• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PAJANAN AKUT FORMALDEHID PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS SEL PIRAMIDAL HIPOKAMPUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN DEWASA GALUR WISTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PAJANAN AKUT FORMALDEHID PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS SEL PIRAMIDAL HIPOKAMPUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN DEWASA GALUR WISTAR"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4

PENGARUH PAJANAN AKUT FORMALDEHID PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS SEL PIRAMIDAL HIPOKAMPUS TIKUS PUTIH

(Rattus norvegicus) JANTAN DEWASA GALUR WISTAR

Kristian Wilson1, Muhammad In’am Ilmiawan2, Widi Raharjo3 Intisari

Latar Belakang: Formaldehid banyak disalahgunakan sebagai bahan pengawet makanan dan beredar luas dimasyarakat. Penggunaan formaldehid berlebihan dapat menyebabkan kerusakan berbagai jaringan, termasuk otak. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajanan formaldehid akut per oral terhadap gambaran histologi sel piramidal pada hipokampus tikus Metode: Penelitian ini merupakan eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap posttest only control group design. Dua puluh empat tikus jantan galur wistar dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kontrol normal (N); perlakuan 1 (P1); perlakuan 2 (P2); dan perlakuan 3 (P3). Kelompok perlakuan diberikan akuades 3 ml, formaldehid dosis 50, 100, dan 200mg/kgBB selama 14 hari. Setelah perlakuan, hewan coba dimatikan dan dibuat preparat histologi otak dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya pada perbesaran objektif 40x. Variabel data adalah rerata jumlah sel piramidal normal dan rusak. Data dianalisis menggunakan Kruskal Wallis dan dilanjutkan Mann-Whitney Test. Hasil: Analisis menunjukkan terdapat peningkatan signifikan dari persentase kerusakan sel pramidal hipokampus pada kelompok perlakuan terhadap kelompok kontrol normal setelah pajanan formaldehid akut per oral. Perubahan gambaran sel piramidal yang ditemukan inti neuron piknotik, sitoplasma gelap, padat, dan batas tidak teratur. Kesimpulan: Pajanan formaldehid akut per oral menyebabkan perubahan gambaran sel piramidal pada hipokampus.

Kata Kunci: Formaldehid, sel piramidal, hipokampus, pajanan akut.

1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat

2) Departemen Patologi Anatomi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat

3) Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat.

(2)

5

THE EFFECT OF ACUTE ORAL FORMALDEHYDE EXPOSURE ON PYRAMIDAL CELLS IN HIPPOCAMPUS OF WISTAR RATS

Kristian Wilson1, Muhammad In’am Ilmiawan2, Widi Raharjo3

ABSTRACT

Background: Formaldehyde are frequently used to preserve food and widely used in society. Excessive consumption of formaldehyde resulted in damage to various tissues, including brain. Objective: The aim of this study was to determine the effect of acute oral formaldehyde exposure to histological features of wistar rats hippocampal pyramidal cells. Methods: This study was an experimental study with a randomized and posttest only control group design. Twenty-four male wistar rats were divided into four groups: normal control group, treatment group 1, 2, and 3. Treatment groups were given aquadest 3 ml and formaldehyde at a rate of 50, 100, and 200 mg/kgBB/day for 14 days. At the end of the treatment, the brain tissue samples were dissected into microscopic preparations and stained with H&E and observed under light microscop with a magnification of 40x objective lens. Measured variables include normal and abnormal pyramidal cells. Data were analyzed by Kruskal Wallis Test and followed by Mann-Whitney Test. Results: The analysis showed that there were significant increase in the percentage of damaged hippocampal pyramidal cells between treatment groups and normal control group (p<0,05). Histological changes were observed including pycnotic nucleus, dark, dense, and irregular margin of cytoplasm. Conclusions: Acute oral formaldehyde exposure resulted in histological changes of hippocampal pyramidal cells.

Keywords: Formaldehyde, pyramidal cells, hippocampus, acute exposure

1) Medical Education Program, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura Pontianak, West Kalimantan.

2) Department of Anatomy Pathology, Medical Education Program, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura Pontianak, West Kalimantan.

3) Department of Community Medicine, Medical Education Program, Faculty of Medicine, University of Tanjungpura Pontianak, West Kalimantan.

