• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

Dalam bagian kajian teori ini berisi tentang pustaka tentang media pembelajaran yang dikembangkan secara tematik integratif berdasarkan pendekatan saintifik.

2.1.1. Media Pembelajaran

2.1.1.1 Pengertian Media Pembelajaran

Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan media sebagai alat komunikasi dan informasi. Media berasal dari kata “medius” yang artinya tengah, perantara atau pengantar. Menurut Heinich dalam Rusman (2012:159) media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Media merupakan salah satu alat komunikasi dalam menyampaikan pesan tentunya sangat bermanfaat jika diimplementasikan ke dalam proses pembelajaran, media yang digunakan dalam proses pembelajaran disebut dengan media pembelajaran (Rusman, 2012:160).

Sudjana yang dikutip oleh Rusman (2012:145) banyak orang membedakan pengertian media dan alat peraga. Perbedaan media dan alat peraga terletak pada fungsinya dan bukan pada substansinya. Suatu sumber belajar disebut alat peraga bila hanya berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran saja dan sumber belajar disebut media bila merupakan bagian integral dari seluruh proses atau kegiatan pembelajaran dan ada semacam pembagian tanggung jawab antara guru di satu sisi dan sumber lain (media) di sisi lain.

Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar (Gagne, 1970). Sementara itu Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyjikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.

Miarso dalam Rusman (2012:160) juga berpendapat bahwa:

“Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan

(2)

kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali”.

2.1.1.2 Peranan dan Fungsi Media Pembelajaran

Dalam pembelajaran, media memegang peranan penting dalam mencapai tujuan belajar. Media mampu mengefisiensi hubungan komunikasi antara guru dan siswa. Dalam proses belajar mengajar, media memiliki dua peranan penting, yaitu sebagai alat bantu mengajar atau disebut juga dependent media dan sebagai sumber belajar yang digunakan sendiri oleh peserta didik secara mandiri atau disebut juga independent media. (Hemalik dalam Trianto, 2010: 140).

Peranan media dalam proses belajar mengajar menurut Gerlac dan Ely (1971: 285) ditegaskan bahwa ada tiga keistimewaan yang dimiliki media pengajaran yaitu:

1. Media memiliki kemampuan untuk menangkap, menyimpan dan menampilkan kembali suatu objek atau kejadian,

2. Media memiliki kemampuan untuk menampilkan kembali objek atau kejadian dengan berbagai macam cara disesuaikan dengan keperluan, dan

3. Media memiliki kemampuan untuk menampilkan suatu objek atau kejadian yang mengandung makna.

Daryanto (2012: 8) berpendapat bahwa dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa infornasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Adapun metode adalah prosedur untuk membantu siswa untuk menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, fungsi media dalam proses pembeljaran dapat ditunjukkan melalui gambar seperti berikut:

Gambar 1. Fungsi Media dalam Proses Pembelajaran METODE

(3)

Manfaat media pembelajaran dalam proses pembelajaran menurut Rusman (2012: 164) adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

b. Materi pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik.

c. Metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru harus mengajar untuk setiap jam pelajaran.

d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.

2.1.2. Pemilihan Media Pembelajaran

Ada beberapa prinsip ataupun kriteria dalam pemilihan sebuah media pembelajaran. Hubbard yang dikutip oleh Rusman (2012: 141) menyatakan sembilan kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media, yaitu kriteria yang pertama adalah biaya. Biaya harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersediaan faslitas pendukung seperti listrik dan komputer atau laptop. Kemudian kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan isi media, kemampuan untuk diubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan.

