• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA DI RUANG BEDAH TRAUMA CENTER. RSUP Dr. M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA DI RUANG BEDAH TRAUMA CENTER. RSUP Dr. M."

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA

KEPALA DI RUANG BEDAH TRAUMA CENTER

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh : MUTHIA AZIFA

NIM : 153110258

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

(2)

POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA DIRUANG RAWAT BEDAH TRAUMA CENTER

RSUP Dr. M. DJAMILPADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan ke Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Salah SatuSyarat Untuk

Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan

MUTHIA AZIFA 153110258

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG JURUSAN KEPERAWATAN

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cedera Kepala di Ruang Rawat Bedah Tauma Center RSUP. Dr. M. Djamil Padang Tahun2018”.

Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari Ibu Ns. Netti, S.Kep.,M.Pd selaku pembimbing I serta Ibu Ns. Yossi Suryarinilsih, M.Kep. Sp.KMB selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM, MSi.,selaku direktur Poltekkes Kemenkes RI Padang.

2. Bapak Dr. dr. H. Yusirwan Yusuf, Sp.BA(K), MARS selaku Pimpinan RSUP. Dr. M. Djamil Padang beserta staf yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian.

3. Ibu Hj. Murniati Muhtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI Padang.

4. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku ketua Program Studi D-III Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes RI Padang.

5. Ibu Ns. Hj. Defia Roza, M.Kep., Sp.KMB selaku pembimbing akademik 6. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Jurusan Keperawatan yang telah

memberikan pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan.

7. Kepada “Kedua Orang Tua” tersayang yang selalu meberikan semangat, dorongan serta doa restu dan kasih sayang yang tiada terhingga. Tiada kata yang dapat ananda samapaikan selain terimakasih dan doa semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan,rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.

8. Teman-temanku yang senasib seperjuangan Mahasiswa Poltekkes Kemenkes RI Padang Program Studi D-III Keperawatan Padang angakatan 2015

(5)

Akhir kata, peneliti berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga nantinya dapat membawa manfaat bagi dunia pendidikan

Padang, Juni 2018

(6)
(7)
(8)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PADANG

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2018

Muthia Azifa

“Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Cedera Kepala di Ruang Trauma Center Ruang Rawat Bedah RSUP dr. M. Djamil Padang”

vii + 69 halaman, 1 bagan, 6 tabel, 12lampiran.

ABSTRAK

Cedera kepala merupakan trauma langsung atau tidak langsung mengakibat kerusakan pada otak. Persentase cedera kepala di Sumatera Barat karena kecelakaan sepeda motor 49,5 %, karena terjatuh sebanyak 33,2% dan karena benda tajam dan tumpul sebanyak 7,4%.Pasien yang dirawat dengan cedera kepala di RSUP Dr. M. Djamil Padang dalan 3 tahun terakhir sebanyak 1581 kasus. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala diruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Jenis penelitian deskriptif dengan desain studi kasus.Pengambilan kasus pada tanggal 06 – 11 Maret 2018 di ruangTrauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang .Populasi pasien cedera kepala sedang dan subjek penelitian 2 partisipan, sampel diambil dengan teknik purposive sampling.Instrumen pengumpulan data berupa format pengkajian sampai evaluasi keperawatan, pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

Masalah keperawatan yang ditemukan pada kedua partisipan adalah ketidakefektifan pola nafas, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, nyeri akut, kerusakan integritas kulit dan resiko infeksi. Intervensi yang dilakukanantara lain monitor peningkatan TIK, monitor tingkat kesadaran, monitor TTV, monitor oksigen dan monitor status neurologis. Masalah yang teratasi pada kedua partisipan adalah ketidakefektifan pola nafas pada hari kelima dan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak pada hari ke lima dan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pada hari ke lima.

Disarankan kepada tenaga kesehatan di ruang Trauma Center RSUP. Dr. M. Djamil Padang agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, salah satunya memberikan asuhan keperawatan yang optimal khususnya pada pasien dengan cedera kepala.

Kata kunci :cedera kepala, asuhan keperawatan Daftarpustaka: 21 (2007 – 2017)

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….……..i

BAB I PENDAHULUAN……….…..1

A. Latar Belakang……….……..……..1

B. Rumusan Masalah……….……..…….4

C. Tujuan Penelitian……….5

D. Manfaat Penelitian………...5

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Cedera Kepala ……….7

1. Pengertian Cedera Kepala ………7

2. Klasifikasi Cedera Kepala ………8

3. Etiologi Cedera Kepala ……….8

4. Patofiologi ……….9

5. WOC ………...13

6. Manifestasi Klinis Cedera Kepala …..………14

7. Mekanisme cedera Kepala ………..……16

8. Tipe Cedera Kepala ...…16

9. Pemeriksaan Penunjang ...….20

10. Penatalaksanaan ...….21

B. Konsep Asuhan Keperawatan Cedera Kepala ………..22

1. Pengkajian ……… 2. KemungkinanDiagnosaKeperawatan ………...27

3. IntervensiKeperawatan ………..28

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ……….38

B. Tempat dan Waktu Penelitian ………...38

C. Populasi dan Sampel ……….38

D. Instrument Pengumpulan Data ……….39

E. Metode Pengumpulan Data ……….40

F. Analisis ………40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi lokasi penelitian ………41

B. Hasil ………..41 C. Pembahasan ………..55 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………...68 B. Saran ……….69 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR BAGAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rencana Keperawatan……….,………… 28

Tabel 4.1 Pengkajian Keperawatan………...……… 41

Table 4.2 Diagnosa Keperawatan………..…..…….46

Table 4.3 Intervensi Keperawatan……….…..………..46

Table 4.4 Implementasi Keperawatan………….…..………52

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 2 Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 1 Lampiran 3 Lembar Konsultasi Proposal Penelitian Pembimbing 2 Lampiran4 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Partisipan I Lampiran5 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Partisipan II Lampiran 6 Lembar Absensi Penelitian

Lampiran7 Format Asuhan Keperawatan partisipan I Lampiran 8 Format Asuhan Keperawatan partisipan II Lampiran9 Lembar Konsultasi KTI Pembimbing 1 Lampiran10 Lembar Konsultasi KTI Pembimbing 2

Lampiran11 Surat Izin Penelitian dari Institusi Poltekkes Kemenkes Padang Lampiran 12 Surat Izin Selesai Penelitian dari Ka.Subag Diklit Non Medik

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau tidak langsung terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. Cedera kepala merupakan cedera pada kulit kepala, cedera tengkorak dan cedera yang terjadi pada otak, sehingga fungsi otak dapat mengalami perdarahan interstisial dalam otak atau tanpa terputusnya kontuitas otak. Cedera kepala biasanya diakibatkan karena benturan dan kecelakaan (Muttaqin, 2011).

Cedera kepala sering terjadi pada anak usia remaja dan dewasa, terutama pada kaum laki-laki yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas dan kekerasan seperti tawuran. Sehingga dapat menyebabkan benturan pada basis krania (dasar tengkorak) yang bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung (Satyanegara, 2010).