(3)

6

PENDAHULUAN

Formalin berasal dari senyawa bernama formaldehid yang dibuat kedalam bentuk larutan. Formaldehid (CH2O) merupakan senyawa gas larut air yang bersifat iritatif, tidak berwarna dan memiliki bau yang sangat menyengat.1 Formalin mengandung 30-50% formaldehid dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung sekitar 15% metanol.2

Mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin sangat berbahaya bagi tubuh. Pengaruh negatif yang sering terjadi akibat kontaminasi formaldehid dalam jangka pendek adalah terjadinya iritasi saluran pernafasan, saluran pencernaan, pusing dan mual.3 Konsentrasi formalin yang tinggi dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh dengan menimbulkan reaksi secara kimia yang akan menekan fungsi sel dan hampir semua zat di dalam sel.4

Saat ini semakin banyak produsen makanan dan minuman yang menenggunakan cara curang untuk meraup keuntungan. Salah satu kasus yang sering terjadi adalah menggunakan formalin sebagian bahan pengawet makanan.5 Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 formalin merupakan bahan kimia yang dilarang penggunaannya sebagai pengawet makanan.6

Tahun 2006 telah dilaksanakan operasi pengawasan makanan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) di beberapa daerah di Indonesia. Data dari 761 sampel yang telah diuji menunjukkan, mie basah yang tidak memenuhi syarat sebanyak 64,32% (213 sampel), tahu 33,45% (290 sampel), dan ikan tidak memenuhi syarat 6,36% (256 sampel).7 Pada tahun 2007monitoring pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang dilaksanakan oleh BPOM di 26 ibukota provinsi di Indonesia menunjukkan 43 sampel (2%) dari 1834 sampel yang diuji positif mengandung formalin.8 Di Kalimantan Barat sendiri pada tahun 2013 dan 2014, pengujian bahan makanan juga telah dilakukan oleh BPOM Kalimantan Barat di beberapa pasar tradisional di wilayah Pontianak dan Mempawah, ditemukan berbagai jenis tahu, mie kuning, mie putih, ikan gembung, bihun jagung, manisan nanas, dan buah ceri merah postif mengandung formalin.9,10

(4)

7

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa formalin menginduksi efek neurotoksik terutama pada organ hipokampus.11,12 Hipokampus merupakan

materi abu-abu yang terletak di bagian medial dari lobus temporal otak. Struktur ini merupakan bagian penting dari sistem limbik. Hipokampus berperan penting dalam proses ingatan, belajar, ekspresi emosional, dan pengendalian otonom. Hipokampus sebagian besar terdiri dari sel berbentuk piramid yang disebut dengan sel piramidal.13 Penelitian yang dilakukan oleh Malek et al (2003) mengungkapkan bahwa formalin dapat menembus sawar darah otak ( blood-brain barrier) dan bercampur dengan cairan serebrospinalis (CSS), dengan demikian formalin mempengaruhi neuroglia dan sel neuron.14 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mustafa et al. (2007) tentang neurotoksisitas formaldehid, inhalasi formaldehid pada konsentrasi 6 ppm dan 12 ppm selama masa periode awal posnatal, meningkatkan jumlah sel inti neuron yang piknotik pada lapisan sel piramidal hipokampus.12

Sel piramidal merupakan sel neuron utama pada hipokampus yang berfungsi untuk memproses sinyal sensorik dan motorik dalam membentuk peta informasi kognitif, spasial, kontekstual, dan emosional. Formalin dapat merusak sel piramidal hipokampus melalui proses kelebihan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) sehingga menyebabkan penurunan derastis antioksidan alami dalam tubuh seperti superoxide dismutase (SOD) dan glutation (GSH). Tingkat ROS yang berlebih akan menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif dapat menyebabkan proses peroksidasi lipid dan jika keadaan ini terus berlanjut dapat myebabkan terjadinya kerusakan sel.15,16

Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui gambaran tingkat kerusakan yang disebabkan oleh pajanan akut formalin pada organ hipokampus, khususnya sel piramidal hipokampus. Organ hipokampus dipilih sebagai organ yang diteliti karena belum ada yang melaporkan kerusakan sel piramidal yang disebabkan oleh pajanan formalin akut per oral.