Menurut Soeparmo dalam Rusman (2012: 170) ada lima alasan memilih media dalam proses pembelajaran yakni:

a. ada berbagai macam media yang mempunyai kemungkinan dapat kita pakai di dalam proses pembelajaran,

b. ada media yang mempunyai kecocokan untuk menyampaikan informasi tertentu,

(4)

c. ada perbedaan karakteristik setiap media, d. ada perbedaan pemakai media tersebut, dan

e. ada perbedaan situasi dan kondisi tempat media dipergunakan

Canei, R. Springfield, dan Clark., C. dalam Komang (2010: 6) mengungkapkan bahwa :

“Dasar pemilihan alat bantu visual adalah memilih alat bantu yang sesuai dengan kematangan, minat dan kemampuan kelompok, memilih alat bantu secara tepat untuk kegiatan pembelajaran, mempertahankan keseimbangan dalam jenis alat bantu yang dipilih, menghindari alat bantu yang berelebihan, serta mempertanyakan apakah alat bantu tersebut diperlukan dan dapat mempercepat pembelajaran atau tidak”.

2.1.3. Jenis Media Pembelajaran

Media pembelajaran (Rusman, 2012: 173-174) secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) media visual, (2) media audio, dan (3) media audio visual.

Berbagai cara dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi media, seperti pendapat Rudi dan Bretz dalam Trianto (2010: 201) mengklasifikasi media dalam tujuh kelompok media, antara lain :

a. Media audio visual gerak, merupakan media yang paling lengkap, yaitu menggunakan kemampuan audio visual dan gerak.

b. Media audio visual diam, merupakan media kedua dari segi kelengkapan kemampuannya karena memiliki semua kemampuan yang ada pada media audio visual gerak tapi dalam media audio visual diam tidak ada penampilan gerak.

c. Media audio semi gerak, memiliki kemampuan menampilkan suara disertai gerakan titik secara liniear, jadi tidak dapat menampilkan gerakan nyata secara utuh.

d. Media visual gerak, memiliki kemampuan gambar visual yang bergerak tapi tidak menggunakan suara.

e. Media visual diam, mempunyai kemampuan menyampaikan informasi secara visual tetapi tidak dapat menampilkan suara maupun gerak.

(5)

f. Media audio, media yang hanya memanipulasikan kemampuan-kemampuan suara.

g. Media cetak, merupakan media yang hanya mampu menampilkan informasi berupa huruf angka dan simbol-simbol verbal tertentu.

2.1.4. Microsoft Powerpoint 2.1.4.1 Definisi Powerpoint

PowerPoint (Prabawati, 2009:2) merupakan program untuk menyusun presentasi.dalam bentuk slide. Aplikasi ini digunakan untuk keperluan presentasi, mengajar serta untuk membuat animasi sederhana. Powerpoint menggantikan cara presentasi kuno yaitu dengan tranparasi proyektor atau yang biasa disebut OHP (Over Head Projector). Media presentasi PowerPoint terdiri dari teks, objek gambar, grafik, clipart, movie, suara, dan objek yang dibuat dengan program lain (Purnomo, 2010). Program ini dapat dicetak secara langsung dengan kertas, atau dengan menggunakan transparansi untuk kebutuhan presentasi melalui Overhead

serta dapat dicetak untuk ukuran slide film. Apabila butuh dibagikan kepada audiens dan kita dapat mencetaknya seperti notes, handout dan outline, dan dapat ditampilkan melalui bantuan LCD, TV LED atau proyektor secara online.

Microsoft powerpoint merupakan aplikasi presentasi dalam komputer yang penggunaannya mudah, karena program powerpoint ini dapat diintegrasikan dengan microsoft lainnya seperti word, excel, access dan sebagainya (Susilana, 2007 : 99 ). Powerpoint juga merupakan salah satu program di bawah microsoft office program komputer dan tampilan ke layar dengan menggunakan bantuan LCD proyektor (Sanaky, 2009).

2.1.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Microsoft PowerPoint

Media presentasi powerpoint selain memiliki banyak kelebihan juga memiliki kekurangan. Berikut kelebihan dan kekurangan media presentasi

(6)

1. Kelebihan Microsoft PowerPoint

PowerPoint memiliki beberapa keunggulan, antara lain sebagai berikut: a. Pesan informasi secara visual mudah dipahami peserta didik.

b. Sebagai media presentasi yang dapat ditambahkan berbagai multimedia pada slide presentasi, seperti: clipart, gambar animasi (GIF dan

FLASH), background, audio, music, narasi, movie atau video.

c. Terdapat costum animation yang membuat presentasi dapat bergerak, menarik, hidup, dan interaktif.

d. Dapat diperbanyak sesuai kebutuhan, dan dapat dipakai secara berulang-ulang.

e. Tenaga pendidik tidak perlu banyak menerangkan bahan ajar yang sedang disajikan.

f. Dapat disimpan dalam daya optik magnetik (CD, Disket, Flashdisk), sehingga praktis untuk dibawa kemana-mana.

