• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PENANGGUNG TERBUKTI TELAH MELANGGAR PRINSIP UTMOST GOOD FAITH Pelanggaran Prinsip Utmost Good Faith oleh Penanggung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PENANGGUNG TERBUKTI TELAH MELANGGAR PRINSIP UTMOST GOOD FAITH Pelanggaran Prinsip Utmost Good Faith oleh Penanggung"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

AKIBAT HUKUM APABILA PENANGGUNG TERBUKTI TELAH MELANGGAR PRINSIP UTMOST GOOD FAITH

3. 1 Pelanggaran Prinsip Utmost Good Faith oleh Penanggung

Prinsip itikad terbaik merupakan hal yang sangat esensial dalam perjanjian asuransi. Prinsip ini sangat penting karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang membutuhkan rasa percaya satu sama lain yang sangat besar. Hal ini dikarenakan karena penanggung harus menanggung sesuatu yang bukan merupakan miliknya, sedangkan tertanggung mempercayakan sesuatu yang merupakan miliknya kepada orang lain untuk dijaga dan membayar sejumlah premi. Itikad baik ini tidak hanya diberlakukan bagi pihak tertanggung, pihak tertanggung juga diwajibkan untuk memiliki prinsip ini dalam melakukan perjanjian. Ada beberapa perbuatan yang

dianggap telah melanggar prinsip itikad baik yaitu:41

1. Misrepresentation :

suatu pernyataan yang tidak benar (false statement of fact) mengenai suatu fakta atau keadaan yang mempengaruhi seseorang menjadi mau mengadakan

perjanjian42 memiliki prinsip ini dalam melakukan perjanjian. Sebelum

menyatakan jika perbuatan tersebut merupakan misrepresentation maka terdapat beberapa syarat yang dipenuhi seperti pernyataan harus mengenai suatu fakta., dilakukan oleh satu pihak, harus bersifat material fakta tersebut,

41

Hilda Yunita Sabrie, Pembayaran Klaim Asuransi Jiwa Akibat Tertanggung Bunuh Diri, Yuridika, Volume 26 No 1, Januari-April 2011. 38

42

(2)

mempengaruhi terjadinya kontrak , menimbulkan kerugian / kerugian pada

pihak dalam kontrak.43 Misrepresentation ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

a. Innocent Misrepresentation yang artinya kurangtelitian dalam menyampaikan fakta-fakta materiil (penting), yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tertanggung atas fakta-fakta tersebut, sehingga tidak ada faktor kesengajaan.;

b. Fraudulent Misrepresentation yang artinya adalah suatu perbuatan yang

dengan sengaja mengurangi penjelasan mengenai fakta-fakta materiil yang seharusnya disampaikan;

2. Non-Disclosure yaitu perbuatan para pihak yang tidak menyampaikan suatu

fakta tertanggung tidak menyampaikan suatu fakta karena ia mengira fakta tersebut tidak materiil (penting);

3. Concealment yaitu seandainya menutupi fakta-fakta materiil yang seharusnya

diberitahukan kepada penanggung.

Itikad baik tidak memiliki konsep yang jelas dan rinci. Itikad baik biasanya terdapat secara tersirat dalam putusan-putusan hakim, doktrin-doktrin. Dalam perundang-undangan di Indonesia tidak terdapat konsep yang jelas mengenai prinsip itikad baik. Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 juga tidak menyebut mengenai itikad baik secara langsung namun lebih kepada hak dan kewajiban tertanggung serta penanggung. Secara sederhana itikad baik dapat dilihat dari sikap jujur para pihak dalam pembuatan dan dalam pelaksanaannya. Jujur yang dimaksud

43 ibid

(3)

adalah baik penanggung maupun tertanggung bersikap tanpa tipu muslihat, tanpa ada upaya untuk mengganggu pihak yang lain maupun tanpa ada niat untuk melakukan perbuatan diluar kesepakatan.

Apabila terjadi pelanggaran prinsip utmost good faith maka perjanjian itu akan batal demi hukum karena syarat subjektif tidak terpenuhi karena para pihak tidak pernah melakukan kesepakatan. Kesepakatan seharusnya terjadi apabila kedua pihak menemukan adanya persamaan kehendak. Namun ketika prinsip itikad baik dilanggar maka salah satu pihak menghendaki adanya perbuatan tidak baik dan menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan.

