  

Metode  ini  berkaitan  erat  dengan  metode  peristiwa  kritis,  yaitu  catatan  penyempurnaan,  yang  banyak  digunakan  terutama  oleh  para  profesional,  misalnya  penampilan,  kemampuan  berbicara,  peran  kepemimpinan  dan  aktivitas  lain  yang  berhubungan  dengan  pekerjaan.  Informasi  ini  secara  khusus  digunakan  untuk  menghasilkan  detail  laporan  tahunan  tentang  kontribusi  seorang  profesional  selama  satu  tahun.  Selanjutnya,  laporan  akan  digunakan  oleh  atasan  untuk  menetukan  kenaikan  dan  promosi  untuk  memberikan  saran‐saran  tentang  hasil  kerjanya  dimasa  yang akan datang. Penafsiran atas materi‐materi mungkin subjektif dan biasanya terjadi  penyimpangan,  karena  hanya  memberikan  sesuatu  yang  baik  saja  terhadap  apapun  yang dilakukan karyawan. 

6. Skala  Peringkat  Dikaitkan  Dengan  Tingkah  Laku  (Behaviorally  Anchored  Rating 

Scale= BARS) 

Metode  ini  merupaka  suatu  cara  penilaian  prestasi  kerja  karyawan  untuk  satu  kurun  waktu  tertentu  dimasa  lalu  dengan  mengaitkan  skala  peringkat  prestasi  kerja  dengan  perilaku  tertentu.  Salah  satu  kelebihan  metode  ini  adalah  pengurangan 

(20)

subjektifitas  dalam  penilaian.  Deskripsi  prestasi  kerja,  yang  baik  maupun  yang  kurang  memuaskan,  dibuat  oleh  pekerja  sendiri,  rekan  sekerja  dan  atasan  langsung  masing‐ masing.  

 

7. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Methode) 

Disini  penilai  turun  kelapangan  bersama‐sama  dengan  ahli  dari  SDM.  Spesialis  SDM  mendapat  informasi  dari  atasan  langsung  perihal  prestasi  karyawannya,  lalu  mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.  

Hasil  penilaian  dikirim  ke  penyelia  dan  dibawa  kelapangan  untuk  keperluan  review, perubahan, persetujuan dan pembahasan dengan pihak karyawan yang dinilai.  Telah  dimaklumi  bahwa  penilaian  yang  seobjektif  mungkin  dalam  mengukur  prestasi  kerja karyawan  perlu diusahakan. Berarti subjektifitas penilai harus dihilangkan paling  sedikit dikurangi hingga seminimal mungkin. 

8. Test Dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation) 

Karena  berbagai  pertimbangan  dan  keterbatasan,  penilaian  prestasi  dapat  didasarkan pada test pengetahuan dan keterampilan, berupa test tertulis dan peragaan,  syaratnya test itu harus valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya). 

 Untuk jenis‐jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa test dan observasi.  Artinya  karyawan  dinilai,  diuji  kemampuannya  baik  melalui  ujian  tertulis  yang  menyangkut  berbagai  hal  seperti,  tingkat  pengetahuan  tentang  prosedur  dan  mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian taktik yang  langsung diamati oleh penilai. 

(21)

Metode  in  mengutamakan  perbandingan  prestasi  kerja  seseorang  dengan  karyawan  lain  yang  menyelenggarakan  kegiatan  sejenis.  Perbandingan  demikian  dipandang  bermanfaat  untuk  manajemen  sumber  daya  manusia  dengan  lebih  rasional  dan  efektif,  khususnya  dalam  kenaikan  gaji,  promosi  dan  pemberian  berbagai  bentuk  imbalan kepada karyawan. 