2. Kekurangan Microsoft PowerPoint

Kelemahan yang terdapat dalam media presentasi powerpoint adalah media ini tidak serba cocok untuk semua jenis dan tujuan pembelajaran (Daryanto, 2010: 83). Oleh sebab itu, guru sebainya memahami benar tentang karakteristik media presentasi ini. Selain itu juga dibutuhkan ketrampilan khusus umtuk dapat menuangkan ide atau pesan yang baik pada powerpoint

untuk mudah dicerna oleh penerima pesan atau penggunanya. Perlu persiapan yang matang, bila menggunakan teknik-teknik penyajian animasi yang kompleks.

2.1.4.3PowerPoint 2010

Microsoft Office mengeluarkan versi beta dari Microsoft Office 2010. Versi ini bisa didownload gratis di Internet. Untuk membuka program ini dapat dilakukan dengang klik tombol start, kemudian klik All Program, arahkan kursor ke Microsoft Office, dan klik ke file PowerPoint, dan untuk memulai tampilan cukup menekan tombol F5 pada komputer atau laptop. Adapun beberapa

(7)

perbedaan antara microsoft office 2007 dengan microsoft office 2010 (Daryanto, 2010, 73).

1. Lebih Cepat

Microsoft Office 2010 di claim lebih cepat start-upnya dibandingkan 2007. Selain lebih cepat Office 2010 terbagi menjadi aplikasi 64 bit (x64) dan 32 bit (x86).

2. Ribon Lebih Sederhana

Gambar 2. Ribbon Office 2007 (Atas) dan 2010 (Bawah)

3. Aplikasi Menu

Microsoft Office 2007 aplikasi menu sangat mudah. Namun tampilan

micosoft 2010 lebih menarik bila dibandingkan dengan 2007.

(8)

4. Efek dan Gambar

Seperti photoshop, office pun bisa menggunakan filter artistic effects pada gambar yang kita gunakan di microsoft word. Di dalam ribon picture tools

(format) kita bisa memilih 23 efek artistik yang dapat digunakan pada image seperti sketsa lukisan pensil (pencil sketches), pastel dan cat minyak (oil paintings), maosaic dan kaca bergelombang (rippled glass). Microsoft Office

2010 juga punya alat penghilang background gambar (Remove Background tool).

Gambar 4. Artistik Efek

Selain itu, office 2010 fitur smart art memiliki lebih banyak diagram dan lebih banyak opsi untuk diedit, serta memiliki fitur video yang lebih maksimal. Kekurangannya ketika menaruh kode embed youtube yang mengharus online saat memutar video tersebut di persentasi. Disini kita juga bisa menambahkan filter pada video kita dengan mudah.

(9)

2.1.4.4 PowerPoint Interaktif

Multimedia terbagi menjadi dua kategori, yaitu multimedia linier dan multimedia interaktif (Daryanto, 2012: 53). Multimedia linier adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat dioperasikan oleh pengguna, contohnya TV dan film. Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah pembelajaran interaktif dan aplikasi game.

Pembelajaran menggunakan media powerpoint ini dirancang untuk pembelajaran yang interaktif, dimana dalam media presentasi powerpoint

dirancang dan dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk petunjuk penggunaan, materi, dan soal latihan.

2.1.5. Pendekatan Saintifik

Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.