Dalam sengketa asuransi tertanggung yang biasanya memiliki posisi yang lebih lemah. Penanggung dapat menggunakan alasan tidak adanya itikad baik jika sengketa terjadi. Disisi lain juga terdapat pengertian innocent misrepresentation dimana ketidaktahuan calon tertanggung mengenai ketentuan pemberian informasi kepada penanggung dapat menjadi perbuatan itikad buruk. Maka dari itu perusahaan asuransi serta agen yang ditunjuk harus menjelaskan secara rinci mengenai program asuransi beserta ketentuannya. Pasal 31 (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 menentukan Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan dalam melayani atau bertransaksi dengan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta terutama agen asuransi yang langsung berinteraksi dengan calon tertanggung diwajibkan untuk memiliki informasi yang cukup mengenai program asuransi yang

(4)

akan ditawarkan. Agen asuransi juga dianggap melanggar prinsip itikad baik apabila :44

1. Tidak menjelaskan luas jaminan dan hak-hak tertanggung atau hanya

menjelaskan sebagian karena menganggap tertanggung telah mengetahuinya;

2. Tidak menjelaskan luas jaminan atau hak-hak tertanggung atau hanya

menjelaskan sebagian dengan tujuan memperolhe premi yang besar tapi resiko yang dijamin kecil.

Dalam kasus yang ada dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 1093 K/Pdt/2010 dijelaskan bahwa pengisian terhadap seluruh persyaratan asuransi dilakukan oleh Ny. Sri Suryanti Asiyah, SE pada saat almarhumah melaksanakan kerja di BPD Papua dengan didampingi oleh sdr. A. Ghafur selaku agen. Berdasarkan fakta tersebut ketika melakukan underwriting asuransi jiwa almahumah telah mengisi formulir yang menjadi sumber informasi seperti surat permintaan asuransi jiwa SPAJ), surat keterangan kesehatan, laporan agen serta laporan pemerikasaan kesehatan kepada agen selaku wakil PT. Asuransi Jiwasraya dengan maksud agar PT. Asuransi Jiwasraya dapat menilai dan memperkirakan resiko yang mungkin dapat diambil

Selain itu persyaratan asuransi baru dapat ditandatangani oleh Ny. Sri. Suryanti Asiyah setelah dilakukan pengecekan secara menyeluruh yang dilakukan oleh agen penanggung. Jika dikemudian hari terdapat informasi yang dianggap penanggung belum diberitahukan maka penanggung tidak dapat menolak membayar klaim dengan dasar melanggar itikad baik. Apabila penanggung menyatakan tidak mengetahui

44

(5)

almarhumah pernah menjalani operasi pengangkatan payudara, hal tersebut tidak mungkin terjadi. Operasi yang dijalani oleh almarhumah merupakan operasi pengangkatan payudara yang disebut dengan Masektomi. Masektomi dibagi menjadi 3 jenis yaitu:45

1. Mastektomi Total atau Sederhana: Dalam operasi ini seluruh payudara

diangkat, tetapi tidak termasuk kelenjar getah bening di bawah lengan atau jaringan otot di bawah payudara. Kadang-kadang kedua buah payudara diangkat, terutama bila dilakukan mastektomi untuk mencegah terjadinya kanker.

2. Mastektomi radikal termodifikasi: Operasi ini melibatkan pengangkatan

seluruh payudara serta beberapa kelenjar getah bening di bawah lengan. Ini adalah operasi yang paling umum untuk wanita dengan kanker payudara yang seluruh payudaranya diangkat.

3. Mastektomi radikal: Ini adalah operasi besar di mana ahli bedah menghapus

seluruh payudara, kelenjar getah bening di bawah ketiak (aksila) , dan otot dinding dada di bawah payudara.

Dari ketiga jenis operasi tersebut semua memiliki resiko yang sama yaitu adanya

jaringan parut bekas luka. Dengan kata lain jika terjadi pemeriksaan secara menyeluruh bekas operasi tersebut dapat dilihat dengan kasat mata. Bekas operasi tersebut hanya dapat dihilangkan atau dikurangi dengan melakukan operasi bedah plastic, sedangkan almarhumah tidak pernah diketahui atau diduga melakukan operasi

(6)

bedah plastik. Penanggung tidak dapat membuktikan jika tertanggung telah melakukan itikad buruk.