(5)

8

METODOLOGI

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimental murni yang dilakukan secara in vivo dengan rancangan penelitian post test only.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain adalah sonde, gelas kimia, kaca objek, mikroskop, mikrotom, bak bedah, alat bedah minor, staining jar, dan piranti komputer ImageJ dan AxioCam. Bahan perlakuan antara lain adalah formalin 37%, akuades, dan eter. Bahan pemeriksaan histopatologis antara lain adalah formalin buffer 10%, alkohol (70%, 80%, 90%, 95%), alkohol absolut, larutan xilol, parafin cair, dan pewarna Hematoksilin dan Eosin(HE).

Prosedur Penelitian

Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar sebanyak 24 ekor dibagi ke dalam 4 kelompok yaitu kelompok kontrol normal (N), perlakuan 1 (P1), perlakuan 2 (P2), dan perlakuan 3 (P3). Hewan uji memiliki kriteria umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g. Tikus diberi minum dan makan pakan standar ad libitum. Selanjutnya, kelompok kontrol normal diberikan 3 ml akuades sedangkan pada kelompok perlakuan diberikan formaldehid per oral dalam dosis bertingkat masing-masing 50, 100, dan 200 mg/kgBB selama 14 hari. Setelah itu hewan uji dimatikan dengan cara dimasukkan ke dalam wadah tertutup berisi eter jenuh. Selanjutnya dilakukan pembedahan untuk pengambilan jaringan otak dan dibuat preparat histologis dengan ketebalan irisan 3 m menggunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE).

Pengamatan dilakukan dengan teknik double blinded di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x pada enam belas lapang pandang. Sel piramidal normal dan rusak dihitung pada lapisan piramidal hipokampus, kemudian dihitung persentase kerusakan dari sel piramidal pada hipokampus . Perhitungan jumlah sel dilakukan dengan aplikasi imageJ. Data rerata

(6)

9

persentase kerusakan sel piramidal masing-masing kelompok kemudian diolah dengan menggunakan software SPSS (version 23). Pengujian data dilakukan dengan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.

(7)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Histologis

Pengamatan histologis dilakukan pada setiap kelompok. Hasil pengamatan gambaran histologis dalam penelitian ini bervariasi, antara lain sel piramidal normal ditandai dengan badan sel yang relatif berbentuk pramid, dan nukleus dengan nukleoli yang jelas, sedangkan sel piramidal rusak yang ditandai dengan terjadinya perubahan gambaran morfologi sel piramidal berupa inti neuron piknotik, sitoplasma gelap, padat, dan batas tidak teratur. Hasil pengamatan histologis sel piramidal hipokampus dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Gambaran Histologi Hipokampus. Kelompok kontrol normal (A); kelompok P1 (B); kelompok P2 (C); kelompok P3 (D). Pada gambar dapat diamati gambaran sel piramidal normal (panah merah ) dan gambaran sel piramidal rusak (panah kuning ). HE; perbesaran objektif 40x.

Rerata Persentase Jumlah Sel Piramidal Rusak pada Hipokampus

A B

(8)

11

Hasil rerata persentase jumlah sel rusak pada hipokampus yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Rerata persentase jumlah sel piramidal rusak pada hipokampus per 16 lapang pandang. N=Kelompok kontrol normal, P1=Dosis 50 mg/kgBB; P2=Dosis 100 mg/kgBB; P3=Dosis 200 mg/kgBB. * = Berbeda bermakna dengan kelompok kontrol normal

Gambar 2 adalah grafik yang menunjukkan rerata persentase sel piramidal rusak dari setiap kelompok. Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa kelompok kontrol normal memiliki rerata persentase sel piramidal rusak terendah, dan kelompok perlakuan 3 memiliki rerata persentase sel piramidal rusak tertinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Hasil analisa uji normalitas data dan homogenitas varian menunjukkan terdapat kelompok yang distribusi datanya tidak normal (p<0,05) dan variasi data tidak normal (p<0,05). Berdasarkan hal tersebut, maka data tidak dapat dikelola dengan uji parametrik ANOVA, sehingga data dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis

dan dilanjutkan uji Mann-Whitney sebagai uji alternatifnya. Analisis data dengan uji Kruskal Wallis menunjukkan paling tidak terdapat dua kelompok yang mempunyai perbedaan rerata jumlah sel piramidal rusak yang bermakna pada kelompok penelitian (p<0,05).

