• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI. dasar/ umum yang menjadi landasan penelitian ini, diantaranya: 2. Teori Komunikasi Massa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI. dasar/ umum yang menjadi landasan penelitian ini, diantaranya: 2. Teori Komunikasi Massa"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

7

LANDASAN TEORI

2.1 Teori-teori Dasar/ Umum

Dalam menjabarkan penelitian ini, maka peneliti memilih beberapa teori dasar/ umum yang menjadi landasan penelitian ini, diantaranya:

1. Teori Komunikasi

2. Teori Komunikasi Massa

3. Film

Teori-teori tersebut akan menjabarkan tentang proses komunikasi, terutama mengenai pengertian komunikasi melalu media massa, yaitu film. Berikut di bawah ini, akan dijabarkan satu per satu teori tersebut secara lebih terperinci.

2.1.1 Teori Komunikasi

2.1.1.1 Definisi Komunikasi

Sebenarnya kalau dirunut dari asal muasal bahasa, menurut Deddy Mulyana kata komunikasi diserap dari bahasa Inggris communication, yang bisa dirujuk dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communication atau istilah communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah communis adalah istilah

(2)

yang paling disebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Pengertian ini mengartikan bahwa “suatu pikiran, suatu makna”, atau “suatu pesan yang dianut secara sama.” Namun perunutan asal kata ini tidak banyak membantu, terutama karena komunikasi sebagai ilmu telah berkembang sedemikian rupa sehingga tidak lagi bisa dicarikan maknanya hanya dengan merujuk pada akar katanya.

Komunikasi memiliki banyak definisi. Di dalam buku Filsafat Ilmu Komunikasi, menurut W. Weaver (1949), komunikasi adalah semua prosedur dimana pikiran seseorang dapat memengaruhi orang lain. Menurut Hovland, Janis & Kelley (1953), komunikasi adalah suatu proses di mana individu (komunikator) menyampaikan pesan (biasanya verbal) untuk mengubah perilaku individu lain (audiens).

Intinya, komunikasi mempunyai pusat perhatian dalam situasi perilaku dimana sumber menyampaikan pesan kepada penerima secara sadar untuk mempengaruhi perilaku.

Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses perpindahan pesan dari komunikator ke audiens yang bertujuan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berpikir, atau berperilaku seperti yang komunikator inginkan.

(3)

2.1.1.2 Unsur-unsur Dasar Komunikasi

Di dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi karangan Dani Vardiansyah, M.Si., untuk dapat terjadi proses komunikasi, terdapat enam unsur komunikasi, yaitu:

a. Pengirim Pesan

Pengirim pesan (komunikator) adalah orang yang berinisiatif menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif komunikasinya. Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari satu orang, lebih dari satu orang, serta massa.

b. Penerima Pesan

Penerima pesan (komunikan) adalah orang yang menerima pesan dari komunikator. Komunikan dapat terdiri dari satu orang, banyak orang (kelompok), dan massa.

c. Pesan

Pesan disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif komunikasi: apa yang ia pikir dan rasakan. Karena itu, pesan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu, verbal maupun nonverbal, yang disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya.

(4)

d. Saluran Komunikasi dan Media Komunikasi

Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk sampai ke komunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan komunikator sampai ke komunikannyam yaitu tanpa media (yang berlangsung face-to-face) atau dengan media komunikasi.

e. Efek Komunikasi

Efek komunikasi merupakan pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan, yaitu kognitif (seseorang menjadi tahu tentang sesuatu), afektif (sikap seseorang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu), dan konatif (tingkah laku nyata, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu).

f. Umpan Balik

Umpan balik dapat dimaknai sebagai jawaban komunikan atas pesan komunikator yang disampaikan kepadanya. Dalam komunikasi yang dinamis, komunikator dan komunikan terus-menerus saling bertukar peran. Karenanya, umpan balik pada dasarnya adalah pesan juga, yakni komunikan berperan sebagai komunikator kedua.

(5)

2.1.2 Teori Komunikasi Massa

2.1.2.1 Definisi Komunikasi Massa

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerimaan pesan yang berkaitan dengan media massa. Oleh karena itu, massa di sini menunjuk kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa, atau pembaca. Bentuk media massa antara lain media elektronik (televisi, radio), media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), buku, dan film (film bioskop dan bukan negatif film yang dihasilkan kamera). Dalam perkembangan komunikasi massa yang sudah sangat modern dewasa ini, ada satu perkembangan tentang media massa, yakni ditemukannya internet. (Nurudin, 2009: 4-5)

Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa (Elvinaro, Komala, 2009: 3).