(10)

Piaget (dalam Carin & Sund, 1975) menyatakan bahwa:

“Pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi kecuali siswa dapat beraksi secara mental dalam bentuk asimilasi dan akomodasi terhadap informasi atau stimulus yang ada di sekitarnya. Bila hal ini tidak terjadi maka guru dan siswa hanya akan terlibat dalam belajar semu (pseudo-learning) dan informasi yang dipelajari cenderung mudah terlupakan. Proses-proses kognitif yang dibutuhkan dalam rangka mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip dalam skema sesorang melalui tahapan-tahapan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan yang terdapat dalam pembelajaran dengan metode saintifik selalu melibatkan proses asimilasi dan akomodasi. Oleh karena itu, teori belajar Piaget sangat relevan dengan metode saintifik”.

Vygotsky dalam Nur dan Wikandari (2000:4) menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas-tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam zone of proximal development, daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang mengacu pada teori Vygotsky menerapakan apa yang disebut dengan scaffolding (perancahan). Perancahan mengacu kepada bantuan yang diberikan teman sebaya atau orang dewasa yang lebih kompeten, yang berarti bahwa memberikan sejumlah besar dukungan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelahia mampu melakukannya sendiri (Nur, 1998:32).

Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Berpusat pada siswa.

b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip

(11)

c. melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. d. dapat mengembangkan karakter siswa.

2.1.5.1 Aspek-aspek yang Terkandung dalam Pendekatan Saintifik

Menurut Permendikbud tentang Pedoman Umum Pembelajaran terdapat prinsip kerja yang menggunakan pendekatan saintifik, metode yang digunakan sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang meliputi aspek mengamati, menanya, menalar, mengumpulkan informasi dan mengkomunikasikan.

Menurut Daryanto (2014: 51) pembelajaran saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahap-tahap mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

Menurut Daryanto (2014: 51) dalam bukunya, menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupaagar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru.

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut,

(12)

bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.

2.1.5.2 Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Daryanto (2014: 54) menyatakan tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:

1) Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

2) Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.

3) Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.

4) Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.

5) Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.

6) Untuk mengembangkan karakter siswa.

2.1.5.3 Esensi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

Daryanto (2014: 55) menyatakan bahwa pendekatan saintifik disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif daripada penalaran deduktif. Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang

(13)

lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.

Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen.

2.1.5.4 Prinsip-prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Daryanto (2014: 58) menyatakan beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Pembelajaran berpusat pada siswa.

2) Pembelajaran membentuk students self concept. 3) Pembelajaran terhindar dari velbalisme.

4) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.

5) Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa. 6) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar

(14)

7) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.

8) Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

2.1.5.5 Langkah-langkah Umum Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Menurut Daryanto (2014:59), proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai-nilai-nilai atau sifat-sifat non ilmiah.

Sedangkan menurut Abdul Majid (2014: 211-234), terdapat 7 langkah dalam pendekatan saintifik. Langkah-langkah dalam pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengamati

Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfuli learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaanya.

2. Menanya

Istilah pertanyaan tidak selalu dalam bentuk kalimat tanya, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.

3. Menalar

Menurut Andi Prasetyo (2014: 223) menalar adalah salah satu istilah dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam

(15)

kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Menurut Daryanto (2014:75) aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar siswa dapat dilakukan dengan cara: guru menyusun bahan pembelajaran yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum, tidak banyak ceramah, bahan pembelajaran disusun secara hierarkis, berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati, setiap kesalahan harus segera diperbaiki, perlu pengulangan, penilaian otentik, dan guru harus mencatat semua kemajuan siswa untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

4. Mengolah

Pada tahapan mengolah ini, peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pengolahan informasi dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut.

5. Mencoba

Aplikasi metode mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

6. Menyimpulkan

Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi.

7. Menyajikan

Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan tertulis dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan untuk portofolio.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran saintiik adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan keaktifan, penguasaan konsep, serta lebih menggunakan penalaran induktif dengan melewati lima tahap pembelajaran mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, serta mengkomunikasikan.

(16)

2.1.6. Tematik Integratif

2.1.6.1 Pengertian Tematik Integratif

Model pembelajaran tematik integratif dianggap sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif. Pernyataan tersebut sesuai dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014: 15) yang mengatakan bahwa tematik integratif diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik, dan akademik siswa di dalam kelas atau di lingkungan sekolah.