2.6. Manfaat Penilaian Kinerja 

Menurut Rivai (2005) manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar  mereka  mengetahui  manfaat  yang  dapat  mereka  harapkan.  Pihak‐paihak  yang  berkepentingan  adalah  :  orang  yang  dinilai  (petugas),  penilai  (pimpinan)  dan  tempat  bekerja (puskesmas). 

a. Manfaat bagi petugas yang dinilai

Bagi petugas yang dinilai, keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja adalah :

1. Meningkatkan motivasi

2. Meningkatkan kepuasan kerja

3. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka

4. Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif

5. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar

6. Pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dengan membangun

kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin

7. Adanya kesempatan untuk berkomunikasi keatas

8. Kesempatan untuk mendiskusikan masalah pekerjaan dan bagaimana untuk

mengatasinya.

(22)

b. Manfaat bagi penilai (Pimpinan)

Manfaat pelaksanaan penilaian kinerja adalah :

1. Peningkatan kepuasan kerja

2. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasi kecendrungan kinerja

petugas untuk perbaikan manajemen selanjutnya.

3. Sebagai media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran individu dengan

sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM.

4. Bias mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas.

5. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan

memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka dapat

memberikan kontribusi yang lebih besar kepada puskesmas.

6. Kesempatan bagi pimpinan untuk menjelaskan kepada petugas apa yang ya

petugas dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya dan berjaya sesuai

dengan harapan dari pimpinan.

c. Manfaaat bagi puskesmas

Manfaat penilaian bagi puskesmas adalah :

1. Meningkatkan kualitas komunikasi.

2. Meningkatkan motivasi petugas secara keseluruhan.

3. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan puskesmas.

4. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh

(23)

5. Mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan.

6. Petugas yang potensial dan memungkinkan untuk menjadi pemimpin atau

sedikitnya yang dapat dipromosikan, menjadi lebih mudah terlihat, dan

memungkinkan peningkatan tanggung jawab secara kuat.

2.7. Tugas Pokok dan Fungsi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit   

a. Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan

Penyakit

1. Membantu kepala Dinas di bidang tugasnya.

2. Menyusun Program kerja di bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit.

3. Menyelenggarakan penyusunan pedoman teknis bidang Pencegahan dan

Pemberantasan Penyakit.

4. Menyelenggarakan upaya pencegahan penyakit/imunisasi.

5. Menyelenggarakan upaya pemberantasan vektor dan Pemberantasan Penyakit

yang Bersumber Binatang.

6. Menyelenggarakan upaya pengamatan Penyakit dan Pemberantasan Penyakit

Menular Langsung.

7. Menyelenggarakan monitoring dan evaluasi program Pencegahan dan

Pemberantasan Penyakit.

8. Menginventaris dan menganalisa permasalahan bidang Pencegahan dan

Pemberantasan Penyakit dan merumuskan langkah-langkah serta saran

pemecahannya..

(24)

9. Melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala dinas.

10. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala dinas.

b. Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Seksi Pencegahan Penyakit

1. Membantu kepala bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit di bidang

tugasnya.

2. Menyusun program kerja seksi Pencegahan Penyakit.

3. Melaksanakan pedoman teknis seksi Pencegahan Penyakit.

4. Melaksanakan bimbingan teknis pelaksanaan imunisasi.

5. Melaksanakan monitoring dan penyususnan laporan hasil evaluasi pelaksanaan

program pencegahan penyakit.

6. Melaksanakan penyajian hasil kegiatan program.

7. Melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala bidang Pencegahan dan

Pemberantasan Penyakit.

8. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala bidang Pencegahan dan

Pemberantasan Penyakit.

c. Tugas Pokok dan Fungsi Kepala Seksi Pemberantasan Penyakit Menular

1. Membantu kepala bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit di bidang

tugasnya.

2. Menyusun program kerja seksi Pemberantasan Penyakit Menular.

3. Melaksanakan pedoman teknis Penyakit Menular Bersumber Binatang dan

Penyakit Menular Langsung.

4. Melaksanakan pemantauan dan pengamatan penyakit serta usaha

pemberantasannya.