Seperti yang penulis telah jelaskan diatas apabila salah satu pihak melanggar prinsip Good Faith maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat subjektif dimana perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Perjanjian yang batal tersebut dianggap tidak ada dan keadaan harus dikembalikan seperti sedia kala. Pasal 1266 BW selanjutnya juga menjelaskan apabila pembatalan tersebut terjadi karena adanya wanprestasi maka pembatalan perjanjian tersebut tidak dapat dilakukan begitu saja. Pembatalan tersebut harus dilakukan dengan persetujuan hakim. Hal ini dilakukan untuk melindungi pihak yang prestasinya tidak terpenuhi.

Demikian pula dengan perjanjian asuransi antara tertanggung Ny. Sri Suryanti Asiyah, SE dan penanggung PT. Asuransi Jiwasraya yang diwakili oleh agennya A. Ghafur, perjanjian kedua pihak dimintakan pembatalannya dan hakim menyatakan untuk menolak pembatalan dan menyatakan jika perjanjian sah. Putusan tersebut menjadikan perjanjian kedua belah pihak masih berlaku dan kedua belah pihak tetap melaksanakan prestasi yang telah disepakati keduanya.

Prestasi menurut Abdulkadir Muhammad adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Pemenuhan prestasi adalah hakekat dari suatu

perikatan 46 Menurut Pasal 1234 BW prestasi dapat berupa ada beberapa jenis yaitu

memberikan sesuatu, tidak melakukan sesuatu dan melakukan sesuatu.

46

(7)

Dalam kasus ini baik pihak tertanggung maupun tertanggung memiliki prestasi memberikan sesuatu yaitu sejumlah uang sebagai premi bagi pihak tertanggung dan bagi pihak penanggung memberikan sejumlah uang sebagai bentuk perlindungan yang diberikan oleh tertanggung kepada ahli warisnya yang dititipkan kepada penanggung. Almahumah sebagai penanggung telah melakukan prestasinya membayar premi kepada penanggung, namun penanggung menolak membayarkan sejumlah uang kepada ahli waris tertanggung bahkan setelah terjadi evenemen seperti yang diperjanjikan sebelumnya.

Hal itu menunjukkan bahwa penanggung telah melakukan wanprestasi karena tidak melakukan prestasi yang ada dalam perjanjian. Menurut Pasal 1233 BW perjanjian mengikat sama kuatnya dengan undang-undang (pacta sun servanda) Perbuatan penanggung yang melakukan wanprestasi dan merugikan tertanggung dapat meminta ganti rugi kepada pihak yang melakukan wanprestasi. Pasal 1243 BW, menentukan penggantian biaya, rugi dan juga bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan apabila si berutang, setelah ia dinyatakan lalai dalam memenuhi perikatannya tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atas dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Ahli waris almarhumah telah menerbitkan somasi tertanggal 10 Septemeber 2008 namun penanggung tetap menolak membayar kepada pihak tertanggung. Berdasarkan hal pihak ahli waris tertanggung menggungat penanggung dengan alasan wanprestasi.

(8)

3.2 Penyelesaian Sengketa yang Dapat Dilakukan Apabila Terjadi Sengketa Asuransi.

Dalam setiap perjanjian selalu terdapat potensi adanya sengketa. Ketika terciptanya sebuah perjanjian maka hak dan kewajiban para pihak mulai diberlakukan, saat salah satu pihak menolak untuk melaksanakan kewajibannya maka pihak yang berhak atas kewajiban tersebut akan menutut haknya sehingga terjadilah sengketa. Pada sengketa perjanjian asuransi biasanya terjadi ketika pihak penanggung menolak untuk membayar klaim ketika pihak tertanggung terkena evenemen. Selain hal tersebut juga ada beberapa hal yang dapat menyebabkan sengketa asuransi seperti keterlambatan pembayaran premi, risiko penyebab terjadinya kerugian (proximate cause) tidak dijamin dalam polis asuransi, nilai pertanggungan tidak penuh (under insurance dan pelanggaran terhadap prinsip itikad baik berupa misrepresentation atau non-disclosure fakta material.