Sedangkan pengertian mengenai tematik integratif dikemukakan oleh Yani (2014: 114) “pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran yang tidak menggunakan „nama-nama disiplin ilmu‟ sebagai nama mata pelajaran tetapi menggunakan tema-tema tertentu. Tema tersebut mengikat beberapa pokok bahasan dari sejumlah mata pelajaran yang berbeda”. Ahmadi (2014: 83) yang menjelaskan bahwa tematik integratif adalah pembelajaran yang menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa materi ajar sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna pada peserta didik. Hal serupa dijelaskan oleh. Prastowo (2013: 223) juga menjelaskan bahwa pembelajaran tematik integratif merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik integratif adalah adanya penggabungan dari beberapa mata pelajaran ke dalam satu tema. Sehingga pembelajaran tematik integratif dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menggunakan tema sebagai pengait beberapa mata pelajaran.

2.1.6.2 Ciri dan Prinsip Tematik Integratif

Sesuai dengan pengertian tematik integratif yang merupakan penggabungan dari mata pelajaran, maka dapat dikatakan bahwa salah satu ciri dari tematik integratif adalah adanya keterpaduan antara mata pelajaran dalam satu tema. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014:16) menyebutkan enam ciri dari pembelajaran tematik integrattif, yaitu: (a) berpusat pada anak, (b)

(17)

memberikan pengalaman langsung pada anak, (c) pemisahan antar muatan pelajaran tidak begitu jelas, (d) menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran, (e) bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatan pelajaran), dan (f) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

Majid (2014: 89) juga mengemukakan beberapa prinsip yang berkenaan dengan pembelajaran tematik integratif. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut. a. Pembelajaran tematik integratif memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan

dunia siswa dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa mata pelajaran.

b. Pembelajaran tematik integratif perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin saling terkait. Dengan demikian, materi-materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna.

c. Pembelajaran tematik integratif tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku.

d. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal.

e. Materi pelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan. Artinya materi yang tidak mungkin dipadukan tidak usah dipadukan.

Dari keterangan-keterangan yang telah diutarakan, dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip dari pembelajaran tematik integratif harus senantiasa mengiringi karakteristik dari pembelajaran tersebut. Sebagai contoh meskipun pembelajaran tematik integratif merupakan perpaduan dari beberapa materi pelajaran namun jika materi yang terpakasa tidak bisa dipadukan, tidak perlu dipadukan.

2.1.6.3 Kelebihan dan Kelemahan Tematik Integratif

Terdapat beberapa kelebihan yang dapat diperoleh dalam penerapan pembelajaran tematik integratif. Namun, sebelum dikemukakan pendapat tentang kelebihan pembelajaran tematik integratif, berikut ini terdapat pendapat tentang kelebihan pembelajaran tematik dan pembelajaran terpadu. Menurut Kadir dan

(18)

Asrohah (2014:26) kelebihan pembelajaran tematik adalah (a) dapat mengurangi

overlapping antara berbagai mata pelajaran karena mata pelajaran disajikan dalam satu unit; (b) menghemat pelaksanaan pembelajaran terutama dari segi waktu karena pembelajaran tematik dilaksanakan secara terpadu antara beberapa mata pelajaran; (c) anak didik mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat bukan tujuan akhir; dan (d) pembelajaran menjadi holistik dan menyeluruh.

Sedangkan Majid (2014: 92) mengemukakan kelebihan dari pembelajaran terpadu adalah sebagai berikut: (a) pengalaman dan kegiatan belajar siswa akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak; (b) kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa; (c) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi siswa; (d) menumbuhkembangkan keterampilan berpikir dan sosial siswa; (e) menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis; dan (f) dapat meningkatkan kerja sama.

Daryanto (2014: 92) juga menyatakan bahwa kelebihan dari pembelajaran tematik integratif adalah (a) materi pelajaran menjadi dekat dengan kehidupan siswa sehingga siswa dengan mudah memahami sekaligus melakukannya; (b) siswa juga dengan mudah dapat mengaitkan hubungan materi pelajaran di mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya; dan (c) guru dapat dengan mudah menggunakan belajar siswa aktif sebagai metode pembelajaran.