(6)

2.1.2.2 Ciri-ciri Komunikasi Massa

Di dalam buku Pengantar Komunikasi Massa karangan Nurudin, ada tujuh ciri-ciri komunikasi massa, diantaranya:

1. Komunikator dalam Komunikasi Massa Melembaga

Komunikator dalam komunikasi massa bukan satu orang, tetapi kumpulan orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga. Lembaga yang dimaksud di sini adalah sebuah sistem. Sebagaimana kita ketahui, sistem itu adalah “Sekelompok orang, pedoman, dan media yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, simbol, lambang, menjadi pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai satu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber informasi.”

Elemen utama dalam komunikasi massa adalah media massa. Komunikator dalam komunikasi massa merupakan lembaga, gabungan kerja sama dengan beberapa orang.

Komunikator dalam komunikasi massa setidak-tidaknya mempunyai ciri sebagai berikut: 1) kumpulan individu, 2) dalam berkomunikasi individu-individu itu terbatasi perannya dengan system dalam media massa, 3) pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat, 4) apa yang dikemukan oleh komunikator

(7)

biasanya untuk mencapai keuntungan atau mendapatkan laba secara ekonomis.

2. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen

Herbert Blumer pernah memberikan ciri tentang karakteristik audience/ komunikan sebagai berikut.

a. Audience dalam komunikasi massa sangatlah heterogen.

Artinya ia mempunyai heterogenitas komposisi atau susunan. Jika ditinjau dari asalnya, mereka berasal dari berbagai kelompok dalam masyarakat.

b. Berisi individu-individu yang tidak tahu atau mengenal satu sama lain. di samping itu, antarindividu itu tidak berinteraksi satu sama lain secara langsung.

c. Mereka tidak mempunyai kepemimpinan atau organisasi formal.

3. Pesannya Bersifat Umum

Pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Dengan kata lain, pesan-pesannya ditujukan pada khalayak yang plural.

Walaupun ada media massa yang mengkhususkan pada audience tertentu, misalnya majalah Bobo adalah majalah anak-anak. Namun, tidak tertutup kemungkinan majalah tersebut dibaca orang dewasa atau remaja. Umum di sini berarti bahwa pesan-pesan yang disampaikan bisa ditangkap oleh siapa saja.

(8)

4. Komunikasinya Berlangsung Satu Arah

Ketika Anda membaca Koran, komunikasi yang berlangsung hanya satu arah, yakni dari media massa ke Anda dan tidak sebaliknya. Kita tidak bisa memberikan respon langsung kepada komunikatornya. Kalaupun bisa, sifatnya tertunda. Misalnya kita mengirimkan surat pembaca.

Dengan perkembangan teknologi komunikasi yang kian pesat, kita bisa berpartisipasi melalui telepon ke stasiun televisi. Kasus ini memang merupakan komunikasi dua arah, yakni antara penelepon dengan pihak pengasuh acara televisi. Namun kasus tersebut tidak dapat dikatakan sebagai alasan bahwa dalam komunikasi massa juga bisa terjadi komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah hanya berlangsung antara orang yang menelepon dengan stasiun televisi dan tidak terjadi pada semua audience yang heterogen dan banyak itu.

5. Komunikasi Massa Menimbulkan Keserempakan

Ada keserempakan dalam penyebaran pesan-pesan komunikasi massa. Serempak berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.

6. Komunikasi Massa Mengandalkan Peralatan Teknis

Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis.

(9)

7. Komunikasi Massa Dikontrol oleh Gatekeeper

Gatekeeper berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Gatekeeper yang dimaksud seperti reporter, editor film/ surat kabar/ buku, manajer pemberitaan, penjaga rubrik, cameramen, sutradara, dan lembaga sensor film yang semuanya mempengaruhi bahan-bahan yang akan dikemas dalam pesan-pesan dari media massa masing-masing.

2.1.2.3 Fungsi Komunikasi Massa

Di dalam buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar karya Ardianto, Komala, dan Karlinah, fungsi komunikasi massa menurut Dominick, terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage (keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment (hiburan).

1. Surveillance (Pengawasan)

Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam bentuk utama: (a). warning or beware surveillance (pengawasan peringatan); (b). instrumental surveillance (pengawasan instrumental).