. Penyelesaian sengketa asuransi dapat dilakukan dengan 3 cara pertama adalah melalui mediasi, pengadilan dan arbitrase. Dalam polis diwajibkan untuk mencamtumkan tentang bagaimana cara penyelesaian sengketa yang mungkin akan timbul dikemudian hari. Klausa ini diwajibkan untuk dicantumkan dalam perjanjian

sesuai dengan ketentuan KMK442/KMK.06/200347

3.2.1 Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)

Salah satu upaya penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan oleh tertanggung adalah dengan meminta bantuan Badan Mediasi Asuransi Indonesia

(9)

(BMAI) sebagai salah satu lembaga penyelesaian sengketa alternatif. Badan Mediasi Indonesia merupakan badan independen yang tidak memiliki keterkaitan dengan lembaga penyelesian sengketa lainnya. Badan ini secara khusus didirikan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam usaha asuransi. BBMAI bersifat imparsial karena dibentuk dengan tujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi konsumen asuransi, meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perasuransian dan

dapat mendukung perasuransian yang lebih baik pada masa yang akan datang,48 jadi

BMAI tidak hanya berpihak kepada konsumen asuransi sebagai pihak tertanggung namun juga kepada perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung.

Dalam menyelesaikan sengketa BMAI tidak berfungsi sebagai pihak yang memberikan nasehat hukum namun lebih sebagai penengah perselisihan diantara kedua pihak yang bersengketa. BMAI memberikan pelayanan untuk menyelesaikan sengketa antara perusahaan asuransi dan tertanggung atau pemegang polis, mediator,

ajudikator dan arbiter.49 Tidak semua sengketa dapat ditangani oleh BMAI

berdasarkan Pasal 2 peraturan BMAI ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,50

yaitu

1. Semua bentuk sengketa dari pihak yang mempunyai kepentingan atas

suatu jaminan polis asuransi yang berkaitan dengan ganti rugi atau manfaat asuransi;

48 Tioma Roniuli Hariandja, Penyelesaian Sengketa Asuransi Melalui Badan Mediasi Asuransi

Indonesia,Tesis, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, tahun 2007,h. 47

49http://bmai.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=66&Itemid=193, diakses pada tanggal 18 Juli 2015

50

(10)

2. Pemohon pihak yang berkepentingan;

3. Pihak yang terlibat sengketa merupakan pihak yang tunduk pada yuridiksi

BMAI karena terdaftar sebagai anggota BMAI;

4. Sengketa yang timbul dari permasalahan berkaitan dengan hubungan

pemohon dan anggota;

5. Lingkup sengketa yang diajukan harus berada dalam yuridiksi BMAI

sejak didirikan;

6. Anggota tidak dapat menyelesaikan secara langsung dengan pemohon

sesuai dengan tuntuntan dalam jangka waktu 30 hari sejak disampaikan keberatan oleh pemohon kepada anggota;

7. Jumlah untutan ganti rugi atau polis yang dipersengketakan untuk kurang

dari 500 juta untuk kerugian dan 300 juta untuk asuransi jiwa dan jaminan sosial;

8. Sengketa yang belum pernah diajukan pemohon kepada anggota sehingga

kedua pihak belum pernah menyelesaikannya sendiri akan dikembalikan kembali kepada para pihak untuk dipertimbangkan agar dapat melakukan menyelesaikan sendiri terlebih dahulu;

9. Lingkup daerah yuridiksi BMAI hanya mencakup sengketa terhadap

aktifitas anggota atau perwakilan yang melakukan kegiatan usaha dalam wilayah republik Indonesia.

(11)

1. Mediasi adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai

penengah.Menurut Suyud Margono mediasi mengandung unsur-unsur:51

a. Proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan

b. Pihak ketiga yang menengahi disebut mediator. Mediator terlibat dan

diterima para pihak yang bersengketa didalam proses;

c. Mediator tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan selama

perundingan;

d. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan

yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa

2. Ajudikasi adalah cara selanjutnya yang dapat dilakukan para pihak yang

bersengketa apabila dalam mediasi tidak menemukan kesepakatan. Mediator akan meminta persetujuan kepada ketua BMAI untuk melanjutkan ke ajudikasi namun para pihak dapat menolak dan mencari cara penyelesaian sengketa lainnya. Sebaliknya para anggota tidak berhak untuk menolak melanjutkan sengketa ke ajudikasi sekalipun anggota tidak hadir dalam persidangan.