Selain adanya kelebihan dalam pembelajaran tematik integratif, terdapat pula kelemahannya. Majid (2014: 93) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu memiliki kelemahan terutama dalam pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja. Puskur, Balitbang Diknas dalam Majid (2014: 93) mengidentifikasi beberapa aspek keterbatasan pembelajaran tematik integratif, yaitu sebagai berikut.

a) Aspek Guru

Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi.

(19)

b) Aspek Siswa

Siswa dituntut untuk memiliki kemampuan belajar yang baik, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitas.

c) Aspek Sarana dan Sumber Pembelajaran

Memerlukan bahan bacaan dan sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi.

d) Aspek Kurikulum

Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman siswa (bukan pada pencapaian target penyampaian materi).

e) Aspek Penilaian

Membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh, yaitu menetapkan keberhasilan belajar siswa dari bebarapa bidang kajian terkait yang dipadukan.

Sesuai pendapat para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa pembelajaran tematik integratif memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah dapat merfleksikan dunia nyata anak, selaras dengan cara anak berpikir dimana anak dengan mudah dapat mengaitkan hubungan materi pelajaran di mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya, dan kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan kebituhan anak. Selain terdapat kelebihan, ada juga kelemahannya. Kelemahan tersebut antara lain membutuhkan kreativitas yang tinggi dari guru, menuntut siswa untuk aktif, membutuhkan banyak sarana dan prasarana, serta membutuhkan penilaian yang menyeluruh.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran saintiik adalah suatu pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan keaktifan, penguasaan konsep, serta lebih menggunakan penalaran induktif dengan melewati lima tahap pembelajaran mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, serta mengkomunikasikan.

2.1.7. Model Pengembangan ASSURE

Model ASSURE adalah jembatan antara peserta didik, materi, dan semua bentuk media. Model ini memastikan pengembangan pembelajaran dimaksudkan

(20)

untuk membantu pendidik dalam pengembangan instruksi yang sistematis dan efektif. Hal ini digunakan untuk membantu para pendidik mengatur proses belajar dan melakukan penilaian hasil belajar peserta didik. Model pengembangan ASSURE terdiri dari enam komponen seperti rumusan kata itu sendiri, yaitu 1) analyze learners, 2) state objectives, 3) select method, media or materials, 4) Utilize media and materials, 5) require learner’s participation, 6) evaluate and revise (Heinich, Robert, Michael Molenda, James D. Russell, Sharon E. Smaldino, 2005).

1) Analyze Learner

Langkah pertama adalah mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik siswa yang disesuaikan dengan hasil-hasil belajar. Hal yang penting dalam menganalisis karakteristik siswa meliputi karakteristik umum dari siswa, kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa (pengetahuan, kemampuan dan sikap), dan gaya belajar siswa.

2) State Objectives

Langkah selanjutnya adalah menyatakan standar dan tujuan pembelajaran yang spesifik mungkin. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari kurikulum atau silabus, keterangan dari buku teks, atau dirumuskan sendiri oleh perancang pembelajaran.

3) Select Instructional Methods, Media and Materials

Tahap ini adalah memilih metode, media dan bahan ajar yang akan digunakan. Dalam memilih metode, media dan bahan ajar yang akan digunakan, terdapat beberapa pilihan, yaitu memilih media dan bahan ajar yang telah ada, memodifikasi bahan ajar, atau membuat bahan ajar yang baru.

4) Utilize Media and Materials

Tahap selanjutnya metode, media dan bahan ajar diuji coba untuk memastikan bahwa ketiga komponen tersebut dapat berfungsi efektif untuk digunakan dalam situasi sebenarnya. Untuk melakukannya melalau proses 5P, yaitu: preview (mengulas) metode, media dan bahan ajar; prepare (menyiapkan) metode, media dan bahan ajar; prepare (menyiapkan) lingkungan;

(21)

prepare (menyiapkan) para pemelajar; dan provide (memberikan) pengalaman belajar.