(10)

Fungsi pengawasan peringatan terjadi ketika media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, kondisi yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. Sedangkan fungsi pengawasan instrumental adalah penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari, seperti berita tentang film yang sedang tayang di bioskop, bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru, ide-ide tentang mode, resep makanan dan sebagainya.

2. Interpretation (Penafsiran)

Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan. Tujuan penafsiran adalah media ingin mengajak para pembaca atau pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya lebih lanjut dalam komunikasi antarpersona atau komunikasi kelompok.

3. Linkage (Pertalian)

Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.

(11)

4. Transmission of Values (Penyebaran Nilai-Nilai)

Fungsi ini juga disebut socialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu kepada cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar dan dibaca. Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya.

5. Entertainment (Hiburan)

Sulit dibantah lagi bahwa pada kenyataannya hampir semua media menjalankan fungsi hiburan. Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur tiada lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak.

Sementara itu, Effendy (1993) mengemukakan fungsi komunikasi massa secara umum adalah:

1. Fungsi Informasi

Media massa adalah penyebar informasi bagi khalayak. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya. Khalayak sebagai

(12)

makhluk sosial akan selalu merasa haus akan informasi yang terjadi.

2. Fungsi Pendidikan

Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya. Salah satu cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada khalayak.

3. Fungsi Memengaruhi

Khalayak terpengaruh oleh pesan-pesan dalam media massa sehingga tanpa sadar khalayak melakukan tindakan sesuai dengan yang diinginkan oleh media tersebut.

2.1.3 Film

2.1.3.1 Definisi Film

Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Film mempunyai banyak pengertian yang masing-masing artinya dapat dijabarkan secara luas. Film merupakan media komunikasi sosial yang terbentuk dari penggabungan dua indra, penglihatan dan pendengaran, yang mempunyai inti atau tema sebuah cerita yang banyak mengungapkan realita sosial yang terjadi di sekitar lingkungan tempat dimana film itu sendiri tumbuh. Film sendiri

(13)

dapat juga berarti sebuah industri, yang mengutamakan eksistensi dan ketertarikan cerita yang dapat mengajak banyak orang terlibat. Film berbeda dengan cerita buku, atau cerita sinetron. Walaupun sama-sama mengangkat nilai esensial dari sebuah cerita, film mempunyai asas sendiri. Selain asas ekonomi bila dilihat dari kacamata industri, asas yang membedakan film dengan cerita lainnya adalah asas sinematografi. Asas sinematografi tidak dapat digabungkan dengan asas-asas lainnya karena asas ini berkaitan dengan pembuatan film. Asas sinematografi berisikan bagaimana tata letak kamera sebagai alat pengambilan gambar, bagaimana tata letak properti dalam film, tata artistik, dan berbagai pengaturan pembuatan film lainnya.

Definisi Film Menurut UU 8/1992, adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/ atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem Proyeksi mekanik, eletronik, dan/atau lainnya (http://tekkom6.blogspot.com/2011/06/teori-film.html).

Dan menurut Wikipedia bahasa Indonesia, film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan untuk 'gambar bergerak'). Film, secara kolektif, sering disebut 'sinema'. Gambar-hidup

(14)

adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi (http://id.wikipedia.org/wiki/Film).

2.1.3.2 Karakteristik Film

Dalam buku Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh dan identifikasi psikologis.

a. Layar yang Luas/ Lebar

Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, namun kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film di bioskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.

b. Pengambilan Gambar

Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot, dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan

(15)

menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik. c. Konsentrasi Penuh

Dari pengalaman kita masing-masing, di saat kita menonton film di bioskop, kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara diluar karena biasanya ruangan kedap suara. Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara pikiran perasaan kita tertuju pada alur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa suasana yang diceritakan melalui adegan-adegan pada film.

d. Identifikasi Psikologis

Kita semua dapat merasakan bahwa suasana di gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan. Karena penghayatan kita yang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar kita menyamakan (mengidentifikasikan) pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kita lah yang sedang berperan. Gejala ini menurut ilmu jiwa sosial disebut sebagai identifikasi psikologis.

Pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton) tidak hanya sewaktu atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama. Kategori penonton yang mudah terpengaruh itu biasanya adalah anak-anak dan generasi muda, meski kadang-kadang orang dewasa pun ada.

(16)

2.1.3.3 Jenis-jenis Film

Dalam buku Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi, film dapat dikelompokkan menurut jenisnya, yaitu:

1. Film Cerita

Film cerita (story film), adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan.

Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur menarik, baik dari jalan ceritanya maupun dari segi gambarnya. Sekalipun film cerita itu fiktif, dapat saja bersifat mendidik karena mengandung ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi.