3. Arbitrase Menurut Undang-Undang No.30/1999 tentang Arbitrase, Pasal 1

ayat (1): "Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa". Penyelesaian sengketa ini

51

Purwanto, Efektifitas Penerapan Alternative Dispute Resolution (ADR) Pada Penyelesian Sengketa

(12)

dilakukan dengan cara para pihak menyerahkan kepada pihak ketiga yang netral untuk memutuskan sengketa. Hal yang membedakan dengan pengadilan adalah arbitrase ini bersifat tertutup sehingga kerahasiaan dan nama baik para pihak yang bersengketa tetap terjaga.

3.2.2 Pengadilan Negeri

Banyak dari sengketa yang timbul dari perjanjian asuransi berakhir di Pengadilan. Hal ini disebabkan karena masyarakat menilai bahwa pengadilan memiliki kekuatan yang lebih besar dalam memaksa pihak lawan untuk memenuhi kewajibannya. Sengketa asuransi yang masuk dalam pengadilan akan masuk pada hukum perdata dimana para pihak yang bersengketa berharap jika pihak lawan dapat dipaksa untuk melakukan kewajibannya.

Penyelesaian sengketa di pengadilan memiliki kekurangan seperti proses yang lama karena para pihak dapat melakukan upaya hukum apabila putusan pengadilan dianggap tidak adil. Upaya hukum ini dapat berlangsung dari Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung, setelah diputus oleh Mahkamah Agung pun para pihak masih dapat mengajukan Peninjauan Kembali. Proses yang dilalui sangat lama sehingga biaya yang dikeluarkan juga besar.

Hal kedua yang menjadi kelemahan penyelesaian sengketa di pengadilan adalah sifatnya yang terbuka. Berbeda dengan penyelesaian sengketa alternatif. 3.2.3 Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

(13)

Dalam perjanjian perasuransian penanggung disebut dengan pelaku usaha dan tertanggung disebut dengan konsumen. Pasal 251 lebih berpihak kepada penanggung sedangkan tertanggung memiliki posisi yang lebih lemah. Pasal 251 selalu menjadi alasan bagi penanggung untuk menolak membayar klaim, oleh karena itu undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen memberikan dasar hukum bagi konsumen untuk mempertahankan haknya.

Dalam Pasal 23 undang-undang perlindungan konsumen menyatakan Pelaku usaha yang menolak dan atau tidak memberi tanggapan dan atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan di badan peradilan ditempat kedudukan konsumen.

Dalam Pasal 45 Undang-undang perlindungan konsumen.disebutkan bahwa konsumen dapat menggugat pelaku usaha melalui jalur pengadilan maupun non pengadilan. Undang-undang nomor 8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen menyediakan sebuah badan yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang bernama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang selanjutnya akan disebut dengan BPSK. Tugas dan kewenangan BPSK diuraikan dalam Pasal 52 undang –undang penyelesaian konsumen yang meliputi:

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,

dengan cara melalui Mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

(14)

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari

konsumen tentang

f. Terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

g. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan

konsumen;

h. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

i. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang

yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;

j. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,

saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia

k. Memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

l. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat

bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

m. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

konsumen;

n. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan

(15)

o. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

3.2.4 Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK. 07/2013 Mengenai Perlindungan Konsumen

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas usaha peransurasian juga memberikan peraturan untuk menjamin perlindungan kepada konsumen yang terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 POJK.07/2013.

Dalam aturan ini prinsip itikad baik menjadi hal yang sangat mendasar, hal ini terdapat dalam Pasal 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 POJK. 07/2013 mengenai perlindungan Konsumen Pasal 3 menyebutkan bahwa Pelaku Jasa Keuangan berhak untuk memastikan adanya itikad baik dari konsumen dengan cara mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jujur, jelas dan tidak menyesatkan. Disisi lain dalam pasal 4 Peraturan OJK Nomor 1 POJK. 07/2013 Pelaku Jasa Keuangan juga wajib untuk melakukan itikad baik dengan cara menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk dan layanan yang akurat jujur jelas dan tidak menyesatkan serta memberikan penjelasan kepada konsumen mengenai hak dan kewajiban yang akan didapatkan oleh konsumen.

Pada saat setelah terjadi perjanjian maka berdasarkan Pasal 32 dan 33 Peraturan Jasa Keuangan Nomor 1 POJK. 07/2013 Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme pengaduan bagi konsumen tanpa

(16)

menarik biaya apapun dan wajib memberitahukan mekanisme penjelasan tersebut kepada konsumen.