Cedera kepala dapat mengancam jiwa seperti kerusakan otak, perdarahan atau pembengkakan pada otak dan bisa terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Cedera kepala juga bisa menyebabkan penurunan daya ingat dan juga bisa menyebabkan kecacatan pada otak (Muttaqin, 2011). Cedera kepala dapat dibagi menjadi Cedera kepala primer merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma. Dan Cedera otak sekunder merupakan kerusakan yang berkembang kemudian sebagai komplikasi. Pencegahan cedara kepala sekunder merupakan tujuan yang paling penting dari penatalaksaan cedera kepala ( Borley dan Grace, 2007).

Dampak masalah yang terjadi pada cedera kepala yaitu perdarahan intra kranial seperti hematoma epidural, hematoma subdural. Pasien juga bisa mengalami amnesia, perubahan neurologis dan psikologis

(14)

(Borley dan Grace, 2007). Dari tanda gejala dan dampak cedera kepala tersebut masalah yang biasa muncul pada pasien yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak, nyeri akut dan resiko infeksi (NANDA International, 2015 - 2017). Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah mengatur posisi pasien untuk memaksimalkan ventilasi, kolaborasi dalam pemberian oksigen, monitor tanda-tanda vital, manajemen nyeri, monitor tingkat kesadaran dengan GCS, monitor jika terjadinya perdarahan secara tiba-tiba (NOC-NIC, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya sekitar 1,2 juta orang meninggal dengan diagnosis cedera kepala yaitu akibat kecelakaan lalu lintas dan jutaan lainnya terluka atau cacat. Di Amerika Serikat diperkirakan 1,7 juta orang mengalami cedera kepala setiap tahunnya, sebanyak 50.000 orang meninggal dunia, 275.000 orang dirawat di rumah sakit, dan 1.111.000, atau hampir 80% dirawat dan dirujuk ke departemen Instalasi Gawat Darurat (WHO, 2016). Angka kejadian di Indonesia, menurut Riskesdas (2013) menunjukkan insiden cedera kepala sebanyak 100.000 jiwa meninggal dunia (Depkes RI, 2013).

Menurut data dari Riskesdas (2013), angka kejadian cedera kepala di Sumatera Barat cukup tinggi, ada sebanyak 5,8% dengan berbagai penyebab yang meliputi kecelakaan sepeda motor sebanyak 49,5%, kecelakaan karena transportasi barat lainnya ada sebanyak 5,4%, disebabkan karena terjatuh sebanyak 33,2%, karena benda tajam dan tumpul sebanyak 7,4%. Berdasarkan data Polda Sumatera Barat, jumlah kecelakaan lalu lintas di kota Padang pada tahun 2012 jumlah kecelakaan lalu lintas di kota Padang mencapai 540 kasus dengan korban jiwa 80 orang, luka berat 318 orang dan luka ringan 447 orang (Riandini, 2015).

(15)

Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medik RSUP Dr. M. Djamil Padang di Ruang IRNA Bedah pada tahun 2015 yang dirawat dengan cedera kepala sebanyak 337 orang dan pada tahun 2016 pasien yang dirawat dengan cedera kepala sebanyak 400 orang, pada tahun 2017 (dari bulan Januari – November) pasien dengan cedera kepala sebanyak 525. Dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2015 saampai 2017 mengalami peningkatan. Data dari rekam medik ruang Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang dalam 3 bulan terakhir yaitu bulan September – November 2017 tercatat sebanyak 319 kasus cedera kepala (Rekam Medik RSUP Dr. M. Djamil Padang).

Penelitian Nasir (2012), menjelaskan bahwa diagnosa keperawatan yang biasa terjadi pada cedera kepala yaitu gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral, pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi dan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. Namun yag lebih di prioritaskan yaitu gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral. Intervensi keperawatan yang dilakukan peneliti yaitu observasi keadaan umum pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien, memberikan posisi head up 30°, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen nasal kanul dan monitor tanda – tanda vital pasien.

Dari survey awal yang dilakukan peneliti di ruang Bedah Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang pada tanggal 23 Desember 2017 ditemukan 3 orang dengan diagnosa medis cedera kepala dari 21 orang yang dirawat diruangan tersebut. Dari 3 orang pasien tersebut diantaranya, pertama Tn. H dengan GCS 14 (cedera ringan) saat ini dalam masa pemulihan dengan keadaan yang masih lemah, posisi badan dan kepala di ekstensi 30°, klien terpasang infus Nacl 0.9% 20 tetes/menit, yang kedua Tn. D dengan GCS 12 (cedera kepala sedang) pasien dengan kondisi lemah dan terasa nyeri di daerah kepala, dan

(16)

yang ketiga Tn. R dengan GCS 10 (cedera kepala sedang) pasien masih mengalami kehilangan kesadaran dan terpasang Nacl 0,9% 20 tetes/menit.

Hasil observasi yang didapatkan diruangan pada tanggal 23 Desember 2017 ditemukan perawat sudah melakukan pengkajian, menegakkan diagnosa yaitu nyeri akut, gangguan perfusi jaringan serebral dan intoleransi aktivitas. Tindakan keperawatan yang dilakukan perawat seperti kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi analgetik untuk mengurangi nyeri. memantau tanda – tanda vital untuk memantau adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK), pemantauan GCS, memposisikan pasien semi fowler 30° dengan kepala di ekstensikan untuk memaksimalkan ventilasi dan melakukan perawatan luka.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti telah selesai melakukan penelitian tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala di ruang Trauma Center bedah RSUP Dr. M.Djamil Padang tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018 ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018

(17)

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan pengkajian pada pasien yang mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018

b. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada pasien yang mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018

c. Mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien yang mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018

d. Mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien yang mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018

e. Mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien yang mengalami cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Peneliti

Laporan penelitian ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan dalam menerapkan cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018.

2. Bagi Tempat Penelitian

Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala di Ruangan Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018.

3. Institusi Pendidikan

Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan

(18)

keperawatan pada pasien cedera kepala di RuanganTrauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2018.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian berikutnya untuk menambah pengetahuan dan data dasar untuk penelitian selanjutnya.

(19)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Cedera Kepala 1. Pengertian

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan yang disebabkan karena gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2011). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi tingkah laku dan emosional (Padila,2012).

Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan neurologis, kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Bararah dan Jauhar, 2013).

Kerusakan neurologis yang diakibatkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus atau merobek suatu jaringan otak oleh suatu pengaruh kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku (Wijaya dan Yessi, 2013).

(20)

2. Klasifikasi

Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessi Mariza Putri (2013) klasifikasi cedera kepala dibagi yaitu :

a. Berdasarkan keparahan cedera : 1) Cedera kepala ringan (CKR)

Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio serebri, hematom, GCS 13 – 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi < 30 menit.

2) Cedera kepala sedang (CKS)

Kehilangan kesadaran ( amnesia) >30 menit tapi < 24 jam, muntah, GCS 9 – 12, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung).

3) Cedera kepala berat (CKB)

GCS 3-8, hilang kesadaran > 24 jam, adanya kontusio serebri, laserasi / hematoma intracranial.

3. Etiologi

Menurut Wijaya dan Yessi (2013), ada 2 macam cedera kepala yaitu : a. Trauma Tajam

Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera local. Kerusakan local meliputi contusion serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan mesa lesi, pergeseran otak atau hernia. b. Trauma Tumpul

Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (disfusi) : kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua – duanya.