2. Film Berita

Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita.

(17)

3. Film Dokumenter

Film dokumenter didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan”. Berbeda dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.

4. Film Kartun

Film kartun dibuat untuk konsumsi anak-anak, seperti Donal Bebek dan Mickey Mouse. Sebagian besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan para tokohnya. Namun ada juga film kartun yang membuat iba penontonnya karena penderitaan tokohnya. Sekalipun tujuan utamanya menghibur, film kartun bisa juga mengandung unsur pendidikan. Minimal akan terekam bahwa kalau ada tokoh jahat dan tokoh baik, maka pada akhirnya tokoh baiklah yang selalu menang.

(18)

2.2 Teori-teori Khusus

teori khusus akan berhubungan dengan topik yang dibahas. Teori-teori khusus yang akan digunakan pada penelitian ini, diantaranya:

1. Teori Kognitif Sosial

2. Minat

3. Entrepreneurship

Berikut akan dijabarkan secara lebih terperinci teori-teori tersebut.

2.2.1 Teori Kognitif Sosial

Teori Kognitif Sosial (Social Cognitive Theory) merupakan penamaan baru dari Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Penamaan baru dengan nama Teori Kognitif Sosial ini dilakukan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ide pokok dari pemikiran Bandura juga merupakan pengembangan dari ide Miller dan Dollard tentang belajar meniru (imitative learning). Pada beberapa publikasinya, Bandura telah mengelaborasi proses belajar sosial dengan faktor-faktor kognitif dan behavioral yang memengaruhi seseorang dalam proses belajar sosial. Teori ini sangat berperan dalam

(19)

mempelajari efek dari isi media massa pada khalayak media di level individu.

Konsep utama dari teori kognitif sosial adalah pengertian tentang obvervational learning atau proses belajar dengan mengamati. Jika ada seorang "model" di dalam lingkungan seorang individu, misalnya saja teman atau anggota keluarga di dalam lingkungan internal, atau di lingkungan publik seperti para tokoh publik di bidang berita dan hiburan, proses belajar dari individu ini akan terjadi melalui cara memperhatikan model tersebut. Terkadang perilaku seseorang bisa timbul hanya karena proses modeling. Modeling atau peniruan merupakan "the direct, mechanical reproduction of behavior, reproduksi perilaku yang langsung dan mekanis (Baran & Davis, 2000: 184). Sebagai contoh, ketika seorang ibu mengajarkan anaknya bagaimana cara mengikat sepatu dengan memeragakannya berulang kali sehingga si anak bisa mengikat tali sepatunya, maka proses ini disebut proses modeling. Sebagai tambahan bagi proses peniruan interpersonal, proses modeling dapat juga terlihat pada narasumber yang ditampilkan oleh media. Misalnya orang bisa meniru bagaimana cara memasak kue bika dalam sebuah acara kuliner di televisi. Meski demikian tidak semua narasumber dapat memengaruhi khalayak, meski contoh yang ditampilkan lebih mudah dari bagaimana cara membuat kue bika. Di dalam kasus ini, teori kognitif sosial kembali ke konsep dasar "rewards and punishments" -- imbalan

(20)

dan hukuman-- tetapi menempatkannya dalam konteks belajar sosial (http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Kognitif_Sosial).

Kognitif sosial melalui penggunaan tayangan media, beroperasi dengan satu atau lebih dari tiga cara berikut ini.

1. Pembelajaran melalui observasi. Konsumen dari tayangan dapat memperoleh pola-pola baru perilaku hanya dengan menonton tayangan tersebut. Kita semua tahu bagaimana menembakkan pistol, meski banyak dari kita belum pernah betul-betul melakukannya atau dipaksa untuk tindakan tersebut. Banyak di antara kita mungkin bahkan berpikir bahwa kita dapat merampok toko. Kita telah melihat hal tersebut dilakukan.

2. Efek menghambat (inhibitory effects). Melihat model dalam sebuah tayangan media dihukum karena memperlihatkan perilaku tertentu menurunkan kemungkinan bahwa pengamat akan melakukan respons tersebut. Kejadian tersebut seperti jika penonton sendirilah yang sesungguhnya dihukum. Kita melihat penjahat direndahkan karena kejahatannya. Kemungkinan kita untuk merespons berbagai stimulus dunia nyata kita dalam cara-cara serupa dikecilkan.