5) Require Learner Participation

Keterlibatan siswa secara aktif menunjukkan apakah media yang digunakan efektif atau tidak. Pembelajaran harus didesain agar membuat aktivitas yang memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan atau kemampuan baru dan menerima umpan balik mengenai kesesuaian usaha mereka sebelum dan sesudah pembelajaran.

6) Evaluate and Revise

Tahap evaluasi dilakukan untuk menilai efektivitas pembelajaran dan juga hasil belajar siswa. Proses evaluasi dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah pembelajaran.

Model ASSURE merupakan model desain pembelajaran yang bersifat praktis dan mudah diimplimentasikan dalam mendesain aktivitas pembelajaran yang bersifat individual maupun klasikal. Dalam menganalisis karakteristik siswa sangat memudahkan untuk menentukan metode, media dan bahan ajar yang akan digunakan, sehingga dapat menciptakan aktivitas pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik.

2.1.8. Efektivitas Pembelajaran

Kualitas pembelajaran dapat dimaknai dengan istilah mutu ataukeefektifan. Secara definitif, efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasaran (Etzioni, 1964). Efektivitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep yang lebih luas, mncakup beberapa faktor di dalam ataupun diluar diri seseorang. Dengan demikian, efektifitas tidak hanya dilihat dari sisi produktivitas, tetapi dapat pula dilihat dari sisi persepsi atau sikap seseorang. Di samping itu, efektivitas juga dapat dilihat dari tingkat kepuasan yang akan dicaapi oleh seseorang (Robbins, 1997). Menurut Jamal Ma‟mur (2011: 60) efektif berarti proses pembelajaran tersebut bermakna bagi siswa. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses

(22)

pembelajaran berlangsung. Sebab, belajar memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai.Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan, tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tidak ubahnya seperti bermaian biasa. Jamal Ma‟mur (2011: 93) juga menyebutkan gambaran mengenai peran guru dan siswa dalam pembelajaran efektif yaitu:

a. Guru mencapai tujuan pembelajaran

b. Siswa mencapai kompetensi yang diharapkan

Menurut Rudi Hartono (2013: 160) pembelajaran disebut efektif ketika pembelajaran telah mencapai tujuan yang diinginkan dalam jagad pendidikan, seperti pada penguasaan IPTEK sebagai bahan ajar, pembentukan keterampilan atau kemampuan belajar yang lebih efektif dan efisien. Dan, akan dikatakan lebih efektif sebuah pembelajaran apabila mampu memberi pengalaman baru bagi siswa ataupun bagi guru. Agar proses pembelajaran menjadi efektif, ada beberapa hal yang patut dimiliki guru, antara lain:

a. Menguasai materi dengan baik b. Menguasai strategi dengan baik c. Memahami gaya belajar siswa d. Memotivasi siswa

e. Memakai tujuan pembelajaran

f. Tidak menoton dalam menggunakan metode g. Mengajarkan cara mengajari sesuatu

h. Melakukan penilaian dengan benar

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan efektifitas belajar adalah tingkat pencapaian seseorang terhadap tujuan pembelajaran. Pncapaian tujuan tersebut berupa peningkatan pengetahuan dan keterampilan, tingkat kepuasan, serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran.

(23)

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dikembangkan terdapat dalam Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1

Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

No. Nama Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Hannes P Silalahi dan Dra. Sulistiowati. M.Pd Pengembangan Media Slide powerpoint Tentang Persiapan Kemerdekaan Materi Pokok BPUPKI dan PPKI Mata Pelajaran Sejarah (IPS Terpadu) Kelas VIII SMP Negeri 1 Mojokerto

Hasil analisi data yang diperoleh dari tahap uji coba pada

Media Slide

Powerpoint dinilai sangat layak dngan rincian sebesar 100% pada uji coba ahli materi, 98,98% pada uji coba ahli media, 89,14% pada uji coba perorangan, 97,28% pada uji coba kelompok kecil, 93,29% pada uji coba kelompok besar.