Penyebab utama terjadinya trauma kepala menurut (Bararah dan Jauhar, 2013) adalah :

(21)

1) Kecelakaan lalu lintas

Kecelakaan lalu lintas adalah di mana sebuah sebuah kendaraan bermotor bertabrakan dengan kendaraan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan raya

2) Jatuh

Jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur kebawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun sesudah sampai ke tanah.

3) Kekerasan

Kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).

4. Patofisiologi

Cedera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul seperti terjatuh, dipukul dan kecelakaan yang dapat mengenai kepala dan otak sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada fungsi otak dan seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma mengenai ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala dan pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Apabila perdarahan yang terjadi terus– menerus dapat menyebabkan terganggunya aliran darah sehingga terjadi hipoksia. Akibat hipoksia ini otak mengalami edema serebri dan peningkatan volume darah di otak sehingga tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan fraktur yang dapat menyebabkan desakan pada otak dan perdarahan pada otak, kondisi ini dapat menyebabkan cedera intra kranial sehingga dapat meningkatkan tekanan intra kranial, dampak peningkatan tekanan intra kranial antara lain terjadi kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial

(22)

terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Borley dan Grace, 2007)

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen glukosa dapat terpenuhi. Energy yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% aka terjadi gejala-gejala permulaan disfungi serebral (Bararah dan Jauhar, 2013).

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen malalui proses metabolic anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekucup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardi. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan para simpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar (Rendi dan Margareth, 2012).

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua : 1) Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik ( aselerasi – deselerasi rotasi yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera

(23)

primer dapat menyebabkan gegar kepala ringan, memar otak, dan laserasi. Menurut Aweloi, dkk (2016) pada cedera kepala primer bisa juga disebabkan karena adanya peristiwa coup dan kontra coup. Artinya adalah cedera coup merupakan kerusakan yang terjadi pada daerah benturan, sedangkan kontra coup kerusakan yang terjadi pada daerah yang berlawanan dengan lokasi benturan . pada cedera kepala primer terjadinya cedera pada vascular, fokal, multifokal atau diffuse sehingga bisa mengakibatkan yaitu penurunan kesadaran, peningkatan TIK, pendarahan subdural, pendarahan subaracnoid, contusion dan laserasi.

2) Cedera kepala sekunder

Cedera kepala sekunder terjadi akibat berbagai proses patologik yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti : hipotensi sistemik, hipoksia, hiperkapnea, udema otak, komplikasi pernafasan dan infeksi/ komplikasi pada organ tubuh lain. Pada cedera kepala sekunder terjadi gangguan proses metabolism dan homeostatis ion-ion sel otak, hemodinamika intrakranial dan kompartemen cairan serebrospinalis (CSS) yang dimulai setelah terjadinya trauma namun tidak Nampak secara klinis segera setelah trauma (Rendi dan Margareth, 2012).

Akumulasi cairan ekstravaskuler di dalam otak dapat menyebabkan peningatan tekanan intrakranial yang bisa membawa kematian karena kompartemen intrakranial tertutup. Keadaan ini menimbulkan herniasi otak yang dapat membawa kematian lewat lubang sekat duramater dalam rongga tengkorak. Berikut ini merupakan herniasi yang penting, yaitu :

1) Herniasi Transtentorial, terjadi jika aspek medial lobus temporalis tertekan ke tepi bebas tentorium serebeli. Dengan semakin parahnya pergeseran lobus temporalis dan serabut parasimpatisnya akan tertekan dan menyebabkan dilatasi pupil dan gangguan pergerakkan bola mata ipsilateral. Arteri serebri posterior juga

(24)

sering tertekan sehingga terjadi cedera iskemik didaerah yang diperdarahi oleh pembuluh ini.

2) Herniasi subfalsin, terjadi jika ekspansi unilateral atau asimetrik hemisfer serebri menggeser gyrus cinguli dibawah falks serebri. Hal ini sering berkaitan dengan penekatan cabang arteri serebri anterior, yang bermanifestasi sebagai kelumpuhan dan kelainan sensorik di tungkai, akibat cedar iskemik di daerah korteks motorik primer atau korteks sensorik.

3) Herniasi tonsilar, mengacu pada bergesernya tonsil serebelum melalui fotamen magnum. Pola herniasi ini mangancam nyawa karena menyebabkan penekanan batang otak dan mengganggu pusat pernapasan vital di medulla oblongata. Herniasi batang otak sering disertai oleh lesi hemoragik di otak tengah dan pons, yang dsisebut perdarahan batang otak sekunder ( Kumar,dkk, 2007).

Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri, perdarahan arteri yang di akibatkan tertombun dalam ruang epidural bisa mengakibatkan fatal. Kerusakan neurologik disebabkan oleh suatu benda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak oleh pengaruh kekuatan atau energy yang diteruskan keotak dan oleh efek akselerasi – deselerasi pada otak. Derajat kerusakan ke otak yang disebabkan bergantung pada kekuatan yang menimpa. Makin besar kekuatan maka makin parah kerusakan yang terjadi (Tarwoto, 2009).

Infeksi fraktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobek membran meningen sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen bisa berbahaya karena infeksi dapat menyebar ke sistem saraf yang lainnya (Satyanegara,2010).

(25)
(26)

6. Manifestasi Klinis

Menurut Wijaya dan Putri (2013) gejala dari cedera kepala yaitu : 1) Cedera kepala ringan – sedang

Disorientasi ringan, amnesia post traumatic, hilang memori sesaat, sakit kepala, mual dan muntah, vertigo dalam perubahan posisi, gangguan pendengaran.

2) Cedera kepala sedang – berat

Edema pulmonal, kejan, tanda herniasi otak, hemiparise, ganggua akibat saraf cranial.

Manifestasi klinis spesifik a. Gangguan Otak

a) Comosio Cerebri / geger otak

Tidak sadar < 10 menit, muntah – muntah, pusing, tidak ada tanda deficit neurologis

b) Contusion cerebri / memar otak

Tidak sadar >10 menit, bila area yang terkena luas dapat berlangsung > 2-3 hari setelah cedera, muntah – muntah, amnesia retrograde, ada tanda – tanda deficit neurologis. b. Perdarahan Epidural / Hematoma Epidural (EDH)

a) Suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri meningal

b) Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari kacau mental sampai koma

c) Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan perrnapasan, bradikardia, penurunan tanda-tanda vital d) Herniasi otak yang menimbulkan : dilatasi pupil dan reaksi

cahaya hilang, isokor dan anisokor, patosis. c. Hematoma Subdural (SDH)

a) Akumulasi darah antara duramater dan araknoid, karena robekan vena

(27)

c) Akut : gejala 24 – 48 am setelah cedera, perlu intervensi segera

d) Sub akut : gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu stelah cedera

e) kronis : 2 minggu sampai 3 – 4 bulan setelah cedera d. Hematoma Intracranial (ICH)

a) Pengumpulan darah > 25 ml dalam parenkim otak

b) Penyebab : fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru, gerakan akselerasi – deselerasi tiba-tiba e. Fraktur Tengkorak

a) Fraktur Linear/simple

melibatkan tulang temporal dan pariental, jika garis fraktur meluas kearah orbita / sinus paranasal ( resiko perdarahan) b) Fraktur Basiler