3. Efek menghapus hambatan (disinhibitory effects). Tayangan media yang menayangkan ganjaran bagi perilaku yang mengancam atau terlarang sering kali cukup untuk meningkatkan

(21)

kemungkinan bahwa konsumen representasi akan melakukan respons tersebut. Seorang pemuda melihat kontestan dalam Fear Factor di NBC muncul setelah dikurung dalam lubang ular atau tidak mengalami sesuatu yang berbahaya setelah makan kumbang atau minum martini yang dijus dengan cacing. Kemungkinan untuk merespons berbagai stimulus dunia nyata dengan cara yang sama meningkat (Baran, 2010: 230).

Baranowski, Perry, dan Parcel menyatakan bahwa "reinforcement is the primary construct in the operant form of learning" proses penguatan merupakan bentuk utama dari cara belajar seseorang. Proses penguatan juga merupakan konsep sentral dari proses belajar sosial. Di dalam teori kognitif sosial, penguatan bekerja melalui proses efek menghalangi (inhibitory effects) dan efek membiarkan (disinhibitory effects). Inhibitory effects terjadi ketika seseorang melihat seorang model yang diberi hukuman karena perilaku tertentu, misalnya penangkapan dan vonis hukuman terhadap seorang artis penyanyi terkenal karena terlibat dalam pembuatan video porno. Dengan mengamati apa yang dialami model tadi, akan mengurangi kemungkinan orang tersebut mengikuti apa yang dilakukan sang artis penyanyi terkenal itu. Sebaliknya, disinhibitory effects terjadi ketika seseorang melihat seorang model yang diberi penghargaan atau imbalan untuk suatu perilaku tertentu. Misalnya disebuah tayangan kontes adu bakat di sebuah televisi ditampilkan sekelompok pengamen jalanan yang bisa memenangi hadiah ratusan juta

(22)

rupiah, serta ditawari menjadi model iklan dan bermain dalam sinetron karena mengikuti lomba tersebut. Menurut teori ini, orang juga akan mencoba mengikuti jejak sang pengamen jalanan.

Efek-efek yang dikemukakan di atas tidak tergantung pada imbalan dan hukuman yang sebenarnya, tetapi dari penguatan atas apa yang dialami orang lain tapi dirasakan seseorang sebagai pengalamannya sendiri (vicarious reinforcement). Menurut Bandura (1986), vicarious reinforcement terjadi karena adanya konsep pengharapan hasil (outcome expectations ) dan harapan hasil (outcome expectancies ). Outcome expectations menunjukkan bahwa ketika kita melihat seorang model diberi penghargaan dan dihukum, kita akan berharap mendapatkan hasil yang sama jika kita melakukan perilaku yang sama dengan model. Seperti dikatakan oleh Baranowski dkk (1997), "People develop expectations about a situation and expectations for outcomes of their behavior before they actually encounter the situation"-- orang akan mengembangkan pengharapannya tentang suatu situasi dan pengharapannya untuk mendapatkan suatu hasil dari perilakunya sebelum ia benar-benar mengalami situasi tersebut. Selanjutnya, seseorang mengikat nilai dari pengharapan tersebut dalam bentuk outcome expectancies -- harapan akan hasil.

Harapan-harapan ini mempertimbangkan sejauh mana penguatan tertentu yang diamati itu dipandang sebagai sebuah imbalan/penghargaan atau hukuman. Misalnya, orang memang menganggap bahwa perilaku

(23)

artis penyanyi yang membintangi video porno memang pantas dihukum, tetapi teori kognitif sosial juga mempertimbangkan kemungkinan perilaku yang sama yang dilakukan orang lain dalam video porno tersebut mendapatkan imbalan misalnya berupa simpati atau bahkan tak diajukan ke pengadilan karena dianggap sebagai korban, meski pada saat melakukan adegan video porno tersebut ia dan si arti penyanyi yang dihukum itu sama-sama melakukannya dengan sadar. Hal ini akan memengaruhi sejauh mana proses belajar sosial akan terjadi.

Konsep-konsep yang telah dikemukakan merupakan proses dasar dari pembelajaran dalam teori kognitif sosial. Meskipun demikian, terdapat beberapa konsep lain yang dikemukakan teori ini yang akan memengaruhi sejauh mana belajar sosial berperan. Salah satu tambahan yang penting bagi teori ini adalah konsep identifikasi (indentification) dengan model di dalam media. Secara khusus teori kognitif sosial menyatakan bahwa jika seseorang merasakan hubungan psikologis yang kuat dengan sang model, proses belajar sosial akan lebih terjadi. Menurut White, identifikasi muncul mulai dari ingin menjadi hingga berusaha menjadi seperti sang model dengan beberapa kualitas yang lebih besar. Misalnya seorang anak yang mengidolakan seorang atlit sepakbola, mungkin akan meniru atlit tersebut dengan cara menggunakan kostum yang sama dengan atlit tersebut atau mengonsumsi makanan yang dikonsumsi atlit tersebut.