Penentuan jumlah sel piramidal tiap kelompok dilakukan pada 16 lapang pandang dengan perbesaran 40 x10 menggunakan mikroskop binokuler. Hasil menunjukkan, rerata persentase sel piramidal rusak pada kelompok kontrol

*

*

(9)

12

normal (N) yaitu sebesar 1,48%; kelompok perlakuan 1 (P1) sebesar 33,19%; kelompok perlakuan 2 (P2) sebesar 76,70%; dan kelompok perlakuan 3 (P3) sebesar 85,27%. Rerata persentase sel piramidal rusak mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya dosis formaldehid yang diberikan.

Tabel 4.1. Nilai p pada uji Mann-Whittey tiap kelompok

Kelompok Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3

Normal 0,002 0,002 0,002

Perlakuan 1 - 0,002 0,004

Perlakuan 2 - - 0,065

Berdasarkan hasil dari uji Mann-Whittney didapatkan hasil bahwa nilai rerata persentase kerusakan sel piramidal hipokampus antara kelompok normal dengan perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3 terdapat perbedaan yang bermakna dimana p<0,05, kemudian antara kelompok perlakuan 1 dengan perlakuan 2 dan perlakuan 3 terdapat perbedaan bermakna dimana p<0,05, dan yang antara kelompok perlakuan 2 dan perlakuan 3 tidak terdapat perbedaan bermakna dimana p>0,05.

Pembahasan

Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian formaldehid dengan pemberian dosis bertingkat selama 14 hari pada hewan uji memberikan hasil yang bermakna secara statistik antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pemberian pajanan formaldehid akut secara oral terhadap hewan coba dengan dosis bertingkat yaitu 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB. Menurut The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dosis tersebut melampaui batas dosis minimum untuk toksisitas akut forlmaldehid pada tikus dengan jalur pemberian oral yaitu 42 mg/kgBB.17 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan sel piramidal pada hipokampus

(10)

13

hewan coba akibat efek neurotoksik formaldehid yang dipajan dengan dosis yang melampaui dosis minimal.

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan menghitung sel piramidal normal dan sel piramidal rusak pada hipokampus hewan coba, kemudian dihitung persentase kerusakan yang terjadi pada setiap sampel hewan coba. Hasil uji statistik persentase kerusakan sel piramidal menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol normal terhadap kelompok perlakuan, yang mana kelompok kontrol normal memiliki rerata persentase kerusakan terendah, diikuti kelompok perlakuan 1, kemudian kelompok perlakuan 2 dan kelompok perlakuan 3 yang mana memiliki rerata persentase kerusakan tertinggi dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat kerusakan sel piramidal secara bertahap seiring dengan bertambahnya dosis formaldehid yang diberikan pada kelompok perlakuan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mustafa et al (2007) yang meneliti tentang jumlah sel piramidal dan volume hipokampus setelah pajanan forlmaldehid dosis bertingkat 6 ppm dan 12 ppm secara inhalasi selama masa awal periode posnatal. Didapatkan penurunan jumlah sel piramidal normal dan volume hipokampus pada hewan coba. Kerusakan sel piramidal yang terjadi berupa sitoplasma yang gelap dan inti neuron yang piknotik.16

Songur et al (2003) melaporkan bahwa pajanan formaldehid secara inhalasi pada manusia berupa gangguan neurobehavioral berupa malaise, sakit kepala, gangguan pencernaan, gangguan keseimbangan dan tidur, serta gangguan mental dan memori.12 Pada data yang dipublikasi oleh Agency for

Toxic Substaces & Disease Registry (ATSDR) ditemukan bahwa manusia yang terpajan formaldehid secara oral dapat mengakibatkan cedera korosif pada traktus gastrointestinal, mual, dan perforasi. Efek sistemik yang didapatkan antara lain asidosis metabolik, depresi sistem saraf pusat, koma, dan gagal ginjal.18

Formaldehid, setelah administrasi, secara cepat berdifusi ke banyak jaringan, termasuk otak.19 Metabolit formaldehid yaitu asam format dapat

(11)