Fraktur pada dasar tengkorak, bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus, memungkinkan bakteri masuk

Menurut Padila (2014) tanda dan gejala dari cedera kepala yaitu : a) Sakit kepala karena trauma langsung dan meningkatkan tekanan

intracranial

b) Disorientasi atau perubahan kognitif c) Perubahan dalam berbicara

d) Perubahan dalam gerakan motorik

e) Mual dan muntah karena meningkatnya tekanan intracranial f) Ukuran pupil tidak sama penting untuk menentukan apakah

terkait dengan perubahan neurologis atau apakah pasien mempunyai ukuran pupil berbeda (persentase kecil populasi mempunyai ukuran pupil berbeda)

g) Berkurangnya atau tidak adanya reaksi pupil terkait dengan kompromi neurologis

h) Menurunnya tingkat kesadaran atau hilangnya kesadaran i) Hilang ingatan (amnesia)

(28)

7. Mekanisme Cedera

Menurut Wijaya dan Putri (2013) cidera kepala dapat diakibatkan oleh yaitu:

a. Perubahan bentuk tengkorak kepala

b. Percepatan dan perlambatan, dimana tengkorak kepala mengakibatkan perubahan bergerak lebih cepat dari pada masa otak dan mengakibatkan perubahan tekanan

c. Pergerakan kepala yang menyebabkan rotasi dan distorsi dari jaringan otak. Kekuatan ini dapat menyebabkan kompresi, ketegangan dan kerusakan jaringan otak.

Pada saat satu objek bergerak membentuk kepala dengan cukup kuat, dapat mengakibatkan fraktur tengkorak. Fraktur tersebut dapat atau tidak dapat menekan jarinagan otak. Kontusio adalah cidera kepala ringan atau sedang sampai dengan berat, dimana terjadi kedema dan pendarahan. Coup adalah pendarahan dan edema langsung dibawa ketempat trauma sebagai akibat dari kecepatan. Contracoup adalah adanya dua letak luka yang berlawanan dari letak trauma yang dibabkan oleh percepatan-perlambatan atau trauma perputaran.

8. Tipe cidera kepala

Menurut Rendy dan Margareth (2012) tipe dari cedera kepala dapat meliputi :

1) Trauma kepala terbuka

Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai saraf otak dan jaringan otak.

a. Fraktur tengkorak

Fraktur kepala berupa jaringan pembuluh darah dan saraf-saraf otak, merobek buramater yang mengakibatkan perembesan cairan serebros spiner, dimana dapat membuka satu jalan untuk terjadinya infeksi intralpranial. Adapun macam-macam dari fraktur tengkorak adalah :

(29)

a) Linear fraktur adalah retak biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah hubungan dari kedua fragmen

b) Comunited fraktur adalah patah tulang dengan multiplay fragmen dengan fraktur yang multilinear c) Depressed fraktur fragmen tulang melekuk kedalam d) Coumpound fraktur, fraktur tulang yang meliputi

laserasi dari kulit kepala, membrane mukosa, sinus paranasal, mata dan telinga atau membrane timpani. e) Fraktur dasar tengkorak, fraktur yang terjadi pada

dasar tengkorak, khusunya pada kosa anterior dan tengah. Fraktur dapat dalam bentuk salah satu : linear, comminited atau depressed. Sering menyebabkan erhainorrhea atau otorrhea.

2) Trauma kepala tertutup a) Cedera serebral

Cedera serebral dapat meliputi :

(1) Komosia Serebri adalah suatu kerusakan sementara fungsi neurologi yang disebabkan oleh benturan pada kepala. Biasanya tidak merusak struktur tetapi menyebabkan hilangnya ingatan sebelum dan sesudah cidera, lesu, mual, dan muntah. Biasanya dapat kembali pada fungsi yang normal. Setelah komosia akan timbul sindroma berupa sakit kepala,pusing, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi beberapa minggu setelah kejadian.

(2) Kontusio Cerebri. Benturan dapat menyebabkan perubahan dari struktur dari permukaan otak yang mengakibatkan perdarahan dan kematian jaringan dengan/ tanpa udema. Kontusio dapat berupa coup atau contacoup injury. Deficit neurologi serius dapat

(30)

terjadi. Gejala-gejala dapat terjadi tergantung pada luasnya kerusakan.

(3) Hematoma Epidural. Adalah perdarahan yang menuju ke ruang antara tengkorak dan duramater. Kondisi ini terjadi karena laserasi dari arteri meningea media. Gambaran klinik klasik yang terlihat berupa : hilangnya kesadaran dengan diikuti periode flaccid, tingkat kesadaran dengan cepat menurun menuju condision sampai dengan koma. Jika tidak ditangani akan menyebabkan kematian.

(4) Hematoma Subdural. Adalah perdarahan arteri atau vena duramater dan arachnoid. Hematoma subdural akut dapat timbul dalam waktu 48 jam, dengan gejala-gejala berupa sakit kepala,mengantuk, agitasi, bingung dan dilatasi dan fiksasi pupil ipsilateral. Untuk hematoma subakut subdural gejala-gejalanya sama dengan yang akut, tetapi berkembang lebih lambat yaitu 2 hari sampai 2 minggu. Hematoma subdural kronik akibat trauma kecil dapat berkembang lebih lama lagi.

(5) Hematoma intracerebral. Adalah perdarahan menuju ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cidera langsung dan sering didapat pada lobus frontal atau temporal. Gejala-gejalanya meliputi : sakit kepala, menurunnya kesadaran, hemiplagia kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral.

(6) Hematoma subaracnoid. Hematoma yang terjadi akibat trauma, meskipun pembentukan hematoma jarang. Tanda dan gejala – gejalanya meliputi : kaku kuduk, sakit kepala, menurunnya tingkay kesadaran, hemiparesis dan ipsilateral dilatasi pupil.

(31)

9. Dampak Masalah cedera kepala

Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie Marisa Putri (2013), komplikasi dari cedera kepala yaitu :

a. Epilepsi pasca trauma

Adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang bisa saja terjadi beberapat tahun kemudian setelah terjadinya cedera.

b. Afasia

Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena trjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cdera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.

c. Apraksia

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis.

d. Amnesia

Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.

e. Edema serebral dan herniasi

Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema terjadi 72 jam setelah cedera. Perubahan TD, frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK.

(32)

f. Deficit neurologis dan psikologis

Tanda awal penurunan fungsi neurologis: perubahan TIK kesadaran, nyeri kepala hebat, mual/muntah proyektif (tanda dari peningkatan TIK).

10. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk cedera kepala antara lain : a. Pemeriksaan diagnostic

Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan pada klien dengan cedera kepala menurut Wijaya dan Yessie (2013) meliputi :

1) CT scan (dengan atau kontras)

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan jaringan otak

2) MRI

MRI digunakan sama dengan CT scan dengan / tanpa kontras radioaktif

3) Cerebral Angiopraphy

Menunjukkan anomaly sikrulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi emea, perdarahan dan trauma 4) Serial EEG

Pemeriksan yang dapat melihat perkembangan patologis pasien

5) Sinar –X

Untuk mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang 6) BAER

Untuk pemeriksaan mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil

7) PET

Pemeriksaan untuk Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

(33)

8) CSS

Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan 9) Kadar Elektrolit

Cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium, retensi Na dapat berakhir beberapa hari, diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit

10) Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intracranial

11) Screen Toxicology

Untuk mendeteksi pengaruh obat yang menyebabkan penurunan kesadaran

12) Rontgen thorax 2 arah ( PA/AP dan lateral)

Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleura

13) Analisa gas darah (AGD)

Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostik untuk mencantumkan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui permeriksaan AGD adalah status oksigenasi dan status asam basa ( Muttaqin, 2011).

11. Penatalaksaan

Menurut Rendy dan Margareth (2012 Terapi yang dapat diberikan pada pasien dengan cedera kepala adalah :

a. Memberikan oksigen

b. Monitor tingkat kesadaran dengan GCS

c. Terapi hiperventilasi untuk mengurangi vasodilatasi

d. Glukokortikoid biasanya deksametason dan metilprednison untuk mengurangi edema otak

e. Mengontrol metabolisme otak dapat diberikan barbiturate, pentobarbital atau thiopental untuk mencegah hipoksia dan iskemia.

(34)

f. Pemberian antibiotik yang mengandung barrier darah otak seperti penicilin dan untuk infeksi anaerob diberikan metrodinazol

g. Monitor tanda-tanda vital h. Monitor intake dan output

i. Berikan pasien istirahat yang cukup

B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

Menurut Rendi dan Margareth (2012), asuhan keperawatan pasien cedera kepala meliputi :

a. Identitas pasien

Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status pekawinan, pekerjaan, alamat.

b. Identitas penanggung jawab

Berisi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya saat dilakukan pengkajian klien mengalami penurunan kesadaran, latergi, mual dan muntah, sakit kepala, wajah tiak simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau, sulit mencerna dan menelan makanan.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya klien mengalami trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma langsung ke kepala. Perlu dilakukan pengkajian tentang riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, jantung koroner, diabetes mellitus, aemia.

(35)

3) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya cedera kepala tidak dipengaruhi oleh riwayat anggota penyakit keluarga, namun perlu diakaji adanya anggota keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi, diabee mellitus, jantung koroner yang dapat memperlambat proses pemulihan. d. Pengkajian persistem dan pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Biasanya pada pasien dengan cedera kepala pada umumnya mengalami penurunan kesadaran

2) Pemeriksaan head to toe

a) Kepala : biasanya ada luka atau laserasi pada kulit kepala b) Mata : biasanya mata simetris kiri kanan, dan inspeksi

konjungtiva anemis atau tidak, sklera ikterik atau tidak, reflek pupil.

c) Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung d) Telinga : inspeksi apakah ada darah yang keluar

dari telinga

e) Mulut : biasanya bibir pasien pucat dan kerin f) Leher : observasi adanya cidera servikal dan

observasi adanya distensi vena jugularis g) Dada : inspeksi dinding dada, kaji kualitas dan

kedalaman, pernafasan, kaji kesemetrisan pergerakkan dinding dada dan auskultasi bunyi nafas.

h) Abdomen : inspeksi ada luka , catat adanya distensi dan adanya memar

khususnya di organ vital seperti limfa dan hati, dan auskultasi bising usus.

i) Ekstremitas : inspeksi adanya perdarahan, udema nyeri di ektremitas, cek capillary refil

(36)

pada ujung kuku, dan cek reflek seperti bisep, trisep dan patella. 3) Fungsi Motorik

Biasanya pada pasien cedera kepala kekuatan ototnya berkisar antara 0 sampai 4 tergantung tingkat keparahan cedera kepala yang dialami pasien.

4) Aspek neurologis

a) Kaji GCS : biasanya pasien cedera kepala GCS nya tergantung berat, sedang, ringannya (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13, cedera kepala berat 3-8)

b) Perubahan status mental

c) Nervus carnialis (biasanya pasien yg mengalami cedera kepala pola bicara abnormal)

d) Perubahan pupil atau penglihatan kabur, diplopia, foto pobia, kehilangan sebagian lapang pandang

e) Perubahan tanda – tanda vital : biasanya tekanan darah pasien cedera kepala naik/turun

f) Biasanya pasien mengalami gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran

g) Pasien mengalami adanya tanda – tanda peningkatan TIK seperti : penurunan kesadaran, gelisah letargi, sakit kepala, muntah proyektif, pelambatan nadi, pelebaran tekanan nadi, peningkatan tekanan darah sistolik

h) Aspek kardiovaskuler

Biasanya pasien mengalami perubahan TD, denyut nadi tidak teratur, TD naik, TIK naik

i) Sistem pernafasan : Biasanya pasien mengalami perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), irama dan frekuensi nafas lemah

(37)

Biasanya pasien mengalami gangguan emosi terhadap penyakit yang dideritanya, elirium, perubahan tingkah laku atau kepribadian

k) Pengkajian sosial

Mengkaji bagaimana hubungan pasien dengan orang terdekat, kemampuan komunikasi pasien dengan orang lain.

l) Nyeri / kenyamanan : biasanya pasien mengalami sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah

5) Pemeriksaan Nervus cranial a. N.I (Olfaktorius)

Adanya mengalami penurunan daya penciuman atau tidak

b. N.II (Optikus)

Pada trauma frontalis memperlihatkan terjadi penurunan penglihatan

c. N. III (okulomotorius) ,IV (trokhlearis), VI (abducens) Menyebabkan penurunan lapang pandang, reflek cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.

d. N.V (trigeminus)

Apakah adanya gangguan mengunyah atau tidak e. N.VII (Fasialis)

Mengalami gangguan lemahnya penutupan kelopak ata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah

f. N.VIII (Akustikus)

Pasien mengalami penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh

g. N.IX (glosofaringeus), X (vagus), XI (assesorius) Gejala tersebut jarang ditemukan karena penderita akan

(38)

meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adaya cekungan karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodic dan diafragma. Cekungan yang terjadi biasanya akan mengalami oeningkatan intrakranial.

h. N. XII (hipoglosus)

Gejala biasa timbul adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini akan menyebabkan kesulitan menelan (Rendi dan Margareth, 2012).

2. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan diagnostic

Menurut Wijaya dan Yessi (2013), pemeriksaan penunjang cedera kepala :

1) X ray / CT scan

Biasanya pada pasien cedera kepala mengalami edema serebral terjadi apabila sudah jatuh ke cedera kepala sekunder begitupun dengan perdarahan intracranial dan fraktur tulang tengkorak. 2) Angiografi serebral

Melihat apakah ada kelainan sirkulasi serebral atau tidak 3) BAER (brain auditory evoked respons)

Menentukan fungsi koteks dan batang otak pasien 4) PET (positron emission tomography)

Biasanya pada pasien cedera kepala metabolism otak akan meningkat karena kurangnya suplai oksigen ke otak.