(24)

Teori kognitif sosial juga mempertimbangkan pentingnya kemampuan sang "pengamat" untuk menampilkan sebuah perilaku khusus dan kepercayaan yang dipunyainya untuk menampilkan perilaku tersebut. Kepercayaan ini disebut dengan self-efficacy atau efikasi diri dan hal ini dipandang sebagai sebuah prasyarat kritis dari perubahan perilaku. Misalnya dalam kasus tayangan tentang cara pembuatan kue bika di televisi yang telah disebutkan di atas. Teori kognitif sosial menyatakan bahwa tak semua orang akan belajar membuat kue bika, khususnya bagi mereka yang terbiasa membeli kue bika siap saji dan mempunyai keyakinan bahwa membuat kue bika sendiri merupakan hal yang sia-sia dan tak perlu karena membelinya pun tidak mahal harganya. Dalam hal ini orang tersebut dianggap tidak mempunyai tingkat efikasi diri yang cukup untuk belajar memasak kue bika dari televisi.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asumsi dari teori kognitif sosial adalah bahwa proses belajar akan terjadi jika seseorang mengamati seorang model yang menampilkan suatu perilaku dan mendapatkan imbalan atau hukuman karena perilaku tersebut. Melalui pengamatan ini, orang tersebut akan mengembangkan harapan-harapan tentang apa yang akan terjadi jika ia melakukan perilaku yang sama dengan sang model. Harapan-harapan ini akan memengaruhi proses belajar perilaku dan jenis perilaku berikutnya yang akan muncul. Namun, proses belajar ini akan dipandu oleh sejauh mana orang tersebut mengidentifikasi dirinya dengan sang model dan sejauh mana ia

(25)

merasakan efikasi diri tentang perilaku-perilaku yang dicontohkan sang model.

Melalui dasar pemikiran ini, aplikasi dari teori kognitif sosial dengan penelitian di media massa perlu diperjelas. Di dalam masyarakat masa kini, banyak model yang kita pelajari adalah model yang kita lihat, dengar, atau baca di media massa. Model-model ini bisa jadi merupakan orang-orang yang kita amati dalam siaran berita atau program dokumenter. Mereka juga bisa saja karakter-karakter yang kita lihat dalam program-program drama/sinetron/film layar lebar atau televisi atau juga karakter dalam buku novel. Bisa juga mereka adalah para penyanyi atau penari yang kita dengar dan lihat melalui radio atau CD dan VCD musik. Singkat kata, begitu banyaknya model yang ditampilkan media akan dapat mengubah perilaku baik anak-anak maupun orang dewasa

karena mereka mengamati media

(http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Kognitif_Sosial).

Di dalam film “The Billionaire”, model yang ditampilkan adalah karakter Top Ittipat. Berdasarkan teori kognitif sosial yang telah dijabarkan, maka teori ini digunakan untuk mengamati bagaimana responden, yaitu mahasiswa Marketing Communication Bina Nusantara

University angkatan 2008 melakukan proses belajar melalui

pengamatannya terhadap karakter Top Ittipat yang melakukan perilaku berwirausaha dan akhirnya mendapatkan imbalan atas perilakunya tersebut berupa kesuksesan.

(26)

Melalui teori kognitif sosial ini, peneliti ingin mengetahui sejauh mana responden mengidentifikasikan dirinya dengan karakter Top Ittipat setelah melakukan pengamatan, dan apakah responden termotivasi sehingga mengembangkan harapan-harapan tentang keberhasilan yang terjadi jika nantinya mereka berwirausaha seperti yang Top Ittipat lakukan.

2.2.2 Minat

Menurut kamus lengkap psikologi, minat (interest) adalah (1) satu sikap yang berlangsung terus menerus yang memolakan perhatian seseorang, sehingga membuat dirinya jadi selektif terhadap objek minatnya, (2) perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas, pekerjaan, atau objek itu berharga atau berarti bagi individu, (3) satu keadaan motivasi, atau satu set motivasi, yang menuntun tingkah laku menuju satu arah (sasaran) tertentu (Chaplin, 2008: 255).