14

melewati blood-brain barrier yang dapat mengakibatkan toksisitas sistem saraf pusat. Hal ini juga dinyatakan oleh Shcherbakova et al (1986) bahwa terjadi peningkatan konsentrasi formaldehid dua kali lipat di jaringan otak dan tiga kali lipat di CSF setelah diberikan injeksi intra-arterial formaldehid. Penelitian lain menyebutkan bahwa formaldehid bebas dalam jumlah sedikit dapat mencapai sistem saraf pusat dan berinteraksi langsung dengan sel-sel neuron.20

Kerusakan sel piramidal hipokampus yang diinduksi oleh neurotoksisitas formldehid dipengaruhi oleh ketidakseimbangan pada sistem oksidan/antioksidan yang mengakibatkan kerusakan oksidatif. Ketika pembentukan ROS tidak seimbang pada proporsi antioksidan protektif, kelebihan ROS menyebabkan efek toksik dan menurunkan antioksidan Superoxyde Dismutase (SOD) dan glutation tereduksi (GSH) yang mengakibatkan kematian sel. Pembentukkan ROS dapat merusak susunan membran lipid, protein, dan asam nukleat. Otak dan sistem saraf pusat rentan terhadap kerusakan oksidatif, karena otak mengandung lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) dengan konsentrasi tinggi yang mudah terperoksidasi dan membutuhkan jumlah oksigen yang sangat tinggi.21,22

Asam format hasil dari metabolisme formaldehid di otak juga dapat menghambat enzim sitokrom c oksidase mitokondria sehingga akan berpengaruh pada produksi ATP dan menyebabkan deplesi. Deplesi ATP secara signifikan dapat meningkatkan kompensasi glikolisis anaerob dalam upaya untuk mempertahankan sumber energi sel, dan sebagai konsekuesinya dapat terjadi akumulasi laktat, yang dapat mengakibatkan menurunnya pH intraselular dan aktivitas enzim-enzim selular.Deplesi ATP ini juga akan menyebabkan beberapa efek pada sel, yaitu berkurangnya aktivitas dari membran plasma pompa Na+K+ ATPase sehingga menyebabkan akumulasi Na+ intraselular dan keluarnya K+, kegagalan pompa Ca2+ ATPase sehingga menyebabkan masuknya Ca2+ ke dalam sel yang dapat mengakibatkan kerusakan pada sejumlah komponen selular, dan dapat menyebabkan gangguan secara struktural pada apparatus sintesis protein.23

(12)

15

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat dibuktikan bahwa formaldehid yang dipajankan pada hewan coba memberikan perubahan gambaran histologis sel piramidal hipokampus. Efek neurotoksik yang terjadi berhubungan dengan dosis formaldehid yang diberikan, semakin tinggi dosis formaldehid yang dipajan maka semakin besar efek kerusakan terhadap hipokampus pada hewan.

(13)

16

KESIMPULAN

1. Terdapat perubahan gambaran histologi sel piramidal pada hipokampus tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar akibat pajanan akut formaldehid per oral berupa inti neuron piknotik, sitoplasma gelap, padat, dan batas tidak teratur. 2. Rerata persentase kerusakan sel piramidal pada hipokampus yang dipajan

formaldehid akut per oral dosis 50, 100 dan 200 mg/kgBB meningkat sesuai dengan peningkatan dosis formaldehid yang dipajankan.

3. Dosis minimal formaldehid yang menyebabkan perubahan gambaran sel piramidal pada korteks serebri (Rattus norvegicus) galur Wistar adalah 50 mg/kgBB.

(14)

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jendral Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak. Pedoman keamanan pangan di sekolah dasar. Kementrian Kesehatan; 2011.

2. Departemen Kesehatan RI, 1988, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, tentang Penggunaan Bahan Pengawet Makanan, Jakarta.

3. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Penyalahgunaan formalin untuk pengawet mie basah, tahu, dan ikan. InfoPOM. 2006;7(1):8– 9

4. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS) serta upaya penanggulangannya. InfoPOM: 2006 hlm 4-5

5. Badan Pengawas Obat dan Makanan Kalimantan Barat. Laporan hasil sampling dan uji bahan makanan yang mengandung formalin di pasar tradisional percontohan. Balai Besar BPOM Kalimantan Barat. 2013.

6. Badan Pengawas Obat dan Makanan Kalimantan Barat. Laporan hasil sampling dan uji bahan makanan yang mengandung formalin di pasar tradisional percontohan. Balai Besar BPOM Kalimantan Barat. 2014.