5) MRI

Biasanya pada pasien cedera kepala ditemukan edema serebri, perdarahan otak, bisa juga ditemukan adanya fraktur linear, fraktur depresed dan comunited.

b. Pemeriksaan laboratarium 1) AGD, PO2, PH, HCO3

Biasanya pada pasien cedera kepala yang mengalami TIK nilai PO2 didapatkan dibawah rentang normal dan PCO2 meningkat.

(39)

2) Elektrolit serum

Biasanya pada pasien cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit,

3) Hematologi

Biasanya pada pasien cedera kepala leukosit meningkat apabila terjadi infeksi, Hb menurun apabila terjadi perdarahan, albumin, globulin dan protein serum.

4) Kadar antikonvulsan darah

Untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif mengatasi kejang. Kejang yang terjadi pada pasien cedera kepala dapat meningkatkan metabolism, oleh karena itu kebutuhan otak akan oksigen dan glukosa juga meningkat.

3. Kemungkinan diagnosa keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (NANDA, 2013) b. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan cedera medula spinalis

d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan status sirkulasi

f. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya asupan makanan

g. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

h. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit, pemajanan terhadap pathogen

i. Resiko cidera

(40)

4. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut

(41)

Tabel 2.2 Rencana Intervensi No NURSING DIAGNOSA (NANDA) NURSINGOUTCOMES CLASSIFICATION (NOC) NURSING INTERVENTION CLASSIFICATION (NIC) 1 Resiko ketidakefektifan jaringan cerebral

Definisi : rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan

Faktor resiko : 1. Hipertensi

Tumor otak (mis: gangguan serebrovaskuler, penyakit neurologis, trauma, tumor) NOC: Status sirkulasi

Mendemostrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan:

1. Tekanan sistem dan diastole dalam rentang yang diharapkan 2. Tidak ada tanda-tanda

peningkatan tekanan intracranial Tissue prefusion cerebral

Indicator :

Mendemostrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan

1. berkomunikasi dengan jelas sesuai kemampuan

2. Menunjukkan perhatian,

konsentrasi dan orientasi 3. Memproses informasi

4. Membuat keputusan dengan benar 5. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh: tingkat kesadaran membaik, tidak ada

Terapi oksigen

1. Periksa mulut, hidung dan secret trakea

2. Pertahankan jalan nafas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi

4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien

6. Observasi tanda-tanda hipovolemi 7. Monitor adanya kecemasan pasien

terhadap oksigenasi

Monitor peningkatan intracranial 1. Monitor tekanan perfusi serebral 2. Catat respon pasien terhadap

stimulasi

3. Monitor tekanan intracranial pasien dan respon neurologi terhadap aktifitas

4. Monitor intake dan output cairan 5. Kolaborasidalam pemberian

antibiotic

(42)

gerakan involunter flower

7. Minimalkan stimulasi dari lingkungan

Monitor vital signs

1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR 2. Monitor vital sign saat pasien

berbaring, duduk dan berdiri 3. Auskultasi TD pada kedua lengan

dan bandingkan

4. Monitor TD, nadi, RR sebelum dan sesudah, selama dan setelah aktivitas 5. Monitor kualitas nadi

6. Monitor frekuensi dan irama pernafasan

7. Monitor pola pernafasan abnormal 8. Monitor suhu, warna dan

kelembaban kulit 9. Monitor sianosis perifer

10. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Manajemen sensasi perifer

1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

(43)

panas/dingin/tajam/tumpul 2. Instruksikan keluarga untuk

mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi

3. Gunakan sarung tangan untuk proteksi

4. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

5. Kolaborasi pemberian analgetik 6. Monitor adanya tromboplebitis 7. Diskusikan mengenai penyebab

perubahan sensasi 2 Ketidakefektifan pola nafas

Definisi :

Inspirasi dan ekspirasi yang tidak member ventilasi adekuat Batasan karakteristik : 1. Takipnea 2. Pernafasan cuping hidung 3. Dispnea 4. Penurunan tekanan ekspirasi

a.status respieasi ventilasi Indicator :

1. Respiratory rate daalam rentang normal

2. Tidak ada retraksi dinding dada 3. Tidak mengalami dispnea saat

istirahat

4. Tidak ditemukan orthopnea 5. Tidak ditemukan atelektasis b.Respiratory : Airway Patency indicator :

1. Manajemen jalan nafas aktivitas

1. Buka jalan nafas

2. Posisikanpasien untuk

memaksimalkan ventilasi

3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas

4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan

5. Monitor respirasi dan status O2 b.Terapi Oksigen

(44)

1. Respiratory rate dalam rentang normal

2. Pasien tidak cemas

3. Menunjukkan jalan nafas yang paten

aktivitas :

1. Peratahankan kepatenan jalan nafas

2. Monitor aliran oksigen 3. Pertahankan posisi pasien 4. Observasi adanya tanda-tanda

hipoventilasi

5. Monitor adanya kecemasan c.Monitor Tanda-tanda vital

aktivitas:

1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

2. Catat adanya flutuasi tekanan darah

3. Monitor kualitas nadi 4. Monitor suara paru 5. Monitor suara pernafasan 6. Monitor suhu, warna, kelembaban kulit

3 Nyeri akut

Definisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual

NOC: Pain level Indicator : 1. Melaporkan nyeri 2. Durasi nyeri 1. Manajemen nyeri Aktivitas:

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

(45)

atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantasipasi atau diproduksi

Batasan karakteristik :

1. Bukti nyeri dengan mengguanakan standar dafrtar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat

mengungkapkannya 2. Diaphoresis

3. Dilatasi pupil

4. Ekspresi wajah nyeri (mis: mata kurang bercahaya, tampak kacau atau tetap pada satu focus, meringis)

5. Focus menyempit

(mis:persepsi waktu, proses berfikir, interaksi

3. Menunjukkan lokasi nyeri 4. Meringis

5. Ekspresi wajah nyeri kegelisahan 6. Focus menyempit

7. Ketergantungan otot 8. Kehilangan selera makan

9. Mual

10. Intoleransi makanan Pain control

Indicator :

1. Mengakui timbulnya nyeri 2. Menjelaskan factor penyebab 3. Menggunakan buku harian untuk

memantau gejala dari waktu ke waktu

4. Menggunakan tindakan

pecegahan non analgesic ukuran lega menggunakan analgesic seperti yang dianjurkan

5. Laporan nyeri dikendalikan Comfort level

Indicator :

1. Reaksi obat 2. Otonomi pribadi

kualitas dan factor presipitasi

2. Observasi reaksi nonverbal pasien dari ketidaknyamanan

3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau

7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 8. Control lingkungan yang dapat suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan

9. Kurangi factor presipitasi nyeri 10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri

(farmakologi, non farmakologi dan interpersonal)

(46)

dengan orang lain dan lingkungan)

6. Focus pada diri sendiri

7. Keluhan tentang

intensitas engguanakan standar skala nyeri

8. Keluahan tentang

karakteristik nyeri dengan mengguanakan standar instrument nyeri 9. Laporan tentang perilaku

nyeri/prubahan aktivitas 10. Mengekspresikan

perilaku (mis: menangis, gelisah, merengek) 11. Perilaku distraksi

12. Perubahan pada

parameter fisiologis (mis: tekanan darah, frekuensi jantung, frekuensi pernafasan, saturasi oksigen)