Dalam hal minat, tentu saja seseorang yang menaruh minat pada suatu bidang akan lebih mudah mempelajari bidang tersebut. Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

Keinginan atau minat dan kemauan atau kehendak sangat memengaruhi corak perbuatan yang akan diperlihatkan seseorang. Sekalipun seseorang itu mampu mempelajari sesuatu, tetapi bila tidak

(27)

mempunyai minat, tidak mau, atau tidak ada kehendak untuk mempelajari, ia tidak akan mengikuti proses belajar. Minat atau keinginan ini erat pula hubungannya dengan perhatian yang dimiliki, karena perhatian mengarahkan timbulnya kehendak pada seseorang (Sobur, 2009: 246).

Jadi minat merupakan kecenderungan atau arah keinginan terhadap sesuatu untuk memenuhi dorongan hati, minat merupakan dorongan dari dalam diri yang mempengaruhi gerak dan kehendak terhadap sesuatu, merupakan dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya.

2.2.3 Entrepreneurship

Entrepreneur berasal dari bahasa Perancis, bukan bahasa Inggris, sehingga terjemahannya sangat multiarti. Ada yang berkata bahwa itu adalah jiwa yang bebas atau berani memutuskan untuk dirinya sendiri. Namun, bila diterjemahkan secara literatur, entrepreneur itu berarti “between taker” atau “go between”. Terjemahan bebasnya adalah orang yang berani memutuskan dan mengambil risiko dari satu atau lebih pilihan yang semua pilihannya mempunyai manfaat dan risiko yang berbeda (Hendro dan Chandra, 2006:16).

(28)

Entrepreneur: Anda tidak bekerja pada orang lain, melainkan pada usaha yang Anda dirikan atau kembangkan sendiri. Anda adalah pemilik usaha yang memiliki kemerdekaan mengatur hidup, arah usaha, dan mengambil keputusan-keputusan strategis. Anda bisa menjalankan sendiri, bisa juga menggunakan para professional. Anda menanggung resiko, tetapi juga menikmati keuntungan usaha setelah membayar gaji karyawan dan kewajiban-kewajiban lainnya (Kasali, 2010: 20).

Menurut Joseph Schumpeter, entrepreneur adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru, atau mengolah bahan baku baru. Orang tersebut melakukan kegiatannya melalui organisasi bisnis yang baru ataupun bisa pula dilakukan dalam organisasi bisnis yang sudah ada (Alma, 2010: 24).

Seorang wirausaha mampu mencari dan memanfaatkan peluang bisnis, kemudian mengenal resiko yang mereka hadapi dan meminimalkan resiko tersebut.

Di dalam buku Be a Smart and Good Entrepreneur, menurut Peggy A. Lambing & Charles R. Kuehl, kewirausahaan adalah suatu usaha yang kreatif yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh orang banyak. Setiap wirausahawan (entrepreneur) yang sukses memiliki empat unsur pokok, yaitu:

(29)

1. Kemampuan (hubungan dengan IQ dan skill) a. dalam membaca peluang

b. dalam berinovasi c. dalam mengelola d. dalam menjual

2. Keberanian (hubungannya dengan Emotional Quotient dan Mental)

a. dalam mengatasi ketakutannnya b. dalam mengendalikan resiko c. untuk keluar dari zona kenyamanan

3. Keteguhan hati (hubungannya dengan motivasi diri) a. persistence (ulet), pantang menyerah

b. determinasi (teguh akan keyakinannya)

c. kekuatan akan pikiran (power of mind) bahwa Anda juga bisa

4. Kreativitas yang menelurkan sebuah inspirasi sebagai cikal bakal ide untuk menemukan peluang berdasarkan intuisi Seorang entrepreneur harus bisa melihat “opportunity” atau peluang dari kacamata yang berbeda dari orang lain, atau yang tidak terpikirkan oleh orang lain yang kemudian bisa diwujudkan menjadi “value”.

Entrepreneur yang berhasil adalah entrepreneur yang mampu bertahan dengan segala keterbatasannya, memanfaatkan, dan meningkatkannya untuk memasarkan (tidak hanya menjual) peluang

(30)

tersebut dengan baik serta terus menciptakan reputaso yang membuat perusahaan itu bisa berkembang.

2.3 Operasional Konsep

Operasional konsep penelitian merupakan dasar pemikiran peneliti yang kemudian dikomunikasikan kepada orang lain. Peneliti perlu merumuskan konsep penelitian dengan baik agar hasilnya dapat dimengerti oleh orang lain. Agar penulisan skripsi ini lebih terarah, maka perlu ditentukan variabel-variabel yang akan diteliti.