7. International Agency for Research on Cancer. Formaldehyde, 2-butoxyethanol and 1-tertbutoxypropan-2-ol. IARC Monogr Eval Carcinog Risks Hum. 2006;88:1–478.

8. Andersen et al. Cosmetic Ingredient Review Expert Panel. Final report on the safety assessment of formaldehyde. J. Am. Coll. Toxicol. 1984;3,157–184 9. Mahdi CA. Efek paparan formaldehid (formalin) dan suplementasi yogurt

terhadap profil dan karakter protein hepar tikus (Rattus novergicus). Indo J Chem. 2010;10:132–7

10. U.S. Department Of Health And Human Services. Toxicological Profile For Formaldehyde. 1999;468

11. Abdu H, Kinfu Y, Agalu A. Toxic effects of formaldehyde on the nervous system. International Scholars Journals. 2014;050-059

(15)

18

12. Songur A, Ozen AO, Sarsilmaz M. Toxic effects of formaldehyde on the

nervous system. LLC. 2010;105-118

13. Andersen P, Morris R, Amaral D, Bliss T, Kelle JO. The hippocampus book. Oxford University Press; 2007. Chapter 6, Synaptic Function; P.203-41. 14. Malek F, Mörtiz K, Fanghanel J. A study on specific behavioral effects of

formaldehyde in the rat. J Exp Anim Sci. 2003;43:160–70.

15. Kovacic P, Somanathan R. Dermal toxicity and environmental contamination: electron transfer, reactive oxygen species, oxidative stress, cell signaling, and protection by antioxidants. Rev Env Contam Toxicol. 2010;203:119–38. 16. Mustafa S, Suleyman K, Songur A. Effects of postnatal formaldehyde exposure on pyramidal cell number, volume of cell layer in hippocampus and hemisphere in the rat: A stereological study. Brain Research 1145. 2007:157-167.

17. The National Institute for Occupational Safety and Health. Formaldehyde Toxicity Data. Pubchem. 2013;56:23–78.

18. Agency for Toxic Substaces & Disease Registry. Medical Management Guidelines for Formaldehyde. CDC. 2013;24:2

19. Nishi K, Yamada M, Wakasugi C. Formaldehyde poisoning: report of an autopsy case. Nippon Hoigaku Zasshi. 1988;42:85–9

20. Kilburn KHR, Warshaw, Thornton JC. Formaldehyde impairs memory, equilibrium, and dexterity in histology technicians: effects which persist for days after exposure. Arch Environ Health. 1987; 42: 117-20.

21. Gurel A, Coskun O, Armutcu F, Kanter M, Ozen O. Vitamin E against oxidative damage caused by formaldehyde in frontal cortex and hippocampus: biochemical and histological studies. J Chem Neuroanat. 2005;29:173–8.

22. Bas O, Songur A, Sahin O, Mollaoglu H, Ozen O, Yaman M, et al. The protective effect of fish n-3 fatty acids on cerebral ischemia in rat hippocampus. Neurochem Int. 2007;50:548–54.

(16)

19

23. Kumar V, Abbas A, Aster J. Robbins Basic Pathology. 9th ed. Philadelphia:

Gambar

Gambar 1. Gambaran Histologi Hipokampus. Kelompok kontrol normal (A); kelompok P1 (B);  kelompok P2 (C); kelompok P3 (D)
Gambar 2. Rerata persentase jumlah sel piramidal rusak pada hipokampus per 16 lapang  pandang

Referensi

Dokumen terkait

: Produ ksi Pektin dart Kulit Jeruk Lemon. (Citrus

[r]

Ayat tersebut sama seperti firman Allah berikut ini: “Dan ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada Para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka akan diberikan pengetahuan melalui pelatihan cara memproduksi dan mengemas produk kripik berbasis sayuran yang higienis

(2004) menunjukkan bahwa kinerja pencapaian sasaran implementasi program agropolitan di tiga kabupaten, yakni Cianjur (Jawa Barat), Agam (Sumatera Barat), dan Barru

Metode tutor sebaya adalah suatu metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara memberdayakan siswa yang memiliki daya serap yang tinggi dari kelompok siswa itu sendiri untuk

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul

Hasil dari tugas akhir ini dapat membantu belajar teknik bermain drum pada jenis musik rock.