13. Pertahankan posisi untuk menghindari nyeri

3. Relokasi adaptasi 4. Lingkungan yang aman

menentukan intervensi

12. Ajarkan tentang teknik

nonfarmakologi

13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

14. Evaluasi keefektifan control nyeri 15. Tingkatkan istirahat

16. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindaka nyeri yang tidak berhasil

b.Pemberian analgetik aktivitas :

1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik nyeri, kualitas dan tingkay keparahan sebelum mengobati pasien

2. Periksa perintah medis untuk obat, dosis, frekuensi yang ditentukan analgetik

3. Periksa alergi obat

4. Evaluasi kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam pemilihan analgesic, rute, dan dosis serta melibatkan pasien

(47)

14. Perubahan selera makan 15. Sikap melindungi area

nyeri

16. Sikap tubuh melindungi Factor yang berhubungan dengan :

1. Agens cidera biologis (mis: infeksi, iskemia, neoplasma)

2. Agens cidera fisik (mis: abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat berat, proedur bedah, trauma, olahraga berlebihan) 3. Agens cidera kimia (mis:

lika bakar, kepsaisin, metilen klorid)

dari analgesic ketika lebih dari satu yang diresepkan

6. Pantau tanda-tanda vital sebelum dan setelah pemberian analgesik

7. Fasilitasi respon pasien terhadap analgesic

8. Informasikan kepada pasien terkait efek samping dari analgesic

9. Evaluasi efektifitas analgesik pada interval yang sering dan teratur setelah pemberian masng-masing, terutama setelah dosis awal

c.Pengurangan kecemasan aktivitas :

1. Gunakan pendekatan yang

menenangkan pasien

2. Jelaska prosedur pengobatan pasien, meliputi sensai yang dirasakan selama prosedur yang dilakukan 3. Sediakan informasi factual meliputi

diagnosis, pengobatan dan perawatan pasien

4. Tetap bersama pasien untuk mempromosikan keaman dan

(48)

ngurangi rasa kuat

5. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien

6. Sediakan objek yang menandakan keamanan

7. Identifikasi jika tingkat kecemasan pasien berubah

8. Tentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien

9. Ajarkan pasien melakukan teknik relaksasi

10. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan

d.Terapi latihan ambulasi aktifitas:

1. Bantu pasien utnuk menggunakan alas kaki yang memfasilitasi pasien saat berjalan untuk menghindara cidera

2. Anjurkan pasien unutk duduk di tempat tidur

3. Bantu pasien untuk duduk di tepi tempat tidur untuk memfasilitasi

(49)

ketahanan posisi

4. Batu pasien untuk berpindah sesuai kebutuhan

5. Sediakan alat bantu seperti kursi roda untuk ambulasi

6. Ajarkan pasien dan keluarga terkait cara berpindah yang aman dan teknk ambulasi

e.Monitirng tanda-tanda vital aktivitas:

1. Monitor TD, nadi, suhu, RR sesuai anjuran

2. Catat fluktuasi tekanan darah pasien 3. Monitor tekanan darah setelah pasien

memperoleh pengobatan

4. Monitor tanda dan gejala hipotermi dan hipertermia yang dilaporkan 5. Monitor kuantitas dan kualitas

denyut nadi

6. Monitor pernafasan 7. Monitor suara nafas

8. Monitor pola nafas abnormal

9. Identifikasi adanya perubahan tanda-tanda vital

(50)

f.Peningkatan tidur aktivitas :

1. Tentukan pola aktifitas/tidur pasien 2. Tentukan efek pengobatan pasien

terhadap pola tidur pasien

3. Monitor / catat pola tidur, jumlah waktu tidur pasien

4. Monitor pola tidur dan catat tanda fisikyang dapat mengganggu tidur 5. Bantu untuk mengurangi situasi yang

bias membuat pasien stress sebelum tdiur

6. Diskusikan dengan pasien dan keluarga terkait teknik meningkatkan kualitas tidur

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dengan menggunakan metode deskriptif dengan desain penelitian studi kasus.. Penelitian deskriptif adalah suatu metode tentang keadaan pasien secara objektif dengan pendekatan studi kasus (Nursalam, 2015). Penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Cedera Kepala di Ruang Rawat Bedah Trauma Center RSUP. Dr. M.Djamil Padang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Ruang Rawat Bedah Trauma Center RSUP Dr. M. Djamil Padang. Waktu penelitian dilakukan dari bulan September 2017 - Juni 2018. C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah 5 orang dengan diagnosa cedera kepala yang dirawat di Ruang Rawat Bedah Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang pada tahun 2018.

2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi yang dapat dipengaruhi sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2015). Sampel dalam penelitian ini adalah 2 pasien dengan diagnosa Cedera Kepala sedang yang dirawat di Ruang Rawat Bedah Trauma Center RSUP Dr. M.Djamil Padang. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling adalah suatu teknik pemilihan partisipan atau penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantaranya populasi berdasarkan kriteria inklusi yang ditetapkan. Cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengundi untuk dipilih sebagai sampel penelitian.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini antara lain : a. Inklusi

(52)

1) Klien dan keluarga bersedia menjadi responden 2) Klien cedera kepala dengan cedera kepala sedang D. Instrument Pengumpulan Data

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah format pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implemanstasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dan alat pemeriksaan fisik yang terdiri dari tensimeter, stetoskop, thermometer, dan penlight. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi langsung dan studi dokumentasi. 1. Format pengkajian keperawatan medikal bedah terdiri dari identitas pasien,

identitas penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan fisik, data psikologis, sosial dan spiritual. Pemeriksaan laboratariu dan teori pengobatan.

2. Format analisa data terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, masalah dan etiologi.

3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah serta tanggal dan paraf pemecahannya masalah.

4. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, diagnosa keperawatan.

5. Format implementasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, impplementasi keperawatan dan paraf yang melakukan implementasi keperawatan.

6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari : nama pasien, nomor rekam medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan dan paraf yang mengevaluasi tindakan keperawatan.

E. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan multi sumber bukti yaitu teknik pengumpulan data bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data

(53)

yang telah ada. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

1. Wawancara

Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data pengkajian seperti, identitas pasien, identitas penanggung jawab pasien, riwayat kesehatan (riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, dan riwayat kesehatan keluarga), dan activity daily living seperti makan, minum, BAB, BAK, istirahat dan tidur.

2. Observasi

Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari pasien, seperti keadaan umum pasien, respon nyeri pada pasien cedera kepala, mengamati tingkat kesadaran pasien, mengamati proses keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa yang ditegakkan, intervensi, implementasi dan evaluasi serta mengamati perkembangan pasien tiap harinya.

3. Dokumentasi

Dalam penelitian metode studi dokumentasi digunakan peneliti melihat hasil laboratarium pasien, catatan perkembangan pasien, arsip dan hasil rontgen.

F. Analisis

Analisis terhadap proses keperawatan yang dilakukan peneliti meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan dibandingkan dengan teori.

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP dr. M. Djamil Padang di ruangan Trauma Center terdiri dari 5 ruang rawatan yaitu ruang 1,2,3 untuk laki-laki dan ruang 4 dan 5 untuk perempuan. Penelitian dilakukan diruang rawat Trauma Center yang dipimpin oleh seorang Ka. Ruangan dan dibantu oleh perawat pelaksana sebanyak 10 orang perawat. Selain perawat ruangan beberapa mahasiswa praktik dari berbagai institusi juga ikut berperan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien.