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009: 58).

Dan ada dua variabel yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu:

1. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini, Film “The Billionaire” adalah variabel bebasnya.

(31)

2. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini, Minat Berwirausaha adalah variabel Y.

Operasional konsep mengacu kepada landasan teori yang telah peneliti tetapkan. Dimensi “Tema, Isi Film, dan Kualitas” pada variabel X, mengacu pada teori komunikasi massa, di mana film sebagai media komunikasi massa yang diambil dalam penelitian.

Film sebagai media komunikasi massa, tentu dibuat dengan suatu tema tertentu yang dikembangkan menjadi suatu isi film yang mengandung nilai-nilai di dalamnya. Fungsi media sebagai penyebaran nilai-nilai melalui kemasannya yang menghibur, memberikan informasi, ataupun mendidik, dan di dalam hal ini adalah peneliti meneliti apakah film “The Billionaire” sudah melakukan fungsi-fungsinya sebagai media komunikasi massa dengan baik sehingga film ini sudah dipandang khalayak sebagai film yang berkualitas ataukah tidak.

Dan dimensi “Dampak Kognitif, Dampak Afektif, dan Dampak Konatif” pada variabel Y, mengacu pada teori-teori khusus yang berhubungan yaitu teori kognitif sosial, minat, dan entrepreneurship. Peneliti meneliti sejauh mana dampak yang ditimbulkan film “The Billionaire” terhadap minat berwirausaha, apakah film ini dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan juga perilaku penontonnya dalam minatnya berwirausaha.

(32)

Tabel 2.1

Operasional Konsep

VARIABEL DIMENSI INDIKATOR

Variabel X

Film “The Billionaire”

Tema - Film “The Billionaire”

diangkat dari kisah nyata Top Ittipat

- Tao Kae Noi adalah produksi perusahaan Top Ittipat

- Tagline film “The Billionaire”

- Pesan utama film “The Billionaire”

Isi Film - Memahami jalan cerita

- Fokus cerita film “The Billionaire

- Karakter Top Ittipat dapat dijadikan contoh - Karakter Paman Top

Ittipat

(33)

dapat memerankan karakter Top Ittipat - Film “The Billionaire”

adalah film yang berkualitas

Variabel Y

Minat Berwirausaha

Dampak Kognitif - Paradigma berubah setelah menonton film “The Billionaire” - Film “The Billionaire”

mengajarkan tentang kemampuan dalam membaca peluang dan berinovasi

- Film “The Billionaire” mengajarkan tentang keberanian dalam menghadapi risiko - Film “The Billionaire”

mengajarkan tentang keteguhan diri dan memotivasi diri - Film “The Billionaire”

(34)

mengajarkan tentang kreativitas dalam menelurkan ide

Dampak Afektif - Film “The Billionaire” menghibur dan

memberikan motivasi - Film “The Billionaire”

memberikan harapan bahwa Anda bisa sukses menjadi entrepreneur

Dampak Konatif - Film “The Billionaire” meningkatkan minat berwirausaha

- Setelah menonton film “The Billionaire”, Anda merencanakan rencana bisnis

- Akan menjadikan Top Ittipat sebagai contoh ketika berwirausaha

Referensi

Dokumen terkait

Adapun perinciannya meliputi : (a) Pengertian dan Tujuan Strategi Pembelajaran, (b) Komponen- komponen Strategi Pembelajaran, (c) Hakikat Materi, Metode dan Media dalam Strategi

Tujuan dari penelitian ini menguji kualitas air pada sumber air tanah yang ditinjau dari beberapa parameter kimia yaitu suhu, pH dan kandungan Besi (Fe) dimana

Penulisan coverline yang bagus (nama untuk kata-kata dalam cover, yang kadang-kadang disebut barkers atau screamers) adalah.. suatu ketrampilan individual. Diperlukan

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan model pembelajaran CIRC berbantuan e- book, menguji tingkat efektivitas model pembelajaran CIRC berbantuan e-book dalam

Ketika jual beli telah memenuhi ‘ A>qid (orang yang melakukan akad), sighat (lafad ijab dan Kabul), dan Ma’qu>d (benda yang dijadikan objek jual beli),

Selain ingin dilihat dari sisi konvergensi inflasi dan efek spasial, dalam hal ini digunakan model panel dinamis, yang terjadi antar wilayah di Indonesia, juga akan mencoba