Media yang

dikembangkan

tersebut telah layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran. 2. Hary (2010) Pengaruh Pemanfaatan Media PowerPoint Melalui Penerapan Model Jigsaw Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VI SDN Polehan 2 Malang Penelitian tentang pengaruh pemanfaatan media powerpoint melalui penerapan model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SDN Polehan 2 Malang. Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata kelas eksperimen

(24)

73,42, sedangkan pada kelas kontrol 61,46 dengan nilai probabilitas (sig) 0,000. 3. Lawiyati (2011) Peningkatan

Motivasi dan Hasil Belajar IPA melalui Pemanfaatan PowerPoint pada Siswa Kelas IV SD Negeri 5 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011 Pemanfaatan powerpoint dapat meningkatkan

motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA yang dapat dilihat dari tingkat motivasi belajar siswa baik siklus I maupun siklus II berada pada tingkat tinggi, sedangkan ketuntasan belajar siswa terdapat kenaikan siklus I ke siklus II sebesar 28,57%.

2.3. Kerangka Pikir

Kurukulum 2013 Media Pelajaran Tujuan

Pembelajaran Proses Pembelajaran Pembelajaran Bermakna Pembelajaran efektif Tujuan Tercapai Hasil belajar yang baik

(25)

Munculnya kurikulum 2013 yang mengharuskan proses pembelajaran menempuh langkah, mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasikan/ mengolah informasi, mengkomunikasikan membuat sebagian sekolah binggung, terutama mengenai media pembelajaran yang mereka miliki. Media pembelajaran yang ada di sekolah rata-rata belum menerapkan prinsip saintifik yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasikan/ mengolah informasi. Dengan adanya pengembangan media pembelajaran yang menerapkan prinsip saintifik maka akan membantu guru dalam melancarkan pembelajaran saintifik.

Penggunaan media atau bahan ajar yang tepat sangat dibutuhkan untuk menunjang proses belajar mengajar sesuai yang diharapkan. Siswa sekolah dasar dalam menerima pelajaran membutuhkan media yang dapat mengkonkritkan materi yang diterimanya. Hal ini disebabkan karena siswa sekolah dasar masih dalam tahap operasional konkrit. Media ini juga dikembangkan untuk membantu mengkongkritkan hal-hal/materi yang bersifat abstrak bagi siswa. Dengan penggunaan media pembelajaran ini siswa akan lebih mudah mempelajari materi, belajar sambil melihat dan mendengar, sehingga akan membuat pembelajaran lebih bermakna. Pembelajaran yang bermakna akan bertahan di pikiran anak dalam jangka waktu yang lama. Selain itu tujuan pembelajaran akan mudah ditanamkan kepada siswa sehingga hasil belajar siswa pun akan meningkat.

2.4. Hipotesis Pengembangan

Berdasarkan Kajian Teori, Kajian Hasil Penelitian dan Kerangka Pikir, diduga media pembelajaran powerpoint interaktif yang dikembangkan pendekatan saintifik untuk pembelajaran tematik integratif efektif diterapkan pada siswa kelas 2 SDN Bergas Kidul 03 Kabupaten Semarang.

Gambar

Gambar 2. Ribbon Office 2007 (Atas) dan 2010 (Bawah)
Gambar 4. Artistik Efek

Referensi

Dokumen terkait

§ Memeriksa ulang semua pecahan animasi pada camera sheet, yang menunjukkan masalah atau kesalahan dengan personil yang sesuai dengan teliti § Ujian tulis § Ujian lisan §

Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Dumai (2009), cakupan keluarga yang menggunakan sumur gali sebagai akses air bersih yaitu 47,52% termasuk didalamnya pesantren, dan dari 8

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Critical Scrutiny of Business Computing Power & Speed Computing Power & Speed Battle for Analytical Talent Battle for Analytical Talent Factors Factors Information

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

terinfeksi Tinea pedis dilaksanakandi Laboratorium Mikrobiologi Program Studi D III Analis Kesehatan STIKes ICMe JombangJl.KemuningNO.57A Candimulyo, Jombang, Jawa