(25)

5. Melaksanakan pemantauan dan pengamatan wabah serta usaha

penanggulanganya.

6. Melaksanakan pedoman bimbingan teknis pelaksanaan program.

Pemberantasan Penyakit yang Bersumber dari Binatang dan Penyakit Menular

Langsung.

7. Melaksanakan monitoring dan pelaporan hasil evaluasi pelaksanaan Program

Pemberantasan Penyakit Menular.

8. Melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala bidang Pencegahan dan

Pemberantasan Penyakit.

9. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada kepala bidang Pencegahan dan

Pemberantasan Penyakit.

d. Tugas Pokok dan Fungsi Petugas P2P Program DBD di Dinas Kesehatan

1. Pendataan kasus DBD 

2. Penyemprotan 2 siklus DBD selama 1 minggu.  3. Membuat laporan kasus DBD 

4. Melaporkan kasus DBD kepada Kepala Bagian 

5. Membuat pertanggung jawaban administrasi kasus DBD

e. Tugas Pokok dan Fungsi Petugas P2P Program DBD di Puskesmas/UPTD

1. Pelacakan kasus 

2. Pelaporan kasus DBD Ke Dinas Kesehatan  3. Penyuluhan 

4. Advokasi kepala desa 

(26)

6. Melaksanakan pemeriksaan jentik (Aedes Aegypti)  7. PSN 

8. Melaksanakan kegiatan gotong royong bersama masyarakat setempat  9. Pemberian bubuk abate 

10. Mendampingi petugas penyemprotan dari Dinas Kesehatan bila ada kasus  11.  Pelaporan  kejadian  kasus  kembali  ke  Dinas  Kesehatan  (Dinas  Kesehatan  Kota 

Lhokseumawe, 2009). 

2.8.Kerangka Konsep

 Berdasarkan  landasan  teori  menurut  Gibson  (1989)  peneliti  merasa  dalam  organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian  kinerja  yang  efektif  bagi  tenaga  kerja  profesional.  Proses  evaluasi  kinerja  bagi  profesional  menjadi  bagian  terpenting  dalam  upaya  manajemen  untuk  meningkatkan  kinerja  organisasi  yang  efektif.  Untuk  mengetahui  faktor  yang  mempengaruhi  (determinan) kinerja personel maka perlu dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori  kinerja. Secara teoritis ada 3 (tiga) kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja  dan  kinerja  yaitu  variabel  individu,  variabel  organisasi  dan  variabel  psikologis  maka  peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :       Karakteristik Individu   

- Pendidikan

- Pelatihan

-

Masa Kerja

      Kinerja Staff 

(27)

 

Karakteristik Organisasi

- Sumber daya

- Kepemimpinan

- Imbalan

     

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

 

Gambar

Gambar 2.1.  Kerangka Konsep Penelitian   

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara ukuran dewan komisaris (DK), komisaris independen (KI), opini

Kebutuhan alumina PT Inalum saat ini sebanyak 500.000 ton (setara 775.000 ton) per tahun, sementara kemampuan produksi bijih bauksit per tahun di Kalimantan Barat sebesar

Kemampuan dasar keilmuan dan humanitas berdasar keimanan tentunya merupakan landasan bagi setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berwujud sensitifitas dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan dan penyaluran dana zakat dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat. Teknik analisis yang digunakan adalah

tabaci yang tumbuh di area pertanaman cabai merah menunjukkan bahwa terdapat 27 spesies tanaman inang yang terdiri dari 22 genus dari 13 famili yang meliputi tanaman budidaya

analisis “ “ baru baru ” ” hasil hasil pengembangan pengembangan , , atau atau metode yang di modifikasi(. metode yang di modifikasi terhadap suatu terhadap suatu

Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan, hasil hipotesis 3 menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor tes akhir hasil belajar keterampilan

Adapun batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi hasil produksi karet pada PT.. Perkebunan Nusantara III tahun