B. Hasil

Penelitian yang dilakukan pada tanggal 06 - 11 Maret 2018 pada partisipan I dan partisipan II dengan diagnosa medis cedera kepala sedang di Ruang Trauma Center beda RSUP Dr. M.Djamil Padang. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, penegakkan diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi serta evaluasi keperawatan yang dilakukan dengan metode wawancara, observasi, studi dokumentasi serta pemeriksaan fisik.

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan dimulai pada tanggal 06 Maret 2018 pukul 09.00 WIB, hasil penelitian tentang pengkajian yang didapatkan peneliti melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi pada kedua partisipan dituangkan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 4.1

Pengkajian keperawatan pada partispan I dan partisipan II

PENGKAJIAN PARTISIPAN I PARTISIPAN II

Identitas pasien Studi dokumentasi dan wawancara:

pasien bernama Tn. Z, umur 42 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat Lubuk Basung, status kawin yaitu kawin, agama islam, pekerjaan

Studi dokumentasi dan wawancara:

pasien bernama Tn.S, umur 62 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat di Solok, status kawin yaitu kawin, agama islam, pekerjaan sebagai

(55)

petani. petani. Alasan masuk Pasien masuk karena

penurunan kesadaran, diagnosa medis CKS GCS 12 + EDH

Pasien masuk karena penurunan kesadaran, diagnosa medis CKS GCS 10 + ICH Identitas penanggung jawab wawancara : penanggung jawab Tn.Z adalah Ny. J ( istri pasien)

Wawancara :

Penanggung jawab Tn. S adalah Ny. E (istri pasien)

Riwayat Kesehatan a. Keluhan

utama

Studi dokumenasi dan wawancara :

Pasien masuk RSUP Dr.M. Djamil Padang, pada tanggal 04 Maret 2018, rujukan dari RSUD Lubuk Basung pada pukul 14.30 WIB,

dengan keluhan

penurunan kesadaran sejak ± 7 jam sebelum masuk rumah, pasien pingsan setelah kejadian, sakit, muntah proyektif 5 x, kejang (+), keluar darah dari telinga (+)

Studi dokumentasi dan wawancara :

Paien masuk RSUP Dr.M.Djamil Padang pada tanggal 04 Maret 2018 rujukan RSUD Solok pukul 17.25 WIB,

dengan keluhan

penurunan kesadaran sejak ±9 jam sebelum masuk rumah sakit, muntah proyektif 4x dan keluar darah dari telinga (+) b. Riwayat kesehatan sekarang Observasi dan Wawancara Saat dilakukan

pengkajian pada hari Selasa 06 Maret 2018, pasien sudah hari rawatan ke – 2, keluarga mengatakan pasien lemah. Keluarga mengatakan pasien sering memegang kepalanya, pasien sering mengeracau.

keluarga mengatakan pasien terasa mual saat akan membuka mata.

Observasi dan

Wawancara

Saat dilakukan

pengkajian pada hari Rabu 07 Maret 2018, pasien sudah hari rawatan ke 3, keluarga mengatakan keadaan pasien lemah, pasien masih mengalami penurunan kesadaran, Keluarga mengatakan pasien belum sadar. Keluarga mengatakan pasien sering menggaracau dan gelisah. c. Riwayat kesehatan Wawancara : Keluarga mengatakan Wawancara : Keluarga mengatakan

(56)

dahulu pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit dan tidak ada memiliki riwayat penyakit DM, hipertensi dan jantung.

pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit dan tidak ada memiliki riwayat penyakit DM, hipertensi dan penyakit jantung. d. Riwayat kesehatan keluarga Wawancara : Keluarga mengatakan tidak mengetahui ada anggota keluarga pasien yang memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit keturunan lainnya. Wawancara : Keluarga mengatakan tidak mengetahui anggota keluarga pasien yang memiliki penyakit DM, hipertensi dan penyakit keturunan lainnya.

Pola Aktivitas a. Pola Nutrisi

Saat sakit pasien mendapatkan diit MC 6 x 300 melalui oral, pasien menghabiskan diit 200 cc

Saat sakit pasien mendapatkan diit MC 6 x 300 melalui NGT, infus NaCl 0,9 % 20 tetes / menit. b. Pola eliminasi

Saat sakit pasien BAB 1 x selama dirawat, konsistensi lunak, berwarna kuning dan menggunakan pempers. Urine 400 cc/8 jam, bau urin pesing.

Saat sakit : pasien BAB hanya 1 kali selama dirawat. Pasien menggunakan pempers, konsisten lunak, bau dan warna feses khas. Pasien BAK menggunakan kateter, urine tampak berwarna kuning pekat, bau pesing, banyak urin ± 2500 cc/hari

c. Pola

istirahat dan tidur

saat sakit keluarga mengatakan pasien susah tidur, pasien sering gelisah

Sakit : pasien mengalami penurunan kesadaran, jadi pasien lebih banyak tidur

d. Pola aktivitas

Saat sakit aktivitas pasien dibantu oleh perawat dan keluarga.

Saat sakit : aktivitas pasien dibantu oleh perawat dan keluarga Pemeriksaan

fisik

Pemeriksaan :

dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum pasien lemah, tingkat kesadaran apatis GCS 12 (E3V6M3). TTV :

Pemeriksaan :

Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum pasien lemah, tingkat kesadaran delirium, GCS 10

Gambar

Tabel 2.2 Rencana Intervensi  No   NURSING DIAGNOSA   (NANDA)  NURSINGOUTCOMES  CLASSIFICATION (NOC)  NURSING  INTERVENTION CLASSIFICATION (NIC)  1   Resiko  ketidakefektifan  jaringan cerebral

Referensi

Dokumen terkait

Dalam konteks Indonesia, kiranya elemen yang tepat dan efektif untuk mengeliminasi kekerasan secara progresif adalah: Pendidikan (Education) dan Pelatihan

Berdasarkan hasil perhitungan TERRA, diperoleh nilai sig pada variabel kepuasan konsumen sebesar 0,200 yang lebih besar dari 0,05 maka variabel kepuasan konsumen

Setelah membaca puisi, siswa dapat menuliskan ungkapan kasih sayang kepada adik dalam sebuah puisi yang diperdengarkan dengan tepat.. Siswa dapat mengekspresikan kembali ungkapan

Untuk menentukan keputusan jumlah bed yang diperlukan sesuai dengan keinginan pihak rumah sakit digunakan metode tingkat aspirasi (aspiration level method). Untuk itu

(Y) Sampel penelitian ini 7 perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sedangkan Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

POKJA Pembangunan Jembatan Gunung Lingai Lempake Tepian UNIT LAYANAN PENGADAAN.

LARING FARING KODE DIAGNOSIS ICD-1O NO... TUMOR KODE DIAGNOSIS

Memorandum Program Sanitasi merupakan dokumen kesepakatan bersama seluruh program dan kegiatan pembangunan sektor sanitasi Kabupaten Padang Lawas Utara yang dilaksanakan oleh