Apabila dikemudian hari konsumen menemukan adanya pengaduan yang berindikasi sengketa antara Pelaku Usaha Keuangan, pengaduan yang berindikasi adanya pelanggaran ketentuan Perundang-undangan oleh Pelaku Jasa Keuangan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 40 (3) Peraturan Jasa Keuangan mengenai Perlindungan Konsumen, konsumen berhak untuk mengadukan kepada Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keungan yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen.

Pengaduan konsumen harus memenuhi beberapa persyaratan agar dapat diproses oleh pihak OJK dan difasilitasi agar sengketa tersebut dapat diselesaikan. Pasal 41 Peraturan Jasa Keuangan Nomor 1 POJK. 07/2013 menjelaskan antara lain:

1) Konsumen mengalami kerugian finansial yang ditimbulkan oleh:

a) Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal, Dana

Pensiun, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjaminan, paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

b) Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang asuransi umum paling banyak

sebesar Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah);

2) Konsumen mengajukan permohonan secara tertulis disertai dengan dokumen

pendukung yang berkaitan dengan pengaduan;

3) Pelaku Usaha Jasa Keuangan telah melakukan upaya penyelesaian pengaduan

(17)

melewati batas waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini;

4) Pengaduan yang diajukan bukan merupakan sengketa sedang dalam proses

atau pernah diputus oleh lembaga arbritrase atau peradilan, atau lembaga mediasi lainnya;

5) Pengaduan yang diajukan bersifat keperdataan

6) Pengaduan yang diajukan belum pernah difasilitasi oleh Otoritas Jasa

Keuangan; dan

7) Pengajuan penyelesaian pengaduan tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja

sejak tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen.

Apabila telah memenuhi syarat dalam pasal selanjutnya dijelaskan bahwa OJK akan memfasilitasi penyelesaian sengketa dengan cara menunjuk fasilitator dan mempertemukan konsumen dengan Pelaku Jasa Keuangan untuk mengkaji ulang permasalahan secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan penyelesaian. Apabila kedua pihak sepakat untuk memulai proses fasilitasi maka sesuai dengan Pasal 44 POJK Nomor 1 POJK. 07/2013 mengenai perlindungan konsumen kesepakatan tersebut akan dituangkan kedalam perjanjian fasilitasi yang memuat kesepakatan untuk memilih penyelesaian pengaduan yang difasilitasi oleh Otoritas Jasa Keuangan dan persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan fasilitasi yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

(18)

Pelaksanaan fasilitasi sampai dengan ditandatanganinya akta kesepakatan dilakukan dengan jangka waktu maksimal 30 hari kerja sejak Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan menandatangani Perjanjian Fasilitasi dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 hari kerja. Pada pasal 46 POJK mengenai perlindungan konsumen kedua belah pihak menemukan maupun tidak menemukan kesepakatan maka hal tersebut harus dituangkan dalam berita acara hasil fasilitasi Otoritas Jasa Keuangan yang ditandatangani oleh Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Referensi

Dokumen terkait

Bangku taman sebagai bagian dari generator aktivitas grass area seluruhnya mengakomodasi aktivitas duduk bersebelahan menghadap ke jalan raya, sehingga juga

Skripsi yang berjudul Analisis hukum Islam terhadap kebijakan pemerintah desa tentang sewa arena sabung ayam di Desa Sidowungu Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik

a) Kinerja tenaga dokter, adalah perilaku atau penampilan dokter rumah sakit dalam proses pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran: layanan medis,

H1 : Parameter-parameter variabel dummy signifikan dalam menjelaskan variabel dependen atau dengan kata lain dengan menggunakan fixed effect. CHOW=

menyertai diagnosa sesuai keadaan pasien (Varney, 2007). Pada kasus kista ovarium masalah yang dihadapi pasien yaitu. pasien merasa cemas sebelum dilakukan

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan kuantitatif Assosiatif.Metode Survey yang digunakan adalah untuk mengumpulkan data dari sampel penelitian

Na slikama 50 do 54 prikazani su otisci Rockwellovog indentora na uzorcima 1 do 5 koji sadrže dvije vrste prevlaka nanesenih PACVD postupkom. Kvalitativni rezultati